BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 2.1.1 Pengertian STBM adalah pendekatan dengan proses fasilitas yang sederhana yang dapat merubah sikap lama, kewajiban sanitasi menjadi tanggung jawab masyarakat. Dengan satu kepercayaan bahwa kondisi bersih, nyaman dan sehat adalah kebutuhan alami manusia. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM menimbulkan rasa malu kepada masyarakat tentang kondisi lingkungannya yang tidak bersih dan tidak nyaman yang ditimbulkan karena kebiasaan BAB di sembarang tempat. STMB adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan (Kemenkes RI, 2014) 2.1.2 Ruang lingkup STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarakat merupakan program Nasional dalam rangka percepatan peningkatan akses terhadap sanitasi Dasar di Indonesia. Selain itu program ini juga erat kaitannya dengan target Millenium Developent Goals (MDGs) dan RPJMN. Untuk mendukung program ini, ditingkat pusat telah dibentuk Sekretarat STBM (Kementerian Kesehatan). Sekretariat STBM juga beranggotakan mitra-mitra yang sudah melaksanakan kegiatan-kegiatan STBM dibeberapa wilayah di Indonesia sehingga keberadaan sekretariat STBM sangat strategis dalam implementasi STBM di Indonesia serta diperkayai dari berbagai pembelajaran dan pengalaman. Target program yang ada dalam STBM sendiri Universitas Sumatera Utara

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

2.1.1 Pengertian

STBM adalah pendekatan dengan proses fasilitas yang sederhana yang dapat

merubah sikap lama, kewajiban sanitasi menjadi tanggung jawab masyarakat.

Dengan satu kepercayaan bahwa kondisi bersih, nyaman dan sehat adalah

kebutuhan alami manusia. Pendekatan yang dilakukan dalam STBM

menimbulkan rasa malu kepada masyarakat tentang kondisi lingkungannya yang

tidak bersih dan tidak nyaman yang ditimbulkan karena kebiasaan BAB di

sembarang tempat. STMB adalah pendekatan untuk mengubah perilaku higienis

dan saniter melalui pemberdayaan masyarakat dengan cara pemicuan (Kemenkes

RI, 2014)

2.1.2 Ruang lingkup STBM

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat merupakan program Nasional dalam rangka

percepatan peningkatan akses terhadap sanitasi Dasar di Indonesia. Selain itu

program ini juga erat kaitannya dengan target Millenium Developent Goals

(MDGs) dan RPJMN. Untuk mendukung program ini, ditingkat pusat telah

dibentuk Sekretarat STBM (Kementerian Kesehatan). Sekretariat STBM juga

beranggotakan mitra-mitra yang sudah melaksanakan kegiatan-kegiatan STBM

dibeberapa wilayah di Indonesia sehingga keberadaan sekretariat STBM sangat

strategis dalam implementasi STBM di Indonesia serta diperkayai dari berbagai

pembelajaran dan pengalaman. Target program yang ada dalam STBM sendiri

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

13

terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan, Cuci Tangan

Pakai Sabun, Pengelolaan Makanan dan Minuman Rumah Tangga, Pengelolaan

Sampah Rumah Tangga, serta Pengelolaan limbah cair rumah tangga, yang mana

cakupan area pendekataan utamanya adalah tingkat rumah tangga secara kolektif,

untuk menjalankan itu semua harus digerakkan dan disinergikan melalui 3

komponen pendekatan yakni Menciptakan Kebutuhan (Demand creation),

Ketersediaan pasokan (supply improvement), dan Lingkungan yang mendukung

(Enabling Environment). Informasi detail tentang pendekatan STBM tersebut

dapat dilihat pada buku petunjuk Pelaksanaan dan Teknis STBM (Manlaknis

STBM) (Sekretariat Nasional STBM, 2014)

2.1.3 Lima Pilar STBM

Pelaksanaan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) dengan lima pilar akan

mempermudah upaya meningkatkan akses sanitasi masyarakat yang lebih baik

serta mengubah dan mempertahankan keberlanjutan budaya hidup bersih dan

sehat. Pelaksanaan STBM dalam jangka panjang dapat menurunkan angka

kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh sanitasi yang kurang baik, dan

dapat mendorong tewujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan.

