Post on 02-Mar-2019
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Tentang Guru PKn
1. Pengertian guru
Guru merupakan suatu profesi yang memiliki tanggung jawab yang besar,
yaitu menjadikan anak didiknya berhasil dalam bidang akademik maupun
nonakademik, dan menjadi suri tauladan bagi masyarakat pada umumnya, menurut
Uzer Usman (1996:5), bahwa
“guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru, apalagi sebagai guru yang profesioanal yaitu orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan khusus”
Mengenai jabatan guru sebagi perofesional ditegaskan pula dalam Undang
undang RI No. 20 tahun 2003 pasal 39 ayat 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2003:24 bahwa
“Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbinagn dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”
Sedangkan menurut pasal 1 UU No 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen
menyebutkan bahwa
”Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dsar, dan pendidikan menengah”.
Guru memiliki tanggung jawab yang besar, selain memberikan ilmu
pengetahun dan pendidikan sebagai bekal pelajar bersosialisasi dalam masyarakat dan
17
bekal untuk masa depannya, guru juga diharapkan dapat berperan menjadi orang tua
kedua bagi pelajar selama ia berada di sekolah. Menurut pendapat M.I Soelaeman
(1985:14) bahwa :
“Guru disekolah dipandang sebagai pengganti orang tua, penjaga, pelindung, dan pengasuh anak, penyambung lidah, dan tangan orang tua, guru diharapkan dapat mengantar anak kepada harapan dan cita-citanya”
Keahlian yang harus dimiliki guru bukan hanya kemampuan dalam hal ilmu
pengetahuan sebagai bekal untuk diberikan pada siswa, guru juga harus bisa
mencerminkan profesinya sebagai guru melalui prilaku dan penampilannya sehari-
hari baik disekolah maupun diluar sekolah. Dengan begitu guru bisa mempertanggung
jawabkan profesinya dengan baik
Beberapa peran guru merujuk pada ajaran Ki Hajar Dewantara seperti
diungkapkan Wardani (2010: 234 ) bahwa :
1. Guru adalah pamong bagi siswanya artinya guru mendidik peserta didik agar
menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirannya, merdeka
tenaganya. Guru tidak hanya memberi pengetahuan yang baik dan perlu
saja, akan tetapi harus juga mendidik murid agar dapat mencari sendiri
pengetahuan itu dan memakainya guna amal keperluan umum. Tiap-tiap
guru, dalam pola pikir Ki Hadjar Dewantara adalah abdi sang anak, abdi
murid, bukan penguasa atas jiwa anak-anak.
Di lingkungan Tamansiswa sebutan guru tidak digunakan dan diganti
dengan sebutan pamong. Hubungan antara pamong dan siswa, harus
dilandasi cinta kasih, saling percaya, jauh dari sifat otoriter dan situasi
yang memanjakan. Dalam konsep ini, siswa bukan hanya objek, tetapi
juga dalam kurun waktu yang bersamaan sekaligus menjadi subjek. Ki
Hadjar Dewantara menjadikan tutwuri handayani sebagai semboyan bagi
18
pendidik agar apa yang diajarkan kepada peserta siswa dimaknai sebagai
ajaran yang luhur dan bermakna bagi kehidupan. Sikap tutwuri
merupakan perilaku pamong yang sifatnya memberi kebebasan kepada
siswa untuk berbuat sesuatu sesuai dengan hasrat dan kehendaknya,
sepanjang hal itu masih sesuai dengan norma-norma yang wajar dan
tidak merugikan siapa pun.
Sikap tutwuri handayani ini tertuang dalam pola perilaku guru yang
mengarahkan pada usaha untuk mengatasi dan membantu persoalan yang
dialami siswa yang dapat menimbulkan masalah kenakalan remaja dalam
konteks pendidikan.
2. Tringa; Ngerti-Ngrasa-Ngalokoni
Guru berperan tidak hanya mampu secara kognitif memberikan
pendidikan dan pembelajaran tentang moral. Namun seorang guru
dituntut untuk mengembangkan pengetahuan tentang moral (moral
knowing), perasaan tentang moral (moral feeling) dan tindakan moral
(moral action) dalam kehidupan sehari-hari. Guru berperan membantu
siswa mengerti apa isi nilai yang digeluti dan mengapa nilai itu harus
dilakukan dalam hidup. Dengan demikian siswa mengerti bagaimana
menaktualisasikan nilai-nilai kewarganegaran dan moralitas secara nyata.
