Post on 10-Mar-2019
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dana Perimbangan
2.1.1. Pengertian Dana Perimbangan
Dana Perimbangan merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari
APBN untuk mendukung pelaksanaan kewenangan pemerintah daerah dalam
mencapai tujuan pemberian otonomi kepada daerah, yaitu terutama peningkatan
pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik (Widjaja, 2002).
Menurut Elmi (2002), secara umum tujuan pemerintah pusat melakukan
transfer dana kepada pemerintah daerah adalah:
1. Sebagai tindakan nyata untuk mengurangi ketimpangan pembagian
"kue nasional", baik vertikal maupun horisontal.
2. Suatu upaya untuk meningkatkan efisiensi pengeluaran pemerintah
dengan menyerahkan sebagian kewenangan dibidang pengelolaan
keuangan negara dan agar manfaat yang dihasilkan dapat dinikmati
oleh rakyat di daerah yang bersangkutan.
Namun selama ini sumber dana pembangunan daerah di Indonesia
mencerminkan ketergantungan terhadap sumbangan dan bantuan dari pemerintah
pusat (Sumiyarti dan Imamy, 2005). Sejalan dengan itu, Elmi (2002) juga
menyatakan bahwa ketidakseimbangan fiskal (fiscal inbalance) yang terjadi antara
pemerintah pusat dan daerah selama ini telah menyebabkan ketergantungan keuangan
Universitas Sumatera Utara
pemerintah daerah kepada bantuan dari pemerintah pusat yang mencapai lebih dari 70
persen kecuali Propinsi DKI Jakarta.
Padahal sebenarnya bantuan dana dari pemerintah pusat tersebut hanyalah
untuk rangsangan bagi daerah agar lebih meningkatkan sumber penerimaan
pendapatan asli daerahnya, yang merupakan bagian penting dari sumber penerimaan
daerah, bukan menjadikannya sebagai prioritas utama dalam penerimaan daerah.
2.1.2. Pembagian Dana Perimbangan
1. Bagian Daerah, yaitu Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak (SDA)
Sumber-sumber penerimaan perpajakan yang dibagihasilkan meliputi Pajak
Penghasilan (PPh) pasal 21 dan pasal 25/29 orang pribadi, Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB), serta Bagian Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Sementara
itu, sumber-sumber penerimaan SDA yang dibagihasilkan adalah minyak bumi, gas
alam, pertambangan umum, kehutanan, dan perikanan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 115 Tahun 2000, bagian daerah
dari PPh, baik PPh pasal 21 maupun PPh pasal 25/29 orang pribadi, ditetapkan
masing-masing sebesar 20 persen dari penerimaannya. Dua puluh persen bagian
daerah tersebut terdiri dari 8 persen bagian Propinsi dan 12 persen bagian
Kabupaten/Kota. Pengalokasian bagian penerimaan pemerintah daerah kepada
masing-masing daerah Kabupaten/Kota diatur berdasarkan usulan gubernur dengan
mempertimbangkan faktor-faktor seperti jumlah penduduk, luas wilayah, serta faktor
lainnya yang relevan dalam rangka pemerataan.
Universitas Sumatera Utara
Sementara itu, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2000,
bagian daerah dari PBB ditetapkan 90 persen, sedangkan sisanya sebesar 10 persen
yang merupakan bagian pemerintah pusat, juga seluruhnya sudah dikembalikan
kepada daerah. Dari bagian daerah sebesar 90 persen tersebut, 10 persennya
merupakan upah pungut, yang sebagian merupakan bagian pemerintah pusat.
Sementara itu, bagian daerah dari penerimaan BPHTB berdasarkan UU No. 33 Tahun
2004 ditetapkan sebesar 80 persen, sedangkan sisanya 20 persen merupakan bagian
pemerintah pusat. Dalam UU tersebut juga diatur mengenai besarnya bagian daerah
dari penerimaan SDA minyak bumi dan gas alam (migas), yang masing-masing
ditetapkan 15 persen dan 30 persen. Sementara itu, penerimaan SDA pertambangan
umum, kehutanan, dan perikanan, ditetapkan masing-masing sebesar 80 persen.
