Post on 19-Aug-2019
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Pengadilan Agama Kota gorontalo
1. Gambaran Umum Pengadilan Agama kota Gorontalo
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Kota Gorontalo yang terletak di
jalan Jendral Sudirman No. 5. Kota Gorontalo.
Pengadilan Agama Kota Gorontalo didirikan pada tahun 1962 yang pada saat itu
masih bernama Pengadilan Agama / Mahkamah Syari’ah Gorontalo. Perkembangan
pengadilan agama dan pengadilan agama syari’ah sejak di bentuknya mengalami pasang
surut, tetapi pada saat terakhir ini yaitu sejak berlakunya Undang-Undang Nomor : 01
tahun 1947 tentang perkawinan, maka Pengadilan agama dan pengadilan mahkamah
syari’ah menunjukan perkembangan yang mengikat. Hal ini menunjukan bahwa
Pengadilan agama sudah menjadi kebutuhan yang pokok bagi masyarakat umat Islam
Indonesia.
Kedudukan Pengadilan Agama berdasarkan Undang-undang Nomor 3 tahun
2006 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan
agama Jo. Surat Edaran Mahmkamah Agung Nomor 2 tahun 1990 tentang petunjuk
Pelaksanaan Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 adalah sebagai salah satu pelaku
kekuasaan Kehakiman bagi rakyat pencari Keadilan yang beragama Islam mengenai
28
perkara tertentu dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, nafkah, zakat, infaq,
sadaqah, dan ekonomi syari’ah.1
Pengadilan Agama Gorontalo, sebagai pelaku kekuasaan Kehakiman bertugas
dan memiliki wewenang untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di
tingkat pertama antara orang-orang beragama Islam di bidang sebagaimana disebutkan
diatas.2 Di samping itu, pasal 25 A Undang-undang nomor 3 tahun 2006 memberikan
kewenangan kepada Pengadilan Agama untuk memberikan keterangan, pertimbangan
dan nasehat tentang hukum Islam kepada instansi Pemerintah di daerah hukumnya
apabila diminta ( Vide pasal 52 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989).
Efektifitas pelaksanaan pelayanan hukum di Pengadilan Agama Kota Gorontalo
adalah merupakan implementasi dari kebijakan Direktorat Jendral Peradilan agama
(Dirjen Badlag), sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Arah dan kebijakan pelaksanaan pelayanan hukum di Pengadilan Agama
Gorontalo adalah mengoptimalkan potensi sumber daya dan sumber dana yang dimiliki
dalam rangka mewujudkan peradilan yang bersih, berwibawa dan bermartabat,
independensi dan akuntabel/transparansi maka di tempuh kebijakan penyelenggaraan
peradilan di Pengadilan Agama Kota Gorontalo sebagai langkah-langkah strategis yang
dirumuskan sebagai berikut:
1 Moh. Rizal Ahmad,”Hambatan Pelaksanaan Alimentasi Terhadap Anak Akibat Perceraian”, Gorontalo,
2012. 2 Ibid, 28
29
1. Meningkatkan pengadilan manajemen peradilan agama , dengan program:
a. Peningkatan sumber daya Manusia ( Aparatur Pegawai );
b. Penigkatan efektifitas dan efisiensi sumber dana dalam DIPA;
c. Mengoptimalkan penggunaan sarana dan prasarana;
d. Meningkatkan pelaksanaan pembinaan dan pengawasan;
2. Meningkatkan pelayanan penerimaan dan penyelesaian perkara dengan program;
a. Meningkatkan mutu pelayanan penerimaan perkara dan transparansi biaya
perkara;
b. Meningkatkan penertiban penerimaan perkara dan register;
c. Meningkatkan pengendalian perkara sesuai Polabindalmin dan juklak
lainnya serta aplikasi SIADPA;
d. Penertiban berkas perkara kedalam boks dan kearsipan;
3. Mewujudkan rasa keadilan dam kepastian hukum dengan program;
a. Mewujudkan putusan/penetapan yang memenuhi rasa keadilan,
kemanfaatan, dan kepastian hukum;
b. Mewujudkan penyelesaian perkara yang telah inkracht (berkekuatan hukum)
melalui ikrar talak, penerbitan akte cerai dan pelaksanaan permohonan
eksekusi.
Mahkamah Agung sebagai salah satu ujung tombak, maka Pengadilan Agama
Gorontalo dalam penyelenggaraan peradilan melaksanakan tugas dan kinerja dengan
memberikan pelayanan yang di sesuaikan dengan misi Mahkamah Agung yaitu, “
Mewujudkan rasa keadilan sesuai dengan Undang-undang dan Peraturan serta
30
memenuhi rasa keadilan masyarakat dengan mewujudkan peradilan yang mandiri dan
independen, bebas dari campur tangan pihak lain, memperbaiki akses pelayanan
dibidang peradilan pada masyarakat, memperbaiki kualitas input internal pada proses
peradilan, demi terwujudnya institusi peradilan yang efektif, efisien dan bermartabat
serta di hormati. Hal tersebut sesuai dengan visi Mahkamah Agung, yaitu “Mewujudkan
supremasi hukum melalui kekuasaan kehakiman yang mandiri, efektif, efisien,
mendapatkan kepercayaan publik, profesonal dalam memberikan pelayanan hukum
yang berkualitas, etis, terjangkau dan berbiaya rendah bagi masyarakat serta mampu
menjawab panggilan pelayanan publik.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka setiap unsur satuan kerja di Pengadilan
Agama Gorontalo, melaksanakan tugas dan fungsinya untuk menyelenggarakan
administrasi yudisial dan non yudisial, dengan memanfaatkan sumber daya dan sumber
dana serta perangkat tegnologi termasuk di dalamnya aplikasi sistem administrasi
perkara (SIADPA), guna pencapaian pelayanan Hukum bagi pencari keadilan secara
cepat, sederhana, biaya ringan, demi terpenuhinya rasa keadilan, dan kepastian hukum.
