Post on 03-Mar-2018
5
BAB II
2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Sistem Produksi
Produksi dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan untuk meningkatkan
atau menciptakan nilai suatu benda[1]. Dalam kegiatan produksi diperlukan
masukan berupa faktor-faktor produksi sehingga menghasilkan suatu keluaran
berupa produk. Produksi sebagai suatu sistem ditunjukkan pada gambar 2-1.
Gambar 2-1 Pengertian Umum Sistem Produksi[1]
Tugas utama pengelolaan produksi yaitu menaikkan nilai tambah produksi
setinggi mungkin. Hal tersebut dicapai dengan membuat produk sesuai fungsinya,
dalam waktu produksi secepat mungkin, dan dengan ongkos produksi serendah
mungkin.
Untuk menghadapi tantangan berproduksi saat ini yaitu, kebutuhan produk
yang semakin beragam dengan volume produksi semakin sedikit dan metode
produksi harus ekonomis, efisien, mempunyai tingkat kehandalan tinggi, maka
dibutuhkan optimasi dalam mengendalikan seluruh elemen produksi, sehingga
bermacam-macam produk tersebut dapat diproduksi secara ekonomis dan efisien.
Elemen-elemen produksi yang dimaksud meliputi:
1. Peralatan produksi, yang meliputi mesin produksi, perkakas potong dan
perkakas bantu (jig & fixture).
2. Manusia/operator.
3. Material/benda kerja termasuk produk yang dihasilkan.
4. Informasi produksi, meliputi perencanaan proses, desain produk/gambar
teknik, perencanaan operasi, kontrol operasi, manajemen produksi,
manajemen kualitas dan operasi pengerjaan.
Elemen-elemen produksi tersebut perlu dilihat sebagai satu kesatuan agar
optimasi sistem secara keseluruhan dapat dilakukan. Hal inilah yang mendasari
6
munculnya konsep sistem produksi (production system, manufacturing system).
Sistem produksi diartikan sebagai suatu sistem yang terdiri dari peralatan
pemroses dan manusia/operator, proses atau operasi produksi, benda kerja/produk
yang diproses dan informasi tentang produksi.
Seiring dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat, tuntutan pasar
akan produk pun semakin bervariasi. Industri manufaktur saat ini bersifat produksi
job shop. Kondisi ini menuntut perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang
manufaktur untuk dapat memproduksi produk dengan variasi yang banyak namun
jumlahnya sedikit dengan harga yang murah dan tanpa mengesampingkan faktor
kualitas dan waktu produksi. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan suatu
integrasi yang baik antara proses produksi dengan informasi produksi.
2.2 Sistem Produksi Terdistribusi Mandiri
Seiring perkembangan teknologi setiap perusahaan dituntut untuk dapat
membenahi diri agar dapat bersaing di dalam pasar global. Maka dari itu
perusahaan memerlukan suatu sistem yang maju dan fleksibel dimana dapat
mengantisipasi perubahan-perubahan yang tidak diramalkan sebelumnya. Sistem
produksi yang maju memiliki ciri utama yaitu pengintegrasian yang erat antara
sistem informasi dan pengendalian proses produksi. Karakteristik yang harus
dipenuhi oleh sistem produksi yang maju dan fleksibel ini adalah[1]:
1. Sistem harus dapat mengantisipasi dengan cepat terhadap perubahan pasar,
perubahan produk dan perbaikan desain produk.
2. Sistem harus dapat memberikan respon terhadap adanya gangguan seperti
kerusakan peralatan produksi, interupsi oleh pekerjaan berprioritas tinggi
dan keterlambatan proses produksi.
3. Agar dapat memberikan respon seketika itu juga terhadap adanya
gangguan. Sistem harus merupakan integrasi keseluruhan sub sistem yang
ada. Database yang mendukung setiap fungsi tujuan harus didistribusikan,
tetapi harus tetap mempunyai konsistensi. Seluruh pertukaran dan
pemrosesan data bagi setiap tujuan harus dilakukan secara real time.
4. Sistem harus dapat memberikan respon terhadap adanya gangguan seperti
kerusakan peralatan produksi, interupsi oleh pekerjaan berprioritas tinggi
dan keterlambatan proses produksi.
7
5. Agar dapat memberikan respon seketika itu juga terhadap adanya
gangguan. Sistem harus merupakan integrasi keseluruhan sub sistem yang
ada. Database yang mendukung setiap fungsi tujuan harus didistribusikan,
tetapi harus tetap mempunyai konsistensi. Seluruh pertukaran dan
pemrosesan data bagi setiap tujuan harus dilakukan secara real time.
6. Perluasan sistem (penambahan dan peningkatan fungsi sistem) harus dapat
dilakukan dan dikelola dengan mudah.
7. Perangkat lunak sistem harus dapat diintegrasikan dengan mudah,
dikembangkan dengan mudah dan setiap bagian dapat dapat digunakan
kembali dengan mudah.
Salah satu sistem produksi yang dikembangkan untuk memenuhi kriteria
tersebut adalah Sistem Produksi Terdistribusi Mandiri (SPTM). SPTM merupakan
suatu sistem produksi dimana elemen-elemen produksinya merupakan elemen
yang bersifat mandiri. Perencanaan dan pengendalian produksinya dilakukan
secara terdistribusi oleh masing-masing elemen produksi mandiri. SPTM ini
mampu menghindari terjadinya konflik di antara elemen produksi mandirinya
karena terdapat koordinasi antar elemen produksi mandiri tersebut.
Konsep SPTM dikembangkan berdasarkan tiruan terhadap tingkah laku
makhluk hidup yang cenderung selalu bersifat dinamis dan memiiki kemampuan
adaptasi yang cepat terhadap perubahan di lingkungannya. Penerapannya dalam
sistem manufaktur memiliki tujuan agar sistem manufaktur dapat memenuhi
tuntutan, antara lain[1]:
1. Fleksibel (mampu beradaptasi terhadap perubahan)
2. Stabil terhadap gangguan
3. Efisien dalam penggunaan sumber yang ada
4. Respon cepat terhadap perubahan yang terjadi (agile)
Konsep dasar SPTM dapat dinyatakan[1]:
1. Pemberian otonomi pada elemen produksi
Setiap elemen produksi diberi otonomi untuk melakukan fungsi:
a. Monitoring: untuk mengetahui status dirinya.
