Post on 19-Aug-2018
30
Bab III Analisis Stratigrafi Sikuen
Reservoir batupasir Duri “B2” merupakan bagian dari Formasi Duri dalam
Kelompok Sihapas yang diperkirakan diendapkan pada Miosen Awal. Di bagian
utara lapangan RantauBais, batupasir Duri “B2” merupakan reservoir minyak
yang utama. Dari analisis stratigrafi sebelumnya, batupasir Duri “B2”
diinterpretasikan sebagai satu tubuh batupasir yang menerus di seluruh lapangan.
Pada tahun 1999, Denison dan Pujiarko telah melakukan interpretasi terhadap
stratigrafi sikuen dan analisis lingkungan pengendapan Formasi Duri dan Bekasap
untuk lapangan RantauBais. Batupasir Duri “B” secara keseluruhan dimasukkan
ke dalam satu siklus pengendapan bersama dengan incised-valley batupasir Duri
“C”, yang dibatasi oleh batas sikuen D-1 dibagian bawah dan batas sikuen D-2
dibagian atas, yang keduanya dipisahkan oleh sebuah flooding surface.
Analisis sedimentasi di lapangan RantauBais yang dilakukan oleh Denison dan
Pujiarko, 1999, didasarkan pada inti batuan yang ada di lapangan RantauBais pada
saat itu yaitu sejumlah 159,4 kaki inti batuan yang diambil dari enam (6) sumur.
Jumlah total inti batuan yang sangat terbatas dan kondisi inti batuan yang kurang
baik, menyebabkan analisis sedimentasi kurang detail pada beberapa bagian.
Analisis sedimentasi dan stratigrafi yang dilakukan telah dikorelasikan dengan
data log dari sumur dari tempat inti batuan tersebut diambil.
Hasil analisis sedimentasi reservoir batupasir Duri “B2” yang akan dilakukan
akan mengacu pada hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Adapun hasil
analisis lingkungan pengendapan Formasi Duri dan Bekasap dari lapangan
RantauBais yang dilakukan Denison dan Pujiarko, 1999, adalah sebagai berikut:
1. Fluvial/Tidal Channel
2. Tidal Influenced Channel and Creeks
3. Estuarine Margin Mud Flats
4. Estuarine Channel
31
5. Estuarine Sand Flats and Sand Bars
6. Transgressive Lag
7. Delta Front
Ciri-ciri dari masing-masing fasies pengendapan dapat dilihat pada Tabel III.1 di
bawah ini:
Tabel III. 1. Hasil identifikasi fasies pengendapan dan ciri-ciri sedimentasinya di lapangan RantauBais (Denison dan Pujiarko, 1999).
Fasies Karakteristik Sedimentasi
Delta Front Batulanau; laminasi: tidak ada - jarang; biasa dijumpai adanya riak-riak ; biasa dijumpai adanya bioturbasi.
Transgressive Lag
Batupasir kasar - halus di bagian bawah, halus-sangat halus di bagian atas; sortasi jelek; bioturbasi; bagian bawah ditandai adanya glossifungites ; transisi menuju batulanau delta front di bagian atas.
Estuarine Sand Flats Batupasir dengan ukuran butir sedang - halus; masif; intensif bioturbasi; mengandung Ophiomorpa dan Thalasionides .
Estuarine Channel
Batupasir dengan ukuran butir kasar - halus, dengan bagian bawah berubah dengan tajam;menghalus ke atas (fining upward ); dijumpai beberapa kerikil/ granul; dijumpai silang siur baik yang paralel maupun menyudut; berubah dengan cepat di bagian atas dan berbatasan dengan mud flats, lag atau delta front.
Estuarine Mud Flats atau Tidal Flats
Batulanau; masif atau samar-samar tampak laminasi horisontal; biasa dijumpai adanya riak-riak; bioturbasi: jarang - intensif.
Tidal Channel atau Creeks
Batupasir dengan ukuran butir kasar - sedang; dijumpai kerikil/ kerakal; dijumpai silang siur baik yang paralel maupun menyudut; bagian bawah dibatasi bidang erosi yang tajam. Ketebalan Tidal Channel antara 10-50 kaki, dengan ukuran butir yang konsisten; bioturbasi jarang. Ketebalan Creeks antara 2-10 kaki, menghalus ke atas (fining upward ), bagian atas bergradasi menjadi batupasir estuarin; biasa dijumpai bioturbasi.
Fluvial atau Tidal Channel
Batupasir dengan ukuran butir kasar - sangat kasar; kadang berukuran kerikil/ kerakal ; dijumpai silang siur yang menyudut (inclined planar ); sering kali dijumpai kerikil dan/atau carbonaceous debris pada permukaan perlapisannya; tidak dijumpai bioturbasi atau sangat jarang dijumpai; merupakan proses beberapa kali pengendapan, dengan ketebalan sampai 60 kaki.
32
III.1 Analisis Sedimentasi Inti Batuan Batupasir Duri “B2”
Lima dari 20 sumur di lapangan RantuBais bagian utara mempunyai inti batuan.
Lima sumur tersebut yaitu:
1. Sumur RantauBais#15, dibor pada bulan Mei 1985. Total 18,5 kaki inti
batuan terambil dari sumur ini.
2. RantauBais#25 (1993), dibor pada bulan November 1996. Total 31 kaki
inti batuan terambil dari sumur ini.
3. RantauBais#28 (1993), dibor pada bulan Juli 1997. Total 30 kaki inti
batuan terambil dari sumur ini.
4. RantauBais#41 (2004), dibor pada bulan April 2004. Total 69 kaki inti
batuan terambil dari sumur ini.
5. RantauBais#42 (2004). dibor pada bulan April 2004. Total 67 kaki inti
batuan terambil dari sumur ini.
sehingga jumlah keseluruhan inti batuan yang dapat terambil adalah 215,5 kaki.
