Post on 05-May-2019
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Kajian teori ini berisi tentang pustaka materi Model
Pembelajaran Kooperatif, Group Investigation, Number Head Together,
dan hasil belajar.
1. Pembelajaran Kooperatif
a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Model Pembelajaran Kooperatif merupakan salah satu
model pembelajaran dengan membentuk siswa belajar kelompok-
kelompok kecil. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
yang kemampuannya heterogen. Pengelompokan heterogenitas
(Lie, 2004) merupakan ciri-ciri yang menonjolkan dalam Model
Pembelajaran Kooperatif. Model Pembelajaran Kooperatif adalah
sebuah kelompok strategi pembelajaran yang melibatkan siswa
bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama
(Eggen dan Kauchak dalam PLPG, 2010).
Slavin mengatakan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif
adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan
bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang
secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih
bergairah dalam belajar (Isjoni, 2011:15). Slavin juga menyebutkan
bahwa Model Pembelajaran Kooperatif merupakan model
pembelajaran dimana guru mendorong siswa untuk melakukan
kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau
pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam
Isjoni (2011 : 19) menyebutkan pembelajaran kooperatif sebagai
pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya
pendekatan belajar siswa sentries, humanistic, dan demokratis
yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan
belajarnya.
Pembelajaran Kooperatif menurut Nurhadi (Thobroni dan
Mustofa, 2011:287) adalah pembelajaran yang secara sadar dan
sengaja mengembangkan interaksi yang silih-asuh (saling tenggang
6
rasa) untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman
yang dapat menimbulkan permusuhan.
b. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif
Roger dan David Johnson dalam Suprijono ( 2010:58)
mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap
Model Pembelajaran Kooperatif. Model Pembelajaran Kooperatif
mempunyai karakteristik yang sangat penting dalam proses
kegiatan belajar agar hasil yang dicapai maksimal, karakteristik
tersebut adalah sebagai berikut :
1) Positive Interdependence (saling ketergantungan positif)
Saling ketergantunagn positif menunjukkan bahwa dalam
pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban
kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang telah ditugaskan
kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok
secara individu mempelajari bahan yang telah ditugaskan
kepada kelompoknya. Penilaian yang didapat siswa adalah
nilainya sendiri dan nilai kelompok.
2) Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran
terhadap keberhasilan kelompok. Hal ini merupakan akibat
langsung dari unsur pertama, jika tugas dan pola penilaian
dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative
Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung untuk
melakukan yang terbaik.
3) Face to face promotive interaction (interaksi promotif)
Setiap anggota kelompok harus diberi kesempatan untuk
bertemu dan berdiskusi. Kegiatan ini akan menghasilkan
pemikiran, hasil pemikiran dari anggota kelompok akan lebih
kaya dari pada hasil pemikiran seorang saja. Intinya adalah
menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan mengisi
kekurangan masing-masing.
4) Interpersonal skill (komunikasi antaranggota)
Ini bertujuan untuk membekali peserta didik dengan berbagai
keterampilan berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok
juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling
7
mendengarkan dan kemampuan mereka mengutarakan
pendapat mereka.
5) Group processing (pemrosesan kelompok)
Pemrosesan kelompok mengandung arti menilai. Tujuan
pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas
anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan
kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.
c. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif
Pada dasarnya Model Pembelajaran Kooperatif
dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan
pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim dalam Isjoni
(2011 : 27), yaitu:
1) Hasil belajar akademik
Model pembelajaran ini mencakup tujuan sosial, selain itu juga
memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis
penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini
unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep
yang sulit. Isjoni (2011: 27) mengatakan bahwa model struktur
penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa
pada belajar akademik dan perubahan norma yang
berhubungan dengan hasil belajar.
2) Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain dari model pembelajaran ini adalah penerimaan
secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras,
budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya.
Model pembelajaran ini memberikan kesempatan bagi siswa
yang berasal dari latar belakang dan kondisi yang berbeda
untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas
akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan
belajar saling menghargai satu sama lain.
3) Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan ketiga dari model pembelajaran ini adalah mengajarkan
kepada siswa keterampilan bekerja sama dan berkolaborasi.
Hal ini perlu dimiliki setiap siswa karena saat ini banyak anak
muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
8
d. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berguna untuk membantu siswa
menumbuhkan kemampuan untuk bekerja sama. Menurut
Suprijono (2010: 65) pembelajaran kooperatif memiliki enam fase,
seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif
Fase ke
Indikator Perilaku Guru
1 Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar
3 Manyajikan informasi Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal
3 Mengorganisasikan peserta didik ke dalam tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien
Fase ke
Indikator Perilaku Guru
4 Membantu kerja tim dan belajar
Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya
5 Mengevaluasi Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
6 Memberikan pengakuan atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok
e. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran
Konvensional
Perbedaan antara belajar kooperatif dengan kelompok
belajar konvensional dapat dilihat pada tabel 2.2.
Tabel 2.2 Perbedaan Kooperatif dengan Konvensional
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering memberikan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya
9
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional
para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
“mendompeng” keberhasilan “pemborong”.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergiliran untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pimpinan kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pimpinannya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antara pribadi yang saling menghargai)
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
Sumber : (trianto, 2007:43)
f. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan
yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa
untuk lebih mengembangkan kemampuannya dalam proses
pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran
kooperatif, menuntut siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan
belajar.
10
Adapun keuntungan dari penggunaan metode
pembelajaran kooperatif menurut Lickona dalam Koyan (2003)
adalah sebagai berikut: (1) Mengajarkan nilai-nilai kerjasama, (2)
Membangun masyarakat di dalam kelas, (3) mengajarkan dasar
keterampilan hidup, (4) dapat meningkatkan prestasi akademik,
(5) menawarkan suatu alternatif jalan keluar dan (6) memiliki
potensi untuk memperlunak aspek negatif dari kompetisi.
Kelebihan model pembelajaran koopertif menurut Karli
dan Yuliariatiningsih (2002:72) yaitu:
a. Melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan
pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam suasana belajar
mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis,
b. Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang
telah dimiliki oleh siswa,
c. Dapat mengambangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan
keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam
kehidupan di masyarakat,
d. Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga
sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor
sebaya bagi siswa lainnya,
e. Siswa dilatih untuk kerja sama, karena bukan materi saja yang
dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi
dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelomponya,
f. Membari kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh
dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara
langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi
dirinya.
2. Group Investigation
a. Pengertian Group Investigation (GI)
Ide model pemebelajaran Group Investigation bermula
dari perspektif filosofis terhadap konsep belajar, yaitu untuk
belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman (Santyasa,
2007). Dasar-dasar model Group Investigation dirancang oleh
Hebert Thelen, selanjutnya diperluas dan diperbaiki oleh Sharan
dan teman-temannya dari universitas Tel Aviv yang terletak di
Ramat Aviv, Israel. Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI ini
11
melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam seleksi topik
maupun cara untuk mempelajarinya melalui investagasi.
Krismanto (2003:7), investigasi atau penyelidikan merupakan
kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa
untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai
kegiatan dan hasil benar sesuai dengan pengembangan yang
dilalui siswa. Kegiatan belajar siswa diawali dengan pemecahan
soal-soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru,
sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya
tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam
pelaksanaannya mengacu pada berbagai teori investigasi.
