Post on 19-Mar-2019
73
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
4.1.1 PDAM Kabupaten Majalengka
4.1.1.1 Kerangka Regulasi
PDAM Kabupaten Majalengka didirikan tahun 1988 berdasarkan
perda no 11 tahun 1988 tentang pendirian PDAM Kabupaten Majalengka,
kemudian karena adanya penerapan otonomi daerah, perda pendirian
PDAM di rubah dengan perda no 26 tahun 2001. PDAM
KabupatenMajalengka berkedudukan sebagai Badan Usaha Milik Daerah
yang pengelolaannya di bawah pengawasan Bupati Majalengka melalui
Badan pengawas PDAM dan mempunyai tugas pokok yaitu
menyelenggarakan pengelolaan air minum untuk meningkatakan
kesejahteraan masyarakat yang mencakup aspek sosial, kesehatan,
pelayanan umum dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan.
Berdasarkan BAB II, pasal 2 Perda no 5 tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Air Minum Kabupaten Majalengka,
secara rinci PDAM mempunyai kedudukan sebagai berikut :
- Perusahaan Daerah Air Minum adalah Perusahaan Milik Pemerintah Daerah sebagai suatu alat kelengkapan Otonomi Daerah, yang berusaha di bidang penyediaan pelayanan air bersih/air minum bagi kepentingan umum di samping mendapatkan keuntungan.
- Perusahaan Daerah Air Minum di selenggarakan atas dasar ekonomi Perusahaan dalam kesatuan sistem pembinaan ekonomi Indonesia yang menjamin kelangsungan demokrasi ekonomi dan berfungsi sebagai
74
alat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. - Tujuan Perusahaan Daerah Air Minum adalah salah satu
sumber Pendapatan Asli Daerah dan sebagai sarana pengembangan perekonomian dalam rangka pembangunan daerah.
- Perusahaan Daerah Air Minum di pimpin oleh Direktur dan di bawah pengawasan suatu badan pengawas. Tugas Pokok Perusahaan Daerah Air Minum adalah menyelenggarakan pengelolaan air bersih/air minum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang mencakup aspek sosial, kesehatan, pelayanan umum dan memberikan kontribusi terhadap pendapatan.
Dalam rangka melaksanakan tugas pokoknya, Perusahaan Daerah
Air Minum mempunyai fungsi sebagai berikut:
- Memberikan pelayanan dan penyediaan air minum kepada pelanggan dan masyarakat pada umumnya di dalam wilayah Kabupaten Majalengka.
- Memberikan jasa pelayanan teknik kepada masyarakat yang berhubungan dengan air minum.
- Menyelenggarakan pemanfaatan sumebr sumber/potensi air, baik yang di atas maupun di bawah tanah dan meningkatkan pendapatan asli daerah.
Berdasarkan Keputusan menteri Dalam Negeri no 08 tahun 2000
tentang Pedoman Akuntansi Perusahaan Daerah Air Minum.Untuk
mendukung pelaksanaan Pedoman Akuntansi PDAM tersebut ditetapkan
penggolongan PDAM berdasarkan jumlah pelanggan yang dilayani oleh
PDAM, penggolongan PDAM ini sebagai dasar dalam menetapkan bentuk
organisasi PDAM.Dalam Pasal 3 Kepmendagri no 8 tahun 2000 di
nyatakan bahwa penggolongan tersebut di dasarkan pada :
1. Tipe A adalah PDAM yang jumlah pelanggannya sampai dengan 10.000 (sepuluhribu) sambungan pelanggan;
2. Tipe B adalah PDAM yang jumlah pelanggannya sebanyak 10.001 (sepuluh ribusatu) sampai dengan 30.000 (tiga puluh ribu) sambungan pelanggan;
3. Tipe C adalah PDAM yang jumlah pelanggannya
75
sebanyak 30.001 (tiga puluh ribusatu) sampai dengan 50.000 (lima puluh ribu) sambungan pelanggan;
4. Tipe D adalah PDAM yang jumlah pelanggannya sebanyak 50.001 (lima puluhribu satu) sampai dengan 100.000 (seratus ribu) sambungan pelanggan;
5. Tipe E adalah PDAM yang jumlah pelanggannya lebih dari 100.000 (seratus ribu)sambungan pelanggan.
Berdasarkan penggolongan PDAM tersebut, PDAM Kabupaten
Majalengka termasuk dalam kategori PDAM tipe B, karena saat ini jumlah
pelanggan PDAM Majalengka 14.913 SL. Sehingga susunan organisasi
PDAM Kabupaten Majalengka adalah terdiri dari 1 (satu) Direktur Utama
dan 3 (tiga) Kepala Bagian yang membidangiBagian Administrasi dan
Keuangan, Bagian Teknik dan Bagian Hubungan Langganan,masing-
masing bagian dapat memiliki minimal 4 dan maksimal 5 seksi. Untuk
UnitCabang dikepalai oleh seorang Kepala Unit setingkat Kepala Bagian
dan bertanggungjawab langsung kepada Direksi.
Dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No 8
Tahun 2000 tersebut, Pemerintah Kabupaten Majalengka mengeluarkan
Perda Nomor 05 Tahun 2006 tentang Struktur Organisasi dan Tatalaksana
Kerja PDAM. Direksi PDAM mempunyai 1 orang Direksi dan dibantu
oleh 3 orang Kepala Bagian serta para kepala cabang dan unit yang
berjumlah 10 cabang dan unit.
Susunan organisasi PDAM Kabupaten Majalengka adalah sebagai
berikut :
a. Badan Pengawas b. Direktur
76
c. Unsur Pembantu Direktur, terdiri dari: 1. Kepala Bagian Administrasi dan Keuangan,membawahkan:
- Sub bagian Administrasi Umum - Sub bagian Manajemen SDM - Sub bagian Keuangan - Sub bagian Pembukuan
2. Kepala bagian Hubungan Pelanggan, membawahkan: - Sub bagian Informasi dan Pengaduan Pelanggan - Sub bagian Pemasaran
3. Kepala Bagian Teknik, membawahkan: - Sub bagian Perencanaan Teknik - Sub bagian Produksi - Sub bagian Distribusi - Sub bagian Pemeliharaan dan Workshop
4. Kepala Cabang/unit, membawahkan: - Sub bagian Administrasi dan Keuangan - Sub bagian Teknik
Berdasarkan susunan organisasi diatas, cabang dan unit PDAM Kabupaten
Majalengka merupakan front liner Pelayanan, jumlah cabang dan unit saat ini ada
10 buah yang tersebar di 8 Kecamatan.Dalam operasionalnya cabang dan unit
menyelenggarakan 13 jenis Pelayanan kepada masyarakat. Namun, dari sisi
kedudukan, tugas, fungsi dan kewenangannya, cabang dan unit belum mempunyai
kekuatan yang ditetapkan oleh manajemen.Hal ini membuat pengambilan
keputusan di cabang dan unit tidak optimal.
Berdasarkan kondisi eksisting yang ada, dari 10 kantor cabang dan unit,
sebagian besar menyewa, sehingga tidak ada kepastian kantor Pelayanan yang
tetap, hal ini menyulitkan manajemen cabang dan unit dalam Pelayanan, karena
sewaktu waktu kantor dapat berpindah kalau tidak ada perpanjangan kontraknya.
Keterbatasan dana operasional kantor cabang dan unit, menimbulkan cabang dan
unit kesulitan dalam melakukan Inovasi Inovasi dalam Pelayanan yang
berimplikasi pada biaya.
77
4.1.1.2 Personil Pengelola
Sumber daya manusia memegang peranan yang sangat penting dalam
operasional dan pengelolaan PDAM, berdasarkan data terakhir dari PDAM
Kabupaten Majalengka tentang kondisi SDM dapat di gambarkan sebagai berikut;
Jumlah seluruh pegawai PDAM adalah 125 orang, yang terdiri dari 1 orang
direktur, 3 orang kepala bagian, 112 karyawan penuh, 3 orang karyawan 80 % dan
6 orang tenaga honorer. Di lihat dari tingkat pendidikannya, berdasarkan data dari
PDAM Kabupaten Majalengka di ketahui ; 24 orang tamatan Sarjana, 4 orang
Diploma 3, 90 orang tamatan SLTA, 6 orang tamatan SLTP dan 1 orang lulusan
Sekolah Dasar.
Dilihat dari sebaran jumlah pegawai PDAM dapat di rinci sebagai berikut :
42 orang pegawai merupakan pegawai yang di tempatkan di kantor Pusat,
termasuk di dalamnya direktur dan 3 kepala bagian, sedangkan 83 pegawai di
tempatkan di kantor cabang/ unit yang tersebar di 10 kantor cabang dan unit.
Peningkatan kapasitas pegawai dalam hal operasional dan manajemen
penyelenggaraan Pelayanan masih sangat terbatas di lakukan, terutama dalam hal
manajemen Pelayanan prima, pemasaran dan pelatihan kewirausahaan bagi
karyawan. Kondisi ini dapat berpengaruh pada Inovasi Inovasi karyawan dalam
memberikan pelayanan kepada pelanggan.
4.1.1.3 Sarana dan Prasarana
Sumber air baku yang digunakan berasal dari beberapa sumber air, yaitu
mata air, air permukaan dan air tanah dalam, dengan total kapasitas terpasang
sebesar 370 l/detik dan kapasitas termanfaatkan sebanyak 219 l/detik.
78
Tabel 1. Sumber air baku PDAM Majalengka
No Sumber Air Lokasi Kapasitas terpasang
1 Mata air Cilongkrang Ds Argalingga
24 lt/dt
2 Mata air Cisurian Ds Sukadana 50 lt/dt 3 Mata air Cipadung Ds Pajajar,
Rajagaluh 70 lt/dt
4 Mata air Cihaneut Ds Teja, Rajagaluh
7,5 lt/dt
5 Mata air Cibulakan Tarik
Ds Sunia, Banjaran
15 lt/dt
6 Mata air Citamba Ds Sunia 5 lt/dt 7. Mata air Cigowong 5 lt/dt 8. Mata air Sangiang
Meri Ds. Jagasari 5 lt/dt
9. Sungai Cilutung 20 lt / dt 10 Mata air Colom Cikijing 15 lt/dt 11 Sumur dalam 1
Tonjong Majalengka 15 lt/dt
12 Sumur dalam II cigasong
Majalengka 15 lt/dt
13 Sumur dalam III Kawunghilir
Majalengka 15 lt/dt
14 Sumur Dalam IV Cikalong
Sukahaji 5 lt/dt
Sumber Bussines Plan PDAM Majalengka, 2010
Sistem transmisi dari sumber air ke reservoir terdiri dari pipa berdiameter
4 - 8 inch dengan panjang pipa transmisi keseluruhan adalah sepanjang + 52 km
dengan kondisi masih cukup bagus. Panjang pipa distribusi yang ada saat ini
adalah sepanjang 230 km, sebagian besar pipa sudah melebihi umur pakainya, rata
rata umur pipa sudah lebih dari 28 tahun. Saat ini ada sebagian pipa distribusi
yang letaknya ada di As jalan sehingga akan menyulitkan apabila terjadi
kerusakan. Sistem pengaliran airnya dilakukan secara gravitasi.
79
Panjang pipa retikulasi diseluruh system sekitar 68.696 meter, kondisinya
kurang memenuhi syarat, karena sebagian besar pipa pada awalnya di disain untuk
Pelayanan perdesaan sehingga perlu penyesuaian dalam penggunaan pipa dengan
diameter yang sesuai.
4.1.1.4 Teknis Oprasional
PDAM Kabupaten Majalengka mempunyai 10 zona Pelayanan yang
tersebar di 8 Kecamatan, yang terdiri dari 6 cabang dan 4 unit.Jumlah sambungan
langganan saat ini berjumlah 14.913 SL. Pelanggan PDAM sebagian besar
merupakan pelanggan rumah tangga berjumlah 138.807 SL dan sisanya
merupakan pelanggan dalam kategori pelanggan non domestic. Tingkat Pelayanan
saat ini baru mencapai 5,8% dari jumlah penduduk administrasi atau 27,46% dari
jumlah penduduk daerah Pelayanan.
Sumber air baku yang digunakan berasal dari beberapa sumber air, yaitu
mata air, air permukaan dan air tanah dalam, dengan total kapasitas terpasang
sebesar 370 l/detik dan kapasitas termanfaatkan sebanyak 219 l/detik.
Sistem transmisi dari sumber air ke reservoir terdiri dari pipa berdiameter 4 - 8
inch dengan panjang pipa transmisi keseluruhan adalah sepanjang +52 km.
Panjang pipa distribusi yang ada saat ini adalah sepanjang 230 km, panjang pipa
retikulasi diseluruh system sekitar 68.696 meter. Sumber air baku di peroleh dari
3 sistem, yaitu mata air, pompa air dalam dan dari sungai.
Tingkat kehilangan air di PDAM Kabupaten Majalengka dihitung
berdasarkan selisih angka yang terjadi antara pencatatan meter kubik air di water
80
meter di cabang/unit dan pencatatan di meter pelanggan. Berdasarkan data dari
laporan bulanan pada bulan Desember 2010 tingkat kehilangan air yang tercatat
berkisar antara 24 % sampai 30% untuk seluruh system, dengan rata rata
kehilangan airnya sekitar 27% di seluruh system.
4.2Implementasi Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik di
PDAM Kabupaten Majalengka.
Undang-undang Dasar Tahun 1945 mengamanatkan negara wajib melayani
setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam
rangka pelayanan umum dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, oleh
karenanya dalam pemerintahan yang baik (good governance) harus selalu
diupayakan pelayanan yang tidak hanya berorientasi kepada hasil, tetapi harus
senantiasa bermuara kepada manfaat yang dihasilkan, yang pada hakekatnya
tercipta pelayanan publik yang prima.
Di era otonomi daerah saat ini, seharusnya pelayanan publik menjadi lebih
responsif terhadap kepentingan publik, di mana paradigma pelayanan publik
beralih dari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih
memberikan fokus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan
(customer-driven government) dengan ciri-ciri: (a) lebih memfokuskan diri pada
fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya
kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat, (b) lebih
memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat
mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang
81
telah dibangun bersama, (c) menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan
pelayanan publik tertentu sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang
berkualitas, (d) terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang
berorientasi pada hasil (outcomes) sesuai dengan masukan yang digunakan, (e)
lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat, (f) memberi akses
kepada masyarakat dan responsif terhadap pendapat dari masyarakat tentang
pelayanan yang diterimanya, (g) lebih mengutamakan antisipasi terhadap
permasalahan pelayanan, (h) lebih mengutamakan desetralisasi dalam pelaksanaan
pelayanan, dan (i) menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan.
Namun dilain pihak, pelayanan publik juga memiliki beberapa sifat antara lain:
(1) memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya, (2) memiliki
wide stakeholders, (3) memiliki tujuan sosial, (4) dituntut untuk akuntabel kepada
publik, (5) memiliki complex and debated performance indicators, serta (6)
seringkali menjadi sasaran isu politik (Mohamad, 2003)
Pada dasarnya pemerintah Kabupaten Majalengka telah melakukan
berbagai upaya agar menghasilkan pelayanan yang lebih cepat, tepat, manusiawi,
murah, tidak diskriminatif, dan transparan. Selain itu, Pemerintah juga sedang
menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Pelayanan Publik yang isinya
akan memuat standar pelayanan minimum. Namun, upaya-upaya yang telah
ditempuh oleh pemerintah di daerah nampaknya belum optimal. Salah satu
indikator yang dapat dilihat dari fenomena ini adalah pada fungsi pelayanan
publik yang banyak dikenal dengan sifat birokratis dan banyak mendapat keluhan
dari masyarakat karena masih belum memperhatikan kepentingan masyarakat
82
penggunanya. Kemudian, pengelola pelayanan publik cenderung lebih bersifat
direktif yang hanya memperhatikan/mengutamakan kepentingan
pimpinan/organisasinya saja. Masyarakat sebagai pengguna seperti tidak memiliki
kemampuan apapun untuk berkreasi, suka tidak suka, mau tidak mau, mereka
harus tunduk kepada pengelolanya. Seharusnya, pelayanan publik dikelola dengan
paradigma yang bersifat supportif serta lebih memfokuskan diri kepada
kepentingan masyarakatnya, pengelola pelayanan harus mampu bersikap menjadi
pelayan yang sadar untuk melayani dan bukan dilayani.
