Post on 06-Feb-2018
10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka Motivasi Diri
Dibawah ini akan diuraikan mengenai teori motivasi yang
digunakan yaitu:
2.1.1 Pengertian Motivasi Diri
Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa Latin yaitu
Movere, yang berarti “menggerakkan” (to move). Motivasi adalah
karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi pada
tingkat komitmen seseorang.
Motivasi menurut Mc.Clelland (dalam Suarli, 2002) adalah
sesuatu yang menjadi dorongan seseorang untuk memenuhi tujuan
dan kebutuhannya. Menurut Mc.Clelland (dalam Suarli, 2002) ada
tiga hal yang melatar belakangi motivasi seseorang yaitu The Need
for Achievement atau Kebutuhan akan Prestasi/Pencapaian, The
Need for Authority and Power atau Kebutuhan akan Kekuasaan,
dan The Need for Affiliation atau Kebutuhan akan Afiliasi atau
Keanggotaan. Menurut Gray (dalam Winardi, 2007) motivasi
merupakan hasil dari sejumlah proses yang bersifat internal atau
eksternal bagi seorang individu yang menyebabkan timbulnya sikap
antusias dan persistensi dalam melaksanakan kegiatan tertentu.
Menurut Stoner dan Freeman (dalam Suarli, 2002), motivasi
adalah karakteristik psikologis manusia yang memberi kontribusi
11
pada tingkat komitmen seseorang, hal ini termasuk faktor-faktor
yang menyebabkan, menyalurkan, dan mempertahankan tingkah
laku manusia dalam arah tekad tertentu. Menurut Ngalim Purwanto
(dalam Suarli, 2002) motivasi adalah segala sesuatu yang
mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Menurut Sortell dan Kaluzny (dalam Suarli, 2002) motivasi
adalah perasaan atau pikiran yang mendorong seseorang
melakukan atau menjalankan kekuasaan terutama dalam
berperilaku. Menurut Gibson et al. (2005,hal 94), motivasi adalah
konsep yang menguraikan tentang kekuatan-kekuatan yang ada
dalam diri karyawan yang memulai dan mengarahkan perilaku.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah sesuatu yang menjadi dorongan seseorang untuk memenuhi
tujuan dan kebutuhannya dan menggerakkan orang agar mau
bekerja dengan semangat dan mau menunjukkan kemampuan
yang dimiliki untuk mencapai tujuan sesuai dengan peran fungsi
untuk keberhasilan suatu organisasi.
2.1.2 Tujuan Peningkatan Motivasi
Menurut Siagian (2004), tujuan atau perlunya peningkatan
motivasi antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan
2. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan
12
3. Mempertahankan kestabilan karyawan
4. Meningkatkan kedisiplinan karyawan
5. Mengaktifkan pengadaan karyawan
6. Menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas, dan partisipasi karyawan
8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-
tugasnya.
Gibson et al. (1997) mengatakan bahwa tujuan peningkatan
motivasi yang terpenting adalah untuk meningkatkan dan
mengarahkan perilaku seseorang untuk tetap mempertahakankan
penampilan kerja yang berdampak pada prestasi kerja yang dimiliki.
2.1.3 Teori Motivasi dari Mc.Clelland
David C. Mc. Clelland (dalam Suarli, 2002) mengidentifikasi
tiga jenis kebutuhan dasar yaitu kebutuhan untuk berkuasa,
kebutuhan berafiliasi, dan kebutuhan untuk berprestasi. Kebutuhan
dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Kebutuhan untuk berkuasa
Motif berkuasa adalah motif yang dapat mendorong
seseorang untuk menguasai dan mengendalikan serta
mendominasi orang lain. Orang ini mempunyai ciri-ciri seperti
senang mempengaruhi dengan mengendalikan orang lain,
13
berusaha mencapai kedudukan puncak dan kepemimpinan, senang
kegiatan yang keras dan dinamis yang memerlukan banyak tenaga
dan pikiran, penuh gaya dan semangat, senang membantu orang
suka bicara dan mengajar.
