BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

17
5 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori Kajian teori ini berisi tentang pustaka materi Model Pembelajaran Kooperatif, Group Investigation, Number Head Together, dan hasil belajar. 1. Pembelajaran Kooperatif a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Model Pembelajaran Kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran dengan membentuk siswa belajar kelompok- kelompok kecil. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang kemampuannya heterogen. Pengelompokan heterogenitas (Lie, 2004) merupakan ciri-ciri yang menonjolkan dalam Model Pembelajaran Kooperatif. Model Pembelajaran Kooperatif adalah sebuah kelompok strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Eggen dan Kauchak dalam PLPG, 2010). Slavin mengatakan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah dalam belajar (Isjoni, 2011:15). Slavin juga menyebutkan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif merupakan model pembelajaran dimana guru mendorong siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni (2011 : 19) menyebutkan pembelajaran kooperatif sebagai pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya pendekatan belajar siswa sentries, humanistic, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan belajarnya. Pembelajaran Kooperatif menurut Nurhadi (Thobroni dan Mustofa, 2011:287) adalah pembelajaran yang secara sadar dan sengaja mengembangkan interaksi yang silih-asuh (saling tenggang

Transcript of BAB II KAJIAN PUSTAKA -...

Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

5

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Kajian teori ini berisi tentang pustaka materi Model

Pembelajaran Kooperatif, Group Investigation, Number Head Together,

dan hasil belajar.

1. Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Model Pembelajaran Kooperatif merupakan salah satu

model pembelajaran dengan membentuk siswa belajar kelompok-

kelompok kecil. Siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

yang kemampuannya heterogen. Pengelompokan heterogenitas

(Lie, 2004) merupakan ciri-ciri yang menonjolkan dalam Model

Pembelajaran Kooperatif. Model Pembelajaran Kooperatif adalah

sebuah kelompok strategi pembelajaran yang melibatkan siswa

bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama

(Eggen dan Kauchak dalam PLPG, 2010).

Slavin mengatakan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif

adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan

bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang

secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih

bergairah dalam belajar (Isjoni, 2011:15). Slavin juga menyebutkan

bahwa Model Pembelajaran Kooperatif merupakan model

pembelajaran dimana guru mendorong siswa untuk melakukan

kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu seperti diskusi atau

pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam

Isjoni (2011 : 19) menyebutkan pembelajaran kooperatif sebagai

pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya

pendekatan belajar siswa sentries, humanistic, dan demokratis

yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkungan

belajarnya.

Pembelajaran Kooperatif menurut Nurhadi (Thobroni dan

Mustofa, 2011:287) adalah pembelajaran yang secara sadar dan

sengaja mengembangkan interaksi yang silih-asuh (saling tenggang

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

6

rasa) untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman

yang dapat menimbulkan permusuhan.

b. Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif

Roger dan David Johnson dalam Suprijono ( 2010:58)

mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap

Model Pembelajaran Kooperatif. Model Pembelajaran Kooperatif

mempunyai karakteristik yang sangat penting dalam proses

kegiatan belajar agar hasil yang dicapai maksimal, karakteristik

tersebut adalah sebagai berikut :

1) Positive Interdependence (saling ketergantungan positif)

Saling ketergantunagn positif menunjukkan bahwa dalam

pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban

kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang telah ditugaskan

kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok

secara individu mempelajari bahan yang telah ditugaskan

kepada kelompoknya. Penilaian yang didapat siswa adalah

nilainya sendiri dan nilai kelompok.

2) Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)

Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran

terhadap keberhasilan kelompok. Hal ini merupakan akibat

langsung dari unsur pertama, jika tugas dan pola penilaian

dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative

Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung untuk

melakukan yang terbaik.

3) Face to face promotive interaction (interaksi promotif)

Setiap anggota kelompok harus diberi kesempatan untuk

bertemu dan berdiskusi. Kegiatan ini akan menghasilkan

pemikiran, hasil pemikiran dari anggota kelompok akan lebih

kaya dari pada hasil pemikiran seorang saja. Intinya adalah

menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan mengisi

kekurangan masing-masing.

