Post on 15-Aug-2019
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
2.1.1 Pengertian
STBM adalah pendekatan dengan proses fasilitas yang sederhana yang dapat
merubah sikap lama, kewajiban sanitasi menjadi tanggung jawab masyarakat.
Dengan satu kepercayaan bahwa kondisi bersih, nyaman dan sehat adalah
kebutuhan alami manusia. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM
menimbulkan rasa malu kepada masyarakat tentang kondisi lingkungannya yang
tidak bersih dan tidak nyaman yang ditimbulkan karena kebiasaan BAB di
sembarang tempat. STMB adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis
dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan (Kemenkes
RI, 2014)
2.1.2 Ruang lingkup STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat merupakan program Nasional dalam rangka
percepatan peningkatan akses terhadap sanitasi Dasar di Indonesia. Selain itu
program ini juga erat kaitannya dengan target Millenium Developent Goals
(MDGs) dan RPJMN. Untuk mendukung program ini, ditingkat pusat telah
dibentuk Sekretarat STBM (Kementerian Kesehatan). Sekretariat STBM juga
beranggotakan mitra-mitra yang sudah melaksanakan kegiatan-kegiatan STBM
dibeberapa wilayah di Indonesia sehingga keberadaan sekretariat STBM sangat
strategis dalam implementasi STBM di Indonesia serta diperkayai dari berbagai
pembelajaran dan pengalaman. Target program yang ada dalam STBM sendiri
Universitas Sumatera Utara
13
terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan, Cuci Tangan
Pakai Sabun, Pengelolaan Makanan dan Minuman Rumah Tangga, Pengelolaan
Sampah Rumah Tangga, serta Pengelolaan limbah cair rumah tangga, yang mana
cakupan area pendekataan utamanya adalah tingkat rumah tangga secara kolektif,
untuk menjalankan itu semua harus digerakkan dan disinergikan melalui 3
komponen pendekatan yakni Menciptakan Kebutuhan (Demand creation),
Ketersediaan pasokan (supply improvement), dan Lingkungan yang mendukung
(Enabling Environment). Informasi detail tentang pendekatan STBM tersebut
dapat dilihat pada buku petunjuk Pelaksanaan dan Teknis STBM (Manlaknis
STBM) (Sekretariat Nasional STBM, 2014)
2.1.3 Lima Pilar STBM
Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima pilar akan
mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik
serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya hidup bersih dan
sehat. Pelaksanaan STBM dalam jangka panjang dapat menurunkan angka
kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan
dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.
Pilar STBM terdiri atas perilaku:
a. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS);
b. Cuci TanganPakai Sabun (CTPS);
c. PengelolaanAir Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT);
d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT); dan
e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLCRT)
Universitas Sumatera Utara
14
( Kemenkes RI, 2014)
2.1.3.1 Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)
Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar
sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang
saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang
memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu:
a. tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang
berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia; dan
b. dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan
lingkungan sekitarnya.
Sumber : Kemenkes RI, 2014
Gambar 2.1 Contoh Perubahan Perilaku SBS
Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban
sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan
(di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah.
Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :
a) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)
Universitas Sumatera Utara
15
Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari gangguan
cuaca dan gangguan lainnya.
Sumber : Kemenkes RI, 2014
Gambar 2.2 Bangunan Atas Jamban (Dinding dan/atau Atap)
b) Bangunan tengah jamban
Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:
1. Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine)yang saniter dilengkapi
oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang
dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi tutup.
2. Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai saluran
untuk pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).
Sumber : Kemenkes RI, 2014
Gambar 2.3 Contoh Bangunan Tengah Jamban
Universitas Sumatera Utara
16
c) Bangunan Bawah
Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang
berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja melalui
vektor pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:
1. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai
penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari
kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian
cairnya akan keluar dari tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur
resapan.Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter
untuk mengelola cairan tersebut.
2. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat dan
cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan cairan
limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah,
sedangkan bagian padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara biologis.
Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segiempat, dindingnya harus aman
dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan
bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya
(Kemenkes RI, 2014).
Universitas Sumatera Utara
17
Sumber : Kemenkes RI, 2014
Gambar 2.4 Contoh Bangunan Bawah Jamban
2.1.3.2 Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih
yang mengalir.
a. Langkah-langkah CTPS yang benar :
1. Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.