Wardani ( 2010, 238) menegaskan tentang peran guru terkait dengan
hubungannya dengan siswa dalam pendidikan bahwa
“Guru seharusnya dengan pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya pikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut secara kreatif dalam proses tranformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup. Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945”.
19
Hal senada diungapkan beberapa pakar pendidikan bahwa peran guru tidak
hanya sebatas tugas yang harus dilaksanakan di depan kelas saja, tetapi seluruh
hidupnya memang harus di dedikasikan untuk pendidikan.
Dari penjelasan diatas penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa guru
adalah profesi dibidang pendidikan yang memiliki tugas untuk memberikan ilmu
pengetahuan dan pendidikan melalui proses pembelajaran di dalam kelas, selain itu
guru memiliki kewajiban untuk memberikan pendidikan nilai, moral dan norma yang
bail sehingga diharapkan dapat diterapkan dalam prilaku mereka sehari-hari
dilingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat. Guru memiliki tanggung jawab
bukan hanya pada siswa ataupun pihak sekolah tetapi juga pada masyarakat
sekitarnya.
2. Peranan Guru PKn
Guru PKn memiliki tugas dan peran yang lebih dari guru mata pelajaran lain.
Hal ini berkaitan dengan tanggung jawabnya untuk membentuk prilaku siswa dalam
kehidupan sehari-hari sebagai warga Negara yang baik. Tugas guru PKn bukan hanya
mentransfer pengetahuan kepada siswa tetapi juga mentransfer nilai-nilai yang
diharapkan dapat dipahami, disadari, dan diwujudkan dalam prilaku siswa, menurut
pendapat Nu’man Soemantri (1976:35)
“Guru Pkn harus banyak berusaha agar siswa-siswanya mempunyai sikap yang baik, kecerdasan yang tinggi, serta keterampilan yang bermanfaat. oleh karena itu guru PKn harus dapat memanfaatkan fungsinya sebagai penuntun moral, sikap serta memberi dorongan kearah yang lebih baik”
Menurut A. Tabrani Rusyan (1990:14) bahwa fungsi dan peran guru adalah
sebagai berikut;
a. Guru sebagai pendidik dan pengajar
20
b. Guru sebagai anggota masyarakat guru harus pandai bergaul dengan masyarakat
c. Guru sebagai pemimpin harus pandai memimpin d. Guru sebagai pelaksana administrasi akan bdihadapkan kepada
administrasi-administrasi yang harus dikerjakan disekolah e. Guru sebagai pengelola PBM, harus menguasai situasi belajar mengajar
baik dalam kelas maupun diluar kelas.
Secara garis besar tujuan dari pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa dengan memiliki pengetahuan (berilmu), dan cerdas dalam berprilaku. Mata
pelajaran PKn merupakan salah satu alat untuk mencapai tujaun yang diharapkan dari
sebuah sistem pendidikan.
Pendidikan kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang bersumber dan
berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, mata pelajaran ini membekali
siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan
hubungan warga Negara dengan warga Negara serta warga Negara dengan warga
Negara lainnya, agar siswa dapat mewujudkannya dalam bentuk prilaku dalam
kehiduapan sebagai makhluk individu maupun makhluk sosial.
Menurut Nu’man Soemantri (2001:32) mengartikan pendidikan
kewarganegaraan sebagai:
“Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah seleksi, adaptasi dari berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, humaniora, pancasila, UUD 1945 dan dokumen resmi Negara lainnya yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan”
Lebih lanjut Nu’man Soemantri dalam Komala Nurmalina (2008:3)
mendefinisikan Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut:
”Pendidikan kewarganegaraan program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang tua, yang kesemuanya itu diproses guna melatih para siswa untuk berfikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945”
21
Berdasarkan paparan diatas dapat penulis simpulkan bahwa pendidikan
kewarganegaraan sebagai mata pelajaran tidak hanya menitikberatkan pada aspek
kognitif saja melainkan pada kemampuan dan keterampilan berfikir aktif warga
Negara dalam menginternalisasikan nilai-nilai warga Negara yang baik sesuai dengan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. PKn merupakan kajian keilmuan yang
terdiri dari beberapa bidang keilmuan, dan PKn merupakan penentu kemajuan
pendidikan IPS. PKn terdiri dari beberapa bidang keilmuan, oleh karena itu PKn
merupakan mata pelajaran yang kaya akan materi dan dapat dilihat dari beberapa
sudut pandang keilmuan.
