Post on 31-Aug-2019
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Teoritis
2.1.1 Pengembangan Karir
2.1.1.1 Pengertian Pengembangan Karir
Pengembangan karir tercermin dalam gagasan bahwa orang selalu
bergerak lebih maju dan meningkat dalam pekerjaan yang dipilihnya. Bergerak
maju berarti kenaikan gaji yang lebih besar dengan tanggung jawab yang lebih
besar pula. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dikemukakan pengertian karir
menurut beberapa ahli, diantaranya, menurut Handoko (2001 : 121) mengatakan:
“Suatu karir adalah semua pekerjaan atau jabatan yang dipunyai selama
kehidupan kerja seseorang”.
Dalam perencanaan karir seseorang pegawai memang tidak menjamin
keberhasilan karir karena walaupun sudah dirancang sedemikian rupa akan tetapi
sikap atasan, faktor pengalaman, pendidikan dan juga nasib seseorang sangat
mendukung dalam keberhasilan karir seseorang.
Berikut ini akan dikemukakan pula pengertian pengembangan karir yang
dikemukakan beberapa ahli:Mangkunegara(2001:77)mengatakan:“Pengembangan
karir adalah aktifitas kepegawaian yang membantu pegawai-pegawai
merencanakan karir masa depan mereka diperusahaan agar perusahaan dan
pegawai yang bersangkutan dapat mengembangan diri secara maksimum.”Rivai
(2008 :290) : “Pengembangan karir adalah proses peningkatan kemampuan kerja
individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan.”
11
Mondy (2008:243) ”Pengembangan karir adalah pendekatan formal yang
digunakan organisasi untuk memastikan bahwa orang dengan kualifikasi dan
pengalaman yang tepat tersedia jika dibutuhkan”.
Pengertian pengembangan karir menurut Flippo (2000:243) dapat
diartikan sebagai sederetan kegiatan kerja yang terpisah-pisah namun masih
merupakan atau mempunyai hubungan yang saling melengkapi, berkelanjutan dan
memberikan makna bagi kehidupan seseorang. Dubrin yang dialih bahasakan oleh
Mangkunegara, (2006:77) ”pengembangan karir adalah perbaikan pribadi yang
diusahakan oleh seseorang untuk mencapai rencana karir pribadi”.
Menurut Siagian (2003:316) ”pengembangan karir adalah seseorang
pegawai ingin berkarya dalam organisasi tempatnya bekerja untuk waktu yang
lama sampai usia pensiun”.
Berdasarkan definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
Pengembangan Karir adalah kegiatan untuk melakukan perencanaan karir dalam
rangka meningkatkan pribadi dimasa yang akan datang agar kehidupannya
menjadi lebih baik. Titik awal pengembangan karir dimulai dari diri pegawai.
Setiap orang harus bertanggung jawab atas pengembangan atau kemajuan
karirnya. Disinilah perlunya pengembangan diri sesuai dengan keterampilan dan
kemampuan yang dimilikinya.
2.1.1.2 Tujuan Pengembangan Karir
Untuk menghadapi tuntutan dan tugas sekarang dan terutama untuk
menjawab tantangan masa depan, pengembangan karyawan merupakan
keharusan mutlak. Kemutlakan itu tergambar pada berbagai jenis manfaat yang
dapat dipetik daripadanya, baik organisasi, para karyawan maupun bagi
12
pertumbuhan dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara berbagai kelompok
kerja dalam suatu organisasi. Berarti semuanya bermuara pada peningkatan
produktivitas kerja organisasi secara keseluruhan.
Menurut Rivai (2008 : 290) menyatakan bahwa tujuan dari program karir
adalah: ”untuk menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan karyawan dengan
kesempatan karir yang tersedia di perusahaan saat ini dan di masa mendatang”.
Karena itu, usaha pembentukan sistem pengembangan karir yang dirancang
secara baik akan dapat membantu karyawan alam menentukan kebutuhan karir
mereka sendiri , dan menyesuaikan antara kebutuhan karyawan dengan tujuan
perusahaan.
Menurut Sutrisno (2009 : 182) pengembangan karir bertujuan untuk:
a. Memberikan kepastian arah karier karyawan dalam kiprahnya di lingkup
organsiasi
b. Meningkatkan daya tarik organisasi atau institusi bagi para karyawan yang
berkualitas
c. Memudahkan manajemen dalam menyelenggarakan program-program
pengembangan sumber daya manusia, khususnya dalam rangka mengambil
keputusan di bidang karir serta perencanaan sumber daya manusia organisasi
atau perusahaan yang selaras dengan rencana pengembangan organisasi
d. Memudahkan administrasi kepegawaian, khususnya dalam melakukan
administrasi pergerakan karyawan dalam hal karir promosi, rotasi ataupun
demosi jabatan.
13
2.1.1.3 Bentuk Pengembangan Karir
Bentuk-bentuk pengembangan karir yang dilaksanakan oleh setiap
perusahaan disesuaikan dengan jalur karir yang direncanakan, perkembangan,
kebutuhan dan fungsi perusahaan itu sendiri.
Bentuk pengembangan karir menurut Rivai (2008 : 291-293), dapat dibagi
menjadi empat, yaitu :
1. Pengembangan karir pribadi
Setiap pegawai harus menerima tanggung jawab atas perkembangan karir atau
kemajuan karir yang dialami.
2. Pengembangan karir yang didukung departemen SDM
Pengembangan karir seseorang tidak hanya tergantung pada usaha pegawai
tersebut, tetapi juga tergantung pada peranan dan bimbingan manajer dan
departemen SDM terutama dalam penyediaan informasi tentang karir yang
ada dan juga didalam perencanaan karir pegawai tersebut.Departemen SDM
membantu perkembangan karir pegawai melalui program pelatihan dan
pengembangan karywan.
3. Peran pemimpin dalam pengembangan karir
Upaya-upaya depertemen SDM untuk meningkatkan dengan memberikan
dukungan perkembangan karir para pegawai harus didukung oleh pimpinan
tingkat atas dan pimpinan tingkat menengah. Tanpa adanya dukungan mereka,
maka perkembangan karir pegawai tidak akan berlangsung baik.
4. Peran umpan balik terhadap pengembangan karir
Tanpa umpan balik yang menyangkut upaya-upaya pengembangan karir,
maka relative sulit bagi pegawai bertahan pada tahun-tahun persiapan yang
14
terkadang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan karir. Departemen SDM
bisa memberikan umpan balik melalui beberapa cara didalam usaha
pengembangan karir pegawai, diantaranya adalah memberikan informasi
kepada pegawai tentang keputusan penempatan pegawai berikut alasannya.
Perkembangan karir seorang pegawai sangat ditentukan oleh kinerjanya,
meskipun didalam promosi menduduki suatu posisi tertentu ada yang
mendasarkan pada setiap yang dikenal untuk memberikan umpan balik kepada
pegawai tentang prestasi kerjanya, departemen SDM mengembangkan prosedur
pekerjaan secara formal. Hal ini akan memungkinkan pegawai tersebut untuk
menyesuaikan prestasi kerjanya dengan perencanaan karirnya.kemudian dibuat
keputusan penempatan kerja,kesempatan pengembangan karir serta kompensasi
yang diberikan guna memenuhi kebutuhan perusahaan diwaktu mendatang dan
juga keinginan para pegawainya.