4) Interpersonal skill (komunikasi antaranggota)

Ini bertujuan untuk membekali peserta didik dengan berbagai

keterampilan berkomunikasi. Keberhasilan suatu kelompok

juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

7

mendengarkan dan kemampuan mereka mengutarakan

pendapat mereka.

5) Group processing (pemrosesan kelompok)

Pemrosesan kelompok mengandung arti menilai. Tujuan

pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas

anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan

kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

c. Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif

Pada dasarnya Model Pembelajaran Kooperatif

dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan

pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim dalam Isjoni

(2011 : 27), yaitu:

1) Hasil belajar akademik

Model pembelajaran ini mencakup tujuan sosial, selain itu juga

memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis

penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini

unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep

yang sulit. Isjoni (2011: 27) mengatakan bahwa model struktur

penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa

pada belajar akademik dan perubahan norma yang

berhubungan dengan hasil belajar.

2) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain dari model pembelajaran ini adalah penerimaan

secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras,

budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya.

Model pembelajaran ini memberikan kesempatan bagi siswa

yang berasal dari latar belakang dan kondisi yang berbeda

untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas

akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan

belajar saling menghargai satu sama lain.

3) Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan ketiga dari model pembelajaran ini adalah mengajarkan

kepada siswa keterampilan bekerja sama dan berkolaborasi.

Hal ini perlu dimiliki setiap siswa karena saat ini banyak anak

muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

8

d. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berguna untuk membantu siswa

menumbuhkan kemampuan untuk bekerja sama. Menurut

Suprijono (2010: 65) pembelajaran kooperatif memiliki enam fase,

seperti pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase ke

Indikator Perilaku Guru

1 Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik

Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar

3 Manyajikan informasi Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal

3 Mengorganisasikan peserta didik ke dalam tim-tim belajar

Memberikan penjelasan kepada peserta didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien

Fase ke

Indikator Perilaku Guru

4 Membantu kerja tim dan belajar

Membantu tim-tim belajar selama peserta didik mengerjakan tugasnya

5 Mengevaluasi Menguji pengetahuan peserta didik mengenai berbagai materi pembelajaran atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya

6 Memberikan pengakuan atau penghargaan

Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok

e. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Pembelajaran

Konvensional

Perbedaan antara belajar kooperatif dengan kelompok

belajar konvensional dapat dilihat pada tabel 2.2.

Tabel 2.2 Perbedaan Kooperatif dengan Konvensional

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering memberikan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

9

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Konvensional

para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

“mendompeng” keberhasilan “pemborong”.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergiliran untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pimpinan kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pimpinannya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antara pribadi yang saling menghargai)

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

Sumber : (trianto, 2007:43)

f. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan

yang sangat besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa

untuk lebih mengembangkan kemampuannya dalam proses

pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam proses pembelajaran

kooperatif, menuntut siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan

belajar.

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

10

Adapun keuntungan dari penggunaan metode

pembelajaran kooperatif menurut Lickona dalam Koyan (2003)

adalah sebagai berikut: (1) Mengajarkan nilai-nilai kerjasama, (2)

Membangun masyarakat di dalam kelas, (3) mengajarkan dasar

keterampilan hidup, (4) dapat meningkatkan prestasi akademik,

(5) menawarkan suatu alternatif jalan keluar dan (6) memiliki

potensi untuk memperlunak aspek negatif dari kompetisi.