Talmagae dan Hart (Krismanto, 2003: 7) menyatakan
bahwa investigasi diawali oleh soal-soal atau masalah yang
diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajarnya cenderung
terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru. Siswa
dapat memilih jalan yang cocok bagi dirinya sendiri. Height
(Krismanto, 2003: 7) menyatakan bahwa siswa bekerja dan
mendiskusikan hasil dengan rekan-rekannya, maka suasana
investigasi ini akan merupakan satu hal yang sangat potensial
dalam menunjung pengertian siswa. Sejalan dengan Polya
(Krismanto, 2003: 7) yang menyatakan bahwa mengajar untuk
berpikir mengharuskan guru tidak hanya memberikan informasi,
guru harus menempatkan diri sesuai dengan kondisi siswa dalam
kelas, memahami apa yang ada dibenak siswa. Guru harus
membangun kemampuan siswa mengolah atau menggunakan
informasi yang diperoleh dengan bertanya: “mengapa” dan
“bagaimana”, sehingga keaktifan siswa dan keberhasilan siswa
dalam memecahkan masalah akan meningkatkan rasa percaya diri
siswa.
Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI ini menuntut siswa
memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun
dalam keterampilan proses kelompok. Model Pembelajaran
Kooperatif tipe GI merupakan strategi belajar kooperatif yang
menempatkan peserta didik ke dalam kelompok secara heterogen.
Model pembelajaran tipe GI umumnya kelas dibagi menjadi
beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang siswa dengan
karakteristik yang heterogen. Hal ini sependapat dengan Isjoni
12
(2011:58) yang menyatakan bahwa dalam Model Pembelajaran
Kooperatif tipe GI siswa dibagi ke dalam keompok yang
beranggotakan 4-5 orang.
b. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI
Slavin, mengemukakan hal penting untuk melakukan
model pembelajaran kooperatif tipe GI adalah:
1) Membutuhkan Kemampuan Kelompok
Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok
harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam
penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai
informasi dari dalam maupun di luar kelas, kemudian siswa
mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota
untuk mengerjakan lembar kerja.
2) Rencana Kooperatif
Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber
mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan
bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di
dalam kelas.
3) Peran Guru
Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar
diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur
pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan
membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi
kelompok.
c. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe GI
Dalam Group Investigation siswa bekerja melalui enam
tahap. Tahap-tahap dan komponen-komponennya dijabarkan
berdasarkan Slavin (2009) terlihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe GI
Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Fase 1. Mengidentifikasi topik dan mengatur kedalam kelompok-kelompok penelitian
Guru menyajikan beberapa masalah, masalah tersebut dapat berasal dari fenomena dari alam maupun kejadian sehari-hari.
Siswa mengidentifikasi dan membantuk kelompok-kelompok investigasi
13
Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
Fase 2. Merencanakan investigasi dalam kelompok
Guru membimbing siswa untuk merencanakan tugas.
Siswa merencanakan tugas yang akan mereka pelajari.
Fase 3. Melakukan investigasi
Guru memperhatikan kemajuan diskusi tiap kelompok dan membantu bila ada kelompok yang mengalami kesulitan
Siswa berdiskusi untuk mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat kesimpulan.
Fase 4. Menyiapkan laporan akhir
Guru memperhatikan kemajuan diskusi tiap kelompok dan membantu bila ada kelompok yang mengalami kesulitan
Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mereka akan membuat presentasi
Fase 5. Mempresentasikan laporan akhir
Guru membimbing dan mengkoordinasi kegiatan presentasi.
Beberapa kelompok maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil investigasi
Fase 6. Evaluasi
Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa
Siswa memberikan umpan balik mengenai topik yang mereka investigasi.
d. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe GI
Group Investigation merupakan tipe model pembelajarn
kooperatif dimana siswa bekerja dalam sebuah kelompok
menggunakan diskusi serta perencanaan. Pada tipe pembelajaran
kooperatif ini siswa dikelompokkan oleh guru yang terdiri dari 4-5
orang anggota. Kelompok ini kemudian membagi topik-topik
menjadi tugas pribadi dan melakukan kegiatan yang diperlukan
untuk mempersiapkan laporan kelompok.