Secara umum Pkn bertujuan untuk membentuk warga Negara yang baik (to be
a good citiezenship) dan pembentukan karakter bangsa yang baik. penjelasan tersebut
senada dengan pendapat Achmad Kosasih Djahiri (1995:1) yang mengemukakan
bahwa secara khusus PKn itu bertujuan untuk
“Membina moral yang diharapkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu prilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap Tuhan yang maha esa dalam masyarakat yang terdiri dari berbagai golongan agama, prilaku, yang bersifat kemanusiaan yang adil dan beradab, prilaku yang mendukung persatuan bangsa dalam masyarakat yang beraneka ragam kebudayaan dan kepentingan prilaku yang mendukung kerakyatan yang mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan perorangan dan golongan sehingga perbedaan pemikiran pendapat ataupun kepentingan diatas melalui musyawarah dan mufakat, serta prilaku yang mendukung upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
melihat pengertian diatas jelaslah bahwa PKn bertujuan untuk membentuk
warga Negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang dapat dilihat dari segi
agama dan sosio cultural. sampailah tujuan akhir yang ingin dicapai dari mata
pelajaran pendidikan kewarganegaraan ini untuk membentuk warga Negara yang baik
(to be a good citizenship) dan pembentukan karakter bangsa (nation and building).
22
Kecerdasan yang dimiliki warga Negara tersebut harus tercermin dalam tiga
aspek, yaitu pengetahuan (Civics knowledge), kecakapan kewarganegaraan (Civics
skill), dan watak-watak kewarganegaraan (Civics dispotition), jika warga Negara
sudah tercerdaskan dalam aspek-aspek tersebut, maka tujuan PKn sudah dapat
dikatakan berhasil.
B. Karakteristik Mata Pelajaran PKn
Dinamika perubahan perilaku siswa dan kenakalan siswa merupakan
fenomena sosial yang secara kasat mata terjadi di lingkungan sekolah. Lembaga
pendidikan dan guru dewasa ini dihadapkan pada tuntutan yang semakin berat, terutama
untuk mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi berbagai dinamika perubahan
yang berkembang pesat (Wardani ,2010:1). Keadaan tersebut menuntut adanya
tanggung jawab dan peran yang lebih besar dari seorang pendidik. Peran guru tidak
hanya sebagai pendidik dan teladan bagi siswanya. Secara garis besar peran guru
adalah sebagai dinamisator, fasilitator dan katalisator pendidikan. Peran tersebut
tertuang dalam proses pendidikan yang diselenggarakan melalui jalur pendidikan
sekolah (pendidikan formal). Dalam penelitian ini pendidikan formal menurut PP No.
29 tahun 1990 pendidikan menengah adalah pendidikan yang diselenggarakan bagi
pendidikan dasar salah satu bentuk satuan pendidikannya yaitu Sekolah Menengah.
Salah satu peran yang dituntut adalah bagaimana seorang pendidik
mengetengahkan materi pembelajaran Pendidikan PKn yang dapat membawa
perubahan pada perilaku siswa (aspek behavioristik). Soeryabarata (1984:253),
mengungkapkan bahwa
23
“ belajar membawa perubahan (perubahan prilaku, baik aktual maupun potensional), perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru dan perubahan itu terjadi karena usaha”.
Penjelasan tersebut senada dengan apa yang di ungkapkan oleh (Sutomo
,1993:120). bahwa belajar adalah :
”belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah laku yang bukan disebabkan oleh proses pertumbuhan uang bersifat fisik, tetapi perubahan dalam kebiasaan, kecakapan, bertambah, berkembang daya pikir , sikap dan lain- lain ”
Hal tersebut senada dengan pendapat Slameto (2003:2) belajar secara
psikologis yaitu :
”Suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya atau belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Skinner dalam Dimyati(2002:9) menyatakan “belajar adalah suatu perilaku pada
saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik”. Sehingga dengan belajar maka
orang akan mengalami perubahan tingkah laku..
Kompleksitas permasalahan yang dialami oleh remaja menuntut adanya
revitalisasi peran guru untuk membina siswa baik disekolah maun pada saat
dibutuhkan pembinaannya di luar sekolah. Peran guru merujuk pada Undang-undang
no. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa
”guru sebagai pendidik professional mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini, pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah”.
