Post on 27-Jan-2016
description
BAB I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata nata berasal dari bahasa Spanyol yang berarti krim. Nata diterjemahkan ke
dalam bahasa Latin sebagai 'natare' yang berarti terapung-apung. Nata dapat dibuat
dari air kelapa, santan kelapa, tetes tebu (molases), limbah cair tebu, atau sari buah
(nanas, melon, pisang, jeruk, jambu biji, strawberry dan lain-lain). Nata yang dibuat
dari air kelapa disebut nata de coco. Di Indonesia, nata de coco sering disebut sari air
kelapa atau sari kelapa. Nata de coco pertama kali berasal dari Filipina. Di Indonesia,
nata de coco mulai dicoba pada tahun 1973 dan mulai diperkenalkan pada tahun
1975. Namun demikian, nata de coco mulai dikenal luas di pasaran pada tahun 1981
(Sutarminingsih, 2004).
Di Indonesia pada awalnya, industri pengolahan nata diawali di tingkat usaha rumah
tangga (home industry) dengan menggunakan sari buah nanas sebagai bahan bakunya
sehingga produknya sering disebut nata de pina. Seperti pada umumnya usaha buah-
buahan musiman lainnya, keberlangsungan produksi nata de pina terbentur dengan
kendala sifat musiman tanaman nanas. Sehingga produksi nata de pina tidak dapat
dilakukan sepanjang tahun. Keberlangsungan input merupakan hal yang penting
dalam manajemen agribisnis termasuk nata de coco (Gumbira dan Intan, 2001).
Untuk mengatasi kendala tersebut, alternatif penggunaan bahan lain yang mudah
didapat, tersedia sepanjang tahun dan harganya murah adalah air kelapa. Pada
mulanya air kelapa kebanyakan hanya merupakan limbah dari industri pembuatan
kopra atau minyak goreng (Jawa: klentik). Nata dari air kelapa yang kemudian
terkenal dengan nama nata de coco merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan
bantuan mikroba acetobacter xylinum. Jumlah air kelapa yang dihasilkan dari buah
kelapa di Indonesia kurang lebih 900 juta liter per tahun (Sutardi 2004).
Nata de coco merupakan salah satu produk olahan air kelapa yang memiliki
kandungan serat tinggi dan kandungan kalori rendah sehingga cocok untuk makanan
diet dan baik untuk sistim pencernaan serta tidak mengandung kolesterol sehingga
mulai poluler di kalangan masyarakat yang memiliki perhatian pada kesehatan. Nata
de coco tidak hanya memiliki pasar domestik tetapi juga pasar ekspor terutama
Eropa, Jepang, Amerika Serikat dan negara-negara Timur Tengah. Di pasar
domestik, permintaan nata de coco biasanya meningkat tajam pada saat menjelang
hari raya Natal, Lebaran, Tahun Baru dan peristiwa-peristiwa penting lainnya. Begitu
banyaknya permintaan pada waktu-waktu tersebut, banyak rumah tangga yang secara
sporadis membuat nata de coco untuk memanfaatkan kesempatan tersebut. Negara-
negara penghasil nata de coco pesaing Indonesai adalah Filipina, Malaysia dan
Vietnam. Di pasar ekspor, Filipina merupakan saingan utama produk nata de coco.
Di Jepang, 90% nata de coco diimpor dari Filipina. Orang Jepang percaya bahwa
nata de coco dapat melindungi tubuh dari kanker dan digunakan untuk makanan diet
(DAAMAS, 2004).
Dari segi skala perusahaan, usaha nata de coco dilakukan oleh beberapa perusahaan
besar-menengah dan juga banyak sekali perusahaan kecil-rumah tangga. Tentu saja
mereka memiliki segmentasi pasar sendiri-sendiri. Perusahaan besar-menengah
memiliki pasar yang relatif lebih luas mencangkup pasar domestik dan pasar ekspor.
Sedangkan perusahaan kecil-rumah tangga memiliki pasar lokal dan daerah sekitar.
Usaha kecil-rumah tangga nata de coco telah banyak menyerap tenaga kerja lokal.
Oleh karena itu, pemerintah sangat mendukung usaha nata de coco tersebut melalui
pemberian latihan/bimbingan teknis dan bantuan modal pada usaha kecil.
Sebenarnya nata de coco merupakan hasil sampingan (limbah) buah kelapa. Buah
kelapa merupakan bagian terpenting dari tanaman kelapa karena memiliki nilai
ekonomis dan gizi yang tinggi. Dilihat dari persentase komponennya, buah kelapa
terdiri dari empat komponen yaitu 35% sabut, 12% tempurung, 28% daging buah dan
25% air kelapa. Masing-masing komponen dapat dimanfaatkan untuk produk
makanan maupun non makanan. Sebagai contoh serabut untuk kerajinan keset, sapu,
furniture; tempurung kelapa untuk arang; buah kelapa untuk minyak goreng, santan,
kopra; dan air kelapa untuk nata de coco. Dari total produksi kelapa di Indonesia
34,7% diolah untuk santan, 8% untuk minyak goreng dan 57,3% untuk kopra
(Kompas, 2004). Terdapat bermacam-macam output hasil olahan buah kelapa.
Gambar 1.1. menunjukkan output derivasi dari buah kelapa. Nata de coco hanya
merupakan salah satu output derivasi dari air kelapa, selain asam cuka minuman dan
obat penurun panas.
Dari segi keberlangsungan pasokan input, usaha nata de coco memiliki prospek yang
cerah. Daerah penghasil kelapa di Indonesia antara lain Sulawesi Utara, Riau, Jambi,
Lampung, Daerah Istimewa Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sulawesi Tengah,
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Nusa
Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat. Sebesar 90,86% dari total produksi
kelapa Indonesia berasal dari daerah-daerah tersebut (Departemen Pertanian 2004).
Data sampai dengan tahun 1999 menunjukkan bahwa Indonesia merupakan penghasil
kelapa terbesar di dunia diikuti India dan Filipina (DAAMAS 2004). Tabel 1.1
menunjukkan produksi kelapa di Indonesia, Filipina, India dan Total dunia 1995-
1999.
Tabel 1.1.Produksi Kelapa (000 metric tons)
Negara 1995 1996 1997 1998 1999
Indonesia 13.868 14.138 14.710 14.710 13.000
Filipina 10.300 11.318 12.053 10.493 11.000
India 8.000 9.649 9.800 10.000 11.000
Total Dunia 45.068 47.733 49.354 47.696 47.480
Sumber: Biro Statistik Pertanian - Filipina
http://www.da.gov.ph/agribiz/coconut1.html
Buah kelapa memiliki kontribusi pembangungan ekonomi di Nanggroe Aceh
Darussalam. Dari buah kelapa ini saja sudah terdapat tiga industri menengah dan
besar, 270 industri kecil formal dan nonformal. Dari sekitar 7.537 unit usaha yang
menyerap 39.532 tenaga kerja di sektor industri, hanya sekitar enam% saja tenaga
kerja yang terkait dengan industri dengan latar belakang pemanfaatan kelapa.
Usaha nata de coco memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat sekitar
karena mengingat bahan dasar nata de coco hanya merupakan limbah produksi kopra.
Dengan asumsi setiap petani dapat menghasilkan 10 jerigen (kapasitas 20 liter) atau
200 liter dalam satu hari, petani akan mendapatkan tambahan penghasilan Rp 20.000-
Rp30.000 per hari (harga per liter: Rp 100 - Rp 150 per liter). Air kelapa memiliki
kandungan vitamin seperti ditunjukkan oleh tabel Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Komposisi Vitamin Air Kelapa
No
.
Jenis Vitamin ug/ml
1. Asam nikotinat 0,01
2. Biotin 0,02
3. Asam pantotenat 0,52
4. Riboflavin 0,01
5. Asam fosfat 0,03
Sumber: Dolendo dan Pacita (1967); cit.: Khak (1999), Sutarminingsih (2004).
Dari segi sosial, usaha nata de coco menyerap tenaga kerja lokal yang besar baik
perusahaan menengah, besar, kecil maupun rumah tangga. Usaha ini hanya
menggunakan teknologi yang sederhana tanpa perlu pengetahuan yang spesifik.
Sehingga, usaha ini dapat dilakukan dalam usaha skala kecil maupun skala usaha
rumah tangga terutama di daerah penghasil kelapa atau kawasan industri pangan
yang bahan bakunya dari daging buah kelapa seperti industri minyak kelapa, industri
geplak dan lain-lain (Sutardi, 2004).
Limbah usaha nata de coco adalah limbah cair yang asam baik bau maupun rasa.
Limbah ini tidak membahayakan. Pengolahan limbah dilakukan dengan proses yang
sederhana, yaitu dengan membuatkan bak penampungan di dalam tanah. Bahkan,
beberapa pengusaha menggunakan air limbah tersebut untuk menyiram tanaman
kelapa di perkebunan.
Menanggapi permasalahan di atas, penulis ingin melihat sejauh mana respon para
pengusaha terhadap pendapatan Home Industri. Adapun judul penelitian penulis
adalah “ Analisis Pendapatan dan Keuntungan Usaha Nata De Coco Khausar
Pada CV.Mitra Kurnia Gampong Rumpet Kecamatan Krueng Barona Jaya
Kabupaten Aceh Besar”.
B. Permasalahan
Berdasarkan dari latarbelakang diatas, maka penulis ingin mengetahui berapa
besar pendapatan dan keuntungan dari hasil penjualan Nata De Coco tersebut?
C. Manfaat Kegiatan
Manfaat atau kegunaan Bakti Propesi ini merupakan suatu uji coba kemampuan
penerapan ilmu yang telah diterima dalam masa studi dan diaplikasikan langsung ke
lapangan. Selain itu juga menjadi motivasi bagi mahasiswa untuk menjadi pelaku
dalam dunia usaha dimasa mendatang.
D. Tujuan Bakti Propesi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendapatan dan keuntungan dari hasil
produksi Nata De Coco Khausar yang dilakukan oleh para pengusaha di Kecamatan
Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar.
E. Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan bahan pertimbangan bagi
pengambil keputusan dalam kaitan , untuk mengetahui tanggapan petani terhadap
peluang komoditi Nata De Coco, untuk mengetahu besar pendapatan dan keuntungan
yang diterima oleh pengusaha Nata De Coco tersebut.
BAB II
GAMBARAN UMUM USAHA
1. Profil Pengusaha
Usaha CV.Mitra Kurnia adalah sebuah usaha yang bergerak dibidang Home
Industri, tepatnya Industri Produk Masak Dari Kelapa (Nata De Coco). Usaha ini
terletak di Desa Rumpet, Kabupaten Aceh Besar. Usaha ini didirikan pada tahun
2000 oleh Bapak Drs.Tgk. H. M. Yahya. Awalnya Bapak M. Yahya tidak hanya
membuat Nata saja akan tetapi beliau juga membuat produk laim seperti kecap dan
saus. Home Industri ini didirikan karena masih kurangnya minat masyarakat kota
Banda Aceh dan Aceh Besar untuk menghasilkan produk. Maka dalam hal ini usaha
Natalah yang menjadi objek Bapak M. Yahya, dengan asumsi peluang pasar lebih
besar (memungkinkan untuk menjadi leader market) karna masih jarangnya
pengusaha lainnya.
2. Profil Usaha
Usaha Nata adalah sebuah peluang besar jika dikembangkan di wilayah Aceh,
mengingat permintaan Nata De Coco yang terjadi dipasar sangatlah tinggi sehingga
belum dapat dipenuhi, dalam hal ini masih sangat dibutuhkan pasokan dari daerah
Sumatra Utara. Adanya permintaan akan pasar terhadap Nata yang semakin tinggi,
menandakan bahwa masyarakat sudah mulai mengetahui nilai gizi Nata De Coco
tersebut.
3. Sumber Modal
usaha Bapak M. Yahya dimulai dari usaha ini yang didirikan tepatnya pada
tahun 2000 dengan modal yang digunakan adalah sepenuhnya modal sendiri.
Bermodalkan uang sebesar Rp.200.000..000; usaha Nata De Coco Bapak M.Yahya
telah berdiri.
Dalam seebuah usaha tentunya memiliki banyak tantangan dan peluang, dimana
tantangan dan peluang ini juga menghampiri usaha CV.Mitra Kurnia. Tepatnya pada
tahun 2004 dimana musibah Tsunami terjadi, juga memberikan dampak yang besar
bagi usaha ini. Musibah itu menyebabkan usaha Nata ini menjadi vakum hingga
beberapa tahun. Kevakuman usaha ini berlangsung lama hingga tahun 20010. Namun
seorang yang memiliki jiwa pengusaha, pastinya dapat melihat peluang disekitarnya,
dan mampu untuk bangkit dikala gagal. Inilah yang terjadi pada usaha CV.Mitra
Kurnia.
Pada tahun 2010, CV.Mitra Kurnia kembali bangkit dengan peforma yang
mengagumkan. Dengan besarnya keyakinan dan minat konsumen maka CV.Mitra
Kurnia ini didirikan kembali dengan modal investasi yang ringan yaitu Rp.50.000;
tidak termasuk tanah dan bangunan, karna tanah tempat pendirian usaha ini milik
sendiri. Produk yang dihasilkan dengan kapasitas produksi terpasang pertahun
20.000 dus.
4. Struktur Organisasi
Struktur organisasi pada usaha nata de coco Khausar ini adalah berbentuk
garis, yang artinya setiap tingkatan jenjang organisasi dipimpin oleh seorang atasan
yang membawahi beberapa karyawan yang bertanggung jawab langsung kepada
atasan.
Dalam skema diatas dapat kita lihat bahwa direktur merupakan posisi paling
tinggi dalam organisasi, pengambil keputusan dan penanggung jawab utama tercapai
tujuan. Wakil Direktur merupakan pembantu direktur, bertanggung jawab atas
kegiatan operasional. Sedangkan para karyawan atau tenaga kerja bertugas dalam
proses produksi dan pengolahan yang selalu diawasi oleh wakil direktur.
5. Sumber Bahan Baku
Bahan baku merupakan sarana produksi yang habis dipakai dalam sekali
proses produksi. Bahan baku adalah bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan
suatu produk. Dalam pelaksanaan produksi nata de coco ini bahan baku utama yang
digunakan adalah air kelapa yang berasal dari kelapa tua. Bahan baku tersebut dapat
diperoleh dari tempat-tempat pengukuran kelapa yang terdapat di Pasar Peunayong,
Banda Aceh. Biasanya air kelapa ini terbuang percuma dan untuk mendapatkan
sejumlah besar bahan baku tidak dibutuhkan biaya yang besar, biasanya untuk 20
liter hanya Rp.3000. Bahan baku dipersiapkan dalam kapasitas besar sebelum proses
produksi berlangsung.
6. Tenaga kerja
Jumlah tenaga kerja tetap yang dipekerjakan di perusahaan ini adalah
sebanyak 4 orang. Industri ini mempekerjakan 2 orang pekerja wanita dan 2 orang
pekerja laki-laki. Tenaga kerja tersebut bersifat terikat, namun upah dibayarkan di
akhir bulan. Upah yang dibayar berbeda-beda menurut skill yang dimiliki. Dua
pekerja wanita bertanggung jawab atas pembuatan lembaran nata de coco, dan
pengemasan nata de coco. Sedangkan dua orang pekerja laki-laki bertanggung jawab
dalam pemotongan lembarab nata de coco dan pembuangan asam nata de coco.
BAB III
HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitian adalah di CV.Mitra Kurnia di Desa Rumpet, Kec. Krueng Barona
Jaya Aceh Besar.
2. Data
Metode pengambilan data yang dilakukan dalam pelaksanaan praktikum pada usaha
Nata De Coco “CV.Mitra Kurnia” meliputi dua cara:
a. Interview (wawancara)
Untuk memperoleh data penulis melakukan wawancara langsung dengan
pimpinan perusahaan yaitu Bapak H.M. Yahya dan tenaga kerjanya sehingga
penulis ,memperoleh data-data yang diperlukan dalam penulisan laporan praktikum
ini.
b. Observasi (pengamatan)
Selain wawancara, penulis juga melakukan pengamatan langsung ke tempat
usaha Nata De Coco “CV.Mitra Kurnia” sekaligus mempelajari teknik-teknik
pembuatan Nata De Coco sehingga penulis memperoleh data yang dapat memperkuat
data sebelumnya.