2.1.1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Karir
Setiap karyawan harus menerima tanggung jawab atas perkembangan karir
atau kemajuan karir yang dialamai. Menurut Rivai (2008 : 291-295) beberapa hal
yang berkaitan dengan perkembangan karir seorang karyawan adalah:
1) Prestasi kerja (job performance)
2) Eksposur (exposure)
3) Jaringan kerja (net working)
4) Pengunduran diri (resignations)
5) Kesetiaan terhadap organisasi (organizational loyality)
6) Pembimbing dan Sponsor (mentors and sponsors)
15
7) Bawahan yang mempunyai peran kunci (key subordinates)
8) Peluang untuk tumbuh (growth opportunies)
Adapun penjelasan dari faktor pengembangan karir seorang karyawan di
atas adalah:
1) Prestasi kerja (job performance)
Prestasi kerja merupakan faktor yang paling penting untuk meningkatkan dan
mengembangkan karir seorang karyawan. Kemajuan karir sebagian besar
tergantung pada prestasi kerja yang baik dan etis. Asumsi kinerja yang baik
melandasi seluruh aktivitas pengembangan karir.
2) Eksposur (exposure)
Kemajuan karir juga dapat dikembangkan melalui eksposure. Eksposur
menjadi paham dan diharapkan dapat dipertahankan setinggi mungkin.
Mengetahui apa yang diharapkan dari adanya promosi, pemindahan ataupun
kesempatan berkarir lainnya dengan melakukan kegiatan yang kondusif.
3) Jaringan kerja (net working)
Jaringan kerja berarti perolehan eksposur di luar perusahaan. Kontrak pribadi
dan profesional, utamanya melalui asosiasi profesi akan memberikan kontak
kepada seseorang yang bisa jadi penting dalam mengidentifikasi pekerjaan-
pekerjaan yang lebih baik. Kemudian katika karir seorang karyawan
mencapai jalan buntu atau pemecatan mendorong seseorang masuk ke dalam
kelompok paruh waktu, maka kontak-kontak ini bisa membantu tujuan
seseorang menuju pada peluang-peluang pekerjaan.
16
4) Pengunduran diri (resignations)
Apabila perusahaan tempat seorang karyawan bekerja tidak memberikan
kesempatan berkarier yang banyak dan ternyata di luar perusahaan terbuka
kesempatan yang cukup besar untuk berkarir, untuk memenuhi tujuan
karirnya karyawan tersebut akan mengundurkan diri. Sejumlah karyawan
profesional dan manajer pada khususnya beralih ke perusahaan lain sebagai
bagian strategi karir yang disengaja.
5) Kesetiaan terhadap organisasi (organizational loyality)
Pada sejumlah perusahaan, orang menempatkan loyalitas pada karir di atas
loyalitas perusahaan. Level loyalitas perusahaan rendah merupakan hal yang
umum terjadi di kalangan lulusan perguruan tinggi terkini dan para
profesional. Dedikasi karir yang besar pada perusahaan yang sama
melengkapi sasaran departemen SDM dalam mengurangi turnover karyawan.
6) Pembimbing dan Sponsor (mentors and sponsors)
Banyak karyawan dengan segera mempelajari bahwa mentor bisa membantu
pengembangan karir mereka. Pembimbing adalah orang yang memberikan
nasihat-nasihat atau saran-saran kepada karyawan di dalam upaya
mengembangkan karirnya. Pembimbing tersebut dari dalam perusahaan itu
sendiri. Sedangkan sponsor adalah seseorang di dalam perusahaan yang dapat
menciptakan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan karirnya.
7) Bawahan yang mempunyai peran kunci (key subordinates)
Manajer-manajer yang berhasil bersandarkan pada bawahan-bawahan yang
membantu kinerja mereka.Bawahan bisa mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang sangat khusus sehingga manajer bisa belajar darinya, atau
17
bawahan bisa melaksanakan peran kunci dalam membantu manajer di dalam
menjalankan tugas-tugasnya.Karyawan seperti ini mempunyai peranan
kunci.Mereka memperlihatkan loyalitas pada manajer mereka dengan standar
etis yang tinggi.
8) Peluang untuk tumbuh (growth opportunies)
Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan
kemampuannya, misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga
melanjutkan jenjang pendidikannya.Hal ini memberikan kesempatan kepada
karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya.Di
samping itu, kelompok-kelompok di luar perusahaan bisa membantu karir
seseorang.
Menurut Edi Sutrisno (2009 :182-185) menyatakan ada lima faktor yang
akan mempengaruhi baik tidaknya karir seseorang karyawan. Untuk itulah kelima
faktor tersebut harus dikelola oleh karyawan dengan baik, bila karyawan yang
bersangkutan ingin meraih karir yang lebih tinggi. Kelima faktor tersebut yaitu:
1) Sikap atasan dan rekan sekerja
2) Pengalaman
3) Pendidikan
4) Prestasi
5) Faktor Nasib
Kelima faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Sikap atasan dan rekan sekerja
18
Orang yang berprestasi dalam bekerja, namun tidak disukai oleh atasan
maupun rekan sekerja, maka orang yang demikian tidak akan mendapat
dukungan untuk meraih karir yang lebih baik.
2) Pengalaman
Pengalaman dalam konteks ini dapat berkaitan dengan tingkat golongan
seorang karyawan, walaupun hal ini sampai sekarang masih tetap di
perdebatkan. Pegawai baru yang bekerjanya lebih baik dari pada pegawai
lama dalam hal pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaannya.
3) Pendidikan
Faktor pendidikan biasanya menjadi syarat untuk duduk di sebuah jabatan.
Dari kenyataan tersebut dapat dilihat bahwa faktor pendidikan mempengaruhi
kemulusan karir seseorang.
4) Prestasi
Prestasi yang baik tentunya merupakan usaha yang kuat dari dalam diri
seseorang, walaupun karena keterbatasan pendidikan, pengalaman dan
dukungan rekan-rekan sekerjanya.
5) Faktor Nasib
Faktor nasib juga turut menentukan walaupun diyakini porsinya sangat kecil.
2.1.1.5 Indikator Pengembangan Karir
Menurut Veitzhal Rivai (2008 : 290) indikator pengembangan karir adalah
sebagai berikut:
1. Perencanaan karir
Pegawai harus merencanakan karirnya untuk masa yang akan datang.
19
2. Pengembangan karir individu
Setiap pegawai harus menerima tanggung jawab atas perkembangan karir atau
kemajuan karir yang dialami.
3. Pengembangan karir yang didukung oleh departemen SDM
Pengembangan karir pegawai tidak hanya tergantung pada pegawai tersebut
tetapi juga pada peranan dan bimbingan manajer dan departemen SDM.
4. Peran umpan balik terhadap kinerja
Tanpa umpan balik yang menyangkut upaya-upaya pengembangan karir maka
relatif sulit bagi pegawai bertahun-tahun untuk persiapan yang kadang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan pengembangan karir.
Umpan balik didalam usaha pengembangan karir pegawai mempunyai
beberapa sasaran:
a) Untuk menjamin bahwa pegawai yang gagal menduduki suatu posisi
dalam rangka pengembangan karirnya masih tetap berharga dan akan
dipertimbangkan lagi untuk promosi diwaktu mendatang bila memang
mereka memenuhi syarat,
b) Untuk menjelaskan kepada pegawai yang gagal kenapa mereka tidak
terpilih.
c) Untuk mengidentifikasi apa tindakan-tindakan pengembangan karir
spesifik yang harus mereka laksanakan.
20
2.1.2 Kompetensi
2.1.2.1 Pengertian Kompetensi
Menurut Boulter et al. (dalam Sutrisno, 2009 : 221), “kompetensi adalah
karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkannya memberikan kinerja
unggul dalam pekerjaan, peran, atau situasi tertentu”.
Berdasarkan uraian di atas makna kompetensi mengandung bagian
kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang dengan perilaku yang
dapat diprediksi pada berbagai keadaan dan tugas pekerjaan.Prediksi siapa yang
berkinerja baik dan kurang baik dapat diukur dari kriteria atau standar yang
digunakan.Analisis kompetensi disusun sebagian besar untuk pengembangan
karier, tetapi penentuan tingkat kompetensi dibutuhkan untuk mengetahui
efektivitas tingkat kinerja yang diharapkan.