Berdasarkan rumusan undang-undang tersebut dapat digambarkan dengan jelas
bahwa peran guru dalam dunia pendidikan saat ini lebih besar, kompleks, dan
strategis untuk membina siswa melalui transformasi nilai-nilai social dan budaya
24
dalam pendidikan. Proses transformasi dilakukan secara proporsional.
Hakekat peran guru PKn adalah bagaimana mentransformasikan nilai-nilai
kehidupan kepada peserta didik. Pendidikan Kewarga negaran (PKn) merupakan mata
pelajaran yang berfungsi sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan
nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang dapat
diwujudkan dalam pemahaman, kesadaran, dan perilaku siswa sehari-hari sebagai
warga negara yang baik. Tujuan lainya yaitu menumbuhkan potensi peserta didik
agar memiliki "civic intelligence" dan "civic participation" serta "civic responsibility"
sebagai warga negara Indonesia dalam konteks watak dan peradaban bangsa
Indonesia yang ber-Pancasila (Winataputra, 2001, 2006).
Mata pelajaran PKn adalah mata pelajaran yang berkaitan dengan norma
atau nilai- nilai kehidupan yang perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dan
dibelajarkan kepada siswa melalui pembelajaran pengalaman hidup sehari-hari.
Pembelajaran nilai-nilai kewarganegaraan ini tidak berhenti pada tataran kognitif,
tetapi menyentuh pada tataran internalisasi, dan pengamalan nyata dalam
kehidupan anak didik sehari-hari-hari di masyarakat dan seorang guru memiliki
tanggung jawab untuk merealisasikan arti pelajaran PKn bagi siswa secara nyata.
Sasaran guru PKn adalah membawa anak didilnya menjadi manusia yang
memiliki rasa kesadaran yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai warga negara yang baik, hal ini sejalan dengan pendapat Nu’man
Somantri (1976:35)
”Guru Pkn harus banyak berusaha agar siswa-siswanya mempunyai sikap yang baik, kecerdasan yang tinggi, serta keterampilan yang bermanfaat, oleh karena itu guru PKn harus dapat memanfaatkan fungsinya sebagai penuntun moral, sikap serta memberi dorongan kearah yang lebih baik”
Peran guru PKn dalam membina dan membimbing siswa untuk memiliki
25
moral dan prilaku yang baik dapat dilakukan di dalam maupun di luar kelas. akan
tetapi waktu yang paling banyak kemungkinan dilakukannya ialah pada saat proses
belajar mengajar berlangsung. Guru PKn dapat menyusun strategi pengajaran mulai
dari pemberian materi, penggunaan metode, media, sumber pengajaran dan evaluasi
pengajaran yang berkaitan dengan penekanan mata pelajaran PKn yaitu aspek afektif
dan psikomotor dengan tidak mengesampingkan aspek kognitif, guru PKn memiliki
tanggung jawab untuk membentuk warga negara indonesia yang baik, bertanggung
jawab, dan mempunyai karakteristik budaya indonesia seperti yang dikemukakan
oleh Achmad Kosasi Djahiri (1996:19) tentang tri peran PKn yaitu :
a. Membina dan membentuk kepribadian atau jatidiri manusia Indonesia yang berjiwa Pancasila dan berkpribadian indonesia.
b. Membina bangsa Indonesia melek politik, melek konstitusi/atau hukum, melek pembangunan, dan melek permasalah diri, masyarakat, dan negara.
c. Membina pembekalan siswa (substansial dan potensi dirinya untuk belajar lebih lanjut)
Sehubungan dengan fungsi PKn diatas seorang guru PKn dituntut harus bisa
membentuk pelajar yang memiliki kepribadian yang baik, melek politik, selain itu
juga harus dapat membentuk pelajar yang melek hukum dan dapat berpartisipasi
dalam pembangunan serta membekali pelajar dengan ilmu pengetahuan yang bisa
dijadikannya sebagai bekal untuk menjalani hidup di masyarakat.
Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam PKn
terdapat tiga kompetensi yang harus dimiliki oleh setiap siswa yaitu pengetahuan
kewarganegaraan, keterampilan kewarganegaraan, dan watak kewarganegaraan.
Ketiga hal tersebut diharapkan ada pada diri peserta didik. Untuk membentuk
kompetensi tersebut maka merupakan tugas dari guru PKn untuk mewujudkannya.
Disini peranan guru PKn sangat diperlukan agar setiap siswa memiliki kompetensi
yang diharapkan sehingga tujuan dari PKn yaitu untuk menjadi warga negara yang
26
baik dapat tercapai.