Pilar STBM terdiri atas perilaku:

a. Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS);

b. Cuci TanganPakai Sabun (CTPS);

c. PengelolaanAir Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMMRT);

d. Pengamanan Sampah Rumah Tangga (PSRT); dan

e. Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLCRT)

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

14

( Kemenkes RI, 2014)

2.1.3.1 Stop Buang Air Besar Sembarangan (SBS)

Suatu kondisi ketika setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar

sembarangan. Perilaku SBS diikuti dengan pemanfaatan sarana sanitasi yang

saniter berupa jamban sehat. Saniter merupakan kondisi fasilitas sanitasi yang

memenuhi standar dan persyaratan kesehatan yaitu:

a. tidak mengakibatkan terjadinya penyebaran langsung bahan-bahan yang

berbahaya bagi manusia akibat pembuangan kotoran manusia; dan

b. dapat mencegah vektor pembawa untuk menyebar penyakit pada pemakai dan

lingkungan sekitarnya.

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.1 Contoh Perubahan Perilaku SBS

Jamban sehat efektif untuk memutus mata rantai penularan penyakit. Jamban

sehat harus dibangun, dimiliki, dan digunakan oleh keluarga dengan penempatan

(di dalam rumah atau di luar rumah) yang mudah dijangkau oleh penghuni rumah.

Standar dan persyaratan kesehatan bangunan jamban terdiri dari :

a) Bangunan atas jamban (dinding dan/atau atap)

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

15

Bangunan atas jamban harus berfungsi untuk melindungi pemakai dari gangguan

cuaca dan gangguan lainnya.

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.2 Bangunan Atas Jamban (Dinding dan/atau Atap)

b) Bangunan tengah jamban

Terdapat 2 (dua) bagian bangunan tengah jamban, yaitu:

1. Lubang tempat pembuangan kotoran (tinja dan urine)yang saniter dilengkapi

oleh konstruksi leher angsa. Pada konstruksi sederhana (semi saniter), lubang

dapat dibuat tanpa konstruksi leher angsa, tetapi harus diberi tutup.

2. Lantai Jamban terbuat dari bahan kedap air, tidak licin, dan mempunyai saluran

untuk pembuangan air bekas ke Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL).

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.3 Contoh Bangunan Tengah Jamban

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

16

c) Bangunan Bawah

Merupakan bangunan penampungan, pengolah, dan pengurai kotoran/tinja yang

berfungsi mencegah terjadinya pencemaran atau kontaminasi dari tinja melalui

vektor pembawa penyakit, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Terdapat 2 (dua) macam bentuk bangunan bawah jamban, yaitu:

1. Tangki Septik, adalah suatu bak kedap air yang berfungsi sebagai

penampungan limbah kotoran manusia (tinja dan urine). Bagian padat dari

kotoran manusia akan tertinggal dalam tangki septik, sedangkan bagian

cairnya akan keluar dari tangki septik dan diresapkan melalui bidang/sumur

resapan.Jika tidak memungkinkan dibuat resapan maka dibuat suatu filter

untuk mengelola cairan tersebut.

2. Cubluk, merupakan lubang galian yang akan menampung limbah padat dan

cair dari jamban yang masuk setiap harinya dan akan meresapkan cairan

limbah tersebut ke dalam tanah dengan tidak mencemari air tanah,

sedangkan bagian padat dari limbah tersebut akan diuraikan secara biologis.

Bentuk cubluk dapat dibuat bundar atau segiempat, dindingnya harus aman

dari longsoran, jika diperlukan dinding cubluk diperkuat dengan pasangan

bata, batu kali, buis beton, anyaman bambu, penguat kayu, dan sebagainya

(Kemenkes RI, 2014).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

17

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.4 Contoh Bangunan Bawah Jamban

2.1.3.2 Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)

CTPS merupakan perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun dan air bersih

yang mengalir.

a. Langkah-langkah CTPS yang benar :

1. Basahi kedua tangan dengan air bersih yang mengalir.

2. Gosokkan sabun pada kedua telapak tangansampai berbusa lalu gosok kedua

punggung tangan, jari jemari, kedua jempol, sampai semua permukaan kena

busa sabun.

3. Bersihkan ujung-ujung jari dan sela-sela di bawah kuku.

4. Bilas dengan air bersih sambil menggosok-gosok kedua tangan sampai sisa

sabun hilang. Keringkan kedua tangan dengan memakai kain, handuk

bersih, atau kertas tisu, atau mengibas-ibaskan kedua tangan sampai kering.

