Post on 26-Oct-2020
29
BAB IV
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian
4.1.1 Persiapan
Persiapan merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk
mendukung proses penelitian agar sesuai dengan tujuan penelitian.
Persiapan yang dilakukan diantaranya: menyediakan alat perekam,
pedoman wawancara, surat keterangan penelitian, pulpen dan alat
pendukung lain. Alat perekam yang digunakan adalah handphone
yang memiliki kemampuan merekam dengan baik. Selain itu pedoman
wawancara juga merupakan salah satu hal penting yang harus
dipersiapkan agar wawancara dapat terarah pada informasi yang
diperlukan bagi penelitian.
Penulis juga perlu mempersiapkan diri dengan baik, karena
penulis merupakan instrument kunci dalam penelitian ini. Dalam
penelitian kualitatif penulis merupakan instrument penelitian/alat
pengumpul data utama.
4.1.2 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian diawali dengan menentukan calon-calon
subjek penelitian. Kegiatan ini penulis lakukan dengan cara
30
mengumpulkan informasi melalui wawancara informal dengan
beberapa teman penulis mengenai siapa saja kira-kira yang akan
menjadi calon subjek penelitian. Setelah menemukan beberapa orang
yang sesuai, peneliti menyeleksi lagi menjadi 2 orang yang paling
sesuai dengan karakteristik subjek penelitian yang telah ditentukan.
Setelah terpilih 2 orang calon subjek, penulis mengkonfirmasi
kesediaan calon subjek untuk melakukan wawancara, penulis
menjelaskan bahwa hasil wawancara akan digunakan untuk
kepentingan penelitian. Namun salah seorang calon subjek menolak
untuk wawancara dengan suatu alasan, sehingga penulis mencari
seorang calon subjek kembali yang bersedia diwawancara. Setelah
ditemukan 2 orang subjek, penulis memberitahukan tentang tujuan
penelitian yang sedang dilakukan agar subjek dapat memberikan
informasi yang sesuai dengan kebutuhan penulis. Faktor yang
ditekankan dalam wawancara adalah keterbukaan dan kepercayaan
subjek pada penulis sehingga perlu dipahami bahwa tujuan dari
wawancara ini semata-mata adalah untuk kepentingan penelitian.
Tempat dan waktu wawancara disesuaikan dengan kesediaan
subjek dan diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu aktivitas
subjek dan juga agar hal-hal yang berkaitan dengan sikap subjek dapat
bersifat alami tanpa dibuat-buat. Sebelum memulai wawancara penulis
melakukan pengamatan tidak langsung terhadap subjek, terutama
31
mengamati kehidupan keluarga subjek dan hubungan subjek dengan
suami dan orang-orang disekitar subjek.
4.1.3 Wawancara
Setelah mengamati kehidupan keluarga subjek, selanjutnya
dilakukan wawancara dengan kedua subjek pada waktu dan tempat
yang telah disetujui, sebelum memulai wawancara peneliti terlebih
dahulu menginformasikan kepada subjek bahwa dalam proses
wawancara akan menggunakan alat perekam berupa handphone guna
merekam informasi. Penulis juga meminta ijin kepada subjek untuk
bisa mengambil beberapa gambar dalam proses wawancara sebagai
dokumentasi.
Wawancara dilaksanakan pada hari yang berbeda antara 2
subjek sesuai dengan kesepakatan subjek dengan penulis yang
disesuaikan dengan kesibukan masing-masing subjek. Dalam proses
wawancara penulis menggunakan pedoman wawancara yang telah
disiapkan sebelumnya, hal ini bertujuan agar setiap pertanyaan yang
diajukan kepada subjek lebih terarah pada pokok permasalahan yang
ingin digali. Kedua subjek penelitian ini telah dikenal oleh peneliti
sebelumnya, untuk memudahkan dalam penulisan peneliti
memberikan nama masing-masing subjek, yaitu subjek A dan subjek
B. Subjek pertama (subjek A) adalah teman yang pernah dikenalkan
32
oleh teman penulis sedangkan subjek kedua (subjek B) adalah kakak
kandung dari teman penulis.