Salah satu tugas pemerintah yang sekaligus juga hak dari warga adalah
terselenggaranya pelayanan publik. Secara sederhana pelayanan publik meliputi
tiga aspek yaitu :
1. Administrasi 2. Pengadaan infrastruktur 3. Pemenuhan kebutuhan dasar (basic nedeed) Pelayanan publik saat ini bukan lagi sebatas program, bukan lagi sebuah
teori. Pelayanan publik harus sudah menjadi tindakan nyata setiap aparatur
pemerintah. Pelayanan publik merupakan tanggung jawab negara terhadap
rakyatnya yang dilaksanakan pemerintah dan memerlukan partisipasi semua
pihak.
Pemerintah telah menerbitkan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004
tetang Percepatan Pemberantasan Korupsi. Dalam kaitan dengan peningkatan
kualiats pelayanan publik, secara tegas dalam Inpres tersebut di perintahkan
kepada segenap jajaran aparatur untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada
masyarakat baik dalam bentuk barang, jasa, maupun administratif melalui
83
transparansi dan standarisasi pelayanan yang meliputi persyaratan, target waktu
penyelesaian dan tarif biaya yang harus dibayar oleh masyarakat untuk
mendapatkan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
menghapuskan biaya atau tarip diluar yang telah ditetapkan.
Salah satu tonggak penting dalam penyelenggaraan pembaharuan
pelayanan publik di daerah ditandai dengan diberlakukannya Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004. Adapun esensi Undang-Undang tersebut pada dasarnya
adalah desentralisasi atau pemberian otonomi daerah yang luas, nyata dan
bertanggung jawab. Dalam konsep manajemen pelayanan, desentralisasi adalah
salah satu cara memotong birokrasi, sehingga mempercepat pelayanan kepada
masyarakat.
Pada saat ini telah diberlakukan juga Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik yang intinya mengamanatkan negara berkewajiban
memenuhi kebutuhan setiap warga negara melalui suatu sistem pemerintahan
yang mendukung terciptanya penyelenggaraan pelayanan publik yang prima
dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar dan hak sipil setiap warga negara atas
barang publik, jasa publik, dan pelayanan administratif.
Pemerintah Kabupaten Majalengka terus menerus berupaya untuk
membangun good governance, atau tata kelola kepemerintahan yang baik agar
dapat bersaing dalam dunia perdagangan bebas di era globalisasi. Untuk
mewujudkan upaya atau strategi dan arah kebijakan serta program pembangunan
tersebut ditempuh melalui Strategi Gerakan Membangun Masyarakat Religius,
84
Maju dan Sejahtera (Gerbang Mas Remaja) yang ditempuh melalui 4 pilar
strategi prioritas pembangunan, yaitu :
1. Gerakan Pembangunan Masyarakat Cerdas, Sehat, Beragama dan
Berbudaya (Gerbang Cahaya).
Strategi Gerbang Cahaya dimaksudkan untuk peningkatan kualitas sumber
daya manusia sebagai kerangka landasan yang kokoh dalam meraih
kemajuan melalui upaya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat
(pendidikan, kesehatan), peningkatan keagamaan serta pelestarian budaya
dan kearifan lokal.
2. Gerakan Pembangunan Ekonomi Masyarakat (Gerbang Emas).
Strategi ini dimaksudkan untuk lebih memacu peningkatan kemajuan
perekonomian masyarakat melalui pendekatan ekonomi kerakyatan dengan
memanfaatkan potensi dan sumber alam serta unggulan daerah yang
dimiliki. Wilayah Kabupaten Majalengka adalah wilayah pertanian yang
dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat yang
lebih maju dan stabil.
3. Gerakan Pembangunan Pembangunan Pengentasan Kemiskinan Berbasis
Kecamatan dan Desa (Gerbang Kencana).
Gerakan ini dimaksudkan untuk lebih mempercepat dalam upaya
pengurangan tingkat kemiskinan dengan memecahkan berbagai
permasalahan yang menyebabkannya. Pemanfaatan potensi dan sumber
yang dimiliki melalui sinergitas program, penguatan kecamatan, dan
85
penguatan kapasitas pemerintahan desa serta pemberdayaan masyarakat
dalam pembangunan untuk mewujudkan desa yang mandiri.
4. Gerakan Pembangunan Pertumbuhan Modal Dan Investasi (Gerbang
Permata).
Gerakan ini dimaksudkan sebagai strategi percepatan pertumbuhan
ekonomi masyarakat melalui peningkatan investasi sesuai pengembangan
tata ruang kewilayahan dengan peningkatan pelayan pemerintah yang
optimal, cepat dan tepat yang ditunjang oleh kondisi masyarakat yang
partisipatif dan kondusif serta infrastruktur yang memadai.
Dengan strategi tersebut Pemerintah Kabupaten Majalengka berupaya
membuat terobosan dalam rangka memberikan kemudahan, kecepatan,
kenyamanan, keamanan dan kepastian dalam pelayanan publik masyarakat dalam
memenuhi standar pelayanan prima.Berdasarkan indicator - indikator
permasalahan yang ada di PDAM Kabupaten Majalengka yang menjadi latar
belakang penelitian ini, kiranya perlu di perhatikan bahwa sejak diberlakukannya
UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, pemerintah daerah sebagai
penyelenggara pelayanan dituntut untuk terus berupaya memperbaiki akses
maupun kualitas pelayanan yang diselenggarakannya serta tanggap (responsive)
terhadap kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan. Upaya perbaikan pelayanan
publik bidang pengelolaan sumberdaya air ini dilakukan secara efektif didasarkan
pada harapan pengguna layanan.Untuk memberikan pelayanan yang berkualitas,
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengka mendorong pegawai di
86
lingkungannya untuk mengikuti kegiatan pemberdayaan melalui pendidikan lanjut
dan pelatihan seperti pelatihan teknis, pelatihan manajemen dan berbagai
pelatihan lainnya, salah satunya dalam rangka Peningkatan Pelayanannya, PDAM
Kabupaten Majalengka dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik dan
mengimplemetasikan kebijakan peningkatan pelayanan manajemen alternatif
pelayanan publik sejalan dengan amanah dalam UU No. 25/2009 tentang
Pelayanan Publik bekerjasama dengan DSF World Bank mengimplementasikan
sistem manajemen strategis manajemen alternatif pelayanan publik. Hal ini
sejalan dengan Surat Mendagri (No 118/96/PUM) Tanggal 3 Juni 2010 tentang
penetapan daerah percontohan penerima program manajemen alternatif pelayanan
publik (MAPP/AMSD) dan surat penetapan dari sekertaris daerah Provinsi Jawa
Barat (No.061/2332/org) Tanggal 14 Juni 2010 yang menerangkan bahwa
Kabupaten Majalengka sebagai daerah percontohan penerima program untuk
dilaksanakan dan diawasi secara langsung oleh Kementrian Dalam Negeri.
Sistem manajemen strategis manajemen alternatif pelayanan publik tersebut
dilaksanakan secara partisipatif dengan melibatkan tim teknis dan pelanggan.
Adapun yang menjadi maksud dan tujuan program ini sejalan dengan keterangan
yang diberikan oleh informan sebagai berikut :
“adapun yang menjadi tujuan diimplementasikannya program MAPP adalah untuk menerapkan apa yang diamanahkan dalam regulasi terkait dan melaksanakan perbaikan kinerja pelayanan PDAM yang lebih baik dan didasari pada pelaksanaan yang sesuai dengan kode etik pelayanan1”.
1Hasil Wawancara dengan Konsultan MAPP Tanggal 10 Januari 2013.
87
Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan tersebut
menyatakan bahwa pada dasarnya yang menjadi tujuan diimplementasikannya
kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik di Kabupaten Majalengka
adalah dalam rangka mengimplementasikan berbagai kegiatan yang telah
diamanahkan dalam regulasi terkait untuk perbaikan pelayanan publik dan
pelaksanaan pelayanan bidang pengelolaan sumber daya air yang lebih baik.
Adapun dalam mengimplementasikan kebijakan manajemen alternatif pelayanan
publik tersebut dilaksanakan melalui kegiatan sosialisasi rencana aksi peningkatan
pelayanan PDAM, kesepakatan kinerja yang fleksibel, perbaikan standar
pelayanan serta menyiapkan dasar dasar draf kode etik pelayanan.
Sebagai alat untuk menganalisis bagaimana peran program
manajemen alternatif pelayanan public, maka diperlukan teori sebagai unit
analisis yang mendalam. Adapun teori yang menjadi rujukan penulis
adalah Model Implementasi Kebijakan Van Meter dan Horn menunjukan
bahwa kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat
ketercapaian standar dan tujuan tertentu yang harus dicapai. Adapun
keterkaitannya dengan penelitian ini, dimensi impelementasi kebijakan
Van Meter dan Horn digunakan untuk mempermudah proses analisis data
penelitian. Oleh karena itu implementasi kebijakan Manajemen Alternatif
Pelayanan Publik di PDAM Kabupaten Majalengka dianalisis melalui proses
aspek standar dan tujuan kebijakan, sumber – sumber kebijakan, komunikasi antar
organisasi yang efektif, ciri badan pelaksana, sikap para pelaksana, lingkungan
ekonomi, sosial dan politik sebagai berikut:
88
4.2.1.Aspek Standart dan Tujuan Kebijakan DalamImplementasi
Kebijakan Implementasi Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan
Publik di PDAM Kabupaten Majalengka.
Suatu kebijakan harus menegaskan standar dan tujuan kebijakan yang
harus di capai oleh para pelaksana kebijakan. Hal ini penting dilakukan karena
kinerja suatu kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat
tercapainya standar dan tujuan kebijakan tersebut. Oleh karena itu kebijakan
pemerintah akan efektif apabila tujuan dirumuskan dengan jelas, tepat dan
konsisten diantara pembuat kebijakan dengan para pelaksana sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Dimensi Kejelasan dan konsistensi tujuan akan
menyoroti isi kebijakan terutama yang terkait dengan tujuan kebijakan itu sendiri
dengan cara bagaimana mencapai tujuan kebijakan. Ketegasan dalam upaya
mencapai tujuan sangat penting agar para pelaksana mempunyai dasar hukum
yang kuat dalam melaksanakan kebijakan, khususnya kebijakan manajemen
alternatif pelayanan publik di PDAM Kabupaten Majalengka.
Kebijakan yang mengatur pelaksanaan kebijakan Manajemen Alternatif
Pelayanan Publik di PDAM Kabupaten Majalengka didasari atas diberlakukannya
UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik, pemerintah daerah Kabupaten
Majalengka sebagai penyelenggara pelayanan dituntut untuk terus berupaya
memperbaiki akses maupun kualitas pelayanan yang diselenggarakannya serta
tanggap (responsive) terhadap kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan.
PDAM Kabupaten Majalengka dalam rangka meningkatkan kualias
pelayanan publik dan mengimplemetasikan kebijakan peningkatan pelayanan
manajemen alternatif pelayanan publik sejalan dengan amanah dalam UU No.
89
25/2009 tentang Pelayanan Publik bekerjasama dengan DSF World Bank dengan
legalitas Surat Mendagri (No 118/96/PUM) Tanggal 3 Juni 2010 tentang
penetapan daerah percontohan penerima program manajemen alternatif pelayanan
publik (MAPP/AMSD) dan surat penetapan dari sekertaris daerah Provinsi Jawa
Barat (No.061/2332/org) Tanggal 14 Juni 2010 yang menerangkan dimana
Kabupaten Majalengka merupakan salah satu daerah percontohan penerima
program untuk dilaksanakan dan diawasi secara langsung oleh Kementrian Dalam
Negeri telah melakukan penyusunan sistem manajemen strategis manajemen
alternatif pelayanan publik.
Hal ini dipertegas lagi dengan adanya regulasi pokok atas desentralisasi
yang terangkum dalam tiga undang-undang yaitu Undang-undang Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 33 tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah dan Undang-undang
Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Ditetapkannya
ketiga undang-undang tersebut telah memberikan kekuatan baru bagi
pengembangan otonomi pemerintah daerah, di mana terdapat kejelasan arah yang
ingin dicapai dan fleksibilitas yang diberikan sudah lebih besar dari yang
sebelumnya. Artinya, daerah sudah diberi kewenangan yang lebih luas untuk
merencanakan, melaksanakan, mengawasi dan mengendalikan serta mengevaluasi
kebijakan-kebijakan daerah termasuk didalamnya untuk pelayanan publik melalui
Kebijakan Manajemen Alaternatif Pelayanan Publik.
Perumusan Visi PDAM Kabupaten Majalengka tentunya harus menunjuk
pada Visi Pelayanan Publik secara Nasional dipadukan dengan Visi
90
KabupatenMajalengkayaitu sebagai berikut :” Kabupaten Majalengka Maju Dan
Sejahtera Berlandaskan Masyarakat Yang Beriman Dan Bertaqwa.”
Adapun yang menjadi misinya yaitu sebagai berikut :
1. Mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang beriman, bertaqwa, sehat,
cerdas dan berkehidupan layak serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK).
2. Mewujudkan perekonomian daerah yang stabil, dengan bertumpu pada
pembangunan agribisnis berbasis ekonomi kerakyatan.
3. Mewujudkan infrastruktur yang proporsional dan berkelanjutan.
4. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.
5. Mewujudkan kelestarian lingkungan hidup.
Sejalan dengan visi dan misi Kabupaten Majalengka di atas, sejalan dengan
keerangan informan memberikan informasi lebih lanjut tentang aspek standart tujuan
dalam implementasi kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik sebagai berikut :
“PDAM Majalengka pada dasarnya merupakan lembaga otonom yang pengelolaanya merupakan tanggung jawab direksi dan manajemen perusahaan. Dalam penyelenggaraan MAPP telah dilakukan PDAM Majalengka yang dimulai dengan sosialisasi dan beragam rangkaian program lainnya yang tersusun dalam agenda program MAPP2”. Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan tersebut, pada dasarnya
PDAM Kabupaten Majalengka merupakan lembaga otonom yang pengelolaannya secara
penuh menjadi hak dan tanggung jawabmanajemen perusahaan. Hubungan dengan
pemerintah daerahsebagai pemilik perusahaan diformulasikan melalui
pembentukanBadan Pengawas yang terdiri dari unsur-unsur instansi pemerintahdaerah,
kalangan intelektual dan wakil pelanggan yang terkaitdengan operasional PDAM.
2Hasil Wawancara dengan Konsultan MAPP Tanggal 10 Januari 2013.
91
Kegiatan awal kebijakan MAPP telah dilakukan pada PDAM Majalengkadimulai
dengan kegiatan sosialisasi MAPP pada tahun 2010,dengan melibatkan Bagian
Organisasi, stakeholders terkait dan pelanggan yang dilaksanakan dengan metode
lokakarya. Kegiatan tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan assessment awal oleh
STC - Majalengka dan Tim Kelompok Kerja PDAM Majelengka untuk memetakan
kondisi pelayanan PDAM dan untuk mengetahui upaya/langkah apa saja yang telah
dilakukan oleh PDAM Majalengka dalam penyelenggaraan pelayanannya.