Gambar III.1 menunjukkan penyebaran lokasi lima sumur di atas pada lapangan
RantauBais bagian utara. Selain itu, terdapat kenampakan yang hampir seragam
dari semua data inti batuan yang berhasil terambil dari masing-masing sumur
yaitu hanya bagian atas dan bagian bawah dari reservoir batupasir Duri “B2” yang
dapat terambil dalam proses pengambilan inti batuan. Dari lima sumur dengan inti
batuan, tidak terdapat inti batuan dari bagian tengah tubuh reservoir batupasir
Duri “B2”. Hal ini menyebabkan analisis fasies pengendapan untuk bagian
tersebut akan didasarkan pada hasil analisis inti batuan yang ada di atas dan/atau
di bawahnya. Letak interval inti batuan pada masing-masing sumur dapat di lihat
pada Gambar I.8 (sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya). Melihat penyebaran
lokasi sumur dengan data inti batuan, terlihat bahwa penyebaran sumur-sumur
tersebut hanya terletak di satu lokasi yang berdekatan satu dengan yang lainnya.
Seluruh inti batuan yang ada telah dideskripsikan. Tiga sumur pertama (sumur
RantauBais#15, RantauBais#25 dan RantauBais#28) dideskripsi oleh Lemigas
pada tahun 1997 dan disempurnakan oleh Denison dan Pujiarko pada tahun 1999,
33
sedangkan inti batuan dari dua sumur terakhir (sumur RantauBais#41 dan
RantauBais#42) dideskripsi oleh Denison dan penulis pada bulan Januari 2007.
Untuk deskripsi dua sumur terakhir, tingkat keterlibatan penulis hanya sekitar
20% dari keseluruhan beban pekerjaan tersebut.
Gambar III. 1. Letak interval inti batuan pada masing-masing sumur dengan data inti batuan.
Dari hasil deskripsi seluruh inti batuan, penulis memutuskan untuk menggunakan
hasil deskripsi inti batuan dari dua sumur, yaitu sumur RantauBais#41 dan
RantauBais#42, sebagai data utama untuk analisis lingkungan pengendapan dan
stratigrafi di Lapangan RantauBais bagian utara. Data deskripsi inti batuan dari
tiga sumur lainnya akan dijadikan sebagai data penunjang. Keputusan ini diambil
berdasarkan kondisi inti batuan ketika dideskripsikan. Batupasir lapangan
RantauBais mempunyai ciri-ciri sebagai batupasir lepas (unconsolidated sand),
sehingga ketika disimpan dalam waktu yang cukup lama tanpa perlakuan khusus
kondisinya akan cepat sekali berubah dari keadaan awal. Hal tersebut terjadi pada
34
inti batuan dari tiga sumur pertama. Perlakuan khusus telah diaplikasikan pada inti
batuan sumur RantauBais#41 dan RantauBais#42, sehingga ketika dideskripsikan,
sekitar tiga tahun setelah dibor, kondisi inti batuan tersebut masih relatif segar
(fresh) seperti kondisi semula. Perlakuan khusus itu dengan menyimpan inti
batuan yang ada dalam freezer.
III.1.1. Analisis sedimen inti batuan sumur RantauBais#41 dan
RantauBais#42
Deskripsi terhadap inti batuan telah dilakukan pada inti batuan dari sumur
RantauBais#41 dan RantauBais#42. Deskripsi inti batuan diutamakan pada
kenampakan ukuran butir, litologi, sortasi, serta kenampakan-kenampakan lain
seperti bioturbasi, silang siur (cross bedding), dan rip-ups baik yang berupa
batulanau gampingan, kerikil maupun granul. Penentuan fasies pengendapan
didasarkan pada hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya oleh Denison dan
Pujiarko, 1999. Contoh foto inti batuan dan hasil deskripsinya dapat dijumpai
pada gambar III.3 dan III.4. Hasil deskripsi inti batuan selengkapnya dapat dilihat
pada Lampiran A.
35
Gambar III. 2. Foto inti batuan sumurRantauBais#41 pada interval 698 – 704 kaki. Pada interval kedalaman 703 kaki dijumpai adanya kenampakan permukaan
glossifungites.
36
Gambar III. 3. Hasil deskripsi inti batuan pada sumur RantauBais#41 pada
interval 698 – 707,8 kaki.
Dari hasil deskripsi inti batuan pada sumur RantauBais#41 dan RantauBais#42,
inti batuan yang ada dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bagian, yaitu:
1. Bagian serpih (shale), yang diperkirakan merupakan shallow marine shelf.
Serpih ini dijumpai di atas dan di bawah dari lapisan batupasir yang ada.
Serpih ini dicirikan dengan kenampakan batulanau yang berwarna abu-abu
cerah dan bersifat karbonatan, tidak dijumpai adanya laminasi maupun
kenampakan bioturbasi. Hasil analisis ini apabila dihubungkan dengan
hasil analisis sebelumnya, dikelompokkan ke dalam kelompok delta front.
Bagian serpih delta front pada inti batuan sumur RantauBais#41 dijumpai
pada interval 698 – 698,3 kaki dan 731 – 757,8 kaki, sedang pada inti
batuan sumur RantauBais#42 dijumpai pada interval 702 – 708,8 kaki dan
745,5 – 753 kaki.
37
2. Bagian transgressive lag. Kenampakan dicirikan oleh batupasir berukuran
halus – sangat halus dengan kecenderungan menghalus ke atas. Bioturbasi
dijumpai sangat intensif di bagian atas. Batulanau gampingan rip-ups
dijumpai di bagian atas dan berkurang ke arah bawah, digantikan oleh
kenampakan kerikil batupasir. Pada bagian bawah dibatasi oleh permukaan
glossifungites dan batas atas berubah dengan cepat menjadi shelf/serpih.
Bagian transgressive lag pada inti batuan sumur RantauBais#41 dijumpai
pada interval 698,3 – 703 kaki, sedang pada inti batuan sumur
RantauBais#42 dijumpai pada interval 708,8 – 709,3 kaki.