Sumber : Kemenkes RI, 2014

Gambar 2.5 Cara cuci tangan pakai sabun yang benar

b. Waktu penting perlunya CTPS, antara lain:

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

18

1. sebelum makan

2. sebelum mengolah dan menghidangkan makanan

3. sebelum menyusui

4. sebelum memberi makan bayi/balita

5. sesudah buang air besar/kecil

6. sesudah memegang hewan/unggas

c. Kriteria Utama Sarana CTPS

1. Air bersih yang dapat dialirkan

2. Sabun

3. Penampungan atau saluran air limbah yang aman.

2.2 Perilaku Kesehatan

2.2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku yaitu suatu respon seseorang yang dikarenakan adanya suatu stimulus/

rangsangan dari luar. Perilaku dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup

(covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku tertutup

merupakan respon seseorang yang belum dapat diamati secara jelas oleh orang

lain. Sedangkan perilaku terbuka merupakan respon dari seseorang dalam bentuk

tindakan yang nyata sehingga dapat diamati lebih jelas dan mudah (Fitriani,

2011).

2.2.2 Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan merupakan suatu respon dari seseorang berkaitan dengan

masalah kesehatan, penggunaan pelayanan kesehatan, pola hidup, maupun

lingkungan sekitar yang mempengaruhi.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

19

Menurut Becker, 1979 yang dikutip dalam Notoatmodjo (2012), perilaku

kesehatan diklasifikasikan menjadi tiga :

a. Perilaku hidup sehat (healthy life style)

Merupakan perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha untuk meningkatkan

kesehatan dengan gaya hidup sehat yang meliputi makan menu seimbang,

olahraga yang teratur, tidak merokok, istirahat cukup, menjaga perilaku yang

positif bagi kesehatan.

b. Perilaku sakit (illness behavior)

Merupakan perilaku yang terbentuk karena adanya respon terhadap suatu

penyakit. Perilaku dapat meliputi pengetahuan tentang penyakit serta upaya

pengobatannya.

c. Perilaku peran sakit (the sick role behavior)

Merupakan perilaku seseorang ketika sakit. Perilaku ini mencakup upaya untuk

menyembuhkan penyakitnya.

2.2.3 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku

yang dipraktikkan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang

menjadikan seseorang, keluarga, kelompok atau masyarakat mampu menolong

dirinya sendiri (mandiri) di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam

mewujudkan kesehatan masyarakat. Bidang pencegahan dan penanggulangan

penyakit serta penyehatan lingkungan harus dipraktikkan perilaku mencuci

tangan dengan sabun, pengelolahan air minum dan makanan yang memenuhi

syarat, menggunakan air bersih, menggunakan jamban sehat, pengelolaan limbah

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

20

cair yang memenuhi syarat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam

ruangan dan lain-lain. Perilaku hidup bersih dan sehat merupakam salah satu

program prioritas pemerintah melalui puskesmas dan menjadi sasaran luaran

dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, seperti yang disebutkan pada

Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan tahun 2010-2014

(Kemenkes, 2011).

Sasaran PHBS tidak hanya terbatas tentang hygiene, namun harus

lebih komprehensif dan luas, mencakup perubahan lingkungan fisik, lingkungan

biologi dan lingkungan sosial-budaya masyarakat sehingga tercipta lingkungan

yang berwawasan kesehatan dan perubahan perilaku hidup bersih dan sehat.

Lingkungan fisik seperti sanitasi dan hygiene perorangan, keluarga dan

masyarakat, tersedianya air bersih, lingkungan perumahan, fasilitas mandi, cuci

dan kakus (MCK) dan pembuangan sampah serta limbah. Lingkungan biologi

adalah flora dan fauna. Lingkungan sosial-budaya seperti pengetahuan, sikap

perilaku dan budaya setempat yang berhubungan dengan PHBS. Kaitan perilaku

tentang kesehatan yang dilakukan atas dasar kesadaran, yang membuat individu,

keluarga dan masyarakat mampu menolong dirinya sendiri dan berperan aktif

dalam memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat (Maryunani,

2013).

2.2.4 Perilaku Buang Air Besar

Perilaku BAB adalah praktek seseorang yang berkaitan dengan kegiatan

pembuangan tinja meliputi, tempat pembuangan tinja dan pengelolaan tinja yang

memenuhi syarat-syarat kesehatan dan bagaimana cara buang air besar yang sehat

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

21

sehingga tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan

(Notoatmodjo, 2012).

2.2.4.1 Mekanisme Buang Air Besar

Semua makanan yang masuk ke dalam tubuh akan dicerna oleh organ pencernaan.

Selama proses pencernaan makanan dihancurkan menjadi zat-zat sederhana yang

dapat diserap dan digunakan oleh sel dan jaringan tubuh kemudian sisa-sisa

pembuangan akan dikeluarkan oleh tubuh berupa tinja. Seseorang hendaknya

berlatih untuk buang air besar tiap pagi sebelum beraktivitas dan jika tertunda

akan menyebabkan konstipasi (sembelit). Frekuensi buang air besar berbeda-beda

tiap orang, seseorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja rata-rata 330

gram sehari. Tinja ini berisi bakteri, lepasan epithelium usus, nitrogen, zat besi,

selulosa dan sisa zat makanan lainnya yang tidak larut dalam air.