2. Gosokkan sabun pada kedua telapak tangansampai berbusa lalu gosok kedua
punggung tangan, jari jemari, kedua jempol, sampai semua permukaan kena
busa sabun.
3. Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku.
4. Bilas dengan air bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan sampai sisa
sabun hilang. Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk
bersih, atau kertas tisu, atau mengibas-ibaskan kedua tangan sampai kering.
Sumber : Kemenkes RI, 2014
Gambar 2.5 Cara cuci tangan pakai sabun yang benar
b. Waktu penting perlunya CTPS, antara lain:
Universitas Sumatera Utara
18
1. sebelum makan
2. sebelum mengolah dan menghidangkan makanan
3. sebelum menyusui
4. sebelum memberi makan bayi/balita
5. sesudah buang air besar/kecil
6. sesudah memegang hewan/unggas
c. Kriteria Utama Sarana CTPS
1. Air bersih yang dapat dialirkan
2. Sabun
3. Penampungan atau saluran air limbah yang aman.
2.2 Perilaku Kesehatan
2.2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu stimulus/
rangsangan dari luar. Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup
(covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup
merupakan respon seseorang yang belum dapat diamati secara jelas oleh orang
lain. Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon dari seseorang dalam bentuk
tindakan yang nyata sehingga dapat diamati lebih jelas dan mudah (Fitriani,
2011).
2.2.2 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan merupakan suatu respon dari seseorang berkaitan dengan
masalah kesehatan, penggunaan pelayanan kesehatan, pola hidup, maupun
lingkungan sekitar yang mempengaruhi.
Universitas Sumatera Utara
19
Menurut Becker, 1979 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012), perilaku
kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga :
a. Perilaku hidup sehat (healthy life style)
Merupakan perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan
kesehatan dengan gaya hidup sehat yang meliputi makan menu seimbang,
olahraga yang teratur, tidak merokok, istirahat cukup, menjaga perilaku yang
positif bagi kesehatan.
b. Perilaku sakit (illness behavior)
Merupakan perilaku yang terbentuk karena adanya respon terhadap suatu
penyakit. Perilaku dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit serta upaya
pengobatannya.
c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)
Merupakan perilaku seseorang ketika sakit. Perilaku ini mencakup upaya untuk
menyembuhkan penyakitnya.
2.2.3 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku
yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang
menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong
dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam
mewujudkan kesehatan masyarakat. Bidang pencegahan dan penanggulangan
penyakit serta penyehatan lingkungan harus dipraktikkan perilaku mencuci
tangan dengan sabun, pengelolahan air minum dan makanan yang memenuhi
syarat, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, pengelolaan limbah
Universitas Sumatera Utara
20
cair yang memenuhi syarat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam
ruangan dan lain-lain. Perilaku hidup bersih dan sehat merupakam salah satu
program prioritas pemerintah melalui puskesmas dan menjadi sasaran luaran
dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, seperti yang disebutkan pada
Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014
(Kemenkes, 2011).
Sasaran PHBS tidak hanya terbatas tentang hygiene, namun harus
lebih komprehensif dan luas, mencakup perubahan lingkungan fisik, lingkungan
biologi dan lingkungan sosial-budaya masyarakat sehingga tercipta lingkungan
yang berwawasan kesehatan dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat.
Lingkungan fisik seperti sanitasi dan hygiene perorangan, keluarga dan
masyarakat, tersedianya air bersih, lingkungan perumahan, fasilitas mandi, cuci
dan kakus (MCK) dan pembuangan sampah serta limbah. Lingkungan biologi
adalah flora dan fauna. Lingkungan sosial-budaya seperti pengetahuan, sikap
perilaku dan budaya setempat yang berhubungan dengan PHBS. Kaitan perilaku
tentang kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran, yang membuat individu,
keluarga dan masyarakat mampu menolong dirinya sendiri dan berperan aktif
dalam memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat (Maryunani,
2013).
2.2.4 Perilaku Buang Air Besar
Perilaku BAB adalah praktek seseorang yang berkaitan dengan kegiatan
pembuangan tinja meliputi, tempat pembuangan tinja dan pengelolaan tinja yang
memenuhi syarat-syarat kesehatan dan bagaimana cara buang air besar yang sehat
Universitas Sumatera Utara
21
sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan
(Notoatmodjo, 2012).