3. Bagian batupasir. Dijumpai beberapa lapisan batupasir yang dibatasi oleh
permukaan glossifungites atau permukaan erosional. Batupasir yang ada
mempunyai kenampakan ukuran butir yang beragam dari kasar sampai
halus dengan kecenderungan menghalus ke atas. Kenampakan lain yang
sering muncul adalah bioturbasi yang sangat intensif terutama di bagian
atas, kenampakan silang siur (cross bedding) baik yang paralel maupun
menyudut dengan beberapa kenampakan batulanau rip-ups pada
perlapisannya, serta kenampakan kerikil dan granul batupasir di bagian
bawah. Hasil analisis ini apabila dihubungkan dengan hasil analisis
sebelumnya, dikelompokkan ke dalam kelompok tidal channel. Bagian
batupasir tidal channel pada inti batuan sumur RantauBais#41 dijumpai
pada interval 703 – 708,7 kaki dan 727 – 731 kaki, sedang pada inti batuan
sumur RantauBais#42 dijumpai pada interval 709,3 - 719 kaki dan 732 –
745,5 kaki.
Dari hasil analisa inti batuan pada sumur RantauBais#41 dan RantauBais#42,
diinterpretasikan bahwa reservoir batupasir Duri ”B2” merupakan endapan sistem
incised valley, dan bukan endapan laut dangkal (shallow marine sand). Hasil
interpretasi ini memberikan suatu analisis baru bahwa reservoir batupasir Duri
”B2” diendapkan dalam transgressive system tract (TST).
38
III.2 Korelasi Stratigrafi Sikuen dan Penyebaraan Fasies
III.2.1 Stratigrafi sikuen sumur dengan inti batuan
Hasil analisis inti batuan pada sumur RantauBais# 41 dan RantauBais#42 dengan
didukung hasil analisis inti batuan dari sumur yang telah ada sebelumnya
(RantauBais#15, RantauBais#25, dan RantauBais#28) memberikan gambaran
yang lebih baik tentang fasies pengendapan dari reservoir batupasir Duri “B2”.
Fasies pengendapan tersebut dapat dijadikan acuan untuk penentuan stratigrafi
sikuen yang lebih detail untuk reservoir tersebut.
Dawson dkk. (1997), dalam sebuah laporan internal PT CPI, menyebutkan bahwa
hadirnya glossifungites merupakan indikasi kandidat batas sikuen (sequence
boundary) terhadap bidang erosi yang ada diatasnya. Hasil analisis inti batuan dari
sumur RantauBais#41 dan RantauBais#42 dijumpai adanya beberapa permukaan
glossifungites yang mungkin untuk dijadikan batas sikuen untuk reservoir
batupasir ”B2”.
Pada sub bab ini akan dibahas tentang interpretasi stratigrafi sikuen pada sumur
dengan inti batuan yang telah dideskripsikan, dimulai dengan sumur dengan inti
batuan yang relatif lebih lengkap. Interpretasi dimulai dari sumur RantauBais#41
dan RantauBais#42, kemudian dilanjutkan dengan tiga sumur lainnya.
Sumur RantauBais#41
Dari hasil deskripsi inti batuan pada sumur Rantaubais#41, dijumpai kenampakan
beberapa permukaan glossifungites (glossifungites surface), yaitu pada kedalaman
731 kaki, 727,1 kaki, dan 703 kaki. Dari ketiga permukaan glossifungites yang
dijumpai, permukaan glossifungites pada kedalaman 731 kaki di interpretasikan
sebagai batas sikuen (sequence boundary) untuk dasar reservoir batupasir Duri
”B2”. Permukaan glossifungites pada kedalaman ini diinterpretasikan sebagai
batas sikuen didukung oleh adanya kenampakan silang siur (cross bedding) di
bagian atasnya dan perubahan yang tiba-tiba dari permukaan diatasnya dengan
lapisan dibawahnya (lapisan batupasir dengan ukuran butir sedang di bagian
atasnya dengan batulanau di bagian bawah). Interpretasi ini didukung juga oleh
39
adanya kenampakan burrow fills (yang terisi oleh batupasir dengan ukuran butir
halus) di atas permukaan glossifungites. Deskripsi inti batuan yang menunjukkan
batas sikuen dapat dilihat pada Gambar III.5.
Gambar III. 4. Deskripsi inti batuan sumur RantauBais#41 pada interval 727 – 739,4 kaki. Tampak permukaan glossifungites pada kedalaman 731 kaki yang
diinterpretasikan sebagai batas sikuen.
Batas-batas stratigrafi sikuen yang lain yang dapat diidentifikasi antara lain:
1. Kedalaman 761 kaki. Diinterpretasikan sebagai marine flooding, yang
merupakan awal perubahan dari lingkungan tidal (incised-valley batupasir
Duri ”C”) ke lingkungan laut dangkal yang ditandai munculnya serpih laut
dangkal (shallow marine shale).
40
2. Kedalaman 746,7 kaki. Diinterpretasikan sebagai maximum flooding
surface (MFS), yang merupakan batas antara transgressive system tract
(TST) menjadi highstand system tract (HST) diatasnya. Kedalaman MSF
ditentukan berdasar nilai log sinar gamma yang relatif paling besar.
3. Kedalaman 696 kaki. Diinterpretasikan sebagai flooding surface.
Reservoir batupasir Duri ”B2” berdasarkan hasil interpretasi ukuran butirnya,
dapat dibagi menjadi beberapa lapisan. Lapisan-lapisan tersebut dibatasi oleh
permukaan glossifungites atau permukaan erosional. Ukuran butir pada lapisan
batupasir memberikan gambaran lingkungan pengendapan ketika batupasir
tersebut diendapkan. Hal ini juga dapat diamati dari nilai log sinar gamma,
dimana nilai log sinar gamma akan naik dengan menghalusnya ukuran butir dari
lapisan batupasir tersebut. Menghalusnya ukuran butir menggambarkan
lingkungan pengendapan yang lebih tenang dibandingkan lapisan dengan ukuran
butir yang lebih kasar.
Berdasarkan interpretasi di atas, stratigrafi sikuen dari reservoir batupasir Duri
”B2” pada sumur RantauBais#41 digambarkan pada Gambar III.6 berikut ini.
