Post on 24-Jun-2015
Tinjauan Pustaka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Moneter dalam Ekonomi Islam 7
Dasar pemikiran manajemen moneter dalam konsep ekonomi islam
adalah terciptanya stabilitas permintaan akan uang dan terarahnya
permintaan akan uang kepada tujuan yang penting dan produktif. Dengan
demikian, setiap instrumen yang mengarah kepada instabilitas dan
pengalokasian sumber dana secara tidak produktif akan ditinggalkan
(Adiwarman Karim, 2002).
Pada sistem ekonomi Islam manajemen moneter yang efisien dan
adil tidak berdasarkan mekanisme suku bunga, melainkan dengan
menggunakan strategi yang berdasarkan tiga instrumen utama.
Instrumen- instrumen tersebut adalah :
1. value judgments yang dapat menciptakan suasana yang
memungkinkan alokasi dan distribusi resources yang sesuai dengan
ajaran Islam.
Pada dasarnya resources merupakan amanah dari Allah yang
pemanfaatannya harus efisien dan adil. Berdasarkan nilai-nilai Islam,
money demand harus dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dasar
dan investasi yang produktif, sama sekali bukan untuk conspicuous
consumption, pengeluaran-pengeluaran non-produktif dan spekulatif.
2. Institutional yang berkaitan dengan kegiatan sosial, ekonomi dan
politik, yang salah satunya adalah mekanisme harga yang dapat
7 Mulya E Siregar(1999), Buletin Ekonomi Moneter,Vol 2, No. 3 , Desember 1999
M. Umer Chapra “ Monetary Management in an Islamic Economy”, Islamic Economics Studies, Vol. 4, No.1, Desember 1996
36
Tinjauan Pustaka
meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan resources. Walaupun
mekanisme harga tidak menjamin pencapaian tujuan-tujuan ekonomi
suatu negara, namun disadari sepenuhnya bahwa mekanisme harga yang
disertai dengan nilai-nilai sistem yang ada dapat memudahkan
pencapaian tujuan.
3. Financial intermediation yang berdasarkan sistem profit-and-loss
sharing. Dalam sistem ini money demand dialokasikan dengan syarat
hanya untuk proyek proyek yang bermanfaat dan hanya kepada debitur
yang mampu mengelola proyek secara efisien. Dengan persyaratan
seperti itu, diharapkan dapat meminimisasi money demand untuk
pemanfaatan yang tidak berguna, nonproduktif dan spekulatif. Selain
daripada itu, persyaratan tersebut dapat menciptakan masyarakat yang
memiliki entrepreneurship sekalipun diantara golongan miskin, sedangkan
golongan kaya dapat berkontribusi sehingga para entrepreneur tersebut
dapat menghasilkan output, perluasan kesempatan kerja dan pemenuhan
kebutuhan dasar.
Pada kesempatan ini akan dibahas apakah manajemen moneter
alternatif yang berdasarkan nilai-nilai Islam akan menciptakan stabilitas
harga dan perekonomian yang lebih stabil dan apakah alternatif
manajemen moneter akan lebih kondusif sehingga dapat berkontribusi
terhadap pencapaian tujuan-tujuan ekonomi suatu negara. Pembahasan
manajemen moneter alternatif ini meliputi money demand, money supply
dan instrumen instrumen kebijakan moneter yang berdasarkan nilai-nilai
Islam.
2.1.1 Money Demand
37
Tinjauan Pustaka
Dengan berbagai elemen sistem ekonomi Islam tidak hanya dapat
meminimisasi ketidakstabilan permintaan uang agregat, tetapi juga
mempengaruhi berbagai komponen money demand yang pada gilirannya
akan meningkatkan efisiensi dan pemerataan penggunaan dana. Dengan
lebih stabilnya money demand di dalam perekonomian Islam akan
menciptakan tingkat stabilitas yang lebih baik bagi velocity of circulation
of money. Money demand dalam perekonomian Islam tercermin dalam
equation sebagai berikut:
Dimana,
Ys, merupakan barang dan jasa yang berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan dasar dan investasi produktif yang sesuai dengan nilai-nilai
Islam,
S, merupakan nilai-nilai moral sosial dan kelembagaan (termasuk zakat)
yang mempengaruhi alokasi dan distribusi resources yang tidak digunakan
untuk konsumsi yang tidak bermanfaat, investasi yang tidak produktif dan
juga tidak untuk motif-motif spekulasi.
adalah profit-and-loss sharing.
Umumnya termasuk di beberapa negara-negara Islam, Y
merupakan output yang termasuk untuk pemenuhan konsumsi yang tidak
bermanfaat dan investasi yang nonproduktif. Sedangkan karakteristik Ys,
merupakan sesuatu yang normatif yang belum mencerminkan sesuatu
kenyataan yang berlaku saat ini, namun bukan sesuatu hal yang tidak
mungkin untuk dicapai. Selanjutnya S merupakan nilai-nilai dan
38
Md = f ( Ys , S , )
Tinjauan Pustaka
kelembagaan yang kompleks yang tidak harus dapat dikuantifikasi. Hal
penting yang harus diperhatikan adalah aktualisasi pencapaian tujuan-
tujuan dimana Y harus dibersihkan dari hal-hal yang bertentangan dengan
nilai-nilai Islam dan unsur-unsur yang dapat mengagalkan pencapaian
tujuan ekonomi. Selain dari pada itu, penting pula diperhatikan bahwa
dengan adanya nilai-nilai dan kelembagaan tersebut maka tidak ada
alasan untuk menggunakan suku bunga yang pada dasarnya telah
terbukti tidak efektif dalam mempengaruhi money demand.
Penghapusan suku bunga, penetapan kewajiban pembayaran pajak
atas biaya produktif yang menganggur, serta penghilangan insentif bagi
pemegang uang iddle mendorong orang melakukan (Adiwarman Karim,
2001):
Qard (meminjamkan harta kepada orang lain)
Penjualan muajjal
Mudarabah (bagi hasil)
Para pemilik dana akan menginvestasikan dana pada kegiatan yang
memberikan keuntungan terbesar (actual return). Semakin tinggi
permintaan akan uang untuk investasi di sektor riil, tingkat harapan
keuntungan yang akan diraih relatif menurun. Karena besarnya tingkat
actual return tidak berfluktuatif seperti halnya suku bunga, permintaan
akan uang akan lebih stabil.
Ketika actual return dari investasi di sektor riil menurun karena
lesunya kondisi ekonomi, pemegang dana akan mengurangi investasi dan
lebih senang memegang uang tunai riil. Dalam gambar 2.1, terlihat
permintaan akan uang tunai riil meningkat dari Md0 menjadi Md1.
Kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah adalah meningkatkan biaya
39
Tinjauan Pustaka
atas aset atau dana yang dianggurkan, yang menempatkan pemilik dana
sebagai penanggung biaya peniduran uang. Diharapkan mereka akan
menginvestasikan uang dan menurunkan permintaan akan uang tunai riil
kembali kepada Md0, yaitu ketika terjadi perpotongan antara Md0 dengan
Ms.
Gambar 2.1Permintaan dan Penawaran Saldo Uang Riil dalam Ekonomi Islam
2.1.2 Money Supply
Jika money demand akan dikaitkan dengan kesejahteraan
masyarakat dan pembangunan, diharapkan money demand akan stabil.
Selanjutnya, perlu diperhatikan bagaimana menggiring aggregate money
supply bertemu dengan money demand sehingga terjadi equilibrium. Hal
40
Md1
Md0
Pajak thdp asset produktif yg menganggur
2
1
Ms
M/P
M0 M1
Tinjauan Pustaka
ini penting untuk diperhatikan karena dua instrumen utama dalam
manajemen moneter sistem kapitalis, yaitu discount rate dan operasi
pasar terbuka yang mengandung suku bunga tidak dapat dipakai dalam
ekonomi Islam. Selanjutnya, yang perlu juga diperhatikan adalah
bagaimana mengalokasikan money supply sehingga pencapaian tujuan-
tujuan ekonomi dapat berlangsung dengan baik.
Agar pertumbuhan money supply mencapai target, diperlukan
instrumen-instrumen yang digunakan oleh bank sentral untuk
menciptakan keselarasan antara pertumbuhan money supply yang
ditargetkan dan yang aktual terjadi. Oleh karena dekatnya hubungan
antara pertumbuhan kredit dengan pertumbuhan M0 atau highpowered
money, maka bank sentral berkewajiban untuk mengatur dengan ketat
pertumbuhan M0.