2. Dana Alokasi Umum (DAU)
Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah, yang dimaksud dengan dana alokasi umum yaitu dana
yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan
keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.
Pada Pasal 7 UU No. 33 Tahun 2004, besarnya DAU ditetapkan sekurang-
kurangnya 25 persen dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN.
DAU untuk daerah Propinsi dan untuk daerah kabupaten/kota ditetapkan masing-
masing 10 persen dan 90 persen dari DAU.
Universitas Sumatera Utara
3. Dana Alokasi Khusus (DAK)
Pengertian dana alokasi khusus menurut UU No. 33 Tahun 2004 adalah dana
yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu
membiayai kebutuhan khusus, termasuklah yang berasal dari dana reboisasi.
Kebutuhan khusus yang dimaksud yaitu:
1. Kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus
alokasi umum, dan/atau
2. Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Penerimaan negara yang berasal dari dana reboisasi sebesar 40 persen disediakan
kepada daerah penghasil sebagai DAK.
2.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan asli daerah adalah penerimaan daerah dari berbagai usaha
pemerintah daerah untuk mengumpulkan dana guna keperluan daerah yang
bersangkutan dalam membiayai kegiatan rutin maupun pembangunannya, yang terdiri
atas pajak daerah, retribusi daerah, bagian laba usaha milik daerah, dan lain-lain
penerimaan asli daerah yang sah (NN, 2003). Pendapatan asli daerah diartikan
sebagai pendapatan daerah yang tergantung keadaan perekonomian pada umumnya
dan potensi dari sumber-sumber pendapatan asli daerah itu sendiri. Sutrisno (1984:
200).
Universitas Sumatera Utara
Pendapatan asli daerah adalah suatu pendapatan yang menunjukkan
kemampuan suatu daerah untuk menghimpun sumber-sumber dana untuk membiayai
kegiatan daerah. Jadi pengertian pendapatan asli daerah dapat dikatakan sebagai
pendapatan rutin dari usaha-usaha pemerintah daerah dalam memanfaatkan potensi-
potensi sumber-sumber keuangan untuk membiayai tugas-tugas dan
tanggungjawabnya. Menurut pasal 6 Undang-undang No. 32 tahun 2004 pendapatan
asli daerah berasal dari :
1. Hasil pajak daerah
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan
4. Penerimaan dari dinas dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pasal 6 Undang-undang tahun 2004 tentang pendapatan asli daerah tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pajak Daerah
Pajak merupakan iuran yang dapat dipaksakan kepada wajib pajak oleh
pemerintah dengan balas jasa yang tidak langsung dapat ditunjuk. Pada pokoknya
pajak memiliki dua peranan utama yaitu sebagai sumber penerimaan negara (fungsi
budget) dan sebagai alat untuk mengatur (fungsi regulator) (Suparmoko, 2002).
Mardiasmo (1997) mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut daerah
berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan
pembiayaan rumah tangga daerah tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Undang-undang No. 34 tahun 2000 pajak daerah yang selanjutnya
disebut pajak yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala
daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Terdapat banyak batasan tentang pajak yang dikemukakan para ahli, tetapi
pada dasarnya isinya hampir sama yaitu pajak adalah pembayaran iuran oleh rakyat
kepada pemerintah yang dapat dipaksakan dengan tanpa imbalan jasa yang secara
langsung dapat ditunjuk (Suparmoko, 1997). Dari batasan atau definisi diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur pajak adalah :
1. Iuran masyarakat kepada negara
2. Berdasarkan undang-undang
3. Tanpa balas jasa secara langsung
4. Untuk membiayai pengeluaran pemerintah
Berdasarkan kewenangan memungutnya pajak digolongkan menjadi dua yaitu
pajak negara dan pajak daerah. Pengertian pajak daerah adalah sama dengan pajak
negara, perbedaannya terletak pada :
a. Pajak negara ditetapkan dan dikelola oleh pemerintah pusat (dalam hal ini
Direktorat Jendral Pajak)
b. Pajak daerah adalah pajak yang ditetapkan dengan peraturan daerah atau pajak
negara yang pengelolaan dan penggunaannya diserahkan kepada daerah
(Sutrisno, 1984).