Pengelolaan berbagai potensi yang ada di Pengadilan Agama Kota Gorotalo oleh
masing-masing unit kerja, didasarkan pada perencanaan strategi Pengadilan Agama
Kota Gorontalo yang telah ditetapkan.
2. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Kota Gorontalo.
31
Berdasarkan SEMA No. 5 Tahun 1996 danketentuan Undang-Undang Nomor 48
tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 18 dan pasal 21 dan Keputusan
Presiden RI Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pengalihan Organisasi, Administrasi dan
Finansisal di Lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan
Agama ke Mahkamah Agung RI, maka penyelenggaraan organisasi Yustisial dan Non
Yustisial berada dibawah kekuasaan Mahkamah Agung RI.
Adapun struktur organisasi Pengadilan Agama Gorontalo, adalah sebagai berikut :
1. Ketua :Drs.H. Muthar, SH, MH
2. Wakil Ketua :Drs. Mohammad H. Daud
3. Hakim :1. Drs.Burhanudin MokodompIT
2. Drs. Ramlan Monoarfa, MH
3. Drs. Satrio AM. Karim
4. Djufri Bobihu,S.Ag., SH
5. H. Hasan Zakaria,S.Ag., SH
4. Panitera/Sekertaris : Drs.Siswanto Supandi, SH, MH
5. Wakil Panitera : Dra. Cindrawati S. Pakaya
6. Wakil Sekertaris : Dra. Niswaty Puluhulawa, SH
7. Panitera Muda Permohonan : Dra.Yitsanti Laraga
8. Panitera Muda Hukum : Miranda Moki, S.Ag.
9. Panitera Muda Gugatan : Dra. Sumaya Alhasni
10. Kepala Sub Bagian Keuangan : Rahmanto Bilondatu, SH
11. Kepala Sub Bagian Umum : Hartaty Napu, SH, MH
32
12. Kepala Sub Bagian Kepegawaian : Ramsupitri Mohamad, S.Ag
Kelompok fungsional
13. Panitera Pengganti : 1.Dra. Siti Rahmah Limonu
2.Husin Damiti, SH
3.Agus Mashudi, S.Ag
14. Jurusita : 1.Irsan Masri,S.HI
2.Indrawisno Puluhulawa,S.Ag
15. Jurusita Pengganti : 1.Fahmi Adam
2.Roly Inaku
3.Munawir Hioda
4.Ridwan Mahajani
5.Ainun Pulurahman, S.HI
6.Risna Baruadi,S.HI
7. Rusli Permana, A.Md.
8. Hj. Eva Zulva Wardiyanti, S.HI
9. Hj. Irene Sahi
Secara hierarkis garis komando dan koordinasi dapat dilihat pada struktur
organisasi Pengadilan Agama Gorontalo, sebagaimana baganberikut ini :
A. PENYUSUNAN ALUR TUPOKSI
33
1. Ketua Pengadilan Agama Gorontalo
Memimpin dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pelaksanaan tugas
Pengadilan Agama Gorontalo dengan baik, sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Wakil Ketua Pengadilan Agama Gorontalo
Memimpin dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pelaksanaan tugas
Pengadilan Agama Gorontalo dengan baik sesuai ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Hakim Pengadilan Agama Gorontalo
- Memeriksa dan mengadili perkara yang diajukan kepadanya dalam tingkat
pertama.
- Melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang ditugaskan Pimpinan
Pengadilan Agama Gorontalo terhadap penyelenggaraan administrasi peradilan.
4. Kepaniteraan
a. Panitera/Sekretaris Pengadilan Agama Gorontalo
Membantu Pimpinan dalam melaksanakan tugasnya, memimpin pelaksanaan
tugas kepaniteraan dan kesekretariatan dalam hal-hal memberikan pelayanan tehnis
dibidang administrasi perkara dan pelayanan di bidang administrasi umum kepada
semua unsur di lingkungan Pengadilan Agama Gorontalo dan melaksanakan tugas
sebagai Kuasa Pengguna Anggaran.