41
Gambar III. 5. Interpretasi stratigrafi sikuen reservoir Duri ”B2” pada sumur RantauBais#41. Batas sikuen SB D1-1 diinterpretasikan pada kedalaman 731
kaki, sedang flooding surface FS pada kedalaman 696 kaki.
Sumur RantauBais#42
Seperti halnya pada sumur RantauBais#41, pada deskripsi inti batuan sumur
RantauBais#42 juga dijumpai kenampakan beberapa permukaan glossifungites
(glossifungites surface), yaitu pada kedalaman 752 kaki, 745,5 kaki, dan 712 kaki.
Permukaan glossifungites pada kedalaman 745,5 kaki di interpretasikan sebagai
batas sikuen (sequence boundary) untuk dasar reservoir batupasir Duri ”B2”.
Hasil deskripsi inti batuan sumur RantauBais#42 yang menunjukkan batas sikuen
dapat dilihat pada Gambar III.7. Batas-batas stratigrafi sikuen yang lain yang
dapat diidentifikasi antara lain:
1. Kedalaman 770 kaki, diinterpretasikan sebagai marine flooding.
2. Kedalaman 757 kaki, diinterpretasikan sebagai maximum flooding
surface (MFS).
3. Kedalaman 706 kaki, diinterpretasikan sebagai flooding surface.
42
Beberapa lapisan juga teridentifikasi pada batupasir tidal channel Duri ”B2”, yang
masing-masing dibatasi oleh permukaan glossifungites atau permukaan erosional.
Berdasarkan interpretasi di atas, stratigrafi sikuen dari reservoir batupasir Duri
”B2” pada sumur RantauBais#42 digambarkan pada Gambar III.8.
Gambar III. 6. Deskripsi inti batuan sumur RantauBais#42 pada interval 736,2 – 748,8 kaki. Tampak permukaan glossifungites pada kedalaman 745,5 kaki yang
diinterpretasikan sebagai batas sikuen.
43
Gambar III. 7. Interpretasi stratigrafi sikuen reservoir Duri ”B2” pada sumur RantauBais#42. Batas sikuen SB D1-1 diinterpretasikan pada
kedalaman 745,5 kaki, sedang flooding surface FS pada kedalaman 706 kaki.
Sumur RantauBais#15, RantauBais#25, dan RantauBais#28
Data hasil deskripsi inti batuan di ketiga sumur ini sangat minim untuk
menentukan stratigrafi sikuen reservoir Duri ”B2” pada sumur-sumur tersebut.
Hasil deskripsi inti batuan dan stratigrafi sikuen pada dua sumur sebelumnya,
yaitu sumur RantauBais#41 dan RantauBais#42, akan digunakan sebagai acuan
untuk menentukan stratigrafi sikuen pada tiga sumur dengan inti batuan tersebut.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada ketiga sumur tersebut antara
lain:
1. Transgressive lag pada bagian atas reservoir batupasir Duri ”B2”
ditemukan pada dua sumur, yaitu pada sumur RantauBais#15 dan
RantauBais#25. Pada sumur RantauBais#28, inti batuan yang ada tidak
meliputi interval yang sama dengan dua sumur lainnya, dengan interval
atas inti batuan berada pada bagian serpih (shallow marine shelf). Dilihat
dari kenampakan respons pada log sinar gamma yang sama,
44
diinterpretasikan bahwa transgressive lag juga terdapat di bagian atas
reservoir batupasir Duri ”B2” pada sumur RantauBais#28.
2. Pada inti batuan sumur RantauBais#15, sebagian inti batuan dalam kondisi
hancur (rubble). Salah satunya adalah bagian perbatasan antara serpih di
bagian bawah dan batupasir Duri “B2” di atasnya (interval inti batuan
737,3 – 741,2 kaki). Hal ini menyebabkan batas sikuen batupasir Duri
“B2” tidak teramati. Penentuan batas sikuen di dasar batupasir Duri “B2”
di sumur ini didasarkan pada korelasi dengan sumur lainnya. Hal yang
sama dijumpai pada inti batuan pada sumur RantauBais#25 (interval inti
batuan 756 – 74,8 kaki), tetapi masih bisa diamati adanya permukaan
glossifungites.
3. Kondisi inti batuan yang hancur (rubble) juga dijumpai pada inti batuan
sumur RantauBais#28. Kondisi ini terjadi pada sebagian interval inti
batuan di bagian atas (683 – 689 kaki). Penampakan yang menarik adalah
pada interval batuan bagian bawah dari sumur RantauBais#28 ini, dimana
hasil deskripsi menunjukkan perubahan yang gradasional dari serpih
menuju lapisan batu pasir diatasnya (Gambar III.9). Hal ini berlawanan
dengan dengan respons dari log sinar gamma, yang terdapat perubahan
yang cepat dari serpih menjadi lapisan batupasir diatasnya.
45
Gambar III. 8. Perbandingan respons log sinar gamma dengan hasil deskripsi inti batuan pada sumur RantauBais#28. (deskripsi inti batuan disarikan dari Denison
dan Pujiarko, 1999).
Dari hasil analisis di atas, interpretasi stratigrafi sikuen dari sumur Rantaubais#15,
RantauBais#25, dan RantauBais#28 ditunjukkan oleh Gambar III.10. Gambar
III.11 menunjukkan korelasi antar sumur dari lima sumur dengan inti batuan yang
ada di lapangan RantauBais bagian utara. Hasil korelasi dari sumur-sumur dengan
inti batuan ini akan menjadi referensi untuk korelasi stratigrafi sikuen semua
sumur yang ada di lapangan RantauBais bagian utara yang akan dibahas pada
subbab berikutnya.
46
Gambar III. 9. Interpretasi stratigrafi sikuen pada sumur RantauBais#15, RantauBais#25, dan RantauBais#28.
Gambar III. 10. Korelasi stratigrafi sikuen antara lima sumur dengan inti batuan di lapangan RantauBais bagian utara.