8
b. Pengambilan keputusan: untuk menentukan proses produksi yang
paling sesuai dilakukan berdasarkan kriteria yang dimiliki status
dirinya.
c. Pengendalian: untuk mengendalikan dirinya dalam melakukan operasi
produksi.
d. Komunikasi: untuk meminta atau memberikan informasi kepada
elemen produksi lainnya tentang status dan hasil pengambilan
keputusan.
2. Pendistribusian tugas pada elemen produksi
Penyelesaian masalah yang dihadapi oleh sistem produksi dilakukan
secara terdistribusi oleh elemen-elemen produksi yang masing-masing
mempunyai otonom seperti yang dijelaskan dalam butir (1). Oleh karena
SPTM merupakan sistem yang terdistribusi, maka tidak terdapat pusat
pengendali yang secara langsung mengendalikan aktivitas elemen
produksi. Masing-masing elemen produksi akan mendukung penyelesaian
masalah produksi yang ada sesuai dengan kemampuannya.
3. Pengkoordinasian hasil pengambilan keputusan
Setiap elemen produksi dapat melakukan pengambilan keputusan secara
mandiri. Untuk menghindari adanya konflik dan menciptakan hubungan
yang harmonis di antara elemen produksi, dibutuhkan mekanisme
negosiasi untuk pengkoordinasian hasil pengambilan keputusan oleh
masing-masing elemen produksi.
Pada sistem produksi yang mempunyai peralatan produksi dengan tingkat
otomasi tinggi, setiap peralatan produksi yang ada dilengkapi dengan pengendali
(komputer) yang dapat melakukan perhitungan dan pengambilan keputusan yang
diperlukan bagi pengendalian produksi itu sendiri. Agar konsep SPTM dapat
dijalankan, maka diperlukan pemodelan obyek riil elemen produksi menjadi
obyek virtual di komputer. Obyek virtual tersebut dapat diberi sifat-sifat yang
sesuai dengan elemen produksi nyata sehingga aktivitas produksi dapat berjalan
seperti yang diharapkan sesuai dengan konsep SPTM.
Model yang diinginkan oleh konsep SPTM adalah model yang memiliki
kedekatan sifat dengan obyek riil sesuai dengan fungsi yang dikembangkan.
9
Metode pemodelan yang sesuai dengan model yang diinginkan tersebut adalah
metode pemodelan berorientasi obyek. Pemodelan Sistem Produksi Terdistribusi
Mandiri dapat dilihat pada gambar 2-2 berikut:
Gambar 2-2 Pemodelan SPTM[1]
2.3 Proses Pemesinan
Proses pemesinan atau proses pemotongan logam dengan menggunakan
pahat (perkakas-potong) pada mesin perkakas merupakan salah satu jenis proses
pembuatan komponen mesin atau peralatan lainnya yang paling sering kita
temukan di bengkel reparasi kecil maupun di industri peralatan besar.
Pada dasarnya setiap proses pemesinan seharusnya direncanakan dengan
baik dengan memperhitungkan segala faktor yang mempengaruhinya. Hal ini
merupakan tugas dari Bagian Perencanaan dan Pengendalian Produksi untuk[2]:
• Membaca dan menganalisis gambar teknik untuk menentukan jenis proses
yang diperlukan, memilih mesin perkakas yang sesuai serta menentukan
garis besar urutan pekerjaan.
• Menentukan jenis pahat serta alat pemegang ataupun alat bantu dalam
setiap urutan pekerjaan.
• Menetapkan langkah terinci dengan memilih berbagai variabel proses yang
cocok sehingga produk (komponen mesin) dapat dihasilkan sesuai dengan
gambar teknik dengan cara yang optimum sesuai dengan obyektif proses.
10
• Memperkirakan ongkos proses pemesinan berdasarkan waktu pemesinan
yang direncanakan beserta data ongkos (ongkos pahat dan ongkos operasi
mesin beserta pendukungnya).
Berdasarkan gambar teknik, dimana dinyatakan spesifikasi geometrik
suatu produk komponen mesin, salah satu atau beberapa jenis proses pemesinan
harus dipilih sebagai suatu proses atau urutan proses yang digunakan untuk
membuatnya. Bagi suatu tingkatan proses, ukuran obyektif ditentukan dan pahat
harus membuang sebagian material benda kerja sampai ukuran obyektif tersebut
dicapai. Selain itu, setelah berbagai aspek teknologi ditinjau, kecepatan
pembuangan geram dapat dipilih supaya waktu pemotongan sesuai dengan yang
dikehendaki. Pekerjaan seperti ini akan ditemui dalam setiap perencanaan proses
pemesinan. Untuk itu perlu dipahami lima elemen dasar proses pemesinan yaitu[2]:
1. Kecepatan potong (cutting speed) ; v (m/min),
2. Kecepatan makan (feeding speed) ; vf (m/min),
3. Kedalaman potong (depth of cut) ; a (min),
4. Waktu pemotongan (cutting time) ; tc (min), dan
5. Kecepatan penghasilan geram (MRR) ; Z (cm3/min)
2.4 Mesin Bubut
Mesin bubut adalah salah satu mesin perkakas yang banyak digunakan di
industri pemesinan. Mesin bubut dapat melakukan beberapa proses pemesinan.
Proses - proses yang biasanya dilakukan pada mesin bubut adalah[2]:
1. Bubut silindrik luar (turning)
Gambar 2-3 Proses Turning[3]
2. Bubut muka (facing)
Gambar 2-4 Proses Facing[3]
3. Bubut alur luar (external
4. Bubut alur dalam (
5. Pemotongan (cutting
6. Membuat lubang
7. Meluaskan lubang (
8. Bubut ulir luar (external
Gambar
9. Bubut ulir dalam (
Gambar
11
external grooving)
Gambar 2-5 Proses External Grooving[3]
alur dalam (internal grooving)
Gambar 2-6 Proses Internal Grooving[3]
cutting)
Gambar 2-7 Proses Cutting[3]
Membuat lubang (drilling)
Gambar 2-8 Proses Drilling[3]
Meluaskan lubang (boring)
Gambar 2-9 Proses Boring[3]
external threading)
Gambar 2-10 Proses External Threading[3]
ulir dalam (internal threading)
Gambar 2-11 Proses Internal Threading[3]
12
Gambar 2-12 Mesin Bubut Konvensional[4]
Benda kerja dipegang oleh pencekam yang dipasang diujung poros utama
(spindle). Dengan mengatur lengan pengatur, yang terdapat, pada kepala diam,
putaran poros utama (n) dipilih. Harga putaran poros utama umumnya dibuat
bertingkat, dengan aturan yang telah distandarkan, misalnya 630, 710, 800, 900,
1000, 1250, 1400, 1600, 1800, dan 2000 rpm. Pahat dipasangkan pada dudukan
pahat dan kedalaman potong (a) diatur dengan menggeserkan peluncur silang
melalui roda pemutar (skala pada pemutar) menunjukkan selisih harga diameter,
dengan demikian kedalaman gerak translasi bersama-sama dengan kereta dan
gerak makannya diatur dengan lengan pengatur pada rumah roda gigi. Gerak
makan (f) yang tersedia pada mesin bubut bermacam-macam dan menurut
tingkatan yang telah distandarkan, misalnya: 0.1, 0.112, 0.125, 0.14,…. (mm/(r)).