34
b. Wakil Panitera Pengadilan Agama Gorontalo
Membantu pimpinan Pengadilan dalam membuat program kerja jangka pendek
dan jangka panjang, pelaksanaannya dan pengorganisasiannya serta membantu Panitera
dalam membina dan mengawasi tugas-tugas administrasi perkara.
c. Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Gorontalo
Membantu Pimpinan Pengadilan dalam membuat program kerja jangka pendek
dan jangka panjang, pelaksanaannya, pengorganisasiannya serta membantu panitera
dalam penyelenggaraan admisnistrasi perkara dan pengelolaannya dibidang perkara
gugatan.
d. Panitera Muda Permohonan Pengadilan Agama Gorontalo
Membantu Pimpinan Pengadilan dalam membuat program kerja jangka pendek
dan jangka panjang, pelaksanaannya, pengorganisasiannya serta membantu Panitera
dalam penyelenggaraan admisnistrasi perkara dan pengelolaannya dibidang perkara
permohonan.
e. Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Gorontalo
Membantu Pimpinan Pengadilan dalam membuat program kerja jangka pendek
dan jangka panjang, pelaksanaannya, pengorganisasiannya serta membantu panitera
dalam penyelenggaraan admisnistrasi perkara dan pengelohan/penyusunan laporan,
pengarsipan berkas perkara.
35
5. Kesekretarisan
a. Wakil Sekretaris Pengadilan Agama Gorontalo
Membantu Sekretaris dalam memimpin tugas di bidang Administrasi
Kepegawaian, Keuangan, Umum dan Perlengkapan, keprotokoleran serta melaksanakan
tugas sebagai Pejabat Penanggung Jawab Kegiatan.
b. Kepala Urusan keuangan Pengadilan Agama Kota Gorontalo
Melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan DIPA yang
meliputi perencanaan, penggunaan, pembuktian, serta pelaporan dan melaksanakan
tugas sebagai penguji SPP dan penendatangan SPM.
6. Panitera Pengganti Pengadilan Agama Gorontalo
- Membantu Hakim dalam perkara perdata serta melaporkan kegiatan persidangan
tersebut kepada Panitera Muda yang bersangkutan.
- Mempersiapkan seluruh berkas perkara dan menyusun urutan persidangan yang
akan disidangkan pada hari itu.
- Panitera Pengganti yang akan bersidang sudah siap lima menit sebelum sidang
dimulai.
- Mencetak salinan putusan dan salinan penetapan yang telah di konsep oleh
Majelis dan menyerahkan kepada petugas yang diperintahkan oleh Panitera
untuk selanjutnya mengirimkan kepada Pegawai Pencatat Nikah sebaigamana
disebutkan dalam diktum amar putusan dan penetapan.
36
- Mengetik Penetapan Majelis Hakim, Penetapan hari sidang, membuat penetapan
sita jaminan, membuat Berita Acara Sidang serta membuat penetapan lainnya
sesuai ketentuan.
- Menyusun dan melengkapi berkas perkara yang akan diminutasi paling lambat
14 (empat belas) hari setelah putus dan menyerahkan kepada Ketua Majelis,
setelah ditanda tangani oleh Majelis diserahkan kepada Meja III untuk
selanjutnya diarsipkan
- Menerima berkas perkara yang telah BHT dari Panitera Muda
Gugatan/Permohonan untuk diarsipkan.
- Membuat laporan L.1-PA.1 s.d. L.2-PA.8 untuk dikirim ke Pengadilan Tinggi
Agama dan Mahkamah Agung RI.
- Menyimpan arsip berkas perkara dan menata sesuai ketentuan.
- Mengumpulkan dan mengolah data serta mengkajinya.
- Menyajikan statistik perkara.
- Mengontrol dan mengawasi pelaksanaan tugas bawahannya dan bertanggung
jawab penuh serta melaporkan pada wakil panitera.
- Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Atasan Langsung /pimpinan.
3. Gambaran Kasus yang ada di Pengadilan Agama Kota Gorontalo.
Sesuai dengan bunyi Pasal 1 ayat (1) jo Pasal 2 Undang-undang Nomor 3 Tahun
2006 Jo Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 menyebutkan bahwa Pengadilan
Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam sebagai salah satu
pelaksanaan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari peradilan yang beragama Islam
37
mengenai perkara tertentu yang telah di atur dalam Undang-undang ini. Adapun perkara
perdata tertentu yang di maksud adalah meliputi bidang perkawinan, kewarisan, wasiat
dan hibah serta wakaf dan sadaqah Pasal 29 ayat (1) Undang-undang No. 3 Tahun 2006
Jo Undang-undang No. 50 Tahun 2009 tentang pengadilan Agama.3
Mengenai perkara yang di terima dan diputuskan oleh Pengadilan Agama Kota
Gorontalo adalah tergambar pada table berikut :
TABEL I
Gambaran gugatan permohonan biaya Pemeliharaan anak/ hak anak Yang di
putus di Pengadilan Agama Kota Gorontalo, dalam kurun waktu 3 tahun terakhir,
yakni tahun 2010,2011,2012.
Talak Gugat Nafkah Mut'ah
2010 119 270 389 26 16 5
2011 104 303 407 36 12 3
2012 154 453 589 38 15 5
13
Jenis
Jumlah 377 1026 43100%1403
Jenis Gugatan Tahun Jumlah Persen ( % )
Sumber : Data Sekunder Tahun 2013
3 Moh. Rizal Ahmad,”Hambatan Pelaksanaan Alimentasi Terhadap Anak Akibat Perceraian”, Gorontalo,
2012
38
Berdasarkan gambaran tabel diatas dengan jelas menunjukan bahwa gugatan
perceraian baik itu cerai talak maupun cerai gugat dari tahun 2010 – 2012 mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2010 jumlah cerai talak dan cerai gugat
berjumlah 389 pasang atau sekitar 26%, pada tahun 2011 jumlah cerai talak dan cerai
gugat berjumlah 407 pasang atau sekitar 36%, dan pada tahun 2012 jumlah cerai talak
dan cerai gugat berjumlah 589 pasang atau sekitar 38% sehingga dalam kurun waktu 3
tahun angka cerai talak dan cerai gugat di Pengadilan Agama Kota Gorotalo berjumlah
1403 pasang.