C. Kenakalan Remaja
1. pengertian remaja
Pengertian Kenakalan Remaja (juvenile delinquency)
berasal dari bahasa latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri-ciri
karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan
delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan,
mengabaikan,yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial,
kriminal, pelanggaran aturan, pembuat rebut, pengacau peneror, durjana dan lain
sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah pola prilaku yang
dianggap menyimpang dari norma yang berlaku dimasyarakat (dursila) atau hukum
tetap.
Dalam prespektif psikologi, kenakalan anak-anak muda merupakan gejala
sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu
bentuk pengabaian sosial, sehingga remaja mengembangkan bentuk perilaku yang
menyimpang sebagai bentuk protes. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu
rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima oleh sosial sampai
pelanggaran setatus hingga tindak keriminal. (Kartono, 2003).
Mussen dkk (1994) menungkapkan bahwa kenakalan remaja yaitu:
“sebagai prilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang remaja maka akan mendapat sanksi hukum”.
27
Remaja berada pada satu periode masa transisi dengan perilaku yang
cenderung anti sosial yang potensial, disertai dengan banyak pergolakan hati atau
kekisruhan batin pada fase-fase remaja dan adolesens. Masa remaja adalah masa
pencarian jati diri, mencari model dan masa untuk mendapatkan pengakuan kelompok
sebagai sebuah proses pencarian identitas.
2. Arti kenakalan remaja
Secara garis besar kenakalan remaja diartikan sebagai perbuatan dan tingkah
laku yang merupakan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan dan
menimbulkan persoalan bagi yang lain. Dalam lingkungan sekolah kenakalan remaja
adalah sikap yang tercermin dalam perilaku yang dianggap menimbulkan masalah di
sekolah dan melanggar aturan sekolah. Pola penanganan masalah kenakalan remaja di
lingkungan sekolah menggunakan pendekatan pendidikan.
Menurut Kartini kartono (1992:7), bahwa :
“kenakalan remaja (Juvenile delinquency) ialah prilaku jahat dursila atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh salah satu bentuk pengabaian sosial sehingga itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang...”
Beberapa contoh kenakalan remaja yang dapat ditemui di lingkungan sekolah
seperti bolos sekolah, tawuran siswa, merokok, melawan guru, melalaikan tugas dan
tidak berpakaian layaknya pelajar.
Kenakalan remaja menurut Gunarsa (1990:15) dibagi menjadi dua macam
yaitu:
28
1. Kenakalan semu yaitu bentuk kenakalan yang bukan merupakan kenakalan bagi pihak-pihak lain dan bagi sebagian pihak tidak diangggap sebagai bentuk pelanggaran terhadap nilai-nilai moral dan norma social. Tolak ukur penilaian terhadap jenis kenakalan ini pada umumnya kesabaran dan bagaimana tingkat sensitifitas seseorang untuk menerima bentuk kenakalan tersebut.
2. Kenakalan sebenarnya yaitu kenakalan yang dapat merugikan dirinya
atau orang lain dan dianggap melanggar nilai-nilai moral dan norma social.
Remaja yang melakukan kejahatan itu pada umumnya kurang memiliki control
diri sehingga dapat merugikan dirinya atau bahkan merugikan orang lain. Sifat dari
tindakan remaja tersebut ada yang termasuk melanggar hokum (KUHP) dan ada pula
yang hanya bersifat amoral dan asosial tetapi tidak melanggar KUHP.
Hal senada diungkapkan Sudjono D (1981 : 206), bahwa : “kenakalan remaja
(anak-anak) meliputi : anak- anak yang melakukan tindak pidana, anak-anak yang
tidak melakukan ketertiban umum ( walaupun tidak melnggar hokum pidana) dan
anak-anak yang terlantar butuh bantuan”.
Bentuk kenakalan anak dapat terjadi di sekolah yaitu pada saat anak berada
disekolah. Berdasarkan pengertian diatas dapat diketahui bahwa kenakalan anak
sekolah merupkan tindakan seorang anak yang dapat menggangu keamanan anak
lainnya atau mengganggu ketertiban lingkungan sekolah pada umumnya.