Wawancara dengan subjek A dilakukan pada hari Minggu
tanggal 2 Februari 2014 bertempat di rumah subjek. Wawancara
dengan subjek B dilakukan pada hari Minggu tanggal 16 Februari
2014 bertempat di rumah subjek. Observasi dilakukan sebelum
wawancara dimulai dengan mengamati lingkungan sekitar tempat
tinggal subjek beserta hubungan subjek dengan orang-orang sekitar
subjek terutama suami subjek.
4.2 Pengumpulan Data
4.2.1 Catatan Lapangan
Catatan lapangan yang dibuat penulis berbentuk verbatim
wawancara. Verbatim wawancara merupakan data mentah yang sudah
diproses sebagiannya dalam bentuk transkripsi wawancara, atau dapat
dikatakan memberi catatan pada orang yang diwawancarai dalam
bentuk transkrip (Poerwandari, 2005).
4.2.2 Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses meringkas data, analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak
perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga
kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik.
33
4.2.3 Kategorisasi
Dari hasil wawancara dilakukan proses pengkategorisasian,
penulis melakukan coding, yaitu usaha untuk memaknai data melalui
simbol atau kode dalam rangka mempermudah proses kategorisasi,
berupa angka-angka latin (1, 2, 3, ...) yang menunjukkan baris, dan
abjad (A, B, C, ...) merupakan kode untuk menunjukkan subjek. Kode
abjad yang menunjukkan subjek akan diikuti kode angka latin yang
akan menunjukkan baris disamping deskripsi wawancara.
4.3 Interpretasi Data
4.3.1 Subjek A
a. Gambaran Umum Subjek
Nama Subjek : WK
Usia Subjek : 22 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Swasta
Subjek merupakan seorang istri yang bekerja sebagai buruh
pabrik, suami subjek adalah seorang pedagang jajanan keliling di
sekolah-sekolah bernama DM yang berusia 25 tahun dan
memiliki pendidikan terakhir SMP. Pernikahan subjek sudah
berjalan lebih kurang 2 tahun dan memiliki seorang anak
perempuan berusia 1 tahun. Subjek berpacaran dengan Dwi
34
Maulana sejak subjek masih duduk di bangku SMA sebelum
akhirnya memutuskan untuk menikah.
Subjek tinggal di daerah Ambarawa dekat dengan saudara
dan kerabatnya. Setiap harinya subjek bekerja dari pagi hingga
petang dan hanya hari minggu saja subjek bisa berada di rumah
bersama dengan anaknya, selama subjek dan suaminya bekerja
anaknya selalu dititipkan pada orang tua subjek yang rumahnya
tidak jauh dari rumah subjek. Pada saat bertemu dengan penulis
subjek sempat mengeluhkan tentang pekerjaannya yang tidak
memberikan waktu lebih bersama keluarga, namun subjek tetap
berusaha untuk meluangkan waktu untuk bersama anak meskipun
hanya sebentar setiap harinya.
b. Observasi
Observasi dilakukan selama proses wawancara berlangsung,
dari hasil observasi dapat diketahui bahwa subjek merupakan
seorang perempuan muda berumur 22 tahun. Dari segi fisik
subjek berbadan kurus, berkulit sawo matang, tinggi subjek
kurang lebih 162 cm. Subjek terlihat aktif dan cekatan dalam
melakukan pekerjaan rumah tangga serta mengurus anak
perempuannya.
Hubungan subjek dengan suami terlihat sangat baik, hal ini
tampak ketika keduanya sering bertukar gurauan saat bermain
35
bersama dengan anaknya dan berbincang dengan penulis. Subjek
juga tampak akrab dengan para tetangga di sekitar rumahnya.
Selama wawancara berlangsung subjek cukup kooperatif
dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh peneliti
meskipun sebelumnya subjek mengungkapkan bahwa subjek
sedikit malu jika wawancara harus direkam. Pada saat menjawab
pertanyaan subjek terlihat agak gugup dan malu-malu, reaksinya
cenderung datar dan sesekali subjek tertawa kecil karna
kebingungan menemukan kata-kata untuk mengungkapkan
jawabannya.