Terdapat tiga sumber utama dari high-powered money, yaitu:
1. Pinjaman pemerintah kepada bank sentral.
2. Kredit bank sentral kepada bank komersial.
3. Surplus neraca pembayaran.
Setelah perang dunia kedua, sumber pertama merupakan yang terbesar
bagi high-powered money karena besarnya defisit anggaran pemerintah.
Berlebihnya defisit pada anggaran pemerintah mengakibatkan beban yang
sangat berat bagi sektor moneter untuk menjaga stabilitas serta kebijakan
moneter yang sehat sangat sulit diciptakan. Ekspansi moneter hanya
dapat dikontrol bila sumber utama dari high-powered money dapat diatur
dengan baik. Merupakan suatu hal yang tidak realistik bagi negara Islam
membicarakan meng-Islamkan perekonomiannya tanpa ada usaha serius
41
Tinjauan Pustaka
untuk mengatur defisit anggaran pemerintah yang sesuai dengan azas
manfaat.
Selanjutnya, dimungkinkan bagi bank sentral untuk mengendalikan
penyaluran kredit kepada bank-bank komersial. Penerapan profit-and-loss
sharing yang menggantikan suku bunga akan lebih dapat meningkatkan
kemampuan bank sentral untuk mengendalikan penyaluran pinjaman
tersebut. Penyaluran pinjaman oleh bank sentral kepada bank komersial
bisa dalam bentuk mudarabah (ber-bagi hasil), yang berarti bank sentral
harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan pinjaman kepada bank
komersial. Dilain pihak, bank komersial juga harus lebih ber-hati-hati
dalam menyalurkan kredit kepada debiturnya baik sektor pemerintah
maupun swasta, guna menghindari pemanfaatan kredit pada kegiatan-
kegiatan spekulasi dan non-produktif. Oleh karena itu, manajemen
perbankan yang konservatif sangat diperlukan, namun tetap menjaga
momentum pertumbuhan ekonomi (Prasetiantono, 1998). Untuk
pengendalian surplus neraca pembayaran, dapat dilakukan dengan
melakukan sterilisasi. Sterilisasi dapat dilaksanakan dengan menggunakan
instrument moneter yang tersedia pada suatu negara.
2.1.3 Instrumen-instrumen Kebijakan Moneter dalam Ekonomi
Islam
Instrumen moneter yang dikenal menurut ekonomi Islam adalah
dalam bentuk kontrol kuantitatif pada penyaluran kredit dan instrumen
yang dapat menjamin alokasi kredit dapat berlangsung dengan baik pada
sektor-sektor yang bermanfaat dan produktif (Chapra, 1996). Menurut
42
Tinjauan Pustaka
Chapra (1996), instrumen kontrol kuantitatif yang umum berlaku dapat
berupa:
statutory reserve requirements.
credit ceilings.
government deposits.
common pool.
moral suasion.
Sedangkan instrumen untuk alokasi kredit adalah men-treat uang sebagai
fay (kekayaan yang diserahkan oleh musuh tanpa ada peperangan) dan
menerapkan alokasi kredit yang berdasarkan tujuan pemanfaatannya.
Statutory reserve requirement pada sistem ekonomi Islam adalah
instrumen yang sangat penting karena discount rate dan operasi pasar
terbuka tidak dapat diterapkan pada sistem ini. Bank komersial diwajibkan
menempatkan sebagian dananya yang berasal dari demand deposits pada
bank sentral sebagai statutory reserve. Reserve requirement ini hanya
berlaku pada demand deposits, sedangkan bagi mudarabah deposit tidak
diperlukan reserve requirement karena mudarabah merupakan
penyertaan (equity) dari penabung pada bank tersebut yang memiliki
kemungkinan laba maupun resiko rugi. Dalam sistem ekonomi yang
berlaku saat ini yang diterapkan adalah reserve requirement terhadap
total deposits dikarenakan sulitnya membedakan antara demand dan
saving deposits. Dalam perekonomian Islam akan lebih mudah
membedakannya, karena mudarabah deposits merupakan penyertaan
sedangkan demand deposits tidak termasuk dalam penyertaan. Selain dari
pada itu, penerapan reserve requirement terhadap total deposits, tidak
hanya untuk mengatur jumlah penyaluran kredit, tetapi juga untuk
43
Tinjauan Pustaka
menjamin keutuhan deposit tersebut dan menjamin kecukupan likuiditas
sistem perbankan. Padahal sebaiknya kedua hal tersebut diatur melalui
lebih tingginya capital requirement dan penerapan ketentuan-ketentuan
yang berlaku, seperti tingkat liquidity ratio yang sewajarnya. Hal ini akan
berlangsung dengan baik bila ditunjang dengan sistem pengawasan bank
yang baik. Oleh karena itu, berdasarkan ekonomi Islam lebih baik
menerapkan hal-hal tersebut diatas dari pada membatasi pemanfaatan
mudarabah deposits melalui statutory reserve requirement.
Dengan hanya mengandalkan reserve requirement yang dapat
memudahkan bank sentral melakukan penyesuaian pada high-powered
money, belum menjamin keberhasilan manajemen moneter, karena dapat
terjadi ekspansi kredit melampaui dari jumlah yang ditargetkan. Hal ini
terjadi, karena aliran dana yang dapat diperkirakan dengan tepat masuk
dalam sistem perbankan hanya yang berasal dari ber-mudarabahnya bank
sentral dengan bank komersial, sedangkan aliran dana dari sumber lain
yang masuk dalam sistem perbankan sangat sulit ditentukan secara
akurat. Hal lain yang juga turut mempengaruhi adalah hubungan antara
reserves yang ada pada bank komersial dengan ekspansi kredit belum
memperlihatkan hubungan yang jelas. Oleh karena perilaku money supply
mencerminkan interaksi berbagai faktor-faktor internal maupun eksternal
yang kompleks, maka perlu juga dipertimbangkan ceilings atau pagu
kredit untuk menjamin total kredit yang disalurkan konsisten dengan
target moneter. Instrumen yang juga cukup berarti dalam mempengaruhi
reserves dari pada bank komersial adalah kewenangan bank sentral untuk
dapat memindahkan demand deposits pemerintah yang ada pada bank
sentral ke dan dari bank komersial. Instrumen ini telah terbukti sangat
44
Tinjauan Pustaka
efektif sebagai instrumen moneter di Saudi Arabia dalam mempengaruhi
reserves bank komersial secara langsung, yang fungsinya sama seperti
operasi pasar terbuka yang mempengaruhi reserves bank komersial
secara tidak langsung.
Common pool merupakan instrumen yang mensyaratkan bank-bank
komersial untuk menyisihkan sebagian dari deposits yang dikuasainya
dalam proporsi tertentu yang berdasarkan kesepakatan bersama guna
menanggulangi masalah likuiditas. Instrumen ini sama efektifnya dengan
fasilitas rediskonto yang biasa digunakan oleh bank sentral dalam
membantu bank komersial mengatasi masalah likuiditas.
Moral suasion merupakan instrumen yang lebih penting pada bank
sentral yang menerapkan prinsip-prinsip syariah. Melalui kontak-kontak
personal, konsultasi dan pertemuan-pertemuan dengan bank komersial,
bank sentral akan dapat lebih cepat dan mampu memonitor kekuatan dan
masalah yang dihadapi bank-bank komersial. Dengan demikian bank
sentral dapat dengan jelas dan tepat memberikan saran-saran guna
mengatasi masalah-masalah yang dihadapi perbankan dan hal ini akan
memudahkan pencapaian tujuan perbankan.
2.1.4 Penerapan Manajemen Moneter Alternatif di Indonesia8
Manajemen moneter alternatif dimungkinkan untuk diterapkan di
Indonesia, karena berdasarkan Undang-undang (UU) No. 10 tahun 1998
perbankan dapat berusaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan
berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 Bank Indonesia dapat melaksanakan
kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah.
8 Mulya E Siregar ,op. Cit, hal 102
45
Tinjauan Pustaka
Berdasarkan UU tersebut, perbankan di Indonesia mulai beralih dari
sistem konvensional menjadi dual banking system yang mengakomodir
baik sistem perbankan konvensional maupun sistem perbankan syariah
yang tidak menggunakan suku bunga dalam bertransaksi. Namun dalam
UU No. 10 tahun 1998 belum secara jelas memperlihatkan bagaimana
operasi perbankan syariah yang seharusnya, padahal sistem perbankan
syariah dan konvensional sangat berbeda. Maka untuk menunjang
berlangsungnya dual banking system dengan dasar hukum yang lebih
kuat, perlu dipikirkan adanya undang-undang perbankan syariah
tersendiri.