3. Cara membuat nata
Nata de Coco merupakan makanan pencuci mulut (desert). Nata de Coco adalah
makanan yang banyak mengandung serat, mengandung selulosa kadar tinggi yang
bermanfaat bagi kesehatan dalam membantu pencernaan.
Kadungan kalori yang rendah pada Nata de Coco merupakan pertimbangan yang
tepat produk Nata de Coco sebagai makan diet. Dari segi penampilannya makanan ini
memiliki nilai estetika yang tinggi, penampilan warna putih agak bening, tekstur
kenyal, aroma segar. Dengan penampilan tersebut maka nata sebagai makanan desert
memiliki daya tarik yang tinggi. Dari segi ekonomi produksi nata de coco
menjanjikan nilai tambah. Pembuatan nata yang diperkaya dengan vitamin dan
mineral akan mempertinggi nilai gizi dari produk ini.
Nata de Coco dibentuk oleh spesies bakteri asam asetat pada permukaan cairan
yang mengandung gula, sari buah, atau ekstrak tanaman lain. Beberapa spesies yang
termasuk bakteri asam asetat dapat membentuk selulosa, namun selama ini yang
paling banyak dipelajari adalah Acetobacter xylinum. Bakteri Acetobacter xylinum
termasuk genus Acetobacter. Bakteri Acetobacter xylinum bersifat Gram negatip,
aerob, berbentuk batang pendek atau kokus.
Pemanfaatan limbah pengolahan kelapa berupa air kelapa merupakan cara
mengoptimalkan pemanfaatan buah kelapa. Limbah air kelapa cukup baik digunakan
untuk substrat pembuatan Nata de Coco. Dalam air kelapa terdapat berbagai nutrisi
yang bisa dimanfaatkan bakteri penghasil Nata de Coco. Nutrisi yang terkandung
dalam air kelapa antara lain : gula sukrosa 1,28%, sumber mineral yang beragam
antara lain Mg2+ 3,54 gr/l, serta adanya faktor pendukung pertumbuhan (growth
promoting factor) merupakan senyawa yang mampu meningkatkan pertumbuhan
bakteri penghasil nata (Acetobacter xylinum).
Adanya gula sukrosa dalam air kelapa akan dimanfaatkan oleh Acetobacter
xylinum sebagai sumber energi, maupun sumber karbon untuk membentuk senyawa
metabolit diantaranya adalah selulosa yang membentuk Nata de Coco. Senyawa
peningkat pertumbuhan mikroba (growth promoting factor) akan meningkatkan
pertumbuhan mikroba, sedangkan adanya mineral dalam substrat akan membantu
meningkatkan aktifitas enzim kinase dalam metabolisme di dalam sel Acetobacter
xylinum untuk menghasilkan selulosa.
Dengan perrtimbangan diatas maka pemanfaatan limbah air kelapa merupakan
upaya pemanfaatan limbah menjadi produk yang memiliki nilai tambah. Fermentasi
Nata de Coco dilakukan melalui tahap-tahap berikut:
Persiapan bahan dan alat :
Pemeliharaan biakan murni Acetobacter xylinum
Pembuatan starter
Pembuatan lembaran nata de coco
Fermentasi
Pemanenan
Pengolahan
Pengemasan
3.1. Pemeliharaan Kultur Murni Acetobacter xylinum
Biakan atau kultur murni Acetobacter xylinum diperoleh di laboratorium
Mikrobiologi Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor. Kultur tersebut
tumbuh pada media Hassid Barker. Koleksi kultur dapat dalam bentuk kering beku
dalam ampul, maupun dalam bentuk goresan dalam agar miring (slant agar). Koleksi
kultur dalam bentuk kering beku dalam ampul dapat bertahan hidup bertahun-tahun
tanpa peremajaan. Sedangkan koleksi kultur dalam agar miring perlu peremajaan
setiap 2-3 bulan. Kebanyakan koleksi kultur pemeliharaannya dengan cara
peremajaan dilakukan pada media agar miring.
Pemeliharaan koleksi kultur yang dimiliki dapat dilakukan dengan cara: pembuatan
media Hassid Barker Agar (HBA) dalam tabung reaksi dan peremajaan kultur setiap
2-3 bulan. Komposisi media HBA adalah sebagai berikut: sukrosa 10%, (NH4)2SO4
0,6 g/L, K2HPO4 5,0 g/L, ekstrak khamir 2,5 g/L 2 % asam asetat glasial, agar difco
15 g/L . Media HBA dimasukkan kedalam tabung reaksi dan disterilkan dalam
autoclave 121 oC, 2 atm, selama 15 menit. Media dalam tabung reaksi masih panas
diletakkan mring hingga membeku untuk menghasilkan media agar miring.
Peremajaan dapat dilakukan dengan cara menggoreskan 1 ose kultur kedalam media
agar miring yang telah dipersiapkan. Kutur baru diinkubasi pada suhu kamar, selama
2-3 hari. Kultur akan tumbuh pada media HBA miring dengan bentuk sesuai alur
goresan. Kultur yang terlah diremajakan siap untuk kultur kerja, dan sebagian
disimpan untuk kultur simpan atau kultur stok (Stock Culture).
3.2. Proses Pembuatan
Peralatan yang diperlukan:
1. Kompor
2. Panci untuk merebus media / air kelapa
3. Gelas ukur besar 1liter dan 250 mililiter
4. Pengaduk
5. . Pisau pengiris nata
6. Plastik kemasan 1/2 kg
7. . Saringan air kelapa/ ayakan tepung
8. . Nampan/ wadah untuk fermentasi
9. Kain putih/mori untuk penutup 3 m
10. Tali pengikat/karet
11. Ember/baskom perendam/pencuci
12. Timbangan kue
13. Sealing cup ukuran aqua gelas
Bahan yang diperlukan:
1. Air kelapa 25 liter
2. Gula pasir 2,5 kg
3. Asam cuka (asam asetat 25%)/asam cuka dapur 400 mili liter
4. Urea 25 g
5. Sirup rasa dan warna disesuaikan kesukaan masyarakat
6. Kap gelas (ukuran aqua gelas)
7. llumunium foil satu gulung
8. Sendok plastic
3.3. Pembuatan lembaran nata de coco
1. Penyaringan air kelapa. Penyaringan ini dilakukan untuk memisahkan air dari
kotoran-kotoran atau serbuk-serbuk sabut kelapa yang ikut terbawa. Pada industri ini,
penyaringan dilakukan dengan menggunakan kain saring dengan ukuran dengan
akuran mesh yang lebih kecil dari saringan plastic biasanya. Jumlah air yang
digunakan untuk sekali produksi adalah 100 liter.
2. Penambahan gula, Alumunium sulfat, dan asam asetat glasial. Ketiga bahan
tersebut ditambahkan kedalam air kelapa untuk dapat menciptakan kondisi
pertumbuhan yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri yang akan diinokulasikan. Gula
dan Alumunium sulfat digunakan sebagai sumber nutrisi karbon dan nitrogen bagi
bakteri, sedangkan asetat glacial ditambahkan untuk menciptakan kondisi asam
dengan pH 4-4,5. Dari 100 liter air kelapa yang digunakan, ditambahkan gula
sebanyak 40cc, alumunium sulfat 40cc, dan asam asetat glacial 40cc.
3. Pemanasan larutan. Pemanasan larutan dilakukakan hingga suhu 100 derajat
Celsius untuk melarutkan seluruh larutan gula, Alumunium sulfat, dan asam asetat
glacial yang ditambahkan kedalam air kelapa.
4. Penyaringan kembali larutan air kelapa. Penyaringan ini dimaksudkan untuk
memisahkan larutan dari kotoran-kotoran yang mungkin terdapat pada gula,
Alumunium sulfat, dan asam asetat glacial.
5. Pendinginan setelah pemanasan, larutan dituang kedalam wadah fermentasi (talam)
dan ditutup dengan kertas koran yang steril hingga larutan menjadi dingin selama 2-3
jam
6. Penambahan starter. Starter ditambahkan kedalam larutan setelah larutan tersebut
benar-benar menjadi dingin. Banyak starter yang ditambahkan sekitar 1 botol starter
dapat untuk 6 talam. Kemudian ditutup dengan kertas Koran yang steril dan diikat
dengan karet.
7. Proses fermentasi. Fermentasi dilakukan dengan meletakan wadah-wadah
fermentasi tersebut diatas rak fermentasi atau dirung kamar hingga 7 hari sampai
berbentuk lapisan nata dengan ketebalan yang diinginkan.
3.4.Persiapan Substrat
Sustrat adalah media pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum, bentuk cair yang
didalamnya mengandung nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan Acetobacter
xylinum, untuk menghasilkan Nata de Coco.
Cara penyiapan substrat untuk pembuatan Nata de Coco dengan bahan baku air
kelapa ádalah sebagai berikut; air kelapa yang diperoleh dari pasar disaring dengan
menggunakan kain saring bersih. Ke dalam air kelapa ditambahkan sukrosa (gula
pasir) sebanyak 10% (b/v). Gula ditambahkan sambil dipanaskan, diaduk hingga
homogen. Urea (sebanyak 5 gram urea untuk setiap 1 liter air kelapa bergula yang
disiapkan) ditambahkan dan diaduk sambil didihkan. Substrat ini didinginkan,
kemudian ditambah asam acetat glacial (asam cuka ) sebanyak 2% atau asam cuka
dapur 25% (16 ml asam asetat untuk setiap 1 liter air kelapa). Substrat disterilkan
dengan cara dimasukkan dalam outoclave pada suhu 121 oC, tekanan 2 atm, selama
15 menit (atau didihkan selama 15 menit).
3.5.Penyiapan Starter
Starter adalah bibit Acetobacter xylinum yang telah ditumbuhkan dalam substrat
pertumbuhan kultur tersebut sehingga populasi bakteri Acetobacter xylinum
mencapai karapatan optimal untuk proses pembuatan nata, yaitu 1 x 109 sel/ml.
Biasanya kerapatan ini akan dicapai pada pertumbuhan kultur tersebut dalam susbtrat
selama 48 jam (2 hari).
Penyiapan starter adalah sebagai berikut: substrat disterilkan dengan outoclave atau
dengan cara didihkan selama 15 menit. Setelah dingin kira-kira susu 40 oC, sebanyak
300 ml dimasukkan ke dalam botol steril volume 500 ml. Substrat dalam botol steril
diinokulasi (ditanami bibit bakteri Acetobacter xylinum) sebanyak 2 ose (kira-kira 2
pentol korek api), bibit Acetobacter xylinum. Substrat digojog, sebaiknya
menggunakan shaker dengan kecepatan 140 rpm ( secara manual digojog setiap 2-4
jam ). Starter ditumbuhkan selama 2 hari, pada suhu kamar.
3.6.Fermentasi
Fermentasi adalah suatu proses pengubahan senyawa yang terkandung di dalam
substrat oleh mikroba (kulture) misalkan senyawa gula menjadi bentuk lain
(misalkan selulosa / Nata de Coco), baik merupakan proses pemecahan maupun
proses pembentukan dalam situasi aerob maupun anaerob. Jadi proses fermentasi bisa
terjadi proses katabolisme maupun proses anabolisme.
Fermentasi substrat air kelapa yang telah dipersiapkan sebelumnya prosesnya sebagai
berikut; substrat air kelapa disterilkan dengan menggunakan outoclave atau dengan
cara didihkan selama 15 menit. Substrat didinginkan hingga suhu 40oC. Substrat
dimasukkan pada nampan atau baskom steril dengan permukaan yang lebar, dengan
kedalaman substrat kira-kira 5 cm. Substrat diinokulasi dengan menggunakan starter
atau bibit sebanyak 10 % (v/v). Substrat kemudian diaduk rata, ditutup dengan
menggunakan kain kasa. Nampan diinkubasi atau diperam dengan cara diletakan
pada tempat yang bersih, terhindar dari debu, ditutup dengan menggunakan kain
bersih untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Inkubasi dilakukan selama 10 – 15
hari, pada suhu kamar. Pada tahap fermentasi ini tidak boleh digojok. Pada umur 10-
15 hari nata dapat dipanen.
3.7.Proses Pengolahan Nata de Coco
Nata de Coco yang dipanen pada umur 10-15 hari, dalam bentuk lembaran dengan
ketebalan 1 - 1,5 cm. Nata de Coco dicuci dengan menggunakan air bersih, diiris
dalam betuk kubus, dicuci dengan menggunakan air bersih. Nata de Coco direndam
dalam air bersih selama 2-3 hari. Agar rasa asam Nata de Coco hilang perlu direbus
hingga selama 10 menit. Hingga tahap ini telah dihasilkan Nata de Coco rasa tawar.
Untuk menghasilkan Nata de Coco siap konsumsi yang memiliki rasa manis dengan
flavour tertentu perlu dilakukan proses lanjut. Nata de Coco direbus dalam air
bergula. Penyiapan air bergula dengan cara menambahkan gula pasir sebanyak 500
gr ke dalam 5 liter air ditambahkan vanili atau flavour agent lain untuk menghasilkan
valour yang diinginkan. Potongan Nata de Coco bentuk dadu dumasukkan kedalam
air bergula selanjutnya direbus hingga mendidih selama 15 menit. Nata de Coco
didingankan dan siap untuk dikonsumsi
3.8.Pengemasan
Kemasan merupakan aspek penting dalam rangka menghasilkan produk Nata de
Coco untuk keperluan komersial. Dengan demikian proses pengemasan perlu
dilakukan secara teliti dan detail prosesnya sehingga menghasilkan nilai tambah yang
optimal dari manfaat dan tujuan pengemamasan tersebut.
Kemasan terhadap produk Nata de Coco memiliki tujuan seabagai berikut:
a. Mengawetkan produk agar bertahan lama tidah rusak.
b. Memberikan sentuhan nilai estetika terhadap produk sehingga memiliki daya
tarik yang lebih tinggi.
c. Meningkatkan nilai tambah secara ekonomi terhadap produk.
d. Memudahkan proses penyimpanan dan distribusi produk.
Pengemasan dapat dilakukan dengan kemasan yang sederhana dengan
menggunakan kantung plastik kemasan dengan usuran bervariasi ½ kg, 1 kg dan
seterusnya sesuai dengan keperluan pasar bila pengemasan bertujuan untuk
komersial. Kemasan dapat pula dilakukan dengan menggunakan kemasan cup
plastik, ukuran aqua cup atau yang lebih besar. Ragam bentuk dan ukuran sangat
ditentukan oleh kebutuhan pasar.
Untuk menghasilkan kemasan yang baik dengan mempertimbangkan keawetan
produk yang dihasilakan perlu diperhatikan hal-hal sabagai berikut:
a. Kemasan harus bersih atau steril.
b. Isi kemasan diusahakan penuh agar tidak ada udara tersisa dalam kemasan
sehingga mikroba kontaminan tidak tumbuh.
Proses pengemasan produk Nata de Coco dapat dilakukan sebagai berikut; Nata
de Coco yang telah direbus dengan penambahan gula dan flavouring agent tertentu
didinginkan hingga suhu 40 oC. Produk tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam
kemasan plastik atau cup secara aseptik untuk menghindari contaminan. Pengisian
produk kedalam kemasan harus penuh agar tidak tersisa udara dalam kemasan
sehingga mikroba kontaminan tidak bisa tumbuh. Kemasan selanjutnya ditutup
dengan menggunakan sealer. Setelah pengemasan selesai produk dimasukkan dalam
air dingin hingga produk menjadi dingan dan segera ditiriskan. Selanjutnya produk
yang telah dikemas dan didistribusikan atau disimpan dalam penyimpan
berpendingin agar tetap segar dan lebih awet. (http://www.smallcrab.com/others/448-
membuat-nata-de-coco)
4. ASUMSI DAN PARAMETER PERHITUNGAN
Dalam analisis keuangan, proyeksi penerimaan dan biaya dilandaskan atas
beberapa asumsi yang terangkum dalam Tabel Periode proyek adalah 4 tahun (tahun
1, 2, 3 dan 4). Tahun ke nol sebagai dasar perhitungan nilai sekarang (present value)
adalah tahun ketika biaya investasi awal dikeluarkan. Dengan tingkat keberhasilan
fermentasi sebesar 95%, pengusaha dapat menghasilkan 1.600 nata de coco lembaran
(kurang lebih 1.600 kg).