Kondisi pemotongan ditentukan sebagai berikut,
Benda kerja : do = diameter mula; mm,
dm = diameter akhir; mm,
lt = panjang pemesinan; mm,
Pahat : κr = sudut potong utama; o,
rε = radius ujung; mm
Mesin bubut : a = kedalaman potong; mm,
= (do - dm)/2 ................................................ (2.1)
f
n
Elemen dasar proses-proses bubut
1. Kecepatan potong (
1000
od nv
π=
2. Kecepatan makan (
fv f n= ⋅
3. Waktu pemotongan (
tc
f
lt
v= ; min……………………………………..
4. Kecepatan penghasilan geram (
Z f a v= ⋅ ⋅
Gambar
2.5 Material Pahat dan Material Benda Kerja
Untuk suatu jenis pekerjaan pemesinan yang tertentu diperlukan pahat d
suatu jenis material yang cocok. Proses pembentukan geram dengan cara
pemesinan berlangsung, atau mempertemukan dua jenis material. Untuk
menjamin kelangsungan proses ini maka jelas perlu diperlukan material pahat
yang lebih unggul daripada material be
Material pahat dikelompokkan dalam 4 jenis yaitu Karbida, Keramik,
Nitrida Boron, dan Intan. Jenis karbida dan keramik dirinci lagi menurut elemen
utamanya atau jenis lapisannya. Untuk mempermudah pemilihan jenis material
pahat, khusus untuk pahat karbida yang disemen (
mengeluarkan suatu standar klasifikasi pahat karbida berdasarkan jenis
pemakaiannya.
13
= gerak makan; mm/(r);
= putaran poros utama (benda kerja); (r)/min.
proses bubut dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut,
Kecepatan potong (v):
1000
d n; m/min……………...………………..............
Kecepatan makan (vf):
v f n= ⋅ ; mm/min………………………………….....
Waktu pemotongan (tc):
; min…………………………………….............
Kecepatan penghasilan geram (Z):
Z f a v= ⋅ ⋅ ; cm3/min…………..…………...………......
Gambar 2-13 Elemen Dasar Proses Bubut[3]
Material Pahat dan Material Benda Kerja
Untuk suatu jenis pekerjaan pemesinan yang tertentu diperlukan pahat d
suatu jenis material yang cocok. Proses pembentukan geram dengan cara
pemesinan berlangsung, atau mempertemukan dua jenis material. Untuk
menjamin kelangsungan proses ini maka jelas perlu diperlukan material pahat
yang lebih unggul daripada material benda kerja.
Material pahat dikelompokkan dalam 4 jenis yaitu Karbida, Keramik,
Nitrida Boron, dan Intan. Jenis karbida dan keramik dirinci lagi menurut elemen
utamanya atau jenis lapisannya. Untuk mempermudah pemilihan jenis material
hat karbida yang disemen (Cemented Carbides) maka ISO
mengeluarkan suatu standar klasifikasi pahat karbida berdasarkan jenis
= putaran poros utama (benda kerja); (r)/min.
rumus berikut,
(2.2)
(2.3)
(2.4)
(2.5)
Untuk suatu jenis pekerjaan pemesinan yang tertentu diperlukan pahat dari
suatu jenis material yang cocok. Proses pembentukan geram dengan cara
pemesinan berlangsung, atau mempertemukan dua jenis material. Untuk
menjamin kelangsungan proses ini maka jelas perlu diperlukan material pahat
Material pahat dikelompokkan dalam 4 jenis yaitu Karbida, Keramik,
Nitrida Boron, dan Intan. Jenis karbida dan keramik dirinci lagi menurut elemen
utamanya atau jenis lapisannya. Untuk mempermudah pemilihan jenis material
) maka ISO
mengeluarkan suatu standar klasifikasi pahat karbida berdasarkan jenis
14
Setiap pabrik pembuat material pahat biasanya mengeluarkan klasifikasi
pemakaian dan pada petunjuknya selalu mencantumkan kode spesifik yang
mereka anut beserta penyesuaiannya dengan standar ISO. Dua pahat dari pabrik
pembuat yang berbeda dapat dikelompokkan dalam satu kelas yang sama tetapi
belum tentu mempunyai keandalan yang sama.
Berikut adalah contoh klasifikasi material pahat yang dibuat oleh Sandvik
Coromant. Pertama-tama material benda kerja diklasifikasikan terlebih dahulu.
Material benda kerja dan material pahat diklasifikasikan menjadi 6 menurut
standar ISO yaitu, kode huruf P untuk baja, kode huruf M untuk stainless steel,
kode huruf K untuk besi tuang, kode huruf N untuk non-ferrous metals, kode
huruf S untuk heat resistant dan super alloys, dan kode huruf H untuk hardened
materials.
Tabel 2-1 Klasifikasi Material Benda Kerja untuk Standar ISO P[3]
Setelah benda kerja diklasifikasikan, maka berikutnya adalah menentukan
grade material pahat berdasarkan standar ISO yang sesuai untuk melakukan
pemesinan terhadap klasifikasi material benda kerja. Berikut adalah contoh grade
material pahat Sandvik Coromant untuk proses general turning.
15
Gambar 2-14 Grade Material Pahat ISO P Sandvik Coromant[3]
2.6 Sistem Kelengkapan Perkakas Potong (Tooling System)
Suatu mesin perkakas memerlukan beragam pahat baik jenis maupun
ukurannya untuk menjamin fleksibilitas dan produktivitas mesin perkakas yang
bersangkutan. Semakin beragam jenis pahat yang ada pada suatu mesin, semakin
bervariasi kemampuan mesin perkakas tersebut. Hal ini memerlukan kemampuan
atau fungsi untuk pemilihan sistem pemerkakasan atau sistem kelengkapan
perkakas yang sesuai. Salah satu caranya adalah dengan memilihi sistem
kelengkapan perkakas yang cocok dengan ciri-ciri sebagai berikut[2]:
1. Adanya kesesuaian antara pemegang pahat dengan mesin perkakas sejenis,
sehingga suatu pemegang pahat dapat dipakai oleh beberapa mesin
perkakas.