2.2.4.1 Mekanisme Buang Air Besar
Semua makanan yang masuk ke dalam tubuh akan dicerna oleh organ pencernaan.
Selama proses pencernaan makanan dihancurkan menjadi zat-zat sederhana yang
dapat diserap dan digunakan oleh sel dan jaringan tubuh kemudian sisa-sisa
pembuangan akan dikeluarkan oleh tubuh berupa tinja. Seseorang hendaknya
berlatih untuk buang air besar tiap pagi sebelum beraktivitas dan jika tertunda
akan menyebabkan konstipasi (sembelit). Frekuensi buang air besar berbeda-beda
tiap orang, seseorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata 330
gram sehari. Tinja ini berisi bakteri, lepasan epithelium usus, nitrogen, zat besi,
selulosa dan sisa zat makanan lainnya yang tidak larut dalam air.
2.2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktek/Tindakan BAB
a. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu setelah melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman dan
juga diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain maupun didapat dari
buku atau media massa. Pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan
melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan
pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku
individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan kesehatan yang optimal.
Universitas Sumatera Utara
22
b. Pendidikan
Hasil atau prestasi yang dicapai oleh manusia dan usaha lembaga-lembaga dalam
mencapai tujuan untuk tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan
juga sebagai pengembangan diri dari individu yang dilaksanakan secara sadar dan
penuh tanggung jawab. Banyak masyarakat yang belum mengerti tentang perilaku
BAB yang benar sehingga memberi dampak dalam mengakses penerapannya di
bidang kesehatan karena dominan masyarakat masih memilki pendidikan yang
rendah sehingga pengetahuan kurang yang berakibat masyarakat berperilaku BAB
di sembarang tempat.
c. Sarana
Sarana adalah jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi
sebagai alat dalam pelaksanaan pekerjaaan dan kepentingan yang sedang
berhubungan dengan organisasi kerja. Jamban keluarga termasuk sebagai sarana
untuk masyarakat untuk membuang tinja atau kotoran untuk mencegah penularan
penyakit melalui tinja (Mubarak, 2009).
d. Dukungan keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang berperan dalam menentukan
cara asuhan terhadap anggota keluarga (suami,istri dan anak) yang bila salah satu
anggota keluarga mengalami masalah kesehatan maka sistem dalam keluarga akan
terpengaruh (Friedman,1998).
Universitas Sumatera Utara
23
2.3 Karakteristik Individu
2.3.1 Umur
Menurut Nursalam (2008), semakin cukup umur tingkat kematangan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat
seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum
cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan
kematangan jiwa. Berdasarkan pendapat Hurlock (1980), mengindikasikan bahwa
dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin
baik sehingga akan termotivasi dalam memanfaatkan/menggunakan jamban
demikian sebaliknya semakin muda umurnya semakin tidak mengerti tentang
pentingnya BAB dijamban sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya penyakit
yang disebabkan oleh BAB sembarang tempat.
2.3.2 Jenis Kelamin
Jenis Kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara
biologis sejak seseorang lahir. Dalam Women’s Studies Encylopedia dijelaskan
bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan
(distinction) dalam hal peran, perilaku, metalitas, dan karakteristik emosional
antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat dianggap
pantas sesuai norma-norma dan adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan
masyarakat Gender adalah semua atribut sosial mengenai laki-laki dan
perempuan, misalnya laki-laki digambarkan mempunyai sifat maskulin seperti
keras, kuat, rasional, dan gagah. Sementara perempuan digambarkan memiliki
sifat feminim seperti halus, lemah, peras, sopan, dan penakut (Mubarak, 2009).
Universitas Sumatera Utara
24
2.3.3 Pendidikan
Pendidikan secara umum merupakan salah satu upaya yang direncanakan untuk
menciptakan perilaku seseorang menjadi kondusif dalam menyingkapi suatu
masalah. Tingkat pendidikan berpengaruh pada perubahan sikap dan perilaku
hidup sehat sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka akan semakin sadar dan peduli terhadap kebersihan diri dan
lingkungannya terutama dalam hal pemanfaatan jamban saat BAB (Atmarita,
2004).