Bank Indonesia dapat mengimplementasikan manajemen moneter
tanpa menggunakan suku bunga. Sesuai dengan amanah UU No. 23 tahun
1999, Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan mengenai Pasar Uang
Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) dan Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia (SWBI). Kebijakan PUAS mengatur bank umum syariah maupun
konvensional dapat berinvestasi jangka pendek pada bank umum syariah
yang membutuhkan likuiditas dengan menggunakan prinsip mudharabah
atau bagi hasil. Sedangkan dengan SWBI memungkinkan bagi Bank
Indonesia mempengaruhi likuiditas perekonomian melalui bank umum
syariah maupun konvensional dengan menggunakan prinsip wadiah atau
penitipan.
Berdasarkan UU No. 23 tahun 1999 memungkinkan bagi Bank
Indonesia untuk menerapkan statutory reserves terhadap perbankan
syariah dan hal ini telah berlangsung dengan adanya kebijakan Giro Wajib
Minimum bagi bank umum syariah. Walaupun disadari penentuan Giro
46
Tinjauan Pustaka
Wajib Minimum yang harus dipelihara perbankan syariah masih
berdasarkan seluruh dana pihak ketiga termasuk deposito mudharabah.
Selanjutnya sesuai dengan UU tersebut memungkinkan bagi Bank
Indonesia menerapkan pagu kredit (credit ceilings) kepada bank umum
syariah sehingga pertumbuhan penyaluran pembiayaan oleh perbankan
syariah dapat sejalan dengan target moneter. Namun mengingat peran
perbankan syariah dalam mempengaruhi likuiditas perekonomian saat ini
masih kecil dan perbankan syariah masih mengalami kelebihan likuiditas
karena masih kesulitan dalam menyalurkan pembiayaan, maka kebijakan
tersebut belum diperlukan.
Sebagai pemegang kas pemerintah tidak memungkinkan bagi Bank
Indonesia memindahkan demand deposits pemerintah yang ada pada
bank sentral ke dan dari bank umum. Hal ini hanya dapat terlaksana bila
pemerintah mendelegasikan wewenang tersebut kepada Bank Indonesia
sehingga operasi pasar terbuka yang secara tidak langsung
mempengaruhi reserves perbankan dapat digantikan dengan wewenang
Bank Indonesia memindahkan deposit pemerintah yang ada pada bank
sentral ke dan dari bank umum sehingga dapat secara langsung
mempengaruhi reserves perbankan syariah maupun konvensional.
Berdasarkan UU No. 10 tahun 1998, perbankan syariah dapat saja
bekerja sama untuk membentuk pooling funds yang berdasarkan prinsip-
prinsip syariah, guna mengatasi kesulitan likuiditas yang terjadi. Kebijakan
pooling funds memiliki kelemahan, yaitu umumnya yang memanfaatkan
hanya bank-bank yang tidak baik performance-nya. Oleh karena itu
penyelenggaraan pooling funds perlu diatur dengan ketat guna
menghindari moral hazard dari peserta. Selanjutnya pooling funds belum
47
Tinjauan Pustaka
diperlukan karena perbankan syariah yang mengalami kesulitan likuiditas
saat ini dapat memanfaatkan keberadaan PUAS.
Bank Indonesia telah melakukan moral suasion kepada perbankan
syariah melalui berbagai kegiatan sosialisasi dan training/seminar
mengenai perbankan syariah. Sosialisasi perbankan syariah kepada
masyarakat dilaksanakan Bank Indonesia bekerja sama dengan perbankan
syariah, melalui kegiatan sosialisasi ini tercipta komunikasi yang baik
antara Bank Indonesia dengan perbankan syariah.
Menurut UU No. 23 tahun 1999 tidak memungkinkan bagi Bank
Indonesia menyisihkan dana untuk secara langsung maupun tidak
langsung membiayai proyek-proyek yang berlangsung di sektor riil.
Namun skim dan lembaga penjaminan yang menghubungkan sektor riil
dan sektor keuangan perlu dipertimbangkan keberadaannya guna
melengkapi sistem perbankan tanpa suku bunga. Adanya lembaga ini
dapat menghindari kesalahan dalam mengalokasikan dana sehingga
hanya yang memiliki peluang investasi terbaiklah yang akan dapat
memanfaatkan dana. Dengan adanya perbankan yang menyediakan
pembiayaan yang berdasarkan profit-and-loss sharing yang dilengkapi
dengan skim dan lembaga penjaminan tersebut, usaha kecil akan memiliki
kontribusi yang maksimal dalam kegiatan sektor riil.
2.2 Permintaan akan Uang9
Teori permintaan uang pada hakikatnya merupakan teori tentang
alokasi sumber-sumber ekonomi yang bersifat terbatas. Seseorang yang
memegang uang tunai dihadapkan pada kemungkinan untung dan rugi.
Keuntungannya, ia mendapatkan tingkat likuiditas dan dapat 9 Adiwarman Karim(2002), Ekonomi Islam: Suatu Kajian Ekonomi Makro, IIIT hal 144
48
Tinjauan Pustaka
membelanjakan uangnya, namun ia kehilangan peluang mendapatkan
nilai-lebih uang ( value added of money) karena uang tersebut tidak
diinvestasikan untuk kegiatan produktif. Memegang uang tunai juga akan
terkena risiko menurunnya nilai riil uang karena inflasi.
2.2.1 Teori Permintaan Uang dalam Ekonomi Islam
Dalam ekonomi Islam, hanya dikenal dua motif permintaan akan
uang, yaitu motif transaksi dan motif berjaga-jaga. Karena dalam ekonomi
Islam melarang tindakan spekulasi, instrumen moneter tidak
menggunakan variabel yang mengarah kepada motif spekulasi .
Penggunaan instrumen pengganti suku bunga dimaksudkan untuk
mencapai tujuan yang penting dan mendesak serta mendorong investasi
yang produktif dan efisien.
Diskusi tentang pola dan penerapan manajemen moneter tidak
terlepas dari pemikiran untuk mempertemukan permintaan akan uang
dengan penawaran akan uang pada tingkat paling ideal. Kita tidak dapat
mengasumsikan bahwa salah satu diantaranya merupakan variabel
eksogen namun harus melihat bagaimana kedua variabel ini mencapai
tingkat ekuilibrium dalam makroekonomi
Pemikiran dalam ekonomi islam dibagi dalam tiga mazhab yaitu
mazhab iqtishad (ekonomi kita), mainstream economic, dan mazhab
alternatif.
Permintaan Uang Mazhab Iqtishaduna (ekonomi kita
/keseimbangan)
49
Tinjauan Pustaka
Permintaan uang ditujukan hanya untuk memenuhi dua tujuan
pokok, yaitu untuk transaksi atau berjaga-jaga. Secara matematis
diformulasikan dengan:
Permintaan uang untuk transaksi merupakan fungsi tingkat
pendapatan seseorang. Semakin tinggi tingkat pendapatan, prmintaan
akan uang untuk memfalisitasi transaksi barang dan jasa juga meningkat.
Fungsi permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga (meliputi
juga permintaan akan uang untuk investasi dan tabungan ) ditentukan
oleh besar kecilnya harga barang tangguh untuk pembelian barang tidak
tunai.
Setiap fungsi permintaan akan uang untuk transaksi dan berjaga-
jaga dapat dituliskan sebagai berikut:
Md trans = f ( Y )
Md prec = f ( Y, Pt /Po ) ,
Pt / Po adalah rasio harga antara harga bayar tangguh (future price)
dengan harga bayar kini (present price) .
Dalam formula permintaan uang di bawah terlihat bahwa variabel
bebas pendapatan mempunyai koefisien yang positif dan harga bayar
tangguh mempunyai koefisien negatif.
Dalam gambar 2.2, permintaan uang memiliki kemiringan negatif, garis
vertikal mewakili nilai Pt / Po dan jumlah Md berada pada garis horizontal.
50
Md = Md trans + Md prec
Md = f ( , )
Tinjauan Pustaka
Pergerakan sepanjang kurva ( titik a ke titik b ) pada kurva Md1
dipengaruhi oleh perubahan-perubahan harga pada Pt / Po, sedangkan
pergeseran kurva dari Md1 ke Md2 diakibatkan oleh perubahan-perubahan
pada variabel eksogen, seperti peningkatan ekspor atau impor.
Gambar 2.2Kurva Permintaan dalam Mazhab Iqtishaduna
Permintaan Uang Mazhab Mainstream
Strategi utama mazhab mainstream adalah pengenaan pajak
terhadap aset produktif yang menganggur (dues of iddle cash) dengan
tujuan mengalokasikan sumber dana pada kegiatan usaha produktif.
