Post on 27-Jun-2015
description
Berfikir dan Bertindak Taktis dan Strategis By:
Tua Hasiholan Hutabarat
Makassar, 29 Desember 2010
_________________________________________________________
Ada yang mengatakan, kerja-kerja atau tugas pemberdayaan di masyarakat
adalah kerja-kerja ideal. Dibutuhkan manusia-manusia yang tangguh, cerdas dan
didukung oleh strategi, metode, pendekatan dan cara-cara yang sangat efektif,
sehingga tujuan bisa tercapai. Tapi, sering sekali idealisme atau semangat yang
luarbiasa tinggi saja tidak cukup. Kecerdasan saja tidak cukup, apalagi sekedar
mengandalkan dana ataupun sekedar teori-teori saja. Bekerja bersama
masyarakat juga membutuhkan cara berfikir dan bertindak yang handal,
sehingga secara perlahan dapat merubah situasi yang ingin dirubah.
Banyak orang yang bekerja bersama masyarakat mengalami kegagalan, ataupun
kegiatannya berhasil namun tidak bisa merubah masyarakat karena cara berfikir
dan bertindaknya terlalu idealis. Mengapa bisa demikian? Kegagalan itu terjadi
karena orang tersebut berfikir dan bertindak sesuai dengan yang ada di
fikirannya saja, atau apa yang menurut pemikirannya baik dan benar saja. Ada
juga orang yang bertindak sesuai dengan apa yang tertulis saja, bahkan hany
kata teori saja. Ketika dilaksanakan di lapangan, ternyata teori, buku, pemikiran
dan yang menurutnya baik tidak terlaksana, atau jika pun terlaksana, hasilnya
kurang baik.
Ada kasus dimana seseorang yang melaksanakan pertemuan dengan
masyarakat. Idealnya, pertemuan tersebut dilakukan di kantor desa, karena hal-
hal yang menyangkut pembangunan desa harus dilakukan di kantor desa. Ketika
dilaksanakan, ternyata sebahagian masyarakat tidak mau datang. Setelah diteliti,
ternyata masyarakat tidak datang karena menganggap pertemuan tersebut tidak
beda dengan pertemuan-pertemuan lain di kantor desa yang tidak membawa
hasil apapun.
Kemudian ada juga contoh kasus dimana secara teori, untuk melibatkan
perempuan pembangunan, maka dalam setiap pertemuan harus menghadirkan
50% perempuan. Kemudian dibuat dan di undanglah beberapa orang perempuan
sehingga memenuhi syarat jumlah 50% tersebut. Ternyata, ketika dilakukan
pertemuan, seluruh perempuan yang hadir tidak mau mengeluarkan pendapat.
Hanya laki-laki saja yang bicara. Akhirnya, perempuan yang hadir pun hanya jadi
penonton dalam pertemuan tersebut, dan tujuan yang diharapkan pun tidak
tercapai.
Berdasarkan dua contoh di atas dapat dilihat, bahwasannya jika berpatokan saja
dengan apa yang tertulis, apa yang dianggap benar/baik dan sesuai dengan
teorinya saja sering tidak berhasil baik di masyarakat. Mengapa demikian?
Apakah teori, aturan dan apa yang tertulis di buku tersebut memang tidak bisa
dijadikan panduan untuk bekerja di masyarakat? Atau dengan kata lain, apakah
yang bersifat ideal sering tidak tepat untuk dilakukan? Jawabannya bisa ya…bisa
juga tidak…!
Di lain kasus, ada orang yang melakukan sesuatu itu hanya berdasarkan
pertimbangan kelancaran atau kesuksesan saja. Menurut mereka, apa yang bisa
sukses dijalankan, mana yang bisa cepat berhasil, atau apa yang lancar
dilaksanakan, itulah yang akan dikerjakan. Akhirnya, karena berfikir seperti itu,
sering sekali kegiatan-kegiatan di masyarakat menjadi tidak bermanfaat bagi
masyarakat. Dikarenakan tujuan mereka hanyalah kelancaran dari kegiatan, maka
biasanya mereka lupa dengan hal-hal yang utama atau prinsipil. Padahal, untuk
melakukan perubahan, maka yang dirubah haruslah yang prinsipil, utama atau
yang bersifat hakekat. Kelalaian seperti ini berdampak tidak baik pada
masyarakat, bahkan bisa membuat masyarakat menjadi bosan dan jenuh, karena
kegiatan-kegiatan yang dijalankan tidak membawa perubahan pada diri mereka.