Tabel :Asumsi Analisis Keuangan
No Asumsi Satuan Jumlah/
nilai
Keterangan
1 Periode proyek tahun 10 Periode proyek 10 tahun
2 Tingkat keberhasilan
fermentasi
persen 95
3 Kapasitas Mesin/Peralatan
- Nata de coco kemasan Dus 18.500 500 karton (1 karton 24 gelas)/Bulan
-
5 Harga Nata de coco
a. Kemasan gelas
- Pasar lokal Rp/karton 11.500
- Pasar luar daerah Rp/karton 12.500 Perbedaan biaya transportasi
6 Proporsi Penjualan
- Pasar Lokal 70%
- Pasar luar daerah 30%
7 Hari produksi dalam 1 tahun hari 313 Hari Minggu libur
9 Discount rate 14%
Sumber : Lampiran 1
Harga nata de coco kemasan adalah Rp 18.500 per karton di pasar lokal dan Rp
19.500 per karton di pasar luar daerah. Output yang dijual di pasar lokal 70% dan di
pasar luar daerah adalah 30% . Dengan asumsi bahwa setiap hari Minggu tidak
berproduksi, maka jumlah hari produksi adalah 313 hari dalam setahun. Persyaratan
30% adalah dana sendiri. Dengan melihat siklus usaha dari produksi sampai dengan
mendapat pembayaran adalah kurang lebih 1,5 bulan maka dana untuk modal kerja
dari yang berasal dari kredit adalah 12% dari total modal kerja. Discount rate riil
diasumsikan sebesar 14%.
5. KOMPONEN BIAYA INVESTASI DAN BIAYA OPERASIONAL
Untuk memproduksi nata de coco dibutuhkan input yang dibedakan atas input
tetap (fixed input) dan input variabel (variabel input). Pemakaian input membawa
konsekuensi pada biaya: biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost).
Input tetap adalah input yang jumlahnya tidak tergantung dari jumlah output nata de
coco yang diproduksi, contoh: mesin, bangunan pabrik, peralatan, dan lain-lain.
Dalam bahasa sehari-hari biaya tetap ini sering disebut dengan biaya investasi. Input
variabel adalah input yang jumlahnya tergantung dari jumlah output nata de coco
yang diproduksi, contoh: bahan baku, tenaga kerja, bahan bakar, dan lain-lain. Dalam
bahasa sehari-hari biaya variabel ini sering disebut biaya operasional. Selanjutnya,
kita akan menggunakan istilah biaya investasi dan biaya operasional.
Secara sederhana, biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
nata de coco yang menambah stok kapital perusahaan tersebut. Komponen biaya
investasi meliputi: perijinan usaha, bangunan dan tanah, mesin/peralatan (drum,
kompor, dandang, penyaring, pH meter, nampan, dll) dan kendaraan. Sedangkan
biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk keperluan
upah, bahan baku, bahan pembantu, listrik dan lain-lain yang terkait dengan
penggunaan input.
5.1.Biaya Investasi
Biaya investasi usaha nata de coco adalah biaya tetap (fixed cost) yang terdiri
dari biaya perizinan usaha, biaya tanah dan bangunan, mesin dan peralatan. Biaya
perizinan hanya dibutuhkan satu kali. Biaya tanah dan bangunan adalah biaya sewa
yang dibayarkan pada awal periode. Dalam analisis keuangan ini diasumsikan umur
usaha adalah 10 tahun. Pada kenyataannya setiap mesin/peralatan memiliki umur
ekonomis masing-masing. Sehingga, mesin/peralatan yang memiliki umur ekonomis
di bawah 4 tahun harus diadakan kembali (reinvestasi). Sebagai contoh, setiap
saringan memiliki umur ekonomis 1 tahun, maka setiap tahun harus ada investasi
untuk saringan. Selama umur proyek berarti akan terdapat reinvestasi sebanyak
empat kali. Untuk mempermudah proses perhitungan, peralatan yang umur
ekonomisnya di bawah empat tahun diasumsikan tersedia di awal periode
perhitungan sejumlah tertentu sehingga dapat mencukupi umur proyek. Sebaliknya,
mesin/peralatan yang memiliki umur ekonomis di atas umur proyek maka pada akhir
proyek peralatan tersebut masih memiliki nilai ekonomis (scrap value). Sebagai
contoh hand refractometer memiliki nilai ekonomis 10 tahun. Oleh karena itu, pada
akhir periode proyek hand refractometer memiliki nilai ekonomis sebesar penyusutan
dikalikan dengan sisa umur ekonomis.
Tabel 5.2 menunjukkan biaya investasi awal proyek (untuk rinciannya lihat Lampiran
2). Biaya perizinan hanya dikeluarkan sekali pada awal usaha sehingga tidak
memiliki penyusutan. Biaya sewa tanah sebesar Rp. 10.000.000,- dan bangunan
sebesar Rp 10.000.000 untuk 10 tahun, sehingga nilai penyusutannya adalah Rp
2.000.000/tahun. Biaya investasi peralatan dan mesin sebesar Rp 50.000.000 Dengan
memperhatikan umur ekonomis masing-masing peralatan/mesin, maka nilai
penyusutan peralatan/mesin secara total adalah Rp 5.000.000 per tahun selama
periode usaha 10 tahun. Jadi totoal keseluruhan penyusutan adalah Rp.7.000.000,-
Tabel 5.2. Biaya Investasi Pengolahan Nata de coco/Tahun
No Uraian Banyaknya Harga (Rp) Jumlah (Rp)
1 Sewa lahan 1 tahun Rp 1.000.000,- Rp 10.000.000,-
2 Gudang 1 unit Rp 10.000.000 Rp 10.00.000,-
3 Mesin dan Peralatan Lengkap Rp 50.000.000 Rp 50.000.000,-
Total Rp 70.000.000,-
Penyusutan per tahun Rp. 7.000.000;-
5.2.Biaya Operasional
Biaya operasional usaha nata de coco merupakan biaya variabel (variabel cost) yang
besarnya tergantung dengan jumlah nata de coco yang diproduksi. Dalam analisis
keuangan ini yang dianalisis adalah usaha jenis kemasan, maka yang dimaksud
dengan produk akhir dari usaha nata de coco adalah dalam bentuk kemasan. Usaha
jenis ini akan memproses semua nata de coco lembaran yang dihasilkan menjadi nata
de coco kemasan, dan tidak menjual nata de coco dalam bentuk lembaran. Tabel 5.3
menunjukkan biaya operasional usaha nata de coco kemasan.
Tabel 5.3. Biaya Operasional Nata de coco/tahun
No Uraian Banyaknya Harga Jumlah
(Rp)/satuan (Rp)/thn
1 Bahan Baku dan
Pembantu
60 Jeregen/bln Rp 15.000 Rp 900.000,-
2 Tenaga kerja 3 orang Rp 3.000.000,- Rp 36.000.000
3 Listrik 1 Rp 150.000,- Rp 1.800.000,-
4 Gas 8 buah/bln Rp 720.000,- Rp 8.640.000
Total Rp 47.340.000
7. Sistem Pemasaran Pada Industri Rumah Tangga Nata De Coco Khausar.
Pemasaran adalah termasuk salah satu kegiatan penting dalam perusahaan,
tidak hanya terbatas aktifitas menjual atau jasa saja atau pemindahan barang dari
suatu tempat ketempat lainnya. Pemasaran dalam arti sempit adalah hasil prestasi
kegiatan usaha yang yang berkaitan dengan pengalirkan barang dan jasa dari
produsen ke konsumen/masyarakat. Sedangkan pemasaran dalam arti luas memiliki
arti untuk mencari kesempatan menjual yang kemudian dimanfaatan sepenuhnya dan
mencari yang paling efisien untuk memanfaatkan kesempatan yang diperoleh jangan
sampai kehilangan kesempatan menjual.
Dalam pemasaran produk nata de coco, industri rumah tangga ini memasarkan
produknya hanya baru dilakukan pada daerah Banda Aceh dan Aceh Besar, belum
dilakukan pemasaran keluar daerah sekitarnya, ini disebabkan karena industri nata de
coco ini belum lama dibangun dan masih kekurangan modal sehingga produk yang
dihasilkan masih terbatas. Terkadang pun industri tidak mampu permintaan pasar.
Industri nata de coco ini masih lebih memfokuskan produknya agar bias dinikmati
oleh konsumen lokal terlebih dahulu. Dalam strategi pemasaran ada 4 unsur strategi
bauran pemasaran yang merupakan yang dijalankan oleh suatu perusahaan yang
dapat mencapai sasaran pasarn yang dituju yaitu strategi produk, harga, promosi, dan
saluran distribusi.
a. Produk
Produk adalah segala sesuatu yang biasa ditawarkan kepada seluruh segmen pasar
agar diperhatikan, produk yang ditawarkan oleh usaha rumah tangga ini adalah Nata
De Coco dengan menggunakan merek “Khausar” dengan ukuran per cup 250 gr dan
menghasilkan produk per minggunya 3600 cup.
b. Harga
Harga adalah nilai satuan dari produk. Harga suatu produk sangat mempengaruhi
pendapatan. Usaha nata de coco ini menjual produknya dengan harga Rp.18.500.- Per
dus
c. Promosi
Promosi pada hakikatnya merupakan suatu bentuk mempengaruhi perilaku pembeli
baik dari pelanggan maupun calon pelanggan. Peran promosi adalah menjelaskan
kepada pelanggan dan calon pelanggan mengenai keunggulan yang dimiliki oleh
suatu produk. Industri rumah tangga nata de coco ini hanya melakukan promosi dari
mulut ke mulut saja.
d. Saluran distribusi
Saluran pemasaran dapat diartikan sebagai jalur atau rantai pemasaran yang dilalui
dalam proses pemindahan produk dari produsen sampai ke tangan konsumen.
Pemilihan saluran pemasaran yang tepat dan benar dapat mengoptimalkan
keuntungan yang diperoleh, sehingga berdampak pada kelangsungan dan
perkembangan perusahaan tersebut.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
1. Bakteri yang berperan dalam pembuatan nata de coco adalah Acetobacter xylinum
2. Acetobacter xylinum berbentuk batang pendek dan merupakan bakteri gram negatif
3. Tahap pembuatan yaitu : persiapkan alat dan bahan, pembiakan
Acetobacter xylinum, pembuatan starter, fermentasi.
4. Usaha Nata de coco layak untuk diusahakan karena pendapatannya lebih besar.
2. Saran
Dengan melihat prospek pasar domestik dan pasar ekspor yang cerah,pemerintah dan
pelaku usaha perlu untuk meningkatkan standar mutuproduk nata de coco yang memenuhi kriteria
preferensi pasar dankesehatan.
Pengembangan pola kemitraan antara usaha besar, menengah dankecil maupun
rumah tangga dalam pasokan input maupun pemasaranoutput.
Secara finansial, usaha ini layak dibiayai oleh bank, meskipundemikian bank perlu melakukan
analisis kredit yang lebihkomprehensif dengan prinsip kehati-hatian. Disarankan bankmemberikan
perhatian pada kemampuan membayar yang lebih besar.Pemberian kredit investasi dan
modal kerja pada tahun yang samakemungkinan akan dapat memberatkan nasabah dalam
hal membayarcicilan pokok dan bunganya.
http://agribisnis-bisnis.blogspot.com/2011/11/nata-de-coco.html
ASPEK PRODUKSI
Usaha yang dilakukan oleh kelompok usaha bersama Nata De Coco “TEKAD
MANDIRI” adalah pembuatan Nata De Coco dalam bentuk agar-agar atau jel dari
olahan air kelapa yang difermentasikan. Usaha produksi ini dalam bentuk lembaran
yang memiliki kualitas yang sama dengan masing-masing tebal 1,2 cm berat kurang
lebih 1 kg dan memiliki kekenyalan yang tinggi.
Lembaran-lembaran Nata De Coco yang telah jadi dimasukkan kedalam bak-
bak penampungan atau dalam tong, menunggu pengangkutan oleh pihak pengepul
(distributor). Dalam kurun waktu 7-10 hari produsen selalu menunggu panen atau
terbentuknya lembaran Nata De Coco.
Produsen memiliki 3.000 nampan sehingga dalam satu minggu memperoleh
hasil produksi kurang lebih 2.700 kg. Harga per kilogram adalah Rp. 1.200,00,
bentuk sempurna dan mempunyai mempunyai tingkat kekenyalan yang tinggi dan
tebal.
V. ANALISA PASAR
Kalau kita lihat untuk 3.000 nampan rata-rata produsen baru bisa
menghasilkan 2.700 kg per minggu, sementara permintaan distributor lokal per
minggu 15-20 ton, belum lagi distributor lain seperti : CV. Surya Nedika Isabella,
PT. Sanjung, PT. Panen Mboja, CV Agri Indo, dll.
Seandainya bisa memenuhi permintaan itu semua, maka masih sangat terbuka
untuk menjual dengan meningkatkan produksi dan sangat terbuka bagi para
produsen-produsen baru. Bisa dikatakan disini usaha Nata De Coco masih sangat-
sangat menjanjikan untuk dikerjakan dan ditingkatkan produksinya.
Dari kesemuanya tadi, baru kita lihat dari satu sisi peluang kita produksi
dengan menjual dalam bentuk lembaran namun masih ada satu sisi yang belum
tergarap yaitu menjual dalam bentuk potongan dalam kemasan kecil dan minuman
siap saji dalam kemasan plastik atau pun cup.
VI. SUMBER DAYA MANUSIA
Meningkatkan pengelolaan usaha Nata De Coco ini, harus diimbangi dengan
meningkatknya ketrampilan dan pengetahuan para produsen pemilik usaha dan para
karyawan atau pekerja melalui pelatihan uji coba. Peningkatan ketrampilan dapat
berbentuk penekanan kegagalan sampai 0%.
Perlunya pelatihan khusus untuk pengelolaan Nata De Coco dalam bentuk
minuman dan makanan siap santap dalam kemasan, serta pengetahuan ketrampilan
penjualan dan pemasaran hasil produksi.
VII. ORGANISASI
1. Nama Usaha : Usaha Nata De Coco “TEKAD MANDIRI”
2. Alamat : Kujon Lor, Pedukuhan V, Kranggan, Galur,
Kulon Progo
3. No. Telepon : 081 804 181 524
4. Susunan Pegurus : Ketua : Adika Abdul R. S.
Sekretaris : Adika Abdul R. S.
Bendahara : Adika Abdul R. S.
Karyawan : Karyawan 1
Karyawan 2
VIII. BIAYA
Modal Investasi
No Uraian Volume Harga Jumlah
1 Nampan 3.000 x 3.500 = 10.500.000
2 Panci rebus 100 liter 3 x 250.000 = 750.000
3 Tong tampungan 220 L 15 x 125.000 = 1.875.000
4 Tong tampungan 150 L 5 x 85.000 = 425.000
5 Jirigen 30 L 15 x 25.000 = 375.000
6 Botol 350 x 300 = 105.000
7 Tangki Minyak 30 L 1 x 250.000 = 250.000
8 Kompor 2 x 150.000 = 300.000
9 Karet ban / tali nampan 1000 x 50 = 50.000
10 Saringan 2 x 30.000 = 60.000
11 Kain Saring 70 x 2500 = 175.000
12 Rak kapasitas 400 3 x 300.000 = 900.000
13 Torong 2 x 5.000 = 10.000
14 Ember tenteng 20 L 5 x 30.000 = 150.000
15 Ember cuci loyang 3 x 25.000 = 75.000
16 Ciduk tuang 2 x 10.000 = 20.000
17 Gelas ukur plastik 1 L 2 x 15.000 = 30.000
18 Sikat botol 2 x 5.500 = 11.000
Total 16.061.000
Biaya Produksi
No Uraian Volume Harga Jumlah
1 Air kelapa 3.600 L x 150 = 540.000
2 Cuka 6 L x 16.000 = 96.000
3 Za 45 kg x 1.500 = 67.500
4 Gula Pasir 50 kg x 11.500 = 575.000
5 Koran 45 kg x 1.500 = 67.500
6 Karet Gelang 3 bks x 5.000 = 15.000
7 Sabun cuci 3 bks x 10.000 = 30.000
8 Sodium metabisolfit 3 kg x 7.000 = 21.000
9 Tenaga kerja (borong) 2 orang x 350.000 700.000
Total 2.112.000
IX. PEMASARAN
Pemasaran atau penjualan dilakukan berdasar permintaan dari distributor
lokal seperti : CV. Surya Nedika Isabella, PT. Sanjung, PT. Panen Mboja, CV Agri
Indo, dll. yang per minggunya membutuhkan 15-20 ton. Selain itu penjualan
ditujukan kepada para pedagang-pedagang minuman maupun makanan yang
menggunakan bahan baku Nata De Coco. Harga jual tiap kilo gram atau tiap lembar
Nata De Coco adalah Rp. 1.200,00.