2.3.4 Pekerjaan
Rata-rata pekerjaan masyarakat yaitu pada sektor non formal (Buruh tani,
petani,pedagang/wiraswasta) kebanyakan masyarakat bekerja sebagai buruh tani
sehingga penghasilan yang diperoleh tidak menentu dan kurang memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Sedangkan masyarakat yang bekerja pada sektor formal
terbiasa dengan lingkungan pekerjaan yang bersih dan sehat sehingga manset
masyarakat yang bekerja di sektor formal lebih baik dan merasa perlu untuk hidup
sehat dan beraktifitas sesuai pekerjaannya. Menurut Soemardji (1999)
menyatakan perbedaan tingkat partisipasi responden yang tidak bekerja juga
terkait dengan aspek psikologis, artinya masyarakat yang tidak bekerja
mengkondisikan dirinya seperti merasa tidak perlu berpartisipasi. masyarakat
yang pada umumnya berada pada tingkat ekonomi rendah sehingga sulit untuk
membangun fasilitas jamban.
Universitas Sumatera Utara
25
2.3.5 Penghasilan
Penghasilan adalah pendapatan; perolehan (uang yang diterima). Pendapatan
keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan yang baik. Dimana semakin
tinggi pendapatan keluarga, semakin baik fasilitas dan cara hidup mereka yang
terjaga akan semakin baik (Berg, 1986). Tingkatan pendapatan seseorang untuk
memenuhi kebutuhan hidup, dimana status ekonomi orang tua yang baik akan
berpengaruh pada fasilitasnya yang diberikan. Apabila tingkat pendapatan baik,
maka fasilitas kesehatan mereka, khususnya didalam rumahnya akan terjamin
misalnya dalam penyediaan air bersih, penyediaan jamban sendiri, atau jika
mempunyai ternak akan dibuatkan kandang yang baik dan terjaga kebersihannya.
2.3.6 Pengetahuan
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan tindakan seseorang, dalam hal ini
pengetahuan tentang pemanfaatan jamban keluarga dirumah. Pengetahuan rendah
akan sangat mempengaruhi perilaku dalam memilih hal ini dikarenakan masih
minimnya pengetahuan dan informasi masyarakat dalam pemanfaatan jamban
keluarga yang sehat selain itu juga masyarakat masih berperilaku BABS di
empang/kolam, sungai, dan numpang(sharing). Sedangkan masyarakat yang
memiliki pengetahuan kategori tinggi berperilaku BAB dijamban tetapi masih ada
juga masyarakat yang berpengetahuan tinggi yang masih BABS dimana memiliki
WC tetapi dialirkan ke kolam. Salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan
oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan, A dan Dewi
M, 2010).
Universitas Sumatera Utara
26
2.3.7 Sikap
Apabila peningkatan sikap tidak diimbangi dengan tindakan nyata, maka akan
memberikan peluang besar untuk merugikan kesehatan pribadi maupun
lingkungan yang diakibatkan oleh perilaku masyarakat yang masih sering buang
air besar sembarangan. Menurut Sunaryo (2004) faktor penentu sikap seseorang
salah satunya adalah faktor komunikasi sosial. Informasi yang diterima individu
tersebut dapat menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut. Positif
atau negatif informasi dari proses komunikasi tersebut tergantung seberapa besar
hubungan sosial dengan sekitarnya mampu mengarahkan individu tersebut
bersikap dan bertindak sesuai dengan informasi yang diterimanya. Selain itu juga
didukung dengan pendapat Green (2000) ketidakcocokan perilaku seseorang
dengan sikapnya akan menimbulkan berbagai masalah psikologis bagi individu
yang bersangkutan sehingga individu akan berusaha mengubah sikapnya atau
perilakunya. Sikap merupakan predisposisi untuk berperilaku yang akan tampak
aktual dalam bentuk perilaku atau tindakan.
2.4 Kepemilikan Jamban Keluarga
Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang
tinja atau kotoran manusia bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus atau WC
(Madjid, 2009). Jamban keluarga terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk
dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan
unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.
Universitas Sumatera Utara
27
2.5 Syarat-Syarat Pembangunan Jamban Keluarga
Pembuangan tinja atau kotoran manusia adalah merupakan sumber penularan
penyakit serta dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, untuk mengatasi
masalah tersebut agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan
manusia maka harus dilakukan pengisolasian dan pengolahan terhadap
tinja/kotoran tersebut. Upaya pengisolasian dapat dilakukan dengan membuat
sarana pembuangan kotoran, tinja yang memenuhi syarat kesehatan.