Kelebihan model pembelajaran koopertif menurut Karli

dan Yuliariatiningsih (2002:72) yaitu:

a. Melibatkan siswa secara aktif dalam mengembangkan

pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam suasana belajar

mengajar yang bersifat terbuka dan demokratis,

b. Dapat mengembangkan aktualisasi berbagai potensi diri yang

telah dimiliki oleh siswa,

c. Dapat mengambangkan dan melatih berbagai sikap, nilai, dan

keterampilan-keterampilan sosial untuk diterapkan dalam

kehidupan di masyarakat,

d. Siswa tidak hanya sebagai obyek belajar melainkan juga

sebagai subyek belajar karena siswa dapat menjadi tutor

sebaya bagi siswa lainnya,

e. Siswa dilatih untuk kerja sama, karena bukan materi saja yang

dipelajari tetapi juga tuntutan untuk mengembangkan potensi

dirinya secara optimal bagi kesuksesan kelomponya,

f. Membari kesempatan kepada siswa untuk belajar memperoleh

dan memahami pengetahuan yang dibutuhkan secara

langsung, sehingga apa yang dipelajarinya lebih bermakna bagi

dirinya.

2. Group Investigation

a. Pengertian Group Investigation (GI)

Ide model pemebelajaran Group Investigation bermula

dari perspektif filosofis terhadap konsep belajar, yaitu untuk

belajar, seseorang harus memiliki pasangan atau teman (Santyasa,

2007). Dasar-dasar model Group Investigation dirancang oleh

Hebert Thelen, selanjutnya diperluas dan diperbaiki oleh Sharan

dan teman-temannya dari universitas Tel Aviv yang terletak di

Ramat Aviv, Israel. Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI ini

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

11

melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam seleksi topik

maupun cara untuk mempelajarinya melalui investagasi.

Krismanto (2003:7), investigasi atau penyelidikan merupakan

kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa

untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai

kegiatan dan hasil benar sesuai dengan pengembangan yang

dilalui siswa. Kegiatan belajar siswa diawali dengan pemecahan

soal-soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru,

sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya

tidak terstruktur secara ketat oleh guru, yang dalam

pelaksanaannya mengacu pada berbagai teori investigasi.

Talmagae dan Hart (Krismanto, 2003: 7) menyatakan

bahwa investigasi diawali oleh soal-soal atau masalah yang

diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajarnya cenderung

terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru. Siswa

dapat memilih jalan yang cocok bagi dirinya sendiri. Height

(Krismanto, 2003: 7) menyatakan bahwa siswa bekerja dan

mendiskusikan hasil dengan rekan-rekannya, maka suasana

investigasi ini akan merupakan satu hal yang sangat potensial

dalam menunjung pengertian siswa. Sejalan dengan Polya

(Krismanto, 2003: 7) yang menyatakan bahwa mengajar untuk

berpikir mengharuskan guru tidak hanya memberikan informasi,

guru harus menempatkan diri sesuai dengan kondisi siswa dalam

kelas, memahami apa yang ada dibenak siswa. Guru harus

membangun kemampuan siswa mengolah atau menggunakan

informasi yang diperoleh dengan bertanya: “mengapa” dan

“bagaimana”, sehingga keaktifan siswa dan keberhasilan siswa

dalam memecahkan masalah akan meningkatkan rasa percaya diri

siswa.

Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI ini menuntut siswa

memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun

dalam keterampilan proses kelompok. Model Pembelajaran

Kooperatif tipe GI merupakan strategi belajar kooperatif yang

menempatkan peserta didik ke dalam kelompok secara heterogen.

Model pembelajaran tipe GI umumnya kelas dibagi menjadi

beberapa kelompok dengan anggota 4-5 orang siswa dengan

karakteristik yang heterogen. Hal ini sependapat dengan Isjoni

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

12

(2011:58) yang menyatakan bahwa dalam Model Pembelajaran

Kooperatif tipe GI siswa dibagi ke dalam keompok yang

beranggotakan 4-5 orang.

b. Ciri-Ciri Model Pembelajaran Kooperatif Tipe GI

Slavin, mengemukakan hal penting untuk melakukan

model pembelajaran kooperatif tipe GI adalah:

1) Membutuhkan Kemampuan Kelompok

Di dalam mengerjakan setiap tugas, setiap anggota kelompok

harus mendapat kesempatan memberikan kontribusi. Dalam

penyelidikan, siswa dapat mencari informasi dari berbagai

informasi dari dalam maupun di luar kelas, kemudian siswa

mengumpulkan informasi yang diberikan dari setiap anggota

untuk mengerjakan lembar kerja.