47
III.2.2 Korelasi stratigrafi sikuen seluruh sumur
Hasil korelasi stratigrafi sikuen pada sumur-sumur dengan inti batuan digunakan
sebagai acuan/referensi untuk menentukan korelasi stratigrafi sikuen untuk
seluruh sumur di lapangan Rantaubais bagian utara. Delapan penampang sumur
telah dibuat untuk menggambarkan detail korelasi stratigrafi untuk lapangan
RantauBais bagian utara. Jalur penampang sumur tersebut dapat dilihat pada
Gambar III.12 berikut ini:
Gambar III. 11. Peta dasar lapangan RantauBais bagian utara dengan arah
lintasan delapan penampang sumur.
Tiga penampang sumur dijadikan penampang utama (key line) dalam penentuan
korelasi stratigrafi sikuen ini. Ketiga penampang utama tersebut adalah:
1. Penampang BT2, yang meliputi sumur RantauBais: #23, #29, #43, #8,
#42, dan #25.
48
2. Penampang BT3, yang meliputi sumur RantauBais: #32, #15, #41, #28,
dan #40
3. Penampang US2, yang meliputi sumur RantauBais: #27, #31, #8, #43,
#15, #22, dan #30.
Penentuan korelasi stratigrafi sikuen ditentukan secara bertahap, dimulai dari
batas sikuen bagian dasar reservoir batupasir Duri “B2”, FS dan MFS,
dilanjutkan dengan korelasi pada tubuh reservoir batupasir Duri “B2”. Hasil
korelasi pada penampang sumur BT2, BT3, dan US1 dapat dilihat pada Gambar
III.13 sampai III.15. Gambar penampang sumur lainnya dapat dilihat pada
Lampiran II.
Gambar III. 12. Korelasi stratigrafi sikuen penampang US2, menunjukkan
interpretasi batas sikuen, flooding surface, dan lapisan pada reservoir batupasir Duri ”B2”.
49
Gambar III. 13. Korelasi stratigrafi sikuen penampang BT2, menunjukkan
interpretasi batas sikuen, flooding surface, dan lapisan pada reservoir batupasir Duri ”B2”.
Gambar III. 14. Korelasi stratigrafi sikuen penampang BT3, menunjukkan
interpretasi batas sikuen, flooding surface, dan lapisan pada reservoir batupasir Duri ”B2”.
50
Dari penampang-penampang sumur pada penampang utama (key line) terdapat
beberapa kenampakan yang sebelumnya tidak tampak pada interpretasi fasies
sedimen pada sumur-sumur dengan inti batuan. Kenampakan itu adalah adanya
lapisan batupasir yng mempunyai kecenderungan ukuran butir mengkasar ke atas
(coarsening upward). Lapisan batupasir dengan ukuran butir mengkasar ke atas
ini diinterpretasikan sebagai tidal sand ridge. Lapisan batupasir tidal sand ridge
ini diendapkan secara tidak selaras diatas batupasir tidal channel.
Pada penampang sumur US2, kenampakan lapisan batupasir tidal sand ridge
dapat diamati pada sumur RantauBais#27, RantauBais#31, dan RantauBais#8,
dengan kecenderungan menebal ke arah utara. Sedang pada penampang BT2,
batupasir tidal sand ridge hanya dijumpai pada sumur RantauBais#8, dan pada
penampang BT3 tidak dijumpai di sumur manapun.
Pengamatan pada penampang sumur yang lain, yaitu penampang US1 dan BT1,
menunjukkan bahwa penyebaran batupasir tidal sand ridge semakin menebal ke
arah barat laut dari lapangan RantauBais bagian utara. Penampang sumur US1 dan
BT1 dapat dilihat pada Gambar III.16 dan III.17.
51
Gambar III. 15. Korelasi stratigrafi sikuen penampang US1, menunjukkan
anomali kenampakan yang ada pada sumur RantauBais#14.
Gambar III. 16. Korelasi stratigrafi sikuen penampang BT1, menunjukkan penyebaran lapisan batupasir yang mengkasar ke atas, dibagian barat laut
lapangan RantauBais bagian utara.
52
III.2.3. Komparasi dengan penelitian sebelumnya
Hasil yang diperoleh dari studi tentang stratigrafi sikuen resolusi tinggi pada
reservoir batupasir Duri ”B2” di lapangan RantauBais bagian utara akan
menyempurnakan hasil studi sebelumnya yang dilakukan oleh Denison dan
Pujiarko pada tahun 1999. Perbedaan antara studi ini dengan penelitian
sebelumnya adalah pada tingkat resolusi atau orde dari stratigrafi sikuen yang
dihasilkan.
Perbedaan stratigrafi sikuen antara hasil studi ini dengan penelitian sebelumnya
dapat dilihat pada Gambar III.18. Perbandingan dilakukan pada interval batas
sikuen SB D-1 sampai dengan batas sikuen SB D-2 pada sumur RantauBais #15.
Gambar III. 17. Perbandingan stratigrafi sikuen hasil studi dengan kerangka stratigrafi sikuen yang telah ada (disarikan dari Denison dan Pujiarko, 1999).
53
Bab IV Karakterisasi Reservoir Batupasir Duri “B2”
Karakterisasi reservoir batupasir Duri ”B2” di lapangan RantauBais bagian utara
akan meliputi analisis ketebalan efektif dari reservoir berdasarkan analisis
stratigrafi sikuen dan fasies pengendapannya dan properti batuan dari reservoir.
Data properti batuan yang akan digunakan untuk melakukan karakterisasi dalam
studi ini adalah tingkat saturasi minyak (oil saturation/So) dan porositas reservoir
(porosity/θ) batuan. Data-data tersebut kemudian dibandingkan dengan data
produksi dari sumur-sumur di lapangan RantauBais bagian utara, baik yang
berupa akumulasi produksi selama sumur tersebut berproduksi maupun data
produksi yang telah dinormalisasi terhadap tahun produksinya.