Kompetensi Skill dan Knowledge cenderung lebih nyata (visible) dan
relatif berada di permukaan (ujung) sebagai karakteristik yang dimiliki
manusia.Social role dan self image cenderung sedikit visibel dan dapat dikontrol
perilaku dari luar.Sedangkan trait dan motive letaknya lebih dalam pada titik
sentral kepribadian.Kompetensi pengetahuan dan keahlian relatif mudah untuk
dikembangkan, misalnya dengan program pelatihan untuk meningkatkan tingkat
kemampuan sumber daya manusia.Sedangkan motif kompetensi dan trait berada
pada kepribadian sesorang, sehingga cukup sulit dinilai dan dikembangkan. Salah
satu cara yang paling efektif adalah memilih karakteristik tersebut dalam proses
seleksi. Adapun konsep diri dan social role terletak diantara keduanya dan dapat
21
diubah melalui pelatihan, psikoterapi sekalipun memerlukan waktu yang lebih
lama dan sulit.
Spencer (dalam Sutrisno, 2009 :221) menyatakan bahwa kompetensi
merupakan karakteristik yang mendasari seseorang berkaitan dengan efektivitas
kinerja individu dalam pekerjaannya atau karakteristik dasar individu yang
memiliki hubungan kausal atau sebagai sebab-akibat dengan kriteria yang
dijadikan acuan, efektif atau berkinerja prima atau superior di tempat kerja atau
pada situasi tertentu. Berdasarkan dari definisi ini, maka beberapa makna yang
terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut:
1) Karakteristik dasar (underlying characteristic), kompetensi adalah bagian
dari kepribadian yang mendalam dan melekat pada seseorang serta
mempunyai perilaku yang mendalam dan melekat pada seseorang serta
mempunyai perilaku yang dapat diprediksi pada berbagai keadaan tugas
pekerjaan.
2) Hubungan kausal (causally related), berarti kompetensi dapat menyebabkan
atau digunakan untuk memprediksikan kinerja seseorang, artinya jika
mempunyai kompetensi yang tinggi, maka akan mempunyai kinerja yang
tinggi pula (sebagai akibat).
3) Kriteria (criterian referenced), yang dijadikan sebagai acuan, bahwa
kompetensi secara nyata akan memprediksikan seseorang dapat bekerja
dengan baik, harus terukur dan spesifik atau terstandar.
Kompetensi berdasarkan penjelasan tersebut merupakan sebuah
karakteristik dasar seseorang yang mengindikasikan cara berpikir, bersikap, dan
bertindak serta menarik kesimpulan yang dapat dilakukan dan dipertahankan oleh
22
seseorang pada waktu periode tertentu. Dari karakteristik dasar tersebut tampak
tujuan penentuan tingkat kompetensi atau standar kompetensi yang dapat
mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan dan mengkategorikan tingkat tinggi
atau di bawah rata-rata.
Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki seseorang
pegawai untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan bidang
yang digelutinya (tertentu), misalnya bahasa komputer. Pengetahuan karyawan
turut menentukan berhasil tidaknya pelaksanaan tugas yang dibebankan
kepadanya, karyawan yang mempunyai pengetahuan yang cukup akan
meningkatkan efisiensi perusahaan. Namun bagi karyawan yang belum
mempunyai pengetahuan cukup, maka akan bekerja tersendat-sendat. Pemborosan
bahan, waktu dan tenagaakan diperbuat oleh karyawan berpengetahuan kurang.
Pemborosan ini akan mempertinggi biaya dalam pencapaian tujuan organisasi.
Atau dapat disimpulkan bahwa karyawan yang berpengetahuan kurang, akan
mengurangi efisiensi.
2.1.2.2 Manfaat Penggunaan Kompetensi
Konsep kompetensi sudah mulai diterapkan dalam berbagai aspek dari
manajemen sumber daya manusia walaupun yang paling banyak adalah pada
bidang pelatihan dan pengembangan, rekrutmen dan seleksi, dan sistem
remunerasi.
Ruky (dalam Sutrisno, 2009 :208), mengemukakan konsep kompetensi
menjadi semakin popular dan sudah banyak digunakan oleh perusahaan-
perusahaan besar dengan berbagai alasan yaitu:
23
1) Memperjelas standar kerja dan harapan yang ingin dicapai.
Dalam hal ini, model kompetensi akan mampu menjawab dua pertanyaan
mendasar: keterampilan, pengetahuan, dan karakteristik apa saja yang
dibutuhkan dalam pekerjaan, dan perilaku apa saja yang berpengaruh
langsung dengan kinerja. Kedua hal tersebut akan banyak membantu dalam
mengurangi pengambilan keputusan secara subjektif dalam bidang sumber
daya manusia.
2) Alat seleksi karyawan
Penggunaan kompetensi standar sebagai alat seleksi dapat membantu
organisasi untuk memilih calon karyawan yang terbaik.Dengan kejelasan
terhadap perilaku efektif yang diharapkan dari karyawan, kita dapat
mengarahkan pada sasaran yang selektif serta mengurangi biaya rekrutmen
yang tidak perlu.Caranya dengan mengembangkan suatu perilaku yang
dibutuhkan untuk setiap fungsi jabatan serta memfokuskan wawancara seleksi
pada perilaku yang dicari.
3) Memaksimalkan produktivitas
Tuntutan untuk menjadikan suatu organisasi ramping. mengharuskan kita
untuk mencari karyawan yang dapat dikembangkan secara terarah untuk
menutupi kesenjangan dalam keterampilannya sehingga mampu untuk
dimobilisasikan secara vertikal maupun horizontal.
4) Dasar untuk pengembangan sistem remunerasi
Model kompetensi dapat digunakan untuk mengembangkan sistem
remunerasi (imbalan) yang akan dianggap lebih adil. Kebijakan remunerasi
akan lebih terarah dan transparan dengan mengaitkan sebanyak mungkin
24
keputusan dengan suatu set perilaku yang diharapkan yang ditampilkan
seorang karyawan
5) Memudahkan adaptasi terhadap perubahan
Dalam era perubahan yang sangat cepat, sifat dari suatu pekerjaan sangat
cepat berubah dan kebutuhan akan kemampuan baru terus meningkat. Model
kompetensi memberikan sarana untuk menetapkan keterampilan apa saja
yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan yang selalu berubah.
6) Menyelaraskan perilaku kerja dengan nilai-nilai organisasi
Model kompetensi merupakan cara yang paling mudah untuk
mengkomunikasikan nilai-nilai dan hal-hal apa saja yang harus menjadi fokus
dalam unjuk kerja karyawan.
2.1.2.3 Tingkatan Kompetensi SDM
Spencer dan Spencer (dalam Wibowo, 2010 :120) mengelompokkan tiga
tingkatan kompetensi yaitu:
1) Behavioral Tools
a) Knowledge merupakan informasi yang digunakan orang dalam bidang
tertentu, misalnya membedakan antara akuntan senior dan junior.
b) Skill merupakan kemampuan orang untuk melakukan sesuatu dengan
baik. Misalnya, mewawancara dengan efektif, dan menerima pelamar
yang baik.
2) Image Attribute
25
a) Social Role merupakan pola perilaku orang yang diperkuat oleh
kelompok social atau organisasi. Misalnya menjadi pemimpin atau
pengikut, menjadi agen perubahan atau menolak perubahan.
b) Self Image merupakan pandangan orang terhadap dirinya sendiri,
identitas, kepribadian, dan harga dirinya. Misalnya melihat dirinya
sebagai pengembang atau manajer yang berada di atas.
3) Personal Charasteristic
a) Traits merupakan aspek tipikal berprilaku Misalnya, menjadi pendengar
yang baik.
b) Motive merupakan apa yang mendorong perilaku seseorang dalam bidang
tertentu (prestasi, afiliasi, kekuasaan). Misalnya, ingin mempengaruhi
perilaku orang lain untuk kebaikan organisasi.