2) Kebutuhan untuk berprestasi
Motif berprestasi adalah motif yang mendorong seseorang
untuk mengejar dan merncapai tujuan atau hasil yang lebih baik.
Orang ini mempunyai ciri-ciri seperti suka berprestasi dan
keberhasilan, senang tantangan dan berkompetensi dengan orang
lain dan dirinya sendiri, inofatif dan kreatif, senang meningkatkan
karir yang lebih baik untuk yang akan datang, realitas terhadap
resiko keberhasilan dan kegagalan, senang tanggung jawab.
3) Kebutuhan Berafiliasi
Motif berafiliasi adalah motif yang mendorong seseorang
untuk mengadakan hubungan manusiawi yang erat dengan orang
lain dan saling menyenangkan. Orang ini mempunyai ciri-ciri seperti
senang memelihara hubungan yang erat dan akrab serta kasih
sayang, emosional, mudah sedih dan gembira, senang kegiatan
yang bersifat karya bersama, senang kebersamaan dan
persahabatan.
Karakteristik dan sikap motivasi menurut Mc. Clelland
(dalam Gibson dkk, 1997) terdiri dari empat aspek yaitu:
14
1. Kreatif
Seseorang yang kreatif adalah seseorang yang berusaha
melakukan sesuatu dengan cara-cara yang baru, mempunyai ide
atau gagasan-gagasan baru dalam pekerjaannya, serta mampu
melakukan pekerjaan dengan cara yang kreatif dan inovatif. Mereka
yang mempunyai kebutuhan berprestasi yang tinggi lebih suka
menetapkan sendiri tujuan prestasinya.
2. Menerima saran dan masukan
Orang yang mempunyai kebutuhan berprestasi yang tinggi
lebih menyukai balikan (feedback) yang cepat dan efisien mengenai
prestasi mereka. Memiliki rekan sekerja yang dapat memotivasi dan
memberikan dukungan dalam evaluasi pekerjaan yang mereka
lakukan.
3. Berani menanggung resiko
Orang yang mempunyai kebutuhan berprestasi lebih tinggi
biasanya lebih berani menerima resiko sehingga diberikan
kesempatan untuk berprestasi kembali dan memiliki peluang untuk
berprestasi lebih baik.
4. Tanggung jawab
Orang yang mempunyai kebutuhan berprestasi yang tinggi
berani bertanggungjawab atas perbuatan yang telah dilakukan,
tidak menyalahkan orang lain apabila gagal dengan apa yang
15
diperbuatnya serta suka bertanggung jawab terhadap pemecahan
masalah.
2.1.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Syadan (dalam Sayuti, 2006) menyebutkan faktor-faktor
yang mempengaruhi motivasi seseorang didalam melaksanakan
pekerjaannya terdiri dari 2 faktor, yaitu faktor internal yang berasal
dari proses psikologis dalam diri seseorang, dan faktor eksternal
yang berasal dari luar diri (environment factors).
a) Faktor internal
Faktor internal terdiri dari:
1. Kematangan pribadi
Orang bersifat egois dan kemanja-manjaan biasanya akan
kurang peka dalam menerima motivasi yang diberikan sehingga
agak sulit untuk dapat bekerjasama dalam membuat motivasi kerja.
Oleh sebab itu kebiasaan yang dibawanya sejak kecil, nilai yang
dianut dan sikap bawaan seseorang sangat mempengaruhi
motivasinya.
2. Tingkat pendidikan
Seorang pegawai yang memiliki tingkat pendidikan yang
lebih tinggi, biasanya akan lebih termotivasi karena sudah memiliki
wawasan yang lebih luas dibandingkan dengan karyawan yang
lebih rendah tingkat pendidikannya, demikian juga sebaliknya jika
16
tingkat pendidikan yang dimilikinya tidak digunakan secara
maksimal atau tidak dihargai sebagaimana layaknya oleh manajer
maka hal ini akan membuat karyawan tersebut mempunyai motivasi
yang rendah didalam bekerja.