2.2.4.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktek/Tindakan BAB

a. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu setelah melakukan penginderaan

terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan umumnya datang dari pengalaman dan

juga diperoleh dari informasi yang disampaikan orang lain maupun didapat dari

buku atau media massa. Pengetahuan tentang kesehatan dapat ditingkatkan

melalui penyuluhan baik secara individu maupun kelompok untuk meningkatkan

pengetahuan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya perubahan perilaku

individu, keluarga dan masyarakat dalam mewujudkan kesehatan yang optimal.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

22

b. Pendidikan

Hasil atau prestasi yang dicapai oleh manusia dan usaha lembaga-lembaga dalam

mencapai tujuan untuk tingkat kemajuan masyarakat dan kebudayaan. Pendidikan

juga sebagai pengembangan diri dari individu yang dilaksanakan secara sadar dan

penuh tanggung jawab. Banyak masyarakat yang belum mengerti tentang perilaku

BAB yang benar sehingga memberi dampak dalam mengakses penerapannya di

bidang kesehatan karena dominan masyarakat masih memilki pendidikan yang

rendah sehingga pengetahuan kurang yang berakibat masyarakat berperilaku BAB

di sembarang tempat.

c. Sarana

Sarana adalah jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas yang berfungsi

sebagai alat dalam pelaksanaan pekerjaaan dan kepentingan yang sedang

berhubungan dengan organisasi kerja. Jamban keluarga termasuk sebagai sarana

untuk masyarakat untuk membuang tinja atau kotoran untuk mencegah penularan

penyakit melalui tinja (Mubarak, 2009).

d. Dukungan keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang berperan dalam menentukan

cara asuhan terhadap anggota keluarga (suami,istri dan anak) yang bila salah satu

anggota keluarga mengalami masalah kesehatan maka sistem dalam keluarga akan

terpengaruh (Friedman,1998).

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

23

2.3 Karakteristik Individu

2.3.1 Umur

Menurut Nursalam (2008), semakin cukup umur tingkat kematangan seseorang

akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat

seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum

cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan

kematangan jiwa. Berdasarkan pendapat Hurlock (1980), mengindikasikan bahwa

dengan bertambahnya umur seseorang maka kematangan dalam berpikir semakin

baik sehingga akan termotivasi dalam memanfaatkan/menggunakan jamban

demikian sebaliknya semakin muda umurnya semakin tidak mengerti tentang

pentingnya BAB dijamban sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya penyakit

yang disebabkan oleh BAB sembarang tempat.

2.3.2 Jenis Kelamin

Jenis Kelamin adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara

biologis sejak seseorang lahir. Dalam Women’s Studies Encylopedia dijelaskan

bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan

(distinction) dalam hal peran, perilaku, metalitas, dan karakteristik emosional

antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat dianggap

pantas sesuai norma-norma dan adat istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan

masyarakat Gender adalah semua atribut sosial mengenai laki-laki dan

perempuan, misalnya laki-laki digambarkan mempunyai sifat maskulin seperti

keras, kuat, rasional, dan gagah. Sementara perempuan digambarkan memiliki

sifat feminim seperti halus, lemah, peras, sopan, dan penakut (Mubarak, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

24

2.3.3 Pendidikan

Pendidikan secara umum merupakan salah satu upaya yang direncanakan untuk

menciptakan perilaku seseorang menjadi kondusif dalam menyingkapi suatu

masalah. Tingkat pendidikan berpengaruh pada perubahan sikap dan perilaku

hidup sehat sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang maka akan semakin sadar dan peduli terhadap kebersihan diri dan

lingkungannya terutama dalam hal pemanfaatan jamban saat BAB (Atmarita,

2004).

2.3.4 Pekerjaan

Rata-rata pekerjaan masyarakat yaitu pada sektor non formal (Buruh tani,

petani,pedagang/wiraswasta) kebanyakan masyarakat bekerja sebagai buruh tani

sehingga penghasilan yang diperoleh tidak menentu dan kurang memenuhi

kebutuhan sehari-hari. Sedangkan masyarakat yang bekerja pada sektor formal

terbiasa dengan lingkungan pekerjaan yang bersih dan sehat sehingga manset

masyarakat yang bekerja di sektor formal lebih baik dan merasa perlu untuk hidup

sehat dan beraktifitas sesuai pekerjaannya. Menurut Soemardji (1999)

