Post on 25-Dec-2019
BAB IPENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Geliat pembangunan di kota-kota besar termasuk Semarang yang semakin
intens dan luas merupakan suatu indicator kemajuan ekonomi yang cukup
signifikan. Namun kemajuan ekonomi dan unsure penunjangnya ( kegiatan
transportasi ) tersebut telah menimbulkan cost ( biaya ) dan menciptakan
eksternalitas negatif seperti terjadinya degradasi lingkungan. Salah satunya adalah
kualitas udara yang semakin buruk dari tahun ke tahun akibat dari kegiatan
transportasi dalam kegiatan ekonomi tersebut.
Inilah yang terjadi di kota-kota besar Indonesia yang menurut hasil
pengukuran yang dilakukan oleh kementerian lingkungan hidup melalui jaringan
Air Quality Monitoring System ( AQMS ) menunjukkan bahwa kualitas udara di
10 kota besar di Indonesia sudah dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan,
yaitu Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan, Jambi, Pakanbaru, Pontianak,
Palangkaraya, Denpasar termasuk Kota Semarang, udara yang dapat
dikatagorikan baik ( bersih ) semakin kecil prosentasinya.
Pada akhirnya kendaraan bermotor menjadi dominan penyebab
pencemaran udara tersebut. Gas-gas beracun yang keluar dari jutaan knalpot
setiap harinnya menimbulkan masalah yang sangat serius dan menjadi sumber
pencemar udara terbesar di beberapa kota, melebihi cemaran udara dari industri
dan kegiatan rumah tangga. Hal ini sesuai dengan data kementrian lingkungan
hidup yang menyebutkan bahwa 70 % polusi udara di kota-kota besar disebabkan
oleh emisi gas buang kendaraan bermotor.
Peningkatan pemakaian kendaraan bermotor yang signifikan dari tahun ke
tahun tersebut akan membawa dampak meningkatnya pemakaian bahan bakar
minyak dan dengan sendirinya polusi udara dari emisi gas buang menjadi hal
yang tidak dapat terelakkan lagi. Dari sumber data statistik Direktorat Jendral
Perhubungan Darat menyebutkan bahwa pertambahan jumlah kendaraan
bermotor di Indonesia kini hampir mencapai 20 % per tahun dan cenderung tidak
dapat dibendung.
Kondisi ini diperparah dengan angka pertumbuhan jalan yang tidak
sebanding dengan pertumbuhan kendaraan bermotor yang hanya 2 % per tahun,
semakin memperpuruk kondisi udara diberbagai kota. Tingkat kemacetan yang
semakin luas bahkan kini muncul titik-titik kemacetan baru, semakin
meningkatkan pencemaran dan turunnya kualitas udara diberbagai kota..
Kota Semarang saat ini memang belum separah kota Jakarta. Namun
bukan berarti pula bahwa warga kota Semarang bisa bernapas lega di setiap sudut
kota. Setiap hari kita melihat bahwa banyak kendaraan yang berlalu-lalang di
jalan raya menyemburkan asap pekat dari berbagai macam jenis kendaraan
berbahan bakar bensin, belum lagi ditambah asap hitam kelam yang menghiasi
knalpot kendaraan berbahan bakar solar.
Titik-titik kemacetan di kota Semarang semakin luas dan kemacetan adalah
salah satu sumber dan factor yang menyebabkan tingginya angka polusi udara,
sementara masyarakat tetap tidak ada pilihan untuk menghirup udara yang bersih.
Kemacetan tersebut diakibatkan oleh bertambahnya pemakaian kendaraan
bermotor dari tahun-ketahun. Diperkirakan pada tahun 2006 ini jumlah kendaraan
di Ibu kota Jawa Tengah ini akan mencapai lebih dari 600.000 unit dengan angka
pertumbuhan setiap tahunnya hampir mencapai 15 %.