Universitas Sumatera Utara
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak daerah adalah pajak
negara yang diserahkan kepada daerah untuk dipungut berdasarkan peraturan
perundangan yang dipergunakan untuk membiayai pengeluaran daerah sebagai badan
hukum publik.
2. Retribusi Daerah
Retribusi daerah adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah pusat
karena seseorang atau badan hukum menggunakan jasa dan barang pemerintah yang
langsung dapat ditunjuk (Sutrisno, 1984). Peraturan pemerintah No. 66 tahun 2002
tentang retribusi daerah pasal satu menyebutkan bahwa retribusi adalah pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus
disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada
dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Menurut Undang-undang No. 34
tahun 2000 retribusi daerah yang selanjutnya disebut retribusi yaitu pungutan daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus disediakan dan
atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan.
Pada dasarnya retribusi adalah pajak, tetapi merupakan jenis pajak khusus,
karena ciri-ciri dan atau syarat-syarat tertentu masih dapat dipenuhi (Sutrisno, 1984).
Syarat-syarat tertentu tersebut antara lain : berdasarkan undang-undang atau peraturan
yang sederajat harus disetor ke kas negara atau daerah dan tidak dapat dipaksakan.
Batasan pengertian retribusi ini sendiri merupakan pungutan yang dilakukan
pemerintah karena seseorang dan atau badan hukum menggunakan barang dan jasa
Universitas Sumatera Utara
pemerintah yang langsung dapat ditunjuk. Dari definisi di atas terlihat bahwa ciri-ciri
mendasar dari retribusi daerah adalah :
a. Retribusi dipungut oleh daerah
b. Dalam pungutan retribusi terdapat prestasi yang diberikan daerah yang
langsung dapat di tunjuk
c. Retribusi dikenakan kepada siapa saja yang memanfaatkan barang atau jasa
yang disediakan oleh daerah
Lapangan retribusi daerah adalah seluruh lapangan pungutan yang diadakan
untuk keperluan keuangan daerah sebagai pengganti jasa yang diberikan oleh daerah.
3. Bagian Laba Perusahaan Daerah
Perusahaan daerah merupakan salah satu komponen yang diharapkan dalam
memberikan kontribusinya bagi pendapatan daerah, tapi sifat utama dari perusahaan
daerah bukanlah berorientasi pada keuntungan, akan tetapi justru dalam memberikan
jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum, atau dengan perkataan lain
perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya
yaitu fungsi ekonomi (Kaho, 1998). Pemerintah daerah mendirikan perusahaan
daerah atas dasar berbagai pertimbangan : menjalankan ideologi yang dianutnya
bahwa sarana produksi milik masyarakat; untuk melindungi konsumen dalam hal ada
monopoli alami, seperti angkutan umum atau telepon; dalam rangka mengambil alih
perusahaan asing; untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan
ekonomi daerah; dianggap cara yang “efisien” unutk menyediakan layanan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, dan/atau menebus biaya, serta untuk menghasilkan penerimaan untuk
pemerintah daerah (Devas, 1989).
Sumber pendapatan asli daerah yang ketiga yaitu adalah laba dari perusahaan
daerah. Karena berbentuk perusahaan maka prinsip pengelolaannya berdasarkan atas
asas-asas ekonomi perusahaan. Dengan demikian perusahaan harus mencari
keuntungan dan selanjutnya sebagian dari keuntungan tersebut diserahkan ke kas
daerah. Fungsi pokok dari perusahaan daerah adalah :
1. Sebagai dinamisator perekonomian daerah, yang berarti perusahaan daerah
harus mampu memberikan rangsangan bagi berkembangnya perekonomian
daerah.
2. Sebagai penghasil pendapatan daerah yang berarti harus mampu memberikan
manfaat ekonomis sehingga terjadi keuntungan yang dapat diserahkan ke kas
daerah.