Sehubungan dengan penjelasan di atas Pengadilan Agama Kota Gorontalo dalam
kurun waktu 3 tahun juga menerima permohonan gugatan pembiayaan anak atau nafkah
anak dan biaya mut’ah. Pada tahun 2010 gugatan nafkah anak berjumlah 16 pasang,
sedangkan biaya mut’ah berjumlah 5. Pada tahun 2011 gugatan nafkah anak berjumlah
12 pasang dan biaya mut’ah 5 pasang, sedangkan tahun 2012 gugatan nafkah berjumlah
15 pasang, sedangkan biaya mut’ah berjumlah 5 pasang, sehingga dalam kurun waktu 3
tahun Pengadilan Agama Kota Gorontalo menerima permohonan gugatan biaya nafkah
anak sebesar 43 pasang dan permohonan gugatan biaya mut’ah sebesar 13 pasang. Jika
diamati dari perkembangan sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 angka
perceraian baik itu cerai talak maupun cerai gugat di Pengadilan Agama Kota Gorontalo
mengalami peningkatan di setiap tahunnya, namun dalam peningkatan jumlah
perceraian ini tidak diikuti oleh meningkatnya jumlah pasangan yang mengajukan
permohonan gugatan nafkah anak (alimentasi) kepada orang tua laki-laki selaku sebagai
ayah, hal ini disebabkan oleh berbagai hal seperti orang tua yang bercerai tidak
39
memiliki kesadaran hukum, atau ketidak tahuan akan pentingnya pemberian nafkah
anak ataupun pemberian biaya mut’ah kepada keluarga yang di tinggalkan terutama
seorang anak. Selain itu factor ekonomi dan besarnya biaya eksekusi mempengaruhi
pasangan suami istri untuk tidak mengajukan gugatan pemberian nafkah anak dan biaya
mut’ah anak. Selain itu faktor keras kepala dari pihak ibu juga mempengaruhi tidak di
ajukannya permohonan biaya nafkah anak dan biaya mut’ah, karena sang ibu merasa
bisa memenuhi setiap kebutuhan anaknya. Walaupun begitu setiap orang tua laki-laki
dalam hal ini ayah tetap berkewajiban memberikan jaminan biaya pemeliharaan anak
atau nafkah anak baik itu berupa pakaian, tempat tinggal, maupun kebutuhan lainnya
sesuai dengan yang dicantumkan dalam UU. No 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
Suatu perceraian tidak berakibat hilangnya kewajiban orang tua untuk tetap member
nafkah kepada anak-anaknya sampai dewasa atau dapat berdiri sendiri.
Peristiwa perceraian, apapun alasannya merupakan suatu pukulan bagi anak,
karena anak tidak akan lagi dapat merasakan kasih sayang orang tua secara bersamaan
yang sangat penting bagi perkembangan jati dirinya serta kesehatan jasmani dan
rohaninya. Maka oleh karena itu dalam ajaran Agama Islam perceraian harus
dihindarkan sedapat mungkin bahkan merupakan perbuatan yang paling dibenci oleh
Allah S.W.T. Bagi anak korban perceraian yang di lahirkan, perceraian orang tuanya
merupakan hal yang akan mengguncang kehidupannya dan akan sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga anak-anak adalah pihak yang
paling menderita dengan terjadinya perceraian orang tuanya.
40
B. Implementasi Pasal 41 Undang-undang No. 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan
dalam hal pemenuhan hak anak pasca perceraian orang tua di Pengadilan
Agama Kota Gorontalo.
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga ( rumah tangga )
yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.4 Namun dalam
perkawinan sering kali terjadi perselisihan, dan pertengkaran akibat ketidakcocokan
yang terus-menerus dan hal-hal lainnya sehingga perkawinan tidak berjalan baik dan
tidak dapat dipertahankan, walaupun dengan menempuh upaya damai maka dalam
keadaan demikian pasangan suami istri pada akhirnya akan mengakhiri perkawinannya
dengan perceraian.
Penelitian yang telah diuraikan dalam tabel I (satu) menunjukan bahwa angka
perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama Kota Gorontalo disetiap tahunnya
mengalami peningkatan. Dari angka perceraian yang semakin meningkat tersebut
tentunya akan membawa akibat-akibat hukum bagi kedua belah pihak dan juga terhadap
anak-anak yang dilahirkan dalam perkawinan. Anak-anak tersebut harus hidup dalam
suatu keluarga dengan orang tua tunggal baik dengan seorang Ibu atau dengan seorang
ayah saja dan kadang-kadang anak harus tinggal dalam keluarga dengan ayah tiri atau
ibu tiri. Maka dalam perceraian hal yang terpenting adalah persoalan biaya nafkah anak
atau dengan kata lain yaitu hak-hak anak. Biaya nafkah anak ini menyangkut semua hal