Dari jumlah tersebut justru kendaraan pribadi yang paling banyak
jumlahnya dibandingkan dengan kendaraan umum yang tidak lebih dari 5 % dari
total kendaraan yang ada. Sementara itu dilihat dari usia pemakaiannya kendaraan
yang dominan adalah kendaraan lama / tua ( 80 %) juga turut andil menjadi factor
dalam penyumpang tingginya angka pencemaran udara.
Berdasarkan hasil pemeriksaan uji petik emisi gas buang kendaraan
bermotor oleh Bappedal Provinsi Jawa Tengah termasuk kota Semarang
menunjukkan bahwa rata-rata 66,5 % emisi kendaraan bermotor tidak memenuhi
syarat baku mutu udara emisi yang telah ditetapkan. Sementara itu hasil uji emisi
yang dilakukan oleh Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2005 menunjukkan terjadinya pelanggaran emisi gas buang oleh
kendaraan bermotor sebesar 41,24 % meningkat 4,81 % dari tahun sebelumnya
Pemerintah melalui kementrian lingkungan hidup sebenarnya telah
melakukan upaya-upaya untuk mengendalikan pencemaran udara yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1999 dan program langit birunya yang
sering disebut Prolabir yang senantiasa disosialisasikan sejak tahun 1992. Dengan
semakin bergesernya waktu greget program tersebut samar-samar mulai hilang.
Dan pada akhirnya hasil program itu masih belum dapat dirasakan oleh
masyarakat dan justru ada indikasi pencemaran udara semakin sulit dikendalikan
dengan bertambahnya jumlah kendaraan bermotor.
Dengan hadirnya Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomer 5 tahun 2004
tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor di Provinsi Jawa
Tengah dan akan segera diberlakukannya uji emisi bagi kendaraan bermotor
umum dan pribadi menimbulkan kecemasan pemilik kendaraan yang sudah
berumur ( kendaraan tua) jika tidak lolos uji emisi, akibat kondisi kendaraan dan
mesin yang sudah udzur dimakan usia yang pada akhirnya menyebabkan
pembakaran menjadi semakin tidak sempurna dalam ruang bakar, secara logis
akan menaikan angka emisi gas buangnya.
Oleh sebab itu peneliti melakukan penelitian dengan memasang Catalytic
Converter pada system pembuangan gas pada kendaraan bermotor yang sudah
berumur tersebut (kendaran tua). Berdasarkan pada kenyataan diatas maka perlu
dilakukan suatu penelitian skala laboratorium untuk mengetahui pengaruh
variasi sudut penyalaan dan pemasangan Catalytic Converter pada
kendaraan tersebut, yang dirancang dan disain sedemikian rupa, tanpa
meninggalkan aspek sederhana, efisien dan murah. Kemudian dianalisis
pengaruhnya terhadap keluaran emisi gas CO dan HC sehingga penelitian ini
mengambil Judul “ Pengaruh Variasi Sudut Penyalaan dan Letak Catalytic
Converter Kuningan Terhadap Emisi Gas Carbon Monoksida dan Hidro
Carbon Pada Kendaraan Motor Bensin “.
Penggunaan kkuningan sebagai pengganti bahan katalis didasarkan oleh
beberapa hal, yaitu : material ini mudah didapatkan dipasaran, harga yang relatif
murah, memiliki sifat mampu bentuk ( mudah dibentuk ), tahan terhadap panas
tinggi dan memiliki ketahanan korositas. ( Tata Surdia, 1985 ). Pada penelitian
terdahulu menunjukkan penggunaan logam Kuningan mampu mereduksi
konsentrasi emisi gas CO cukup signifikan dengan berbagai variasi rpm. ( Subri,
2005 ). Pada penelitin ini pada variasi sudut penyalaan kendaraan dan letak
pemasangan Catalytic Converter.