29
3. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kecenderungan Kenakalan
Remaja
Faktor-faktor kenakalan remaja menurut Santrock, (1996) jelaskan sebagai berikut:
a. Identitas
Menurut teori perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson (dalam
Santrock, 1996) masa remaja ada pada tahap di mana krisis identitas versus difusi
identitas harus di atasi. Perubahan biologis dan sosial memungkinkan terjadinya dua
bentuk integrasi terjadi pada kepribadian remaja: (1) terbentuknya perasaan akan
konsistensi dalam kehidupannya dan (2) tercapainya identitas peran, kurang lebih
dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai yang diyakini, kemampuan dan
gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang dituntut dari remaja terutama
kelompoknya
b. Kemampuan Mengembangkan Kontrol Diri
Kenakalan remaja merupakan bentuk kegagalan untuk mengembangkan
kontrol diri terhadap stimulus internal dan eksternal. Kegagalan ini berkembang
menjadi bentuk tekanan atau stress yang kemudian terakumulasi dan diapresiasikan
dalam bentuk yang menyimpang. Kegagalan control ini disadari merupakan bagian
dari protes social atas kondisi yang dihadapi remaja.
Sebagian besar remaja telah mempelajari nilai-nilai yang terkait dengan benar
dan salah atau perbedaa antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku
yang tidak dapat diterima oleh lingkungan . kenakalan remaja timbul akibat ketidak
mampuan untuk membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan yang tidak dapat
diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui perbedaan antara
30
keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam menggunakan
perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku.
c. Usia
Munculnya tingkah laku anti sosial di usia dini berhubungan dengan
penyerangan serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang
bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti hasil
penelitian dari McCord (dalam Kartono, 2003) yang menunjukkan bahwa pada usia
dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir meninggalkan tingkah laku kriminalnya.
Paling sedikit 60 % dari mereka menghentikan perbuatannya pada usia 21 sampai 23
tahun. Jenis
d. Jenis Kelamin
Sebagian besar pelaku kenakalan remaja adalah laki- laki. Remaja yang
menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap
pendidikan di sekolah dan kurang beitu mempercayai sistem pendidikan. Sekolah
dianggap tidak begitu bermanfaat untuk kehidupannya atau untuk menjawab
persoalan-persoalan yang dihadapi. Mereka tidak mempunyai motivasi. Riset yang
dilakukan oleh Janet Chang dan Thao N. Lee (2005) mengenai pengaruh sikap
sekolah terhadap kenakalan siswa yaitu sikap sekolah ternyata dapat menjembatani
hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi akademik.
e. Kondisi Sosial dan Keadaan Ekonomi Keluarga
Kondisi keluarga sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja.
Proses pendidikan dan pembelajaran nilai-nilai dalam keluarga turut menentukan pola
perilaku anak dala menyikapi permasalahannya. Kurangnya dukungan keluarga
31
seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan
disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemicu
timbulnya kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan
rekan-rekannya (dalam Santrock, 1996) menunjukkan bahwa pengawasan orang tua
yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak
efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan
munculnya kenakalan remaja.
Status sosial ekonomi orang tua turut berpengaruh terhadap pola perilaku
nakal remaja. Kenakalan remaja sering dilakukan oleh remaja dari kalangan status
social rendah. Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas sosial
rendah untuk mengembangkan diri dan memiliki kesempatan mencapai apa yang
menjadi tujuannya. Selain itu masyarakat cenderung menilai dan menerima
keberadaan seseorang berdasarkan status social dan ekonomi. Hal ini menimbulkan
kecemburuan social dan kesenjangan yang akan berdampak pada perilaku anti social.
f. Pengaruh Kelompok
Kelompok memiliki pengaruh yang besar terhadap kenakalan remaja. Remaja
cenderung memilih untuk mengikuti nilai-nilai dalam kelompoknya agar diterima
sebagai bagian dari kelompok dan sebagai ekspresi diri. Memiliki teman-teman
sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan risiko remaja untuk menjadi nakal
g. Lingkungan Sekitar
Lingkungan sosial memiliki pengaruh besar terhadap pola perilaku remaja.
Komunitas juga dapat berperan serta dalam memunculkan kenakalan remaja terutama
ketika komunitas tersebut lebih menghargai nilai-nilai perilaku yang menyimpang
32
atau anti social dibandingkan dengan nilai-nilai yang lebih positif. Masyarakat adalah
bagian integral dari sebuah proses pembentukan kualitas individu terutama remaja.
Masyarakat dengan tingkat kriminalitas tinggi memberikan kesempatan kepada
remaja untuk melakukan pembelajaran dan meniru pola perilaku menyimpang agar
mendapatkan penghargaan.