dalam kehidupannya baik tempat dan keadaan dimanapun seperti makanan, pakaian,
4 Zainuddin Ali, “Hukum Perdata Islam di Indonesia”, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 7.
41
tempat tinggal, pendidikan, kasih sayang, dan lain sebagainya. Dalam pasal 41 Undang-
undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dengan tegas menyatakan “ Bila terjadi
pemutusan perkawinan karena perceraian, baik ibu maupun bapak tetap berkewajiban
memelihara dan mendidik anak-anak semata-mata demi kepentingan anak bilamana ada
perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadian akan memberi putusan siapa
yang berhak menguasai anak tersebut, dan orang tua laki-laki ( ayah ) yang bertanggung
jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pedidikan yang diperlukan anak itu. Bilamana
dalam kenyataan ayah tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat
menentukan bahawa ibu ikut serta dalam memikul biaya tersebut”. Namun bila
kewajiban tersebut lalai atau tidak diindahkan oleh ayah maka ibu berhak mengajukan
gugatan ke pengadilan.5
Pernyataan Undang-undang tersebut lebih diperkuat lagi dengan pasal 24 huruf
(b) Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1
tahun 1974 tentang Perkawinan dan Pasal 78 huruf (b) Undang-undang No. 3 tahun
2006 tentang Pengadilan Agama, yang menyatakan “Kewajiban memberi biaya nafkah
tersebut tidak hanya setelah terjadinya perceraian, akan tetapi juga dapat di tentukan
selama proses perceraian berlangsung. Ketentuan tersebut mengatur bahwa selama
berlangsungnya gugatan perceraian, atas pemohon penggugat dan tergugat, pengadilan
dapat menentukan hal-hal yang diperlukan untuk menjamin pemeliharaan dan
pendidikan anak. Akan tetapi sesuai dengan hasil penelitian tidak semua orang tua laki-
laki memberikan nafkah kepada anaknya setelah perceraian, walaupun dalam putusan
5 Hasil wawancara dengan Bpk. Drs. Burhanuding Mokodompit, Hakim Pengadilan Agama Kota
Gorontalo, Tanggal 11 Oktobet 2013, pukul 09.00.
42
pengadilan sudah di tetapkan bahwa orang tua laki-laki dalam hal ini ayah berkewajiban
memenuhi dan memberikan nafkah kepada anak. Hal ini di buktikan dengan hasil
wawancara dengan reponden dari pihak orang tua perempuan (ibu) yang mengatakan
bahwa pihak orang tua laki-laki (ayah) tidak perduli dan tidak melaksanakan hasil
putusan dari pengadilan tersebut. Padahal pada dasarnya pemberian nafkah anak setelah
terjadinya perceraian tersebut adalah tanggung jawab orang tua laki-laki (ayah).
Hasil penelitian di Pengadilan Agama Kota Gorontalo menunjukan bahwa pihak
pengadilan sudah menjalankan tugasnya dengan seefektif mungkin yaitu dengan
memutuskan bahwa setiap orang tua laki-laki (ayah) yang bercerai diwajibkan memberi
nafkah kepada anak, dan hal ini dibuktikan dengan data kasus perceraian dan
permohonan biaya nafkah anak baik dalam bentuk nafkah dan biaya mut’ah yang telah
digambarkan dalam Tabel I yaitu dalam kurun waktu 3 tahun terakhir Pengadilan
Agama Kota Gorontalo sudah memutuskan sekitar 43 pasang yang bercerai harus
membayar biaya nafkah anak, dan 13 pasang yang harus membayar biaya mut’ah.
Namun dalam hal ini setiap putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Agama Kota
Gorontalo semata-mata hanya berdasarkan permohonan dari pihak orang tua perempuan
(ibu) yang bercerai. Apabila dalam proses perceraian tidak diajukan permohonan biaya
nafkah anak maka Pengadilan tidak akan memutuskan. Akan tetapi pihak Pengadilan
melalui pihak mediasi ataupun panitera selalu memberikan saran kepada kedua belah
pihak yang akan bercerai untuk selalu memikirkan dampak perceraian, terutama
43
dampaknya terhadap pertumbuhan anak.6 Kurangnya putusan pengadilan terhadap
permohonan biaya nafkah anak dikarenakan oleh ketidaktahuan pihak orang tua
perempuan (ibu) bahwa biaya pemeliharaan anak ataupun biaya nafkah anak akan
diputuskan oleh pengadilan jika dimohonkan.7 Namun, walaupun Pengadilan sudah
memutuskan bahwa pihak orang tua laki-laki (ayah) berkewajiban membayar biaya
nafkah anak, tetap ada saja orang tua laki-laki (ayah) yang tidak membayar biaya nafkah
anak tersebut, hal ini dibuktikan dengan hasil wawancara dengan salah 1 (satu)
responden Hana (nama samaran) yang mengatakan bahwa mantan suaminya tidak
pernah memberikan nafkah ataupun biaya untuk pemenuhan kebutuhan anaknya yang
masih berumur 5 tahun, justru orang tua laki-laki selaku mantan suaminya ini malah
pindah ketempat lain dan sudah tidak pernah memberi kabar lagi.8 Lain lagi dengan
pernyataan dari Asna (nama samaran) bekas suaminya tidak pernah memberikan nafkah
kepada anaknya, hal ini di sebabkan karena dia tidak memiliki pekerjaan tetap dan tidak
memiliki penghasilan yang tetap, sehingga dia tidak sanggup memberikan nafkah
kepada anaknya, ditambah lagi dengan bekas suaminya sudah menikah lagi sehingga
sulit untuk meminta biaya nafkah anak kepada bekas suaminya.9 Hal ini diakibatkan
oleh kurangnya kesadaran diri dan rasa tanggung jawab dari pihak mantan suami.