1.2. RUMUSAN MASALAH.
Peningkatan jumlah kendaraan bermotor dari tahun ke tahun dan
penggunaan kendaraan yang sudah lama ( tua ) telah menimbulkan persoalan
peningkatan polusi udara yang cukup signifikan, oleh sebab itu perlu adanya suatu
teknologi rekayasa yang dapat membuat alat untuk mengurangi emisi gas buang
Carbon Monoksida yaitu berupa Catalytic Converter dengan katalis Kuningan
Kinerja kendaran bermotor atau mesin juga sangat dipengaruhi oleh sudut
penyalaan, oleh sebab itu perlu dikaji dan diteliti lebih dalam tentang pengaruh
variasi sudut penyalaan terhadap keluaran emisi gas buang kendaraan bermotor
( CO dan HC ).
Disamping itu perlu dikaji dan diteliti pula pengaruh letak pemasangan
Catalytic Converter Kuningan pada saluran gas buang terhadap keluaran emisi gas
buang kendaraan bermotor ( CO dan HC ).
Pada penelitian ini 3 hipotesis yang akan diuji adalah : pertama perubahan
variasi sudut penyalaan memiliki pengarus terhadap perubahan keluaran emisi gas
bunag kendaraan bermotor, kedua Letak pemasangan Catalytic Converter
memiliki pengaruh penurunan emisi gas CO dan HC yang berbeda. Ketiga,
pemakaian Catalytic Converter Kuningan dapat digunakan sebagai katalis
pengganti logam-logam katalis yang mahal dan jarang ( Pt, Pd dan Rd) yang tidak
rentan terhadap bahan bakar premium.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. POLUSI UDARA.
Polusi udara dapat dirasakan semakin hari kian meningkat terutama di
daerah yang kepadatan lalu-lintasnya cukup tinggi serta di lokasi industri yang
kurang memperhatikan dampak lingkungan ( Pramudya, 2001 ). Peningkatan
tersebut sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia baik dalam
bidang tarnsportasi maupun industri.
Secara definisi polusi adalah perubahn fisik, kimia dan biologi lingkungan
yang membahayakan kualitas hidup khususnya manusia, binatang, tanaman,
industri dan asset budaya maupun seni. Menurut badan kesehatan dunia ( WHO ),
polusi udara terjadi ketika di udara terdapat polutan udara ( zat-zat asing ) dalam
jumlah dan waktu ( periode ) tertentu yang dapat membahayakan manusia,
binatang, tanaman dan tanah. Secara umum polusi uadara dapat terjadi karena
kegiatan transportasi, industri, produksi maupun pertaniaan (Bachrun, 1993 ).
2.2. JENIS-JENIS POLUSI UDARA.
Polusi udara dapat dibedakan menjadi beberapa jenis ( Sitepoe, Mangku,
1997 ), seperti pada tabel di halaman berikut ini :
NO Pencemar Udara Jenisnya1
2
3
4
Menurut bentuknya
Menurut tempatnya
Menurut asalnya
Susunan kimia
1. Gas2. Partikel1. Indoor2. Outdoor1. Primer2. Sekunder1. Organik2. Anorganik
5 Ganguan Kesehatan 1. Iritansia2. Anestesia3. Aspeksia4. Toksis
Tabel 2.1. Jenis-jenis pencemar udara
2.3. SUMBER-SUMBER POLUSI UDARA.
Polusi udara dapat berasal dari berbagai macam sumber. Dari berbagai
sumber tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : sumber alami dan
sumber aktifitas manusia ( Pramudya, 2001 ).
Pada umumnya polusi udara yang disebabkan oleh factor alam (peristiwa
alami), seperti :
Debu akibat letusan gunung berapi.
Asap dan partikel dari kebakaran hutan.
Proses pembusukan sampah organic.
Debu yang berterbangan akibat tiupan angin.
Sedang polusi udara yang disebabkan karena aktifitas manusia, seperti :
Debu/partikel akibat dari kegiatan industri.
Penggunaan alat transportasi.