Lalu cara berfikir dan bertindak seperti apa yang perlu? Jawabannya adalah,
seorang organizer yang bekerja bersama masyarakat harus bisa berfikir taktis dan
strategis. Apa yang dimaksud dengan cara berfikir taktis dan strategis? Mari kita
jawab satu-per satu.
Bayangkan saja jika kita dari sebuah Desa A akan menuju Desa B. Ada satu jalan
besar yang harus kita lewati untuk menuju Desa B. Jalan besar itu adalah jalan
yang sangat strategis, karena kemungkinan bisa lebih cepat, jalannya besar, di
pinggir jalan banyak rumah, dan sebagainya. Berdasarkan contoh tersebut, hal-
hal yang strategis adalah hal-hal yang yang memang menjadi tujuan utama kita,
yakni kota B. Namun untuk menuju kota B, terkadang jalan besar tersebut macet,
banyak gangguan di jalan, kemungkinan menabrak orang yang ramai, atau
kemungkinan ada keramaian di jalan, sehingga kita bisa terhambat. Dari yang kita
rencanakan di perjalanan hanya menghabiskan waktu 1 jam, karena banyak
kendala, akhirnya ditempuh selama 2 jam lebih.
Selain jalan utama atau jalan besar tersebut, ada juga jalan-jalan kecil, lorong, dan
gang yang sebenarnya bisa dilewati. Walaupun jalannya berputar-putar, banyak
belokan, melewati sungai dan parit, namun tujuannya tetap ke Kota B. Ketika kita
lewati jalan-jalan kecil tersebut, ternyata kita bisa lebih cepat sampai sekaligus tidak
mendapat kendala di jalan. Cara berfikir seperti inilah yang disebut dengan cara
berfikir taktis.
Lalau apa kesimpulan yang kita bisa ambil dari cerita di atas?
Berfikir strategis adalah cara berfikir yang berhubungan secara langsung dengan
tujuan, atau cara berfikir yang ideal, cara berfikir normatif (sesuai norma), cara
berfikir dan bertindak yang sesuai dengan teori atau aturan yang ada. Cara
berfikir dan bertindak seperti ini dianggap cara yang lurus-lurus saja. Ibarat seekor
kuda dengan kusirnya. Kuda berfikir lurus-lurus saja, karena memakai kacamata
kuda, sedangkan si kusir berfikir bebas, dan ia yang kemudian mengarahkan si
kuda agar terus berjalan ke arah yang benar. Si kuda yang berfikir lurus-lurus saja
bisa terjerembab ke lumpur, menginjak kayu dan sebagainya, sehingga bisa celaka
dan tidak mencapai tujuan. Sedangkan si kusir yang berfikir bebas, karena fikiran
dan matanya terbuka, ia bisa membelokkan jalan kuda ke kiri dan ke kanan, untuk
kemudian sampai ke tujuan.
Berfikir dan bertindak strategis adalah cara yang paling sesuai dengan apa yang
tertulis di buku atau teori yang ada. Jika sebuah teori mengatakan untuk
mengajak seseorang diskusi harus diberikan pemahaman dan dibentuk
kesadarannya terlebih dahulu, maka hal itulah yang harus dilakukan. Namun
kenyataannya tidaklah demikian. Untuk membuat seseorang paham dan sadar,
maka dibutuhkan waktu yang sangat panjang, bahkan bisa saja tidak berhasil
dilakukan.