2.1.2.4 Faktor-Faktor Kompetensi
Kompetensi bukan merupakan kemampuan yang tidak dapat dipengaruhi.
Menurut Wibowo (2010 : 306-307) kompetensi di pengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu :
1) Praktik perekrutan dan seleksi
2) Sistem reward.
3) Praktik pengambilan keputusan
4) Pelatihan dan pengembangan
Sedangkan Michael Zwell dalam Wibowo (2009 : 127-130)
mengungkapkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
kecakapan kompetensi seseorang, yaitu sebagai berikut :
26
1) Keyakinan dan Nilai-nilai
2) Keterampilan
3) Pengalaman
4) Karakteristik Kepribadian
5) Motivasi
6) Isu Emosional
7) Kemampuan Intelektual
8) Budaya Organisasi
Adapun penjelasan dari faktor-faktor kompetensi di atas adalah :
1) Keyakinan dan Nilai-nilai
Keyakinan orang tentang dirinya maupun terhadap ornag lain akan sangat
mempengaruhi perilaku. Apabila orang percaya bahwa mereka tidak kreatif
dan inovatif, mereka tidak akan berusaha berpikir tentang cara baru atau
berbeda dalam melakukan sesuatu.
2) Keterampilan
Keterampilan memainkan peran di kebanyakan kompetensi. Berbicara di
depan umum merupakan keterampilan yang dapat dipelajari, dipraktikkan,
dan diperbaiki. Keterampilan menulis juga dapat diperbaiki dengan instruksi,
praktik dan umpan balik.
Dengan memperbaiki keterampilan berbicara di depan umum dan menulis,
individu akan menikap kecakapannya dalam kompetensi tentang perhatian
terhadap komunikasi. Pengembangan keterampilan yang secara spesifik
27
berkaitan dengan kompetensi dapat berdampak baik pada budaya organisasi
dan kempetensi individual.
3) Pengalaman
Keahlian dari banyak kompetensi memerlukan pengalaman mengorganisasi
orang, komunikasi di hadapan kelompok, menyelesaikan masalah, dan
sebagainya. Orang yang tidak pernah berhubungan dengan organisasi besar
dan kompleks tidak mungkin mengembangkan kecerdasan organisasional
untuk memahami dinamika kekuasaan dan pengaruh dalam lingkungan.
4) Karakteristik Kepribadian
Dalam kepribadian termasuk banyak faktor yang diantaranya sulit untuk
berubah. Akan tetapi, kepribadian bukannya sesuatu yang tidak dapat
berubah. Kenyatanaannya, kepribadian seseorang dapat berubah sepanjang
waktu. Orang merespons dan berinteraksi dengan kekuatan dan lingkungan
sekitarnya.
5) Motivasi
Motivasi merupakan faktor dalam kompetensi yang dapat berubah. Dengan
memberikan dorongan, apresiasi terhadap pekerjaan bawahan, memberikan
pengakuan dan perhatian individual dari atasan dapat mempunyai pengaruh
positif terhadap motivasi seseorang bawahan.
6) Isu emosional
Hambatan emosional dapat membatasi penguasaan kompetensi. Takut
membuat kesalahan, menjadi malu, merasa tidak disukai atau tidak menjadi
bagian, semuanya cenderung membatasi motivasi dan inisiatif, perasaan
28
tentang kewenangan dapat mempengaruhi kemampuan komunikasi dan
menyelesaikan konflik dengan manajer. Orang mungkin mengalami kesulitas
mendengarkan orang lain apabila mereka tidak merasa didengar.
7) Kemampuan Intelektual
Komputensi tergantung pada pemikiran kognitif seperti pemikiran konseptual
dan pemikiran analisis. Tidak mungkin memperbaiki melalui setiap intervensi
yang diwujudkan suatu organisasi. Sudah tentu faktor seperti pengalaman
dapat meningkatkan kecakapan dalam kompetensi ini.
8) Budaya Organisasi
Budaya organsiasi Wibowo (2010 : 130-131) mempengaruhi kompetensi
sumber daya manusia dalam kegiatan sebagai berikut :
a) Praktik rekrutmen dan seleksi karyawan mempertimbangkan siapa di
antara pekerja yang dimasukkan dalam organisasi dan tingkat
keahliannya tentang kompetensi.
b) Sistem penghargaan mengomunikasikan pada pekerja bagaimana
organsiasi menghargai kompetensi.
c) Praktik pengambilan keputusan mempengaruhi kompotensi dalam
memberdayakan orang lain, inisiatif dan memotivasi orang lain.
d) Filosofi organisasi misi, visi dan nilai nilai berhubungan dengan semua
kompetensi.
e) Kebiasaan dan prosedur memberi informasi kepada pekerja tentang
berapa banyak kompetensi yang diharapkan.
29
f) Komitmen pada pelatihan dan pengembangan mengomunikasikan pada
pekerja tentang pentingnya kompetensi.
g) Proses organisasional yang mengembangkan pemimpin secara langsung
mempengaruhi kompetensi kepemimpinan.
2.1.2.5 Indikator Kompetensi
Beberapa Indikator Kompentesi menurut Gordon dalam Sutrisno, 2009,
hal. 223):
1) Pengetahuan (knowledge), yaitu kesadaran dalam bidang kognitif. Misalnya
seorang karyawan mengetahui cara melakukan identifikasi belajar, dan
bagaimana melakukan pembelajaran yang baik sesuai dengan kebutuhan yang
ada di perusahaan.
2) Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman kognitif, dan afektif yang
dimiliki oleh individu. Misalnya, seorang karyawan dalam melaksanakan
pembelajaran harus mempunyai pemahaman yang baik tentang karakteristik
dan kondisi kerja secara efektif dan efisien.
3) Nilai (value), adalah suatu standar perilaku yang telah diyakini dan secara
psikologis telah menyatu dalam diri seseorang. Misalnya, standar perilaku
para karyawan dalam melaksanakan tugas (kejujuran, keterbukaan,
demokratis, dan lain-lain).
4) Kemampuan (skill), adalah sesuatu yang dimiliki oleh individu untuk
melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepada karyawan.
Misalnya standar perilaku para karyawan dalam memilih metode kerja yang
dianggap lebih efektif dan efisien.
30
5) Sikap (attitude), yaitu perasaan (senang-tidak senang, suka-tidak suka) atau
reaksi terhadap suatu rangsangan yang datang dari luar. Misalnya reaksi
terhadap krisis ekonomi, perasaan terhadap kenaikan gaji.
6) Minat (interest), adalah kecenderungan seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan. Misalnya melakukan suatu aktivitas kerja.
2.1.4 Kompensasi
2.1.3.1 Pengertian Kompensasi
Pada umumnya balas jasa bagi setiap orang yang bekerja telah ditentukan
dan diketahui sebelumnya, sehingga karyawan secara pasti mengetahui
kompensasi yang diterimanya.Selanjutnya semakin banyak pula pemenuhan
kebutuhan yang dapat dipenuhi sehingga kepuasan kerja makin baik.Disinilah
letak pentingnya kompensasi bagi karyawan sebagai penjual tenaga kerja (fisik
dan pikiran).
Selanjutnya menurut Sastrohadiwiryo (2002 :181): Kompensasi adalah
imbalan jasa atau balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada para tenaga
kerja, karena tenaga kerja tersebut telah memberikan sumbangan tenaga atau
pikiran demi kemajuan perusahaan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dari pengertian di atas dapat diartikan bahwa kompensasi adalah sesuatu
imbalan yang diberikan atas jasa yang diberikan tenaga kerja demi peningkatan
dan kemajuan perusahaan.
Sedangkan Handoko (2000 :155) berpendapat bahwa: “Kompensasi adalah
segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja
mereka.”