Penggunaan zat-zat kimia yang disemprotkan ke udara.
Stasiun-stasiun pembakaran.
2.4. POLUSI UDARA DARI SEKTOR TRANSPORTASI DARAT.
Polusi udara yang disebabkan oleh transportasi darat yang dinilai sangat
dominan salah satunya adalah gas buang kendaraan bermotor. Dimana kontribusi
terbesar dari seluruh polutan yang ada adalah gas Carbon Monoksida, seperti
terlihat pada tabel 2.2 ( Howard S. Peavy, 1985 ).
SUMBER Polusi ( dalam juta ton per tahun )
CO Particulate Sox HC Nox Total
Transportasi 69,1 1,4 0,9 7,8 9,1 88,3Pembakaran bahan bakar 2,1 1,4 19,0 0,2 10,6 33,3Proses industri 5,8 3,7 3,8 10,8 0,7 24,8Pembuangan limbah padat 2,2 0,4 0,0 0,6 0,1 3,3Lain-2 (kebakaran hutan, pemb. buangan pertanian)
6,2 0,9 0,0 2,4 0,2 9,7
Total 85,4 7,8 23,7 21,8 20,7 159,4Tabel 2.2. Sumber polusi udara, 1980
Sebuah kendaraan dari proses bekerjanya dapat menghasilkan polutan
berupa gas Carbon monoksida ( CO ), Hidrokarbon ( HC ), Nitorgen oksida ( Nox
), Sulfur Oksida ( SO2 ) dan Timbal ( Pb ) yang sering disebut sebgai polutan
primer ( Arya Wardhana, Wisnu, 1995 ).
Namun besar kecilnya keluaran polutan emisi gas buang kendaraan
bermotor terhadap lingkungan tergantung pada beberapa hal (Dirjen
Perhubungan Darat, 2000):
1. Kecepatan kendaraan bermotor.
2. Kualitas pengapaian.
3. Kepadatan lalu-lintas
4. Kilometer tempuh kendaraan bermotor.
5. Volume mesin kendaraan bermotor
6. Pemilihan bahan bakar.
Pada kendaraan bermotor tersebut, bagian yang menghasilkan gas polutan
( Heisler, 1995 ) adalah :
Crankease system ( rumah mesin ).
Sistem tangki bahan bakar.
Sistem saluran gas buang ( knalpot ).
2.5. TEKNOLOGI PENGONTROLAN EMISI.
Langkah-langkah dan usaha yang dilakukan untuk mereduksi gas buang
yang berbahaya pada kendaraan bermotor sudah banyak dilakukan terutama di
negara-negara maju. Metode dan teknik yang dilakukan ada beberapa macam,
antara lain dengan mengubah atau memodifikasi beberapa bagian dari kendaraan
bermotor. Metode yang biasanya dipakai dalam mereduksi gas buang kendaraan
bermotor yaitu :
Modifikasi Mesin.
Modifikasi pada saluran gas buang.
Modifikasi penggunaan bahan bakar atau system bahan bakarnya.
Pada penelitian ini, metode ke dua yang akan dipakai untuk mereduksi emisi
gas buang kendaraan bermotor yaitu dengan pembuatan dan pemasangan catalytic
converter pada saluran gas buang.
2.6. CATALYTIC CONVERTER.
Catalytic Converter merupakan sebuah converter ( pengubah ) yang
menggunkan media yng bersifat katalis, dimana media tersebut diharapkan dapat
membantu atau mempercepat terjadinya proses perubahan suatu zat ( reaksi kimia
sehingga gas seperti CO dapat teroksidasi menjadi CO2 ( Springer-Verlag New
York Inc, 1970 ). Media yang biasa digunakan sebagai katalis adalah logam yang
mahal dan jarang seperti Palladium, Platinum dan Stainless Steel ( Heinz Heisler,
1995 ).
Catalytic Converter yang umum dipakai ada berbagai macam bentuk,
secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua golongan ( William L.