Group Investigation mempunyai beberapa kelebihan yaitu:
a) siswa menjadi mandiri dalam mencari informasi tentang materi
yang akan dipelajari; b) siswa mempunyai jiwa kooperatif yang
tinggi; c) siswa memiliki kemahiran dalam berkomunikasi dengan
intelektual pembelajaran dalam mensintesis dan menganalisis; d)
meningkatkan kemampuan sisw dalam berdiskusi (Setiaji, 2009:5)
14
3. Number Head Together
a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Salah satu Model Pembelajaran Kooperatif yang dapat
meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa adalah Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Number Head Together (NHT).
Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh
Spencer Kagan pada tahun 1993 dengan melibatkan para siswa
dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan
mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran (Rahmi, 2008).
Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT merupakan variasi dari
salah satu metode diskusi kelompok yang lebih banyak meminta
keaktifan siswa.
Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT dapat
menciptakan suasana koordinasi dimana siswa akan saling
berkomunikasi, saling mendengarkan, saling berbagi, saling
memberi dan menerima, yang mana keadaan tersebut akan
memupuk jiwa, sikap, dan perilaku yang pada akhirnya mampu
membawa dampak positif berupa peningkatan hasil belajar
sebagai salah satu indikator keberhasilan yang dilakukan
(Kusumojanto dan Herawati, 2009). Proses pembelajaran NHT
masing-masing anggota kelompok harus paham dengan hasil kerja
kelompoknya karena dalam presentasi, guru akan menyebutkan
nomor siswa secara acak.
b. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Langkah-langkah dalam pembelajaran tipe NHT menurut
Hanafi dan Suhana (2010) adalah sebagai berikut :
1) Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik
dalam setiap kelompok mendapat nomor,
2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengerjakan,
3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan
memastikan setiap kelompok dapat mengerjakannya atau
mengetahui jawabannya.
4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang
dipanggil melaporkan hasil diskusi,
15
5) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjukkan
nomor yang lain,
6) Kesimpulan.
c. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT
menurut Kusumojanto dan Herawati (2009) diantaranya adalah
dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mengembangkan rasa
ingin tahu, meningkatkan rasa percaya diri, mengembangkan
keterampilan untuk masa depan.
Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT
diantaranya sebagai berikut:
1) Setiap siswa menjadi siap semua
2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
4) Tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok.
4. Hasil belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu puncak dari proses
pembelajaran. Hasil belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan
nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Sudjana (2010)
mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa adalah perubahan
tingkah laku. Tingkah laku yang dimaksud adalah sebagai hasil
belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif,
afektif, dan psikomotoris. Hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi
dan keterampilan-keterampilan (Suprijono, 2010:5). Hasil
pembelajaran menurut Lindgren (Thobrini dan Mustofa, 2011 : 24)
meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hasil belajar
merupakan hasil yang dicapai oleh siswa dalam menuntut suatu
pelajaran yang menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam
mengikuti program belajar dalam waktu tertentu sesuai dengan
kurikulum yang ditentukan.
16
Sudjana (2010) dalam bukunya menyatakan bahwa sistem
pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan
kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klarifikasi
hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar
membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah
afektif, dan ranah psikomotorik. Ketiga ranah tersebut menjadi
objek penilian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah
kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah
karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam
menguasai isi bahan pengajaran.
Howard Kingsley (Sudjana, 2010:22) membagi 3 macam
hasil belajar, yaitu (1) keterampilan dan kebiasaan, (2)
pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-cita yang masing-
masing dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum
sekolah. Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat
dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Apabila semakin
tinggi proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semkin tinggi
hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan
penunjang hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, 2010:3).