menyatakan perbedaan tingkat partisipasi responden yang tidak bekerja juga

terkait dengan aspek psikologis, artinya masyarakat yang tidak bekerja

mengkondisikan dirinya seperti merasa tidak perlu berpartisipasi. masyarakat

yang pada umumnya berada pada tingkat ekonomi rendah sehingga sulit untuk

membangun fasilitas jamban.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

25

2.3.5 Penghasilan

Penghasilan adalah pendapatan; perolehan (uang yang diterima). Pendapatan

keluarga menentukan ketersediaan fasilitas kesehatan yang baik. Dimana semakin

tinggi pendapatan keluarga, semakin baik fasilitas dan cara hidup mereka yang

terjaga akan semakin baik (Berg, 1986). Tingkatan pendapatan seseorang untuk

memenuhi kebutuhan hidup, dimana status ekonomi orang tua yang baik akan

berpengaruh pada fasilitasnya yang diberikan. Apabila tingkat pendapatan baik,

maka fasilitas kesehatan mereka, khususnya didalam rumahnya akan terjamin

misalnya dalam penyediaan air bersih, penyediaan jamban sendiri, atau jika

mempunyai ternak akan dibuatkan kandang yang baik dan terjaga kebersihannya.

2.3.6 Pengetahuan

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan tindakan seseorang, dalam hal ini

pengetahuan tentang pemanfaatan jamban keluarga dirumah. Pengetahuan rendah

akan sangat mempengaruhi perilaku dalam memilih hal ini dikarenakan masih

minimnya pengetahuan dan informasi masyarakat dalam pemanfaatan jamban

keluarga yang sehat selain itu juga masyarakat masih berperilaku BABS di

empang/kolam, sungai, dan numpang(sharing). Sedangkan masyarakat yang

memiliki pengetahuan kategori tinggi berperilaku BAB dijamban tetapi masih ada

juga masyarakat yang berpengetahuan tinggi yang masih BABS dimana memiliki

WC tetapi dialirkan ke kolam. Salah satu bentuk objek kesehatan dapat dijabarkan

oleh pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sendiri (Wawan, A dan Dewi

M, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

26

2.3.7 Sikap

Apabila peningkatan sikap tidak diimbangi dengan tindakan nyata, maka akan

memberikan peluang besar untuk merugikan kesehatan pribadi maupun

lingkungan yang diakibatkan oleh perilaku masyarakat yang masih sering buang

air besar sembarangan. Menurut Sunaryo (2004) faktor penentu sikap seseorang

salah satunya adalah faktor komunikasi sosial. Informasi yang diterima individu

tersebut dapat menyebabkan perubahan sikap pada diri individu tersebut. Positif

atau negatif informasi dari proses komunikasi tersebut tergantung seberapa besar

hubungan sosial dengan sekitarnya mampu mengarahkan individu tersebut

bersikap dan bertindak sesuai dengan informasi yang diterimanya. Selain itu juga

didukung dengan pendapat Green (2000) ketidakcocokan perilaku seseorang

dengan sikapnya akan menimbulkan berbagai masalah psikologis bagi individu

yang bersangkutan sehingga individu akan berusaha mengubah sikapnya atau

perilakunya. Sikap merupakan predisposisi untuk berperilaku yang akan tampak

aktual dalam bentuk perilaku atau tindakan.

2.4 Kepemilikan Jamban Keluarga

Jamban keluarga adalah suatu bangunan yang dipergunakan untuk membuang

tinja atau kotoran manusia bagi suatu keluarga yang lazim disebut kakus atau WC

(Madjid, 2009). Jamban keluarga terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk

dengan leher angsa atau tanpa leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan

unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

27

2.5 Syarat-Syarat Pembangunan Jamban Keluarga

Pembuangan tinja atau kotoran manusia adalah merupakan sumber penularan

penyakit serta dapat menyebabkan pencemaran lingkungan, untuk mengatasi

masalah tersebut agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan

manusia maka harus dilakukan pengisolasian dan pengolahan terhadap

tinja/kotoran tersebut. Upaya pengisolasian dapat dilakukan dengan membuat

sarana pembuangan kotoran, tinja yang memenuhi syarat kesehatan.

Menurut Proverawati dan Rahmawati (2012), syarat jamban yang sehat adalah :

1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan

lubang penampungan tinja minimal 10 meter).