31
Sesuatu yang diberikan perusahaan kepada para karyawannya atas jasa
yang diberikan untuk kemajuan perusahaan Besarnya kompensasi yang diberikan
mencerminkan status, pengalaman dan pemenuhan kebutuhan yang dinikmati oleh
karyawan dan keluarganya.
Kompensasi atau balas jasa dapat diperhitungkan sebagai upah uang/upah
nyata (riil) seperti menurut Flippo dalam Hasibuan (2005, hal 119) adalah sebagai
berikut: Harga untuk jasa-jasa yang telah diberikan oleh seseorang kepada orang
lain atau kata lain tiap pembayaran baik berupa uang maupun barang yang
diterima oleh karyawan sebagai balas jasa terhadap tenaga dan pikiran yang
disumbangkan kepada perusahaan.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan diatas dapat diketahui bahwa
hakekatnya pengertian kompensasi adalah sama yaitu sebagai imbalan/balas jasa
yang diberikan oleh seorang pemberi kerja kepada seseorang penerima kerja yang
dibayarkan dalam bentuk uang tunai dan aturan lainnya.
Program kompensasi/balas jasa ini umumnya bertujuan untuk kepentingan
perusahaan, karyawan dan pemerinyah/ masyarakat. Supaya tujuan ini tercapai
dan memberikan kepuasan bagi semua pihak, hendaknya program kompensasi
ditetapkan berdasarkan prinsip adil dan layak, Undang-Undang perburuhan, serta
memperhatikan internal dan eksternal konsistensi.
Pengertian kompensasi/balas jasa menurut definisi diatas menyebutkan
bahwa upah yang diterima oleh para karyawan/pekerja adalah merupakan suatu
penerimaan yang berfungsi sebagai jaminan kehidupan yang layak.Dari definisi
tersebut juga dijelaskan bahwa kompensasi dinilai dalam bentuk uang, serta
32
tambahan-tambahan lainnya jumlah serta pembayarannya dilakukan sesuai dengan
perjanjian kedua belah pihak.
Menurut Hasibuan (2005, hal 120) orang mau bekerja keras disebabkan
oleh beberapa hal sebagai berikut:
1) The desire for live, artinya keinginan untuk hidup merupakan keinginan
utama setiap orang. Manusia bekerja untuk dapat makan untuk dapat
melanjutkan kehidupannya.
2) The desire for possession, artinya keinginan untuk memiliki sesuatu
merupakan keingina manusia yang kedua dan ini salah satu sebab mengapa
manusia mau bekerja.
3) The desire for power, keinginan akan kekuasaan merupakan keinginan
selangkah diatas keinginan untuk memiliki, mendorong orang-orang untuk
mau bekerja.
4) The desire for recognation, keinginan akan pengakuan merupakan jenis
terakhir dari kebutuhan.
Bagi perusahaan upah/gaji yang teratur dan layak diberikan kepada
karyawan, berfungsi sebagai kelangsungan produksi yang dilakukan oleh sumber
daya manusia. Dalam hal ini penentuan besarnya kompensasi sangat penting agar
karyawan merasa puas dan perusahaan juga tidak dirugikan.
Kompensasi menurut Hasibuan (2005, hal 121-122) mempunyai tujuan
atau manfaat antara lain sebagai berikut:
1) Ikatan Kerja Sama
2) Kepuasan Kerja
3) Pengadaan Efektif
33
4) Motivasi
5) Stabilitas Karyawan
6) Disiplin
7) Pengaruh Serikat Buruh
8) Pengaruh Pemerintah
Berikut ini penjelasannya:
1) Ikatan Kerja Sama
Dengan pemberian kompensasi maka terjalinlah ikatan kerja sama formal
antara majikan dengan karyawan, dimana karyawan harus mengerjakan tugas-
tugasnya dengan baik, sedang pengusaha/majikan wajib membayarkan
kompensasi itu sesuai dengan perjanjian yang disepakati.
2) Kepuasan Kerja
Dengan balas jasa karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
fisik, status, sosial dari egoistiknya, sehingga ia memperoleh kepuasan kerja
dari jabatannya itu.
3) Pengadaan Efektif
Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, maka pengadaan karyawan
yang qualified untuk perusahaan itu akan lebih mudah.
4) Motivasi
Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi
bawahannya.
5) Stabilitas Karyawan
34
Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eskternal
konsistensi yang kompentatif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena
turnover relatif kecil.
6) Disiplin
Dengan pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan
semakin baik. Mereka akan menyadari serta mentaati peraturan-peraturan
yang berlaku.
7) Pengaruh Serikat Buruh
Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat
dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya.
8) Pengaruh Pemerintah
Jika program kompensasi itu sesuai dengan Undang-Undang perburuhan yang
berlaku (seperti batas upah minimum) maka intervensi pemerinyah dapat
dihindarkan.
2.1.3.2 Bentuk-Bentuk Kompensasi
Ada beberapa bentuk kompensasi yang biasa diberikan perusahaan kepada
para karyawan mereka, secara umum dapat berupa imbalan finansial (materil) dan
non finansial (inmateril).
Mathis dan Jackson (2001 :119) menyatakan “ada dua bentuk kompensasi
karyawan, yaitu bentuk langsung yang merupakan upah dan gaji, bentuk
kompensasi yang tidak langsung yang merupakan tunjangan karyawan”.
1) Kompensasi Langsung
35
Kompensasi langsung artinya pemberian imbalan dengan langsung
kepada para karyawan dalam bentuk upah dan gaji.Upah biasanya dibayar
berdasarkan hasil kerja perjam, perhari, atau persetengah hari.Sedangkan gaji
diberikan secara bulanan.
a. Gaji Pokok
Kompensasi dasar yang diterima oleh karyawan, biasanya sebagai gaji
atau upah, dsebut gaji pokok.
b. Gaji Variabel
Adalah kompensasi yang dkaitkan dengan kinerja individu, kelompok
maupun kinerja organisasi.Jenis yang paling umum dari gaji jenis ini
untuk karyawan adalah program pembayaran bonus dan insentif.
Menurut Mathis dan Jackson (2001 :173) : “Karyawan menerima
pembayaran kompensasi tambahan dalam bentuk bonus, yaitu pembayaran
secara satu kali yang tidak menjadi bagian dari gaji pokok karyawan.”
Sedangkan menurut Mangkunegara (2007 :89) adalah: Insentif adalah
suatu penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan oleh pihak pemimpin
organisasi kepada karyawan agar mereka bekerja dengan motivasi yang tinggi
dan berprestasi dalam mencapai tujuan organisasi.
2) Kompensasi Tidak Langsung
Kompensasi tidak langsung dapat diartikan sebagai bentuk
kesejahteraan karyawan yang diberikan oleh perusahaan. Menurut Hasibuan
(2005 :185) Kesejahteraan karyawan adalah balas jasa pelengkap (material
dan non materaial) yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan. Tujuannya
36
untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan
agar komitmen organisasi meningkat.
Sikula pada Hasibuan (2005 :186) menyatakan bahwa kompensasi
tidak langsung adalah balas jasa yang diterima pekerja dalam bentuk selain
upah atau gaji langsung seperti tunjangan.
Menurut Mathis dan Jackson (2001 :120) :Tunjanganadalah
imbalan tidak langsung seperti asuransi kesehatan, uang cuti, atau uang
pensiun, diberikan kepada karyawan atau sekelompok karyawan sebagai
bagian dari keanggotaannya di organisasi.
Tujuan kompensasi tidak langsung menurut Hasibuan (2005 :187)
antara lain sebagai berikut:
a. Untuk meningkatkan kesertiaan dan keterikatan karyawan kepada
perusahaan,
b. Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi karyawan
beserta keluarganya.
c. Memotivasi gairah kerja, disiplin, dan produktivitas kerja karyawan,
d. Menurunkan tingkat absensi dan turnover karyawan
e. Menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang baik serta nyaman.
f. Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.
g. Memelihara kesehatan dan meningkatkan kualitas karyawan.
h. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
i. Membantu pelaksanaan program pemerintah dalam meningkatkan
kualitas manusia Indonesia.
j. Mengurangi kecelakaan dan kerusakan peralatan perusahaan.
k. Meningkatkan status sosial karyawan beserta keluarganya.