Orang yang berfikir taktis tidak langsung menerapkan apa yang disebutkan di
dalam buku atau dikatakan sebuah teori. Yang penting bagi orang yang berfikir
taktis adalah; bagaimana masyarakat yang di ajak diskusi bisa datang ke
pertemuan. Persoalan orang tersebut belum sadar atau tidak bukanlah persoalan
utama. Karena bagi mereka, dengan kehadiran seseorang tersebut di pertemuan
atau diskusi, maka paling tidak ia bisa mendengar apa yang di bicarakan dalam
diskusi tersebut. Ketika orang tersebut sudah datang dan mendengar, bisa saja
kemudian ia menjadi sadar tentang pentingnya diskusi atau pertemuan tersebut.
Pertanyaannya kemudian adalah, mana yang lebih baik antara berfikir strategis
dan taktis? Jawabannya adalah; kedua-duanya sama-sama baik. Penting untuk
berfikir strategis, karena hal itu akan tetap menjaga kita supaya berada di jalur
yang benar untuk melakukan perubahan di masyarakat. Tujuan utama dari
kegiatan yang kita lakukan bersama masyarakat adalah bagaimana masyarakat
bisa keluar dari kemiskinan, ketidakadilan dan kemelaratan. Segala sesuatu yang
bersifat strategis memang harus dijaga, dipegang dan dipedomani. Jangan pernah
keluar dari benang merah yang menghubungkan kita (seorang Community
Organizer) dengan tujuan utama kita.
Di sisi lain, berfikir taktis juga penting, bahkan perlu untuk seorang
Community Organizer, karena dengan begitu, kita bisa lebih lincah bergerak.
Seperti se ekor burung kecil di pohon yang sulit di bidik dan ditembak, karena
ia bergerak lincah dan cepat. Bergerak lincah dan cepat adalah cara berfikir
taktis, walaupun untuk itu ia harus lebih lelah sedikit, karena membutuhkan
tenaga yang lebih besar. Tapi tidak masalah jika harus mengeluarkan tenaga
atau energi yang lebih besar, karena bagi kita, tujuan menguatkan
masyarakat, dan melepaskan masyarakat dari cengkeraman kemiskinan
adalah lebih penting daripada kita terpaku, diam dan tidak bergerak.
Cara berfikir taktis sering sekali dianggap cara berfikir dan bertindak yang
aneh. Karena selain sangat lincah dan liar, cara berfikir dan bertindak taktis
juga kadang-kadang dianggap tidak berhubungan sama sekali dengan tujuan
utama yang ingin dicapai. Andaikan saja kita ingin memberi pemahaman
kepada kepala desa agar ia bisa mengerti dan sadar tentang pentingnya
melibatkan perempuan dalam perencanaan pembangunan di desa, maka kita
tidak harus diskusi-diskusi saja dengan si kepala desa. Diskusi-diskusi,
obrolan, training atau pertemuan-pertemuan bisa saja tidak efektif, karena
Pak Kepala Desa sudah bosan dengan pertemuan-pertemuan dan diskusi.
Agar tujuan kita bisa tercapai, bisa saja kita ikut mancing, main catur, atau
pergi ke empang milik kepala desa. Atau lihat juga apa yang disenangi kepala
desa. Jika si Kepala Desa senangnya mancing, ikutlah memancing dengannya
(walaupun kita tidak suka memancing). Jika Pak Kepala Desa sukanya main
bola, maka ikutlah bermain bola, atau ajak bicara-bicara sepak bola
dengannya. Intinya, bangunlah kedekatan psikologis dengan kepala desa
tersebut.
Pada saat melakukan sesuatu yang disenangi oleh kepala desa, maka
bangunlah pembicaraan-pembicaraan yang ringan-ringan saja. Jangan
bicarakan yang serius dan formal, karena hal itu akan membuatnya bosan.
Ketika sudah beberapa kali melakukan pendekatan, yakinlah, ketika kita
bicara yang serius, maka ia akan senang, mau mendengar dan tertarik. Atau
bisa juga walaupun ia tidak terlalu tertarik, tapi dia setuju dengan pemikiran
kita.