Temuan hasil pemetaan awal yang berkaitan dengan prosespenyelenggaraan
Pelayanan beserta instrument pendukungnya, dari aspek system manajemen strategis
menunjukkan bahwa perlu PDAM Kabupaten Majalengka perlu melakukan penyesuaian
dan redefinisi terhadap misi dan visi yang telah ada, hal ini di tujukan agar arah
pengembangan PDAM dan tujuan PDAM menjadi terarah dan terukur, karena visi dan
misi yang ada di nilai oleh tim teknis terlalu ambisius tidak sesuai dengan kemampuan
PDAM3.
Apa yang menjadi temuan dalam laporan konsultan MAPP tidak sejalan dengan
arah kebijakan pembangunan daerah di Kabupaten Majalengkayang sudah ditetapkan
unuk periode 2005-2025 yaitu untuk: 1) Mewujudkan kulalitas sumber daya manusia
melalui peningkatan derajat kesehatan, peningkatan kualitas pendidikan, peningkatan
pemahaman dan pengamalan agama, pengendalian jumlah penduduk, peningkatan peran
pemuda dan perempuan dalam pembangunan, peningkatan kualitas tenaga kerja dan
pengentasan bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial; 2) Mewujudkan
perekonomian yang stabil melalui pengembangan teknologi pertanian, peningkatan nilai
tambah produk pertanian, pengembangan industri unggulan, peningkatan iklim investasi,
peningkatan permodalan dengan sistem perbankan, peningkatan keanekaragaman dan
3Data Laporan Akhir Konsultan MAPP Kabupaten Majalengka 2012
92
mutu perdagangan, jasa dan ekspor, serta pengembangan potensi pariwisata; 3)
Mewujudkan infrastruktur yang proporsional dan berkelanjutan melalui peningkatan
kualitas dan kuantitas infrastruktur transportasi, peningkatan kualitas dan kuantitas
jaringan irigasi, peningkatan kualitas dan cakupan pelayanan air minum, peningkatan
pelayanan energi dan telekomunikasi, pengembangan perumahan rakyat, penanganan
persampahan, serta pemanfaatan dan pengendalian penggunaan ruang; 4) Mewujudkan
tata kelola pemerintahan yang baik melalui peningkatan kualitas aparatur, penegakkan
hukum, dan peningkatan partisipasi; 5) Mewujudkan kelestarian lingkungan hidup
melalui pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Berdasarkan hasil evaluasi internal yang dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Majalengka terhadap pencapaian hasil pembangunan pada tahap
pertama RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun sebelumnya juga mencermati
dinamika pembangunan Regional dan Nasional serta potensi atau modal dasar
yang dimiliki oleh pemerintah Kabupaten Majalengka, maka dalam rangka
peningkatan kesejahteraan masyarakat sasaran pembangunan bukan hanya
difokuskan pada pertumbuhan ekonomi, melainkan juga pada peningkatan
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini sejalan dengan keterangan yang
diberikan oleh informan sebagai berikut :
“Pengembangan kapasitas sumber daya manusia di Kabupaten Majalengka menjadi salah satu fokus sasaran untuk perbaikan pelayanan publik di Kabupaten Majalengka, dengan adanya program MAPP maka diharapkan kualitas penyelenggaraan air bersih di Kabupaten Majalengka dapat berjalan lebih baik dengan peran serta stakeholder terkait4”.
4Hasil wawancara dengan jajaran pimpinan PDAM Kabupaten Majalengka Tanggal 17 Januari
2013
93
Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan tersebut pada
dasarnya dalam peningkatan kualitas SDM, diharapkan mampu mengelola potensi
daerah secara optimal, memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan
pembangunan Kabupaten Majalengka serta mampu menempatkan manusia
sebagai titik sentral, sehingga masyarakat bukan hanya sebagai objek
pembangunan tapi juga sebagai subjek yang mampu berperan aktif dalam semua
proses kegiatan pembangunan.
Segala kebijakan yang telah ditetapkan dengan berpedoman pada
kebijakan yang lebih tinggi kenyataannya tidak diikuti oleh tersediannya anggaran
sebagaimana amanat undang – undang. Berdasarkan Anggaran belanja yang
ditetapkan dalam APBD Kabupaten Majalengka setelah Perubahan untuk tahun
2010 sebesar Rp. 51.288.160.508,00 dengan capaian realisasi sebesar Rp.
43.437.295.948,00 atau 84,69% dari anggaran belanja. Belanja Pegawai, dengan
capaian realisasi sebesar Rp. 17.754.199.183,00 atau 97,51% dari target anggaran
sebesar Rp. 18.207.913.358,00. Belanja Barang dan Jasa, dengan capaian realisasi
sebesar Rp. 6.680.030.800,00 atau 76,68% dari target anggaran sebesar Rp.
8.712.133.000,00. Belanja Modal,dengan capaian realisasi sebesar Rp.
19.033.065.965,00 atau 77,98% dari target anggaran sebesar Rp.
24.368.114.150,00.5
Terlaksananya program pelayanan publik melalui kebijakan
pengembangan manajemen alternatif pelayanan publik di PDAM Kabupaten
Majalengkamemberikan dampak pada kegiatan perencanaan anggaran yang
5Data APBD Majalengka 2012
94
seharusnya disusun berdasarkan pendekatan kinerja dengan menggunakan standar
analisa belanja. Mekanisme peningkatan pelayanan publik dilakukan dengan
berpedoman pada Peraturan Menteri Pendayagunan Aparatur Negara Nomor 25
Tahun 2009.
Tiap tahun kebutuhan akan kegiatan meningkat tetapi anggaran selalu
mengacu pada anggaran sebelumnya. Situasi ini berdampak pada tidak optimalnya
pelayanan administrasi kantor secara umum karena kurang tersedianya kebutuhan
administrasi perkantoran, dan khusus aktivitas peningkatan Pelayanan Publik.
Selain itu pula Tidak mampu mengakomodir program dan kegiatan prioritas di
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengka sehingga pencapaian
kinerja dalam rangka mewujudkan visi/misi pelayanan publik yang prima tidak
tercapai sesuai harapan. Permasalahan lain terkait dengan kendala dalam
menetapkan satu kebijakan publik di Kabupaten Majalengka diterangkan oleh
informan dalam penelitian ini sebagai berikut :
“dalam menetapkan satu kebijakan saya pikir ini sama terjadi pada daerah lain juga. Dalam penetapan satu kebijakan publik dalam tahapan perumusannya yang meibatkan legislatif seringkali dipermasalahkan substansi dari kebijakan yang cenderung diliputi oleh beragam kepentingan kelompok dan golongan. hal ini menimbulkan polemik tersendiri6”. Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan tersebut, sering
munculnya permasalahan dalam proses penetapan suatu kebijakan publik, baik
pada tahap perumusannya oleh lembaga legislatif maupun penetapannya. Secara
umum yang dipermasalahkan adalah kesesuaian dari substansi kebijakan itu
6Hasil wawancara dengan informan dari pemerintah Kabupaten Majalengka tanggal 10 Januari
2013.
95
dengan kepentingan kelompok sasaran kebijakan (masyarakat) yang akan terkena
dampak (impact) dari ketentuan kebijakan yang bersangkutan. Ketidaksesuaian
substansi kebijakan dengan kepentingan kelompok sasaran akan berakibat
masyarakat yang menjadi sasaran (target group) dari kebijakan publik itu sendiri
justru menentang akan kehadiran kebijakan.
Suatu kebijakan harus dirumuskan secara jelas dan konsisten, hal itu
menyangkut tujuan dan sasaran yang ingin diwujudkan serta cara
mengimplementasikannya. Kebijakan yang dilaksanakan oleh para pelaksana
biasanya belum dijelaskan secara rinci, oleh karena itu pemerintah harus
menerjemahkannya kedalam bentuk juklak dan juknis yang diatur dengan jelas,
lengkap dan konsisten. Standar dan tujuan kebijakan yang ditegaskan dalam isi
kebijakan tertentu harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan. Untuk
mencapainya diperlukan ketegasan karena tingkat kinerja kebijakan pada
dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan tujuan
sehingga dapat disajikan pedoman untuk mengevaluasi apakah suatu kebijakan itu
berhasil atau mengalami kegagalan.
Kesulitan dalam menentukan sasaran dan tujuan kebijakan terutama
terletak pada aspek pengidentifikasikannya. Sejalan dengan pendapat Van Horn
dan Meter (1975 : 464) dimana terdapat dua penyebab mengapa identifikasi
sasaran dan tujuan kebijakan seringkali menenuhi kesulitan, yaitu pertama
disebabkan oleh bidang program yang terlalu luas dan sifat tujuan kompleks.
Kedua akibat dari kekaburan-kekaburan dan kontradiksi-kontradiksi dalam
pernyataan ukuran-ukuran dasar dan tujuan kebijakan.
96
Berdasarkan hasil lapangan yang mengacu pada data yang telah
dikemukakan dalam penelitian ini, berkaitan dengan ketepatan akan sasaran
kebijakan dalam kebijakan manajemen alternatif pelayanan publlik yang ada di
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengka tentunya akan berdampak
pada tercapainya tujuan dari kebijakan itu sendiri. Melalui ketepatan sasaran dan
ketepatan anggaran dalam kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik
itusendiri akan dapat membantu pemerintah dalam melakukan prediksi- prediksi
dan estimasi yang digunakan untuk mendorong, memfasilitasi dan
mengkoordinasikan kegiatan pelayanan di lingkungan Perusahaan Daerah Air
Minum Kabupaten Majalengka sehingga dapat mempercepat peningkatan kualitas
pelayanan publikbidang sumber daya air yang ada di Kabupaten Majalengka.
4.2.2.Aspek Sumber - Sumber Kebijakan Dalam Implementasi Kebijakan
Implementasi Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik di
PDAM Kabupaten Majalengka.
Salah satu aspek penyebab tidak tercapainya tujuan kebijakan adalah
terbatasnya sumber kebijakan baik tenaga kerja maupun sarana dan prasarana
serta waktu yang ada sehingga hasil yang diinginkan tidak tercapai. Kesadaran
dalam membentuk organisasi sebagai alat untuk mencapai tujuan seringkali sulit
terlaksana karena sumber – sumber organisasi sangat terbatas, dimana suatu
organisasi tentunya seringkali berhadapan dengan aspek efisinesi dan efektivitas.
Sumber-sumber kebijakan sangat penting dalam implementasi kebijakan
yang efektif. Tanpa sumber-sumber kebijakan yang dirumuskan di atas kertas
mungkin hanya akan menjadi rencana dan tidak pernah ada realisasinya. Yang
97
menyebabkan tidak tercapainya tujuan kebijakan antara lain terbatasnya sumber-
sumber, baik tenaga, material, waktu dan sebagainya. Sumber-sumber yang layak
diperhatikan dalam menunjang keberhasilan implementasi kebijakan mencakup
dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar
implementasi yang efektif. Sumber-sumber yang mendukung kebijakan yang
efektif meliput: sejumlah personil yang memiliki pengetahuan dan kemampuan,
kewenangan, information dan fasilitas.
Dalam mengimplementasikan kebijakan manajemen alternatif pelayanan
publik di Kabupaten Majalengkadalam implementasinya telah didukung oleh
sumberdaya manusia yang terdiri dari aparatur Diinas Pemerintah Daerah, kepala
PDAM, pelaksana dan pengawas. PDAM Kabupaten Majalengka termasuk dalam
kategori PDAM tipe B, karena saat ini jumlah pelanggan PDAM Majalengka
14.913 SL. Sehingga susunan organisasi PDAM Kabupaten Majalengka adalah
terdiri dari 1 (satu) Direktur Utama dan 3 (tiga) Kepala Bagian yang
membidangiBagian Administrasi dan Keuangan, Bagian Teknik dan Bagian
Hubungan Langganan,masing-masing bagian dapat memiliki minimal 4 dan
maksimal 5 seksi.
Untuk Unit Cabang dikepalai oleh seorang Kepala Unit setingkat Kepala
Bagian dan bertanggungjawab langsung kepada Direksi. PDAM Kabupaten
Majalengka mempunyai 10 Kantor Cabang dan unit yang tersebar di 9
Kecamatan, dengan jumlah karyawan sebanyak 125 orang, yang terdiri dari 1
orang direktur, 3 orang kepala bagian, 112 karyawan penuh, 3 orang karyawan 80
% dan 6 orang tenaga honorer. Di lihat dari tingkat pendidikannya, berdasarkan
98
data dari PDAM Kabupaten Majalengka di ketahui ; 24 orang tamatan Sarjana, 4
orang Diploma 3, 90 orang tamatan SLTA, 6 orang tamatan SLTP dan 1 orang
lulusan Sekolah Dasar. Tingkat Pelayanan saat ini baru mencapai 5,8% dari
jumlah penduduk administrasi atau 27,46% dari jumlah penduduk daerah
Pelayanan, dengan tingkat kehilangan air yang tercatat berkisar antara 24 %
sampai 30% untuk seluruh system, dengan rata rata kehilangan airnya sekitar 27%
di seluruh sistem7.
Berdasarkan kondisi eksisting yang ada di Perusahaan Daerah Air
Minum Kabupaten Majalengka tersebut, dalam menjalankan kebijakan pelayanan
publik yang telah ditetapkan melalui program Manajemen Alaternatif Pelayanan
Publikdengan segala keterbatasan yang ada dalam penyelenggaraan pelayanan
publik PDAM Kabupaten Majalengka, membutuhkan peran serta yang tinggi dari
sumber daya manusia yang ada. Sumber daya aparatur PDAM Kabupaten
Majalengka dengan jumlah 125 orang secara kuantitas dapat dikatakan cukup
memadai untuk mengimplementasikan kebijakan manajemen alternatif pelayanan
publik yang ada. Akan tetapi keberadaan aparatur tersebut harus diikuti dengan
kemampuan untuk dapat menjalankan dan mengelolah keuangan berdasarkan
program kerja yang ada dengan tidak menyenyampingkan permasalah pelayanan
publik lainya yang mendesak dilakukan.
Potensi sumber daya yang dimiliki oleh PDAM Kabupaten Majalengka
dalam mengimplementasikan Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik
sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan dalam penelitian ini juga
7Data perusahaan daerah air minum Kabupaten Majalengka 2012
99
tidak dapat lepas dari ketersediaan sarana penunjang seperti gedung, sarana
pendukung kegiatan, perkantoran dan sampai pada kejelasan informasi yang
disampaikan dari kantor pusat hingga kantor wilayah PDAM di Kabupaten
Majalengka.
Staf atau personilyang ada di PDAM Kabupaten Majalengka pada
dasarnya merupakan sumber daya yang paling esensial dalam implementasi
kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik, karena banyak terjadi dalam
pengimplementasian kebijakan yang gagal ternyata dipengaruhi oleh kemampuan
personil yang kurang handal. Jumlah personil yangbanyakpun tidak menjamin
suksesnya suatu implementasi kebijakan, apabila tidak dibarengi dengan
keterampilan dan keahlian. Namun di sisi lain kekurangan staf juga akan
menimbulkan persoalan yang pelik dalam implementasi kebijakan.
Persoalan lain dalam pelaksanaan kebijakan adalah faktor sumber daya
anggaran hal ini sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan sebagai
berikut:
“Tentu saja dalam mengimplementasikan anggaran merupakan satu hal yang menentukan, kalo tidak ada anggaran bagaimana mengimplementasikan kebijakan. Namun menurut hemat saya bagaimanapun dana bukan merupakan jaminan berhasil tidaknya implementasi kebijakan. semuanya kembali ke faktor SDM yang memiliki peranan penting8”.
Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan, pada dasarnya
sumber daya anggaran dalam mengimpelementasikan kebijakan MAPP bukan
merupakan alternatif jawaban terhadap kesulitan yang mungkin timbul. Karena
8Hasil wawancara dengan pihak pelaksana di PDAM Kab. Majalengka Tanggal 21 Januari 2013
100
bagaimanapun besarnya dana, bila tidak dibarengi dengan sistem manajemen yang
baik, akan tetap sulit untuk mencapai efektifitas implementasi dari suatu
kebijakan.
Bila melihat beragam fenomena tersebut, terlihat bahwa pentingnya
faktor sumber daya manusia pelaksana dalam mengimplementasikan kebijakan
dalam setiap aktivitas pemerintahan. Hal ini dikarenakanmanusialah yang
merupakan pelaku dan penggerak proses mekanisme dalam sistem pemerintahan.
Oleh sebab itu, agar mekanisme pemerintahan tersebut berjalan dengan baik dan
sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka manusia atau subyek atau pelakunya
harus baik pula.
Keberadaan sumber daya dalam mengimplementasikan kebijakan
manajemen alternatif pelayanan publik di Kabupaten Majalengka memiliki arti
dan peranan yang besar dalam kehidupan organisasi Perusahaan dasera air minum
Kabupaten Majalengka. Tercapainya tujuan organisasi dengan cepat dan mudah
adalah sumbangan yang besar dari sumber daya. Sumber daya manusia di
lingkungan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengka sejalan dengan
keterangan yang diberikan oleh informan, merupakan sumber daya yang memiliki
peranan yang besar dalam mempengaruhi keberhasilan pencapaian suatu tujuan
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengka.Halini terlihat
dalammefaksanakan kegiatan baik dalam organisasi publik maupun privat
keberadaan sumber daya manusia sangat diperhitungkan.
Dalam organisasi apapun baik organisasi swasta maupun pemerintah,
sumber daya manusia menentukan kelangsungan hidup organisasi tersebut. Dalam
101
organisasi pemerintah, sumber daya manusia sangat berperan dalam menjabarkan
makna dari fungsi pemerintahan dan mampu menterjemahkan serta melaksanakan
fungsi- fungsi pemerintahan tadi dengan efektif dan efesien.
Kebijakan yang diberlakukan di suatu organisasi yang dibuat secara jelas
dan mudah agar dapat dijadikan pedoman kerja pegawai dalam melaksanakan
pekerjaannya. Unsur manusia di dalam organisasi, mempunyai kedudukan yang
sangat strategis, karena manusialah yang bisa mengetahui input-input apa saja
yang perlu diambil dari lingkungan dan bagaimana caranya untuk mendapatkan
input-input tersebut, tehnologi dan cara yang dianggap tepat untuk mengolah atau
mentranformasikan input-input tadi menjadi output yang memberikan keinginan
publik (lingkungan).
Kemampuan aparatur PDAM Kabupaten Majalengka sebagai sumber
daya manusia dalam suatu organisasi sangat penting arti dan keberadaannya bagi
peningkatan produktivitas kerja di lingkungan pelayanan publik bidang air bersih.
Manusia merupakan salah satu unsur terpenting yang menentukan berhasil atau
tidaknya organisasi dalam mencapai tujuan dan menggembangkan misinya.
Pengelolaan seluruh kegiatan sumber daya manusia perlu didasarkan pada suatu
manajemen sehingga pemberdayaannya dapat optimal.
Pemeliharaan sumber daya manusia di lingkungan PDAM Kabupaten
Majalengka menjadi sangat strategis karena pengelolaannya membutuhkan
kebijakan yang menyeluruh dari organisasi. Pencapaian tujuan organisasi
membutuhkan pemberdayaan seluruh komponen yang ada dalam organisasi
termasuk sumber daya manusia. Kualitas personil sumber daya manusia yang
102
melaksanakan kebijakan sangat penting, karena personil yang kurang atau tidak
berkualitas akan mengurangi kapasitas pelaksanaan. Dimensi sumber daya
manusia ini memiliki dua karakteristik yang harus dipenuhi agar mampu menjadi
pelaksana kebijakan yang baik yaitu :
1) Terpenuhinya jumlah yang cukup, dimana indikatomya adalah jumlah personil dibandingkan dengan beban kerja, jumlah kelompok sasaran, serta luas wilayah
2) Memiliki kemampuan yang sesuai dengan jenis pekerjaan .
Kapabilitas disini meliputi kemampuan teknik, kemampuan manajerial,
pemahaman mengenai substansi kebijakan yang akan dilaksanakan, serta
sikap/perilaku (attitude), yaitu keinginan dan rasa tanggung jawab untuk
keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Hal lainya dari aspek sumber daya adalah
tersedianya informasi yang terwujud dalam dua bentuk yaitu : (1) kejelasan
mengenai langkah tindakan yang harus dilaksanakan dan (2) informasi dalam
bentuk data yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan.
Informasi merupakan sumber penting kedua dalam implementasi.
Informasi mempunyai dua bentuk, yaitu pertama informasi bagaimana
memperoleh dan mempertimbangkan informasi yang sesuai untuk merumuskan
kebijakan. Kedua, informasi yang esensial dan berhubungan dengan data yang
tepat tentang ketaatan personil terhadap peraturan pemerintah. Kurangnya
informasi akan berakibat beberapa kebijakan tidak pernah dilaksanakan dan
kurangnya staf yang memadai merupakan masalah utama dalam mendapatkan
data yang diperlukan. Demikian pula fasilitas yang memadai juga merupakan
103
sumber penting dalam implementasi, tanpa fasilitas implementasi kebijakan
mungkin dapat berjalan, tetapi belum optimal.
Demikian pula hanya dengan wewenang (authority) dalam kaitannya
dengan sumber daya . Wewenang merupakan kekuasaan untuk mengambil
keputusan yang membimbing tindakan-tindakan individu lainnya. Wewenang
merupakan hubungan antara individu, satu atasan lainnya bawahan. Kewenangan
dapat dipahami sebagai kekuasaan atau hakyang diberikan atau didelegasikan,
keputusan untuk mengambil keputusan ataumengadili, bertindak atau memerintah
yang harus dibedakan dengan istilah kesewenang-wenangan (authocracy-
authocratic). Oleh karena itu, karenadidelegasikan maka kewenangan harus
dipertanggungjawabkan (the obligation to act answer and responsibility).
Wewenang merupakan sumber lain yang penting. Wewenang ada dalam
banyak bentuk, dari memberi bantuan sampai memaksakan perilaku. Wewenang
yang memadai seringkali langkah terutama dalam hal mengatur personil-personil
lain. Pada saat yang lain, para pelaksana mempunyai wewenang formal. Tetapi
dibatasi oleh penggunaannya. Kurangnya wewenang yang efektif disadari oleh
para pejabat, dan karena itu mereka membutuhkan kerjasama dengan pelaksana-
pelaksana lain jika mereka ingin melaksanakan program dengan berhasil. Tanpa
kewenangan yang cukup, implementor tidak dapat melakukan tindakan-tindakan
tertentu untuk mencapai tujuan kebijakan. Artinya, kewenangan merupakan salah
satu aspek yang menentukan efektivitas implementasi suatu kebijakan.
Ajaran Max Weber (1864-1920) menyatakan bahwa kewenangan
pemerintah adalah bersifat legal-rasional sehingga birokrasi didorninasi oleh
104
sernangat "formalistic-impersonality" yang kemudian dibantah oleh Chester I.
Barnard bahwa bangunan birokrasi diuji oleh kenyataan "whether orders are
accepted by those who receive them" yang pada dasarnya tidak mengakui
paradigma hirarkhis dan top bottom model ofauthority. Kewenangan hirarkhis
yang diberikan "secara tertulis (formal)" dan "atas perintah atasan ", atau "saya
hanya pelaksana saja" tidak berlaku karena selain tidak efisien (birokrasi dibentuk
oleh Weber dalam rangka efisiensi), juga rnengabaikan tanggung jawab
implernentator, melemparkan kernbali kesalahan dan tanggungjawab ke atas.
Tidaklah pentingnya juga dalam aspek sumber daya adalah tersedianya
sumber keuangan (financial capacity) untuk membiayai kegiatan implementasi
kebijakan. Keterbatasan anggaran ini merupakan salah satu kendala yang dialami
oleh pemerintah khususnya Pemerintah Daerah, untuk membiayai implementasi
kebijakan baik itu kebijakan daerah sendiri, maupun kebijakan yang dibuat dan
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Hal tersebut dikemukakan oleh Rasyid
(1997:148) : " Masalah pembiayaan yang dihadapi adalah kurangnya kemampuan
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, baik karena
terbatasnya sumber-sumber penerimaan yang ada maupun karena kurang
intensifuya pengembangan dan penggarapan sumber-sumber penerimaan potensial
yang dimiliki".
Keterbatasan sumber daya keuangan dalam upaya pemenuhan kebutuhan
pelayanan publik air bersih yang prima di Kabupaten Majalengka diakomodir
dengan adanya kebijakan dari pemerintah pusat melalui kebijakan manajemen
alternatif pelayanan publik. Peningkatan mutu pelayanan publik di
105
KabupatenMajalengka menjadi sangat berarti. Hal ini terlihat walaupun daerah
dalam kondisi keterbatasan alokasi anggaran pelayanan publik dari APBD namun
kepedulian Pemerintah Pusat sangat besar dibuktikan dengan pemberian program
Manajemen Alternatif Pelayanan Publik untuk perbaikan kualitas pelayanan
publik di Kabupaten Majalengka.
Faktor ketidakcukupan anggaran untuk membiayai implementasi
kebijakan ini dialami oleh banyak Pemerintah Daerah di negara-negara
berkembang. Cheema dan Rondinelly (1983: 305) menggambarkan hasil kajian
beberapa sarjana antara lain di Brazilia, dimana penerimaan daerah dari pajak
setiap tahun makin menurun. Di Meksiko juga terjadi ketidakseimbangan
penerimaan anggaran, antara total penerimaan anggaran daerah yang hanya
mencapai kurang dari 10% total anggaran nasional.
Pentingnya sumber daya keuangan bagi pembiayaan pelaksanaan
kebijakan menjadikan aspek anggaran sebagai faktor yang sangat penting dalam
aktivitas Kebijakan Publik. Pembahasan berkisar diantara upaya untuk
memperoleh besarnya anggaran yang diperlukan, proses pengelolaannya serta
pemanfaatan agar berjalan dengan efektif dan efisien. Oleh karena itu, ada
pendekatan bercabang dalam hal penganggaran ini, yaitu : pendekatan politik,
ekonomi, hukum dan manajerial.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dipahami bahwa faktor sumber
daya, khususnya sumber daya manusia dalam mengimplementasikan kebijakan
manajemen alternatif pelayanan publik di Kabupaten Majalengka merupakan
faktor penting. Dengan kualitas sumber daya manusia yang memadai, pengelolaan
106
alokasi anggaran untuk pelayanan publik yang baik akan dapat membantu PDAM
Kabupaten Majalengka dalam melayani masyarakat melalui peningkatan
pelayanan publik yang ada.
Implementasi kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik
membutuhkan dukungan aparat pelaksana dilapangan sehingga dapat mencapai
sasaran atau tujuan. Aparat pelaksana PDAM Kabupaten Majalengka yang ada
dilapangan mengetahui secara mendalam bagaimana suatu kebijakan itu dapat
dilaksanakan dengan efektif, karena mereka lebih mengetahui apa yang menjadi
kebutuhan dari masyarakat. Pemahaman situasi dan kondisi masyarakat membuat
aparat pelaksana menjadi diperhitungkan dalam mengimplementasikan suatu
kebijakan.
Dukungan sumber daya dalam implementasi kebijakan manajemen
alternatif pelayanan publik di Kabupaten Majalengka akan terlihat dari ketepatan
jumlah yang ada baik ketepatan jumlah sumber daya manusianya, sumberdaya
keuangan maupun sarana dan prasarana lainnya. Anggaran merupakan wujud
komitmen dari budget holder kepada pemberi kewenangan. Keberhasilan dalam
implementasi kebijakan manajemen alternatifpelayanan publik akan dilihat dari
tercapainya target anggaran dan efisinensi pelaksanaan anggaran. Ketepatan
dalam jumlah angaran akan merupakan alat yang efektif untuk mengendalian dan
penilaian kinerja. Ketepatan jumlah tersebut akan terlihat dan diketahui selain dari
pencana kerja yang telah ditetapkan, juga melalui koordinasi dan komunikasi
yang terjadi antar unit kerja. Ketepatan jumlah anggaran yang disusun dengan
107
baik akan mampu mendeteksi terjadinya inkonsistensi suatu unit kerja dalam
pencapaian tujuan organisasi.
4.2.3.Aspek Komunikasi Dalam Implementasi Kebijakan Implementasi
Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik di PDAM
Kabupaten Majalengka.
Komunikasi merupakan proses kegiatan atau hubungan seseorang baik
melalui hubungan langsung maupun lambang-lambang agar orang lain mengerti
maksud dan tujuan tertentu. Komunikasi adalah instrumen kebijakan yang
berfungsi untuk mengalirkan perintah-perintah dan arahan dari sumber pembuat
kebijakan atau keputusan kepada mereka yang diberi tanggungjawab untuk
melaksanakannya. Komunikasi dikatakan efektif, jika pesan disampaikan oleh
pengirim pesan sama dengan apa yang diterima oleh penerima pesan itu.
Sedangkan implementasi akan berjalan efektif bila ukuran-ukuran dan tujuan
dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab dalam pencapaian
kebijakan.
Dalam Implementasi kebijakan, sering timbul masalah yang disebut
kompleksitas tindakan bersama. Dalam kenyataannya komunikasi di dalam dan
antar organisasi merupakan suatu proses yang kompleks dan sulit. Hal ini
disebabkan karena implementasi kebijakan biasanya menyangkut berbagai pihak
atau unit organisasi sehingga dalam pelaksanaanya diperlukan koordinasi.
Koordinasi dan komunikasi diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat
dalam program sudah barang tentu bukanlah sekedar menyangkut persoalan
mengkomunikasikan informasi ataupun membentuk struktur-struktur informasi
108
yang cocok, bukan menyangkut pula persoalan yang lebih mendasar yaitu praktek
pelaksanaan kekuasaan. Kejelasan tujuan dalam suatu kebijakan perlu ditunjang
dengan pola komunikasi interorganisasi secara jelas yang memudahkan para
pelaksana kebijakan memahami apa yang menjadi tujuan kebijakan.
Pemanfaatan teknologi informasi dankomunikasi dalam
menunjangaktivitas pelayanan publik telah menciptakanberbagai peluang dan
inovasi. Di sektortelekomunikasi, teknologi informasi dankomunikasi telah
memungkinkankita mengirimkan pesan singkat melaluifasilitas short message
service (SMS).Masih segar dalam ingatan bahwadulu untuk mengirim pesan
singkat harus menghubungi call center dariperusahaan pager, menyampaikan
isipesan kepada operator, untuk kemudianoperator mengetikkan dan
mengirimkanpesan ke pager teman. Konvergensiyang terjadi antara dunia
teknologiinformasi dengan telekomunikasi telahmemungkinkan kita
menggunakanfasilitas e-mail, mengakses Internet,melakukan transfer rekening
dan banyakhal lainnya dengan menggunakan telepongenggam yang kini harganya
lebihmurah dari pager. Di sektor perbankan,teknologi informasi dankomunikasi
telah memungkinkan hadirnyaAnjungan Tunai Mandiri (ATM), InternetBanking,
Phone Banking, SMS Banking,yang memberikan banyak pilihan bagiseorang
nasabah untuk melakukantransaksi. Penetrasi teknologi khususnyateknologi
informasi dankomunikasi telah hadir dalam berbagai bentukdan semakin
menyentuh banyak aspekkehidupan sehingga pada akhirnya semua menerimanya
sebagai sebuahkeniscayaan, sebagai suatu hal yangtidak bisa dihindari karena
sudahmenjadi bagian dari kehidupan.
