Post on 14-Jul-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Kesadaran
dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian
impuls eferen dan aferen. Semua impuls aferen disebut input dan semua
impuls eferen dapat disebut output susunan saraf pusat. Untuk
mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang
konstan dan efektif antara hemisfer serebri dan formasio retikularis di
batang otak yang intak.1
Gangguan pada hemisfer serebri atau formasio retikularis dapat
menimbulkan gangguan kesadaran. Kesadaran yang sehat dan adekuat
dikenal dengan istilah compos mentis, di mana aksi dan reaksi terhadap apa
yang dilihat, didengar, dihidu, dikecap, dialami, serta perasaan
keseimbangan, nyeri, suhu, raba, gerak, getar, tekan, dan sifat, bersifat
adekuat (tepat dan sesuai). Pada kondisi penyakit neurologis maupun non
neurologis, dapat terjadi gangguan kesadaran.1
Penilaian derajat kesadaran dapat dinilai secara kualitatif maupun
secara kuantitatif. Penilaian gangguan kesadaran secara kualitatif antara lain
mulai dari apatis, somnolen, sopor, delirium, bahkan koma. Sedangkan
penilaian derajat kesadaran secara kuantitatif menggunakan Glasgow Coma
Scale (GCS). Penilaian derajat kesadaran ini sangat penting dikuasai karena
mempunyai harga praktis, yaitu untuk dapat memberikan penanganan,
menentukan perbaikan, kemunduran, dan prognosis.1
Sedangkan tanda-tanda meningeal timbul karena tertariknya radiks-
radiks saraf tepi yang hipersensitif karena adanya rangsangan atau
peradangan pada selaput otak meninges (meningitis) akibat infeksi, kimiawi
maupun karsinomatosis. Perangsangan meningeal bisa terjadi juga akibat
perdarahan subarachnoid.
1
Ada banyak tes untuk menguji ada tidaknya tanda meningeal. Variasi
tes pertama dikenalkan oleh Vladimir Kernig pada tahun 1884. Dokter ahli
penyakit dalam dari Rusia ini memperhatikan adanya keterbatasan ekstensi
pasif sendi lutut pada pasien meningitis dalam posisi duduk maupun
berbaring.
Selanjutnya Josep Brudzinski seorang ilmuwan Polandia pada tahun
1909 mengenalkan tanda lain dalam mendeteksi adanya tanda meningeal.
Tanda yang diperkenalkan adalah gerakan fleksi bilateral di sendi lutut dan
panggul yang timbul secara reflektorik akibat difleksikannya kepala pasien
ke depan sampai menyentuh dada. Tanda ini dikenal sebagai tanda
Brudzinski I.
Sebelumnya Brudzinski juga telah memperkenalkan adanya tanda
tungkai kontralateral sebagai tanda perangsangan meningeal, yaitu gerakan
fleksi di sendi panggul dengan tungkai pada posisi lurus disendi lutut akan
membangkitkan secara reflektorik gerak fleksi sendi lutut dan panggul
kontralateral. Tanda ini dikenal sebagai tanda Brudzinski II. Urutan I dan II
hanya menunjukkan urutan pemeriksaannya saja, bukan urutan
penemuannya.