Gunarsa (1990) mengungkapkan bahwa;
”faktor yang berpengaruh terhadap kenakalan remaja adalah tingkat emosionalitas remaja dalam menghadapi situasi atau permasalahan baik yang terjadi dilingkungan sekolah atau keluarga. Emosional tersebut berbentuk kemarahan, temper tantrum (ngadat).agresi yang berlebihan, negatifisme”
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling
berperan menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja dilingkungan
sekolah adalah factor keluarga yang kurang harmonis atau diistilahkan dengan Broken
home dan faktor lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik.
D. Peranan Guru PKn Dalam Menaggulangi Masalah Kenakalan Remaja di
Sekolah.
Sekolah merupakan rumah kedua bagi remaja untuk mendapatkan pendidikan,
perlindungan, bimbingan dan pembinaan, yang mengajarkan nilai dan moral yang
berlaku di masyarakat. Sekolah juga bertanggung jawab terhadap perkembangan
moral anak. Disekolah pelajar dilatih agar bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai
agama, pancasila, dan budaya Indonesia, untuk itu sekolah senantiasa harus dapat
membina situasi sosial emosional yang bermoral, seperti yang dikemukakan oleh S.
W sarwono (2001:121) bahwa :
33
”Sekolah lembaga pendidikan sebagaimana halnya dengan keluarga, sekolah juga mengajarkan nilai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat disamping mengajarkan berbagai keterampilan dan kepandaian kepada para siswa”
Sekolah merupakan lembaga sosial bagi pelajar dimana pertumbuhan mental,
moral, sosial, dan segala aspek kepribadiannya dapat berjalan dengan baik. sekolah
merupakan tempat untuk merubah pelajar menjadi manusia yang berkualitas dan
berkpribadian. Hal ini senada dengan A Tabrani Rusyan (1990:8) bahwa: ”Sekolah
merupakan suatu lembaga profesional yag bertujuan membentuk peseta didik menjadi
manusia yang berkpribadian, yang matang dan dapat bertanggung jawab terhadap
masyarakat serta terhadap dirinya”.
Salah satu komponen yang ada disekolah yaitu guru, dimana guru dalam hal
ini mempunyai peranan yang sangat besar dan bertanggung jawab dalam pendidikan,
pembinaan sikap dan prilaku pelajar juga meliputi pencegahan dan penaggulangan
kenakalan pelajar disekolah. Apalagi guru PKn mempunai peranan yang sangat
penting selain memberikan materi pelajaran juga memberikan pendidikan nilai, moral
dan norma yang berlaku dimasyarakat kepada pelajar sebagai pedoman pelajar dalam
bertingkah laku, sehingga dengan diadakan bimingan dan pembinaan dari guru PKn
diharaokan pelajar dapat bertingkah laku sesuai denga apa yang diharapkan yaitu
sesuai dengan nilai-nilai yang ada di masyarakat. dalam hal ini juga guru PKn
diharapkan dapat meminimalisir kenakalan-kenakalan yang dilakukan oel pelajar,
sehingga menjadi manusia yang berkualitas dan berguna badi bangsa dan negara.
Guru PKn merupakan tulang punggung dari guru mata pelajaran lainnya,
khususnya dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi pelajar, karena guru PKn
mengajarkan pendidikan nilai, moral dan norma sehingga guru PKn mempunyai
34
pengaruh yang besar bagi perkembangan prilaku pelajar yang secara otomatis akan
mengendap dan menjadi kepribadian pelajar yang akan di implementasikan dalam
kehidupannya baik dilingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat.
Kenakalan remaja merupakan persoalan yang sangat kompleks dan disebabkan
oleh beberapa faktor, maka dalam penenggulangannya pun memerlukan bermacam-
macam usaha sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi pada saat itu. Tindakan-
tindakan penaggulangan masalah kenakalan remaja ini dapat dibagi menjadin
tindakan yang preventif, tindakan refresif, serta tindakan kuratif dan rehabilitasi.
a. Tindakan Preventif
Tindakan preventif adalah segala tindakan yang bertujuan mencegah
timbulnya suatu hal yang memang diharapkan tidak terjadi. Tindakan ini dilakukan
secara sistematis berencana dan terarah. Berbagai upaya preventif dapat dilakukan,
tetapi secara garis besar Sofyan S. Willis (1994:74) mengelompokan kedalam tiga
bagian, yaitu:
a. Usaha dirumah tangga (keluarga), yaitu menciptakan kehidupan rumah tangga yang beragama, menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis, adanya kesamaan norma-norma yang dipegang antar ayah, ibu dan anggota keluarga lainnya, memberikan kasih sayang secara wajar kepada anak-anak, serta memberikan pengawasan secara wajar terhadap pergaulan remaja di lingkunga sekitar.