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar siswa merupakan suatu kemampuan yang
dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajar yang
ditunjukkan melalui penguasaan pengetahuan, keterampilan, atau
tingkah laku. Hasil belajar juga dapat dilihat dari hasil ulangan
harian. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan hasil belajar
siswa adalah hasil tes ulangan yang diberikan setelah proses
pembelajaran selesai. Nilai hasil tes ulangan termasuk dalam ranah
kognitif.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang paling
penting adalah instrumenal input atau faktor-faktor yang disengaja
dirancang dan dimanipulasikan yaitu: kurikulum atau bahan
pelajaran, guru yang memberikan pengajaran, sarana dan fasilitas
serta manajemen yang berlaku di sekolahyang bersangkutan
(Purwanto, 1997:107). Di samping itu, masih ada lagi faktor lain
17
yang dapat mempengaruhi hasil belajar pada setiap orang dapat
diikhtisarkan sebagai berikut:
1) Faktor dari luar
a) Lingkungan
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar bila dilihat dari
faktor lingkungan adalah faktor sosial dan faktor alam.
b) Instrumenal
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari instrumenal
seperti kurikulum, pengajar, sarana dan fasilitas serta
administrasi / manajemen.
2) Faktor dari dalam
a) Fisiologi
Faktor fisiologi yang mempengaruhi hasil belajar yaitu
seperti kondisi fisik dan kondisi panca indera.
b) Psikologi
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang berasal
dari faktor psikologi adalah bakat, minat, kecerdasan,
motivasi dan kemampuan kognitif.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu :
a. Faktor-faktor yang bersumber dari manusia (faktor intern)
Faktor-faktor dari diri manusia dapat diklarifikasikan menjadi 2
yakni faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis
antara lain usi, kematangan dan kesehatan, sedangkan faktor
psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan
kebiasaan belajar.
b. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia (faktor
eksternal)
Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang berasal dari
luar diri siswa dibedakan menjadi 2 yaitu faktor manusia dan
faktor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan
lingkungan fisik.
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian I Wayan Koyan (2003) yang berjudul Pengaruh
Metode Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan Penalaran
Verbal Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Pancasila dan
18
Kewarganegaraan (PPKn) yang menyatakan bahwa hasil belajar
PPKn pada siswa yang diajar dengan metode pembelajaran
kooperatif lebih baik daripada hasil belajar pada siswa yang
diajar dengan metode pembelajaran nonkooperatif pada siswa
kelas I SMU Negeri di Singaraja, yaitu dimana t hitung lebih besar
daripada nilai t table pada taraf signifikansi 𝛼 = 0.05 atau
dengan probabilitas 0.95 (th = 2.81 > ttab(095;94) = 1.67).
2. Penelitian Rahmi (2008) yang berjudul Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) sebagai upaya
untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam matematika yang
menyatakan bahwa pengajaran menggunakan tipe NHT dapat
mengajak banyak siswa untuk aktif dan termotivasi untuk
memahami konsep-konsep dengan segera, sehingga dapat
dilihat tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dan
juga bermanfaat untuk meningkatkan hasil belajar matematika
siswa
3. Penelitian Tri Sardjoko (2010) yang berjudul Efektivitas Model
pmebelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together dan Group
Investigation pad Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari
Motivasi Berprestasi Siswa SMA di Kabupaten Ngawi yang
menyatakan bahwa siswa pada Model Pembelajaran Kooperatif
tipe Number Head Together prestasi belajar matematika lebih
baik daripada siswa pada Model Pembelajaran Kooperatif tipe
Group Investigation.
4. Penelitian Rosi Salindri (2011) yang berjudul Eksperimentasi
Model Pembelajaran Number Head Together dan Group
Investigation pada Pembelajaran Mtematika Siswa SMA se-
Kabupaten Wonogiri Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Tahun
Ajaran 2010/2011 yang menyatakan bahwa penggunaan model
pembelajaran Number Head Together menghasilkan prestasi
belajar matematika yang sama dengan penggunaan model
pembelajaran Group Investigation pada materi pokok turunan
fungsi.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhamad Zulinto (2011) yang
berjudul Implementasi Model Pembelajaran Numbered Head
Together (NHT) Dan Group Investigation (GI) Untuk
Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata
19
Pelajaran Kewirausahaan (Studi Pada Siswa Kelas XI Multimedia
SMK Yadika Bangil menyatakan bahwa hasil pretest pada siklus I
menunjukkan siswa yang belum tuntas sebanyak 15 siswa
(36.59%) dan hasil posttest pada siklus I menunjukkan
peningkatan hasil belajar siswa, dimana jumlah siswa yang
tuntas sebanyak 17 siswa (41.46 %). Hasil pretest siklus II
menunjukkan siswa yang tuntas sebanyak 36 siswa (87.80%) dan
untuk hasil posttest pada siklus kedua menunjukkan peningkatan
hasil belajar dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 37 siswa
(90.24%). Pembelajaran NHT dilakukan pada pertemuan
pertama sedangkan pembelajaran GI dilakukan pada pertemuan
kedua. Jadi, Implementasi model pembelajaran NHT dan GI
dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI mengalami
kenaikan yang terlihat dari hasil posttest pada siklus I dan hasil
posttest pada siklus II.