Selain tanda-tanda yang sudah dideskripsikan di atas masih ada
beberapa tanda meningeal yang lain, seperti kaku kuduk, tanda lasegue, dan
tanda kenig.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PEMERIKSAAN NEUROLOGIS TINGKAT KESADARAN
2
Dalam memeriksa tingkat kesadaran, seorang dokter melakukan
inspeksi, konversasi dan bila perlu memberikan rangsangan nyeri.2
1. Inspeksi. Perhatikan apakah pasien berespon secara wajar terhadap
stimulus visual, auditoar dan taktil yang ada di sekitarnya.2
2. Konversi. Apakah pasien memeberikan reaksi wajar terhadap suara
konservasi, atau dapat dibangunkan oleh suruhan atau pertanyaan yang
disampaikan dengan suara yang kuat? 2
3. Nyeri. Bagaimana respons pasien terhadap rangsangan nyeri? 2
Tingkat kesadaran secara kualitatif dapat dibagi menjadi kompos
mentis, apatis, somnolen, stupor, dan koma.3
Cara pemeriksaan kesadaran secara kualitatif adalah:
Kompos mentis berarti keadaan seseorang sadar penuh dan keadaan
sistim sensorik utuh serta dapat menjawab pertanyaan tentang dirinya
dan lingkungannya.3
Apatis berarti keadaan seseorang tidak peduli, acuh tak acuh dan
segan berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya.3
Somnolen berarti seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung
tertidur, masih dapat dibangunkan dengan rangsangan suara dan
mampu memberikan jawaban secara verbal, namun mudah tertidur
kembali.3
Sopor/stupor berarti kesadaran hilang, hanya berbaring dengan mata
tertutup, tidak menunjukkan reaksi bila dibangunkan, kecuali dengan
rangsang nyeri.3
Koma berarti kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi walaupun
dengan semua rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri) dari luar.
Karakteristik koma adalah tidak adanya arousal dan awareness
terhadap diri sendiri dan lingkungannya. Pada pasien koma terlihat
mata tertutup, tidak berbicara, dan tidak ada pergerakan sebagai
respons terhadap rangsangan auditori, taktil, dan nyeri.3
3
Penilaian kesadaran secara kuantitatif antara lain dengan Glasgow
Coma Scale (GCS)3 yang meliputi; pemeriksaan fungsi membuka mata,
respon verbal dan respon motorik terhadap rangsangan yang diberikan.
Rangsangan berupa suara atau rangsangan nyeri. Rangsangan nyeri dapat
diberikan pada supra orbita, ujung kuku, manubrium sternum, prosesus
stilomastoideus dan papilla mamae.
Cara pemeriksaan tingkat kesadaran secara kuantitatif adalah:
Tabel 1. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran dengan GCS. 2
Parameter yang dinilai Nilai/Skor
1. Eye (E) / Membuka Mata Spontan Terhadap suara
(suruh pasien membuka mata) Dengan rangsangan nyeri
(berikan rangsangan nyeri, misal: tekan pada saraf supraorbita atau kuku jari)
Tidak ada reaksi (dengan rangsangan nyeri pasien tidak membuka mata)
43
2
1
2. Verbal (V) / Respon bicara Baik dan tidak ada disorientasi
(dapat menjawab dengan kalimat yang baik dan tau dimana ia berada, tau waktu, hari dan bulan)
Kacau (“confused”)(dapat bicara dalam kalimat, namun ada disorientasi waktu dan tempat)
Tidak tepat/ kata-kata tidak dapat dimengerti/ tidak bermakna)(dapat mengucapkan kata-kata, namun tidak berupa kalimat dan tidak tepat)
Mengerang(tidak mengucapkan kata, hanya suara mengerang)
Tida ada jawaban
5
4
3
2
1
3. Motorik (M) / Respon gerakan Melakukan gerakan sesuai perintah
(misalnya, suruh: “Angkat tangan”) Melokalisir nyeri/ mengetahui lokasi nyeri
(berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan dengan jari pada suptraorbita. Bila oleh rasa nyeri pasien mengangkat tangannya sampai melewati dagu untuk maksud menapis rangsang tersebut
6
5
4
berarti ia mengetahui nyeri tersebut) Menghindari sumber nyeri Gerakan fleksi abnormal (dekortikasi)
(berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan dengan objek keras, seperti ballpoint, pada jari kuku. Pasien akan bereaksi dengan memfleksikan siku)
Gerakan ekstensi abnormal (deserebrasi)(dengan rangsangan nyeri seperti di atas, reaksi pasien adalah ekstensi pada siku. Ini selalu disertai fleksi spastik pada pergelangan tangan)
Tidak ada reaksi terhadap rangsangan nyeri (yang adekuat)
43
2
1
Gambar 1. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran dengan GCS
2.2 PEMERIKSAAN NEUROLOGIS RANGSANGAN MENINGEAL
A Kaku kuduk
Cara pemeriksaan : Pasien tidur telentang tanpa bantal. Tangan
pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang berbaring,
kemudian kepala ditekukan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai
5
dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat
kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.
Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.2
Hasil pemeriksaan : Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat
menyentuh sternum, atau fleksi leher normal.2
Adanya rigiditas leher dan keterbatasan gerakan fleksi leher kaku
kuduk.2
Gambar 2. Pemeriksaan kaku kudukA.Sewaktu mengangkat kepala, badan ikut terangkat; B.Gerakan leher ke kanan
atau kiri tidak ada gangguan; C.Gerakan dorsofleksi tidak ada tahanan
B Lasegue sign
Cara memeriksa dapat dilakukan : pada pasien yang berbaring kedua
tungkai diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat
lurus, difleksikan persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus
berada dalam keadaan ekstensi. Pada keadaan normal dapat mencapai
6
sudut 70 derajat sebelum timbul rasa sakit dan tahanan. Bila sudah
timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70 derajat maka disebut
tanda laseque positif. Namun pada pasien yang sudah usia lanjut diambil
patokan 60 derajat.2
Gambar 3. Pemeriksaan Lasegue sign
C Kernig sign
Cara memeriksa dapat dilakukan : pasien yang sedang berbaring
difleksikan pahanya pada persendian panggul sampai membuat sudut 90
derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut
sampai membentuk sudut lebih dari 135 derajat terhadap paha. Bila
terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135
derajat, maka dikatakan tanda kerniq positif.2
Gambar 4. Pemeriksaan Kernig sign
D Tanda brudzinski I dan II
Cara memeriksa brudzinski I : pada pasien yang sedang berbaring,
letakkan satu tangan dibawah kepala pasien dan tangan lainnya
diletakkan di dada untuk mencegah badan terangkat. Selanjutnya kepala
7
difleksikan ke dada, adanya rangsang meningeal apabila kedua tungkai
bawah terangkat (fleksi) pada sendi panggul dan lutut.2
Cara memeriksa brudzinski II : pada pasien yang sedang berbaring, satu
tungkai difleksikan pada persendian panggul, sedang tungkai yang satu
lagi berada dalam kadaan ekstensi (lurus). Bila tungkai yang satu ini ikut
pula terfleksi, maka disebut tanda brudzinski I positif.2
Gambar 5. Pemeriksaan Brudzinski’s sign I atau Brudzinski’s neck sign
Gambar 6. Pemeriksaan Brudzinski’s sign II atau Brudzinski’s contralateral leg sign
BAB III
KESIMPULAN
8
Penilaian derajat kesadaran dapat dinilai secara kualitatif maupun kuantitatif.
Penilaian tingkat kesadaran secara kualitatif antara lain mulai dari komposmentis,
apatis, somnolen, sopor/stupor, bahkan koma. Sedangkan penilaian derajat
kesadaran secara kuantitatif umumnya menggunakan Glasgow Coma Scale
(GCS). Penilaian derajat kesadaran penting sebagai tolak ukur dalam memberikan
penanganan, menentukan perbaikan, kemunduran, dan prognosis.
Sedangkan pemeriksaan untuk tanda meningeal penting untuk membuktikan
ada atau tidaknya rangsang meningeal, yang mana tanda meningeal ini timbul
akibat tertariknya radiks-radiks saraf tepi yang hipersensitif oleh karena adanya
rangsangan atau peradangan pada selaput otak meninges (meningitis) akibat
infeksi, kimiawi maupun karsinomatosis. Bahkan perangsangan meningeal bisa
terjadi juga akibat perdarahan subarachnoid.
Ada banyak tes untuk menguji ada tidaknya tanda meningeal, seperti kaku
kuduk, Kernig sign, Brudzinski I sign, Brudzinski II sign, Lasegue sign, dan
Kenig sign.
9