2) Rencana Kooperatif

Siswa bersama-sama menyelidiki masalah mereka, sumber

mana yang mereka butuhkan, siapa yang melakukan apa, dan

bagaimana mereka akan mempresentasikan proyek mereka di

dalam kelas.

3) Peran Guru

Guru menyediakan sumber dan fasilitator. Guru memutar

diantara kelompok-kelompok memperhatikan siswa mengatur

pekerjaan dan membantu siswa mengatur pekerjaannya dan

membantu jika siswa menemukan kesulitan dalam interaksi

kelompok.

c. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe GI

Dalam Group Investigation siswa bekerja melalui enam

tahap. Tahap-tahap dan komponen-komponennya dijabarkan

berdasarkan Slavin (2009) terlihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3 Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe GI

Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Fase 1. Mengidentifikasi topik dan mengatur kedalam kelompok-kelompok penelitian

Guru menyajikan beberapa masalah, masalah tersebut dapat berasal dari fenomena dari alam maupun kejadian sehari-hari.

Siswa mengidentifikasi dan membantuk kelompok-kelompok investigasi

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

13

Fase Kegiatan Guru Kegiatan Siswa

Fase 2. Merencanakan investigasi dalam kelompok

Guru membimbing siswa untuk merencanakan tugas.

Siswa merencanakan tugas yang akan mereka pelajari.

Fase 3. Melakukan investigasi

Guru memperhatikan kemajuan diskusi tiap kelompok dan membantu bila ada kelompok yang mengalami kesulitan

Siswa berdiskusi untuk mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat kesimpulan.

Fase 4. Menyiapkan laporan akhir

Guru memperhatikan kemajuan diskusi tiap kelompok dan membantu bila ada kelompok yang mengalami kesulitan

Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana mereka akan membuat presentasi

Fase 5. Mempresentasikan laporan akhir

Guru membimbing dan mengkoordinasi kegiatan presentasi.

Beberapa kelompok maju ke depan kelas untuk mempresentasikan hasil investigasi

Fase 6. Evaluasi

Guru dan siswa berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa

Siswa memberikan umpan balik mengenai topik yang mereka investigasi.

d. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe GI

Group Investigation merupakan tipe model pembelajarn

kooperatif dimana siswa bekerja dalam sebuah kelompok

menggunakan diskusi serta perencanaan. Pada tipe pembelajaran

kooperatif ini siswa dikelompokkan oleh guru yang terdiri dari 4-5

orang anggota. Kelompok ini kemudian membagi topik-topik

menjadi tugas pribadi dan melakukan kegiatan yang diperlukan

untuk mempersiapkan laporan kelompok.

Group Investigation mempunyai beberapa kelebihan yaitu:

a) siswa menjadi mandiri dalam mencari informasi tentang materi

yang akan dipelajari; b) siswa mempunyai jiwa kooperatif yang

tinggi; c) siswa memiliki kemahiran dalam berkomunikasi dengan

intelektual pembelajaran dalam mensintesis dan menganalisis; d)

meningkatkan kemampuan sisw dalam berdiskusi (Setiaji, 2009:5)

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

14

3. Number Head Together

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Salah satu Model Pembelajaran Kooperatif yang dapat

meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa adalah Model

Pembelajaran Kooperatif tipe Number Head Together (NHT).

Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh

Spencer Kagan pada tahun 1993 dengan melibatkan para siswa

dalam mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan

mengecek pemahaman siswa terhadap isi pelajaran (Rahmi, 2008).

Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT merupakan variasi dari

salah satu metode diskusi kelompok yang lebih banyak meminta

keaktifan siswa.

Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT dapat

menciptakan suasana koordinasi dimana siswa akan saling

berkomunikasi, saling mendengarkan, saling berbagi, saling

memberi dan menerima, yang mana keadaan tersebut akan

memupuk jiwa, sikap, dan perilaku yang pada akhirnya mampu

membawa dampak positif berupa peningkatan hasil belajar

sebagai salah satu indikator keberhasilan yang dilakukan

(Kusumojanto dan Herawati, 2009). Proses pembelajaran NHT

masing-masing anggota kelompok harus paham dengan hasil kerja

kelompoknya karena dalam presentasi, guru akan menyebutkan

nomor siswa secara acak.

b. Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Langkah-langkah dalam pembelajaran tipe NHT menurut

Hanafi dan Suhana (2010) adalah sebagai berikut :

1) Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik

dalam setiap kelompok mendapat nomor,

2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok

mengerjakan,

3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan

memastikan setiap kelompok dapat mengerjakannya atau

mengetahui jawabannya.

4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang

dipanggil melaporkan hasil diskusi,

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

15

5) Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjukkan

nomor yang lain,

6) Kesimpulan.

c. Kelebihan Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT

Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT

menurut Kusumojanto dan Herawati (2009) diantaranya adalah

dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, mengembangkan rasa

ingin tahu, meningkatkan rasa percaya diri, mengembangkan

keterampilan untuk masa depan.

Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT

diantaranya sebagai berikut:

1) Setiap siswa menjadi siap semua

2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

4) Tidak ada siswa yang mendominasi dalam kelompok.

4. Hasil belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan suatu puncak dari proses

pembelajaran. Hasil belajar dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang

dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan

nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Sudjana (2010)

mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa adalah perubahan

tingkah laku. Tingkah laku yang dimaksud adalah sebagai hasil

belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif,

afektif, dan psikomotoris. Hasil belajar adalah pola-pola

perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi

dan keterampilan-keterampilan (Suprijono, 2010:5). Hasil

pembelajaran menurut Lindgren (Thobrini dan Mustofa, 2011 : 24)

meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap. Hasil belajar

merupakan hasil yang dicapai oleh siswa dalam menuntut suatu

pelajaran yang menunjukkan taraf kemampuan siswa dalam

mengikuti program belajar dalam waktu tertentu sesuai dengan

kurikulum yang ditentukan.

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

16

Sudjana (2010) dalam bukunya menyatakan bahwa sistem

pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan

kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klarifikasi

hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar

membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah

afektif, dan ranah psikomotorik. Ketiga ranah tersebut menjadi

objek penilian hasil belajar. Diantara ketiga ranah itu, ranah

kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah

karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam

menguasai isi bahan pengajaran.

Howard Kingsley (Sudjana, 2010:22) membagi 3 macam

hasil belajar, yaitu (1) keterampilan dan kebiasaan, (2)

pengetahuan dan pengertian, (3) sikap dan cita-cita yang masing-

masing dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum

sekolah. Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat

dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Apabila semakin

tinggi proses belajar yang dilakukan oleh siswa, harus semkin tinggi

hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan

penunjang hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, 2010:3).

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan

bahwa hasil belajar siswa merupakan suatu kemampuan yang

dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajar yang

ditunjukkan melalui penguasaan pengetahuan, keterampilan, atau

tingkah laku. Hasil belajar juga dapat dilihat dari hasil ulangan

harian. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan hasil belajar

siswa adalah hasil tes ulangan yang diberikan setelah proses

pembelajaran selesai. Nilai hasil tes ulangan termasuk dalam ranah

kognitif.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar yang paling

penting adalah instrumenal input atau faktor-faktor yang disengaja

dirancang dan dimanipulasikan yaitu: kurikulum atau bahan

pelajaran, guru yang memberikan pengajaran, sarana dan fasilitas

serta manajemen yang berlaku di sekolahyang bersangkutan

(Purwanto, 1997:107). Di samping itu, masih ada lagi faktor lain

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

17

yang dapat mempengaruhi hasil belajar pada setiap orang dapat

diikhtisarkan sebagai berikut:

1) Faktor dari luar

a) Lingkungan

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar bila dilihat dari

faktor lingkungan adalah faktor sosial dan faktor alam.

b) Instrumenal

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari instrumenal

seperti kurikulum, pengajar, sarana dan fasilitas serta

administrasi / manajemen.