2. Adanya keluwesan (flexibility) yang cukup memadai tanpa terlalu
mengorbankan kesederhanaan pengelolaan perkakas (rancangan/ desain
yang cukup sederhana/simpel).
3. Kekakuan pemegang pahat tetap terjamin meskipun sesungguhnya pahat
tersebut dirakit dari beberapa modul/adaptor (untuk tujuan keluwesan di
atas).
4. Adanya beberapa jenis (tidak semuanya) pemegang pahat yang dapat
diatur jarak mata potongnya terhadap satua atau beberapa garis referensi.
5. Harga sistem kelengkapan perkakas yang tidak terlalu tinggi dengan
kecepatan dan kemudahan untuk memperolehnya.
Berikut adalah contoh sistem pemerkakasan modular untuk mesin bubut
konvensional jenis turret yang diperkenalkan oleh Sandvik Coromant:
16
Gambar 2-15 Modular Tooling System [3]
Gambar 2-16 Modular Tooling System Sandvik Coromant[3]
17
Berdasarkan gambar diatas, maka komponen-komponen sistem
kelengkapan perkakas terdiri dari 4 komponen utama yaitu: clamping unit,
extension/reduction, adaptor, dan cutting unit. Namun, suatu tool set bisa saja
hanya terdiri dari clamping unit, extension/reduction, dan cutting unit atau
clamping unit, adaptor, dan cutting unit atau clamping unit dan cutting unit saja.
Gambar 2-17 Clamping Unit[3]
Gambar 2-18 Extension dan Reduction[3]
Gambar 2-19 Adaptor[3]
18
Suatu cutting unit dapat terdiri dari pahat dengan sisipan ataupun pahat
tanpa sisipan. Pahat dengan sisipan hampir dapat melakukan semua proses yang
dapat dilakukan oleh mesin bubut. Namun pahat tanpa sisipan pun saat ini masih
dipakai biasanya untuk proses drilling. Kodifikasi sisipan pahat dan pemegang
sisipan pahat saat ini telah distandarkan oleh ISO, namun setiap pabrik pembuat
pahat mempunyai kodifikasi tersendiri. Berikut adalah contoh kodifikasi sisipan
dan pemegang sisipan pahat Sandvik Coromant serta contoh cutting unit untuk
proses general turning.
Gambar 2-20 Contoh Turning Cutting Unit Sandvik Coromant[3]
Gambar 2-21 Kodifikasi Sisipan Pahat untuk Proses Turning [3]
19
Gambar 2-22 Kodifikasi Pemegang Sisipan Pahat untuk Proses Turning[3]
20
2.7 Gaya, Daya, dan Efisiensi Pemotongan
Besarnya gaya dan daya pemotongan merupakan informasi yang amat
diperlukan dalam perencanaan mesin perkakas, karena hal ini merupakan titik
tolak setiap perhitungan dan analisis perencanaan bagi setiap jenis mesin
perkakas. Demikian pula halnya dalam perencanaan proses pemesinan, dimana
gaya dan daya pemotongan akan merupakan faktor kendala (constraint) yang
perlu diperhitungkan. Gaya pemotongan yang bereaksi pada pahat dan benda
kerja, yang selanjutnya diteruskan pada bagian-bagian tertentu mesin perkakas,
akan mengakibatkan lenturan. Daya pemotongan juga diperlukan untuk
memperkirakan kebutuhan energi dan juga ongkos produksi.
Dengan menetapkan dan mengubah beberapa variabel proses pemotongan
(geometri pahat, v, a, dan f) maka dapat dicari suatu korelasi antara gaya
pemotongan dengan variabel proses pemotongan tersebut (rumus empirik gaya
pemotongan). Cara yang sama dapat digunakan bagi kombinasi pahat dengan
benda kerja yang lain serta beberapa jenis proses pemesinan sehingga dapat
diperoleh data pemesinan (machining data) yang amat diperlukan baik untuk
perencanaan mesin perkakas maupun bagi perencanaan proses pemesinan. Rumus
empirik gaya potong dapat diperkirakan bentuknya sebagai berikut[2]:
y v sF F k A= = ⋅ ................................................................. (2.6)
dimana,
Fy=Fv = gaya potong; N,
ks = gaya potong spesifik (spesific cutting force); N/mm2,
A=a.f = penampang geram sebelum terpotong
Sedangkan daya pemotongan (Nc) dapat dicari dengan rumus berikut:
60000
vc
F vN
⋅= ................................................................... (2.7)
dimana,
Nc = daya pemotongan, kW
v = kecepatan pemotongan, m/min
Berbeda dengan proses bubut lainnya, proses membuat lubang (drilling)
menggunakan rumus korelasi sebagai berikut[3]:
21
12000
sfz
t
D f k a aM
D
⋅ ⋅ ⋅ = −
............................................ (2.8)
0.29
0.4
0.4
sinsfz s
z r
k kf κ
= ⋅
............................................... (2.9)
dimana,
Mt = momen puntir; Nm
D = diameter pahat gurdi; mm
f = gerak makan; mm/r
ksfz = gaya potong spesifik untuk gerak makan per gigi; N/mm2
a = kedalaman potong, umumnya = D/2; mm
fz = gerak makan per gigi; mm/z
ks0.4 = gaya potong spesifik untuk fz = 0.4; N/mm2
κr = sudut potong utama
Sedangkan daya pemotongan dapat dicari dengan persamaan berikut ini[3]:
3240 10
sfz
c
D f k vN
⋅ ⋅ ⋅=
⋅......................................................... (2.10)
dimana,
Nc = daya pemotongan, kW
D = diameter pahat gurdi; mm
f = gerak makan; mm/r
ksfz = gaya potong spesifik untuk gerak makan per gigi; N/mm2
v = kecepatan pemotongan, m/min
Karakteristik daya mesin perkakas dapat dinilai berdasarkan efisiensi
mekanis (ηm), yaitu[2]:
mrm
mn
N
Nη = ..................................................................... (2.11)
dimana,
Nmr = daya tersedia, kW
Nmn = daya nominal mesin, kW
Sementara, efisiensi pemesinan (ηc) dapat didefinisikan sebagai berikut[2]:
cc
mr
N
Nη = ..................................................................... (2.12)
22
2.8 Ongkos Pemakaian Mesin Perkakas
Ongkos pemakaian mesin perkakas persatuan waktu proses dapat
digunakan untuk menghitung ongkos produksi yang rinci (misalnya harga pokok
produksi sebuah single part). Untuk suatu workshop yang melakukan proses
pemesinan, ongkos pemakaian perkakas dapat merupakan gabungan dari ongkos
tetap dan ongkos variabel, yang selanjutnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut[5]:
1. Ongkos tetap mesin, merupakan beban yang dipikul perusahaan atas
kepemilikan suatu mesin atau alat produksi.