Semakin tinggi pajak yang dikenakan terhadap aset produktif yang
51
Pt/P0
Md2Md1
Md
a
b
Tinjauan Pustaka
dianggurkan, permintaan terhadap aset ini akan berkurang. Kebijakan ini
berdampak pada pola permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga.
Secara matematis, permintaan uang untuk mazhab kedua ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
Md = Md trans + Mdprec
Mdtrans = f (Y)
Mdprec & trans = f (Y, μ)
Tingkat dues of iddle fund diwakili oleh nilai μ, Semakin tinggi nilai
μ, semakin kecil permintaan akan uang untuk motif berjaga-jaga karena
biaya risiko untuk membayar pajak terhadap uang tunai tersebut menjadi
naik, apabila nilai μ relatif rendah, tindakan memegang atau menyimpan
uang tunai relatif tidak berisiko. Tinggi rendahnya tingkat risiko
menyimpan uang tunai ( ) dipengaruhi oleh besarnya dues of iddle fund
( μ ) dikurangi risiko investasi ( )
Dalam persamaan di bawah ini kita dapat tuliskan bahwa variabel
pendapatan (Y) berbanding positif dengan banyaknya permintaan uang
dan berbanding terbalik dengan nilai pajak yang dikenakan terhadap aset
atau kekayaan yang dianggurkan (μ).
Semakin tinggi nilai μ , velocity of money akan meningkat, hubungan ini
dapat dilihat pada gambar 2.3. Peningkatan ini mengurangi permintaan
akan uang untuk berjaga-jaga dan sekaligus meningkatkan permintaan
52
= -
Md = f ( , )
Tinjauan Pustaka
uang untuk transaksi. Peningkatan jumlah uang yang digunakan untuk
transaksi dan investasi akan berdampak pada peningkatan pendapatan
nasional.
Gambar 2.3 Kurva Permintaan Uang Mazhab Mainstream
Gambar 2.3, menjelaskan hubungan kurva permintaan akan uang dengan
tingkat μ, Y, dan Ms dalam berbagai tingkatan. Permintaan akan uang
untuk tansaksi dan berjaga-jaga bervariasi sebagai kebalikan tingkat biaya
atas uang menganggur (μ). Pada tingkat biaya μ1, keseimbangan akan
tercapai pada titik E1. Pada grafik di atas pergeseran motif untuk berjaga-
53
Tinjauan Pustaka
jaga direspons secara berlawanan oleh pergeseran motif untuk transaksi
Md = Md trans + Md prec. Bila Md tetap, kenaikan Md untuk berjaga-jaga akan
berdampak pada pengurangan Md untuk transaksi, sehingga kurva Md trans
akan bergeser kekiri.
Pada tingkat pendapatan sekarang Y* dan biaya-biaya yang berlaku
terdapat kecenderungan untuk menahan uang , pemerintah akan
meningkatkan pajak terhadap uang yang ditahan itu menjadi μ2 sehingga
keseimbangan antara Ms dan Md tetap terjaga.
Suatu hal yang penting dalam pengelolaan uang adalah kebijakan
pemerintah ketika terjadi ketidakseimbangan antara permintaan uang
dengan penawaran uang , dengan memainkan peranan biaya atas uang
yang menganggur, dan bukan dengan menaikkan dan menurunkan jumlah
uang beredar.
Permintaan Uang Mazhab Alternatif
“ Keberadaan uang pada hakikatnya adalah representasi volume
transaksi yang ada dalam sektor riil “ . Permintaan uang dalam mazhab ini
erat kaitannya dengan konsep endogenous uang dalam Islam. Teori ini
menjembatani pertumbuhan uang di sektor moneter dan pertumbuhan
nilai tambah uang di sektor riil.
Permintaan uang adalah representasi keseluruhan kebutuhan
transaksi dalam sektor riil (M.A Choudhury, 1997). Semakin tinggi
kapasitas dan volume sektor riil, semakin meningkat permintaan akan
uang. Variabel yang mempengaruhi permintaan permintaan akan uang
adalah variabel sosio-ekonomi (X), kebijakan pemerintah dalam regulasi
54
Tinjauan Pustaka
ekonomi (Y), dan informasi objektif masyarakat akan kondisi riil
perekonomian.
Tidak seperti teori exogenous uang dalam literatur konvensional,
mazhab alternatif berpendapat, permintaan akan uang dan penawaran
akan uang dipengaruhi oleh besarnya pembagian keuntungan (profit
sharing) atau tingkat kentungan yang diharapkan (expected rate of profit).
Tinggi rendahnya expected rate of profit merupakan representasi prospek
pertumbuhan aktual ekonomi.
Secara matematis M.A Choudhury (1997), memformulasikan
permintaan akan uang sebagai berikut:
Ket:
y = Pendapatan riil, rb = rasio profit sharing, S = total pengeluaran
nasional
p = Tingkat harga atau inflasi , b = lembaga keuangan, R = reserve
requirement
Formula diatas memperlihatkan hubungan antara variabel-variabel
yang ada terhadap permintaan uang dan penawaran uang. Variabel bebas
y, pendapatan riil yang dimiliki oleh seorang individu akan berhubungan
secara positif dengan banyaknya permintaan akan uang. Variabel p, inflasi
55
Tinjauan Pustaka
memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan banyaknya
permintaan akan uang. Variabel pengeluaran nasional S, berhubungan
secara positif dengan permintaan akan uang sedangkan X, dan Y adalah
variabel untuk sosio-ekonomi dan kebijakan pemerintah. adalah
induced-knowledge , pengetahuan masyarakat akan kondisi objektif tiap-
tiap variabel, kualitas pengetahuan ini juga akan berpengaruh terhadap
besaran permintaan akan uang yang diinginkan oleh seorang pelaku
ekonomi.
2.3 Konsep Uang Beredar10
Mazhab Iqtishaduna (ekonomi kita/keseimbangan)
Pandangan utama mazhab ini adalah jumlah uang beredar elastis
sempurna dengan asumsi pemerintah sebagai pemegang otoritas moneter
tidak mampu mempengaruhi jumlah uang yang beredar.
Pada gambar 2.4, terlihat bahwa fungsi penawaran akan uang
berbentuk elastis sempurna (perfect elastis). Banyak sedikitnya Ms yang
beredar tidak berdampak dan berpengaruh terhadap rasio harga tangguh
terhadap harga tunai (Pt/Po), karena dengan perdagangan yang bebas dan
tidak adanya bea cukai, nilai uang yang keluar dan masuk selalu
diseimbangkan dengan nilai ekonomi barang yang diperdagangkan.
Elastisitas sempurna Ms ini didukung oleh kesamaan nilai uang dengan
nilai intrinsiknya serta tidak adanya institusi tertentu yang melakukan
pencetakan dan pengontrolan uang.
10 Adiwarman Karim(2002),op.cit hal.162
56
Pt/P0
Ms
Ms
Tinjauan Pustaka
Gambar 2.3 Elastisitas kurva penawaran uang menurut mazhab Iqtishaduna
Mazhab ini menerangkan beberapa kebijakan yang dapat diambil
oleh pemerintah untuk menciptakan pasar persaingan sempurna.
Kebijakan pertama adalah mengenakan sejumlah pajak terhadap barang
atau uang, menentukan harga pasar atau price intervention, yang
bertujuan untuk mencegah adanya praktek penimbunan barang, kedua,
pelarangan membeli barang dari pedagang yang belum memasuki pasar ,
disebabkan karena ketidaksempurnaan informasi terhadap harga pasar
bagi pedagang yang belum memasuki pasar. Kebijakan-kebijakan ini
dilatarbelakangi oleh kehidupan perekonomian pada masa Nabi
Muhammad SAW.
Untuk menjelaskan bagaimana keseimbangan antara pasar barang
dengan pasar uang pada masa tersebut ,dijelaskan pada gambar 2.4 di
bawah ini.
57
Tinjauan Pustaka
Gambar 2.4 (a) Pasar barang
(b) Pasar uang
Keseimbangan awal pasar barang berada pada titik e2, yaitu titik
perpotongan antara kura AD2 dan AS. Pada e2 ini tingkat pendapatan
adalah Y2 dengan tingkat harga P2. Ketika ada tambahan ekspor barang
(tambahan impor uang), aggregate demand dalam negeri naik.