2) Faktor dari dalam

a) Fisiologi

Faktor fisiologi yang mempengaruhi hasil belajar yaitu

seperti kondisi fisik dan kondisi panca indera.

b) Psikologi

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang berasal

dari faktor psikologi adalah bakat, minat, kecerdasan,

motivasi dan kemampuan kognitif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat

dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Faktor-faktor yang bersumber dari manusia (faktor intern)

Faktor-faktor dari diri manusia dapat diklarifikasikan menjadi 2

yakni faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis

antara lain usi, kematangan dan kesehatan, sedangkan faktor

psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan

kebiasaan belajar.

b. Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia (faktor

eksternal)

Faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa yang berasal dari

luar diri siswa dibedakan menjadi 2 yaitu faktor manusia dan

faktor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan

lingkungan fisik.

B. Penelitian yang Relevan

1. Penelitian I Wayan Koyan (2003) yang berjudul Pengaruh

Metode Pembelajaran Kooperatif dan Kemampuan Penalaran

Verbal Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Pancasila dan

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

18

Kewarganegaraan (PPKn) yang menyatakan bahwa hasil belajar

PPKn pada siswa yang diajar dengan metode pembelajaran

kooperatif lebih baik daripada hasil belajar pada siswa yang

diajar dengan metode pembelajaran nonkooperatif pada siswa

kelas I SMU Negeri di Singaraja, yaitu dimana t hitung lebih besar

daripada nilai t table pada taraf signifikansi 𝛼 = 0.05 atau

dengan probabilitas 0.95 (th = 2.81 > ttab(095;94) = 1.67).

2. Penelitian Rahmi (2008) yang berjudul Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) sebagai upaya

untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam matematika yang

menyatakan bahwa pengajaran menggunakan tipe NHT dapat

mengajak banyak siswa untuk aktif dan termotivasi untuk

memahami konsep-konsep dengan segera, sehingga dapat

dilihat tingkat penguasaan siswa terhadap materi pelajaran dan

juga bermanfaat untuk meningkatkan hasil belajar matematika

siswa

3. Penelitian Tri Sardjoko (2010) yang berjudul Efektivitas Model

pmebelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together dan Group

Investigation pad Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari

Motivasi Berprestasi Siswa SMA di Kabupaten Ngawi yang

menyatakan bahwa siswa pada Model Pembelajaran Kooperatif

tipe Number Head Together prestasi belajar matematika lebih

baik daripada siswa pada Model Pembelajaran Kooperatif tipe

Group Investigation.

4. Penelitian Rosi Salindri (2011) yang berjudul Eksperimentasi

Model Pembelajaran Number Head Together dan Group

Investigation pada Pembelajaran Mtematika Siswa SMA se-

Kabupaten Wonogiri Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa Tahun

Ajaran 2010/2011 yang menyatakan bahwa penggunaan model

pembelajaran Number Head Together menghasilkan prestasi

belajar matematika yang sama dengan penggunaan model

pembelajaran Group Investigation pada materi pokok turunan

fungsi.

5. Penelitian yang dilakukan oleh Mukhamad Zulinto (2011) yang

berjudul Implementasi Model Pembelajaran Numbered Head

Together (NHT) Dan Group Investigation (GI) Untuk

Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Pada Mata

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

19

Pelajaran Kewirausahaan (Studi Pada Siswa Kelas XI Multimedia

SMK Yadika Bangil menyatakan bahwa hasil pretest pada siklus I

menunjukkan siswa yang belum tuntas sebanyak 15 siswa

(36.59%) dan hasil posttest pada siklus I menunjukkan

peningkatan hasil belajar siswa, dimana jumlah siswa yang

tuntas sebanyak 17 siswa (41.46 %). Hasil pretest siklus II

menunjukkan siswa yang tuntas sebanyak 36 siswa (87.80%) dan

untuk hasil posttest pada siklus kedua menunjukkan peningkatan

hasil belajar dengan jumlah siswa yang tuntas sebanyak 37 siswa

(90.24%). Pembelajaran NHT dilakukan pada pertemuan

pertama sedangkan pembelajaran GI dilakukan pada pertemuan

kedua. Jadi, Implementasi model pembelajaran NHT dan GI

dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI mengalami

kenaikan yang terlihat dari hasil posttest pada siklus I dan hasil

posttest pada siklus II.