109
Teknologi informasi dankomunikasi juga diharapkan dapat
menghadirkanberbagai inovasi untuk meningkatkankualitas pemerintah dalam
melayanimasyarakat umum, masyarakat bisnis,dan juga sesama lembaga
pemerintah.Kritikan yang dilontarkan terhadaplayanan pemerintah seperti
misalnyaungkapan “kalau bisa dibuat susahmengapa mesti dibuat mudah”
adalahcermin harapan masyarakat agar layananpemerintah dapat lebih cepat,
lebihmudah, lebih profesional, dan lebihtransparan. Pemanfaatan teknologi
informasi dankomunikasi dalamproses pemerintahan juga diharapkandapat
meningkatkan efisiensi, efektivitas,transparansi, dan
akuntabilitaspenyelenggaraan pemerintahan.
Beberapa daerah telahberinovasi dengan membentuk unitpelayanan
terpadu termasuk Kabupaten Majalengka yang mempermudahdan mempercepat
pelayanan kepadamasyarakat. Masyarakat tidak perlu lagiberkunjung dari satu
tempat ke tempatlain, dari satu instansi pemerintah keinstansi pemerintah lainnya,
untukmendapatkan layanan yang dibutuhkan.Mereka cukup mendatangi satu
tempatyang dinamakan Pelayanan Terpadu dansemua urusan dapat diselesaikan
disana.Bahkan saluran pelayanan lain sepertimisalnya SMS, portal webmulai
diperkenalkan.
Faktor transparansi dihadirkan denganpemberian informasi yang jelas
mengenaijenis perijinan, waktu penyelesaian, sertabiayanya.
Kenyamananberurusan dengan pemerintah jugadihadirkan dengan penataan
fasilitaspelayanan yang tampil ramah danprofesional dalam melayani masyarakat.
Hal ini pula yang dalam kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik
110
merupakan hal mendasar yang menjadi arahan untuk perbaikan pelayanan publik
bidang air bersih di Kabupaten Majalengka.Masyarakat tidak perlu lagi antri
sambilberdiri namun cukup mengambil nomorantrian dari mesin pencetak
otomatis seperti yang seringditemui di bank. Perubahanyang terjadi juga
dilakukan terhadapberbagai kelengkapan untuk memperlihatkanperformanceyang
lebih baikseperti misalnyaseragam pelayan masyarakat yang lebihramah serta
berbagai poster pelayanan publik bidang air bersih di Kabupaten Majalengka. Hal
ini sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan sebagai berikut :
“Dalam perbaikan pelayanan publik bidang air bersih yang kami lakukan tentunya sejalan dengan apa yang menjadi tujuan impelementasi program MAPP. intinya perubahan ke arah yang lebih baik. Dalam hal Komunikasi tentunya hasilnya PDAM kabupaten Majalengka setelah adanya program MAPP harus dapat lebih mampu untuk menyampaikan pesan yang komunikatif sesuai dengan tujuan PDAM Kabupaten Majalengka9”. Hadirnya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009tentang Pelayanan
Publik semakinmenegaskan pentingnya menghadirkanpelayanan publik yang
berkualitas.Dalam UU tersebut dinyatakan bahwapelayanan publik haruslah
berasaskankepentingan umum, kepastian hukum,kesamaan hak, keseimbangan
hak dankewajiban, profesional, partisipatif, tidakdiskriminatif, terbuka, akuntabel,
tepatwaktu, cepat, mudah, dan terjangkau.
Undang-undang tersebut juga menyebutkan bahwamasyarakat berhak
mengetahuikebenaran isi, mengawasi pelaksanaan,mendapatkan tanggapan
ataspengaduan, mendapatkan pemenuhanpelayanan, mendapatkan pelayananyang
9Hasil wawancara dengan pimpinan PDAM Kabupate Majalengka, Tanggal 21 Januari 2013
111
berkualitas dan bahkan dapatmengadukan penyimpangan pelayanankepada
Komisi Ombudsman.Pemenuhan hak tersebut tentunya jugaharus diimbangi
dengan kewajibanmasyarakat untuk mematuhi danmemenuhi ketentuan dan
peraturansebagaimana dipersyaratkan, memeliharasarana, prasarana, dan/atau
fasilitaspelayanan publik, dan berpartisipasi aktif.
Teknologi informasi dankomunikasi, tentunyadapat berperan untuk
meningkatkanefisiensi, efektivitas, transparansi, danakuntabilitas
penyelenggaraan pelayananpublik. Maklumat pelayanan, standarpelayanan, serta
berbagai ketentuandan peraturan dapat diwujudkan denganmemanfaatkan
teknologi informasi dankomunikasi sehingga prosespelayanan dapat menjadi lebih
cepatdan lebih mudah. Penyelenggara jugaakan merasa lebih aman karena
aturankepatuhan telah terwujudkan dalamteknologi yang digunakan.
Kehadiran Undang-undnag Nomor 11 Tahun 2008 tentangInformasi dan
Transaksi Elektronik, juga semakin menguatkan peran teknologi informasi
dankomunikasi dalam pelayanan publik. Pasal 4 dalamUU Informasi dan
Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa teknologi informasi dankomunikasi
jugaditujukan untuk meningkatkan efektivitasdan efisiensi pelayanan publik. UU
ITEjuga menegaskan bahwa InformasiElektronik maupun Dokumen
Elektronikserta hasil cetaknya merupakan alat buktihukum yang sah seperti
tertulis di Pasal 5.Kemudian di Pasal 11 disebutkan bahwatanda tangan elektronik
juga memilikikekuatan hukum dan akibat hukum yangsah. Kesemua hal di atas
memberikanrasa aman dan kepastian hukum dalampemanfaatan teknologi
informasi dankomunikasi untuk menunjangpenyelenggaraan pelayanan publik.
112
Dalam menyelenggarakan pelayananpublik, badan publik juga terikat
denganUU No. 14 tentang KeterbukaanInformasi Publik (UU KIP) untuk
dapatmenyampaikan informasi secara terbuka.Hal ini berarti bahwa siapa saja
yangmenjalankan tugas dan fungsi dengandana yang bersumber dari
APBN/APBDdan sumbangan dana publik, harusmenyampaikan informasi secara
terbukakepada masyarakat kecuali informasiyang dikecualikan seperti
misalnyainformasi strategi dan rahasia bisnisyang menjadi hak perusahaan,
informasirahasia negara, informasi intelijen, daninformasi yang bersifat
pribadi.Keterbukaan informasi publik menjadisarana untuk
mengoptimalkanpengawasan publik terhadappenyelenggaraan negara dan
badanpublik lainnya serta segala sesuatuyang berakibat pada kepentinganpublik.
Di dalam UU KIP disebutkanbahwa setiap informasi publik bersifatterbuka dan
dapat diakses oleh setiappengguna informasi publik (Pasal 2 ayat1) dan setiap
orang berhak memperolehinformasi publik sesuai dengan ketentuanUU KIP
(Pasal 4 ayat 1).Lebih rinci lagi, dalam Pasal 4ayat 2disebutkan bahwa setiap
orang berhakmelihat dan mengetahui informasipublik,menghadiri pertemuan
publik yangterbuka untuk umum untuk memperolehinformasi publik,
mendapatkan salinaninformasi publik melalui permohonan sesuai dengan UU
KIP, dan/ataumenyebarluaskan informasi publik sesuaidenganperaturan
perundang-undangan.Masih dalam pasal yang sama, di ayat4disebutkan bahwa
setiap pemohoninformasi publik berhak mengajukangugatanke pengadilan apabila
dalammemperoleh informasi publik mendapathambatanatau kegagalan sesuai
denganketentuan UU KIP.Hadirnya UU KIP semakin menegaskanpentingnya
113
menyelenggarakanpelayanan publik yang profesional, tidakdiskriminatif, terbuka,
dan akuntabel
Di dalam implementasi kebijakan prospek-prospek tentang implementasi
yang efektif ditentukan oleh kejelasan (clarity), ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan
yang dinyatakan dan oleh ketepatan (accuracy) dan konsistensi (consistency)
dalam mengkomunikasi ukuran-ukuran dan tujuan-tujuan tersebut. Pendapat
senada juga dikemukakan oleh Edwards (1980 : 126), yang membahas tiga hal
kepentingan dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmition (transmisi),
consistency (konsistensi) dan clarity (kejelasan). Lebih lanjut dijelaskan bahwa,
persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan efektif adalah bahwa mereka
yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan.
Hal tersebut tentunya sangat tergantung pada sejauhmana pesan disampaikan
dengan baik.
Jika kebijakan akan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan,
maka petunjuk-petunjuk pelaksana tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana
kebijakan, tetapi juga komunikasi kebijakan tersebut harus jelas (clarity). Jika
petunjuk-petunjuk pelaksana itu tidak jelas, maka para pelaksana (implementor)
akan mengalami kebingungan. Di samping itu bawahan dapat mempunyai
keleluasaan untuk mempunyai pandangan yang mungkin berbeda dengan atasan.
Aspek lain dari komunikasi adalah persoalan konsistensi. Keputusan-
keputusan yang bertentangan akan membingungkan dan menghalangi staff
administratif dan menghambat mereka untuk melaksanakan kebijakan dengan
efektif. Walaupun perintah-perintah yang disampaikan kepada para pelaksana
114
kebijakan mempunyai unsur kejelasan, tetapi bila perintah tersebut bertentangan
maka perintah tersebut tidak akan memudahkan para pelaksana kebijakan
menjalankan tugasnya dengan baik. Disamping itu perintah-perintah yang tidak
konsisten akan mendorong para pelaksana mengambil tindakan yang sangat
longgar dalam menafsirkan dan mengimplementasikan kebijakan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat konsistensi keputusan menyangkut kerumitan
kebijakan publik, masalah-masalah yang mengawali program-program baru dan
akibat banyaknya ketidakjelasan tujuan. Ketidakkonsistenan seperti halnya
kekaburan berasal dari semakin besarnya kepentingan yang bersaing yang
berusaha untuk mempengaruhi implementasi kebijakan.
Implementasi kebijakan pelayanan publik dalam bidang air bersih di
Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Majalengkaberkaitan dengan aspek
komunikasi dalam program manajemen alternatif pelayanan publik sangat jelas
terlihat tingkat perubahannya, hal ini sejalan dengan keterangan yang diberikan
oleh informan yang memberikan informasi sebagai berikut :
“salah satu program dalam MAPP ini adalah perbaikan kualitas pelayanan. tentunya dalam peningkatan kualitas pelayanan harus dapat memberikan pelayanan maksimal. pelaksana harus komunikatif dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Oleh karena itu pelayanan dalam program MAPP menjadi kegiatan unggulan. dalam peningkatan kapasitas pelayanan yang komunikatif dalam program MAPP ini seluruh sumber daya manusia yang ada khususnya bagian pelayanan di PDAM Kabupaten Majalengka mendapatkan pendidikan khusus dengan tenaga profesional yang ahli dibidangnya. dan ini sangat bermanfaat10”.
10Hasil wawancara dengan informan Konsultan MAPP tanggal 21 Januari 2013
115
Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan, memberikan
informasi tentang perbaikan proses komunikasi yang ada di lingkungan PDAM
Kabupaten majalengka sebelum dan sesudah diberlakukannya program MAPP.
Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan setelah diberlakukannya
program MAPP ini kegiatan pelayanan jauh lebih baik terlebih dari sisi
Komunikasinya.
Selaku perpanjangan tangan dari pemerintah kabupaten, PDAM
Kabupaten Majalengka didalam menjalankan tugas dan tanggung jawab yang
telah diberikan kewenangan untuk dapat mengkomunikasikan dengan seluruh
aparat pelaksana di dalam pelayanan publik bidang air bersih. Dengan
keterbatasan dana yang ada, Kepala PDAM memiliki kewajiban untuk
menjelaskan kepada Cabang PDAM tentang segala apa yang telah ditetapkan
untuk dilaksanakan. Situasi yang ada di PDAM Kabupaten Majalengka
memperlihatkan bagaimana pentingnya komunikasi yang harus dijalankan oleh
implementor kebijakan pelayanan publik bidang air bersih. Untuk dapat
menjalankan komunikasi dengan baik diperlukannya kemampuan berbahasa,
kejelasan informasi, ketepatan penggunaan sarana komunikasi sehingga pesan
ataupun informasi yang disampaikan dapat diterima dengan baik.
Permasalahan pelayanan publik memiliki keterkaitan dengan kepentingan
masyarakat umum termasuk didalamnya pengusulan, penetapan dan penggunaan
anggaran untuk membiayai pelayanan publik khususnya bidang air bersih
yangmenjadi bahasan dalam penelitian ini. Keterlibatan kelompok kepentingan,
SKPD maupun PDAM Kabupaten Majalengka itu sendiri dalam hubungannya
116
dengan pelayanan publik bidang air bersih memerlukan proses komunikasi dan
koordinasi yang tepat dan baik. Komunikasi merupakan salah satu kunci bagi
tercapainya koordinasi. Koordinasi merupakan media untuk menghasilkan
keputusan – keputusan yang efektif. Hal ini didiorong oleh besar tidaknya
partisipasi masing – masing bagian yang akan dilibatkan untuk menyetujui apa
yang harus dicapai, apa yang harus mereka lakukan, kapan pekerjaan itu harus
dilakukan dan kapan berakhir. Sebagai konsekwensi dari implementasi kebijakan
pelayanan publik, tumpang tindih, benturan dan kesimpangsiuran ataupun
kekakuan yang mudah menimbulkan kelambanan dan berbelitnya prosedur
pelaksanaan perlu untuk dikoordinasikan, diinterpretasikan dan disinergikan untuk
saling mendukung.
Untuk menjamin suatu kebijakan agar dapat diimplementasikan
sebagaimana yang diinginkan seperti halnya implementasi kebijakan perbaikan
pelayanan publik melalui program manajemen aternatif pelayanan publik maka
petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan,
tetapi juga isi dari komunikasi tersebut harus jelas. Sering kali instruksi yang
diteruskan pada implementor bersifat kabur dan umum serta tidak menetapkan
kapan dan bagaimana suatu program harus dilaksanakan. Ketidak jelasan pesan
komunikasi yang disampaikan dalam implementasi kebijakan akan mendorong
terjadinya interpretasi yang salah dan bahkan mungkin bertentangan dengan
tujuan kebijakan.
Setiap unit kerja pemerintah termasuk didalamnya unit pelayanan publik
khususnya PDAM Kabupaten Majalengka terlibat dalam proses implementasi
117
kebijakan yang ada. Melalui proses ini terlihat bahwa anggaran sebagai alat
koordinasi dan komunikasi (Coordination and Communication Tool). Anggaran
yang mampu mendeteksi setiap tahapan kerja yang dapat menunjukkan ketepatan
maupun kejelasan penggunaan dan pemanfaatan, oleh karenanya anggaran harus
dikomunikasikan sampai ke seluruh bagian organisasi untuk dilaksanakan.