Sehubungan dengan hal ini Pengadilan menanggulanginya dengan adanya eksekusi
6 Hasil Wawancara dengan Panitera Pengadilan Agama Kota Gorontalo ( Miranda Moki S.Ag) tanggal 8
oktober 2013, pukul 09.00
7 Hasil Wawancara dengan Panitera Pengadilan Agama Kota Gorontalo ( Miranda Moki S.Ag) tanggal 8
oktober 2013, pukul 09.20
8 Hasil wawancara dengan penggugat (Hana), tanggal 2 Oktober 2013, pukul 15.00
9 Hasil wawancara dengan penggugat (asna), tanggal 2 oktober 2013, pukul 09.00.
44
terhadap orang tua laki-laki (ayah) yang lalai ataupun mungkir dari putusan pengadilan,
jalan yang di ambil pengadilan yaitu dengan memberikan teguran (aanmani) kepada
pihak ayah, bila tetap tidak diindahkan maka pengadilan akan mengutus petugas
eksekusi untuk melihat apakah ada barang kepemilikan oleh pihak ayah tersebut yang
dapat di jual dan hasil penjualan barang tersebut akan diberikan kepada anak, namun hal
ini kembali lagi ke pihak orang tua perempuan (ibu), karena eksekusi ini akan di
lakukan apabila adanya permohonan dari pihak orang tua perempuan (ibu).10
C. Hambatan-Hambatan Yang Dialami Oleh Orang Tua Dalam Pemenuhan
Hak-Hak Anak Setelah Terjadinya Perceraian.
Dalam Pasal 41 Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah di
jelaskan bahwa dalam perceraian yang bertanggung jawab atas biaya nafkah anak, atau
dalam hal pemenuhan hak anak adalah orang tua laki-laki (ayah), dan jika ayah tidak
dapat memenuhinya maka pengadilan memutuskan bahwa Ibu ikut memikulnya.
Kewajiban pemberian nafkah anak ini akan tetap melekat kapada kedua orang tua
walaupun penikahannya sudah putus atau cerai. Namun dalam kenyataannya
dilapangan, menunjukan bahwa meskipun biaya nafkah anak telah di putus oleh
Pengadilan Agama, tetap saja ada orang tua laki-laki (ayah) yang tidak mematuhi
putusan pengadilan tersebut. Hal ini dapat di lihat pada table hasil wawancara dengan
para responden berikut ini :
10
Hasil wawancara dengan Hakim Pengadilan Agama Kota Gorontalo (Drs. Burhanudin Mokodompit), tanggal 11 Oktober 2013, pukul 0920.
45
TABEL II
Persen
%
1 Tidak Memiliki Pekerjaan dan Penghasilan Tetap 1 20
2 Melakukan putusan pengadilan, namun hanya beberapa bulan 1 20
3 Anak yang tidak menerima nafkah sesuai putusan Pengadilan 1 20
4 Orang tua Perempuan ( Ibu ) mampu membiayai kehidupan anaknya 2 40
5 100%
No Alasan Responden
Jumlah
Sumber : Data Primer Tahun 2013
Dari beberapa kasus perceraian yang telah diputus oleh hakim, jelas menunjukan
bahwa tidak dilaksanakannya putusan hakim atas pemenuhan nafkah anak di akibatkan
oleh faktor penyebab perceraian yakni pertikaian atau permasalahan antara ibu dan ayah
yang bercerai, sehingga saat Pengadilan memutuskan bahwa yang bertanggung jawab
membayar biaya nafkah anak adalah orang tua laki-laki (ayah) sang ibu merasa tidak
mau lagi menerima pemberian dari sang mantan suami, dan tidak mengijinkan anaknya
untuk bertemu dengan ayahnya lagi, sehingga orang tua perempuan (ibu) mengatakan
bahwa dia mampu memenuhi keperluan anaknya atau mampu membiayai nafkah
anaknya. Faktor-faktor lainnya yang menyebabkan nafkah anak tidak terpenuhi antara
lain sebagai berikut :
1. Orang tua laki-laki (ayah) di putuskan oleh Pengadilan Agama adalah yang
bertanggung jawab atas biaya nafkah anaknya, tapi sesuai data yang
46
diperoleh dari hasil wawancara dengan para responden menyatakan bahwa
mereka tidak mematuhinya, hal ini disebabkan oleh mantan suaminya tidak
mempunya pekerjaan dan penghasilan tetap.
2. Responden lainnya menyatakan bahwa, orang tua laki-laki (ayah)
melaksanakan putusan pengadilan akan tetapi tidak sesuai dengan putusan
pengadilan, karena mantan suaminya membayar biaya nafkah anaknya hanya
dalam jangka waktu beberapa bulan saja, selanjutnya lagi sudah tidak pernah
di bayarkan lagi.