Husselbee, 1985 ), yaitu :
1. Tipe Oksidasi
Sistem ini sering disebut juga Sigle bed Oksidation, mampu
mengubah CO dan HC menjadi CO2 dan H20. Catalytic jenis ini
beroperasi pada beroperasi pada kendaraan udara berlebih ( Excess air
setting ). Udara berlebih yang digunakan untuk proses oksidasi dapat
diperoleh melalui pengaturan campuran miskin ( Lean mixture setting )
atau system injeksi udara sekunder. Jenis ini banyak digunakan pada
motor diesel karena kemampuannya mengoksidasi zat-zat partikel dengan
mudah.
Gambar Sigle bed Oksidation
2. Tipe Duel Bed.
Pada system ini terdiri dari dua system katalis yang dipasang segaris.
Dimana gas buang pertama kali mengalir melalui Catalytic Reduksi dan
kemudian Catalytic Oksidasi. Sistem pertama ( bagian depan ) merupakan
kalatis reduksi yang berfungsi menurunkan emisi NOx, sedang system
kedua ( bagian belakang ) merupakan katalis oksida yang menurunkan
emisi HC dan CO. Mesin yang dilengkapi dengan system ini biasanya
dioperasikan dengan kondisi campuran kaya.
Gambar Dual bed Oksidation
3. Tree-Way Catalytic Converter.
Pada tipe ini dirancang untuk mengurangi gas-gas polutan seperti CO, HC
dan Nox yang keluar dari exhaust system dengan cara mengubah melalui
reaksi kimia menjadi CO2, Uap air ( H2O ) dan Nitrogen ( N2 ) ( Emission
Control Toyota, 2000 )
2.7. STANDAR EMISI GAS BUANG.
Standat emisi gas buang di tiap-tiap negara berbeda satu sama lainnya. Dimana
pada negara maju standar tersebut semakin ketat jika dibandingkan dengan
negara maju seperti Indonesia.. Satandar emisi gas buang kendaraan bermotor
yang berlaku di Indonesia untuk gas CO sesuai KEP 35/MENLH/10/1993 adalah
4,5 %.
Polusi udara dapat dirasakan semakin hari kian meningkat terutama di
daerah yang kepadatan lalu-lintasnya cukup tinggi serta di lokasi industri yang
kurang memperhatikan dampak lingkungan ( Pramudya, 2001 ). Peningkatan
tersebut sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan manusia baik dalam
bidang tarnsportasi maupun industri.
BAB IIITUJUAN DAN MANFAAT
3.1. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1) Mengkaji pengaruh variasi sudut penyalaan terhadap keluaran emisi gas
buang kendaraan bermotor ( CO dan HC ) sebelum dan sesudah
pemasangan Catalytic Converter Kuningan.
2) Mengkaji efektifitas letak pemasangan Catalytic Converter Kuningan
dalam pengurangan emisi gas Carbon Monoksida ( CO ) dan Hidro
Carbon ( HC ).
3) Mengetahui kapan saat penyalaan yang menghasilkan kandungan CO yang
minimum.
3.2. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran kepada masyarakat
dalam usaha mencari solusi alternatif dalam upaya pengurangan tingkat polusi
udara. Dengan pendekatan teknologi rekayasa dimungkinkan melakukan
modifikasi Catalytic Converter untuk mengurangi polusi udara yang sekaligus
menunjukkan fungsi teknologi di dalam membantu mengurangi persoalan
peningkatan pencemaran udara.
Penelitian ini juga membantu program pemerintah khususnya kota
Semarang di dalam mewujudkan program langit biru yang telah dicanangkan
sejak tahun 2001 dan bagi Dirjen Perhubungan Darat tidak perlu melakukan
pembatasan usia pemakaian kendaraan bermotor, tetapi cukup menyarankan
pemakaian Catalytic Converter untuk mengurangi emisi gas buang.