2. Tidak berbau.

3. Kotoran tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus.

4. Tidak mencemari tanah sekitarnya.

5. Mudah dibersihkan dan aman digunakan.

6. Dilengkapi dinding dan atap pelindung.

7. Penerangan dan ventilasi yang cukup.

8. Lantai kedap air dan luas ruangan memadai.

9. Tersedia air, sabun, dan alat pembersih.

2.6 Macam-macam Type Pembuangan Tinja

Menurut konstruksi dan cara mempergunakannya, dikenal bermacam-macam

tempat pembuangan kotoran/jamban, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

28

a. Jamban Cemplung

Bentuk kakus inilah adalah paling sederhana yang dapat dianjurkan kepada

masyarakat. Nama ini digunakan karena bila orang mempergunakan kakus

macam ini, maka kotorannya langsung masuk jatuh kedalam tempat

penampungan. Jamban cemplung yaitu jamban yang penampungannya berupa

lubang yang berfungsi menyimpan kotoran/tinja ke dalam tanah dan

mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban cemplung diharuskan ada

penutup agar tidak berbau (Proverawati dan Rahmawati, 2012).

b. Jamban Plengsengan

Plengsengan juga berasal dari bahasa Jawa “Melengseng” yang berarti miring.

Nama ini digunakan karena dari lubang tempat jongkok ketempat penampungan

kotoran dihubungkan oleh suatu saluran yang miring. Jadi, tempat jongkok dari

kakus ini tidak dibuat persis di atas tempat penampungan, tapi agak jauh.

c. Jamban Bor

Dinamakan demikian karena tempat penampungan kotorannya dibuat dengan

mempergunakan bor. Bor yang dipergunakan adalah bor tangan yang disebut “Bor

Auger” dengan diameter antara 30-40 cm. Sudah barang tentu lubang yang dibuat

harus jauh lebih dalam dibandingkan dengan lubang yang digali seperti pada

jamban cemplung dan kakus plengsengan, karena diameter jamban bor jauh lebih

kecil.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

29

d. Angsatrine (Water Seal Latrine)

Jamban ini dibawah tempat jongkoknya ditempatkan atau dipasang suatu alat

yang berbentuk seperti leher angsa yang disebut bowl. Bowl berfungsi mencegah

timbulnya bau. Kotorang yang berada di tempat penampungan tidak tercium

baunya karena terhalang oleh air yang selalu terdapat dalam bagian yang

melengkung.

e. Jamban Di atas Balong (Empang)

Membuat jamban diatas balong (yang kotorannya dialirkan ke balong) adalah cara

pembuangan kotoran yang tidak dianjurkan, tetapi sulit untuk menghilangkannya,

terutama di daerah yang terdapat banyak balong.

Menurut Mubarak (2009), dalam Marliana (2011) bahwa “Sebelum kita berhasil

mengalihkan kebiasaan tersebut kepada kebiasaan yang diharapkan, dapatkah cara

tersebut diteruskan dengan memberikan persyaratan tertentu”, antara lain :

1. Air balong tersebut jangan dipergunakan untuk mandi.

2. Letak jamban harus sedimikian rupa, sehingga kotoran manusia selalu

jatuh di air.

3. Tidak terdapat sumber air minum yang terletak di bak balong tersebut atau

yang sejajar dengan jarak 15 meter.

4. Aman dalam pemakaiannya.

f. Jamban Septic Tank

Jamban septic tank berasal dari kata septic, yang berarti pembusukan secara

anaerobik. Kita pergunakan nama septic tank karena dalam pembuangan kotoran

terjadi proses pembusukan oleh kuman-kuman pembusuk yang sifatnya anerobik.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

30

Mubarak (2009), dalam Marliana 2011) mengemukakan bahwa “Septic Tank bisa

terjadi dari dua bak atau lebih serta dapat pula terdiri atas satu bak saja dengan

mengatur sedemikian rupa (misalnya dengan memasang beberapa sekat atau

tembok penghalang), sehingga dapat memperlambat pengaliran air kotor di dalam

bak tersebut”.

2.7 Pengaruh Tinja Bagi Kesehatan Manusia

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area pemukiman,

masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi kesehatan

masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah yang

pokok untuk sedini mungkin diatasi. Karena kotoran manusia (feces) adalah

sumber penyebaran penyakit yang multikompleks. Penyebaran penyakit yang

bersumber pada feces dapat melalui berbagai macam jalan atau cara.