3. Keinginan dan harapan pribadi
Seseorang mau bekerja keras bila ada harapan pribadi yang
hendak diwujudkan menjadi kenyataan.
4. Kebutuhan
Kebutuhan biasanya berbanding sejajar dengan motivasi,
semakin besar kebutuhan seseorang untuk dipenuhi, maka
semakin besar pula motivasi seseorang untuk bekerja.
5. Kelelahan dan kebosanan
Faktor kelelahan dan kebosanan mempengaruhi gairah dan
semangat kerja yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi
motivasi kerjanya.
6. Kepuasan kerja
Kepuasan kerja mempunyai korelasi yang sangat kuat
kepada tinggi rendahnya motivasi kerja seseorang. Karyawan yang
puas terhadap pekerjaannya, akan mempunyai motivasi yang tinggi
dan commited terhadap pekerjaannya.
Tinggi dan rendahnya kepuasan kerja seseorang dapat
tercermin dari produktivitas kerjanya yang tinggi, jarang basen,
sanggup bekerja ekstra, tingkat turn over yang rendah, dan
17
sejumlah indikator positif lainnya yang dapat berpengaruh pada
peningkatan kinerja perusahaan atau tempat kerjanya.
Mathis dan Jackson (2006), menyatakan bahwa banyak
karyawan yang masih menginginkan keamanan dan stabilitas,
pekerjaan yang menarik, supervisor yang baik dan mereka hormati,
serta gaji yang menunjang dan kompetetif. Ketika perusahaan
melakukan merger, mengeluarkan banyak karyawan,
mengontrakkan pekerjaan luar (outsource), serta banyak
menggunakan pekerja temporer, maka karyawan hampir tidak
dapat menemukan alasan mengapa mereka harus loyal kepada
para pemberi kerja sebagai imbas atas hilangnya kenyamanan
kerja.
b) Faktor eksternal
Faktor eksternal terdiri dari:
1. Kondisi lingkungan kerja
Lingkungan kerja adalah keseluruhan sarana dan prasarana
kerja, yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan
pekerjaan, yang dapat mempengaruhi pelaksanaan pekerjaan itu
sendiri. Lingkungan pekerjaan meliputi tempat bekerja, fasilitas dan
alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan,
termasuk juga hubungan antara orang-orang yang berada di tempat
kerja tersebut.
18
2. Kompensasi yang memadai
Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang
paling ampuh bagi perusahaan untuk memberikan dorongan
kepada karyawan untuk bekerja secara baik. Menurut Mathis dan
Jackson (2006), penghargaan nyata yang diterima karyawan
karena bekerja dalam bentuk gaji, insentif, dan tunjangan.
Raymond (2001) mengatakan bahwa upah yang rendah tidak akan
membangkitkan motivasi pekerja dan pengalaman mengindikasikan
bahwa motivasi meningkat ketika upah naik.
3. Supervisi yang baik
Mathis dan Jackson (2006), menyatakan bahwa pekerjaan
yang dilakukan oleh seorang supervisor dalam memberikan
inspirasi, semangat, dan dorongan kepada orang lain (pegawai)
untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini
dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang atau pegawai agar
mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana di
kehendaki dari orang tersebut.
4. Ada jaminan karir (penghargaan atas prestasi)
Karir adalah rangkaian posisi yang berkaitan dengan kerja
yang ditempati seseorang sepanjang hidupnya. Para karyawan
mengejar karir untuk dapat memenuhi kebutuhan individual secara
mendalam. Setiap orang akan berusaha bekerja secara lebih keras
dengan mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk
19
perusahaan, jika ia menyakini ada jaminan karir yang jelas dalam
melakukan pekerjaan (Mathis dan Jackson, 2006).