Peningkatan aggregate demand ini dipicu oleh peningkatan pendapatan
dalam negeri. Kenaikan aggregate demand digambarkan oleh pergerakan
kurva AD2 ke AD3, sehingga keseimbangan di pasar barang yang baru
terletak di titik e3, meningkatnya harga dari P2 ke P3 disebabkan oleh
58
Tinjauan Pustaka
meningkatnya permintaan terhadap barang, sedangkan jumlah barang
barang yang ditawarkan tidak berubah.
Pada pasar uang, naiknya jumlah pendapatan mengakibatkan
meningkatnya permintaan akan uang. Dengan demikian, titik
keseimbangan di pasar uang bergeser dari e2 ke e3, ketika jumlah uang
beredar bertambah dari M2 ke M3. Pergeseran tersebut dapat dilihat
melalui surplus ekspor barang yang berdampak pada peningkatan capital
inflow.
Mazhab Mainstream
Menurut mazhab ini, penawaran uang dalam Islam sepenuhnya
dikontrol oleh negara sebagai pemegang monopoli penerbitan uang yang
sah. Diasumsikan penawaran uang sepenuhnya dipengaruhi oleh
kebijakan bank sentral sehingga pada gambar 2.5, terlihat Ms bersifat
perfect inelastic. Akibatnya, penawaran uang terbebas dari pengaruh
tinggi rendahnya kebijakan biaya atas aset yang menganggur ( ). Otoritas
moneter menetapkan jumlah uang beredar berdasarkan proporsi tingkat
pendapatan atau nilai transaksi, yaitu: Ms = f ( ) dan Ms = Y ; >
0
59
μ
Ms2 Ms1
Ms
Tinjauan Pustaka
Gambar 2.5
Inelastis Sempurna kurva penawaran dari mazhab Mainstream
Bentuk kurva Ms adalah tegak lurus dengan garis horizontal Ms,
artinya pergerakan Ms1 dari dan ke Ms2 tidak dipengaruhi oleh pergerakan
nilai , melainkan oleh variabel eksogen di luar sistem ini, yaitu bank
sentral sebagai otoritas moneter. Pergerakan hanya akan berdampak
pada pergerakan di sepanjang kurva Ms.
Suatu kondisi yang penting diciptakan bagi terwujudnya
keseimbangan uang adalah seimbangnya persediaan uang dengan
penawaran uang , Ms = Md
Apabila terdapat kelebihan permintaan akan uang, cara yang
digunakan untuk mengembalikan pada tingkat yang stabil adalah
menaikkan biaya atas uang yang menganggur ( ). Secara matematis kita
dapat menuliskan bagaimana keseimbangan yang terjadi dengan tingkat
pendapatan (Y) dan biaya atas aset yang menganggur ( 0 )
Md0 (Y0 / 0 ) > Ms0 = Y0
Sehubungan dengan adanya kelebihan permintaan akan uang
sedangkan banyak uang yang mengangur, pemerintah menaikkan biaya
60
Tinjauan Pustaka
atas aset yang menganggur menjadi 1, sehingga persamaan
matematikanya menjadi:
Md0 (Y0 / 1 ) > Ms0 = Y0
Kebijakan menaikkan biaya atas aset yang menganggur ini
berdampak pada naiknya permintaan uang untuk investasi dan konsumsi,
yang dapat menaikkan pendapatan. Tingkat pendapatan yang baru akan
mendorong kurva permintaan ke kanan, sehingga tingkat keseimbangan
yang baru :
Md1 (Y1 / 1 ) > Ms1 = Y1
Keterkaitan antara permintaan uang , penawaran uang dan biaya
atas aset produktif yang mengangur terlihat pada gambar 2.6 , berikut.
E2
E1
Gambar 2.7 M1 M2
Hubungan penawaran uang, permintaan uang, dan biaya atas uang kas dalam mazhab Mainstream
Kurva penawaran berbentuk perfect inelastis menunjukkan pasar
tidak mampu mempengaruhi penawaran akan uang karena adanya
kebijakan otoritas moneter yaitu bank sentral. Pada tingkat biaya 1
tingkat keseimbangan berada pada E1. Apabila pada tingkat biaya 1
61
Ms
M
2
1
Md1Md2
Tinjauan Pustaka
permintaan akan uang melebihi kurva penawaran akan barang (misalnya
kurva Md2), pemerintah berusaha mengalihkan uang tunai milik
masyarakat kepada transaksi di pasar, baik untuk konsumsi maupun
investasi, dengan cara meningkatkan biaya menjadi 2 . Hal ini akan
mendorong kurva permintaan bergeser ke atas (Md2) karena adanya
peningkatan velocity of money dan pendapatan. Kenaikan 2
menyebabkan terjadinya pergerakan di sepanjang kurva Md2 sehingga
mencapai keseimbangan baru di titik E2 . Keseimbangan akan bergeser ke
E2 sebagai konsekuensi perpotongan kuva Md2 dengan Ms.
Mazhab Alternatif
Keberadaan uang pada dasarnya terintegrasi dalam sistem sosial
ekonomi sosial yang berlaku. Artinya, nilai (value) dan jumlah uang bukan
variabel yang berdiri sendiri. Terintegrasinya uang dalam sebuah sistem
yang kompleks menjadikan uang tidak independen atau bukan variabel
yang exogenous., mazhab ini berpendapat, jumlah uang beredar lebih
ditentukan oleh actual spending demand dalam transaksi di pasar barang
dan jasa.
Asumsi yang digunakan dalam konsep ini sebagai berikut:
1. Telah terjadi globalisasi perekonomian sehingga bank sentral tidak
mampu lagi mengontrol secara penuh jumlah uang beredar. Fund
Manager adalah pihak diluar bank sentral yang mempunyai
pengaruh cukup signifikan dalam mempengaruhi level stock uang
di pasar.
62
Tinjauan Pustaka
2. Perekonomian mengarah kepada tahap Islamisasi sistem keuangan,
dengan dihapuskannya suku bunga dan digunakannya expected
rate of profit.
Gambar 2.8Elastisitas kurva Ms sebagai teori endogenous uang dalam islam
Ms menyatakan jumlah uang beredar , mewakili expected rate of
profit atau profit sharing rate11 . Dalam teori exogenous uang, suku bunga
berperan dalam mempertemukan fungsi permintaan uang dan penawaran
uang. Dalam teori endogenous uang, instrumen yang digunakan untuk
mempertemukan kedua fungsi tersebut adalah variabel yang mampu
merefleksikan kondisi riil sebuah perekonomian . Variabel tersebut adalah
tingkat keuntungan rata-rata semua investasimudharabah atau
musharakah . Keseimbangan antara pertumbuhan volume uang dengan
pertumbuhan volume perekonomian di sektor riil menjadi sumber
inspirasi teori endogenous uang.
Pada gambar 2.7, kurva Ms berbentuk elastis, dalam hal ini
menunjukkan bahwa bank sentral sebagai pemegang otoritas tidak
11 Untuk studi kasus Indonesia, tingkat rate of profit ini dapat diukur dari tinggi rendahnya return dari sertifikat wadiah Bank Indonesia yang merefleksikan tingkat bagi hasil dari perbankan syariah;sedangkan tingkat bagi hasil perbankan syariah merefleksikan tingkat bagi hasil sektor riil
63
M
Ms
Tinjauan Pustaka
mampu mengendalikan volume uang beredar . Ms dipengaruhi oleh .
Semakin tinggi (tingkat keuntungan dalam investasi syariah).
Kesimpulannya, pergerakan penawaran akan uang merupakan
derivasi kondisi riil perekonomian itu sendiri, bukannya fungsi suku bunga
yang keberadaannya ditentukan di luar sistem. Teori endogenous
bertujuan menjaga keseimbangan antara pertumbuhan sektor riil dengan
sektor moneter sehingga nilai instrinsik uang dapat dijaga.
E2
E1
Gambar 2.8
Keseimbangan expected rate of profit dengan uang beredar dalam sistem keuangan Islam
Keterangan gambar 2.8:
adalah tingkat keuntungan dan M adalah stock uang yang
ditawarkan dalam sistem keuangan syariah, yang merupakan fungsi .
Pergerakan kurva permintaan untuk sistem keuangan mudharabah
dipengaruhi oleh tinggi rendahnya ekspektasi terhadap tingkat
keuntungan. M1 adalah banyaknya uang yang ditawarkan untuk
64
M
12
Ms
Md1
Md2
M1 M2M0
Tinjauan Pustaka
memenuhi transaksi mudharabah. M0 adalah jumlah uang yang disediakan
lebih sedikit dari kebutuhan.