Menurut Proverawati dan Rahmawati (2012), syarat jamban yang sehat adalah :
1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan
lubang penampungan tinja minimal 10 meter).
2. Tidak berbau.
3. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus.
4. Tidak mencemari tanah sekitarnya.
5. Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
6. Dilengkapi dinding dan atap pelindung.
7. Penerangan dan ventilasi yang cukup.
8. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai.
9. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih.
2.6 Macam-macam Type Pembuangan Tinja
Menurut konstruksi dan cara mempergunakannya, dikenal bermacam-macam
tempat pembuangan kotoran/jamban, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
28
a. Jamban Cemplung
Bentuk kakus inilah adalah paling sederhana yang dapat dianjurkan kepada
masyarakat. Nama ini digunakan karena bila orang mempergunakan kakus
macam ini, maka kotorannya langsung masuk jatuh kedalam tempat
penampungan. Jamban cemplung yaitu jamban yang penampungannya berupa
lubang yang berfungsi menyimpan kotoran/tinja ke dalam tanah dan
mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban cemplung diharuskan ada
penutup agar tidak berbau (Proverawati dan Rahmawati, 2012).
b. Jamban Plengsengan
Plengsengan juga berasal dari bahasa Jawa “Melengseng” yang berarti miring.
Nama ini digunakan karena dari lubang tempat jongkok ketempat penampungan
kotoran dihubungkan oleh suatu saluran yang miring. Jadi, tempat jongkok dari
kakus ini tidak dibuat persis di atas tempat penampungan, tapi agak jauh.
c. Jamban Bor
Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan
mempergunakan bor. Bor yang dipergunakan adalah bor tangan yang disebut “Bor
Auger” dengan diameter antara 30-40 cm. Sudah barang tentu lubang yang dibuat
harus jauh lebih dalam dibandingkan dengan lubang yang digali seperti pada
jamban cemplung dan kakus plengsengan, karena diameter jamban bor jauh lebih
kecil.
Universitas Sumatera Utara
29
d. Angsatrine (Water Seal Latrine)
Jamban ini dibawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang suatu alat
yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl berfungsi mencegah
timbulnya bau. Kotorang yang berada di tempat penampungan tidak tercium
baunya karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang
melengkung.
e. Jamban Di atas Balong (Empang)
Membuat jamban diatas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara
pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya,
terutama di daerah yang terdapat banyak balong.
Menurut Mubarak (2009), dalam Marliana (2011) bahwa “Sebelum kita berhasil
mengalihkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan, dapatkah cara
tersebut diteruskan dengan memberikan persyaratan tertentu”, antara lain :
1. Air balong tersebut jangan dipergunakan untuk mandi.
2. Letak jamban harus sedimikian rupa, sehingga kotoran manusia selalu
jatuh di air.
3. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak di bak balong tersebut atau
yang sejajar dengan jarak 15 meter.
4. Aman dalam pemakaiannya.
f. Jamban Septic Tank
Jamban septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara
anaerobik. Kita pergunakan nama septic tank karena dalam pembuangan kotoran
terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anerobik.
Universitas Sumatera Utara
30
Mubarak (2009), dalam Marliana 2011) mengemukakan bahwa “Septic Tank bisa
terjadi dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan
mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau
tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam
bak tersebut”.
2.7 Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia
Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman,
masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan
masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang
pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia (feces) adalah
sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang
bersumber pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara.
Pembuangan tinja secara layak merupakan kebutuhan kesehatan yang
paling diutamakan. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat
mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan
akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong
waterborne disease akan mudah berjangkit (Chandra, 2007).Bahaya terhadap
kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran secara tidak baik
adalah (Chandra, 2007):
1. Pencemaran tanah, pencemaran air, dan kontaminasi makanan
Sebagian besar kuman penyakit yang mencemari air dan makanan berasal dari
feses hewan dan manusia. Mereka mencakup bakteri, virus, protozoa, dan cacing
dan masuk bersama air atau makanan, atau terbawa oleh mulut oleh jari-jari yang
Universitas Sumatera Utara
31
tercemar. Sekali ditelan, sebagian besar di antara mereka berkembang di saluran
makanan dan diekskresikan bersama feses. Tanpa sanitasi yang memadai, mereka
dapat memasuki ke badan air yang lain, yang selanjutnya dapat menginfeksi orang
lain. Banyak organisme-organisme kelompok enterik ini dapat bertahan dalam
waktu lama di luar badan. Mereka dapat bertahan di limbah manusia dan kadang-
kadang di dalam tanah dan ditularkan ke air serta bahan makanan. Organisme
yang lebih tahan dapat ditularkan secara mekanis oleh lalat.