Bahan dasar yang digunakan untuk membuat Nata De Coco adalah
memanfaatkan limbah air kelapa yang tadinya air kelapa tersebut hanya dibuang.
Diantaranya adalah air kelapa dari pembuatan VCO, kelapa cukilan, geplak, minya
bothok, dll dengan harga Rp. 150,0 per liter.
Biaya produksi total yang diperlukan untuk produksi 3.000 nampan Nata De
Coco adalah Rp. 2.112.000,00.
Dari perhitungan di atas dapat dihitung keuntungan untuk produksi Nata De
Coco yaitu :
Laba = Hasil penjualan - Biaya produksi
(2.700 x Rp. 1.200,00) - (Rp. 2.112.000,0) = Rp. 1.128.000,00
http://adikasin.blogspot.com/2012/09/perencanaan-usaha-nata-de-coco.html
EVALUASI EKONOMI PENGOLAHAN NATA DE COCO di DESA
JAMBIDAN, BANGUNTAPAN, KABUPATEN BANTUL
RINGKASAN
FEBRI ARIYANTO. Evaluasi Ekonomi Pengolahan Nata De Coco di Desa
Jambidan, Banguntapan, Kabupaten Bantul. Dibimbing oleh AGUS SETYONO.
Buah kelapa merupakan bagian paling penting dari tanaman kelapa karena
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Air kelapa dapat dimanfaatkan sebagai
media untuk produksi nata de coco. Nata de coco merupakan hasil fermentasi air
kelapa dengan bantuan mikroba Acetobacter xylinum, yang berbentuk padat,
berwarna putih, transparan, berasa manis bertekstur kenyal. Selain banyak diminati
karena rasanya yang enak dan kaya serat, pembuatan nata de coco pun tidak sulit dan
biaya yang dibutuhkan tidak banyak sehingga dapat sebagai alternatif usaha yang
dapat memberikan keuntungan. Oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana cara
pengolahan dan evaluasi ekonomi nata de coco di industri rumahan akan dilakukan
praktek kerja lapangan. Kegiatan telah dilaksanakan selama bulan April hingga bulan
Mei 2009 di industri rumahan desa Jambidan, Banguntapan, Kabupaten Bantul milik
bapak Ari. Data dikumpulkan dari wawancara langsung dengan pegawai dan pemilik
industri rumahan nata de coco juga di Cv. Agrindo Suprafood tempat penjualan hasil.
Juga ilut praktek langsung bagaimana proses pembuatan nata de coco dan
mengevaluasi ekonominya. Data investasi awal atau modal tetap yang dikeluarkan
industri rumahan milik bapak Ari sebesar Rp 52.018.560,- dengan modal kerja yang
dihitung per tahun yaitu Rp 41.443.200,-. Hasil penjualan produk sebesar Rp
108.000.000,- di hitung per tahun, dengan harga produk Rp 1.500,- /1,5 kg. Laba
yang didapat industri rumahan ini yaitu Rp 14.538.240,-. Hasil dari perhitungan
evaluasi ekonomi dengan menggunakan rumus ROI (Return On Invesment) :
109,57%; POT (Pay Out Time) : 0,9 tahun; BEP (Break Even Poin) : 32,90%; dan
B/C Ratio : 1,45.
Kata Kunci : Kelapa, Nata de coco, Evaluasi ekonomi, Industri rumahan.
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara tropika yang terkenal karena hasil
kelapanya berlimpah. Tanaman kelapa merupakan tanaman asli daerah tropis dan
dapat ditemukan di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari daerah pesisir pantai
hingga daerah pegunungan yang agak tinggi. Bagi rakyat Indonesia kelapa
merupakan salah satu komoditas terpenting sesudah padi dan merupakan sumber
pendapatan yang dapat diandalkan dari pemanfaatan tanah pekarangan (Warisno
1998).
Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di
Indonesia banyak ditumbuhi pohon kelapa. Keindahan jajaran pohon kelapa
(nyiur) ini sering dilukiskan dalam untaian kata maupun lagu. Kelapa
memberikan banyak hasil bagi manusia, buah kelapa merupakan bagian paling
penting dari tanaman kelapa karena mempunyai nilai ekonomis yang tinggi
misalnya produk kopra yang selanjutnya diolah menjadi minyak. Pada pembuatan
kopra, kelapa dibelah dan dijemur. Sedangkan airnya terbuang percuma sebagai
limbah, yang dapat mencemari lingkungan. Limbah air kelapa yang dibuang di
suatu tempat, senyawanya akan bereaksi dengan membentuk jamur-jamur
sporadis yang berwarna hitam dan memiliki bau tengik yang menyengat. Jika
limbah tersebut masuk ke areal pesawahan, maka padi yang tumbuh menjadi
kurus, butir padinya sedikit, dan banyak butir yang kosong atau hampa. Hal
tersebut disebabkan oleh sifat limbah air kelapa yang mengandung senyawa yang
dapat menghambat kesuburan tanah. Air kelapa yang dihasilkan di Indonesia
mencapai lebih dari 900 juta liter per tahun (Atih 1979). Keberadaan air kelapa
tersebut kurang diperhitungkan. Namun kini telah ada produk makanan yang
bahan bakunya berasal dari air kelapa, yaitu nata de coco. Nata de coco
merupakan hasil fermentasi air kelapa dengan bantuan mikroba Acetobacter
xylinum, yang berbentuk padat, berwarna putih, transparan, berasa manis
bertekstur kenyal. Selain banyak diminati karena rasanya yang enak dan kaya
serat, pembuatan nata de coco pun tidak sulit dan biaya yang dibutuhkan tidak
banyak sehingga dapat sebagai alternatif usaha yang dapat memberikan
keuntungan (Anonim 2006). Untuk itu pada praktek kerja lapangan ini telah
mempelajari bagaimana proses pembuatan nata de coco di industri rumahan di
Desa Jambidan, Banguntapan, Kabupaten Bantul beserta evaluasi ekonominya.
1.2 Kerangka Pemikiran
Pada dasarnya industri rumahan adalah industri mikro. Dan seharusnya ada
manajemen untuk usaha industri skala kecil tersebut, baik dalam pengelolaan
bahan baku, SDM, peralatan, sarana, proses pengolahan hingga pemasaran
produk yang dihasilkan.
Dalam praktek kerja lapangan ini kami telah menerapkan ilmu pengetahuan
yang telah diperoleh dari bangku kuliah untuk melakukan monitoring dan
evaluasi pada industri rumahan nata de coco di Desa Jambidan, Banguntapan,
Kabupaten Bantul. Untuk mengetahui apakah industri rumahan nata de coco
tersebut untung atau rugi dengan menggunakan beberapa metode evaluasi, yaitu
Return On Invesment (ROI), Pay Out Time (POT), Break Even Point (BEP), dan
B/C Ratio.
1.3 Tujuan
Tujuan Praktek Kerja Lapangan di industri rumahan nata de coco Desa
Jambidan, Banguntapan, Kabupaten Bantul adalah :
1. Mendapatkan informasi tentang proses pengolahan nata de coco.
2. Mendapatkan gambaran tentang penanganan manajemen industri rumahan
nata de coco melalui evaluasi ekonomi.
3. Memajukan dan menumbuhkembangkan usaha di bidang agribisnis di masa
mendatang.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nata De Coco
Nata de coco adalah sejenis makanan ringan berasal dari Filipina yang mulai
masuk ke Indonesia pada tahun 1981. Nata sebenarnya berasal dari bahasa
Spanyol yang berarti krim, sehingga nata de coco dapat diartikan sebagai krim air
kelapa. Nata de coco dihasilkan dari proses fermentasi air kelapa oleh bakteri
Acetobacter xylinum (Hayati 2003). Nata dapat dibuat dari air kelapa, santan
kelapa, tetes tebu (molasses), limbah cair tebu, atau sari buah (nanas, melon,
pisang, jeruk, jambu biji, strawberry, dan lain-lain). Nata yang dibuat dari air
kelapa disebut nata de coco. Di Indonesia, nata de coco sering disebut sari air
kelapa atau sari kelapa (Sutarminingsih 2004).
Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan nata harus berasal dari kelapa yang
masak optimal, tidak terlalu tua atau terlalu muda. Bahan tambahan yang
diperlukan oleh bakteri antara lain karbohidrat sederhana, sumber nitrogen, dan
asam asetat. Pada umumnya senyawa karbohidrat sederhana dapat digunakan
sebagai suplemen pembuatan nata de coco, diantaranya adalah senyawa-senyawa
maltosa, sukrosa, laktosa, fruktosa dan manosa. Dari beberapa senyawa
karbohidrat sederhana itu sukrosa merupakan senyawa yang paling ekonomis
digunakan dan paling baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bibit nata (Ryan
2008).
Tahap pembuatan nata de coco seperti terdapat pada (Gambar 1.) pembuatan
media starter, penyaringan air kelapa, pendidihaan air kelapa, pewadahan dalam
kondisi panas, pencampuran dengan starter (inokulasi), fermentasi, dan
pemanenan.
Air Kelapa
Pendidihan
danPenambahan
Bahan Pembantu
Pembuatan Starter Penyaringan
Pewadahan dalam Kondisi Panas dan
Penutupan
Media CairStarter
Pendidihan
Inokulasi KulturMurni
Setiap 20 liter air kelapa : gula 1 kg, asam cuka 20 ml, ZA 20 g,
garam Inggris 10 g, asam sitrat 10 g. Suhu 100o C selama 30 menit.
Inokulasi BibitStarter
Bibit Starter
Pemanenan
Limbah sisa media.
Nata de Coco
Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Nata De Coco (Anonim 2007)
2.2 Kelapa
Sampai saat ini belum ada kesepakatan dari para ahli mengenai asal usul
nama buah kelapa. Penulis abad pertengahan yang membuat referensi tentang
buah kelapa adalah Marcopolo dan Friar Gardanas. Buah kelapa dikenal dengan
berbagai sebutan, seperti Nux indica, Aldjanz al Kindi, Ganz ganz, Nargil, Narle,
Temuai, dan pohon kehidupan.
Tentang sistematika tumbuhan ini adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Subdivision : Angiospermae
Kelas : Monocotyledon
Ordo : Arecales
Famili : Palmae
Genus : Cocos
Species : Cocos nucifera
Istilah cocos mungkin berasal dari arab coquos yang berarti kelapa, tetapi ada
yang mengatakan bahwa kelapa tersebut berasal dari kata macoco dalam bahasa
portugis yang berarti kera. Pendapat tersebut beralasan sebab jika diperhatikan
buah kelapa besarnya seukuran kepala kera, dua mata tempat kecambah keluar
seperti sepasang mata dan lubang ketiga seperti hidungnya (Hayati 2003). Kelapa
(Cocos nucifera L) di Jawa Timur dan Jawa Tengah dikenal dengan sebutan
kelopo atau krambil. Di Belanda masyarakat mengenalnya sebagai kokosnoot
atau klapper, sedangkan orang Inggris menyebutnya coconut. Orang Jerman
menyebutnya cocosnoot, sedangkan bangsa Prancis menyebutnya cocotier
(Warisno 1998).
Tanaman kelapa diperkirakan berasal dari Amerika Selatan. Tanaman kelapa
telah dibudidayakan sekitar Lembah Andes di Kolumbia, Amerika Selatan sejak
ribuan tahun sebelum masehi. Catatan lain menyatakan bahwa tanaman kelapa
berasal dari kawasan Asia Selatan atau Malaysia, atau mungkin Pasifik Barat,
selanjutnya tanaman kelapa menyebar dari pantai yang satu ke pantai yang lain
(Hayati 2003). Pada akhirnya para peneliti berkesimpulan bahwa kelapa berasal
dari kawasan yang kita kenal sebagai Malaysia-Indonesia. Dari kawasan inilah,
baik melalui arus laut maupun perantara manusia, kelapa menyebar ke daerah-
daerah lain (Setyamidjaja 1982).
Tak dapat dipungkiri bahwa buah kelapa banyak memiliki manfaat, dan air
kelapa memiliki kandungan vitamin seperti ditunjukkan pada (Tabel 1.). Namun
ada juga sisi negatifnya yang bila dicermati dapat merusak kondisi lingkungan.
Tabel 1. Komposisi Vitamin Air Kelapa
No. Jenis Vitamin ug/ml
1. Asam nikotinat 0,01
2. Biotin 0,02
3. Asam pantotenat 0,52
4. Riboflavin 0,01
5. Asam fosfat 0,03
(Sutarminingsih 2004).
2.3 Agroindustri
Agroindustri merupakan salah satu sektor yang sangat prospektif
dikembangkan di Indonesia. Melalui agroindustri, kekayaan alam dan
keanekaragaman hayati yang melimpah ruah, akan dapat dikelola dan
dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat memberikan nilai tambah dan
pendapatan. Sejak reformasi, salah satu diskursus yang mengemuka dalam
pembangunan ekonomi nasional adalah perlunya shifting paradigma agar
pembangunan lebih berbasis pada pertanian dalam arti luas sehingga industri
yang seharusnya dikembangkan adalah industri manufaktur agroindustri (Anonim
2008).
Peranan sektor industri dalam kegiatan pembangunan semakin penting.
Pemerintah terus berusaha menyeimbangkan peranan sektor industri terhadap
sektor pertanian, untuk menciptakan struktur ekonomi yang seimbang dimana
terdapat kemampuan industri maju yang didukung oleh pertanian yang tangguh.
Berdasarkan kenyataan di atas, maka industri yang mengolah hasil-hasil
pertanian di Indonesia memegang peranan yang strategis (Saefuddin 1998).
Usaha-usaha pengembangan pertanian yang mengarah pada kegiatan
agroindustri pertanian yaitu pengolahan hasil pertanian menjadi bahan makanan
meliputi usaha yang mengolah bahan baku pertanian menjadi komoditi yang
secara ekonomis memberikan nilai tambah yang cukup tinggi (Anonim 2008).
Salah satu contohnya adalah nata de coco. Data dari Departemen Perindustrian
Bogor pada tahun 1995 mengindikasikan terjadinya lonjakan permintaan akan
nata de coco seiring bertambah luasnya daerah persebaran produksi dan
pemasaran dari nata de coco di Indonesia (Ryan 2008).
2.4 Pemasaran Nata De Coco
Pemasaran merupakan ujung tombak dari suatu usaha. Oleh karena itu,
produsen atau pengusaha harus membuat perencanaan yang matang untuk
memasarkan produk-produknya. Pemasaran yang lancar dan baik akan menjamin
kelangsungan hidup serta pengembangan usaha dengan baik. Teknik penjualan
nata de coco dapat dibedakan menjadi 3 sistem jalur distribusi seperti pada
(Gambar 2.), yaitu :
A. langsung ke konsumen,
B. melalui pengecer, dan
C. melalui distributor.
Pengecer
Distributor
Konsumen
Produsen Konsumen
Gambar 2. Jalur Distribusi Nata de Coco (Hayati 2003)
BAB III. METODE PENGUMPULAN DATA
3.1 Waktu dan Tempat
Praktek kerja lapangan ini dilaksanakan di industri rumahan nata de coco
Desa Jambidan Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul, mulai dari bulan
April sampai bulan Mei 2009. Jadwal kegiatan praktek kerja lapangan terdapat
pada (Lampiran 1.)
3.2 Metode Pengumpulan Data
3.2.1 Data Primer
Data primer adalah data utama yang diperoleh langsung di lapangan melalui
beberapa pendekatan yaitu wawancara dan tanya jawab dengan pegawai atau
pemilik industri rumahan pembuatan nata de coco, juga mengamati proses
pembuatan hingga manajemen pengevaluasian ekonominya.