3. Satu responden lainya yaitu anak dari orang tua yang bercerai menyatakan
bahwa ia menerima biaya pemenuhan kebutuhannya hanya 4 bulan pertama
setelah ayah dan ibunya bercerai, selanjutnya sudah tidak pernah lagi, hal ini
diakibatkan oleh ayahnya sudah menikah lagi dan sudah memiliki keluarga
lainnya sehingga sulit untuk meminta nafkah kepda ayahnya.
4. 2 responden menyatakan bahwa orang tua laki-laki (ayah) menjalankan
putusan pengadilan akan tetapi dari pihak orang tua perempuan tidak mau
menerima pemberian dari mantan suami dikarenakan faktor internal yang
terjadi antara orang tua laki-laki (ayah) dengan orang tua perempuan (ibu),
dan juga orang tua perempuan mengaku mampu membiayai kehidupan
anaknya.
Dari hasil penelitian dengan wawancara langsung dengan para responden secara jelas
menyatakan bahwa “Hambatan-hambatan yang dialami oleh orang tua dalam
47
pemenuhan hak-hak anaknya setelah terjadinya perceraian” adalah di sebabkan oleh
beberapa faktor yaitu :
1. Faktor Intern
Data yang diperoleh menunjukan bahwa orang tua laki-laki (ayah) yang telah
diputuskan oleh Pengadilan sebagai penanggung jawab pemenuhan biaya nafkah anak
sudah tidak lagi memberikan biaya nafkah anak disebabkan oleh faktor ekonomi atau
dalam hal ini adalah orang tua laki-laki sudah tidak memiliki pekerjaan ataupun
penghasilan yang tetap sehingga dapat dipahami bahwa dari faktor ini orang tua laki-
laki (ayah) tidak mampu memenuhi biaya nafkah anak sesuai dengan yang telah
diputuskan oleh pengadilan. Dari 4 responden orang tua perempuan menyatakan bahwa
Pengadilan memutuskan bahwa mantan suaminya harus membayar nafkah anak. Akan
tetapi meskipun pengadilan sudah menghukum atau memutuskan biaya nafkah anak
ditanggung oleh orang tua laki-laki (ayah), pada kenyataanya tidak semua orang tua
laki-laki menjalankan putusan Pengadilan tersebut. Hal ini dibuktikan dengan data yang
tercantum dalam table II, juga diperkuat dengan pernyataan dari Hari (nama samaran),
dia menyatakan bahwa dia hanya memberikan biaya nafkah kepada anaknya, tapi tidak
seuai dengan putusan Pengadilan, hal ini dikarenakan oleh pekerjaannya hanya sopir
bentor yang penghasilannya tidak menetap setiap bulannya, bahkan untuk biaya hidup
sendiri pun susah, apalagi untuk membayar biaya nafkah anak yang dijatuhkan
pengadilan kepadanya.11
Demikian juga dengan pernyataan dari anton (nama samaran)
dia mengatakan bahwa pembayaran biaya nafkah kepada anaknya sudah dilakukan
11
Wawancara dengan responden orang tua laki-laki (Hari), tanggal 25 september pukul 19.00.
48
namun hanya beberapa bulan setelah terjadinya perceraian, kemudian selanjutnya sudah
tidak pernah lagi, hal ini dikarenakan dia adalah sopir taksi yang sering bepergian keluar
daerah sehingga dia jarang memiliki waktu untuk bertemu anaknya, di tambah lagi dia
sudah menikah lagi dan memiliki anak di daerah Manado.12
Lain halnya lagi dengan
amir (nama samaran) dia menyatakan bahwa setelah Pengadilan Agama memutuskan
bahwa yang bertanggung jawab memenuhi biaya nafkah anaknya adalah dirinya, dia
tidak pernah membayar biaya nafkah anaknya tersebut, hal ini diakibatkan oleh
pengaruh istri ke keduanya yang selalu melarang dirinya bertemu dengan anaknya
lagi,13
akan tetapi sesuai data wawancara dengan mantan istrinya, dia tidak merasa
keberatan mantan suaminya tidak membayar biaya nafkah anak, justru dia pun melarang
anaknya berhubungan dengan ayahnya, juga dia mengaku mampu membayar dan
memenuhi kebutuhan hidup anaknya.14
Sama halnya dengan ronal (nama samaran) ia
mengaku mampu membayar biaya nafkah anaknya, akan tetapi dia selalu mendapat
larangan dari mantan istrinya untuk memberikan nafkah kepada anaknya karena mantan
istrinya mengaku mampu memelihara anaknya walaupun tidak mendapat pemberian
biaya nafkah dari dirinya.15
Kenyataan yang telah diperoleh sesuai dengan data yang telah di jelaskan di atas
menjelaskan bahwa walaupun biaya nafkah anak sudah di jamin oleh putusan
Pengadilan Agama yang memutuskan perceraian kedua orang tua, akan tetapi dalam hal
orang tua laki-laki (ayah) telah menikah lagi dan memiliki keluarga baru jelas akan
12
Wawancara dengan responden orang tua laki-laki (anton) , tanggal 20 oktober, pukul 10.00 13
Wawancara dengan responden orang tua laki-laki (amir), tanggal 15 oktober 2013, pukul 16.00 14
Wawancara dengan responden orang tua perempuan (yati), tanggal 16 oktober 2013, pukul 10.00. 15
Wawancara dengan responden orang tua laki-laki (ronal), tanggal 27 oktober 2013, pukul 20.00
49
sangat sulit untuk memberikan biaya nafkah atau biaya pemenuhan hak anaknya apalagi
yang tidak memiliki penghasilan dan pekerjaan yang tetap.