Walaupun subjek sudah lama tidak bertemu dengan penulis
namun subjek langsung bisa akrab dengan penulis ketika penulis
datang untuk meminta kesediaannya menjadi subjek penelitian
dan selama proses wawancara.
c. Reduksi Data
Dari hasil wawancara dengan subjek A dapat diketahui
bahwa optimisme subjek pada pernikahannya adalah sebagai
berikut:
1) Permanence yaitu membahas tentang bagaimana seseorang
menyikapi kejadian-kejadian yang menimpanya apakah akan
berlangsung lama atau sementara. Hal ini tampak dalam
pernyataan subjek:
36
“Ya yang diharapkan bisa menjadi keluarga yang bahagia,
bisa nyenengin anak, ya pokok’e seng bahagia-bahagia”
(A6)
“Ya optimis, sudah menjadi pilihan sejak menikah, optimis
kalau dia bisa membahagiakan” (A11)
2) Pervasiveness membahas tentang bagaimana seseorang
memandang kebaikan dan keburukan yang terjadi pada
dirinya, apakah ia berpandangan secara universal atau secara
spesifik. Hal ini tampak dalam pernyataan subjek:
“Ya ndak papa, kalau pendidikan tu nggak masalah, yang
penting.. opo yo jenenge yo.. yang penting kan saling ngerti,
walaupun pendidikan berbeda kan nggak jadi masalah” (A7)
“Cukup puas sih, yang penting kan nggak.. opo yo.. cari
kerjaan tu halal, nggak yang neko-neko” (A8)
3) Personalization membahas tentang bagaimana seseorang
memandang kebaikan dan keburukan yang terjadi apakah
karena faktor internal atau eksternal. Hal ini tampak dalam
pernyataan subjek:
“Yo kalau orang tua nggak papa soale udah pilihan saya
sendiri, kalau saya seneng berarti orang tua juga ikut
seneng” (A10)
37
“Enggak ada masalah, yang penting kalau.. aku sebagai istri
selalu menghargai suami walaupun opo tingkat
pendidikannya lebih tinggi aku tapi kan tetep suami aku, jadi
tetep lebih menghargai” (A9)
4.3.2 Subjek B
a. Gambaran Umum Subjek
Nama Subjek : ER
Usia Subjek : 28 tahun
Pendidikan : S1
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Subjek merupakan seorang ibu rumah tangga berusia 28
tahun dan berpendidikan S1 Ilmu Keperawatan, subjek telah
menikah selama lebih kurang 1 tahun dengan suaminya yang
berpendidikan SMK/STM bernama BW yang berusia jauh
dibawah subjek, yaitu 23 tahun. Dari data tersebut dapat diketahui
bahwa selain memiliki perbedaan tingkat pendidikan, subjek juga
memiliki perbedaan usia yang relatif jauh dengan suami.
Hingga saat ini subjek belum mendapatkan momongan dari
pernikahannya. Subjek berdomisili di Ambarawa namun saat ini
sedang merencanakan kepindahannya ke Jakarta mengikuti suami
mengingat belum lama ini suaminya mendapatkan pekerjaan di
salah satu perusahaan di Jakarta. Untuk sementara subjek lebih
38
memilih untuk menjadi seorang ibu rumah tangga saja
dibandingkan bekerja, alasannya adalah subjek ingin mengabdi
sepenuhnya kepada sang suami selagi masih memungkinkan
untuk tidak bekerja.
b. Observasi
Observasi dilakukan selama proses wawancara berlangsung.
Subjek merupakan seorang perempuan yang bertubuh agak
gemuk, berkulit sawo matang, dengan tinggi badan kurang lebih
156 cm. Subjek sangat baik dan ramah kepada penulis, pada saat
penulis datang subjek baru saja selesai membereskan rumah,
subjek tampak sangat rajin dan teliti dalam berbenah rumah.
Ketika dilakukan wawancara subjek hanya di rumah
bersama dengan adiknya saja, hal ini dikarenakan suami subjek
telah berangkat ke Jakarta beberapa minggu sebelumnya untuk
menerima panggilan kerja. Subjek juga terlihat telah bersiap
untuk segera pindah menyusul sang suami ke Jakarta, hal ini
tampak ketika selesai wawancara subjek menerima telepon dari
sebuah agen bus di terminal berkaitan dengan pemesanan tiket
yang telah dilakukan subjek sebelumnya.
Selama proses wawancara berlangsung subjek cukup
kooperatif dan menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh
peneliti dengan sangat baik, subjek tampak senang dan
39
bersemangat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penulis.
Subjek selalu menjawab pertanyaan dari penulis tanpa ragu-ragu
dan cukup aktif.