Pembuangan tinja secara layak merupakan kebutuhan kesehatan yang

paling diutamakan. Pembuangan tinja secara tidak baik dan sembarangan dapat

mengakibatkan kontaminasi pada air, tanah, atau menjadi sumber infeksi, dan

akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan, karena penyakit yang tergolong

waterborne disease akan mudah berjangkit (Chandra, 2007).Bahaya terhadap

kesehatan yang dapat ditimbulkan akibat pembuangan kotoran secara tidak baik

adalah (Chandra, 2007):

1. Pencemaran tanah, pencemaran air, dan kontaminasi makanan

Sebagian besar kuman penyakit yang mencemari air dan makanan berasal dari

feses hewan dan manusia. Mereka mencakup bakteri, virus, protozoa, dan cacing

dan masuk bersama air atau makanan, atau terbawa oleh mulut oleh jari-jari yang

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

31

tercemar. Sekali ditelan, sebagian besar di antara mereka berkembang di saluran

makanan dan diekskresikan bersama feses. Tanpa sanitasi yang memadai, mereka

dapat memasuki ke badan air yang lain, yang selanjutnya dapat menginfeksi orang

lain. Banyak organisme-organisme kelompok enterik ini dapat bertahan dalam

waktu lama di luar badan. Mereka dapat bertahan di limbah manusia dan kadang-

kadang di dalam tanah dan ditularkan ke air serta bahan makanan. Organisme

yang lebih tahan dapat ditularkan secara mekanis oleh lalat.

2. Perkembangbiakan lalat.

Peranan lalat dalam penularan penyakit melalui tinja (faecal-borne-diseases)

sangat besar. Lalat rumah, selain senang menempatkan telurnya pada kotoran

kuda atau kotoran kandang, juga senang menempatkannya pada kotoran manusia

yang terbuka dan bahan organik lain yang sedang mengalami penguraian. Lalat itu

hinggap dan memakan bahan itu, mengambil kotoran dan organisme hidup pada

tubuhnya yang berbulu, termasuk bakteri yang masuk ke saluran pencernaannya,

dan sering meletakkannya di makanan manusia. Pada iklim panas, prevalensi

penyakit yang dapat ditularkan melalui tinja biasanya lebih tinggi karena, pada

saat ini, lalatnya paling banyak dan paling aktif.

Sementara itu beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara

lain :

1. Tifus

Tifus merupakan penyakit yang menyerang usus halus. Penyebabnya adalah

Salmonella typhi, dengan reservoir adalah manusia. Gejala utama adalah panas

yang terus menerus dengan taraf kesadaran yang menurun, terjadi 1-3 minggu

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

32

(rata -rata 2 minggu) setelah infeksi. Penularan dapat terjadi dari orang ke orang,

atau tidak langsung lewat makanan, minuman yang terkontaminasi bakteri.

Sesekali, Salmonella itu keluar bersama tinja ataupun urine, memasuki

lingkungan dan berkesempatan menyebar (Slamet, 2007).

2. Disentri

Disentri amoeba disebut juga Amoebiasis disebabkan oleh E. histolytica, suatu

protozoa. Gejala utama penyakit adalah tinja yang tercampur darah dan lendir.

Berbeda dari Disentri basillaris, disentri ini tidak menyebabkan dehidrasi.

Penyakit ini sering pula ditemukan tanpa gejala yang nyata, sehingga seringkali

menjadi kronis. Tetapi, apabila tidak diobati dapat menimbulkan berbagai

komplikasi, seperti asbes hati, radang otak, dan perforasi usus. Amoebiasis ini

seringkali menyebar lewat air dan makanan yang terkontaminasi tinja dengan

kista amoeba serta dapat pula dibawa oleh lalat. Karena amoeba membentuk kista

yang tahan lama di dalam lingkungan di luar tubuh, maka penularan mudah terjadi

dengan menyebarnya kista-kista tersebut (Slamet, 2007).

3. Kolera

Penyakit Kolera disebabkan oleh Vibrio cholerae. Kolera adalah penyakit usus

halus yang akut dan berat, sering mewabah yang mengakibatkan banyak

kematian. Gejala utamanya adalah muntaber, dehidrasi dan kolaps dapat terjadi

dengan cepat. Sedangkan gejala kolera yang khas adalah tinja yang menyerupai

air cucian beras, tetapi sangat jarang ditemui. Orang dewasa dapat meninggal

dalam waktu setengah sampai dua jam, disebabkan dehidrasi. Reservoir bakteri

kolera adalah manusia yang menderita penyakit, sedangkan penularan dari orang

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

33

ke orang, ataupun tidak langsung lewat lalat, air, serta makanan dan minuman

(Slamet, 2007).

4. Schistosomiasis

Shistosomiasis atau Bilharziasis adalah penyakit yang disebabkan cacing daun

yang bersarang di dalam pembuluh darah balik sekitar usus dan kandung kemih.