5. Status dan tanggung jawab
Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan
dambaan dan harapan setiap karyawan yang bekerja. Karyawan
bukan hanya mengharapkan kompensasi semata, tetapi suatu saat
mereka mengharapkan akan mendapatkan kesempatan untuk
menduduki jabatan dalam perusahaan atau instansi ditempatnya
bekerja. Seseorang yang menduduki jabatan akan merasa dirinya
dipercayai, diberi tanggungjawab dan wewenang yang lebih besar
untuk melakukan kegiatan-kegiatannya. Status dan kedudukan
merupakan stimulus atau dorongan untuk memenuhi sense of
achievement dalam tugas sehari-hari.
6. Peraturan yang fleksibel
Peraturan lain yang diketahui dapat mempengaruhi motivasi
adalah didasarkan pada hubungan yang dimiliki para karyawan
dalam berorganisasi. Bidang-bidang seperti kelayakan dari
kebijakan manajemen, keadilan dari tindakan disipliner, cara yang
digunakan untuk memutuskan hubungan kerja dan peluang kerja
semua akan mempengaruhi retensi karyawan, apabila karyawan
merasakan bahwa kebijakan itu terlalu kaku atau diterapkan secara
tidak konsisten, mereka cenderung untuk memiliki motivasi kerja
yang rendah.
20
2.2 Tinjauan Pustaka Kinerja Perawat
Di bawah ini akan diuraikan mengenai teori kinerja yang
digunakan yaitu:
Standar Penilaian Kinerja Perawat
Dalam menilai kualitas pelayanan keperawatan kepada
pasien digunakan standar asuhan keperawatan yang merupakan
pedoman bagi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan.
Standar asuhan keperawatan telah disusun oleh tim Departemen
Kesehatan RI (2000) dengan tahapan proses keperawatan
yang meliputi pengkajian, diagnose keperawatan, perencanaan,
implementasi, evaluasi dan dokumentasi.
High Care Unit
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
834/Menkes/Sk/VII/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan High Care Unit (HCU) Di Rumah Sakit menyebutkan
bahwa High Care Unit (HCU) adalah unit pelayanan di Rumah
Sakit bagi pasien dengan kondisi respirasi, hemodinamik, dan
kesadaran yang stabil yang masih memerlukan pengobatan,
perawatan dan observasi secara ketat. Pelayanan HCU adalah
pelayanan medik pasien dengan kebutuhan memerlukan
pengobatan, perawatan dan observasi secara ketat dengan tingkat
pelayanan yang berada di antara ICU (Intensif Care Unit) dan ruang
21
rawat inap (tidak perlu perawatan ICU) namun belum dapat dirawat
di ruang rawat biasa karena memerlukan observasi yang ketat.
Penyelenggaraan HCU disesuaikan dengan kemampuan sumber
daya manusia, sarana dan prasarana rumah sakit masing-masing.
Pelayanan HCU dilakukan oleh tim yang terdiri dari dokter
spesialis dan dokter serta dibantu oleh perawat. Tim Pelayanan
HCU tersebut telah mendapatkan pelatihan dasar HCU yang
diselenggarakan oleh Organisasi Profesi.
Adapun susunan Tim Pelayanan HCU adalah sebagai
berikut1:
1) Koordinator: dokter spesialis yang telah mengikuti pelatihan
dasar-dasar ICU.
2) Anggota: dokter spesialis, yakni dokter yang telah mengikuti
pelatihan Basic Life Support dan perawat yang telah mengikuti
pelatihan Basic Life Support dan dapat melakukan pemantauan
menggunakan peralatan monitor.
Jumlah dokter spesialis, dokter dan perawat disesuaikan
dengan jam kerja pelayanan HCU 24 jam, beban kerja dan
kompleksitas kasus pasien yang membutuhkan pelayanan HCU.