Komunikasi menempati urutan teratas mengenai apa saja yang harus
dibuat dan dikerjakan untuk menghasilkan motivasi efektif, usaha-usaha
komunikatif berpengaruh terhadap antusiasme kerja. Melalui komunikasi maka
dapat memberikan keterangan tentang pekerjaan yang membuat karyawan PDAM
dapat bertindak dengan rasa tanggung jawab pada diri sendiri yang pada waktu
bersamaan dapat mengembangkan semangat kerja para pegawai. Adanya kerja
sama yang harmonis ini diharapkan dapat meningkatkan kerja para pegawai,
karena komunikasi berhubungan dengan keseluruhan proses pembinaan perilaku
manusia dalam organisasi.
Salah satu tantangan besar di dalam komunikasi organisasi adalah
bagaimana menyampaikan informasi keseluruh bagian organisasi dan bagaimana
menerima informasi dari seluruh bagian organisasi. Proses ini berhubungan
dengan aliran informasi dimana dalam aliran informasi ada tiga cara yaitu
serentak, berurutan dan kombinasi keduanya. Maka dalam hal itu sangat
dibutuhkan suatu kerja sama yang baik, baik dengan kepala sekolah, guru kelas
dengan orang tua yang tergabung dalam paguyuban kelas dalam hal pemberian
laporan ataupun informasi baik yang berkaitan dengan perkembangan anak serta
kebutuhan – kebutuhan sekolah yang urgen untuk dipenuhi. Komunikasi sebagai
118
proses pemberitahuan dari satu pihak ke pihak lain yang dapat berupa rencana-
rencana, instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, saran-saran dan lain sebagainya.
Komunikasi merupakan alat utama untuk menyempurnakan hubungan
dalam organisasi. Tidak adanya komunikasi akan mengakibatkan timbulnya salah
pengertian, dan bila dibiarkan akan mempengaruhi kehidupan organisasi, baik
pimpinan maupun para pegawai di lingkungan PDAM Kabupaten Majalengka.
Disini akan dikemukakan definisi komunikasi antara lain: dikemukakan oleh
Nitisemito, (1982;239) bahwa komunikasi adalah proses pemberitahuan dari satu
pihak ke pihak lain yang dapat berupa rencana-rencana, petunjuk-petunjuk, saran-
saran dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Handoko, (1995; 271) komunikasi
adalah proses pemindahan pengertian dalam bentuk atau informasi dari seseorang
ke orang lain.
Jalinan interaksi komunikasi dalam sebuah organisasi, dapat diandaikan
sebagai metamorfosis (perubahan perilaku dalam organisasi) yang selalu berusaha
keras agar komunikasi di dalam dan di luar organisasi selalu berjalan secara
terbuka, jujur, dan jelas. Artinya efektivitas organisasi dalam upaya pencapaian
tujuan sangat bergantung dari bagaimana jalinan interaksi komunikasi yang
berlangsung baik secara internal antar sesama unit-unit organisasi dalam
berkoordinasi dan menjalankan fungsinya maupun secara eksternal memberikan
informasi mengenai pelaksanaan tugas dan fungsinya itu kepada publik. Jalinan
interaksi komunikasi baik secara internal maupun eksternal itu dimaksudkan
untuk terbangunnya saling pertukaran informasi.
119
Pola hubungan komunikasi yang terbangun dalam suatu organisasidapat
berupa komunikasi tata muka langsung maupun dengan perantaraan media/
saluran komunikasi. Blake dan Haroldsen (1972:28) dan Sandjaja (1994:25)
menggambarkan pola komunikasi organisasi bahwa:
Komunikasi organisasi menunjuk kepada pola dan bentuk komunikasi yang terjadi dalam konteks dan jaringan komunikasi. Komunikasi organisasi melibatkan bentuk-bentuk komunikasi antarpribadi dan komunikasi kelompok. Bahkan Komunikasi organisasi ini memiliki karakteristik yang demikian dominan dalam komunikasi interpersonal yang terfokus pada interaksi secara tatap muka.
Bangunan komunikasi organisasi sebagaimana dikemukakan tersebut di
atas menunjuk pada suatu proses saling pertukaran informasi yang dilakukan
secara sendiri-sendiri maupun dalam kelompok organisasi baik formal maupun
informal berkenaan dengan tugas dan fungsi keorganisasian dan dapat
berlangsung secara tatap muka.
Pemerintah dalam menyelenggarakan fungsi pelayanan publik selalu
berinteraksi atau berkomunikasi baik antar sesama individu dalam organisasi,
organisasi dengan organisasi atau dengan masyarakat. Selama jalinan interaksi itu
berlangsung terjadi proses pertukaran informasi. Hakikat komunikasi organisasi
adalah perilaku pengorganisasian, yakni bagaimana sumber daya organisasi
melaksanakan fungsinya dan saling berinteraksi serta memberi interpretasi makna
atas proses interaksi yang sedang terjadi. Oleh karena itu Pace dan Faules
(2000:33) mengemukakan bahwa “fokus perhatian komunikasi organisasi adalah
pada transaksi verbal dan non verbal yang sedang terjadi”.
120
Penyelenggaraan pelayanan publik tidak dapat berjalan dengan baik
tanpa dukungan nyata dari masyarakat. Peran serta masyarakat merupakan wujud
nyata dalam partisipasinya sehingga penyelenggaraan pelayanan publik dapat
berjalan dengan baik. Dalam penerapan konsep good governance,
penyelenggaraan pemerintahan termasuk didalamnya penyelenggaraan pelayanan
air bersih memerlukan peran serta masyarakat sebagai bagian dari domain good
governance yaitu pemerintah, swasta dan masyarakatserta masyarakat termasuk
didalamnya dalam bentuk partisipasi dalam pembangunan.
Pentingnya peran aktif dalam menyelenggarakan pelayanan publik dapat
dijelaskan dalam konteks partisipasi. Partisipasi publik berhubungan erat dengan
kedua belah pihak; pemerintah dan masyarakat. Melalui sisi pemerintah, bisa
melihat penerapan kebijakan dan pengunaan teknik-teknik manajemen dalam
pemberian pelayanan kepada masyarakat sekaligus dalam rangka penegakkan
peraturan, sedangkan pada sisi masyarakat adalah keterlibatan dalam berdisiplin
dan menaati aturan, serta dukungan langsung dalam proses pemberian pelayanan
publik.
Peran pada sisi pemerintah, penggunaan teknik-teknik manajerial dalam
pemberian pelayanan kepada masyarakat dilakukan dengan cara menyiapkan dan
memanfaatkan seluruh sumber daya organisasi yang dimiliki untuk mencapai
tujuan. Sedangkan peran pada sisi masyarakat adalah partisipasi aktif baik dalam
hal ketaatan, maupun dukungan langsung dalam proses penyelenggaraan
pelayanan publik.
121
Oleh karenanya penyelenggaraan pelayanan publik haruslah mendapat
dukungan partisipasi dari masyarakat termasuk pelayanan air bersih di Kabupaten
Majalengka. Konsep partisipasi masyarakat terhadap fungsi pelayanan yang
diberikan pemerintah dapat berupa partisipasi dalam hal mentaati pemerintah,
membangun kesadaran hukum, kepedulian terhadap peraturan yang berlaku, dan
dapat juga berupa dukungan nyata dengan membantu secara langsung proses
penyelenggaraan pelayanan umum.
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan pelayanan publik dapat
diwujudkan melalui partisipasi dalam pembuatan keputusan, partisipasi dalam
penerapan keputusan, partisipasi dalam menikmati hasil, serta partisipasi dalam
evaluasi. Warga masyarakat diharapkan ikut serta merencanakan, melaksanakan,
memelihara, dan menikmati hasil pembangunan. Pada taraf perencanaan, warga
masyarakat diharapkan ikut bermusyawarah untuk menentukan apa yang akan
dilaksanakan dan bagaimana cara melaksanakannya. Partisipasi dalam
pelaksanaan meliputi kerja gotong royong dan memberi sumbangan pikiran,
tenaga, atau harta benda. Bentuk partisipasi dalam pemeliharaan antara lain ikut
mengawasi dan merawat hasil pembangunan.
4.2.4.Aspek Badan Pelaksana Kebijakan Dalam Implementasi Kebijakan
Implementasi Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik di
PDAM Kabupaten Majalengka.
Dalam melihat karakteristik badan-badan pelaksana, pembahasan ini
tidak lepas dari struktur birokrasi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa struktur birokrasi
diartikan sebagai "karakteristik-karakteristik, norma-norma dan pola-pola
122
hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang
mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka
miliki dengan menjalankan kebijakan". Birokrasi merupakan salah satu badan
yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan.
Dengan merujuk peran tersebut, maka struktur birokrasi merupakan faktor yang
fundamental untuk dikaji dalam implementasi kebijakan. Ripley (1985:10),
menjelaskan bahwa, "struktur birokrasi pelaksana, yang meliputi karakteristik,
norma dan pola hubungan, sangat berpengaruh terhadap keberhasilan suatu
implementasi". Pendapat senada juga disampaikan oleh Affan (1998:14),
bahwa,"birokrasi pemerintah bukan hanya sebagai salah satu proses variabel yang
mempengaruhi proses implementasi kebijakan".
PDAM Kabupaten Majalengka merupakan lembaga otonom
yangpengelolaannya secara penuh menjadi hak dan tanggung jawabmanajemen
perusahaan. Hubungan dengan pemerintah daerahsebagai pemilik perusahaan
diformulasikan melalui pembentukanBadan Pengawas yang terdiri dari unsur-
unsur instansi pemerintahdaerah, kalangan intelektual dan wakil pelanggan yang
terkaitdengan operasional PDAM.
Kegiatan awal pelaksanaan manajemen alternatif pelayanan publiksejalan
dengan keterangan informan telah dilakukan pada PDAM Majalengkadimulai
dengan kegiatan sosialisasi PMKP3 pada tahun 2010,dengan melibatkan Bagian
Organisasi, stakeholders terkait danpelanggan yang dilaksanakan dengan metode
lokakarya. Kegiatantersebut ditindaklanjuti dengan melakukan assessment awal
olehSTC - Majalengka dan Tim Kelompok Kerja PDAM Majelengka
123
untukmemetakan kondisi pelayanan PDAM dan untuk mengetahuiupaya/langkah
apa saja yang telah dilakukan oleh PDAMMajalengka dalam penyelenggaraan
pelayanannya.Temuan hasil pemetaan awal dalam pelaksanaan Manajemen
Alternatif Pelayanan Publik yang berkaitan dengan prosespenyelenggaraan
Pelayanan beserta instrument pendukungnya,dari aspek system manajemen
strategis menunjukkan bahwa perluPDAM Kabupaten Majalengka perlu
melakukan penyesuaian danredefinisi terhadap misi dan visi yang telah ada, hal
ini di tujukanagar arah pengembangan PDAM dan tujuan PDAM menjadi
terarahdanterukur, karena visi dan misi yang ada di nilai oleh tim teknisterlalu
ambisius tidak sesuai dengan kemampuan PDAM.Selain itu dari aspek tata
laksana Pelayanan perlu melengkapiinstrument pendukung dalam Pelayanan,
seperti SOP Pelayanan,Maklumat Pelayanan, slogan Pelayanan, karena selama ini
PDAMbelum pernah menyusun standar Pelayanan publik dan
maklumatPelayanan, sedangkan SOP yang ada belum di terapkan.
Di atur dalam pasal 4 Keputusan Menteri Dalam Negeri no 8 tahun2000
tentang Pedoman Akutansi Perusahaan daerah Air Minum, dinyatakan bahwa :
1. Bentuk organisasi harus memperhatikan beban kerja, fleksibel dalam arti
mudah dikembangkan dan disesuaikandengan perkembangan PDAM dan
membagi tugas secarahabis dalam struktur organisasi;
2. Bentuk organisasi harus mempertimbangkan rentang kendali serta
pendelegasian wewenang yang jelas daristruktur organisasi yang efisien,
efektif dan proporsional;
124
3. Sesuai dengan sifat kegiatan PDAM sangat relevan mengembangkan
jabatan fungsional daripada memperbesarstruktur (litbang, laboratorium,
EDP dll);
4. Bentuk organisasi PDAM disusun dalam Struktur Organisasi, Uraian
Tugas dan tata kerja yang tidak tumpang tindih, terkoordinasi,
terintegrasi dan sinkronisasi yang ditetapkandalam Surat Keputusan
Kepala Daerah
5. Organisasi PDAM harus mengarah kepada peningkatanpelayanan untuk
mencapai keputusan pelanggan.
Selain itu dalam pasal 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri no 2 tahun2007
tentang Organ dan Kepegawaian Perusahaan air minum, diatur bahwa jumlah
pelanggan sampai dengan 30.000 pelangganmaka hanya ada satu orang direksi.
Oleh karena PDAM KabupatenMajalengka jumlah pelanggannya sebesar 14.913
SL, maka dalamorgan Kepegawaiannya hanya di pimpin oleh 1 orang direksi dan
3orang Kepala Bagian serta beberapa Kepala cabang dan unit. Masingmasing
kepala bagian dan cabang serta unit adalah:
1. Kepala Bagian Administrasi dan Keuangan.
2. Kepala Bagian Hubungan Pelanggan
3. Kepala Bagian Teknik
4. Kepala Cabang, apabila jumlah pelanggan di daerah pelayanannya
lebih dari 1000 SL.
125
5. Kepala Unit, apabila jumlah pelanggan di daerah pelayannya masih di
bawah 1000 SL.
Bagian administrasi dan keuangan merupakan bagian yang sangatpenting
dan berat, karena tugas yang sangat mendasar ada di bagianini, yaitu tugas tentang
administrasi umum, manajemen sumberdaya manusia, keuangan dan pembukuan.
Apabila di kaitkan denganpasal 4 ayat 1 kepmendagri no 2 tahun 2000 yang
mengatur tentangbentuk organisasi harus memperhatikan tentang beban kerja
danfleksibilitas, maka terlihat bahwa bagian administrasi dan
keuanganmempunyai beban kerja yang sangat besar, kecuali mengaturtentang
system pengelolaan keuangan, juga harus mengatur danmerencanakan hal hal
penting lainnya yaitu bidang administrasiumum dan pengembangan Sumber Daya
Manusia.Di bagian inimemerlukan SDM yang kuat dan mempunyai kompetensi
yang baikuntuk mengendalikan keuangan perusahaan dan PengembanganSDM.
Hasil assessment yang dilaksanakan dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa :
1. Belum adanya rencana strategis pengembangan dan peningkatan SDM.
2. Belum adanya peta kompetensi kepegawaian.
3. Belum disusunnya Tugas pokok dan fungsi pegawai
4. Belum adanya peta regulasi yang di perlukan guna menunjang
pelayanan.
5. Fungsi penelitian dan pengembangan belum berjalan dengan optimal.
6. Belum adanya system reward dan punishment terhadap pegawai.
126
7. Perlu adanya system penyelenggaraan kedisiplinan pegawai.
8. Belum adanya ketentuan etika kerja pegawai.
9. Belum adanya penguatan kelembagaan forum kepegawaianyang
sistematis.
Berbagai persoalan tersebut telah menimbulkan berbagai dampakdalam,
Pelayanan dan teknik operasional khususnya dalamkedisiplinan pegawai, budaya
Pelayanan yang belum memadai,kurangnya Inovasi pegawai dalam Pelayanan dan
teknis operasionalserta kecenderungan pegawai melaksanakan tugas secara rutin
dankurang termotivasi dalam melakukan berbagai terobosan
dalamPelayanan.Sedangkan dalam masalah keuangan, saat ini tingkat penjulanan
airpertahunnya sudah mencapai 3.011.497 m3/th dan berdasarkan hasil
perhitungan tim SMS MAPP, PDAM akan mengalami labaapabila tingkat
penjualan air setelah kebocoran minimal 2.428.000m3/th, sehingga dengan angka
penjulan tersebut sebenarnya PDAMmasih rentan dalam pendapatan dari
penjualan air. Sehingga diperlukan promosi dan pemasaran yang lebih baik
supaya terjadipeningkatan penjualan air.Bagian Hubungan Pelanggan mempunyai
tugasmenyelenggarakankegiatan layanan informasi, pengaduan pelanggan dan
pemasaranproduk PDAM. Selain itu, bagian ini mempunyai tiga fungsi
utamayaitu: Penyelenggaraan kegiatan Pelayanan dan penangananmasalah
pengaduan langganan, Penyelenggaraan kegiatanpembinaan/ pengawasan
pelanggan serta sosialisasi tentangperaturan Pelayanan dan penyelenggaraan
kegiatan penyuluhanserta pemasaran.