Dari awal hingga akhir proses wawancara subjek tampak
santai dan cukup tenang dalam berinteraksi dengan penulis,
subjek secara sukarela memberikan informasi secara jujur dan
terbuka kepada peneliti.
c. Reduksi Data
Dari hasil wawancara dengan subjek A dapat diketahui
bahwa optimisme subjek pada pernikahannya adalah sebagai
berikut:
1) Permanence yaitu gaya penjelasan masalah yang berkaitan
dengan waktu, yaitu temporer dan permanen. Hal ini tampak
dalam pernyataan subjek:
“. . . nah semoga kedepannya nanti tu kita bisa jadi keluarga
yang apa sakinah mawadah warohmah, tanpa apa harus ada
apa ya emmm apa ya gangguan-gangguan gitu” (B4)
“. . . jadi kan kita udah ada niat ibadah, nah dari kata itu kita
jadi berfikirnya positif, . . .” (B9)
“. . . kalau saya sih lebih optimis ya, karna semua itu kan
kayak rizki juga yang ngatur yang diatas gitu, asalkan kita
mau berusaha pasti semuanya ada jalannya, . . .” (B9)
40
2) Pervasiveness yaitu gaya penjelasan yang berkaitan dengan
dimensi ruang lingkup, dibedakan menjadi spesifik dan
universal. Hal ini tampak dalam pernyataan subjek:
“Yang pertama kalau saya tidak melihat dari tingkat
pendidikannya tapi dari tingkat kenyamanan saya terhadap
pasangan saya . . . “ (B5)
“. . . jadi menurut saya kalau status pendidikan itu nggak
terlalu berpengaruh, tapi kita dapat menilai dari orangnya
dulu gimana gitu, kita udah nyaman, enak diajak ngomong,
gitu” (B5)
3) Personalization yaitu gaya penjelasan yang berkaitan dengan
sumber penyebab, internal dan eksternal. Hal ini tampak
dalam pernyataan subjek:
”. . . apapun keputusan kamu orang tua tetep mendukung . . .
Yang penting kamu seneng, kamu nyaman, gitu kamu tidak
merasa terbebani atau gimana gitu” (B8)
“. . . memang kadang-kadang kan kalau namanya pemikiran
tu perbedaan pasti ada kan, Cuma kan perbedaan itu pasti
ada penyelesaiannya” (B7)
41
4.4 Pembahasan
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masing-masing subjek
memiliki optimisme dalam pernikahan. Subjek memiliki optimisme dalam
setiap jawaban yang diberikan.
Aspek Permanence berhubungan dengan dimensi waktu, bagaimana
seseorang menilai sebuah peristiwa atau hal yang terjadi pada dirinya
berdasarkan pada waktu yang lama atau sementara, orang yang optimis akan
memandang hal negatif yang terjadi pada dirinya akan bersifat sementara
atau temporer dan hal positif yang terjadi pada dirinya akan bertahan lama.
Sebaliknya, seseorang yang pesimis akan memandang suatu hal atau
peristiwa negatif akan bertahan lama pada dirinya sedangkan hal positif
yang terjadi akan dipandang sebagai hal yang tidak akan terjadi dalam
waktu yang lama. Dari hasil penelitian ini telah ditemukan berbagai jawaban
dari subjek yang menyatakan bahwa kedua subjek memiliki keyakinan akan
masa depan keluarga yang dibina, kedua subjek yakin dan optimis akan
memiliki kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang, hal ini
tampak pada pernyataan kedua subjek: “Ya optimis, sudah menjadi pilihan
sejak menikah, optimis kalau dia bisa membahagiakan” dan “kalau saya sih
lebih optimis ya . . . asalkan kita mau berusaha pasti semuanya ada
jalannya”.
Dari pernyataan tersebut jelas tampak perbedaan dimensi waktu antara
orang yang optimis dan pesimis. Kata optimis yang digunakan oleh subjek
42
menunjukkan bahwa subjek memiliki keyakinan yang baik dalam dimensi
waktu yang lama, dalam hal ini adalah masa depan.
Pendapat tersebut juga memperkuat pendapat Sri Harini (1994)
tentang semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan semakin
memperluas dan melengkapi pola berpikirnya dalam menghadapi sesuatu
hal, dari jawaban subjek tersebut dapat diketahui bahwa subjek memandang
perbedaan pendidikan ini dengan pola berpikir yang lebih baik dan tidak
gegabah.