Berdasarkan uraian di atas, maka perusahaan daerah merupakan salah satu
komponen yang diharapkan mampu memberikan kontribusinya bagi pendapatan
daerah. Sifat utama perusahaan daerah berorientasi pada keuntungan, dapat
memberikan jasa dan menyelenggarakan kemanfaatan umum atau dengan kata lain
perusahaan daerah menjalankan fungsi ganda yang harus terjamin keseimbangannya
yaitu fungsi sosial dan fungsi ekonomi. Artinya pemenuhan fungsi sosial perusahaan
daerah dapat berjalan seiring dengan pemenuhan fungsi ekonomi sebagai badan
hukum yang bertujuan mendapatkan laba. Sedangkan lapangan hasil perusahaan
Universitas Sumatera Utara
daerah adalah sebagian dari perusahaan daerah yang bergerak di bidang produksi jasa
dan perdagangan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
4. Penerimaan Dinas-dinas dan Pendapatan Lain-lain yang disahkan
Penerimaan dinas-dinas merupakan penerimaan yang berasal dari usaha dinas-
dinas daerah yang bersangkutan yang bukan merupakan penerimaan pajak, retribusi
ataupun laba perusahaan daerah. Fungsi pokok dari penerimaan dinas-dinas daerah
(kecuali dinas pendapatan daerah) pada umumnya adalah bukan mencari pendapatan
daerah, tetapi melaksanakan sebagian urusan pemerintah daerah yang bersifat
pembinaan atau bimbingan kepada masyarakat. Penerimaan lain-lain, di lain pihak
adalah penerimaan pemerintah daerah di luar penerimaan-penerimaan dinas, pajak,
retribusi dan bagian laba perusahaan daerah. Penerimaan ini antara lain berasal dari
sewa rumah dinas milik daerah, hasil penjualan barang-barang (bekas) milik daerah,
penerimaan sewa kios milik daerah dan penerimaan uang langganan majalah daerah
(Hirawan, 1987).
Fungsi utama dari dinas-dinas daerah adalah memberikan pelayanan umum
kepada masyarakat tanpa terlalu memperhitungkan untung dan ruginya, tetapi dalam
batas-batas tertentu dapat didayagunakan untuk bertindak sebagai organisasi ekonomi
yang memberikan pelayanan dengan imbalan jasa.
Penerimaan lain-lain membuka kemungkinan bagi pemerintah daerah untuk
melakukan berbagai kegiatan yang menghasilkan baik yang berupa materi dalam hal
kegiatan bersifat bisnis, maupun non materi dalam hal kegiatan tersebut untuk
Universitas Sumatera Utara
menyediakan, melapangkan atau memantapkan suatu kebijakan pemerintah daerah
dalam suatu bidang tertentu.
Jadi di satu pihak dapat menghimpun dana sebagai salah satu sumber
penerimaan daerah dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, di lain pihak lebih mengarah kepada publik service dan
bersifat penyuluhan yaitu tidak mengambil keuntungan, melainkan hanya sekedar
untuk menutup resiko biaya administrasi yang dikeluarkan.
2.3. Jumlah Penduduk
Penduduk merupakan bagian penting dalam kegiatan ekonomi dan dalam
usaha untuk membangun suatu perekonomian. Karena penduduk sebagai Sumber
Daya Manusia dapat menyediakan tenaga kerja atau tenaga ahli dalam menciptakan
kegiatan perekonomian.
Salah satu masalah besar dalam pembangunan ekonomi di LDCs (Less
Development Countries) adalah gejala pertumbuhan penduduk yang tinggi (Hakim,
2004). Pertambahan penduduk yang sangat cepat nampaknya makin menambah
kerumitan dalam usaha-usaha pembangunan di negara-negara yang sedang
berkembang. Karena disatu pihak perkembangan penduduk yang cepat akan
menambah jumlah tenaga kerja yang sama cepatnya, dilain pihak negara-negara yang
sedang berkembang mempunyai kemampuan yang sangat terbatas untuk menciptakan
kesempatan kerja baru. Akibatnya timbul lah pengangguran yang sangat serius baik
di kota maupun di desa dan masalah urbanisasi (Suryana, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang juga memiliki
problematika yang sama, yaitu memiliki jumlah penduduk yang besar yang tersebar
disetiap daerahnya. Sedangkan lapangan usaha masih sangat terbatas yang
menimbulkan tingginya tingkat pengangguran. Selain itu, masalah pendidikan juga
belum teratasi. Tidak semua penduduk di masing-masing daerah di Indonesia
mendapatkan kesempatan pendidikan yang baik dikarenakan kurangnya biaya.