37
Berdasarkan beberapa kutipan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa
kompensasi yang diberikana kepada karyawan pada umunya terdiri dari:
1) Kompensasi langsung berupa gaji pokok, bonus dan insentif.
2) Kompensasi tidak langsung berupa asuransi kesehatan, uang cuti, atau uang
pensiun.
Jenis-jenis kompensasi menurut Mangkunegara (2007 : 85-86) ada 2 (dua)
yaitu:
1)Upah dan Gaji
2) Benefit (keuntungan) dan pelayanan”
Berikut ini penjelasannya:
1) Upah dan Gaji
Upah adalah pembayaran berupa uang untuk pelayanan kerja atau
uang yang biasanya dibayarkan kepada karyawan secara per jam, per hari,
dan per setengah hari. Sedangkan gaji merupakan uang yang dibayarkan
kepada karyawan atas pelayanannya yang diberikan secara bulanan.
Di bawah ini dikemukakan prinsip upah dan gaji, yaitu tingkat
bayaran, struktur bayaran, menentukan bayaran secara individu, metode
pembayaran dan kontrol pembayaran.
a). Tingkat bayaran bisa diberikan tinggi, rata-rata atau rendah tergantung
pada kondisi perusahaan. Artinya, tingkat pembayaran tergantung pada
kemampuan perusahaan membayar jasa karyawannya.
b). Struktur Pembayaran.
38
Struktur pembayaran berhubungan dengan rata-rata bayaran,
tingkat pembayaran dan klasifikasi jabatan di perusahaan.
c). Penentuan Bayaran Individu
Penentuan bayaran individu perlu didasarkan pada rata-rata tingkat
bayaran, tingkat pendidikan, masa kerja, dan prestasi kerja karyawan.
d). Metode Pembayaran
Ada dua metode pembayaran, yaitu metode pembayaran yang
didasarkan pada waktu (per jam, per hari, per minggu, per bulan). Kedua
metode pembayaran yang didasarkan pada pembagian hasil.
e). Kontrol Pembayaran
Kontrol pembayaran merupakan pengendalian secara langsung dan
tak langsung dari biaya kerja.Pengendalian biaya merupakan faktor
utama dalam administrasi upah dan gaji.Tugas mengontrol pembayaran
adalah pertama, mengembangkan standar kompensasi dan meningkatkan
fungsinya.Kedua, mengukur hasil yang bertentangan dengan standar
yang tetap.Ketiga, meluruskan perubahan standar pembayaran upah.
2). Benefit (keuntungan) dan pelayanan
Benefit adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk karyawan
yang secara cepat dapat ditentukan. Sedangkan pelayanan adalah nilai
keuangan (moneter) langsung untuk karyawan yang tidak dapat secara mudah
ditentukan.
Program benefit bertujuan untuk memperkecil turnover,
meningkatkan modal kerja, dan meningkatkan keamanan. Adapun kriteria
39
program benefit adalah biaya, kemampuan membayar, kebutuhan, kekuatan
kerja, tanggung jawab sosial, reaksi kekuatan kerja dan relasi umum.
Sedangkan program pelayanan adalah laporan tahunan untuk karyawan,
adanya tim olah raga, kamar tamu karyawan, kafetaria karyawan, surat kabar
perusahaan, bantuan hukum, fasilitas ruang baca dan perpustakaan, tempat
parkir, tempat ibadah, ada program rekreasi atau darmawisata.
2.1.3.3 Kendala-Kendala dalam Penerapan Kompensasi
Sistem kompensasi haruslah didasarkan kepada serangkaian prinsip ilmiah
dan metode yang serasional mungkin. Dapat tidaknya suatu sistem diterapkan
tergantung pada berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya, seperti yang
dikemukakan oleh Hasibuan (2005 :127) yaitu:.
1) Penawaran dan permintaan tenaga kerja
2) Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan
3) Serikat buruh/Organisasi Karyawan
4) Produktivitas kerja karyawan
5) Pemerintah dengan Undang-Undang dan Keppresnya
6) Biaya hidup (cost of living)
7) Posisi Jabatan karyawan.
8) Pendidikan dan pengalaman karyawan
9) Kondisi perekonomian nasional
10) Jenis dan sifat pekerjaan.
Berikut ini penjelasannya:
1) Penawaran dan Permintaan Tenaga Kerja
40
Jika pencari kerja (penawaran) lebih banyak daripada lowongan
pekerjaan (Permintaan) maka kompensasi relatif kecil.Sebaliknya jika pencari
kerja lebih sedikit daripada lowongan pekerjaan maka kompensasi relatif
semakin besar.
2) Kemampuan dan Kesediaan Perusahaan
Bila kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar
semakin baik maka tingkat kompensasi akan semakin besar. Tetapi
sebaliknya jika kemampuan dan kesediaan perusahaan untuk membayar
kurang maka tingkat kompensasi relatif kecil.
3) Serikat Buruh/Organisasi Karyawan
Apabila serikat buruhnya kuat dan berpengaruh maka tingkat
kompensasi semakin besar.Sebaliknya jika serikat buruh tidak kuat dan
kurang berpengaruh maka tingkat kompensasi relatif kecil.
4) Produktivitas Kerja Karyawan
Jika produktivitas kerja karyawan baik dan banyak maka
kompensasi akan semakin besar. Sebaliknya kalau produktivitas kerja buruk
serta sedikit maka kompensasi kecil.
5) Pemerintah dengan Undang-undang dan Keppres
Pemerintah dengan undang-undang dan Keppres menetapkan batas
upah/balas jasa minimum.Penetapan pemerintah ini sangat penting supaya
pengusaha jangan sewenang-wenang menetapkan besarnya balas jasa bagi
karyawan, karena pemerintah berkewajiban untuk melindungi masyarakat
dari tindakan sewenang-wenang.
6) Biaya Hidup/Cost Of Living
41
Biaya hidup di daerah itu tinggi maka tingkat kompensasi/upah
sekain besar.Tetapi sebaliknya jika tingkat biaya hidup di daerah itu rendah,
maka tingkat kompensasi/upah semakin kecil. Seperti tingkat upah di Jakarta
lebih besar dari pada di Bandung, karena tingkat biaya hidup di Jakarta lebih
besar daripada di Bandung.
7) Posisi Jabatan Karyawan
Karyawan yang menjabat jabtan yang lebih tinggi maka tingkat
kompensasi/upah semakin besar. Sebaliknya pejabat yang menjabat jabatan
yang lebih rendah akan memperoleh gaji/kompensasi yang kecil. Hal ini
adalah wajar Karena seseorang yang mendapat kewenangan dan
tanggungbjawab yang besar harus mendapat gaji/kompensasi yang lebih besar
pula.
8) Pendidikan dan Pengalaman Kerja
Jika pendidikan lebih tinggi dan pengalaman kerja yang lebih lama
maka gaji/balas jasanya akan semakin besar, karena kecakapan serta
ketrampilannya lebih baik. Sebaliknya karywan yang berpendidikan rendah
dan pengalaman kerja yang kurang maka tingkat gaji/kompensasinya kecil.
9) Kondisi Perekonomian Nasional
Bila kondisi perekonomian nasional sedang maju (boom) maka
tingkat upah/kompensasi akan semakin besar, karena akan mendekati kondisi
full employment. Sebaliknya jika kondisi perekonomian kurang maju
(depresi) maka tingkat upah rendah, karena terdapat banyak pengangguran
(disqueshed unemployment).