Sumber daya manusia pelayanan HCU diharuskan untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan guna
1 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 834/Menkes/Sk/Vii/2010 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan High Care Unit (HCU) Di Rumah Sakit
22
mempertahankan dan meningkatkan kompetensinya sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran.
Standar Pelayanan High Care Unit
Pelayanan HCU adalah tindakan medis yang dilaksanakan
melalui pendekatan Tim multidisiplin yang terdiri dari Dokter
Spesialis dan dokter serta dibantu oleh perawat yang bekerja
secara interdisiplin dengan fokus pelayanan pengutamaan pada
pasien yang membutuhkan pengobatan, perawatan dan observasi
secara ketat sesuai dengan standar prosedur operasional yang
berlaku di Rumah Sakit. Pelayanan HCU meliputi pemantauan
pasien secara ketat, menganalisis hasil pemantauan dan
melakukan tindakan medik dan asuhan keperawatan.
Ruang lingkup pemantauan yang harus dilakukan antara
lain:
a. Tingkat kesadaran.
b. Fungsi pernapasan dan sirkulasi dengan interval waktu minimal
4 (empat) jam atau disesuaikan dengan keadaan pasien.
c. Oksigenasi dengan menggunakan oksimeter secara terus
menerus.
d. Keseimbangan cairan dengan interval waktu minimal 8
(delapan) jam atau disesuaikan dengan keadaan pasien.
23
Tindakan medik dan asuhan keperawatan yang dilakukan
adalah:
1. Bantuan Hidup Dasar/Basic Life Support (BHD/BLS) dan
Bantuan Hidup Lanjut Advanced Life Support (BHL/ALS) yang
meliputi:
a. Sirkulasi (Circulation): mampu melakukan resusitasi cairan,
mampu melakukan defibrilasi, mampu melakukan kompresi
jantung luar.
b. Jalan nafas (Airway): membebaskan jalan nafas (sampai
dengan melakukan intubasi endotrakeal).
c. Pernafasan ventilasi (Breathing): mampu melakukan bantuan
nafas (breathing support).
2. Terapi oksigen.
3. Penggunaan obat-obatan untuk pemeliharaan stabilisasi (obat
inotropik, obat anti-nyeri, obat aritmia jantung, obat-obat yang
bersifat vasoaktif, dan lain-lain).
4. Nutrisi enteral atau parenteral.
5. Fisioterapi sesuai dengan keadaan pasien.
6. Evalusi seluruh tindakan dan pengobatan yang telah diberikan.
24
2.3 Keterkaitan Motivasi Diri Dengan Kinerja Perawat
Seorang perawat yang memiliki kinerja kerja yang baik
adalah seorang perawat yang memiliki motivasi diri yang tinggi
untuk mengembangkan dirinya (Sayuti, 2006). Motivasi dianggap
sebagai salah satu faktor yang paling dominan dan berpengaruh
terhadap kinerja seorang perawat. Motivasi merupakan salah satu
aspek yang sangat penting dalam menentukan perilaku seseorang,
termasuk perilaku kerja (Sitotus, 2006). Motivasi adalah salah satu
faktor yang paling berpengaruh terhadap kinerja perawat dalam
pemberian asuhan keperawatan kepada pasien (Rifai, 2000).
Penelitian yang dilakukan oleh Marni Siregar (2008)
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi dan kinerja
seorang perawat dalam bekerja mengatakan motivasi yang tinggi
tidak selamanya didukung oleh kinerja yang baik pula. Menurut
Siregar (2008), ada orang yang memiliki motivasi yang sedang
tetapi memiliki kinerja yang tinggi dalam pekerjaannya dan
sebaliknya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga
motivasi yang sedang atau bahkan rendah memiliki kinerja yang
baik dalam pekerjaannya. Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Usia
Usia berpengaruh terhadap perfoma kerja seseorang. Menurut
Hurlock (dalam Suryani 2002) mengatakan bahwa usia merupakan
faktor yang mempengaruhi stabilitas kerja seseorang. Orang
25
dewasa dua puluh tahun sampai dengan diatas tiga puluh tahun
memiliki perfoma kerja yang tinggi. Hal ini dikarena mereka sudah
banyak berpengalaman terhadap bidang kerja yang mereka tekuni.