A. Pengumpulan Data
1. Data atau informasi yang akan dikumpulkan adalah
· Sejarah berdirinya Industri rumahan.
· Keadaan Industri rumahan.
2. Menyusun Lay Out
· Lokasi, tempat berdirinya usaha.
· Modal, kepemilikan aset awal untuk mendirikan dan menjalani suatu usaha.
· Bahan baku, asal bahan baku dan ketersedianya bahan baku.
· Sumber Daya Manusia (SDM), tenaga manusia yang dipakai dalam
membantu semua proses kagiatan yang dilakukan oleh suatu usaha.
· Mesin atau alat, yang digunakan dalam membantu kegiatan usaha.
· Proses Pembuatan Nata de coco, yaitu proses apa saja yang dikerjakan
dalam membuat produk usaha.
· Pemasaran (pasar) adalah proses pemasaran yang dilakukan untuk
memasarkan produk usaha.
· Penyusunan laporan.
3. Data ekonomi untuk biaya pengeluaran dan pendapatan
a. Jumlah bahan baku
b. Bahan pendukung produksi pembuatan nata de coco
c. Kebutuhan Bahan bakar dan energi
d. Tenaga kerja
e. Biaya transportasi
f. Pendapatan
B. Metode Penghitungan Evaluasi Ekonomi
Untuk mengetahui suatu perusahaan mendapatkan keuntungan atau kerugian,
maka digunakan penghitungan dengan empat cara yaitu :
1. ROI (Return on Investment)
Laba
ROI = x 100 % per tahun
Modal Tetap
ROI merupakan rasio antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal yang
dinyatakan dalam persen per tahun. Rumus ROI adalah sebagai berikut :
Keterangan :
Laba = Hasil pengembalian produksi (pendapatan) - Biaya produksi
Modal tetap = Penyusutan per tahun + capital invest + suku cadang dan
perawatan
2. POT (Pay Out Time)
Modal Tetap
POTSebelumPajak=
Laba Kotor Per Tahun
POT adalah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal mula-mula dengan
menggunakan laba yang diperoleh. Rumus penghitungan POT adalah :
Keterangan:
Laba kotor per tahun = Hasil pengembalian produksi per tahun sebelum
dipotong pajak – Biaya produksi per tahun
Laba bersih per tahun = Hasil pengembalian produksi per tahun setelah
dipotong pajak – Biaya produksi per tahun
3. BEP (Break Even Point)
BEP yaitu persentase kapasitas produksi dimana biaya produksi
keseluruhan sama dengan hasil penjualan, grafik terdapat pada (Gambar 3.).
Rumus yang digunakan untuk menghitung besarnya BEP yaitu:
Keterangan :
Biaya tetap per tahun = Penyusutan per tahun + capital invest + suku
cadang dan perawatan
Harga jual = Nilai pengembalian produk per unit
Biaya tidak tetap = Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian
bahan baku, bahan bakar, upah dan transportasi
Biaya tidak tetap
Biaya tidak tetap per unit =
Jumlah produk yang di hasilkan
(% kapasitas)
0 20 40 60 80 100
Nilai penjualan
Untung
BEP
Biaya produksi keseluruhan
Rugi Biaya
tetap
0 4 8 12 16 20 24
Volume produksi (kg/tahun)
Gambar 3. Grafik Break Even Point
4. Benefit Cost Ratio (B/C ratio)
B/C ratio adalah perbandingan antara ekivalensi nilai dari manfaat yang
terkandung dalam suatu proyek
Suatu perusahaan dikatakan untung jika B/C ratio lebih dari 1 (satu).
Rumus :
B/C Ratio = Pendapatan
Modal keseluruhan
Rumus pendapatan :
Pendapatan = Produk x Harga
3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder adalah data pendukung yang diperoleh dari studi pustaka.
Dengan cara melihat buku, melihat berbagai macam literature, buletin, surat
kabar, laporan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dibahas dan
dari buku laporan industri rumahan.
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Sejarah Industri Rumahan Nata de Coco
Pada tahun 2007 Nata de coco mulai berkembang pesat di daerah Bantul dan
sekitarnya. Dilihat dari segi bahan baku, nata de coco ini mudah di dapat dan
harganya terjangkau. Kemudian bapak Ari Jatmiko berinisiatif mengembangkan
usaha tersebut. Pada bulan November 2007 bapak Ari Jatmiko mendirikan sebuah
industri rumahan yang bergerak di bidang nata de coco, bertempat di Dusun
Sampangan, Desa Jambidan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul.
Modal awal berkisar Rp 10.000.000,- untuk merintis industri rumahan ini
dengan skala kecil. Pada awal pembuatan nata de coco, hanya 180 liter air kelapa
yang dipakai, dengan kapasitas produksi 100 nampan /hari. Setelah industri
rumahan ini berkembang, kini kapasitas produksi per harinya mampu
memproduksi nata de coco sebanyak +250 nampan dengan menggunakan air
kelapa sebanyak 450 liter.
Karyawan yang bekerja di industri rumahan ini, terdapat 3 orang. Semua
karyawan tersebut adalah kawan dari bapak Ari sendiri, dan ketiga karyawan
tersebut bersal dari Dusun Sarean yang berdekatan dengan industri rumahan nata
de coco ini.
4.2 Keadaan Usaha
4.2.1 Lokasi
Industri rumahan nata de coco pada umumnya merupakan industri kecil.
Industri ini dapat didirikan dimana saja karena tidak memerlukan area yang
luas. Namun mendirikan industri rumahan ini sedapat mungkin dijauhkan dari
pemukiman penduduk. Sebab jika industri rumahan ini lokasinya dekat dengan
pemukiman penduduk, akan menjadikan pencemaran lingkungan. Karena bau
limbah yang tidak enak dari industri rumahan tersebut.
Untuk industri rumahan nata de coco milik bapak Ari, bertempat di Dusun
Sampangan, Desa Jambidan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul.
Sekitar 5 km ke arah selatan dari terminal kota Jogja (denah terdapat pada
Lampiran 2.). Dan bertempat agak jauh dari pemukiman warga, sehingga
pencemaran lingkungan pedesaan dapat di hindarkan.
4.2.2 Tata Letak
Tata letak merupakan suatu pengaturan semua fasilitas pabrik yaitu alat atau
mesin yang bertujuan agar penggunaan ruangan lebih efisien. Dan tata letak
industri rumahan milik bapak Ari terdapat pada (Gambar 4.).
Gambar 4. Lay Out Industri Rumahan Nata de Coco
Keterangan :
1. Tempat penyimpanan bahan baku
2. Tempat tungku & kompor / tempat perebusan air kelapa
3. Tempat penyimpanan nampan & bahan pembantu
4. Tempat pemeraman
5. Tempat penyimpanan bibit starter
6. Tempat pemeraman
7. Tempat pemeraman
8. Tempat pemeraman
4.2.3 Modal
Modal usaha industri rumahan nata de coco yang dikelola oleh bapak Ari ini
terdiri dari modal tetap seperti bangunan, nampan, tungku, panci, drum plastik
dan lain-lain. Sedangkan modal kerja seperti biaya pembelian bahan baku,
bahan bakar, bahan pembantu dan gaji untuk tenaga kerja. Besar modal yang
dikeluarkan semuanya sekitar + Rp 74.298.330,-.
4.2.4 Sumber Daya Manusia (SDM)
Dalam proses pembuatan nata de coco di industri rumahan yang dimiliki bapak
Ari, terdapat 3 karyawan yang membantu. Para karyawan tersebut telah dididik
oleh bapak Ari menjadi sumber daya manusia yang ahli dalam pembuatan nata
de coco. Setiap karyawan menerima gaji sebesar Rp 10.000,- /hari. Pemberian
gaji tersebut dilakukan setiap satu minggu sekali. Bapak Ari kadang juga
membarikan para karyawan bonus seperti makanan, es, dan rokok.
4.2.5 Alat-Alat Pengolahan
Setiap industri selalu menggunakan alat-alat untuk membantu dalam
pengolahan produk. Dan alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan nata
de coco di industri rumahan milik bapak Ari terdapat pada (Tabel 2.), gambar
terdapat pada (Lampiran 3.).
Tabel 2. Alat-Alat Pengolahan
Nama Alat Kapasitas / @ Jumlah (Buah)
Nampan 3 liter 1500
Rak Pemeraman 200 buah nampan 9
Botol Kaca 600 ml 150
Kompor Minyak - 1
Tungku - 3
Panci 100 liter 3
Drum Plastik Besar 200 liter 4
Drum Plastik Kecil 120 liter 6
Drum Plastik Sedang 150 liter 10
Ember Besar, Kecil, Sedang 1, 1, 1
Jiligen 35 liter 4
Gelas Takar 2liter, 1 liter 1, 1
Gayung - 2
4.2.6 Bahan Baku Utama dan Penunjang
4.2.6.1 Bahan Baku Utama
Dalam pembuatan nata de coco selalu membutuhkan bahan baku. Baik bahan
baku utama maupun bahan baku penunjang. Agar menjadikan nata de coco
yang berkualitas, industri rumahan nata de coco yang dikelola oleh bapak Ari
selalu menggunakan bahan baku air kelapa dan bahan pembantu seperti gula,
ZA dan cuka yang berkualitas pula. Supaya hasil yang didapatkan berkualitas
dan pembelipun tersenyum puas.
a. Air Kelapa
Pengadaan bahan baku air kelapa diperoleh dengan memesan kepada para
penjual buah kelapa di pasar-pasar tradisional sekitar. Dengan menitipkan
drum-drum plastik di kios-kios penjual buah kelapa, supaya diisi air kelapa
oleh pedagang tersebut. Setelah drum-drum itu terisi penuh oleh air kelapa,
kemudian drum-drum tersebut diambil sambil membayar. Setiap 1 liter air
kelapa dihargai Rp 100,-. Sedangkan kalau kita pesan pada penjual air kelapa
yang sekalian diantar sampai tempat industri rumahan, maka setiap 1 liternya
dihargai Rp 200,-. Biasanya sekali kirim penjual mengirim sebanyak + 500
liter. Industri rumahan ini juga tidak membeli bahan baku langsung ke petani.
Karena akan memakan biaya transportasi yang cukup besar. Sebab pemasok
buah kelapa kebanyakan dari daerah Kulon Progo, Purworejo, Kebumen dan
Gombong.
b. Bahan Penunjang
1. Gula
Gula berfungsi sebagai sumber karbon untuk Axetobacter xylinum.
Pengadaan gula dengan membeli ke pasar tradisional di sekitar industri
rumahan tersebut, dilakukan setiap satu minggu sekali. Pembelian gula
sebanyak 15,6 kg dan 1 kg nya berharga Rp 8.000,-. Jadi setiap pembelian
mengeluarkan uang sebanyak Rp124.800,-.
2. Cuka
Cuka berfunsi untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air
kelapa, karena bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 –
7,5. Pengadaan cuka sama dengan pengadaan gula. Pembelian cuka di
pasar-pasar tradisional sekitar. Dilakukan setiap 3 minggu sekali dengan
membeli sebanyak 1 liter dengan harga Rp 22.000,-.
3. ZA
ZA berpengaruh pada ketersediaan nitrogen bagi mikroba Acetobacter
xylinum. Pengadaan ZA harus melalui kelompok tani dan harus pesan
jatah. Setiap 1 kelompok mendapat 20 sak/minggu untuk dibagi pada 10
orang anggota kelompok tani tersebut. Dalam 1 saknya berjumlah 25 kg,
jadi satu kelompok mendapatkan 500 kg. Untuk dibagikan 10 orang dan
masing-masing mendapatkan 50 kg. Harga 1 kg nya sebesar Rp 1.700,-.
Jadi bapak Ari mengeluarkan dana untuk pembelian ZA ini sebanyak Rp
85.000,-/minggu.
4.2.6.2 Bahan Bakar
Bahan bakar digunakan untuk membantu pengapian dalam proses perebusan
air kelapa. Bahan bakar yang digunakan oleh industri rumahan nata de coco
milik bapak Ari ada tiga jenis bahan bakar yaitu BBM (jenis minyak tanah),
serbuk gergaji, dan kayu bakar. Pengadaan bahan bakar dengan cara sebagai
berikut :
a. Minyak Tanah
Jika penggunaan bahan bakar pada saat menggunakan BBM (jenis minyak
tanah), maka akan menghabiskan sekitar 9 liter /hari. Dengan harga Rp
5.000,-/liter. Pembeliannya dilakukan di agen-agen minyak tanah
terdekat.
b. Serbuk gergaji
Jika penggunaan bahan bakar pada saat menggunakan serbuk gergaji,
maka dalam satu hari akan menghabiskan serbuk gergaji sebanyak 5
karung. Dalam 1 karungnya berharga Rp 5.000,-. Pembelian dilakukan di
pedagang serbuk gergaji di sekitar industri rumahan nata de coco tersebut.
c. Kayu Bakar
Jika bahan bakar pada saat menggunakan kayu bakar, maka dalam
satu hari akan menghabiskan 5 karung kayu bakar. Harga setiap
karungnya berkisar Rp 5.000,-. Pengadaan kayu bakar dengan cara
memesan pada pengumpul kayu di daerah sekitar industri rumahan nata
de coco ini.
4.2.7 Proses Pembuatan Nata De Coco
Proses pembuatan nata de coco memanfaatkan peranan bakteri terutama jenis
Acetobacter xylinum. Dari awal pembuatan bibit starter hingga pemanenan nata
de coco membutuhkan waktu + 14 hari. Proses pembuatan nata de coco di
industri rumahan milik bapak Ari terdapat pada (Lampiran 4.).
4.2.7.1 Pembuatan Starter
a. Bahan
1) Air kelapa 9 liter
2) Gula pasir 100 gram
3) ZA 50 gram
4) Cuka 1,5 ml
b. Alat yang dipergunakan
1) Panci
2) Botol
3) Kompor
4) Penyaring
5) Kertas Koran
6) Karet Gelang
c. Cara Pembuatan
1) Penyaringan air kelapa dengan menggunakan kain saring (Gambar 5.). Setelah
air kelapa terbebas dari semua kotoran atau daging buah kelapa yang
mungkin tercampur saat pengupasan dan pembelahan buah kelapa, kemudian
dimasukkan ke dalam panci.
Gambar 5. Proses Penyaringan Air Kelapa
2) Panci yang telah diisi dengan air kelapa tadi kemudian ditaruh di atas kompor
dan dipanaskan hingga mendidih. Bahan-bahan seperti gula pasir, ZA dan
cuka yang telah dipersiaapkan dimasukkan ke dalam air kelapa. Setelah
semua bahan tercampur, masukan ke dalam botol saat masih panas (Gambar
6.). Kemudian didiamkan selama satu malam. Hasil proses ini disebut media
cair.
Gambar 6. Proses Pembuatan Bibit Starter
3) Setelah media cair tersebut dingin, diinokulasi dengan biakan bakteri.
Kemudian dilakulan pemeraman dan disimpan dalam rak selama 3-4 hari
pada suhu kamar. Hasilnya disebut bibit starter (Gambar 7.).
Gambar 7. Tempat Penyimpanan Bibit Starter & Bibit Starter
4.2.7.2 Pembuatan Nata De Coco
a. Bahan
1) Air kelapa 450 liter
2) Gula pasir 2,5 kg
3) ZA 1,25 kg
4) Cuka 50 ml
b. Alat yang dipergunakan
1) Panci
2) Nampan
3) Kompor
4) Penyaring
5) Kertas Koran
6) Karet Gelang
c. Cara Pembuatan
1) Penyaringan air kelapa dengan menggunakan kain saring. Setelah air
kelapa bersih dari semua kotoran atau daging buah kelapa yang mungkin
tercampur saat pengupasan dan pembelahan buah kelapa, kemudian
dimasukkan kedalam panci.
2) Panci yang telah diisi dengan air kelapa bersih tadi kemudian ditaruh di
atas tungku dan direbus hingga mendidih (Gambar 8.). Masukan bahan-
bahan seperti gula pasir, ZA, dan cuka ke dalam air kelapa.
Gambar 8. Proses Perebusan Air Kelapa
3) Tahap penampanan (Gambar 9.) adalah istilah yang di gunakan para
karyawan industri rumahan milik bapak Ari. Yaitu tahap dimana
penutupan nampan menggunakan kertas koran dan diberi ikatan
menggunakan karet gelang.