6. Penelitian yang dilakukan oleh H. Sholeh Hidayat (2008) yang

berjudul Efektivitas Strategi Pembelajaran dan Motivasi Belajar

Terhadap Hasil Belajar IPA menyatakan bahwa rerata skor hasil

belajar IPA kelompok A1 = 30.38 secara signifikan lebih besar dari

rerata skor hasil belajar IPA kelompok A2 = 27.63. Hipotesis

pertama dalam penelitian ini menyatakan bahwa siswa yang

memperoleh pembelajaran kooperatif mencapai hasil belajar IPA

yang lebih tinggi dari siswa yang memperoleh pembelajaran

dengan strategi pembelajaran ekspositori, dapat diterima.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, maka

dibuatlah penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

perbedaan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan Model

Pembelajaran Kooperatif tipe GI dan tipe NHT pada siswa terutama

kelas VII di SMP Negeri 10 Salatiga.

C. Kerangka Berfikir

Hasil belajar matematika siswa SMP N 10 Salatiga cenderung

masih dibawah KKM, hal ini disebabkan karena kemampuan

matematika siswa yang tergolong rendah. Usaha yang dilakukan oleh

guru untuk melatih meningkatkan kemampuan siswa yaitu dengan

memberikan tugas kepada siswa melalui diskusi kelompok. Arena

diskusi dalam kelas hanya didominasi oleh beberapa siswa saja,

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

20

sedangkan yang lain hanya mengikuti saja. Usaha yang dilakukan oleh

guru belum menunjukkan hasil yang optimal. Perbaikan dalam

pembelajaran perlu dilakukan agar dapat meningkatkan hasil belajar

siswa, serta menjadikan pembelajaran matematika itu menyenangkan

bagi siswa.

Salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil

belajar siswa adalah melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT

dan tipe GI. Kedua tipe model pembelajaran ini menekankan pada

siswa dalam dalam berkelompok dengan melakukan diskusi.

Diharapkan dengan menerapkan tipe model pembelajaran kooperatif

dalam pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Tipe

model pembelajaran ini siswa dituntut untuk aktif dalam proses

pembelajaran, selalu berpikir kritis karena siswa dibiasakan selalu

memecahkan masalah sendiri sampai siswa menemukan jawaban atas

permasalahan yang dihadapi.

Siswa akan lebih mudah memahami dan menguasai materi

pada pelajaran matematika. Siswa lebih antusias dalam mengikuti

proses pembelajaran. Siswa terlibat langsung dan aktif dalam setiap

kegiatan di kelas sehingga suasana pembelajaran menarik dan tidak

membosankan. Diharapkan dengan adanya penerapan tipe model

pembelajaran kooperatif ini siswa dapat aktif dalam mengikuti

kegiatan pembelajaran sehingga dapat mempengaruhi hasil

belajarnya. Berdasarkan uraian tersebut, maka skema kerangka

berpikir seperti tampak pada gambar dibawah ini:

D. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan sebelumnya,

maka hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah sebagai

berikut.

Kondisi awal siswa yang sama

Kelompok eksperimen 1 (NHT)

Kelompok eksperimen 2 (GI)

Hasil belajar

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/1884/3/T1_202008093_BAB II.pdfpengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Djahiri K dalam Isjoni

21

H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa

yang diajar melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI

dengan tipe NHT pada siswa kelas VII SMP Negeri 10 Salatiga.

H1 : Terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang

diajar melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe GI dengan tipe

NHT pada siswa kelas VII SMP Negeri 10 Salatiga.