10) Jenis dan Sifat Pekerjaan
42
Kalau jenis dan sifat pekerjaan itu mengerjakannya sulit/sukar dan
mempunyai resiko (finasial, keselamatannya) besar, maka tingkat upah/balas
jasanya semakin besar, karena meminta kecakapan serta ketelitian untuk
mengerjakannya. Tetapi jika jenis dan sifat pekerjaan itu mengerjakannya
mudah dan resikonya (finansial, kecelakaannya ) kecil, maka tingkat
upah/balas jasanya relatif rendah.
2.1.4 Intention to Leave
2.1.4.1 Definisi Intention to Leave
Intention to leave adalah minat untuk mengundurkan diri perrmanen
secara sukarela ataupun tidak dari suatu organisasi (Robbins, 2001). Tingkat
intention to leave yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan biaya rekrutmen,
seleksi, dan pelatihan. Tingkat intention to leaveyang tinggi juga mengganggu
jalannya efisiensi organisasi ketika seseorang yang berwawasan dan
berpengalaman mengundurkan diri dan pengganti harus segera ditemukan untuk
posisi tersebut. Yang sering terjadi adalah intention to leaveterjadi pada seseorang
yang dibutuhkan oleh organisasi. Jadi ketika intention to leave terjadi secara
berlebihan, atau melibatkan personil yang berkualitas, hal ini dapat menjadi faktor
yang menggangu dan menghambat efektifitas organisasi.
Ableson (dalam Faramita, 2013) mengartikan intention to leavebagai
keinginan seseorang untuk pindah dan mencari alternatif tempat pekerjaan yang
lain. Tindakan ini terdiri atas beberapa komponen diantaranya berupa adanya niat
untuk keluar, keinginan untuk mencari pekerjaan lain, mengevaluasi kemungkinan
untuk menemukan pekerjaan yang layak di tempat lain, dan adanya keinginan
untuk meninggalkan sebuah organisasi.
43
2.1.4.2 Indikasi Terjadinya Intention to leave
Menurut Harnoto (2002:2): “Intention to leave ditandai oleh berbagai hal
yang menyangkut perilaku karyawan, antara lain: absensi yang meningkat, mulai
malas kerja, naiknya keberanian untuk melanggar tata tertib kerja, keberanian
untuk menentang atau protes kepada atasan, maupun keseriusan untuk
menyelesaikan semua tanggung jawab karyawan yang sangat berbeda dari
biasanya.” Indikasi-indikasi tersebut bisa digunakan sebagai acuan untuk
memprediksikan Intention to leave karyawan dalam sebuah perusahaan.
1) Absensi yang meningkat. Karyawan yang berkinginan untuk melakukan
pindah kerja, biasanya ditandai dengan absensi yang semakin meningkat.
Tingkat tanggung jawab karyawan dalam fase ini sangat kurang dibandingkan
dengan sebelumnya.
2) Mulai malas bekerja. Karyawan yang berkinginan untuk melakukan pindah
kerja, akan lebih malas bekerja karena orientasi karyawan ini adalah bekerja di
tempat lainnya yang dipandang lebih mampu memenuhi semua keinginan
karyawan bersangkutan.
3) Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja. Berbagai pelanggaran
terhadap tata tertib dalam lingkungan pekerjaan sering dilakukan karyawan
yang berkeinginan untuk meninggalkan perusahaan. Karyawan lebih sering
meninggalkan tempat kerja ketika jam-jam kerja berlangsung, maupun
berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
4) Peningkatan protes terhadap atasan. Karyawan yang berkinginan untuk
melakukan pindah kerja, lebih sering melakukan protes terhadap kebijakan-
44
kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi protes yang ditekankan biasanya
berhubungan dengan balas jasa atau aturan lain yang tidak sependapat dengan
keinginan karyawan.
5) Perilaku positif yang sangat berbeda dari biasanya. Biasanya hal ini berlaku
untuk karyawan yang karakteristik positif. Karyawan ini mempunyai tanggung
jawab yang tinggi terhadap tugas yang dibebankan, dan jika perilaku positif
karyawan ini meningkat jauh dan berbeda dari biasanya justru menunjukkan
karyawan ini akan meninggalkan perusahaan.
2.1.4.3 Faktor –Faktor yang mempengaruhi Intention to Leave
Mor barak, Nissli, dan Levin (2001) menambahkan tiga kategori yang menjadi
turnover antecedent yaitu, faktor demografis (personal dan work-related),
profession perception (komitmen organisasi dan kepuasan kerja), dan
organizational condition(keadilan dalam memberikan kompensasi dan budaya
organisasi).
1. Faktor Demografis
Beberapa penelitian sebelumnya menemukan bahwa usia, tingkat
pendidikan, jenis kelamin, masa kerja, dan level jabatan menjadi prediktor
Intention to leave. Individu yang muda dan memiliki pendidikan yang
tinggi cenderung memiliki keinginan yang lebih besar untuk
meninggalkan pekerjannya. Hal ini sejalan dengan temuan Leontaridi dan
Ward (2002). Pekerja minoritas yang berbeda gender, etnik, jenis
kelamin, atau usia dengan lingkungan tempatnya bekerja memiliki
45
intention to leave yang lebih besar. Sedangkan individu yang memiliki
masa kerja lebih lama dan jabatan yang lebih tinggi cenderung untuk tetap
bertahan pada pekerjaannya. Mor barak, Nissli, dan Levin (2001)
menambahkan bahwa faktor demografis merupakan prediktor intention to
leave.
2. Professional Perception
Individu yang memiliki konflik nilai dengan organisasi tempatnya bekerja
akan cenderung untuk meninggalkan pekerjaanya. Sedangkan individu
yang memiliki kecocokan dengan nilai organisasi tempatnya bekerja
cenderung untuk tetap bertahan pada pekerjaannya. Komitmen organisasi
merupakan salah satu prediktor intention to leave. Mowday, Steers, dan
Porter (1979 dalam Mor barak, Nissli, & Levin, 2001) menjelaskan bahwa
individu yang memiliki komitmen terhadap oraganisasi, nilai organisasi,
dan belief yang sama dengan organisasi cenderung untuk tetap berada
pada organisasi tersebut. Semakin tinggi komitmen organisasi semakin
rendah intention to leave pada karyawan. Job satisfaction juga merupakan
prediktor yang konsisten terhadap intention to leave dimana semakin
tinggi job satisfaction seorang karyawan, semakin rendah intention to
leave yang dimiliki, dan sebaliknya. Miller (2007) dan Cabigao (2009)
juga menemukan hasil serupa bahwa terdapat hubungan negatif antara job
satisfaction dan intention to leave.
3. Kondisi Organisasi
46
Sebagian besar karyawan pada berbagai sektor organisasi cenderung
mengasosiasikan kondisi organisasi dengan job stress. Beberapa
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki
tingkat jobstress yang tinggi akan cenderung untuk meninggalkan
pekerjaanya. Jobstress sangat berkorelasi dengan turnover, role overload,
dan ketidakjelasan deskripsi kerja. Dukungan kerja dari karyawan lain
dan atasan dapat mereduksi tingkat jobstress pada karyawan. Leontaridi
dan Ward (2002) menambahkan bahwa job stress merupakan determinan
dari intention to leave pada pekerjaan. Hal ini lebih sering ditemukan
pada perempuan dari pada laki-laki Avey, Luthans, dan Jensen (2009)
memiliki hasil penelitian yang serupa, Yaitu job stress memiliki hubungan
positif yang signifikan dengan intention to leave. Semakin tinggi job
stress pada individu, semakin tinggi pula intention to leave pada individu.
American Psychological Association (2007, dalam Avey, Luthans, dan
Jensen 2009) mengidentifikasi bahwa pekerjaan yang menjadi sumber
utama stres adalah beban kerja yang berat, harapan kerja yang tidak
menentu, dan panjangnya jam kerja.