2. Perkembangbiakan lalat.
Peranan lalat dalam penularan penyakit melalui tinja (faecal-borne-diseases)
sangat besar. Lalat rumah, selain senang menempatkan telurnya pada kotoran
kuda atau kotoran kandang, juga senang menempatkannya pada kotoran manusia
yang terbuka dan bahan organik lain yang sedang mengalami penguraian. Lalat itu
hinggap dan memakan bahan itu, mengambil kotoran dan organisme hidup pada
tubuhnya yang berbulu, termasuk bakteri yang masuk ke saluran pencernaannya,
dan sering meletakkannya di makanan manusia. Pada iklim panas, prevalensi
penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja biasanya lebih tinggi karena, pada
saat ini, lalatnya paling banyak dan paling aktif.
Sementara itu beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara
lain :
1. Tifus
Tifus merupakan penyakit yang menyerang usus halus. Penyebabnya adalah
Salmonella typhi, dengan reservoir adalah manusia. Gejala utama adalah panas
yang terus menerus dengan taraf kesadaran yang menurun, terjadi 1-3 minggu
Universitas Sumatera Utara
32
(rata -rata 2 minggu) setelah infeksi. Penularan dapat terjadi dari orang ke orang,
atau tidak langsung lewat makanan, minuman yang terkontaminasi bakteri.
Sesekali, Salmonella itu keluar bersama tinja ataupun urine, memasuki
lingkungan dan berkesempatan menyebar (Slamet, 2007).
2. Disentri
Disentri amoeba disebut juga Amoebiasis disebabkan oleh E. histolytica, suatu
protozoa. Gejala utama penyakit adalah tinja yang tercampur darah dan lendir.
Berbeda dari Disentri basillaris, disentri ini tidak menyebabkan dehidrasi.
Penyakit ini sering pula ditemukan tanpa gejala yang nyata, sehingga seringkali
menjadi kronis. Tetapi, apabila tidak diobati dapat menimbulkan berbagai
komplikasi, seperti asbes hati, radang otak, dan perforasi usus. Amoebiasis ini
seringkali menyebar lewat air dan makanan yang terkontaminasi tinja dengan
kista amoeba serta dapat pula dibawa oleh lalat. Karena amoeba membentuk kista
yang tahan lama di dalam lingkungan di luar tubuh, maka penularan mudah terjadi
dengan menyebarnya kista-kista tersebut (Slamet, 2007).
3. Kolera
Penyakit Kolera disebabkan oleh Vibrio cholerae. Kolera adalah penyakit usus
halus yang akut dan berat, sering mewabah yang mengakibatkan banyak
kematian. Gejala utamanya adalah muntaber, dehidrasi dan kolaps dapat terjadi
dengan cepat. Sedangkan gejala kolera yang khas adalah tinja yang menyerupai
air cucian beras, tetapi sangat jarang ditemui. Orang dewasa dapat meninggal
dalam waktu setengah sampai dua jam, disebabkan dehidrasi. Reservoir bakteri
kolera adalah manusia yang menderita penyakit, sedangkan penularan dari orang
Universitas Sumatera Utara
33
ke orang, ataupun tidak langsung lewat lalat, air, serta makanan dan minuman
(Slamet, 2007).
4. Schistosomiasis
Shistosomiasis atau Bilharziasis adalah penyakit yang disebabkan cacing daun
yang bersarang di dalam pembuluh darah balik sekitar usus dan kandung kemih.