“sudah menjadi pilihan sejak menikah . . . “ pernyataan ini mendukung
pendapat Kartini Kartono (1992) tentang ikatan janji kesetiaan cinta kasih
yang diikrarkan dengan jalan menikah. Subjek meyakini betul tentang janji
yang telah diikrarkan lewat pernikahan sehingga subjek mampu menerima
apapun yang telah menjadi pilihannya.
Aspek Pervasiveness merupakan aspek yang mengacu pada cakupan
seseorang dalam melihat suatu hal atau peristiwa berdasarkan ruang lingkup
spesifik atau universal. Seseorang yang optimis akan melihat suatu hal yang
baik berasal dari keseluruhan/semua yang ada pada dirinya, sedangkan
kegagalan berasal dari sebagian kecil dari dirinya. Lain dengan orang
pesimis yang akan melihat hal-hal positif merupakan suatu hal yang
spesifik, sedangkan hal negatif merupakan bagian universal. “... yang
penting saling mengerti, walaupun pendidikan berbeda kan nggak jadi
masalah” , ”yang pertama saya lihat bukan dari tingkat pendidikannya tapi
dari tingkat kenyamanan saya”. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa
43
subjek tidak memandang perbedaan tingkat pendidikan sebagai hal yang
universal atau menyeluruh tapi masih banyak hal lain yang diperhatikan
dalam menjalin suatu hubungan suami istri.
Jadi tampak bahwa aspek pervasif merupakan bagaimana seseorang
memandang hal-hal yang terjadi menjadi bagian dari universal atau spesifik
pada dirinya. Setiap subjek memberikan jawaban yang berbeda-beda,
namun dari hasil analisis dapat diketahui bahwa setiap subjek memiliki
sikap yang optimis dalam menyikapi setiap hal/peristiwa yang terjadi dalam
kehidupan pernikahan beda pendidikan yang dijalani.
Jawaban subjek kembali mendukung pendapat Sri Harini (1994)
bahwa tingkat pendidikan seseorang akan memperluas pola berpikir, subjek
yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memandang tingkat
pendidikan suami bukan sebagai hal yang mutlak harus ada namun ada
banyak hal yang lebih penting dibandingkan pendidikan, yaitu kenyamanan
dan sikap saling mengerti.
Aspek Personalization merupakan aspek yang memandang suatu hal
dari faktor internal atau eksternal, seorang yang optimis akan memandang
suatu hal yang baik asalnya adalah dari dirinya sendiri, sedangkan hal yang
tidak baik berasal dari luar dirinya. Dan orang yang pesimis akan
memandang kegagalan berasal dari dirinya dan keberhasilan berasal dari
faktor luar dirinya. Dari hasil observasi dapat diketahui bahwa setiap subjek
bersikap baik terhadap suami dan selalu bersikap hormat, hal ini dapat
diartikan bahwa subjek melakukan hal yang baik mulai dari dirinya sendiri
44
terlebih dahulu, ini menunjukkan keyakinan subjek bahwa segalanya akan
menjadi baik jika subjek bersikap baik.
Dari pernyataan “. . . kalau saya seneng berarti orang tua juga ikut
seneng” subjek memiliki keyakinan bahwa mereka akan membuat orang tua
mereka bahagia jika dirinya bahagia, hal ini menjadi indikator bahwa kedua
subjek memiliki sikap yang optimis, karena subjek meyakini akan terjadi
hal-hal baik yang bersumber atau berasal dari diri subjek sendiri, yaitu
kebahagiaan orang tua subjek.
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa hasil penelitian ini
menjawab teori Seligman (1991) bahwa individu-individu yang memiliki
sifat optimis akan terlihat pada aspek-aspek tertentu, yakni Permanence,
Pervasiveness, dan Personalization. Hasil penelitian ini juga mendukung
penelitian dari Rita Suwartiningsih (1997) bahwa tidak ada perbedaan
peranan istri dalam rumah tangga dilihat dari tingkat pendidikan istri, serta
penelitian Wahyu Setiyono yang menyatakan bahwa Undang-Undang
Perkawinan Tahun 1974 menunjukkan adanya ketidaksetaraan gender yang
sangat tampak pada suami dan istri dalam rumah tangga.