Jika terjadi perubahan teknologi dalam proyek mudharabah , maka
akan terjadi penarikan dana di luar proyek mudharabah ini, yang
mempunyai pengaruh bertambahnya stock uang menjadi M2 dan
keseimbangan bergeser dari E1 ke E2 . Pergeseran E1 ke E2 merupakan
fungsi nilai , dengan adalah objektifitas pengetahuan masyarakat
terhadap perubahan teknologi.
Dalam teori endogenous uang , Ms hanyalah representasi total
permintaan akan uang, sementara dalam formula permintaan uang
menurut mazhab ini Md adalah fungsi adalah fungsi rb,y, p, S, X, Y dan .
Dengan demikian, dari sisi penawaran akan uang Md adalah fungsi dari:
Ms ( ) ( )
Dari formulasi diatas terlihat bahwa hanya variabel R yang mempunyai
hubungan negatif dengan Ms. Semakin tinggi R, semakin meningkat dana
pihak ketiga yang harus disimpan bank umum sehingga penawaran uang
di pasar akan turun.
Dalam konsep endogenous uang, Md akan menentukan level Ms
dan keduanya sama-sama bergerak menuju tingkat keseimbangan
keseimbangan dalam pembentukan market clearing. Gambar 2.8,
menunjukkan ketika expected rate of profit atau biaya opportunity uang
tunai berada pada level 1, maka Md berada pada titik E1 dan Ms berada
pada titik E2. Adanya kesenjangan antara permintaan akan uang dan
penawaran akan uang mendorong kedua variabel bergerak sepanjang
kurva bersama-sama menuju titik ekuilibrium E. Begitu pula sebaliknya,
apabila nilai terlalu rendah, yaitu 2 < *, Md akan
65
Tinjauan Pustaka
lebih besar daripada Ms. Kesenjangan ini dieliminir dengan pergerakan
sepanjang kurva dari Md dan Ms menuju titik keseimbangan E.
Gambar 2.8Pergerakan keseimbangan moneter dalam teori endogenous uang
2.4 Karakteristik Dual Banking System
Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia, maka bank dengan dual
banking system mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:
1. Kantor Cabang Syariah.
Kantor cabang bank umum konvensional yang telah diberi ijin
usaha melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah harus
mencantumkan kata “ Kantor Cabang Syariah “ pada setiap penulisan
nama kantornya.
2. Unit Usaha Syariah
66
E1 E2
E
E3 E4
Ms
Md
M
*
1
2
Tinjauan Pustaka
Kantor-kantor cabang dari bank umum konvensional pada dasarnya
merupakan unit yang mempunyai karakteristik kegiatan usaha yang
berbeda, serta mempunyai pencatatan pembukuan yang terpisah dari
kantor-kantor operasionalnya. Oleh karena itu bank umum dengan dual
banking system juga diwajibkan membentuk Unit Usaha Syariah (UUS)
yang berfungsi sebagai kantor- kantor induk bagi seluruh kantor cabang
syariah. Unit tersebut berada di Kantor Pusat Bank dan dipimpin oleh
seorang anggota direksi atau pejabat satu tingkat dibawah direksi.
Secara umum tugas UUS mencakup:
1. Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah.
2. Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan
penempatan dana yang bersumber dari kantor-kantor cabang
syariah.
3. Menyusun laporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor-kantor
cabang syariah.
4. Melaksanakan tugas penata-usahaan laporan keungan kantor-
kantor cabang syariah .
3. Modal Kantor Cabang Syariah
Bagi bank umum konvensional yang membuka cabang syariah
wajib menyediakan modal kerja untuk setiap kantor. Modal tersebut harus
disisihkan oleh bank dalam suatu rekening tersendiri atas nama pimpinan
unit usaha syariah. Penyisihan modal tersebut dimaksudkan agar dana
yang dikelola oleh kantor cabang syariah tidak tercampur dengan dana
kantor induk yang beroperasi scara konvensional
67
Tinjauan Pustaka
4. Rekening Giro pada Bank Indonesia
Bank konvensional yang memiliki Unit Usaha Syariah wajib
memelihara dua rekening giro rupiah, masing-msing satu rekening untuk
kantor pusat bank dan satu rekening untuk UUS. Bagi bank konvensional
berstatus devisa dan memiliki UUS, maka selain diwajibkan memelihara
dua rekening giro dalam rupiah tersebut , wajib pula memelihara dua
rekening giro dalam valuta asingdi Kantor Pusat Bank Indonesia. Kedua
rekening giro valuta asing tersebut masing-masing satu rekening untuk
kantor pusat bank dan satu rekening untuk UUS.
2.4.1 Sistem Operasional / Manajemen Dual Banking System
Kebijakan pokok yang melandasi system operasioanal dual banking
system adalah:
1. Bahwa kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah berbeda sama
sekali dengan kegiatan usaha secara konvensional. Oleh karena itu
kegiatan usaha berdaarkan prinsip syariah hanya diselenggarakan
secara terpisah dari unit / kantor cabang lainnya.
2. Bank syariah atau unit / cabang syariah atau unit / kantor cabang
syariah hanya boleh menginvestasikan dananya pada bank syariah
atau unit / kantor cabang syariah . Sedangkan bank / unit usaha
konvensional diperkenankan menginvestasikan dana nya pada
bank syariah atau unit / syariah . Bank / unit usaha konvensional
tidak diperkenankan mengelola dana-dana yang berasal dari bank
syariah atau unit / kantor cabang syariah
Gambar 2.11 : Bagan Organisasi Bank dengan Dual Banking System
68
RUPS/ Rapat Anggota
Dewa Komisaris Dewan Pengawas Syariah
DireksiDewan Audit
Divisi / Urusan Divisi/ Urusan
Divisi/ Unit Usaha Syariah
Divisi/ Urusan
Kantor Cabang Konvensional
Kantor Cabang Konvensional
Kantor Cabang Syariah
Kantor Cabang Syariah
Tinjauan Pustaka
2.5 Penelitian - Penelitian
2.5.1 Penelitian Ahmad Kaleem (2000)12
Penelitian Ahmad Kaleem yang berjudul : Modeling Monetary
Stability Under Dual Banking System : The Case of Malaysia , mempuyai
tujuan utama melakukan pengujian secara empiris tentang kebenaran dari
hipotesis bahwa instrumen-instrumen moneter islam sama stabilnya
dengan instrumen moneter berbasiskan bunga, pada kasus dual banking
system. 12 University of Malaya, Malaysia
69
Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, Kaleem mengkonsentrasikan pada tiga
masalah utama. Pertama, mengembangkan dan mendefinisikan
instrumen-instrumen moneter islam pada kasus dual banking system di
Malaysia. Kedua, mengevaluasi permintaan terhadap instrumen-instrumen
ini dan yang terakhir membandingkan secara empiris degan
menggunakan metodologi Darrat (1988) kebenaran dan efektivitas dari
instrumen-instrumen islami dan yang berbasiskan bunga untuk tujuan-
tujuan kebijakan.
Pada penelitian ini , mempunyai periode observasi dari Januari 1994
sampai dengan Desember 1999 dengan periode bulanan, dengan
masuknya periode krisis keuangan di Malaysia, maka dimasukkan variabel
dummy pada model regresi dengan tujuan membuktikan pendapat ahli-
ahli ekonomi Islam bahwa perbankan Islam lebih stabil selama krisis .
Masalah pertama pada penelitian ini adalah menguji secara empiris
stabilitas dari instrumen keuangan dan kredit islam, persamaan ini
menggunakan prosedur Koyck seperti disarankan oleh Darrat (1988).
Tabel 2.1 Hasil regresi permintaan untuk instrumen-instrumen keuangan dan kredit Konvensional
XY
Dummy 97
LOGGDP
LOGINF
LOGM1/P (t-1)
LOGM2/P(t-1)
LOGCredit/
P(t-1)
C ADJ R2
Durbin h
M1/P -0.037(-2.05)
0.081(2.294)
0.289(2.508)
0.829(14.76)
-1.06(-2.08)
0.78
9
0.8
8
M2/P -0.012(-1.24)
0.031(1.92)
0.321(1.77)
0.913(18.507)
-1.215(-2.79)
0.84
3
0.7
0
Credit/
P
-0.012(-1.82)
-0.015(-0.95)
-0.141(-1.01)
1.011(37.35)
0.726(1.487)
0.98
8
0.6
3
Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung
Secara keseluruhan, hasil dari model pada penelitian ini cukup memuaskan dan
menjelaskan sedikitnya 79 persen dari observasi yang tersedia. Variabel dummy
70
Tinjauan Pustaka
untuk krisis signifikan untuk (M1/P) dan (Credit/P), sementara inflasi
menghasilkan tanda yang benar dan signifikan hanya untuk (M1/P) dan (M2/P).