Reservoirnya selain penderita, juga anjing, kijang, dan lain-lain hewan penderita

Schistosomiasis. Telur Schistosoma ini keluar dari tubuh penderita bersama urine

ataupun tinja. Untuk dapat hidup terus telur itu harus berada di perairan, menetas

menjadi larva miracidium dan untuk dapat berubah menjadi larva yang infektif,

maka ia harus masuk ke dalam tubuh siput air. Miracidium di dalam siput berubah

menjadi larvacercaria, keluar dari tubuh siput, berenang bebas di perairan. Larva

ini dapat memasuki kulit orang sehat, yang kebetulan berada di air tersebut

(misalnya di sawah). Larva kemudian ikut dengan peredaran darah, memasuki

paru-paru, kemudian ke hati di mana ia menjadi dewasa dan kemudian bermigrasi

ke dalam pembuluh darah balik sekitar usus ataupun kandung kemih. Jumlah telur

cacing yang banyak akan mendesak dinding pembuluh darah sehingga robek dan

terjadi perdarahan. Gejala 4-6 minggu setelah infeksi berupa kencing dan berak

darah. Penyakit ini jarang menyebabkan kematian yang langsung, tetapi

menimbulkan kelemahan karena terjadinya perdarahan. Komplikasi-komplikasi

dapat terjadi, yakni rusaknya jaringan hati sehingga terjadi cirrhosis atrofis dan

kadang-kadang cacing dapat ikut dengan peredaran darah ke dalam otak dan

menimbulkan kerusakan. Cacing ini sudah banyak menyebabkan kerugian dan

penderitaan, karena pengobatannya kurang efesien, pemberantasan terhadap

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

34

cacing sulit dilaksanakan, karena spektrum reservoirnya yang luas, dan

meninggalkan banyak cacat dan kelemahan (Slamet, 2007).

5. Diare

Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan/tanpa darah

dan/lendir dalam tinja (Mansjoer, 2002). Penyebab diare dapat dikelompokkan

dalam tujuh besar, yaitu virus, bakteri, parasit, keracunan makanan, malabsorpsi,

alergi, dan immunodegesiensi (Widoyono, 2008). Penyakit diare sebagian besar

(75%) disebabkan oleh kuman seperti virus dan bakteri. Penularan penyakit diare

melalui orofekal terjadi dengan mekanisme berikut (Widiyono, 2008):

a. Melalui Air yang Merupakan Media

penularan utama diare. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air minum

yang sudah tercemar, baik yang tercemar dari sumbernya, tercemar selama

perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah.

Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila

tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat

penyimpanan.

b. Melalui Tinja yang Terkontaminasi

Tinja yang sudah terkontaminasi mengandung virus atau bakteri dalam jumlah

besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut

hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkaan penyakit diare kepada

orang yang memakannya.

6. Bermacam-macam cacing (gelang, kremi, tambang, pita)

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

35

Penyakit cacing tambang (hookworm disease) adalah suatu infeksi saluran usus

oleh cacing penghisap darah. Penyebabnya adalah Necator americanus dan

Ancylostoma duodenale yaitu nematoda yang dikeluarkan lewat tinja dari manusia

yang terinfeksi. Cara pemindahannya adalah larva dalam tanah yang

lembab/basah dan menembus kulit, biasanya kulit kaki (Suparmin, 2002).

Faktor-faktor yang mempengaruhi transmisi penyakit dari tinja, antara lain

(Chandra, 2007):

1. Agens penyebab penyakit

2. Reservoir

3. Cara menghindar dari reservoir ke pejamu potensial

4. Cara penularan ke pejamu baru

5. Pejamu yang rentan (sensitif).

Apabila salah satu faktor di atas tidak ada, penyebaran tidak akan terjadi.

Pemutusan rantai penularan juga dapat dilakukan dengan sanitasi barrier.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA - repository.usu.ac.idrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/62161/4/Chapter II.pdf · terdiri dari 5 pilar yaitu Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan,

36

Kerangka Konsep

Kerangaka konsep untuk menetukana hubungan antara variabel independen dan

variabel dependen. Kerangaka konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Independen variabel Dependen

Gambar 2.11 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep tersebut yang menjadi variabel

independennya adalah karakteristik individu (pendidikan, pekerjaan, penghasilan,

pengetahuan, sikap, sosial budaya), kepemilikan jamaban keluarga (jenis jamban,

keberadaan jamban, ketersediaan air). Sedangkan yang menjadi variabel dependen

adalah tindakan buang air besar sembarangan di Desa Sosor Tolong Kecamatan

Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan di tahun 2016.

Kepemilikan Jamban Keluarga

Tindakan

Buang Air

Besar

Sembarangan

(BABS)

Karakteristik Individu :

1. Pendidikan

2. Pekerjaan

3. Penghasilaan

4. Pengetahuan

5. Sikap

Universitas Sumatera Utara