Reservoirnya selain penderita, juga anjing, kijang, dan lain-lain hewan penderita
Schistosomiasis. Telur Schistosoma ini keluar dari tubuh penderita bersama urine
ataupun tinja. Untuk dapat hidup terus telur itu harus berada di perairan, menetas
menjadi larva miracidium dan untuk dapat berubah menjadi larva yang infektif,
maka ia harus masuk ke dalam tubuh siput air. Miracidium di dalam siput berubah
menjadi larvacercaria, keluar dari tubuh siput, berenang bebas di perairan. Larva
ini dapat memasuki kulit orang sehat, yang kebetulan berada di air tersebut
(misalnya di sawah). Larva kemudian ikut dengan peredaran darah, memasuki
paru-paru, kemudian ke hati di mana ia menjadi dewasa dan kemudian bermigrasi
ke dalam pembuluh darah balik sekitar usus ataupun kandung kemih. Jumlah telur
cacing yang banyak akan mendesak dinding pembuluh darah sehingga robek dan
terjadi perdarahan. Gejala 4-6 minggu setelah infeksi berupa kencing dan berak
darah. Penyakit ini jarang menyebabkan kematian yang langsung, tetapi
menimbulkan kelemahan karena terjadinya perdarahan. Komplikasi-komplikasi
dapat terjadi, yakni rusaknya jaringan hati sehingga terjadi cirrhosis atrofis dan
kadang-kadang cacing dapat ikut dengan peredaran darah ke dalam otak dan
menimbulkan kerusakan. Cacing ini sudah banyak menyebabkan kerugian dan
penderitaan, karena pengobatannya kurang efesien, pemberantasan terhadap
Universitas Sumatera Utara
34
cacing sulit dilaksanakan, karena spektrum reservoirnya yang luas, dan
meninggalkan banyak cacat dan kelemahan (Slamet, 2007).
5. Diare
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah
dan/lendir dalam tinja (Mansjoer, 2002). Penyebab diare dapat dikelompokkan
dalam tujuh besar, yaitu virus, bakteri, parasit, keracunan makanan, malabsorpsi,
alergi, dan immunodegesiensi (Widoyono, 2008). Penyakit diare sebagian besar
(75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare
melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut (Widiyono, 2008):
a. Melalui Air yang Merupakan Media
penularan utama diare. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum
yang sudah tercemar, baik yang tercemar dari sumbernya, tercemar selama
perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah.
Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila
tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.
b. Melalui Tinja yang Terkontaminasi
Tinja yang sudah terkontaminasi mengandung virus atau bakteri dalam jumlah
besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut
hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkaan penyakit diare kepada
orang yang memakannya.
6. Bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita)
Universitas Sumatera Utara
35
Penyakit cacing tambang (hookworm disease) adalah suatu infeksi saluran usus
oleh cacing penghisap darah. Penyebabnya adalah Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale yaitu nematoda yang dikeluarkan lewat tinja dari manusia
yang terinfeksi. Cara pemindahannya adalah larva dalam tanah yang
lembab/basah dan menembus kulit, biasanya kulit kaki (Suparmin, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi penyakit dari tinja, antara lain
(Chandra, 2007):
1. Agens penyebab penyakit
2. Reservoir
3. Cara menghindar dari reservoir ke pejamu potensial
4. Cara penularan ke pejamu baru
5. Pejamu yang rentan (sensitif).
Apabila salah satu faktor di atas tidak ada, penyebaran tidak akan terjadi.
Pemutusan rantai penularan juga dapat dilakukan dengan sanitasi barrier.
Universitas Sumatera Utara
36
Kerangka Konsep
Kerangaka konsep untuk menetukana hubungan antara variabel independen dan
variabel dependen. Kerangaka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Independen variabel Dependen
Gambar 2.11 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep tersebut yang menjadi variabel
independennya adalah karakteristik individu (pendidikan, pekerjaan, penghasilan,
pengetahuan, sikap, sosial budaya), kepemilikan jamaban keluarga (jenis jamban,
keberadaan jamban, ketersediaan air). Sedangkan yang menjadi variabel dependen
adalah tindakan buang air besar sembarangan di Desa Sosor Tolong Kecamatan
Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan di tahun 2016.
Kepemilikan Jamban Keluarga
Tindakan
Buang Air
Besar
Sembarangan
(BABS)
Karakteristik Individu :
1. Pendidikan
2. Pekerjaan
3. Penghasilaan
4. Pengetahuan
5. Sikap
Universitas Sumatera Utara