Gambar 9. Proses Penampanan
4) Setelah semua bahan tercampur, lalu di masukan ke dalam nampan saat
masih panas (Gambar 10.). Kemudian didiamkan selama satu malam.
Gambar 10. Proses Penuangan Air Kelapa Pada Kondisi Panas & Proses Pendinginan
5) Setelah media cair tersebut dingin, diinokulasikan biakan bakteri (Gambar
11.). Kemudian dilakulan pemeraman dan disimpan dalam rak selama 6-7
hari pada suhu kamar.
Gambar 11. Proses Pemberian Bibit Starter
4.2.7.3 Pemanenan
Pemanenan nata de coco biasanya dilakukan setelah 7 hari pemeraman.
Lapisan nata yang terletak di bagian atas diambil. Kemudian dimasukkan ke
dalam drum plastik yang sedikit diberi air kelapa (Gambar 12.). Untuk media
yang tersisa, langsung dibuang sebagai limbah.
Gambar 12. Proses Pemanenan
4.2.8 Pemasaran Nata De Coco
Pemasaran nata pada industri rumahan milik bapak Ari, dilakukan dengan cara
pemasaran yang dikirimkan pada distributor CV. Agrindo Suprafood (terdapat
pada Lampiran 5.). Natanya masih dalam bentuk lembaran. Jika di timbang satu
lembar nata berkisar 1,5 kg. Yang dihargai Rp 1.000,- /kg, jika nata yang
dihasilkan mencapai berat 1,5 kg maka hargannya Rp 1.500,-. Pembayaran
dilakukan pada pengiriman nata yang berikutnya. Setelah berada di distributor
CV. Agrindo Suprafood selanjutnya nata disortir. Kemudian nata dipotong
kecil-kecil dan di kemas. Lalu nata dikirim ke pabrik-pabrik yang telah
memesan. Ada sekitar 14 pabrik yang memesan di CV. Agrindo Suprafood.
Diantaranya Garuda Food, Borobudur, Sinar Mas, Sari Coco, Star Food, PUJ
dan beberapa pabrik kecil yang lain. Sirkulasi nata di CV. Agrindo Suprafood +
80 ton/bulan. Yang berasal dari 100 petani pemasok. Namun dari 100 petani itu
yang konsisten memasok nata ke CV. Agrindo Suprafood hanya sekitar 60
petani saja.
4.2.9 Evaluasi Ekonomi Industri Rumahan Nata De Coco
Evaluasi ekonomi merupakan proses pengukuran dan penilaian untuk
mengetahui hasil ekonomi yang telah dicapai. Ada beberapa metode hitungan
evaluasi ekonomi, yaitu Retun On Invesment (ROI), Pay Out Time (POT),
Break Even Point (BEP), dan B/C Ratio.
Berikut adalah data kapasitas produksi, dan waktu kerja industri rumahan nata
de coco milik bapak Ari :
Kapasitas Produksi : 250 Nampan /hari (1 Nampan = 1,5 kg Nata)
Hari Kerja : Senin-Sabtu (Jam 08.00-16.00 WIB)
4.2.9.1 Data Ekonomi
A. Modal Tetap
Modal tetap industri rumahan yang dikelola oleh bapak Ari terdapat
pada (Tabel 3.).
Tabel 3. Modal Tetap Industri Rumahan Milik Bapak Ari
No Nama Alat Jml P
(000)
TP
(000)
L
(000)
TL
(000)
N Rata-rata
penyusutan
1 Bangunan 1 15000 1500 15000 1500 15 900.000
2 Tungku 3 10 30 1 3 2 4.500
3 Panci 3 200 600 20 60 2 90.000
4 Rak Pemeraman 9 700 6.300 70 630 2 315.000
5 Nampan 1500 4 6.000 0,4 600 1 3.600
6 Kompor
Minyak
3 300 900 30 90 1 270.000
7 Drum 150liter 10 125 1250 12,5 125 3 37.500
8 Drum 120liter 6 100 600 10 60 3 30.000
9 Drum 200liter 4 30 120 3 12 3 9.000
10 Ember Besar 1 60 60 6 6 2 27.000
11 Ember Kecil 1 25 25 2,5 2,5 2 11.250
12 Ember Sedang 1 30 30 3 3 2 13.500
13 Botol Kaca 200 0,2 40 0,02 4 1 180
14 Jiligen 4 30 120 3 12 2 13.500
15 Gelas Takar
1liter
1 20 20 2 2 2 9.000
16 Gelas Takar
2liter
1 8 8 0,8 0,8 2 3.600
17 Gayung 2 5 10 0,5 1 1 4.500
18 Total 1.750 16.647
,2
31.113 1.664,
72
3.080,3 46 1.742.130
Salvalue diasumsikan bernilai sama (10%) untuk semua jenis barang.
Keterangan : P = Price (Harga)
TP = Total Price (Total Harga)
L = Salvalue (Perkiraan) pada akhir umur ekonomis
TL = Total salvage value
n = Jumlah tahun
Total modal tetap = Total price + Rata-rata penyusutan
= 31.113.000 + 1.742.130 = Rp 32.855.130,-
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Industri rumahan yang dikelola oleh bapak Ari adalah merupakan usaha yang
bergerak di bidang pembuatan makanan. Yang bahan bakunya ialah air kelapa
dan hasil produknya yaitu nata de coco Dalam pembuatan nata de coco ini,
bapak ari dibantu oleh 3 karyawan..
2. Proses pembuatan nata membutuhkan + 10 hari, dari mulai pembuatan bibit
starter hingga pemanenan. Pada saat panen, satu harinya bisa memanen nata
sebanyak 250 nampan. Satu nampan berisi nata 1,5 kg. Proses penjualan nata
dilakukan dengan cara menyetorkan nata kepada distributor. Cv. Agrindo
Suprafood adalah distributor yang menampung. Ada sekitar 100 petani nata
yang menyetor kepada Cv. Agrindo Suprafood ini. Perputaran nata di Cv.
Agrindo Suprafood + 80 ton / bulan. Dan di distribusikan ke 14 pabrik
pembuatan makanan yang menggunakan nata de coco dalam produknya.
Diantaranya Garuda Food, Borobudur, Sinar Mas, Sari Coco dan beberapa
pabrik kecil yang lain.
3. Investasi awal atau modal tetap yang dikeluarkan industri rumahan milik
bapak Ari sebesar Rp 32.855.130,- dengan modal kerja yang dihitung per
tahun Rp 41.443.200,-. Hasil penjualan produk sebesar Rp 108.000.000,- di
hitung per tahun, dengan harga produk Rp 1.500,- /1,5 kg. Laba yang didapat
industri rumahan ini yaitu Rp 36.000.000,- per tahun. Hasil dari perhitungan
evaluasi ekonomi dengan menggunakan rumus ROI (Return On Invesment) :
109,57 %; POT (Pay Out Time) : 0,9 tahun; BEP (Break Even Poin) : 32,90
%; dan B/C Ratio : 1,45.
5.2 Saran
1. Diharapkan inidustri rumahan mampu menambah alat-alat pengolahan,
sehingga kapasitas produksi per hari bisa lebih meningkat dan POT nya pun
akan semakin kecil.
2. Agar tidak terjadi kegagalan panen akibat cendawan atau jamur, para pegawai
industri rumahan di himbau untuk melakukan penyeterilan semua alat yang
telah selesai digunakan.
3. Bila dalam pemanenan terdapat nata de coco yang tipis dan ada cendawan atau
jamur sedikit, disarankan tidak dijual di tempat distribusi. Tapi dengan
melakukan pengolahan sendiri nata yang tipis tadi di potong kecil-kecil dan di
jual di pasar-pasar sekitar atau di jual di pedagang es campur. Karena nilai
jual lebih tinggi dan tidak terbuang percuma.
http://briezant.blogspot.com/2011/07/evaluasi-ekonomi-pengolahan-nata-de.html
Nata de Coco Indonesia
26.1.13
PERENCANAAN USAHA NATA DE COCO
natadecoco.ind@gmail.com
1. MENGENAL NATA
A. Kolang-kaling Imitasi
Teknologi pengolahan nata de coco (sari kelapa) berasal dari Filipina. Produk ini
mulai diperkenalkan di Indonesia sekitar tahun 1987. Sekitar empat tahun kemudian,
produk ini telah mulai beredar di pasaran terutama di seputar Jabotabek. Meskipun
masih relatif, nata de coco telah populer di berbagai kalangan masyarakat.
Kata nata diduga berasal dari bahasa Spanyol (nadar), yang berarti berenang. Dugaan
lain, kata ini berasal dari bahasa Latin (natare), artinya terapung. Terlepas mana
yang paling akurat, yang jelas nata memang terapung-apung mirip sedang berenang
di baki fermentasi. Sedang wujudnya berupa sel, warna putih hingga abu-abu muda,
tembus pandang dan teksturnya kenyal seperti kolang-kaling (daging buah enau
muda). Dalam keadaan dingin, nata agak berserat dan agak rapuh pada saat panas.
Nata yang beredar di pasaran saat ini umumnya diolah dari air kelapa. Nama
produk ini dapat juga dibuat dari aneka buah seperti nanas, tomat, kedondong dan
sebagainya. Bahkan whey tahu dan cairan lendir biji kakao bisa digunakan sebagai
bahan baku. Yang penting, bahan baku itu mengan-dung gula yang cukup memadai
sedang nama dagang produk ini biasanya mengacu pada bahan baku. Bila
menggunakan air kelapa, disebut nata de coco, alih-alih bernama nata de soya bila
diolah dari whey tahu.
B. Produk Hasil Fermentasi
Nata termasuk produk hasil fermentasi seperti tape singkong. Sebagai bibit
adalah bakteri Acetobacter xylinum. Ditilik dari namanya, bakteri ini termasuk
kelompok bakter asam asetat (Aceto = asetat, bakter = bakteri). Bila ditumbuhkan di
media air yang mengandung gula seperti air kelapa, bakteri ini akan menghasilkan
asam cuka atau asam asetat dan lapisan putih yang terapung-apung di permukaan
media cair tersebut. Lapisan putih itulah yang dikenal sebagai nata.
Tanda awal tumbuhnya bakteri nata dapat dilihat dari keruhnya media cair
tadi setelah diperam selama 24 jam pada suhu kamar setelah 36-48 jam, lapisan tipis
yang tembus cahaya mulai terbentuk di permukaan media dan cairan dibawahnya
mulai semakin jernih. Pada kondisi yang mendukung, lapis demi lapis (nata) akan
terbentuk secara bertukar, bisa mencapai sekitar 5 cm bila diperam selama 1 bulan.
Namun, nata biasanya telah siap panen setelah 8 hari, tebal nata sekitar 1,5 cm.
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbi-akan
bakteri nata tadi. Selain mengandung gula, media juga harus mengadung senyawa
nitrogen, vitamin dan mineral. Sedangkan derajat keasaman (pH) paling baik antara
4,0 – 4,5 dan suhu ruangan tempat antara 28 - 30C (suhu kamar). Persyaratan lain,
ruang pemeraman agak gelap (remang-remang) dan oksigen bisa leluasa masuk ke
dalam wadah media cair tersebut.
C. Makanan Penyegar
Nata de coco siap – santap biasanya disajikan dalam bentuk potongan-
potongan kecil berupa dadu, ukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 cm. Karena rasanya tawar, pada
produk ini dikemas dulu dalam sirup gula sebagai pemanis. Agar pembeli tergiur
mencicipinya, produk siap-santap kerap diberi bahan pengawet seperti natrium
benzoat.
Nata de coco dapat digunakan sebagai makanan penyegar (pencuci mulut),
yaitu dihidangkan dalam bentuk campuran dengan buah-buahan (cocktail). Produk
ini juga dapat dihidangkan secara dingin, dicampur dengan es, campuran kue srikaya,
atau sebagai pengisi es krim, pengisi jelly dan sebagainya.
D. Prospek Bisnis Nata
Teknologi pembuatan nata de coco berasal dari Filipina. Di negeri produsen
kelapa dunia ini, nata de coco telah lama populer sebagai dessert. Di Indonesia, baru
dikenal pada tahun 1975. Lima tahun kemudian produk ini telah mulai diproduksi
secara komersial, terutama di seputar Jabotabek.
Total produksi nata de coco saat ini. Namun, pertambahan industri kecil nata
cukup mengesankan seperti di Cianjur, Bogor, Bekasi, Tangerang dan Lampung.
Produk ini juga telah dikenal di seantero tanah air, utamanya di kota-kota besar.
Pemasaran tidak lagi terbatas di warung – warung tetapi te-lah mampu menembus
pasar swalayan.
Peluang ekspor nata juga cukup terbuka. Negara pengimpor antara lain
Jepang dan Amerika Serikat. Pada tahun 1996, kedua negara ini membu-tuhkan
pasokan antara 50 – 100 ton per bulan. Harga per kg pada tahun 1997 rata – rata US$
2.00 FOB. Negara pengekspor utama hingga saat ini adalah Filipina. Karena negara
ini belum mampu memenuhi permintaan tersebut, peluang Indonesia tentu masih
terbuka lebar.
Masa depan bisnis nata de coco nampaknya cukup cerah. Pasalnya, kegunaan
produk ini semakin beragam. Selain sebagai makanan penyegar, nata juga telah mulai
digunakan sebagai bahan membran akustik untuk sound system seperti di Australia.
2. PERENCANAAN UNIT USAHA NATA DE COCO
Sebelum unit usaha ini didirikan, seluk beluk tentang peralatan, bahan baku
dan bahan penolong serta teknis pembuatan produk arus dikuasai lebih dulu.
Langkah selanjutnya membuat perencanaan secara terpadu, mulai dari pemilihan
lokasi dan detail bangunan pengolahan hingga rencana pemasaran produk. Kelayakan
usaha kemudian dianalisis dengan cermat untuk menge-tahui besarnya keuntungan
yang bakal diperoleh.
A. Rencana Pemasaran
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi pemasaran nata de coco, terutama
kalau produk diposisikan sebagai produk berkelas atau bergengsi. Untuk itu, semua
aspek harus dipelajari, mulai dari aspek teknologi dan peraturan–peraturan,
ketersediaan bahan baku dan bahan pembantu peng-awasan mutu standar mutu dan
promosi, serta tren masyarakat dan selera konsumen.
Masalah pemasaran yang perlu dipelajari secara mendalam adalah daerah
pemasaran, semen (ceruk) pasar, volume permintaan pasar saat permintaan puncak,
jalur distribusi, cara pengiriman dan pengepakan, cara pembayaran, dan lain–lain.
Jenis produk yang diminta pasar juga perlu diketahui karena berhu-bungan
dengan produk yang akan dihasilkan, misalnya nata mentah atau nata siap santap.
Selain itu, perlu pula diketahui kekuatan dan kelemahan pesaing agar nata de coco
yang dihasilkan nantinya tidak kalah bersaing di pasaran baik dalam hal mutu
maupun harga.
Dengan pengetahuan pemasaran tersebut, dapat direncanakan strategi
pemasaran dan sistem penjualan. Kemudian, bisa dipilih cara yang paling efisien.
Strategi produksi masing – masing produk dapat diprioritaskan ber-dasarkan
permintaan pasar yang dituju.
B. Pemilihan Lokasi
Unit usaha nata de coco memerlukan lahan yang cukup luas. Lahan
digunakan untuk tempat berdirinya bangunan, instalasi air dan sarana penanganan
limbah serta sarana pendukung lainnya. Lokasi lahan hendaknya strategis dan layak
sebagai tempat pengolahan makanan.
Hal–hal yang perlu mendapat perhatian dalam pemulihan lokasi seba-gai
berikut :
· Lokasi terletak di daerah yang bebas bau busuk, debu, asap dan polutan lainnya;
jauh dari kandang hewan, tempat pembuangan sampah rumah dan sebagainya.
· Lokasi tidak banjir atau terendam air pada musim hujan tangga dan lahan agak
miring.
· Lokasi jauh dari kawasan pemukiman karena unit usaha ini menghasilkan limbah
berbau busuk.
· Lokasi sebaiknya dekat pasar, tersedia prasarana listrik, air bersih dan transportasi.