b. Usaha disekolah, yaitu diantarana dengan adanya bagian bimbingan dan penyuluhan disekolah, mengintensifkan pelajaran agama, melengkapi fasilitas pendidikan dan perbaikan ekonomi guru.
c. Usaha di masyarakat, yakni dengan didirikannya tempat-tempat penyalur aktivitas dan kreativitas remaja sebagai sarana pengisian waktu terulang (leisure time guidance).
Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa tindakan
preventif ini dimaksudkan sebagai suatu upaya pencegahan terhadap timbulnya
35
gejala-gejala penyimpangan pada remaja yang dilakukan melalui upaya pembinaan,
salah satu komponen yang paling penting adalah dilakuka oleh guru PKn melalui
pendidikan nilai dan moral.
b. Tindakan refresif
Tindakan refresif yakni tindakan untuk menindas dan menahan kenakalan
remaja sesering mungkin atau menghalangi timbulnya peristiwa kenakalan yang lebih
hebat, tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk menyadarkan anak kembali kepada
hal-hal yang benar, baik dan tertib. Upaya refresif ini ditempuh jika terjadi suatu
perbuatan yang dianggap telah menimpang. Hal ini senada dengan yang dikemukakan
Zakiah Darajat (1971 :101) yang menyatakan bahwa :
”Terhadap anak remaja yang telah melakukan tindakan penyimpangan perlu dilkukan pengusutan, penahanan, penuntutan, dan hukuman guna menjamin rasa aman pada masyarakat dan anak yang melakukan penyimpangan/kenakalan itu sendiri”
Perlu disadari bahwa anak dan remaja yang melakukan penyimpangan itu
harus diberikan hukuman, yang tentu saja hukuman itu terlebih dahulu di konsep agar
hukuman tersebut dapat benar-benar menimbulkan efek jera dan membawa mereka
kembali kepada kesadaran, dan mereka memang harus dapat menerima hukuman
dengan hati terbuka, dengan demikian tujuan pendidikan dari hukuman tersebut dapat
tercapai.
c. Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Tindakan Kuratif dan rehabilitasi dilakukan setelah tindakan pencegahan
lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu untuk mengubah tingkah laku remaja
tersebut denga memberikan pendidikan tambahan.
36
Tindakan preventif, refresif, kuratif dan rehabilitasi, ketiganya memiliki tujuan
yang sama yakni untuk membina remaja, dimana upaya preventif ditempuh sebelum
remaja melakukan perbuatan menyimpang, upaya refresif dilakukan untuk menahan
remaja melakukan penyimpangan yang lebih hebat, sedangkan tidakan kuratif dan
rehabilitasi dilakukan sebagai upaya perbaikan, terutama pada individu yang telah
melakukan perbuatan menyimpang.
Dalam menghadapi remaja ada beberapa hal yang harus selalu diingat, yaitu
bahwa jiwa remaja adalah jiwa yang penuh gejolak. Lingkungan sosial remaja juga
ditandai dengan perubahan sosial yang cepat (khususnya di kota-kota besar dan
daerah yang sudah terjangkau sarana dan prasarana komunikasi dan perhubungan)
sehingga dapat mengakibatkan pergeseran norma. Kondisi intern dan kondisi ekstern
yang sama-sama bergejolak inilah yang menyebabkan masa remaja lebih rawan dari
pada fase-fase lain dalam perkembangan jiwa manusia.
Berdasarkan beberapa uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa
peranan guru PKn dalam menanggulangi masalah kenakalan remja disekolah yaitu
bahwa guru PKn harus mengadakan pendekatan yang humanitis, demokratis, dan
bersahabat sehingga lebih efektif dalam menaggulangi masalah kenakalan remaja
disekolah karenna pada usia mereka memerlukan perlakuan dan perhatian yang
khusus dari orang-orang disekitarnya, disini guru PKn dihrapkan bisa tampil sebagai
seorang sahabat bagi pelajar tetapi tidak menghlangkan kewibawaannya sebagai
seorang guru. Peranan guru PKn sangatlah besar untuk membantu pelajar
mendapatkan kepribadian yang baik dalam proses pencarian dan pembentukan
identitas diri pelajar yang akan terjun ke masyarakat secara langsung.