Mobley (1986) dalam Rodly (2012) menyatakan bahwa banyak faktor
yang menyebabkan karyawan berpindah dari tempat kerjanya namun faktor
determinan keinginan berpindah diantaranya adalah :
1) Kepuasan Kerja
Pada tingkat individual, kepuasan merupakan variabel psikologi yang
paling sering diteliti dalam suatu model intention to leave. Aspek kepuasan yang
47
ditemukan berhubungan dengan keinginan individu untuk meninggalkan
organisasi meliputi kepuasan akan upah dan promosi, kepuasan atas supervise
yang diterima, kepuasan dengan rekan kerja dan kepuasan akan pekerjaan dan isi
kerja.
2) Komitmen organisasi
Karena hubungan kepuasan kerja dan keinginan menginggalkan tempat
kerja hanya menerangkan sebagian kecil varian maka jelas model proses intention
to leave karyawan harus menggunakan variabel lain di luar kepuasan kerja sebagai
satu-satunya variabel penjelas. Perkembangan selanjutnya dalam studi intention to
leave memasukkan konstruk komitmen organisasional sebagai konsep yang turut
menjelaskan proses tersebut sebagai bentuk perilaku, komitmen organisasional
dapat dibedakan dari kepuasan kerja. Komitmen mengacu pada respon emosional
(affective) individu kepada keseluruhan organisasi, sedangkan kepuasan mengarah
pada respon emosional atas aspek khusus dari pekerjaan.
Menurut Griffet (1995) dalam Rodly (2012) bahwa Hampir semua model
intention to leave dikarenakan oleh tingkat kepuasan kerja dan komitmen
organisasi yang rendah, yaitu :
1) Kepuasan kerja adalah sikap yang paling berpengaruh terhadap intention to
leave. Hasil studi menunjukkan bahwa kepuasan kerja berkaitan erat dengan
proses kognisi menarik diri (pre withdrawal cognition), intensi untuk pergi
dan tindakan nyata berupa keputusan untuk keluar dari tempat kerja.
2) Komitmen organisasi adalah faktor yang paling berpengaruh terhadap
terjadinya intention to leave dibanding kepuasan kerja.
48
2.2 Penelitian Terdahulu
Dewi Andriani dan Engkos (2012) melakukan penelitian dengan judul
“Analisis Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Kerja terhadap Intention to Leave
pada PT Azda Jaya Perkasa Bogor. Hasil penelitian ini adalah motivasi kerja
merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap Intention to Leave. Oleh
karena itu hal utama yang mendorong karyawan untuk keluar dari perusahaan
adalah kurangnya motivasi kerja. Karyawan yang kurang puas kemungkinan besar
akan keluar dari organisasi. Faktor kedua yang mendorong karyawan keluar
adalah Kompensasi.
Sondang dan Laksmi (2012) melakukan penelitian dengan judul:
“Pengaruh Kompensasi dan Pengembangan Karir terhadap Intention to Leave
pada PT APL Indonesia”. Dari hasil analisis data, diperoleh Kompensasi dan
Pengembangan Karir secara bersama-sama berkontribusi secara positif dan
signifikan terhadap Intention to Leave Karyawan. Kompensasi secara parsial
berpengaruh terhadap Intention to Leave karyawan dan Pengembangan Karir
secara parsial berpengaruh terhadap Intention to Leave Karyawan.
Norita (2013) melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Kompensasi
dan Loyalitas Karyawan terhadap Intensi Turnover di PT. Eramart Group
Samarinda”. Terdapat pengaruh yang negatif yang menunjukkan adanya korelasi
yang berlawanan antara kompensasi terhadap intensi turnover karyawan di PT.
Eramart Samarinda dengan kategori kuat, artinya semakin tinggi kompensasi yang
49
diberikan perusahaan kepada karyawan, maka akan semakin rendah intensi
turnover karyawan PT. Eramart Samarinda.
Theodosia (2010) melakukan penelitian dengan judul: “Prospek
Pengembangan Karir Terhadap Intention to Leave Karyawan pada Industri
Perhotelan”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi Intention to Leave karyawan beberapa hotel di Indonesia adalah
prospek pengembangan karir.
Agus (2001) dalam jurnalnya yang berjudul: “Analisis Faktor-faktor yang
mempengaruhi Intention to Leave pada Staf Kantor Akuntan Publik”. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Intention to
Leave adalah komitmen organisasi, pengembangan karir dan konflik peran”.
Dyah Ayu (2011) dalam jurnalnya yang berjudul: “Memprediksikan
Intention to Leave Pada Karyawan Perusahaan Garmen : Pengaruh Praktek
Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Kepercayaan terhadap Organisasi”,
menyimpulkan bahwa level kepercayaan organisasi yang lebih tinggi akan dialami
hanya jika karyawan merasakan kemajuan karir dalam organisasi, dan hal tersebut
akan membuat mereka berkurang keinginannya untuk meninggalkan organisasi.
2.3 Kerangka Konseptual
Menurut Rivai (2008, 106) pengembangan karir dalam suatu perusahaan
berpengaruh pada Intention to Leave karyawan. Karyawan tidak mau selama
mereka bekerja hanya bertahan diposisi yang itu-itu saja, karyawan pasti ingin
menduduki posisi yang lebih tinggi seiring berjalannya waktu. Karyawan akan
bertahan di perusahaan yang memberikan kesempatan besardalam pengembangan
50
karir sedangkan tingkat keinginan berpindah akan meningkat jika kesempatan
pengembangan karir di suatu perusahaan rendah.
Untuk mendorong karyawan bersikap loyal kepada perusahaan,harus ada
timbal balik yang sesuai dari perusahaan, karyawan memberikan prestasi kerja
yang baik untuk kemajuan perusahaan, sedang kanperusahaan memberikan
kompensasi yang sesuai dengan kontribusi karyawannya. Hal ini senada dengan
pendapat Sutrisno (2009, 98) yang mengemukakan bahwa pemberianKompensasi
sangat penting bagi karyawan karena besar kecilnya kompensasi berpengaruh
pada niat karyawan untuk keluar dari suatu perusahaan.Semakin besar kompensasi
yang diterima, niat untuk berpindah pekerjaan ketempat lain akan berkurang
karena karyawan merasa dihargai dengan kebutuhannya yang dapat terpenuhi,
sebaliknya semakin rendah kompensasi yang diterima keinginan untuk berpindah
akan semakin tinggi sehingga kompensasi akan sangat berguna jika diberikan
sesuai denganpengorbanan yang karyawan berikan kepada perusahaan.
Menurut Zeffane (1994), terdapat beberapa faktor yang berpengaruh
terhadap terjadinya Intention to leave, diantaranya adalah faktor eksternal, yakni
pasar tenaga kerja; dan faktor institusi (internal), yakni kondisi ruang kerja, upah,
kompetensi atau keterampilan kerja, dan supervisi, karakteristik personal dari
karyawan seperti intelegensi, sikap, masa lalu, jenis kelamin, minat, umur dan
lama bekerja serta reaksi individu terhadap pekerjaannya. Menurut Mowday
dalam (Triaryati, 2002), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi Intention to
leave, antara lain job attitude, personality, boidemographic, economic factors,
personal factors, job characteristics, rewards system, supervisiory.
51
Definisi di atas dapat diketahui bahwa sistem pengembangan karir,
kompensasi dan kompentensi akan mempengaruhi Intention to leave karyawan.
Berdasarkan teori pendukung di atas maka, kerangka konseptual pada penelitian
ini dapat di gambarkan sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
2.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang sudah
diuraikan peneliti sebelumnya, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut: sistem pengembangan karir, kompetensi dan kompensasi
mempunyai pengaruh dan signifikan terhadap Intention to Leave karyawan Pada
PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) Medan.
Sistem Pengembangan Karir (X1)
Kompetensi (X2)
Kompensasi (X3)
Intention to Leave (Y)