127
Suatu kebiajakan yang telah ditetapkan untuk selanjutnya dilaksanakan
memerlukan organisasi pelaksana, sebab dengan organisasi itulah kewenangan
dan berbagai sumber daya yang mendukung diberikan guna menterjemahkan
konteks kebijakan tersebut dalam pelayanan publik. Peran aspek badan pelaksana
dalam implementasi kebiajkan program manajemen alternatif pelayanan publik
tidak dapat dipisahkan dari stuktur organisasi dan tata kerja PDAM Kabupaten
Majalengka selaku BUMD yang dipercayakan dalam implementasi kebijakan
program manajemen alternatif pelayanan publik di Kabupaten Majalengka.
Pembentukan PDAM Kabupaten Majalengka berdasarkan Keputusan
menteri Dalam Negeri no 08 tahun 2000tentang Pedoman Akuntansi Perusahaan
Daerah Air Minum.PDAM KabupatenMajalengka termasuk dalam kategori
PDAM tipe B, karena saat inijumlah pelanggan PDAM Majalengka 14.913 SL.
Sehingga susunanorganisasi PDAM Kabupaten Majalengka adalah terdiri dari 1
(satu)Direktur Utama dan 3 (tiga) Kepala Bagian yang
membidangiBagianAdministrasi dan Keuangan, Bagian Teknik dan Bagian
HubunganLangganan,masing-masing bagian dapat memiliki minimal 4
danmaksimal 5 seksi. Untuk UnitCabang dikepalai oleh seorang KepalaUnit
setingkat Kepala Bagian dan bertanggungjawab langsungkepada Direksi.Dengan
berpedoman pada Peraturan menteri dalam Negeri no 8tahun 2000 tersebut,
Pemerintah Kabupaten Majalengkamengeluarkan Perda no Nomor 05 Tahun
2006 tentang StrukturOrganisasi dan Tatalaksana Kerja PDAM mempunyai 1
orangDireksi. Direksi PDAM dibantu oleh 3 orang Kepala Bagian dan parakepala
cabang dan unit yang berjumlah 10 cabang dan unit.
128
Bila dilihat dari desain strukturnya, organisasi PDAM Kabupaten
Majalengka menganut model birokrasi mesin (Mintzberg, 1983 :163) yang
dicirikan dengan padatnya tugas – tugas operasional rutin yang harus dicapai
melalui spesialisasi, peraturan perundang-undangan yang sangat formal, tugas –
tugas yang dikelompokkan ke dalam departemen – departemen fungsional,
kekuasaan yang tersentralisasi, lingkup rentang kendali yang sempit dan
pengambilan keputusan yang mengikuti rantai perintah.
Akan tetapi berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara menunjukkan
bahwa kegiatan yang dilakukan oleh PDAM Kabupaten Majalengka tidak berjalan
sesuai dengan desain birokrasi mesin tersebut. Kenyataan ini terlihat dimana seksi
sebagai operasional kegiatan belum mempunyai standart desain baku dalam
menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tugas pokoknya. Keadaan ini juga
berlaku di level bidang. PDAM Kabupaten Majalengka belum mempunyai
prosedur dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan yang pasti dan jelas karena
belum dilengkapi dengan prosedur operasional standar. Sebuah organisasi harus
didukung dengan prosdur operasional standar sehingga dapat menyelenggarakan
kegiatan secara efektif, efisien dan konsisten. Operasional prosedur merupakan
pedoman yang berisi prosedur operasional standar yang ada dalam organisasi
yang akan digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, tindakan
maupun penggunaan fasilitas termasuk dana dilakukan dengan tepat dan benar.
Dalam desain struktur juga terlihat penempaatan Bidang Bidang
Perencanaan, Pelaporan dan Penjaminan Mutu pada level middle line. Hal ini
tidak sesuai dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Mintzberg karena
129
lembaga yang berada pada posisi middle line adalah lembaga yang melakukan
fungsi pelaksanaan kebijakan sedangkan Bidang Bidang Perencanaan, Pelaporan
dan Penjaminan Mutu adalah lembaga yang melakukan fungsi perencanaan.
Perencanaan itu sendiri bukanlah pelaksanaan kebijakan akan tetapi pembuat
kebijakan untuk dilaksanakan sehingga masuk fungsi pendukung atau supporting.
Oleh karenanya jika mengacu pada pendapat Mintzberg maka bidang perencanaan
seharusnya mesuk dalam unsure support staff yang dalam struktur berada di
bawah sekretaris.
Akibat dari desain struktur yang ada ini membawa dampak pada
manajemen operasional kegiatan PDAM Kabupaten Majalengka. Dampaknya
adalah terjadinya proses pembuat kebijakan dengan alur terbalik. Kepala PDAM
yang seharusnya mendapatkan masukan data dan informasi dan bahan untuk
pembuatan perencanaan/kebijakan dari support staff justru mendapatkannya dari
middle line (Bidang Perencanaan). Dengan kata lain middle line yang seharusnya
berfungsi melaksanakan kebijakan Kepala PDAM justru menjadi lembaga
pemasok data, informasi dan bahan untuk pembuatan kebijakan. Demikian pulah
halnya dengan pelaporan dan penjaminan mutu termasuk pengelolaan data
pelayanan publik bidang air bersih di Kabupaten Majalengka.
Pada dasarnya, para pelaksana kebijakan mungkin mengetahui apa yang
dilakukan dan mempunyai cukup keinginan serta sumber-sumber untuk
melakukannya, tetapi dalam pelaksanaannya mereka mungkin masih terhambat
oleh struktur-struktur organisasi dimana mereka menjalankan kegiatan tersebut
termasuk besarnya lingkup permasalahn yang harus diimplementasikan. Menurut
130
Edwards III (dalam Winarno, 2002 : 150), ada dua karakteristik dari birokrasi
yang menghambat implementasi kebijakan, yakni prosedur-prosedur kerja atau
ukuran-ukuran dasar yang sering disebut sebagai Standar Operating Procedural
(SOP) dan fragmentasi. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya keinginan untuk
keseragaman terhadap pelaksanaan kebijakan ataupun pertentangan kepentingan.
Sehingga jika suatu badan yang mempunyai fleksibilitas yang rendah dalam misi-
misinya, maka badan itu akan berusaha mempertahankan esensinya dan besar
kemungkinan akan menentang kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan
perubahan. Walaupun SOP dapat menghambat implementasi kebijakan, namun
demikian organisasi-organisasi dengan prosedur-prosedur perencanaan dan
kontrol yang besar atas program yang luwes dan mungkin dapat menyesuaikan
dengan tanggungjawab yang baru.
Kejelasan struktur yang diikuti dengan prosedur-prosedur kerja yang
tepat akan memberikan dampak yang positif bagi implementasi kebijakan. Oleh
karenanya struktur organisasi dan tata kerja dalam implementasi kebijakan
manajemen alternatif pelayanan publik di PDAM Kabupaten Majalengka perlu
untuk di tata secara baik dan benar termasuk didalamnya penataan baik aspek
personil, perlengkapan, pembiayaan dengan mengedepankan prinsip efisiensi,
efektivitas dan responsive dalam penyelenggaraan implementasi kebijakan
peningkatan pelayanan publik sehingga pencapaian terhadap sasaran dan tujuan
kebijakan dapat tercapai.
131
4.2.5.Aspek Sikap Pelaksana Kebijakan Dalam Implementasi Kebijakan
Implementasi Kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik di
PDAM Kabupaten Majalengka.
Sikap para pelaksana kebijakan merupakan komitmen untuk
melaksanakan kegiatan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan. dengan
demikian sebaik apapun kebijakan telah ditetapkan apabila para pelaksana tidak
mempunyai komitmen dan tanggung jawab terhadap kebijakan maka dalam
pelaksanaanya kebijakan tersebut menjadi tidak efektif atau tidak tepat sasaran.
Implementasi kebijakan akan efektif apabila para pelaksana tidak hanya paham
apa yang harus dan akan dilakukan oleh mereka akan tetapi juga harus memiliki
kemampuan untuk menerapkan kebijakan tersebut. Sikap para pelaksana
kebijakan akan juga dipengaruhi oleh kognisis, arah respon pelaksana terhadap
implementasi kebijkan dan intensitas respon mereka yang menguasai sumber
kewenangan dari unit yang bersangkutan. Oleh karenanya loyalitas, keahlian,
dedikasi dan pemahaman terhadap tujuan kebijakan akan merupakan bagian dari
sikap pelaksana itu sendiri.
Implementasi kebijakan Manajemen Alternatif Pelayanan Publik di
PDAM Kabupaten Majalengka secara teknis dilaksanakan oleh PDAM Kabupaten
Majalngka Dengan demikian keberhasilan implementasinya juga tergantung sikap
aparatur PDAM Kabupaten Malengka dan pemangku kepentingan. Sikap aparatur
PDAM Kabupaten Majalengka dapat dilihat dari penerimaan atas tugas diberikan
oleh Undang – Undang dan otoritas yang lebih tinggi dengan semangat
melaksanakannya.
132
Observasi lapangan menunjukan dimana banyaknya permasalahan
pelayanan publik bidang air bersih di Kabupaten Majalengka antara lain :
1. Keterbatasan dalampengembangan kapasitaspernonil.
2. Tingkat kehilangan air yang tercatat berkisar antara 24 % sampai
30% untuk seluruh system, dengan rata rata kehilangan airnya
sekitar 27% di seluruh system.
3. Terdapat 148 Standar Operasional Prosedur dalam bidang teknis
operasional, hubungan langganan dan administrasi keuangan.
Tetapi untuk penyelenggaraan pelayanan belum terdapat SOP.
4. Penyelenggaraanpelayanan pelangganmasih
diselenggarakansecara manual, sehinggawaktu pelayanan
relatiflebih lama.
5. Telah diselenggarakanpenanganan pengaduanpelanggan tetapi
belumberjalan optimal.
6. Penguatan pelanggan belum berjalan secara optimal
Perilaku pada dasamya berorientasi pada tujuan (goal oriented). Dengan
perkataan lain, perilaku kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan
untuk mencapai tujuan tertentu. Tegasnya bahwa sikap dan perilaku sangat
tergantung pada motif, tujuan dan aktivitas yang membentuk perilaku. Sebagai
suatu program, suatu kebijakan pada umumnya melibatkan dua kelompok utama,
yaitu para pelaksana program dan kelompok yang menjadi sasaran program atau
kebijakan. Sikap pelaksana adalah komitmen dari para pelaksana untuk
133
melakukan perbuatan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan. Perilaku patuh
seorang pelaksana kebijakan tidak selamanya menunjukkan loyalitas yang
bersangkutan terhadap apa yang menjadi kewajibannya, tetapi berhubungan
dengan penilaian individu yang bersangkutan terhadap pandangan untung ruginya
yang akan diperoleh jika mengikuti ketentuan-ketentuan yang di atur dalam
kebijakan.
Peran pengawasan sangat dibutuhkan untuk menjamin efektivitas
implementasi kebijakan. Disamping itu pengorganisasian perilaku melalui
program juga berpengaruh dan menentukan sikap pelaksana. Implementasi
kebijakan yang melibatkan banyak organisasi pelaksana relatif lebih sulit
dilaksanakan dibandingkan dengan implementasi kebijakan yang hanya
melibatkan satu organisasi. Implementasi kebijakan yang melibatkan sejumlah
badan pelaksana yang bertanggunjawab kepada atasan yang berlainan seringkali
melahirkan pertentangan diantara petunjuk yang diberikan oleh masing-masing
pejabat. Dalam situasi seperti ini pelaksana akan cenderung mengikuti petunjuk-
petunjuk yang diberikan oleh atasannya masing-masing atau mengikuti petunjuk
dari atasan yang mempunyai pengaruh paling kuat atas eksistensi pelaksana
(penilaian prestasi, jabatan, kepangkatan, keuangan) dalam jangka panjang.
Implementasi bisa gagal bila para pelaksana menolak apa yang mereka
duga. Konflik sikap terjadi sebab bawahan pelaksana menolak tujuan dari atasan.
Resistensi tersebut di pandang melanggar harga diri personal pelaksana atau
loyalitas ekstra organisasi, melanggar kepentingan pribadi mereka, atau mengubah
perbuatan organisasi dan bermaksud mempertahankan prosedur para pelaksana.
134
Sikap para pelaksana dipengaruhi oleh sumber-sumber kebijakan, komunikasi
interorganisasi dan aktifitas pelaksanaan, karakteristik badan pelaksana,
lingkungan dan pelaksana.
Faktor sikap pelaksana kebijakan berpengaruh terhadap berhasil dan
tidaknya suatu implementasi kebijakan, karena seringkali kegagalan implementasi
kebijakan disebabkan para pelaksana tidak memahami sepenuhnya atas kebijakan
yang dihadapi, terlebih apabila menolak tujuan yang terkandung dalam kebijakan
tersebut. Untuk mengatasi hal itu, maka para pelaksana dituntut memiliki
keahlian, dedikasi dan pemahaman tentang tujuan kebijakan.
Sikap aparatur pelaksana juga akan berdampak pada tanggungjawab yang
diberikan dalam pelaksanaan tugas kaitannya dengan isi dan batas
pertanggungjawaban. Dalam pertanggungjawaban terdapat dua aspek yaitu hukum
dan pencapaian sasaran/tujuan. Lemahnya tanggungjawab para pelaksana
implentasi kebijakan akan mengakibatkan tujuan kebijakan tidak tercapai.
Dalam wawancara yang dilakukan kepada sejumlah kepala seksi di
PDAM Kabupaten Majalengka diperoleh penjelasan bahwa semangat untuk
menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagian besar belum menjalankan
pelayanan secara baik termasuk dalam menjalankan kebijakan manajemen
alternatif pelayanan publik. Data menunjukkan bahwa dalam hal pembuatan
perencanaan anggaran, meskipun sesuai dengan aturan aturan dan telah diusulkan
oleh PDAM Kabupaten Majalengka tidak semuanya disetujui untuk dilanjutkan
dalam pembahasan dengan DPRD dalam APBD. Tanggung jawab yang telah
dijalankan oleh unit yang satu tidak dapat ditindak lanjuti oleh unit kerja lainnya.
135
Sikap pelaksana dimaksudkan adalah sikap atau perspektif para
implementator kebijakan. Perlu adanya kesamaan sikap atau perspektif antara para
pengambil kebijakan (decision makers) atau formulator kebijakan, dengan para
implementator kebijakan. Dikatakan bahwa para irnplernentator (birokrat) secara
umum mempunyai kemungkinan menyimpang dalam sikap dan perspektifnya
tentang kebijakan, dan ini dapat menjadi penghambat utama bagi keefektifan
implementasi kebijakan.