Misalnya dekat jalan raya, jalur kereta api, atau pelabuhan ( bila dipasarkan ke luar
pulau atau ekspor ).
Lokasi dekat dengan sumber daya manusia, sumber bahan baku maupun
bahan pembantu.
C. Bangunan
1. Kebutuhan ruang dan Tata Letak
Unit usaha nata membutuhkan ruangan yang cukup luas. Ruangan itu digu-
nakan untuk kantor, tempat bahan baku dan bahan pembantu, tempat pengolahan
produk, dan alat - alat penyimpanan air bersih, serta ruang ganti dan toilet.
Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam penataan ruangan tersebut.
Pertama, aliran bahan di ruang pengolahan harus lancar. Kedua, pencema-ran silang
antar produk pada waktu proses pengolahan harus dicegah seren-dah mungkin.
Karenanya, ruangan dan peralatan hendaknya diatur dan ditata sesuai asas
manfaat dan alur produksi. Misalnya, tempat pembuatan nata mentah mulai dari
ruang penerimaan bahan baku kemudian berlanjut di ruang panen
(lihat gambar). Di dekat ruang penyimpan media terdapat ruang bahan pembantu dan
peralatan, dan di dekat ruang pendinginan dan inokulasi media terdapat ruang bibit.
Demikian pula dalam perencanaan tata ruang unit usaha nata de coco siap–
santap. Di unit usaha ini minimal tersedia lima unit ruang (lihat gam- bar) yang
saling terkait, mulai dari ruang nata mentah hingga ruang penyimpan dan distribusi
produk akhir. Di dekat dapur perlu tersedia tempat penyimpan bahan pembantu, dan
gudang bahan pengemas di dekat ruang pengemasan.
Ruang yang menuntut persyaratan khusus dan peka terhadap pen-cemaran
harus terpisah dari ruangan lain. Ruang fermentasi misalnya harus terpisah dari ruang
penyiapan media (dapur) agar suhu di ruang fermentasi tersebut lebih stabil (28-
30C). Demikian pula ruang pengemasan harus terpisah dari dapur karena ruangan ini
menghasilkan berbagai kotoran, seperti sisa–sisa pembakaran bahan bakar, yang bisa
mencemari produk siap dike-mas.
D. Fasilitas Penanganan Limbah
Unit usaha nata perlu dilengkapi dengan sarana penanganan limbah. Untuk
limbah padat perlu dibangun bak yang kuat dan kedap air dan mempu-nyai tutup.
Khusus untuk penanganan limbah cair, perlu dibangun kolam pe-nampung yang
cukup jauh dari ruang pengolahan. Limbah cair tersebut dialir-kan melalui saluran
yang tertutup.
3. PERALATAN PRODUKSI
Suatu unit pengolahan nata de coco membutuhkan sejumlah peralatan.
Peralatan itu dapat dikelompokkan atas 4 golongan besar, yakni pembangkit tenaga,
pengolah, pengemas dan peralatan pendukung. Antar kelompok peralatan sifatnya
saling mendukung sehingga proses produksi menjadi lancar. Jelasnya, berikut
disajikan jenis, fungsi dan spesifikasi umum aneka peralatan tersebut. Sedangkan
perkiraan harga dan umur ekonominya dipaparkan pada bagian 9.
A. Produksi Nata de Coco Mentah
Suatu unit usaha nata de coco mentah skala kecil minimal memiliki peralatan
berikut.
1. Jerigen plastik
Jerigen digunakan untuk menampung dan mengangkut air kelapa dari
warung–warung , pasar tradisional dan sumber lainnya. Selain ringan dan kuat,
jerigen ini juga mudah dibersihkan dan praktis penggunaannya. Untuk mencegah
pencemaran kotoran, wadah ini harus mempunyai tutup. Daya tampungnya sekitar 30
liter.
2. Drum plastik
Alat ini termasuk serbaguna. Di samping sebagai wadah stok bahan baku dan
wadah nata hasil panen dan wadah nata hasil panen, juga kerap digunakan untuk
mengangkut nata bila dipasarkan dalam bentuk mentah. Seperti jerigen tadi, drum ini
juga ringan, kuat dan mudah dibersihkan. Daya tampung drum sekitar 80 liter.
Wadah ini juga harus mempunyai tutup.
3. Ember plastik, kain flanel dan nampan bambu
Pasangan alat sederhana ini digunakan untuk menyaring kotoran air kelapa.
Ember berfungsi sebagai penampung air kelapa, sedang kain sebagai penyaring dan
nampan untuk menyangga kain saring. Alat penyaring bisa juga menggunakan
saringan plastik.
4. Botol, kertas/kain dan karet gelang
Ketiga alat yang sangat sederhana ini digunakan dalam pembuatan baing nata.
Botol berfungsi sebagai wadah, kain/kertas sebagai penutup dan karet gelang sebagai
pengikat tutup.
Wadah baing nata biasanya menggunakan botol sirup atau botol bir.
Kapasitas botol berkisar antara 600 - 1000 ml.
5. Timbangan dan gelas ukur
Bahan pembuat nata harus ditimbang dan ditakar dengan akurat. Untuk
menimbang gula pasir dan urea dibutuhkan timbangan dapur berketelitian 5 g,
kapasitas 2 – 5 kg. Untuk menakar air kelapa, asam cuka, biang nata cair dan larutan
media diperlukan gelas ukur plastik kapasitas 250 ml dan 1 liter.
6. Tong / panci, tungku dan kompor
Tong atau panci digunakan untuk merebus larutan media biang nata dan
media fermentasi serta air untuk keperluan sanitasi ruang dan peralatan. Tong
sebaiknya terbuat dari logam anti karat dengan kapasitas 75 liter, sedangkan bila
menggunakan panci, sebaiknya dipilih panci email atau aluminium. Supaya posisinya
stabil, wadah ini ditempatkan di atas tungku semen atau potongan drum. Alat
pemanas menggunakan kompor gas atau kompor mawar.
7. Baki plastik, kertas koran dan tali karet
Kelompok alat ini digunakan dalam pendinginan dan fermentasi media atau
substrat yang telah diberi biang nata. Baki berfungsi sebagai wadah, koran sebagai
penutup dan tali karet sebagai pengikat koran.
Baki ini umumnya berukuran 40 cm x 30 cm x 13 cm. Selain mudah
dibersihkan dan dikeringkan, baki juga harus terbuat dari jenis plastik yang tahan
panas.
8. Rak kayu / bilah bambu
Rak ini digunakan untuk menyimpan baki (baki fermentasi). Bila alat ini
tidak tersedia, baki bisa ditumpuk di lantai hingga beberapa susun. Supaya udara
bisa masuk dengan leluasa ke dalam baki, antar baki yang satu dengan baki lainnya
disangga dengan dua bilah bambu yang sama ukurannya dan lurus.
9. Rak bambu
Rak digunakan untuk tempat meniriskan dan menjemur baki fermentasi serta
kertas koran ( sterilisasi ) sebelum digunakan. Lantai jemur hendaknya disemen
supaya alat cepat kering dan pencemaran kotoran dapat dikurangi.
B. Nata de Coco Siap-santap
Suatu unit pengolahan nata de coco siap santap membutuhkan sejumlah
peralatan. Jenis, spesifikasi umum dan fungsi peralatan-peralatan itu sebagai berikut.
1. Drum plastik
Drum ini digunakan untuk menyimpan stok bahan baku dan wadah
perendaman potongan – potongan nata. Untuk wadah lembaran nata, kapasitasnya
sekitar 80 liter, dan berkapasitas 40 liter untuk perendaman potongan nata potongan.
2. Talenan plastik dan pisau dapur
Pasangan alat ini digunakan untuk membersihkan lapisan lendir nata, talenan
sebagai landasan nata dan pisau untuk mengikis selaput lendirnya. Pisau sebaiknya
terbuat dari logam anti karat.
3. Pemotong nata dan ember
Alat ini bersifat semi-manual. Komponen utama alat ini terdiri dari landasan
nata, meja pemotongan, pisau pemotong dan motor listrik penggerak pisau pemotong
(lihat gambar). Sedang mekanisme kerjanya sebagai berikut. Nata dihamparkan di
atas landasan (1), lalu didorong ke arah pisau pemotong secara memanjang dan
diulang kembali secara menyilang (2), di atas meja pemotongan (3). Nata potongan
selanjutnya ditampung di ember (4).
4. Tong, Panci, tungku, kompor dan pengaduk
Panci digunakan untuk merebus nata dan memasak sirup gula, sekaligus
tempat merendam nata matang dalam larutan gula tersebut. Alat pemanas
menggunakan kompor kompresor dan tungku sebagai penyangga wadah tadi.
Tong hendaknya terbuat dari logam anti karat dengan kapasitas sekitar 125
liter. Supaya air perendam mudah dikuras, pada dinding bagian bawah tong perlu
dipasang keran. Sedangkan panci dipilih panci email atau panci burik berkapasitas 40
liter, dan pengaduk terbuat dari kayu.
5. Baki plastik, penakar, gayung plastik, plastic sealer dan ember plastik
Kelompok alat ini digunakan untuk mengemas produk nata. Baki berfungsi
sebagai tatakan gelas, penakar untuk penuang nata potongan, gayung untuk
menuangkan sirup gula, plastic sealer untuk merekat tutup kemasan dan ember untuk
menampung nata kemasan.
Plastic sealer ini bersifat semi-manual. Mekanisme kerja alat sebagai berikut.
Gelas plastik berisi nata dan sirup gula dimasukkan ke dalam selongsong gelas (1),
lalu dilewatkan melalui lorong selongsong (2). Mulut gelas plastik kemudian ditutup
dengan lembaran plastik (3) lalu direkat dengan mulut pengepres plastik (4) dan nata
kemasan ditampung dalam ember plastik (5).
6. Tong aluminium dan keranjang kawat
Pasangan alat ini digunakan untuk sterilisasi produk nata. Tong diguna-kan
untuk wadah air panas, sedang keranjang sebagai tempat kemasan nata supaya
mudah dikeluarkan dari tong.
7. Timbangan
Di unit usaha nata ini dibutuhkan beberapa jenis timbangan. Untuk
menimbang lembaran dan potongan nata dibutuhkan timbangan berkapasitas 100 kg.
Untuk menimbang BTM ( bahan tambahan makanan ) bersatuan miligram ( pewarna,
pengawet ) harus disediakan timbangan analitik dan timbangan duduk untuk
menimbang gula berkapasitas 25 kg.
8. Kereta dorong
Seperti di unit usaha nata de coco mentah, juga perlu tersedia kereta dorong
untuk mengangkut / memindahkan bahan baku, gula pasir dan dus produk jadi.
9. Palet kayu
Alat ini digunakan sebagai landasan tumpukan dus nata di ruang
penyimpanan produk jadi. Tingginya sekitar 15 cm.
10. Kereta dorong
Alat ini digunakan untuk mengangkut bahan pembuat nata dan produk nata
mentah seperti karung gula pasir, air kelapa, dan sebagainya.
4. BAHAN PEMBUAT NATA
Teknologi tidak mampu memperbaiki mutu, tetapi hanya mampu memperta-
hankan mutu. Mutu produk akhir lebih ditentukan oleh bahan baku pembuatannya.
Bila bahan-bahan yang digunakan bermutu rendah maka mutu produk akhir pun
rendah. Karenanya, menjual bahan baku dan pembantu sangat penting. Bahan-bahan
yang digunakan dalam pembuatan nata de coco mentah dan produk siap-santap
sebagai berikut.
A. Nata de Coco Mentah
1. Bahan baku
Bahan baku utama nata de coco adalah air kelapa. Air kelapa sebaiknya
berasal dari buah kelapa matang hijau. Karena harganya lebih mahal, air kelapa yang
digunakan umumnya berasal dari buah kelapa tua.
Air kelapa harus murni, atau tidak bercampur air maupun kotoran.
Penggunaan-nya tidak selalu dalam keadaan segar. Bahkan air kelapa yang disimpan
selama dua hari rendamannya lebih tinggi (75,01 persen) dibandingkan dengan air
kelapa segar. Demikian pula penyimpan selama 3–5 hari hasilnya tidak berbeda
nyata dengan air kelapa segar (lihat tabel).
Kekenyalan
( mm / 10detik)
Tabel 1. Karakteristik Nata de Coco pada Berbagai Umur Air Kelapa
Derajat
putih
( %)
1 61,10 103,5 32,48
2 75,61 103,5 33,79
3 62,68 101,9 32,79
4 67,94 103,5 33,12
5 73,16 106,0 33,22
Sumber : Mashudi, 1993
2. Bahan pembantu
Kandungan nutrisi air kelapa tadi masih perlu diperkaya agar bakteri nata
lebih cepat tumbuh dan produktif menghasilkan nata. Demikian pula pH (derajat
keasaman)-nya harus diatur sesuai dengan persyaratan tumbuh optimal bakteri
tersebut. Jelasnya, berikut dipaparkan bahan pembantu yang lazim digunakan dalam
pembuatan nata de coco.
a. Gula pasir
Gula berfungsi sebagai sumber karbon (sumber energi). Sumber karbon bisa
menggunakan glukosa, sukrosa maupun maltosa. Namun, produsen nata biasanya
menggunakan sukrosa (gula pasir) karena mudah diperoleh dan harganya relatif
murah.
Gula pasir hendaknya berwarna putih agar warna nata putih bersih. Dosis
pemakaian 30 gr per liter air kelapa. Gula sebaiknya disimpan di tempat kering dan
bersih, serta ditumpuk di atas palet kayu supaya tidak lembab.
b. Amonium sulfat
Amonium sulfat juga disebut urea atau 2A. Fungsinya sebagai sumber
nitrogen (merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri A. xylinum). Selain
senyawa ini, bisa juga menggunakan ekstrak khamir, pepton, kalium nitrat dan
amonium fosfat. Karena harganya lebih murah dan mudah diperoleh, produsen nata
biasanya menggunakan amonium sulfat.
Kandungan nitrogen urea antara 20,5–21 persen, sedang wujudnya berupa
kristal atau umumnya berwarna putih. Dosis penggunaan urea (2A) sebanyak 3 gram
per liter air kelapa.
c. Asam asetat glasial
Asam asetat glasial biasa juga disebut cuka biang. Gunanya adalah untuk
mengatur derajat keasaman (pH) media fermentasi dan media biang nata sesuai
persyaratan tumbuh bakteri untuk dosis penggunaan asam asetat sebanyak ml.
3. Biang atau starter nata
Biang atau starter adalah bibit nata yang telah dikondisikan sedemikian rupa
sehingga siap digunakan dalam pembuatan nata. Starter umumnya disiapkan dalam
botol sirup berwarna jernih. Dengan demikian, mutu starter dapat dilihat dengan
mudah. Starter siap pakai biasanya telah diinkubasi selama 4 - 7 hari, tergantung
pada kondisi bibit.
Biakan bakteri nata (bibit) harus murni, artinya tidak bercampur dengan jasad
renik lainnya. Karena bibit nata murni sulit diperoleh dari alam, calon produsen nata
de coco dapat membeli bibit tersebut di laboratorium mikrobiologi yang mengoleksi
biakan tersebut seperti :
Balai Besar Industri Hasil Pertanian (BBIHP), Deperindag
Jl. Ir. Juanda No. 11
Telp. (0251) 324068, 323339
Fax. (0251) 323339
Bogor 161222
B. Nata de Coco Siap-santap
Bahan tambahan makanan (BTM) yang lazim digunakan dan bahan pengemas
produk nata siap santap sebagai berikut.
1. Bahan baku
Bahan baku utama produk ini adalah nata mentah berupa lembaran atau
berupa potongan. Bahan baku yang digunakan harus bermutu baik. Ciri-cirinya
sebagai berikut :
(a) teksturnya kenyal (tidak tembus bila ditekan dengan jari); (b) Warnanya putih
bersih; (c) permukaannya rata dan tampak licin agak mengkilap, dan (d)
aromanya asam.
b. Gula pasir
Gula pasir berfungsi sebagai bahan pemanis, pengawet, penambah
citarasa dan pelunak tekstur nata de coco. Selain itu, gula juga berfungsi sebagai
pembawa dan pendistribusi komponen flavor agar merata dalam minuman.
Penggunaan gula harus seimbang dengan bahan-bahan lainnya.