Kalau dianalisis, cara yang dilakukan tadi sebenarnya bisa saja tidak
berhubungan dengan tujuan kita untuk membuatnya sadar. Tapi kalau kita
langsung membicarakan hal-hal yang serius terkait dengan kegiatan kita,
maka kepada desa tadi bisa saja bosan dan malas mendengarnya. Namun
ketika hubungan kita dengannya sudah dekat dan enak, maka kita akan lebih
mudah mempengaruhinya.
Cara berfikir dan bertindak yang seperti di ceritakan di ataslah yang bersifat
taktis. Seorang Community Organizer jangan terlalu memaksakan fikiran,
panduan, maupun teori yang ada untuk membuat kepala desa sadar dan
paham dengan apa yang menjadi tujuan kita. Kadang-kadang kita harus
melakukan sesuatu yang sepertinya tidak berhubungan dengan tujuan
tersebut, namun kemudian kita kembali ke jalur atau jalan yang sebelumnya.
atau terlalu lama untuk berfikir dan bertindak taktis, karena jika terlalu lama,
maka kita akan terlalu jauh menyimpang dari hal-hal yang strategis.
Satu hal yang harus diingat oleh seorang pekerja sosial di masyarakat dalam
berfikir dan bertindak taktis dan strategis adalah, kita harus selalu ingat dengan
tujuan utama kita. Walaupun sepertinya kita melakukan sesuatu yang tidak
berhubungan dengan tujuan utama kita, namun di fikiran dan benak kita harus
tetap ingat akan tujuan utama tersebut. Jangan pernah lupa Berfikir dan
bertindak taktis dan strategis bisa sangat mudah dilakukan jika seorang
Community Organizer sudah benar-benar bisa memahami dan memiliki
pengalaman melakukannya di masyarakat. Untuk bisa berfikir dan bertindak
taktis, maka seorang pekerja sosial atau Community Organizer harus banyak
menimba pengalaman melalui kerja-kerja secara langsung bersama komunitas.
Tidak terlalu berguna jika hanya duduk, membaca, mengikuti training kelas dan
sebagainya. Seorang CO harus banyak terjun ke lapangan, bergaul dengan
masyarakat, melakukan pencatatan terhadap apa yang telah dan sedang
dilakukannya, dan mengambil pelajaran atas kekurangan dan kelemahannya,
dan meningkatkan apa yang telah berhasil dilakukan.
Akhirnya, berfikir dan bertindak taktis dan strategis adalah diibaratkan mencari
jarum di tumpukan jerami. Untuk menemukan jarum, tidak harus membakar
seluruh jerami, karena bisa saja malah hanya akan semakin mempersulit
menemukannya. Ada banyak cara lain yang bisa dilakukan. Bisa menggunakan
tangan, bisa menggunakan tongkat kayu, bisa dengan cara memilah-milah
jerami sedikit-sedikit, bisa juga dengan memijak-mijak jerami itu. Memijak
jerami tentu saja beresiko terkena jarum, tapi itulah proses. Memijak jerami,
menggunakan tongkat kayu dan sebagainya bisa saja beresiko, namun resiko
tersebut merupakan bagian dari proses menuju kedewasaan, sehingga akan
semakin hati-hati dan berpengalaman. Begitu juga ketika bekerja bersama
dengan komunitas/masyarakat. Ada banyak cara untuk memberdayakan dan
menguatkan masyarakat. Cara yang ditempuh tidak harus cepat sehingga
mencapai tujuan. Seorang Community Organizer harus pintar-pintar dan cerdik
untuk bertindak dan memilah-milah, makan tindakan dipilih. Mana yang
strategis, dan mana yang taktis. Sepanjang sesuatu yang taktis tersebut bisa
mencapai tujuan, walaupun harus berbelok-belok dan sepertinya tidak
berhubungan dengan tujuan tidaklah masalah. Walaupun begitu, cara berfikir
dan bertindak taktis dan strategis harus benar-benar dibangun dari
pengalaman, bukan dari teori-teori saja. Untuk itu tetaplah harus sering belajar
dari masyarakat, maka ilmu berfikir taktis dan strategis semakin terbiasa
dilakukan. Selamat belajar!
**************************************