Sehingga masih banyak terdapat penduduk dengan kualitas yang rendah. Sebagai
akibatnya adalah dapat menghambat kegiatan pembangunan yang pada akhirnya
dapat menurunkan tingkat pertumbuhan ekonomi.
Seperti studi yang dilakukan oleh Siregar (2007), bahwa kurangnya kualitas
pertumbuhan ekonomi di Indonesia diindikasikan oleh laju pengangguran yang masih
relatif tinggi dan sulit/lambat penurunannya (persistent), dan juga oleh angka
kemiskinan (terutama kemiskinan di kawasan pedesaan) yang juga relatif persistent.
2.4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB merupakan penjumlahan dari semua harga dan jasa akhir atau semua
nilai tambah yang dihasilkan oleh daerah dalam periode waktu tertentu (1 tahun).
Untuk menghitung nilai seluruh produksi yang dihasilkan suatu perekonomian dalam
suatu tahun tertentu dapat digunakan 3 cara penghitungan. Ketiga cara tersebut adalah
:
Universitas Sumatera Utara
1. Cara Pengeluaran.
Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlah pengeluaran
ke atas barang-barang dan jasa yang diproduksikan dalam negara tersebut.
Menurut cara ini pendapatan nasional adalah jumlah nilai pengeluaran rumah
tangga konsumsi, rumah tangga produksi dan pengeluaran pemerintah serta
pendapatan ekspor dikurangi dengan pengeluaran untuk barang-barang impor.
2. Cara Produksi atau cara produk netto.
Dengan cara ini pendapatan nasional dihitung dengan menjumlahkan nilai
produksi barang atau jasa yang diwujudkan oleh berbagai sektor (lapangan
usaha) dalam perekonomian. Dalam menghitung pendapatan nasional dengan
cara produksi yang dijumlahkan hanyalah nilai produksi tambahan atau value
added yang diciptakan.
3. Cara Pendapatan.
Dalam penghitungan ini pendapatan nasional diperoleh dengan cara
menjumlahkan pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang
digunakan untuk mewujudkan pendapatan nasional. (Sukirno, 1994).
Adapun manfaat penghitungan nilai PDRB adalah :
1. Mengetahui dan menelaah struktur atau susunan perekonomian. Dari
perhitungan PDRB dapat diketahui apakah suatu daerah termasuk daerah
industri, pertanian atau jasa dan berapakah besar sumbangan masing-masing
sektornya.
Universitas Sumatera Utara
2. Membandingkan perekonomian dari waktu ke waktu. Oleh karena nilai PDRB
dicatat tiap tahun, maka akan di dapat catatan angka dari tahun ke tahun.
Dengan demikian diharapkan dapat diperoleh keterangan kenaikan atau
penurunan apaka ada perubahan atau pengurangan kemakmuran material atau
tidak.
2.5. Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila
pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa,
pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Dalam teori makro mengenai
perkembangan pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat
digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu :
1 Teori Rostow dan Musgrev
Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang
menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap
pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah dan
tahap lanjut. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, presentase investasi
pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus
menyediakan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi
pemerintah tetap diperlukan untuk meingkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat
tinggal landas. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut,Rostow mengatakan
Universitas Sumatera Utara
bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan
prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas social seperti halnya,
program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan
sebagainya.
Dalam model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pe-
merintah yang dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave bahwa pada tahap awal
perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah terhadap total investasi
sangat besar. Hal ini disebabkan oleh karena pada tahap ini pemerintah harus
menyediakan prasarana. Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah
oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan
kegagalan pasar.
2. Teori Wagner
Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran
pemerintah yang semakin besar dalam pendapatan per kapita meningkat, secara
relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Dengan bertumbuhnya
perekonomian, peranan pemerintah menjadi semakin besar karena pemerintah
harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat. Wagner menerangkan
mengapa peran pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan
karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat,
hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori
organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap
pemrintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota
masyarakat lainnya. Formulasi hukum Wagner ialah sebagai berikut :
n
nkkk
PPKPPP
PPKPPP
PPKPPP
<<< ...2
2
1
1 ................................................................ (1)
Dimana :
Pk
PPK = Pendapatan per kapita, yaitu GDP atau jumlah penduduk
PP = Pengeluaran pemerintah per kapita
1, 2, ..., n = Jangka waktu (tahun)
3. Teori Peacock dan Wiseman
Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah
senantiasa berusaha memperbesar pengeluaran, sedangkan masyarakat tidak suka
membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah
yang semakin besar tersebut. Peacock dan Wiseman menyebutkan bahwa
perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin
meningkat walaupun tarif pajak tidak berobah, dan meningkatnya penerimaan
pajak menyebabkan pengeluaran pemrintah semakin meningkat pula.
Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan
penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran
pemerintah menjadi semakin besar. Peacock dan Wiseman menjelaskan bahwa
Universitas Sumatera Utara
perkembangan pengeluaran pemerintah tidak berbentuk garis tetapi berbentuk
seperti tangga seperti ditunjukkan oleh gambar di bawah ini:
Pengeluaran
Pemerintah
Wagner, Solow, Musgrev
Peacook – Wiseman
0 Tahun
Gambar 2.1. Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Dari ketiga teori diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengeluaran
pemerintah akan memberikan pengaruh yang positif terhadap pendapatn daerah
Universitas Sumatera Utara
tersebut. Dengan kata lain, peningkatan pengeluaran pemerintah akan ikut
meningkatkan pendapatan asli daerah itu sendiri.
2.6. Penelitian Terdahulu
1. Jan Waner Saragih (2006), menganalisis pengaruh keuangan daerah terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun. Dengan teknik analisis
menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) mengemukakan bahwa
variabel PAD, DBH dan DAU berpengaruh signifikan terhadap PDRB Kabupaten
Simalungun.
2. Hidayat dkk (2007), menganalisis penelitian yang berjudul Analysis Of Financial
Performance Of Newly Created Regencies/Cities In North Sumatera, yang
bertujuan untuk menganalisis kinerja keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara hasil pemekaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagaian besar
Kabupaten/kota hasil pemekaran memiliki ketergantungan yang bersar terhadap
dana perimbangan khususnya DAU dan DAK.
3. Lia Nazliana Nasution (2008), menganalisis pengaruh dana perimbangan dan PAD
terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten/Kota Sumatera Utara di era otonomi
daerah. Dengan teknik analisis menggunakan metode data panel mengemukakan
bahwa variabel dana perimbangan berpengaruh positif tetapi tidak signifikan
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sedangkan variabel PAD dan jumlah
penduduk berpengaruh positif dan signifikan mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi Kabupaten/Kota Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
4. Marjudin (2011), menganalisis kemampuan keuangan daerah terhadap
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simelue dalam rangka otonomi khusus Propinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Kemampuan keuangan daerah Kabupaten Simelue
masuk kategori sangat kurang, dimana penerapan otonomi khusus telah
meningkatkan kemampuan keuangan daerah untuk mendorong pertumbuhan
daerah Kabupaten Simelue.
2.7 Kerangka Konseptual
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan sumber
pembiayaan berbagai kegiatan Pemerintah Daerah untuk dapat tumbuh dan
berkembang. Dimana pembiayaan tersebut diperoleh dari berbagai penerimaan daerah
baik yang diperoleh dari daerah itu sendiri maupun bantuan dari pemerintah pusat.
Sedangkan berbagai sumber penerimaan tersebut akan digunakan untuk pembiayaan
berbagai kegiatan pemerintah daerah baik yang bersifat langsung maupun tidak
langsung.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian singkat diatas, dapat digambarkan kerangka konseptual
dari penelitian ini sebagai berikut :
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Analisis Pengaruh Pengeluaran dan Jumlah
Penduduk Terhadap PDRB Propinsi Aceh
2.8 Hipotesis Penelitian
3. Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH) Pajak dan Sumber
Daya Alam serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap
Pengeluaran Daerah Propinsi Aceh, ceteris paribus.
4. Pengeluaran Daerah dan Jumlah Penduduk berpengaruh positif terhadap
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Aceh, ceteris paribus.
D A U
DBH Pajak
DBH SDA
PAD
Jumlah Penduduk
Pengeluaran Daerah
P D R B
Universitas Sumatera Utara