2. Ongkos langsung, merupakan komponen ongkos yang muncul akibat
pemakaian mesin untuk berproduksi.
3. Ongkos tak langsung, adalah semua ongkos yang diperlukan untuk
berusaha, yang tidak langsung dikaitkan dengan suatu mesin dan
dibebankan kepada setiap mesin dengan cara pembagian tertentu.
Suatu ongkos dipertimbangkan menjadi komponen ongkos mesin apabila
memenuhi pertimbangan-pertimbangan[6]:
1. Komponen ongkos tersebut berhubungan dengan kepemilikan mesin
perkakas. Yang termasuk di dalamnya antara lain beban penyusutan mesin,
bunga pinjaman, pajak, asuransi, dan sebagainya.
2. Komponen ongkos tersebut timbul karena beroperasinya mesin perkakas.
3. Komponen ongkos tersebut merupakan pendukung beroperasinya mesin
perkakas.
4. Komponen ongkos tersebut merupakan kompensasi atas nilai tambah yang
diberikan oleh proses pemesinan kepada poduk. Kemampuan mesin untuk
memberikan nilai tambah kepada produk ditentukan oleh jenis dan kualitas
mesin tersebut. Mesin-mesin yang berkemampuan tinggi biasanya
berharga mahal. Kualitas mesin dijaga dengan memberikan perawatan
yang baik terhadap mesin tersebut.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas, maka komponen ongkos
yang membentuk ongkos pemakaian mesin perkakas adalah[6]:
1. Ongkos tetap atas kepemilikan mesin
2. Ongkos langsung, terdiri atas:
23
- Ongkos daya
- Ongkos bahan habis
- Ongkos perawatan yang terdiri dari ongkos suku cadang dan perawatan
rutin.
3. Ongkos tidak langsung, terdiri atas ongkos tetap kepemilikan aset selain
mesin produksi dan beban lain-lain seperti pembayaran-pembayaran dan
utilitas yang dipakai (air, gas, dan lain-lain). Setiap mesin menerima beban
ongkos tak langsung sebesar prosentase tertentu dari ongkos tak langsung
total. Faktor yang digunakan untuk menentukan prosentase adalah
machine hour mesin tertentu dibagi dengan jumlah machine hour semua
mesin dalam jangka waktu tertentu, misalnya seminggu atau sebulan.
Kesemua komponen-komponen ongkos diatas membentuk ongkos operasi
mesin dalam satuan waktu (menit)[1].
m d bh main p fix p bc c c c K c K c= + + + ⋅ + ⋅ ............................. (2.13)
dimana,
cm = ongkos operasi mesin (Rp/min)
cd = ongkos daya (Rp/min)
cbh = ongkos bahan habis (Rp/min)
cmain = ongkos pemeliharaan mesin (Rp/min)
cfix = ongkos tetap kepemilikan mesin (Rp/min)
cb = ongkos beban dari unit produksi (Rp/min)
Kp = konstanta pembagi
= (jumlah kumulatif waktu operasi pemesinan)/ (jumlah total waktu
operasi pemesinan seluruh mesin perkakas)
Ongkos daya dapat dihitung dengan:
60
md tot up
mt
Pc W E
P= ⋅
⋅................................................... (2.14)
dimana,
Pm = daya nominal total mesin perkakas (kW)
Pmt = jumlah daya nominal seluruh mesin perkakas (kW)
Wtot = Jumlah daya listrik terpasang di Workshop (kW)
Eup = unit harga listrik (Rp/kWh)
24
Ongkos pemeliharaan dapat dihitung dengan:
main sp pmc c c= + ............................................................ (2.15)
dimana,
csp = ongkos suku cadang (Rp/min)
cpm = ongkos perawatan rutin (Rp/min)
Ongkos suku cadang dihitung dengan:
60
sp
sp
sp
Ec
T=
⋅................................................................ (2.16)
dimana,
Esp = harga pembelian suku cadang (Rp)
Tsp = umur suku cadang (jam)
Ongkos perawatan rutin dihitung dengan:
pm
pm
m pm
Ec
K T=
⋅............................................................. (2.17)
dimana,
Epm = biaya perawatan (Rp)
Tpm = periode pemberlakuan perawatan (bulan)
Km = jumlah menit kerja workshop dalam sebulan (min/bulan)
Ongkos tetap atas kepemilikan mesin dihitung dengan:
( )11
2o pti
fix
yc I y
yc
J
+ +
= ......................................... (2.18)
dimana,
Co = harga pembelian mesin (Rp)
y = umur mesin (tahun)
Ipti = besarnya bunga, pajak, dan asuransi yang dikenakan pada mesin (%)
J = jumlah menit kerja perusahaan dalam setahun (menit)
Dengan mengetahui ongkos operasi mesin per menit, maka ongkos
pemesinan dapat dihitung dengan[2]:
m m cC c t= ⋅ .................................................................. (2.19)
dimana,
Cm = ongkos pemesinan; Rp/produk
25
cm = ongkos operasi mesin; Rp/min
tc = waktu pemesinan; min/produk
2.9 Optimisasi Proses Pemesinan
Berdasarkan gambar teknik suatu produk/komponen mesin beserta bentuk
dan ukuran bahan yang ada, maka dapat direncanakan langkah pengerjaan dengan
urutan yang paling baik (logik). Kondisi pemotongan (v, f, a) ditentukan untuk
memenuhi tujuan yaitu menghasilkan komponen sesuai dengan toleransi yang
diminta dengan kecepatan pembentukan geram setinggi mungkin dengan
memperhatikan berbagai faktor kendala (constraint) pada sistem pemotongan
yang dimaksud (pahat, benda kerja, mesin).