Berkaitan dengan penjelasan di atas, dari orang tua perempuan dan orang tua laki-
laki yang telah bercerai yang menjadi responden dari penelitian ini, sebanyak 2 dari 4
responden orang tua laki-laki menyatakan bahwa sudah memiliki keluarga baru atau
sudah menikah lagi. Sedangkan 2 dari 4 responden orang tua perempuan juga telah
menyatakan bahwa sudah menikah lagi, dan 2 diantaranya menyatakan bahwa mampu
membiayai kehidupan anaknya. Hal ini mempengaruhi kewajiban dari seorang ayah
yang telah di tetapkan oleh pengadilan, karena pada kenyataanya apabila orang tua laki-
laki sudah menikah lagi maka akan mempengaruhi faktor keuangan atau faktor ekonomi
dari orang tua laki-laki tersebut. Apalagi bila istrinya yang baru melarang suaminya
untuk berhubungan dengan keluarga terdahulunya. Faktor lain yang menjadi penyebab
tidak terpenuhinya biaya pemenuhan hak anak atau biaya nafkah anak ini adalah orang
tua laki-laki tidak memiliki kesadaran hukum dan rasa tanggung jawab sebagai seorang
ayah. Hal ini disebabkan oleh pihak orang tua laki-laki merasa bila setelah pengadilan
memutuskan perceraian antara istrinya telah selesai maka kewajiban untuk memenuhi
biaya kehidupan keluarganya yang ditinggalkan juga akan hilang dan tidak lagi menjadi
permasalahan.
Pengadilan pada dasarnya bertujuan memutuskan bahwa orang tua laki-laki
memilik tanggung jawab atas biaya pemeliharaan anak atau pemenuhan hak anak adalah
perwujudan dari peraturan Perundang-undangan yaitu pengimplementasian isi dari
50
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang lebih jelasnya
tercantum dalam pasal 41 UU No. 1 Tahun 1974.
2. Faktor Eksteren
Di zaman globalisasi seperti sekarang ini sudah tidak lazim lagi perempuan yang
sudah memiliki pekerjaan dan penghasilan sendiri, dan bahkan memiliki penghasilan
yang lebih besar dari laki-laki sehingga dia tidak lagi bergantung pada biaya dari orang
tuanya, atau bahkan suaminya jika memang dia sudah menikah. Biasanya hal ini juga
dapat menyebabkan permasalahan dalam keluarga, karena sudah mengaku memiliki
penghasilan yang cukup istri menjadi tidak perduli dengan keadaan suaminya sehingga
menyebabkan pertengkaran dan bahkan sampai mengakibatkan perceraian. Faktor
kemampuan finansial atau kemampuan ekonomi yang dimiliki oleh orang tua
perempuan ini adalah faktor yang banyak terjadi dalam penelitian ini. Karena merasa
cukup atau mampu membiayai kebutuhan anaknya setelah terjadi perceraian maka
kewajiban dari orang tua laki-laki yang telah di putuskan oleh pengadilan yaitu sebagai
penanggung jawab atas semua biaya pemenuhan hak anaknya sampai dia berumur
dewasa tidak akan terlaksana. Disamping itu, faktor lain yang menjadi sebab tidak
terlaksananya pemberian nafkah dari orang tua laki-laki (ayah) adalah karena orang tua
perempuan (ibu) memiliki keluarga yang berkecukupan atau dalam hal ini berasal dari
keluarga yang mampu sehingga dengan bantuan dari keluarganya orang tua perempuan
(ibu) merasa tidak perlu mengkhawatirkan persoalan pemenuhan hak anaknya nanti
setelah terjadi perceraian. Keadaan ini juga ditemukan dalam penelitian ini, dari 4 orang
51
responden orang tua perempuan ada 2 orang responden manyatakan bahwa dia mampu
membiayai kebutuhan anak-anaknya.
Hambatan Pemenuhan hak anak pasca perceraian yang di temui oleh orang tua
selain penghasilan dari pihak orang tua laki-laki yang tidak tetap atau mengenai masalah
ekonomi juga faktor orang tua sudah menikah lagi, atau orang tua perempuan mampu
membiayai kehidupan anaknya tanpa harus ada pemberian dari mantan suaminya
masalah lain yang timbul adalah besarnya biaya eksekusi dalam mengajukan gugatan ke
Pengadilan Agama. Hal ini menjadi sebab lainya karena nilai dari barang-barang yang
akan di eksekusi oleh pengadilan tidak sepadan dengan biaya eksekusi yang harus
dibayarkan oleh pihak orang tua perempuan (ibu), di tambah lagi apabila pihak orang
tua perempuan menggunakan jasa penasehat hukum (pengacara) maka biaya yang di
keluarkan akan sangan besar, padahal hal semua itu seharusnya diberikan saja kepada
anak, karena pada kenyataanya yang menjadi korban terbesar dari peristiwa perceraian
ini adalah anak, peristiwa perceraian yang di alami oleh keluarga yang memiliki anak
akan mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan anaknya bahkan akan berdampak
sangat buruk untuk mentalnya.