XY
Dummy 97
LOGGDP
LOGINF
LOGM1/P (t-
1)
LOGM2/P(t-1)
LOGCredit/P
(t-1)
C ADJ R2
Durbin h
M1/P(ISL) -0.045
(-2.74)-0.017(-0.41)
0.396(2.537)
0.811(11.49)
-0.69(1,9)
0.66
20.47
M2/P(ISL) -0.012
(-1.18)-0.018(-0.35)
0.573(2.59)
0.605(11.6
3)
-1.50(1.9)
0.92
10.6
Credit/P(ISL)
-0.019(-1.82)
1.089(0.675)
0.129(0.115)
0.979(27.118
)
-1.06(0.1)
0.94
71.04
Tabel 2.2 Hasil regresi permintaan untuk instrumen-instrumen keuangan dan Kredit Islam
Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung
Variabel dummy untuk krisis dan inflasi menunjukkan hasil yang
hampir sama seprti instrumen-instrumen keuangan konvensional , kedua
regresi ini menunjukkan hasil yang relatif sama terhadap permintaan
instrumen-instrumen moneter baik konvensional maupun Islam ,
penelitian ini menolak pendapat Khan (1985) mengenai lebih stabilnya
instrumen moneter Islam terhadap konvensional
Penelitian ini mengacu pada penelitian Darrat (1988) yang
mengajukan dua prasyarat yang dapat digunakan untuk meneliti
penampilan dari kedua instrumen keuangan islam dan konvensional.
Pertama adalah kontrol efektif dari otoritas moneter terhadap instrumen
diatas tersebut. Kedua adalah hubungan yang kuat antara instrumen
keuangan dan tujuan utama kebijakan moneter dari otoritas moneter, jika
hubungan tersebut lemah meskipun instrumen tersebut dapat dikontrol
tetapi tidak dapat digunakan untuk tujuan kebijakan.
71
Tinjauan Pustaka
Seperti dijelaskan oleh Karim (1996), instrumen-instrumen
keuangan Islam mempunyai resiko yang berbeda dari instrumen
konvensional . Maka dari itu persentase yang sama dari reserve
requirement tidak dapat dipaksakan terhadap instrumen tersebut.
Tabel 2.3 Hasil regresi untuk pengujian kemampuan kontrol Otoritas Moneter
XY
GMB GMB (ISL)
C R2 D.W
GM1 0.123(1.508)
0.005(1.373)
0.032 2.31
GM2 0.098(2.44)
0.011(5.968)
0..079 2.16
GM1 (ISL) 0.105(2.92)
0.001(0.324)
0.111 2.02
GM2 (ISL) 0.168(5.971)
0.003(0.963)
0.341 2.03
Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung
Hasil regresi diatas menunjukkan bahwa otoritas moneter secara
signifikan mempunyai tingkat kontrol yang tinggi terhadap M1(ISL)
daripada M1, ditunjukkan oleh t-statistik GMB yang bergerak dari 1.508
sampai 2.92 untuk GMB (ISL) . Hasil yang sama terdapat pada tingkat
kontrol yang tinggi terhadap M2 (ISL) ditunjukkan oleh koefisiennya 0.168
dibandingkan dengan M2 yang koefisiennya 0.098. Secara keseluruhan
hasil dari regresi diatas memperkuat hipotesis dari penelitian ini yang
menunjukkan tingkat kontrol yang tinggi pada instrumen-instrumen
moneter Islam dibandingkan instrumen moneter konvensional.13
Teori ketersediaan kredit menganjurkan bahwa rasio likuiditas
dapat digunakan sebagai instrumen moneter untuk mengontrol
pertumbuhan kredit. Menurut pandangan ini, investasi swasta berespon 13 Kontrol dari Otoritas Moneter tersebut dengan catatan bahwa permintaan uang dari masyarakat mengabaikan teori pendekatan portfolio,yang menurut Arongo dan Nadiri(1981) setidaknya temasuk aset domestik riil , aset keuangan domestik dan aset keuangan di luar negeri.
72
Tinjauan Pustaka
terhadap setiap perubahan dalam ketersediaan kredit, setiap peningkatan
dalam rasio likuiditas dapat menurunkan penawaran kredit dan karena itu
memperkecil permintaan total.
Menurut Karim dan Abdullah (1995) kebanyakan dari pembiayaan
perbankan Islam terdiri dari instrumen berbasiskan Murabaha dan hampir
semua penjualan melalui instrumen ini berhubungan langsung dengan
sektor swasta, diamana hal tersebut mempunyai 100% resiko menurut
perjanjian Basle. Banyak pendapat mengatakan bahwa instrumen kredit
Islam berbeda secara alami , maka dari itu persentase syarat likuiditas
yang disarankan oleh perjanjian Basle hanya akan meningkatkan
keseluruhan cost of capital-nya
Tabel 2.4 Hasil regresi untuk instrumen kredit
Pada hasil regresi ini, koefisien CREDIT(ISL) adalah 0.943 dan
signifikan ketika LIQUID(ISL) digunakan sebagai dependent variable .
Dengan membandingkan ukuran koefisien dari kedua instrumen, 0.076
dan 0.943 dan t- statistik nya, bisa disimpulkan bahwa instrumen kredit
Islam berada dibawah tingkat kontrol yang tinggi oleh Otoritas Moneter,
yang juga membuktikan hipotesis dari penelitian ini bahwa rasio CAR
(capital adequacy ratio) yang ada saat ini tidak dapat diaplikasikan pada
instrumen kredit Islam, ini berarti bahwa Otoritas Moneter harus
mendefinisikan program penyesuaian atau menggunakan syarat likuiditas
yang berbeda untuk perbankan Islam.
XY
LIQUID LIQUID(ISL)
C R2D.W
CREDIT 0.076(2.547)
0.0128(4.651)
0.264 2.18
CREDIT(ISL)0.943
(14.07)0.011
(1.264)0.781 1.98
73
Tinjauan Pustaka
Tabel 2.5 Hasil regresi untuk instrumen-instrumen keuangan dalam mencapai tujuan Otoritas Moneter
INFLATION M1 M2 M1(ISL) M2(ISL)
t -0.007(-1.92)
0.004(0.332)
-0.011(-1.72)
-0.019(-1.832)
t-1 -0.007(-0.989)
-0.003(-0.18)
0.004(0.494)
0.005(0.967)
t-2 -0.009(-1.199)
-0.006(-0.530)
0.004(0.594)
0.008(1.007)
C 0.004(8.472)
0.004(5.589)
0.003(7.446)
0.004(7.482)
R2 0.477 0.491 0.506 0.515
D.W 2.01 2.01 2.00 2.04
Catatan: t-statistik di dalam tanda kurung
Regresi diatas menunjukkan hasil yang hampir sama antara
instrumen-instrumen keuangan Islam dan konvensional dalam
hubungannya dengan inflasi, yang ditunjukkan oleh R2 sebesar 0.477
untuk M1, 0.506 untuk M1(ISL) dan R2 sebesar 0.491 untuk M2, 0.515
untuk M2(ISL), hasil-hasil ini mengindikasikan hampir samanya hubungan
yang dapat diandalkan antara instrumen-instrumen keuangan Islam dan
konvensional dengan tujuan Otoritas Moneter dalam hal ini inflasi.
2.5.1 Penelitian Mahmood Yousefi14 dan Sohrab Abizadeh15 (1996)
Penelitian yang berjudul Monetary Stability and Interest-free Banking
dengan periode penelitian 1962-1991 mengambil sampel negara Pakistan
yang mempunyai sejarah perbankan Islam sejak akhir tahun 1979.
Dengan menggunakan data dari International Financial Statistics-IMF
dari tahun 1962-1991, hasil estimasi menunjukkan bahwa pergerakan
velocity of non-interest-bearing money (VMNI) relatif lebih stabil daripada 14 University of Northern Iowa, Cedar Falls , USA15 Professor of Economics & Finance ,University of Winnipeg, Winnipeg, Canada
74
Tinjauan Pustaka
velocity of interest-bearing money (VMI). Selama periode penelitian
menunjukkan bahwa nilai varians dan standar deviasi dari VMNI ternyata
lebih kecil daripada nilai varians dan standar deviasi dari VMI (lihat tabel
2.1a dan tabel 2.1b).