Kepuasan kerja yang mereka peroleh sudah menjadi suatu
kebanggaan bagi diri mereka sendiri untuk tetap mempertahankan
kinerja mereka.
2. Lingkungan kerja
Lingkungan kerja yang baik akan mendukung penampilan kerja
yang baik juga dari karyawannya. Lingkungan yang baik akan
menimbulkan rasa nyaman dari karyawannya untuk melaksanakan
tugas dan tanggung jawabnya.
3. Gaji yang mendukung
Imbalan atau penghargaan yang memadai dan sesuai dengan
beban kerja yang diberikan dapat meningkatkan motivasi dan
penampilan kerja dari karyawannya. Imbalan yang sesuai
merupakan bentuk apresiasi terhadap kinerja dari karyawannya.
4. Lama bekerja dan banyaknya pengalaman
Lamanya seseorang bekerja juga merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kinerja seseorang sekalipun ia tidak memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi. Karyawan yang telah lama bekerja pada
suatu instansi akan banyak memiliki pengalaman kerja terhadap
bidang kerja yang ditekuninya. Banyaknya pengalaman karyawan
26
terhadap suatu pekerjaan yang ditekuni dapat mempengaruhi
motivasi dan kinerja dari karyawan itu sendiri.
2.4 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah konsep yang dipakai sebagai
landasan berfikir dalam kegiatan ilmu (Sugiyono, 2008). Gambar
dibawah ini adalah kerangka konseptual dari keterkaitan motivasi
diri dengan kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan
kepada pasien di ruang HCU.
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Penelitian gambaran keterkaitan motivasi diri dengan kinerja perawat dalam pemberian asuhan keperawatan kepada pasien di ruang HCU RS Panti Wilasa Citarum Semarang
Keterangan : : tidak di teliti : di teliti
Kinerja Perawat (hasil yang
diharapkan dalam asuhan keperawatan)
• Pengkajian • Diagnosa • Perencanaan • Implementasi • Evaluasi
Motivasi Diri • Kreatif • Feedback • Resiko yang
moderat • Tanggung
jawab
Faktor yang mempengaruhi
• Faktor internal Usia, tingkat pendidikan, kematangan pribadi
• Faktor eksternal Lingkungan kerja, gaji, jaminan karir
27
Penjelasan:
Motivasi diri adalah dorongan dalam diri seseorang untuk
berusaha melakukan sesuatu agar dapat memenuhi kebutuhan dan
tujuannya. Ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor
internal atau faktor yang berasal dalam diri sendiri dan faktor
eksternal atau faktor yang berasal dari luar.
Menurut Syadan (dalam Sayuti 2006) faktor internal yang
dapat mempengaruhi motivasi seseorang yaitu kematangan pribadi,
tingkat pendidikan, usia, dan kebutuhan. Sedangkan faktor internal
berupa gaji, fasilitas kerja, lingkungan kerja, serta peraturan yang
fleksibel. Motivasi yang tinggi akan mempengaruhi kinerja
seseorang. Perawat adalah salah satu profesi yang memerlukan
kinerja yang tinggi. Menurut Nursalam (2006) kinerja perawat
sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain tingkat
pendidikan, usia, pengalaman kerja, serta fasilitas kerja. Motivasi
dan kinerja sangat berhubungan satu dengan yang lain.
Hal inilah yang menjadi acuan bagi peneliti mengambil
motivasi diri dan kinerja perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien untuk mengetahui bagaimana
gambaran motivasi dan kinerja perawat dalam pemberian asuhan
keperawatan kepada pasien.