Hal ini dapat terjadi karena adanya pemisahan antara para pengambil
kebijakan/keputusan, dengan para pelaksana kebijakan (implementator) yang
memiliki kebebasan (independence) untuk menafsirkan makna, serta menentukan
cara menjalankan kebijakan. Ada beberapa pertanyaan mendasar lebih lanjut dari
keadaan di atas, yaitu : apa yang menyebabkan perbedaan sikap pandang tentang
kebijakan antara pernbuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan, mengapa para
pimpinan unit pelaksana kebijakan mempunyai kemampuan yang terbatas untuk
menempatkan petugas pelaksana yang lebih responsif untuk rnenjalankan
programnya, dan bagaimana mempengaruhi sikap petugas pelaksana melalui
pemberian intensif sebagai penghargaan (rewards).
Ada beberapa hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan
sikap/perspektif dari petugas pelaksana kebijakan. Yang pertama adalah sikap
pandang atau cara pandang sempit, yang menganggap bahwa sektor pekerjaannya
sangat penting, dan lebih penting daripada sektor lainnya. Oleh karena itu, mereka
akan selalu berlomba untuk memperoleh dukungan dari pimpinan bagi
perkembangan dan kelangsungan organisasinya. Kondisi inilah yang
136
menyebabkan terjadinya perbedaan sikap pandang tentang kebijakan antara
petugas pelaksana dengan pimpinan tidak langsung, maupun antar petugas
pelaksana dari sektor pekerjaan yang lain, serta timbulnya sikap pandang yang
sempit tentang kepentingan organisasi.
Hal yang kedua adalah sikap pandang pelaksana yang lebih
mengutamakan perolehan penghasilan untuk kesejahteraan mereka sendiri. Disini
dapat terjadi penyalahgunaan kewenangan dalam menjalankan kebijakan, dengan
tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri, sehingga kebijakannya
itu sendiri menjadi terabaikan, atau berjalan tapi tidak sesuai dengan tujuan. Hal
yang ketiga yang dapat menyebabkan hambatan pelaksanaan kebijakan dan faktor
sikap pelaksana adalah ketidak mampuan pimpinan unit pelaksana untuk memilih
dan menempatkan petugas pelaksana yang dinilai lebih tanggap terhadap perintah
pimpinannya. Berdasarkan uraian tersebut dapat dikatakan bahwa aparat
pelaksana sangat menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Untuk itu
aparat pelaksana harus ditingkatkan keterampilannya sehingga dapat
mengimplementasikan kebijakannya sesuai dengan suasana kebutuhan pada saat
kebijakan itu dibuat.
4.2.6.Aspek Lingkungan Ekonomi, Sosial Dan Politik Kebijakan Dalam
Implementasi Kebijakan Implementasi Kebijakan Manajemen
Alternatif Pelayanan Publik di PDAM Kabupaten Majalengka.
Lingkungan kebijakan merupakan faktor penting terhadap keberhasilan
suatu kebijakan dalam implementasinya. Jika kondisi lingkungan positif maka
kebijakan akan menghasilkan dukungan positif pula, situasi ini akan membuat
137
mereka berpartisipasi dalam mensukseskan lingkungan kebijakan. Sebaliknya jika
lingkungan berpandangan negatif maka akan mengakibatkan benturan sikap
sehingga proses implementasi terancam kurang berhasil atau bahkan gagal sama
sekali.
Kondisi lingkungan di PDAM Kabupaten Majalengka yang selalu
berubah baik sosial budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun peraturan
perundang – undangan membawa konsekwensi terhadap implementasi kebijakan
pelayanan publik. Dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan Manajemen
Alternatif Pelayanan Publik di PDAM Kabupaten Majalengka, kondisi lingkungan
sosial budaya, ekonomi, politik dan demografi setidaknya merupakan aspek
lingkungan kebijakan yang mewarnai jalannya implementasi kebijakan perbaikan
pelayanan publik.
Konflik yangtimbul sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh
informan adalah dalam penganggaran, hal ini sebagamana informasi yang
dikemukakan sebagai berikut :
“kaitannya dalam pengelolaan satu perusahaan daerah tentunya konflik kepentingan selalu ada, saya kira ini bukan hanya terjadi di Kabupaten Majalengka. hal hal yang berkaitan dengan penganggaran, pengambilan keputusan itu pasti ada11”. Sejalan dengan keterangan yang diberikan oleh informan menyatakan
bahwa dalam hal-hal yang berkaitan dengan ketepatan alokasi sumber-sumber
sosial, pengajuan titik-titik yang fokal yang dianggap penting yang perlu dijadikan
bahan pertimbangan pemerintah dalam pengambilan keputusan , memperjelas
11Hasil wawancara dengan pelaksana pelayanan di PDAM Kab. Majalengka Tanggal 30 Januari
2013
138
hubungan-hubungan politik dan memberikan gambaran konflik - konflik politik,
anggaran sebagai alat untuk menjamin terlaksananya akuntabilitas.
Apa yang dikemukakan oleh informan tersebut pada dasarnya sejalan
dengan pemahaman konflik dalam anggaran publik tinggi yang disebabkan oleh
berbagai faktor anggaran public sejalan dengan yang dikemukakan oleh Gosling
(1992:6), yaitu (a) Mengalokasikan bagian sumber masyarakat, (b) Melayani
sebagai titik tolak untuk pembuatan keputusan berdasarkan pertimbangan yuridis,
(c) Mengeliminasi hubungan political dan menggambarkan secara garis besar
konflik ditengah tengah politik, (d). Melayani sebagai alat akuntabil Sedangkan
konflik-konflik dalam politik lebih banyak ditimbulkan oleh karena perbedaan
nilai, perbedaan mengenai preferensi instrumen kebijakan, konflik peranan,
perbedaan partisan, rivalitas institusional, dan interes konstituenti.
Selain konflik politik, penyusun anggaran yang ada di linkungan PDAM
Kabupaten Majalengka juga berhadapan dengan kompleksitas, masalah teknik ,
masalah organisasi dan hampir selalu berlebihan jumlah dan strukturnya, maupun
jenis materinya. Serta banyaknya nomenklatur khusus, berbagai teknik yang
diperlukan, penetapan batas waktu secara ketat. Penganggaran karena merupakan
inti permasalahan politik, maka di dalamnya terdapat keputusan yang mengatur
siapa yang akan diuntungkan oleh program-program pemerintah, dan siapa pula
yang akan dikenakan beban.
Pelaksanapenganggaran dalam kebijakan manajemen alternatif pelayanan
publik di lingkungan PDAM kabupaten majalengka juga menghadapi pilihan
politik yang terbatas yaitu bahwa mereka harus melakukan pilihan dalam
139
lingkungan nilai-nilai normatif yang bersifat kompetitif, divergensi prioritas
kebijakan, dan penyeimbangan antara interes pribadi dan interes publik atau
kepentingan umum. Pembuat keputusan dalam anggaran selalu mencari cara yang
paling sederhana, yang mungkin akhimya mengorbankan kecermatan.
Kondisi lingkungan kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik
sangat berpengaruh terhadap efektivitas pengimplementasian kebijakan MAPP di
Kabupaten Majalengka. Lebih lanjut sejalan dengan keterangan yang diberikan
oleh informan menjelaskan bahwa perbedaan kondisi tersebut dapat
mempengaruhi persepsi mengenai kadar pentingnya masalah yang akan
ditanggulangi oleh suatu peraturan, jika pada waktu tertentu ada masalah sosial
yang lebih penting maka kemungkinan dukukugan politik akan menurun secara
drastis. Keberhasilan implementasi mungkin akan lebih sulit mengingat perbedaan
tersebut, perbedaan tersebut akan menimbulkan desakan untuk membuat aturan
yang lebih luwes dan memberi keleluasaan yang lebih kepada implementor.
Perlu dipertimbangkan bahwa pembahasan kondisi lingkungan dalam
mengimplementasikan kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik di
Kabupaten Majalengka tidak terlepas dari sumber-sumber daya ekonomi yang
berguna dalam organisasi pelaksana untuk mendukung keberhasilan
implementasi; sejauh mana kondisi ekonomi dan sosial dipengaruhi oleh
peiaksanaan kebijakan; apakah opini publik yang menonjol sesuai dengan isu
kebijakan; apakah elit mendukung atau menentang implementasi kebijakan;
apakali karaktenstik dari pendukung organisasi pelaksana, menentang atau
mendukung kebijakan; apakali karaktenstik dari pendukung organisasi pelaksana,
140
menentang atau apakah kelompok kepentingan telah dimobilisasi didalam
mendukung atau menentang suatu kebijakan.
Di samping itu kondisi sosial, ekonomi dan politik menjadi dimensi yang
penting dalam mempengaruhi kebijakan manajemen alternatif pelayanan publik di
Kabuapaten Majalengka, terdapat pula jalinan implementasi melalui perubahan-
perubahan dalam kelompok kepentingan dan dukungan kontrol terhadap
kebijakan melalui badan legislatif, eksekutif atasan dari pelaksana. Hal ini
sebagaimana yang diungkapkan oleh informan dalam penelitian ini sebagai
berikut:
“keterikatan antara eksekutif, legislatif dan pelaksana MAPP tentunya terkait satu sama lain, khususnya dalam pemanfaatan sumber daya anggaran yang dilaksanakan untuk program MAPP. Kami sebagai perwakilan masyarakat yang duduk di DPR akan mendukung sepenuhnya semua program kebijakan yang bila memang itu utuk kepentingan rakyat dalam hal ini masyarakat majalengka. Dengan adaya program MAPP pun kami merasa banyak terjadi perubahan di PDAM kabupaten Majalengka12”. Sejalan dengan informasi yang diberikan oleh informan pada dasarnyapara
pejabat pelaksana dapat memberikan respon positif terhadap perubahan yang
terjadi pada kondisi lingkungan, khususnya jika perubahan tersebut mendukung
program. Oleh karenanya khusus dalam implementasi kebijakan anggaran, Asep
Kartiwa (2004:20) mengungkapkan permasalahan yang terkait dengan penerapan
anggaran keuangan di daerah, antara lain sebagai berikut:
Pertama, proses perencanaan masih menitikberatkan pada pembagian
jatah anggaran. Aspirasi masyarakat yang merupakan aspek penting dalam
12Hasil wawancara dengan anggota DPRD Kab. Majalengka, Tanggal 30 Januari 2013
141
penyusunan anggaran sering kali belum tercermin dalam APBD, dengan alasan
ketidakcukupan dana. Sehingga anggaran dari para penyusunnya dalam hal ini
hanya didominasi oleh kepentingan control legislatif dan eksekutif, sedangkan
proses ‘ penjaringan dan sosialisasi kepada masyarakat jaran sekali ditinggalkan
dalam proses ini. Sehingga APBD yang dihasilkan dirasa kurang control dari
lagislatif terhadap kebutuhan masyarakat.
Kedua, Belum adanya parameter kinerja dalam penyusunan APBD.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) dan Standar Analisa Belanja (SAB)
merupakan hal penting dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja, namun
sampai saat ini kedua hal tersebut belum ada. SPM berkaitan dengan pelayanan
pangkal/pokok/wajib yang harus diselenggarakan oleh daerah yang otomatis akan
menjadi bagian dari alokasi keuangan daerah (sebagai parameter kinerja
‘minimal’), maka SAB berkaitan dengan perkiraan kewajaran jumlah alokasi
anggaran pengeluaran unit kerja pemerintah daerah (sebagai parameter kewajaran
‘input’).
Ketiga, Skedul Perencanaan Agggaran yang belum dapat dilaksanakan
dengan efektif. Dalam Kepmendagri Nomor 29 tahun 2002 (yang diundangkan
dalam UU No. 17 Tahun 2003) disebutkan bahwa pembahasan perencanaan
anggaran mulai dilaksanakan pada bulan Mei dengan aktivitas penyusunan arah
dan kebijaksnaan umum APBD dan diakhiri pada bulan Nopember-Desember
dengan aktivitas pembahasan rencana APBD. Dalam prakteknya skedul tersebut
belum dapat dilaksanakan dengan efektif karena salah satunya informasi
mengenai alokasi dana dari pemerintah pusat (intergovernmental transfer) untuk
142
membiayai kegiatan desentralisasi belum dapat diketahui secara pasti oleh daerah
pada tanggal yang ditentukan. Sehingga daerah belum mampu memperkirakan
kekuatan anggaran daerahnya untuk membiayai pembangunan daerah. Hal ini
sebagai konsekuensi dari ketergantungan yang sangat besar keuangan daerah
terhadap transfer dari pemerintah pusat. Adanya keterlambatan pelaksanaan
APBD sebagai akibat keterlambatan dalam perencanaan dan penyusunan APBD
membawa implikasi bahwa pelaksanaan berbagai program dan kegiatan tertunda.
Keempat, Ketidaksiapan berbagai perangkat untuk mentaati aturan dan
prinsip dalam anggaran. Hal itu membutuhkan reformasi moral birokrat kontrol.
Agar pelaksanaannya kontrol efektif, berbagai transaksi dan alokasi anggaran
harus didasarkan pada transaksi ‘nyata’ dana didasarkan pada tujuan yang akan
dicapai. Hal ini membutuhkan dan penyiapan aparatur yang berdedikasi,
akuntabel, dan efisien juga harus menjadi agenda dalam pelaksanaan anggaran
berbasis kinerja.
Kelima, Pada tahap pengendalian ini juga masih terdapat berbagai
ketidaksiapan. DPRD sebagai pengontrol langsung dalam pengelolaan anggaran
daerah masih kurang memahami secara jelas peran dan fungsinya dalam
mengontrol alokasi keuangan daerah. Pada saat ini dimana terdapat “legislative
heavy” dalam manajemen pemerintahan daerah . Peran DPRD cenderung bersifat
self-oriented. Peran control keuangan daerah dimanfaatkan untuk kepentingan-
kepentingan lain dalam lembaga ini. Sebagai hasilnya bentuk kolusi baru antara
control legislatif dan eksekutif muncul dalam mekanisme kontrol ini dan DPRD
terkadang hanya concern kepada berbagai alokasi yang menguntungkan lembaga
143
ini. Hal ini semakin diperparah dengan belum adanya kesiapan Pemerintah
Daerah dan DPRD untuk mempublikasikan laporan keuangan daerah. Sebagai
akibat dari belum adanya keterbukaan laporan keuangan daerah, kontrol
masyarakat secara otomatis tidak berjalan. Masyarakat tidak mampu memainkan
fungsi kontrol terhadap alokasi keuangan daerah.
Sejalan dengan keterangan informan, observasi dan kajian
mendalam tentang aspek lingkungan ekonomi, sosial dan politik kebijakan dalam
implementasi kebijakan implementasi kebijakan manajemen alternatif pelayanan
publik di PDAM Kabupaten Majalengka. dapat dikatakan bahwa Kondisi
lingkungan di PDAM Kabupaten Majalengka yang selalu berubah baik sosial
budaya, ekonomi, politik, teknologi maupun peraturan perundang – undangan
membawa konsekwensi terhadap implementasi kebijakan pelayanan publik.
Dalam kaitannya dengan implementasi kebijakan Manajemen Alternatif
Pelayanan Publik di PDAM Kabupaten Majalengka, kondisi lingkungan sosial
budaya, ekonomi, politik dan demografi setidaknya merupakan aspek lingkungan
kebijakan yang mewarnai jalannya implementasi kebijakan perbaikan pelayanan
publik.Lingkungan kebijakan merupakan faktor penting terhadap keberhasilan
suatu kebijakan dalam implementasinya. Jika kondisi lingkungan positif maka
kebijakan akan menghasilkan dukungan positif pula, situasi ini akan membiat
mereka berpartisipasi dalam mensukseskan lingkungan kebijakan. Sebaliknya jika
lingkungan berpandangan negatif maka akan mengakibatkan benturan sikap
sehingga proses implementasi terancam kurang berhasil atau bahkan gagal sama
sekali.