Tabel 2.6 Nilai Velocity of Money for Non-Interest Bearing Assets
Period Minimum Maximum Mean Variance
1962-1991 1962-1983 1984-1991
2.712.703.30
4.344.3423.97
3.633.653.55
0.110.130.06
Tabel 2.7 Nilai Velocity of Money for Interest Bearing Assets
Period Minimum Maximum Mean Variance
1962-1991 1962-1983 1984-1991
6.146.146.63
17.1817.1810.99
8.658.828.18
5.958.943.49
Dalam penelitian ini juga meneliti kemampuan otoritas moneter
dalam mengontrol agregat moneter. Hal ini bisa dilihat dari korelasi antara
agregat moneter dengan monetary base (MB). Adapun model ekonometrik
yang digunakan untuk mengestimasi kemampuan kontrol otoritas moneter
yaitu:
Sistem Moneter Konvensional
(GMI)t = γ + δGMB + v
Sistem Moneter Bebas Bunga
75
Tinjauan Pustaka
(GMNI)t = η + θMBt + π
di mana:
GMI = Growth rate of M2 balances held by the public
GMNI = Growth rate of M1 balances held by the public
GMB = Growth rate of Monetary Base
Dengan menggunakan data dari International Financial Statistics-IMF
periode 1962-1991, hasil regresi dari model di atas adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.8 Hasil Analisis Regresi
Dependent
VariableConstant GMB R2 D-W
GMI
GMNI
0.07
-0.02
0.63(2.15)0.96
(30.11)
0.18
0.95
2.14
1.64
Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa antara non-interest bearing
money balances dan MB memiliki korelasi yang lebih kuat daripada
interest-bearing money balances dan MB. Hal ini bisa dilihat dari nilai
koefisien determinasinya (R2). Nilai R2 untuk GMNI dan GMB lebih besar
daripada nilai adjusted R2 untuk GMI dan GMB (0,95 > 0,18). Selain itu,
tingkat perbedaan elastisitas antara kedua agregat moneter tersebut
(derajat kepekaan MNI atau MI terhadap perubahan dalam MB) juga
cukup signifikan. Yang terlihat dari masing-masing nilai koefisien MB-nya
(0,96 > 0,63).
Masalah terakhir yang diteliti dalam penelitian ini adalah keterkaitan
antara agregat moneter dan tujuan utama kebijakan moneter. Adapun
model ekonometrik yang digunakan untuk mengestimasi keterkaitan
76
Tinjauan Pustaka
antara agregat moneter dengan tujuan utama kebijakan moneter (di sini
diasumsikan bahwa tujuan utama dari kebijakan moneter adalah
pencapaian stabilitas harga) yaitu:
Sistem Moneter Konvensional
GPt = ρ0 + ρ1(GMI)t + ρ2(GMI)t-1 + ρ3(GMI)t-2 + ρ4(GMI)t-3 + τ
Sistem Moneter Bebas Bunga
GPt = λ0 + λ 1(GMNI)t + λ 2(GMNI)t-1 + λ3(GMNI)t-2 + λ 4(GMNI)t-3 + θ
di mana :
GP = Growth rate of the CPI
τ dan θ = disturbance term
Tabel 2.9 Hasil Analisis Regresi
Monetary
Aggregate
Constant t t-1 t-2 t-3 D-W R2
Interest-bearing
Non-Interest bearing
0.11
0.18
-0.07
(0.99)
-0.39
(5.89)
-0.05
(0.50)
-0.13
(1.69)
0.01
(1.14)
-0.04
(0.56)
-0.01
(0.14)
-0.04
(0.55)
1.97
1.62
0.47
0.80
Hasil regresi di atas menunjukkan bahwa antara non-interest bearing
money balances dan tingkat harga (CPI) memiliki keterkaitan yang relatif
lebih kuat daripada antara interest-bearing money balances dan tingkat
harga (CPI). Yang ditunjukkan dari masing-masing nilai R2-nya (0,80 >
0,47).
77
Tinjauan Pustaka
2.5.2 Penelitian Ali F Darrat (2000)16
Penelitian ini berjudul On The Efficiency of Interest-free Monetary
System: A Case Study, berbeda dari penelitian Ali F Darrat (1988) dengan
kasus negara Tunisia yang tidak mempunyai sejarah perbankan Islam,
untuk penelitian kali ini, mengambil kasus negara Iran dan Pakistan, yang
mempunyai latar belakang perbankan Islam dari awal tahun 1980-an.
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menguji secara empiris
kegunaan kebijakan dari sistem moneter berbasiskan bunga dan bebas
bunga dengan kasus negara Iran dan Pakistan.
Penelitian ini terbagi menjadi beberapa poin, Pertama, latar belakang
singkat sejarah pengalaman kedua negara dengan perbankan bebas
bunga dan performa ekonomi makro pada periode sebelum dan sesudah
pengenalan perbankan bebas bunga. Kedua, membandingkan perilaku
velocity of money sistem moneter berbasiskan bunga dan bebas bunga
pada kedua negara dengan peiode 1960-1998. Ketiga, menganalisis isu-
isu kebijakan dalam kedua sistem dalam konteks model kointegrasi.
Di negara Iran , dalam perkembangan ekonomi makronya terbagi
menjadi dua periode, pre-interest-free banking sebelum 1983 dan interest-
free banking setelah 1983. Terjadi peningkatan rata-rata GDP riil per tahun
dari 83.094 milyar riyal pada masa pre-interest-free banking menjadi
151.648 milyar selama periode 1984-1998 mengalami peningkatan
sebesar 80 persen. Di Pakistan juga memperlihatkan pola yang sama, GDP
riil pakistan meningkat dari 491 milyar rupe per tahun selama periode
1960-1978 menjadi hampir tiga kalinya pada periode 1979-1998 yaitu
1,381 milyar rupe
16 Professor of Economics & Finance ,Lousiana Tech University, Lousiana, USA
78
Tinjauan Pustaka
Velocity of money di kedua negara juga mengalami perubahan,
velocity of interest-based money mengalami penurunan yang tajam dari
24.03 pada tahun 1963 menjadi 3.07 pada tahun 1989 (mean value 7.07)
dengan standar deviasi 5.14. Fluktuasi terjadi juga di Pakistan, velocity of
interest-based money di Pakistan dari 21.11 pada 1961 mengalami
penurunan sampai dengan 4.83 pada 1996 (mean value 8.77) dengan
standar deviasi 3.74.
Sedangkan velocity of interest-free money (VM) mengalami
perubahan yang lebih stabil, di Iran, VM mengalami penurunan dari 9.23
pada 1961 menjadi 2.89 pada 1985 (mean value 5.30) dan standar deviasi
hanya 1.75. Di Pakistan juga memperlihatkann pola yang lebih halus, di
Pakistan VM mendekati konstan, dari nilai 4.34 pada 1975 menjadi 2.71
pada 1992 (mean value 3.64) dengan standar deviasi 0.32.
Agregat Moneter dapat dipertimbangkan untuk tujuan kebijakan jika
memenuhi dua prasyarat, menurut Ali F Darrat , Pertama, agregat
moneter tersebut harus secara efektif berada di bawah kontrol Otoritas
Moneter. Kedua, harus ada hubungan yang kuat antara agregat moneter
dan tujuan akhir dari kebijakan.
Hasil empiris pada negara Iran dan Pakistan , mengindikasikan
bahwa tingkat pertumbuhan dari interest-free money secara dekat
berkorelasi dengan tingkat pertumbuhan pada monetary base . Di Iran ,
pertumbuhan base money menjelaskan sekitar 75 persen (R2=0.75) dari
total variasi pada pertumbuhan interest-based money , tetapi hanya
menjelaskan 36 persen (R2=0.36) dari total variasi dalam pertumbuhan
interest-based money. Pada negara Pakistan, nilai R2=0.47 untuk
79
Tinjauan Pustaka
pertumbuhan interest-free money lebih tinggi dari nilai R2 untuk
pertumbuhan interest-based money yaitu 0.04.
Hubungan antara agregat moneter dan tujuan akhir dari Otoritas
Moneter (price stability) dikedua negara, antara interest-free monetary
aggregates dan interest-based monetary aggregates di kedua negara juga
menunjukkan keadaan bahwa interest-free monetary aggregates
mempunyai hubungan yang lebih kuat dengan tujuan akhir Otoritas
Moneter (price stability) daripada interest-based monetary aggregates
diukur dari signifikansi dari R2, di Iran nilai R2=0.45 dan Pakistan R2=0.31.
80
Tinjauan Pustaka
81
Tinjauan Pustaka
82
Tinjauan Pustaka
83