Analisis properti batuan berada di luar ruang lingkup dari studi karakterisasi
resevoir batupasir Duri ”B2” di lapangan RantauBais bagian utara. Data properti
batuan yang akan digunakann merupakan hasil analisis yang telah ada
sebelumnya. Potter, 1999, telah melakukan perhitungan properti batuan untuk
lapangan RantauBais secara keseluruhan. Seperti halnya analisis stratigrafi sikuen
yang telah dilakukan peneliti sebelumnya, terbatasnya jumlah data inti batuan
serta buruknya kondisi inti batuan menyebabkan keterbatasan data dalam
menyusun persamaan-persamaan yang digunakan dalam perhitungan tersebut.
Analisis konvensional inti batuan hanya dilakukan pada inti batuan dari empat
sumur, dari enam sumur dengan data inti batuan yang ada. Empat sumur tersebut
adalah sumur RantauBais#5, RantauBais#18, RantauBais#25, dan RantauBais#26.
Data analisis konvensional inti batuan inilah yang digunakan sebagai data dalam
penyusunan persamaan properti batuan. Hanya satu sumur yang berada di
lapangan RantauBais bagian utara yaitu sumur RantauBais#25. Data properti yang
digunakan dianggap benar dan tidak dilakukan analisis ulang terhadap data
properti batuan yang ada.
54
IV.1 Analisis Ketebalan Reservoir Batupasir Duri “B2”
Analisis terhadap ketebalan reservoir batupasir dilakukan sebagai kelanjutan
analisis stratigrafi sikuen yang telah dilakukan sebelumnya. Pola penyebaran
reservoir batupasir Duri “B” diharapkan akan memberikan gambaran tentang
proses pengendapan reservoir ini. Hal ini dilakukan juga untuk mendukung
analisis stratigrafi sikuen dan fasien pengendapan yang telah dilakukan
sebelumnya. Ketebalan reservoir juga akan berpengaruh terhadap ketebalan
lapisan minyak yang mengisi reservoir tersebut.
Ketebalan lapisan minyak, bersama dengan data porositas dan saturasi minyak,
merupakan parameter sederhana yang seringkali digunakan sebagai gambaran
kualitas reservoir untuk lapangan minyak dengan tipe minyak berat, sebagaimana
halnya lapangan RantauBais. Hydrocarbon Pore Thickness, yang disingkat
dengan HPT, merupakan hasil perkalian tingkat saturasi minyak (So), porositas
reservoir (θ) dan ketebalan lapisan minyak (h) pada suatu reservoir.
Struktur lapangan RantauBais bagian utara tidak sekomplek bagian tengah dan
selatan. Struktur patahan yang berhasil diidentifikasi dari data seismik hanya
berupa patahan minor di bagian barat laut daerah penelitian, sehingga pengaruh
patahan terhadap pola penyebaran (berdasar peta ketebalan reservoir) dapat
diabaikan. Peta struktur puncak reservoir Duri ”B2” pada Gambar IV.1
menunjukkan bahwa reservoir batupasir Duri ”B2” di lapangan RantauBais
mempunyai struktur antiklin dengan arah sumbu antiklin barat laut-tenggara.
Kenampakan lain yang bisa dilihat dari peta tersebut adalah bahwa reservoir ini
semakin meninggi ke arah tenggara, menuju puncak struktur dari lapangan
RantauBais.
Peta ketebalan reservoir batupasir Duri ”B2” dibuat berdasarkan hasil interpretasi
stratigrafi sikuen pada bab sebelumnya. Terdapat dua peta ketebalan reservoir
batupasir Duri ”B2” yang dibuat, yaitu:
1. Peta ketebalan reservoir dengan bagian atas adalah permukaan banjir
(flooding surface) di atas reservoir batupasir Duri ”B2” dan bagian bawah
55
adalah batas sikuen SB D-11. Peta ketebalan resercoir ini dapat dilihat
pada Gambar IV.2.
2. Peta ketebalan reservoir hanya pada bagian yang diinterpretasikan sebagai
tidal channel reservoir batupasir Duri ”B2”. Peta ketebalan resercoir ini
dapat dilihat pada Gambar IV.3.
Gambar IV. 1. Peta struktur puncak reservoir Duri ”B2” di lapangan RantauBais bagian utara, antiklin berarah barat laut-tenggara dan semakin
tinggi ke arah utara.
56
Gambar IV. 2. Peta ketebalan reservoir batupasir Duri ”B2” dengan batas atas adalah permukaan banjir (flooding surface) di atas reservoir batupasir
Duri ”B2” dan batas bawah batas sikuen SB D-11.
Gambar IV. 3. Peta ketebalan lapisan tidal channel reservoir batupasir Duri ”B2”.
57
Sekilas kedua peta tersebut tampak sama, tetapi perbedaan cukup signifikan
tampak pada bagian baratlaut dari area ini. Hal ini dilakukan untuk melihat
seberapa besar perbedaan antar keduanya dalam karakterisasi reservoir nantinya.
Di bagian barat laut lapangan RantauBais bagian utara, terdapat suatu lapisan
batupasir yang mempunyai respons log sinar gamma yang berbeda dengan bagian
lainnya. Di bagian atas reservoir batupasir Duri ”B2” terdapat lapisan yang
mempunyai kecenderungan respons log sinar gamma yang mengkasar ke atas
(coarsening upward). Lapisan ini diinterpretasikan sebagai tidal sand ridge.
Kenampakan tersebut sangat berbeda dengan kenampakan yang diperlihatkan oleh
respons log sinar gamma di area yang lain, yang berupa tidal channel. Respons
log yang ada berupa batupasir dengan ukuran butir yang relatif sama (blocky) atau
batupasir dengan ukuran butir yang menghalus ke atas (fining upward). Kedua
lapisan ini mempunyai perbedaan kualitas/ properti batuan yang cukup signifikan,
yang detailnya akan dibahas pada sub bab tentang properti batuan.