Artinya, rasa manis gula jangan sampai tertutup oleh komponen bahan lain tersebut.
Dosis penggunaan gula berkisar antara 200 - 300 gram untuk setiap liter air.
Ada dua kategori bahan pemanis, yakni pemanis alami dan pemanis
buatan. Bahan pemanis produk nata de coco biasanya menggunakan gula pasir.
Agar sirup tampak bening dalam kemasan, gula pasir yang digunakan sebaiknya
yang berwarna putih bersih dan bebas dari cemaran kotoran.
c. Essen atau flavor
Penggunaan essen bertujuan untuk memperoleh citarasa dan aroma
tertentu. Flavor tersebut harus mempunyai sifat-sifat berikut : kelarutan cukup
tinggi, mudah bercampur dengan komponen lain, tidak ada rasa ikutan, tahan
terhadap asam, kemurnian cukup tinggi tahan terhadap panas dan stabil terhadap
cahaya.
Ada dua golongan flavor yakni flavor alami dan flavor sintetik.
Flavor alami diperoleh dari bagian atau keseluruhan tanaman atau jaringan hewan,
sedangkan flavor sintetik dibuat dari bahan organik atau bahan kimia yang identik
dengan flavor alami.
Flavor yang digunakan pada produk nata de coco biasanya berupa
flavor buah-buahan seperti cita rasa durian, lechee, apel, strawbery dan sebagainya,
atau cita rasa pandan. Dosis penggunaan essen sekitar 8 ml untuk setiap liter larutan
sirup gula. Harga per liter sekitar Rp. 132.000,00.
d. Asam sitrat
Asam sitrat juga kerap ditambahkan pada produk nata de coco.
Fungsinya untuk memperkuat dan mempertahankan flavor serta menghambat
pertumbuhan kapang.
Asam sitrat mempunyai rasa asam yang tajam, flavor asam dan pH
rendah. Dosis penggunaan ml untuk setiap liter air. Harga per kg sekitar Rp.
10.000,00.
e. Natrium benzoat
Penggunaan natrium benzoat bertujuan untuk mencegah pertumbuhan
khamir dan bakteri. Benzoat lebih efektif dalam bentuk asam yakni pada pH 2,5 -
4,0.
Sebelum digunakan, senyawa ini lebih dulu dilarutkan dalam air
panas. Larutan ini kemudian dicampurkan ke dalam sirup gula sebelum penambahan
asam. Dosis pemakaian untuk setiap liter sirup gula.
Bahan pengawet ini dibeli di toko-toko kimie. Harga per kg sekitar
Rp. 10.000,00.
f. Zat pewarna
Sirup gula produk nata de coco juga kerap diberi zat pewarna.
Tujuannya untuk meningkatkan daya tarik, produk. Pemilikan warna biasanya
disesuaikan dengan flavor produk. Produk berflavor pandan misalnya diberi warna
hijau. Dosis penggunaan pewarna 300 mg untuk setiap liter sirup gula.
Zat pewarna ini dapat dibeli di toko-toko kimia. Harga per ons sekitar
Rp. 60.000,00. Pewarna yang digunakan harus food grade (pewarna makanan).
Sedangkan pewarna tekstil tidak boleh digunakan karena beracun bagi tubuh
manusia.
2. Air
Air digunakan untuk membersihkan bahan mentah, merendam dan merebus
nata potongan, melarutkan BTM, sterilisasi produk dan sanitasi. Air tersebut harus
memenuhi persyaratan untuk industri makanan, seperti tidak berwarna (jernih), tidak
berbau, tidak berasa, tidak mengandung logam berat dan bebas dari jasad renik
patogen (penyebab penyakit). Penggunaan air sumur atau air sunga harus diberi blow
(anti bakteri). Lalu diendapkan dan disaring berulang kali (lihat bagian sanitasi dan
higiene).
3. Bahan pengemas
Nata siap santap lazim dikemas dengan kaleng atau gelas.
Namun, kemasan primer produk industri skala kecil umumnya menggunakan gelas
(cup) plastik. Selain harganya lebih murah dan kuat, juga cukup mudah
penggunaannya. Kelemahannya, kemasan ini tidak kuat disterilisasi pada suhu
tinggi.
Gelas plastik tersebut sebaiknya menggunakan plastik jenis
PSC (polysterene) dan tutupnya plastik PEC (polyethylene), serta sendok dari plastik
LDPE (low density polyethylene). Kemasan ini dapat dibeli di toko-toko plastik,
termasuk sendok dan sedotan.
Sedangkan kemasan sekunder biasanya menggunakan karton
gelombang atau kardut. Kapasitas karton biasanya 24 cup dan 48 cup, tergantung
pada kebutuhan. Kemasan ini juga tersedia di pasaran dan telah siap rakit.
Produk harus diberi label atau etiket. Keterangan pada label
harus jelas, ukuran angka huruf cukup besar (tidak boleh lebih kecil dari 0.75 mm),
warna cukup kontras dan latar belakang jelas. Selain itu, label tidak mudah lepas,
lentur atau lekag karena air, gosokan atau pengaruh sinar matahari.
Khusus pada produk makanan, pada label minimal
dicantumkan keterangan-keterangan berikut ini.
- Nama makanan dan/atau merek dagang produk, misalnya : Nata de Coco Plus.
- Komposisi bahan dan kandungan gizi,
- Isi netto (berat bersih) per kemasan.
- Nama dan alamat yang memproduksi dan atau pengedar produk.
- Nomor pendaftaran dari Depkes.
- Kode produksi
- Tanggal kadaluwarsa (batas waktu produk layak dikonsumsi) oleh konsumen.
5. PENYIAPAN BIANG NATA
Biang atau starter nata yang siap pakai berupa biakan A. xylinum dalam
media air kelapa atau biang cair. Penggunaan biang cair ini hendaknya hanya lima
sampai 6 kali turunan. Setelah itu, starter diganti dengan turunan pertama dari media
agar. Karena penyiapan biang dari media agar ini cukup rumit, calon produsen nata
dapat membeli starter cair tersebut dari produsen nata atau laboratorium mikrobiologi
(lihat bagian 4) lalu diperbanyak sebagai berikut.
A. Pembuatan Media
Proses pembuatan media baing nata dimulai dengan penyaringan air kelapa.
Alat penyaring menggunakan kain flavel, yang bagian bawahnya disangga dengan
nampan bambu. Setelah bersih, air kelapa dituangkan ke dalam panci burik (lihat
gambar 1).
Air kelapa selanjutnya direbus hingga mendidih selama 1,5 menit untuk
membunuh jasad renik pencemar. Saat perebusan berlangsung, ke dalam larutan air
kelapa ditambahkan 100 gram gula pasir, 10 gram urea dan 20 ml asam asetat untuk
setiap 1 liter air kelapa lalu diaduk-aduk hingga larut. Larutan panas ini telah siap
digunakan sebagai media biang nata.
Pada saat masih panas, larutan media tadi dituangkan ke dalam botol yang
bersih dan steril. Penuangan dilakukan dengan bantuan corong dan gayung, yakni
sebanyak 600 ml per botol. Untuk mencegah pencemaran jasad renik, botol segera
ditutup dengan kertas koran yang steril lalu diikat dengan karet gelang. Media
selanjutnya didinginkan hingga suhunya menjadi 28 - 30 C. Lama pendinginan
sekitar 12 jam.
B. Penambahan Bibit
Setelah dingin, media kemudian diberi bibit cair berumur 7 hari.
Penuangan bibit dilakukan dengan bantuan corong dan tabung ukur plastik, yakni
sebanyak 10 - 15 ml per botol, tergantung pada mutu bibit. Setelah diberi bibit, botol
kembali ditutup seperti semula.
C. Fermentasi
Botol-botol biang selanjutnya disimpan di atas rak untuk difermentasi.
Ruang fermentasi harus bersih, kering dan gelap. Lama fermentasi 4-7 hari. Artinya,
biang nata ini telah dapat digunakan setelah difermentasi selama 4 hari.
Selama fermentasi, starter tidak boleh digoyang agar perkembangbiakan
bakteri A. xylinum tidak terganggu. Namun, bila lapisan nata telah terlalu tebal dan
starter belum sempat digunakan, starter tersebut harus digoyang-goyang agar lapisan
nata yang menutupi media tenggelam. Dengan demikian, oksigen bisa masuk ke
dalam media, yang sangat dibutuhkan bakteri A. xylinum dalam
perkembangbiakannya.
B. Produksi Nata
1. Pembuatan media fermentasi
Air kelapa mula-mula disaring dengan kain flanel. Tujuannya untuk
memisahkan kotoran air kelapa seperti pecahan tempurung, kerikil dan sebagainya.
Setelah bersih, air kelapa dituangkan ke dalam panci perebusan.
Air kelapa kemudian dicampur dengan gula pasir dan urea. Dosis penggunaan
gula pasir dan urea masing-masing sebanyak 30 gram dan 4 gram per liter air kelapa.
Bahan-bahan ini kemudian diaduk hingga larut, lalu direbus hingga mendidih.
Pendidihan berlangsung selama 10-15 menit. Dan, busa kotoran yang muncul selama
pendidihan dibersihkan dengan saringan plastik. Terakhir, ke dalam larutan media
ditambahkan 10 ml asam asetat glasial per liter air kelapa lalu diaduk-aduk hingga
merata dan larutan media diangkut dari tungku.
2. Inokulasi biang nata
Inokulasi (pemberian) biang nata dilakukan setelah suhu media fer-mentasi
berkisar antara 28-30 C. Biang nata akan mati bila ditambahkan pada saat suhu
media masih tinggi. Sedang pemberian biang nata dilakukan sebagai berikut :
· Kertas koran penutup pada salah sudut baki mula-mula dibuka dengan cukup
lebar.
· Setelah terbuka, tutup botol biang dibuka lalu biang nata dituangkan ke dalam
media sebanyak 100 ml per liter media.
· Setelah itu, baki ditutup kembali seperti semula dan diikat dengan tali karet.
3. Fermentasi media
Baki-baki berisi media yang telah diberi biang nata selanjutnya diangkut ke
ruang fermentasi lalu disimpan di atas rak. Bila rak tidak tersedia, baki bisa ditumpuk
di lantai hingga 5 susun. Agar sirkulasi udara dalam baki lancar dan suhunya lebih
stabil, antar baki harus disekat dengan dua bilah bambu berukuran sama dan lurus.
Fermentasi dilakukan selama 8 hari. Suhu di ruang fermentasi berkisar antara
28-30 C. Karena bakteri nata tidak memerlukan penyinaran langsung dalam
pertumbuhannya, suasana ruangan sebaiknya remang-remang.
Posisi baki juga harus datar. Bila miring, nata akan tidak sama kete-balannya.
Pasalnya, bentuk nata mengikuti media. Selain itu, baki juga tidak boleh diganggu
agar pertumbuhan nata tidak terganggu. Bahkan nata yang terbentuk akan berlapis-
lapis bila media digoyang-goyang.
Media sangat rentan terhadap pencemaran mikroba pengganggu. Karena itu,
selama proses fermentasi berlangsung tutup baki tidak boleh dibuka. Bila ingin
mengetahui pertumbuhan nata setiap saat sebaik dibuat baki kontrol berwarna kuning
(misalnya stoples), yang dibungkus dengan kertas berwarna gelap.
4. Pemanenan Nata
Setelah di fermentasi selama 8 hari, ketebalan nata yang terbentuk biasanya
sekitar 1,5 cm. Pada ketebalan ini nata telah dapat dipanen. Selain mudah dipotong-
potong, ukuran nata potong juga sesuai dengan estetika produk sekali.
Pemanenan nata meliputi beberapa tahapan sebagai berikut.
· Baki fermentasi mula-mula dimuat di atas kereta dorong lalu diangkut ke ruang
panen. Di ruang ini kertas penutup dibuka lalu dilipat untuk digunakan pada produksi
berikutnya.
· Isi baki kemudian diamati dengan seksama. Baki yang kosong (tidak terbentuk
nata), nata tipis, nata jamuran dan selanjutnya langsung dipisahkan dari dibuang ke
wadah sampah. Sementara yang memenuhi syarat diambil dengan bantuan garpu atau
sendok bersih. Agar sisa cairan media tidak tercemar oleh mikroba pengganggu,
cairan tersebut hendak-nya tidak disentuh, yang selanjutnya bisa digunakan lagi
untuk biang nata berikutnya.
· Terakhir, hasil panen disortir lalu disimpan dalam drum plastik berisi air bersih.
Untuk mengawetkannya bisa menggunakan larutan asam cuka. Dosis penggunaan
sebanyak 1 liter per 50 liter air. Wadah kemudian ditutup dengan rapat dan nata siap
dipasarkan atau diolah sendiri menjadi produk siap-santap.
6. PEMBUATAN NATA MENTAH
Prinsip pembuatan nata de coco mentah sangat sederhana. Setelah media
fermentasi dingin, giliran bakteri nata ditumbuhkan di media itu dan diperam di
ruangan yang remang – remang. Nata kemudian dipanen setelah diperam beberapa
hari. Untuk lebih jelas berikut ini disampaikan detail pembuatan nata de coco mentah
tersebut.
A. Penyiapan Media Fermentasi
Media ini berfungsi sebagai tempat pembiakan bakteri nata. Bahan dan
prosedur pembuatannya sama seperti media bibit nata sebelumnya.
Air kelapa mula – mula disaring dengan kain flanel yang bersih. Tujuannya
untuk memisahkan kotoran air kelapa, seperti pecahan tempurung, serat –
serat sabut dan kotoran lainnya. Kain saring perlu disangga dengan nampan
bambu atau nampan plastik.
Air kelapa bersih selanjutnya dituangkan ke dalam panci lalu direbus hingga
mendidih. Pada waktu perebusan ke dalam air kelapa ditambahkan 10 mg
gula pasir, 1 mg ammonium sulfat dan 3 ml asam asetat. Bahan – bahan ini
diaduk hingga merata.
Media fermentasi selanjutnya dituangkan ke dalam baki – baki fermentasi
yang steril sewaktu masih panas. Per baki berisi sekitar 1 liter. Untuk
mencegah pencemaran, mulut baki ditutup dengan kertas koran yang steril
dan diikat dengan karet.
Media fermentasi kemudian didinginkan hingga suhunya berkisar antara 28 –
30 °C. Lama pendingin selama 2 – 3 jam.
B. Fermentasi
Setelah dingin, media fermentasi ditambahkan biang ke dalam nata cair
sebanyak 10 – 15 ml per liter media, yakni melalui celah penutup.
Media yang telah dinokulasi ( diberi biang ) selanjutnya diperam selama 10 -
12 hari pada suhu 28 – 30 °C. Pemeraman dilakukan di atas rak. Boleh juga
ditumpuk asalkan antar kaki disangga dengan dua bila bambu atau penyangga
lainnya. Tujuannya agar udara leluasa masuk ke dalam baki.
Posisi kaki tidak boleh miring agar ketebalan nata seragam. Nata juga tidak
boleh bergoyang – goyang. Bila media bergoyang sewaktu pemeraman, nata
akan berlapis – lapis dan saling terpisah. Dan, tutupnya tidak boleh dibuka
untuk mencegah pencemaran jasad renik.
C. Panen
Nata de coco telah dapat dipanen setelah media diperam selam 10 – 12 hari.
Ketebalan nata berkisar antara 1 – 1,4 cm. Sedang cara memanen nata adalah
sebagai berikut :
Tumpuk baki – baki fermentasi, lalu angkut ke ruang pemanen.
Buka tali pengikat keran, lalu amati isinya. Baki yang berisi nata bermutu
jelek atau gagal, langsung dibuang isinya ke dalam wadah pemangkas dan
baki dipisahkan.
Ambil lembaran nata bermutu baik dengan cara memasukkan garpu yang
steril. Usahakan sisa cairan tidak tersentuh tangan untuk mencegah jasad
renik. Cairan ini bisa digunakan kembali pada pembuatan nata berikutnya.
D. Pengawetan
Lembaran nata hasil panen selanjutnya dicuci dengan air bersih lalu direndam di
dalam drum plastik dan ditutup. Bila dipasarkan berupa nata mentah, produk perlu
diawetkan dengan menambahkan asam asetat sebanyak
http://coconatfiber.blogspot.com/2013/01/perencanaan-usaha-nata-de-coco.html