Pada dasarnya dalam setiap proses pemesinan ada tiga variabel proses
yang perlu ditetapkan harganya yaitu kedalaman potong a, gerak makan f, dan
kecepatan potong v, untuk menghasilkan produk sesuai dengan geometri dan
toleransi yang diminta. Sesuai dengan urutan proses yang direncanakan, jelas
perlu ditentukan terlebih dahulu jenis mesin perkakas dan pahatnya (material
pahat disesuaikan dengan kondisi proses yang direncanakan). Kemudian ketiga
variabel proses di atas harus dipilih supaya kecepatan penghasilan geram setinggi
mungkin. Kecepatan penghasilan geram yang tinggi dapat dicapai dengan
menaikkan ketiga variabel proses tersebut dengan urutan sebagai berikut: a,
kedalaman potong, kemudian, f, gerak makan, lalu v, kecepatan potong.
Kedalaman potong (sebesar mungkin) ditentukan terlebih dahulu, dengan
memperhatikan dimensi bahan dan dimensi produk (dimensi akhir) dan dimensi
mata potong pahat, sehingga langkah pemotongan sependek mungkin (mungkin
diperlukan langkah akhir yang berupa penghalusan). Gerak makan ditentukan
sebesar mungkin, tergantung pada gaya pemotongan maksimum yang diijinkan
serta tingkat kehalusan permukaan yang diminta (tidak selalu harus halus). Dan
terakhir kecepatan potong harus ditentukan supaya daya pemotongan (Nc) tidak
melebihi daya tersedia (Nmn).
Proses pemesinan harus direncanakan sebaik mungkin supaya kondisi
pemotongan optimum teoritik dipenuhi/didekati. Perencanaan proses sebaiknya
mengikuti prosedur tertentu (pertahap) seperti yang akan dibahas berikut.
Pembubutan dilakukan secara berurutan sesuai dengan dimensi bahan (raw-
26
material) dan geometri akhir (produk). Sedapat mungkin posisi benda kerja tidak
diubah atau diambil dari pencekamnya (jaw-chuck pada spindel mesin bubut). Hal
ini dimaksudkan untuk menjaga ketelitian geometri produk (kesamaan sumbu
beberapa elemen geometrinya). Kemudian berbagai jenis pahat digunakan sesuai
dengan urutan proses. Untuk setiap langkah pemotongan, kondisi pemotongan
direncanakan menurut prosedur berikut[2]:
Tahap 1, Pemilihan jenis dan geometri pahat
Pahat dipilih sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Material pahat
ditentukan berdasarkan material benda kerja dan kondisi pemotongan
(pengasaran, adanya beban kejut, penghalusan). Bagi pahat Karbida dipilih jenis
P, M, atau K dengan kode angka 10, 20, atau 30, atau yang lain seperti yang
tersedia di bagian perkakas (Tools Crib). Dimensi mata potong harus disesuaikan
dengan penampang geram yang direncanakan, demikian pula dimensi badan
pahatnya.
Tahap 2, Penentuan kedalaman potong a, dan gerak makan f
Supaya proses pembentukan geram berlangsung dengan baik maka rasio
kerampingan geram, δ, ditentukan sebagai berikut, untuk kedalaman potong a ≤ 2,
maka 3 ≤ δ ≤ 8, sedangkan a > 2, maka 5 ≤ δ ≤ 20. Kedalaman potong ditentukan
berdasarkan dimensi bahan relatif terhadap dimensi akhir.
Ditinjau dari kemudahan pengumpulan dan pembuangan geram dari mesin
perkakas, maka bentuk geram yang berupa serpihan lebih diinginkan. Oleh sebab
itu, dipilih harga rasio kerampingan tersebut sebagai berikut:
δ = 20, batas atas,
δ = 5, harga terbaik,
δ = 2, batas bawah.
Pada langkah pengasaran (roughing) kedalaman potong diusahakan
sebesar mungkin (a >2 mm), dalam hal ini sebagai kendala adalah panjang mata
potong dan gaya pemotongan. Sementara itu untuk proses penghalusan (finishing)
biasanya (a ≤ 2 mm). Umumnya pabrik pembuat pahat memberikan rekomendasi
kedalaman potong maksimum yang diperbolehkan.
Sementara itu, gerak makan ditentukan berdasarkan jenis proses, yaitu
pengasaran atau penghalusan. Pada proses pengasaran, gerak makan dipilih
27
sebesar mungkin dan yang menjadi kendala adalah rasio kerampingan geram serta
gaya pemotongan. Pada proses penghalusan, gerak makan bersama-sama dengan
radius ujung pahat menentukan tingkat kehalusan permukaan.
Gerak makan pada proses pengasaran (roughing) dapat ditentukan dengan
rumus berikut:
2sin r
af
δ κ=
⋅............................................................ (2.20)
dimana,
f = gerak makan, mm/r
a = kedalaman potong, mm
κr = sudut potong utama pahat
δ = rasio kerampingan geram
Sedangkan gerak makan pada proses penghalusan (finishing) dapat
ditentukan dengan rumus berikut:
8 t
r
R rf
C
ε⋅ ⋅= ............................................................. (2.21)
dimana,
f = gerak makan; mm/r
Rt = parameter kekasaran (peak to valey height); µm
rε = radius ujung pahat, mm (0,4; 0,8; 1,2; 1,6; 2,4)
Cr = konstanta dipengaruhi oleh kekakuan sistem pemotongan (benda kerja,
pahat).
= 2000; untuk sistem yang kaku
= 2300; untuk sistem yang sedang
= 3000; untuk sistem yang lemah
Apabila gerak makan telah ditentukan maka harganya disesuaikan dengan
tingkatan gerak makan yang ada pada mesin bubut. Gerak makan terpilih pun,
harus ditinjau pula menurut gerak makan yang direkomendasikan oleh pabrik
pembuat pahat.
Berikut adalah harga ekuivalen dari Rt, apabila tanda pada gambar teknik
mencantumkan parameter kekasaran:
28
Tabel 2-2 Ekuivalensi Beberapa Parameter Kekasaran Permukaan[2]
Tingkat
kekasaran,
ISO number
Mean
roughness
index Ra; µm Rz; µm
Peak to
Valey Height
Rt; µm
Keterangan
N12 50,0 163,0 120,0 Sangat kasar
N11 25,0 84,0 63,0
N10 12,5 44,0 32,0 Kasar
N9 6,3 23,0 18,0
N8 3,2 12,0 10,0 Normal
N7 1,6 6,2 6,0
N6 0,8 3,2 3,0
N5 0,4 1,7 1,6 Halus
N4 0,2 0,9 0,9
N3 0,1 0,4 0,5 Sangat halus
Tahap 3, Penentuan Kecepatan Potong
Umumnya pabrik pembuat pahat memberikan rekomendasi kecepatan
potong yang optimum berdasarkan gerak makan terpilih. Berikut adalah contoh
data pemesinan rekomendasi gerak makan dan kecepatan potong, berdasarkan
material pahat dan material benda kerja oleh Sandvik Coromant untuk proses
general turning[3]. Data ini berlaku untuk material benda kerja yang sesuai dengan
tabel 2-1 dan material pahat pada gambar 2-14. Data kecepatan potong ini akan
memberikan umur pahat selama 15 menit.