Pola distribusi ketebalan reservoir batupasir Duri ”B2” tampak terbagi menjadi
dua bagian, yaitu di bagian tengah area dan bagian barat laut. Keterbatasan data
sumur di bagian barat (tepatnya barat laut) membuat interpretasi distribusi
batupasir Duri ”B2” sangat meragukan apabila hanya didasarkan pada data sumur
di sumur RantauBais#14. Interpretasi data seismik menunjukkan adanya
kenampakan antiklin kecil dari batupasir Duri ”B2”, tetapi distribusi ketebalan
tidak dapat teramati. Sedang untuk pola penyebaran ke arah timur tidak teramati
dengan baik. Hal ini disebabkan tidak adanya data yang mendukung. Ketebalan
batupasir di sumur RantauBais#40 merupakan hasil estimasi, disebabkan sumur
ini tidak menebus batupasir Duri ”B2” secara menyeluruh sehingga tidak
diketahui secara pasti ketebalan batupasir Duri ”B2” di sumur tersebut.
Interpretasi data seismik menunjukkan tidak adanya kenampakan spesifik, hanya
menerus mengikuti tren kemiringan dari sayap antiklin utama. Hasil interpretasi
data seismik dapat dilihat pada Gambar IV.5 dan IV.6.
58
Gambar IV. 4. Peta struktur puncak reservoir batupasir Duri ”B” lapangan RantauBais, hasil interpretasi data seismik 3 dimensi. Tampak struktur
antiklin minor di bagian barat laut (NW).
Gambar IV. 5. Penampang seismik 3 dimensi, melintang barat-timur di lapangan RantauBais bagian utara. Terdapat kenampakan antiklin minor di
bagian barat.
59
IV.2 Analisis Properti Batuan Resevoir Batupasir Duri ”B2”
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, bahwa data properti batuan yang akan
digunakan dalam analisis ini merupakan data terproses yang telah dianalisis
sebelumnya oleh Potter, 1999. Jenis data properti batuan yang digunakan untuk
analisis karakterisasi reservoir batupasir Duri ”B2” di lapangan RantauBais bagian
utara adalah data porositas dan saturasi minyak. Data terproses tersebut
diasumsikan benar dan tidak dilakukan analisis lebih lanjut.
Data properti batuan yang akan dijadikan referensi data untuk reservoir batupasir
Duri ”B2” adalah data properti batuan yang berada pada fasies pengendapan tidal
channel. Hal ini didasarkan hasil analisis yang menunjukkan bahwa fasies tidal
channel merupakan bagian paling utama dari reservoir batupasir Duri ”B2” di
lapangan RantauBais bagian utara. Data-data di luar interval fasies tersebut tidak
akan akan dianalisis lebih lanjut.
Nilai rata-rata dan nilai maksimum dari properti batuan reservoir batupasir Duri
“B2” ditampilkan dalam Tabel IV.1.
60
Tabel IV. 1. Tabel data properti batuan (porositas dan saturasi minyak) dari reservoir batupasir Duri “B2” di lapangan RantauBais bagian utara.
IV.2.1. Pemetaan Data Porositas Batuan
Dari hasil pemetaan nilai rata-rata (Gambar IV.6) dan maksimum (Gambar IV.7)
dari nilai porositas batuan, diperoleh gambaran bahwa batupasir tidal channel
reservoir batupasir Duri “B” mempunyai nilai paling tinggi berada di bagian
tengah lapangan RantauBais bagian utara. Meski demikian tidak terlihat adanya
kemiripan pola kontur antara peta porositas (baik rata-rata maupun nilai
maksimum) dengan peta ketebalan batupasir Duri “B2”. Hal ini terutama sekali
tampak pada bagian barat laut dari lapangan RantauBais bagian utara. Di bagian
ini, nilai ketebalan lapisan batupasir Duri “B2” cukup besar dan menunjukkan
kecenderungan yang semakin besar ke arah barat laut. Hal tersebut didukung pula
oleh hasil interpretasi data seismik.
61
Gambar IV. 6. Peta porositas rata-rata reservoir batupasir Duri “B2” di lapangan RantauBais bagian utara, menunjukkan pola penyebaran yang
berada di bagian tengah lapangan.
Gambar IV. 7. Peta porositas maksimum reservoir batupasir Duri “B2” di
lapangan RantauBais bagian utara menunjukkan pola penyebaran yang berada di bagian tengah lapangan.
62
IV.2.2. Pemetaan Data Saturasi Minyak
Hasil pemetaan data prorositas batuan dapat dilihat pada Gambar IV.6 dan IV.7.
Peta saturasi minyak rata-rata dan maksimum dari reservoir batupasir Duri ”B2”,
mempunyai pola penyebaran yang relatif sama satu dan yang lain. Akan tetapi
pola penyebaran ini cukup signifikan perbedaannya dengan pola penyebaran data
porositas, baik nilai rata-rata maupun nilai maksimumnya.
Gambar IV. 8. Peta saturasi minyak rata-rata reservoir batupasir Duri “B2” di lapangan RantauBais bagian utara. Pola penyebaran dipengaruhi oleh
pola struktur dari batupasir Duri “B2”.
63
Gambar IV. 9. Peta saturasi minyak maksimum reservoir batupasir Duri “B2” di lapangan RantauBais bagian utara. Pola penyebaran dipengaruhi
oleh pola struktur dari batupasir Duri “B2”.
IV.3. Karakterisasi Reservoir Batupasir Duri “B2”
Secara umum, reservoir batupasir Duri “B2” mempunyai kualitas yang cukup baik
ditunjukkan dengan nilai porositas yang cukup tinggi, berkisar antara 26% dan
36%, serta nilai saturasi minyak yang cukup besar, berkisar antara 50% dan 82%.
Meski demikian, terdapat penyimpangan untuk reservoir batupasir Duri “B2”
yang terletak di bagian barat laut lapangan ini.
Berdasar peta penyebaran ketebalan reservoir batupasir Duri “B2”, serta peta
penyebaran data properti batuannya, terlihat adanya ketidaksesuaian antar
ketebalan lapisan batupasir dengan nilai properti batuan yang terkandung di
dalamnya. Hal ini terutama terjadi di bagian barat laut. Hal ini akan menimbulkan
pertanyaan tentang kualitas dan kemenerusan antar reservoir batupasir Duri “B2”
di bagian barat laut dengan reservoir batupasir yang ada di bagian tengah.