6. Penelitian yang dilakukan oleh H. Sholeh Hidayat (2008) yang
berjudul Efektivitas Strategi Pembelajaran dan Motivasi Belajar
Terhadap Hasil Belajar IPA menyatakan bahwa rerata skor hasil
belajar IPA kelompok A1 = 30.38 secara signifikan lebih besar dari
rerata skor hasil belajar IPA kelompok A2 = 27.63. Hipotesis
pertama dalam penelitian ini menyatakan bahwa siswa yang
memperoleh pembelajaran kooperatif mencapai hasil belajar IPA
yang lebih tinggi dari siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan strategi pembelajaran ekspositori, dapat diterima.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka
dibuatlah penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan Model
Pembelajaran Kooperatif tipe GI dan tipe NHT pada siswa terutama
kelas VII di SMP Negeri 10 Salatiga.
C. Kerangka Berfikir
Hasil belajar matematika siswa SMP N 10 Salatiga cenderung
masih dibawah KKM, hal ini disebabkan karena kemampuan
matematika siswa yang tergolong rendah. Usaha yang dilakukan oleh
guru untuk melatih meningkatkan kemampuan siswa yaitu dengan
memberikan tugas kepada siswa melalui diskusi kelompok. Arena
diskusi dalam kelas hanya didominasi oleh beberapa siswa saja,
20
sedangkan yang lain hanya mengikuti saja. Usaha yang dilakukan oleh
guru belum menunjukkan hasil yang optimal. Perbaikan dalam
pembelajaran perlu dilakukan agar dapat meningkatkan hasil belajar
siswa, serta menjadikan pembelajaran matematika itu menyenangkan
bagi siswa.
Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil
belajar siswa adalah melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT
dan tipe GI. Kedua tipe model pembelajaran ini menekankan pada
siswa dalam dalam berkelompok dengan melakukan diskusi.
Diharapkan dengan menerapkan tipe model pembelajaran kooperatif
dalam pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Tipe
model pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif dalam proses
pembelajaran, selalu berpikir kritis karena siswa dibiasakan selalu
memecahkan masalah sendiri sampai siswa menemukan jawaban atas
permasalahan yang dihadapi.
Siswa akan lebih mudah memahami dan menguasai materi
pada pelajaran matematika. Siswa lebih antusias dalam mengikuti
proses pembelajaran. Siswa terlibat langsung dan aktif dalam setiap
kegiatan di kelas sehingga suasana pembelajaran menarik dan tidak
membosankan. Diharapkan dengan adanya penerapan tipe model
pembelajaran kooperatif ini siswa dapat aktif dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran sehingga dapat mempengaruhi hasil
belajarnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka skema kerangka
berpikir seperti tampak pada gambar dibawah ini:
D. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya,
maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut.
Kondisi awal siswa yang sama
Kelompok eksperimen 1 (NHT)
Kelompok eksperimen 2 (GI)
Hasil belajar
21
H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa
yang diajar melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI
dengan tipe NHT pada siswa kelas VII SMP Negeri 10 Salatiga.
H1 : Terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang
diajar melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI dengan tipe
NHT pada siswa kelas VII SMP Negeri 10 Salatiga.