29
Tabel 2-3 Data Pemesinan untuk Material ISO P dan Proses Turning[3]
Apabila kecepatan potong telah ditentukan maka, putaran spindel dapat
dihitung dengan:
1000 vn
dπ⋅
=⋅
……......................................................... (2.22)
dimana,
n = putaran spindel, rpm
v = kecepatan pemotongan, m/min
d = diameter benda kerja, mm
Kemudian putaran spindel dapat dipilih sesuai dengan tingkat putaran yang
dimiliki oleh mesin bubut.
Apabila putaran spindel telah terpilih, maka daya pemesinan perlu
diperiksa dengan persamaan (2.7), (2.10), (2.11), dan (2.12). Kemudian waktu
pemesinan dapat dihitung dengan persamaan (2.4) dan ongkos pemesinan dapat
dihitung dengan persamaan (2.19).
Berikut adalah gambaran umum prosedur penentuan kondisi pemesinan
optimum:
30
Gambar 2-23 Prosedur Penentuan Kondisi Pemesinan Optimum[2]
Dengan geometrinya yang khusus suatu ulir dibubut dengan menggunakan
pahat bentuk yang mempunyai geometri yang serupa dengan ulirnya. Dalam hal
ini gerak makan harus disesuaikan dengan pits ulir yang bersangkutan.
31
Pembubutan dilaksanakan secara bertahap dengan kedalaman potong harus diatur
sedemikian rupa sehingga ketelitian geometri ulir dapat dicapai. Tabel berikut ini
merupakan rumus-rumus ekuivalen parameter dalam proses membubut ulir:
Tabel 2-4 Rumus Ekuivalen Parameter Proses Bubut Ulir[2]
Elemen (parameter) Ulir Luar Ulir Dalam
Kedalaman potong mula;
a1 =
0(5 / 8 sin 60 )p n⋅ ⋅ 0(5 / 8 sin 60 )p n⋅ ⋅
Kedalalaman potong
berikut; ai= 1a i 1a i
Kedalalaman potong
ekuivalen; aeq,i =
0
1
2sin 60
8a p+ ⋅ ⋅ 0
1
2sin 60
8a p+ ⋅ ⋅
Lebar geram ekuivalen;
beq,i = (kedalaman potong,
a)
0
, sin60eq ia 0
, sin60eq ia
Tebal geram ekuivalen;
heq,i = (gerak makan, f)
( )1 1 1a i a i− − ( )1 1 1a i a i− −
Diameter yang dicapai; d,i = 12d a i− ⋅ ⋅ 0
1 1
22 sin 60
8D a i p+ +
Pada urutan terakhir; d,n= 1 12d a n d− = 0
1 1
22 sin 60
8D a n p D+ + =
dimana,
p = pits ulir
d = D = diameter mayor ulirluar /dalam
d1=D1 = diameter minor ulir luar/dalam
n = jumlah urutan pemotongan
2.10 Pemodelan Berorientasi Obyek
Model adalah suatu representasi atau perwakilan masalah dalam bentuk
yang lebih sederhana dan mudah dikerjakan[1]. Semakin banyak variabel yang
terlibat dalam model, maka model yang dibentuk akan semakin dekat dengan
keadaan sebenarnya. Namun penyelesaian masalah pada model akan semakin
sulit. Oleh karena itu, model yang baik adalah model yang mencakup variabel
yang diperlukan dan menunjukkan penyelesaian yang sederhana.
32
Pemodelan berorientasi obyek adalah suatu metoda pemodelan yang
berusaha membuat model obyek secara natural sesuai dengan sifat sebenarnya.
Sistem pada orientasi obyek disusun oleh sekumpulan obyek yang merupakan
tempat yang berisi struktur data dan sekumpuan metoda yang dibutuhkan untuk
memproses data.
Metoda pemodelan berorientasi obyek memiliki ciri-ciri penting sebagai
berikut[7]:
1. Pola pikir yang alami
Pola pikir yang alami timbul dengan mengkategorikan obyek-obyek
tersebut berdasarkan kebiasaan atau perilaku.
2. Dapat dipakai kembali
Obyek yang telah ada dapat dibangun untuk suatu sistem sehingga hal
yang telah ada dapat dimanfaatkan kembali. Dengan demikian akan
menghasilkan penghematan biaya dan waktu pengembangan sistem, serta
dapat meningkatkan keandalan sistem.
3. Kemudahan dalam membuat model dengan kompleksitas tinggi
Kompleksitas obyek yang digunakan dapat terus meningkat karena obyek
dibangun dari obyek yang lain.
4. Perancangan dan modifikasi mudah
Kelas-kelas dalam pemodelan berorientasi obyek memiliki atribut masing-
masing yang memudahkan untuk melakukan perancangan ataupun
modifikasi.
Kelebihan metoda pemodelan berorientasi obyek dibandingkan dengan
metoda lainnya sebagai berikut[7]:
1. Kelas-kelas obyek dirancang untuk dapat digunakan kembali dalam
berbagai sistem.
2. Kelas yang digunakan menjadi semakin stabil.
3. Memiliki sifat encapsulation yang dapat menyembunyikan detail obyek,
sehingga kelas obyek yang kompleks mudah untuk digunakan.
4. Perancangan yang relatif lebih cepat.
5. Pemrograman yang lebih mudah.
33
6. Hasil yang diperoleh mendekati kenyataan karena batas antara analisis,
perancangan mapun implementasinya tidak jauh berbeda melainkan
langsung diterjemahkan.
7. Dapat diterapkan pada berbagai sistem, baik untuk sistem informasi
maupun untuk sistem yang belum menggunakan orientasi obyek.
8. Mudah dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan.
Pada pemrograman berorientasi obyek atau Object Oriented Programming
(OOP), kode pemrograman dan data disatukan sebagai suatu obyek yang tidak
dapat dipisahkan. Ide OOP yaitu bahwa setiap obyek akan mengelola sendiri
setiap data dan fungsi yang dimilikinya.