64
Untuk meneliti hal tersebut, dibuat penampang sumur yang melintang dengan arah
barat laut-tenggara. Penamapang tersebut dapat dilihat pada Gambar IV.10.
Gambar IV. 10. Penampang sumur yang memotong lapangan RantauBais bagian utara dengan arah barat laut-tenggara, menunjukkan data log sumur
RantauBais#14 dibandingkan dengan data log sumur yang lain.
Dari pengamatan penampang sumur yang melintang memotong lapangan
RantauBais bagian utara, tampak adanya perbedaan respons log sinar gamma
antar sumur RantauBais#14 dengan sumur-sumur lain yang ada di bagian tengah
lapangan RantauBais. Perbedaan ini terutama di bagian bawah batupasir Duri
“B2” di sumur RantauBais#14. Penampang tersebut juga menunjukkan bahwa
batupasir Duri “B2” di bagian bawah pada sumur RantauBais#14 tidak menerus
dengan batupasir Duri “B2” di sumur lainnnya. Hal ini didukung juga oleh
respons log resistivitas, yang nilainya relatif cukup jauh dibanding dengan rata-
rata respons log resistivitas dari sumur-sumur di bagian tengah.
Beberapa kemungkinan yang mungkin menyebabkan hal tersebut dapat terjadi
ádalah:
65
1. Bahwa reservoir batupasir bagian bawah pada sumur RantauBais#14
diendapkan pada saat yang tidak bersamaan dengan batupasir yang
diidentifikasi dari sumur-sumur lainnya. Artinya bahwa ada kemungkinan
batupasir Duri “B2” bagian bawah di sumur RantauBais#14 bukan bagian
dari incised valley Duri “B2”. Kondisi ini akan berakibat berubahnya batas
sikuen SB D-11 pada sumur RantauBais#14
2. Bahwa reservoir batupasir bagian bawah pada sumur RantauBais#14
mengalami perubahan fasies secara lateral. Perubahan fasies ini akan
mempengaruhi kualitas reservoir batupasir, tetapi mungkin tidak merubah
batas sikuen yang ada.
Dari pola distribusi reservoir batupasir Duri “B2” di lapangan RantauBais, serta
keterbatasan data di bagian barat laut lapangan ini, kemungkinan nomer dua lebih
mungkin untuk terjadi. Arah pengendapan reservoir ini diperkirakan mempunyai
arah timur laut-barat daya, maka arah pelamparan dari incised valley batupasir
Duri “B2” akan berarah barat laut-tenggara. Dimungkinkan bahwa arah barat laut
tersebut merupakan bagian tepi dari incised valley batupasir Duri “B2”. Lapisan
batupasir yang cukup tebal pada bagian bawah batupasir Duri “B2” di sumur
RantauBais#14 diinterpretasikan bahwa terbentuk incised valley dengan ukuran
yang lebih kecil di bagian tepi incised valley batupasir Duri “B2”. Hasil
interpretasi memperkirakan telah terjadi perubahan fasies dari batupasir tidal
channel menjadi batupasir tidal bar pada arah barat laut. Ilustrasi model incised
valley Duri “B2” dapat dilihat pada Gambar IV.11 berikut ini.
66
Gambar IV. 11. Ilustrasi model incised valley batupasir Duri “B2” serta
perubahan fasies batupasir ke arah barat laut lapangan RantauBais bagian utara.
Hasil analisa properti batuan, yang terdiri dari porositas dan saturasi minyak,
memberikan kenampakan bahwa reservoir batupasir Duri “B2” mempunyai tren
reservoir dengan kualitas yang bagus pada arah timur laut-barat daya pada pusat
incised valley batupasir Duri “B2”. Anomali minor terjadi pada pola penyebaran
saturasi minyak yang menunjukan nilai yang cukup tinggi di sekitar sumur
RantauBais#7 dan RantauBais#28. Tren reservoir dengan kualitas yang bagus ini
searah dengan perkiraan arah pengendapan dari incised valley Duri “B2”.
Nilai HPT (hydrocarbon pore thickness) sebagai parameter kualitas reservoir
minyak berat, mempunyai nilai yang relatif sama dibanding sebelum stratigrafi
sikuen reservoir batupasir Duri “B2” diaplikasikan untuk lapangan ini. Hal ini
dikarenakan perata-rataan dan pengambilan nilai maksimum dari properti batuan
didasarkan pada satu tubuh batu pasir tidal channel dan bukannya pada lapisan
batupasir yang lebih tipis. Hal ini menyebabkan pengamatan tentang pengaruh
stratigrafi sikuen terhadap tingkat perolehan minyak kurang maksimal. Perbedaan
nilai properti batuan terjadi pada sumur dengan lapisan batuan yang relatif tipis
dan terdiri dari lebih dari satu lapisan yang terpisahkan oleh serpih dan pada
sumur yang berada di bagian barat laut dikarenakan adanya lapisan tidal sand
ridge yang tidak dimasukkan dalam analisis.
67
Beberapa data masih dibutuhkan untuk mengetahui penyebab perbedaan tingkat
perolehan minyak di antara sumur-sumur di lapangan RantauBais bagian utara.
Data-data tersebut umumnya adalah data-data yang berhubungan dengan produksi
selama sejarah sumur tersebut. Data-data tersebut antara lain: sejarah desain
produksi masing-masing sumur, data injeksi uap melalui metode huff&puff untuk
masing-masing sumur, data aktivitas sumur, maupun data-data yang berhubungan
dengan karakterisasi fluida yang ada di lapangan RantauBais.
Diharapkan studi ini dapat menjadi awal yang lebih bagus untuk pengembangan
lapangan Rantaubais khususnya yang ada di bagian utara. Studi yang lebih
terintegrasi perlu dilakukan untuk lebih memahami karakterisasi reservoir
batupasir yang ada di lapangan RantauBais, dengan menyertakan data dari sejarah
produksi dan karakterisasi fluida yang ada di lapangan RantauBais.