Hal-hal yang dapat dilakukan obyek meliputi empat fungsi berikut[8]:
1. Penerimaan pesan, yang dilakukan menggunakan metoda yang dimiliki.
2. Pemrosesan data yang ada dalam dirinya sendiri.
3. Pengiriman pesan ke obyek lain atau dirinya sendiri.
4. Pengiriman obyek sebagai balasan pesan yang diterima.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemrograman berorientasi obyek
yaitu:
1. Obyek (Objects)
Obyek merupakan suatu kotak hitam berisi kode pemrograman dan data
yang dapat:
a. Menerima pesan (message) dari obyek lain.
b. Mengirimkan pesan (message) yang berupa pesan/pertanyaan kepada
obyek lain atau jawaban ke obyek lain yang telah mengirimkan pesan.
Pesan dapat dianggap sebagai pemanggilan prosedur atau metoda
operasi. Obyek pengirim pesan menyebutkan operasi mana yang
dikehendaki, bukan bagaimana obyek penerima pesan bekerja. Data
yang ada dalam obyek penerima pesan hanya dapat diubah oleh fungsi
atau prosedur yang dimiliki obyek itu sendiri.
2. Kelas (Classes)
Kelas merupakan kumpulan obyek yang memiliki struktur dan perilaku
yang serupa. Sebuah obyek yaitu contoh (instance) dari sebuah kelas.
34
Dalam mendefinisikan kelas baru ada dua hal penting yang perlu
diperhatikan :
a. Atribut
Adalah tempat menyimpan data atau informasi. Atribut mempunyai
nilai tunggal atau beberapa nilai yang digabungkan menjadi satu
kelompok, misalnya nama jalan, nomor rumah, kota, dan kode pos
dikelompokkan menjadi satu atribut address.
b. Metoda
Adalah pesan yang dimengerti oleh obyek yang menjabarkan proses
pengolahan data yang ada dalam sistem. Alat yang dipergunakan untuk
menjabarkan metoda contohnya: bagan alir (flow chart), tabel
keputusan, dan lain-lain.
3. Pesan (message)
Merupakan suatu bentuk komunikasi antar obyek. Obyek penerima pesan
akan mengerti pesan yang diterima apabila pesan tersebut telah
didefinisikan terlebih dahulu sebagai interface yang dimilikinya.
4. Penyembunyian (encapsulation)
Adalah suatu prinsip penyembunyian informasi tentang nilai atribut dan
layanan yang dimiliki sebuah obyek terhadap obyek yang lain. Ide yang
mendasari prinsip ini yaitu bahwa setiap obyek akan mengelola tiap data
dan fungsi yang dimilikinya sendiri.
5. Pewarisan (inheritance)
Sub kelas mempunyai sifat turunan dari kelas induknya karena mewarisi
segala atribut dan metoda kelas induk. Kelas induk sering disebut sebagai
parent class atau super class dan merupakan generalisasi dari kelas-kelas
turunannya.
6. Polimorfisme (polymorphism)
Yaitu operasi yang sama dapat bersifat/dilakukan berbeda pada kelas yang
berbeda pula.
7. Struktur
Adalah bentuk ekspresi untuk menyederhanakan model masalah yang
kompleks melalui suatu hubungan.
35
2.11 Java dan MySQL
Java memiliki beberapa keunggulan bila dibandingkan dengan bahasa
pemrograman lainnya. Ada beberapa aspek yang akan dibahas, antara lain :
1. Java bersifat sederhana dan relatif mudah
Java dimodelkan sebagian dari bahasa C++, namun dengan memperbaiki
beberapa karakteristik C++, seperti mengurangi kompleksitas beberapa
fitur, penambahan fungsionalitas, serta penghilangan beberapa aspek
pemicu ketidakstabilan system pada C++.
2. Java berorientasi pada objek (Object Oriented)
Java adalah bahasa pemrograman yang berorientasi objek (OOP), bukan
seperti Pascal, Basic, atau C yang berbasis prosedural. Dalam
memecahkan masalah, Java membagi program menjadi objek-objek,
kemudian memodelkan sifat dan tingkah laku masing-masing.
Selanjutnya, Java menetukan dan mengatur interaksi antara objek yang
satu dengan lainnya.
3. Java bersifat terdistribusi
Pada dekade awal perkembangan PC (Personal Computer), computer
hanya bersifat sebagai workstation tunggal, tidak terhubung satu sama
lain. Saat ini, system komputerisasi cenderung terdistribusi, mulai dari
workstation client, e-mail server, database server, web server, proxy
server, dan sebagainya.
4. Java bersifat Multiplatform
Dewasa ini kita mengenal banyak platform Operating System, mulai dari
Windows, Apple, berbagai varian UNIX dan Linux, dan sebagainya. Pada
umumnya, program yang dibuat dan di-compile di suatu platform hanya
bisa dijalankan di platform tersebut, yakni dapat di-“terjemahkan” oleh
Java Interpreter pada berbagai sistem operasi.
5. Java bersifat MultiThread
Thread adalah proses yang dapat dikerjakan oleh program dalam suatu
waktu. Java bersifat Multithreaded, artinya dapat mengerjakan beberapa
proses dalam waktu yang hampir bersamaan.
36
MySQL merupakan salah satu database yang paling digemari dengan
alasan bahwa program ini merupakan database yang sangat kuat dan cukup stabil
untuk digunakan sebagai media penyimpanan data[9]. Hal lain yang merupakan
salah satu alasan kenapa memilih distro ini adalah karena MySQL merupakan
software database yang bersifat free (gratis) karena MySQL dilisensi dibawah
GNU General Public License. Sebagai sebuah database server yang mampu
untuk memanajemen database dengan baik, MySQL terhitung merupakan
database yang paling banyak digunakan dibanding database lainnya. Selain
MySQL masih terdapat beberapa jenis database server lainnya yang juga
memiliki kemampuan yang tidak biasa, database itu adalah Oracle dan
PostgreSQL.
Pada distro database ini, MySQL juga memiliki query yang telah
distandarkan ANSI/ISO yaitu menggunakan bahasa SQL sebagai bahasa
permintaannya, hal tersebut juga telah dimiliki oleh bentuk-bentuk database
server lainnya seperti Oracle, PostgreSQL, MSSQL, dan SQL Server.
Kemampuan lain yang dimiliki MySQL adalah mampu mendukung
Relational Database Management System (RDBMS), sehingga dengan
kemampuan ini MySQL akan mampu menangani data-data perusahaan yang
berukuran sangat besar hingga berukuran gigabyte. MySQL pun dapat
dikoneksikan dengan mudah ke Java melalui JDBC driver maupun JDBC-ODBC
driver[10].