Post on 03-Feb-2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
China merupakan negara yang mempunyai jumlah penduduk terbesar di
dunia dan wilayah yang luas. Hal ini menjadi alasan munculnya keberagaman
agama, budaya, dan bahasa di masing-masing wilayah China yang tersebar. Bangsa
China menganggap bahwa mereka adalah pusat peradaban dunia. Dalam buku putih
China disebutkan bahwa Tibet sejak pertengahan abad ke 13, resmi menjadi bagian
dari wilayah Dinasti Yuan, namun pernyataan ini dipatahkan oleh para pemimpin
Tibet, karena Tibet tidak pernah sekalipun membayar pajak atau administratif
lainnya yang dapat membuktikan Tibet merupakan bagian dari China. Pemerintah
China menganggap bahwa kontak individual dengan para Lama (Pemimpin Tibet)
tersebut menunjukan adanya otoritas Dinasti Ming terhadap Tibet. Tetapi ketika
Tibet sudah tidak lagi dipimpin oleh para Lama itu, apapun sifat dari kontak
tersebut, tidak berpengaruh sama sekali terhadap status independen Tibet.1
Hal ini berarti Tibet tanpa pemerintahan Lama bukan lagi suatu wilayah yang
merdeka atau bebas, sehingga China merasa berhak untuk mengatur dan menguasai
Tibet sesuai dengan sistem pemerintahan China yang didominasi oleh kekuasaan
komunis. Konflik antara China dan Tibet akhir-akhir ini menjadi perbincangan dan
1 Soyomukti, Nurani, Revolusi Tibet : Fakta, Intrik, dan Politik Kepentingan Tibet-China-Amerika Serikat, Garasi, 2008, hal 30
2
isu utama di Dunia Internasional. Hal ini menjadi menarik untuk disimak karena
terlebih konflik antara Tibet dan China ini mulai kembali mencuat menjadi isu
internasional yang nampaknya akan mengundang banyak tanggapan dunia
internasional. Hal ini menjadi sangat menarik karena isu ini kembali mencuat setelah
China dipilih menjadi tuan rumah kejuaraan olahraga bertaraf internasional yaitu
Olimpiade Beijing 2008. China terus dibayangi dengan isu pelanggaran HAM yang
dilakukan pemerintah China kepada demonstran ProTibet (Lihat Lampiran pada
Gambar III).
China dan Tibet yang sudah hampir 40 tahun mengalami konflik, hingga saat
ini masih sulit menemukan jalan keluar untuk mencapai kesepakatan demi
kedamaian bersama. Ada kisah menarik yang sering "diabaikan" yaitu suatu
kenyataan yang pernah terjadi berabad-abad di Tibet, yaitu perbudakan. Bagaimana
kaum elite, kaum tuan tanah, para Lama mengambil keuntungan-keuntungan dari
manusia dengan kasta terendah ini, yang terjadi dalam sistem kebudayaan,
kehidupan spiritual dan sejarah panjang perbudakan yang pernah terjadi di Tibet.
Beberapa alasan inilah yang membuat penulis tertarik untuk menelitinya
dengan sebuah skripsi yang berjudul Tindakan Represif Pemerintah China
terhadap wilayah Tibet Dengan Migrasi Etnis Han dan Rekayasa Sosial.
B. Tujuan Penelitian
Suatu penulisan biasanya dilakukan untuk memberikan gambaran obyektif
terhadap fenomena tertentu. Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain :
3
1. Mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan Pemerintah China
melakukan tindakan represif terhadap Budaya di wilayah Tibet.
2. Memberikan gambaran tentang konflik yang terjadi antara China dan
Tibet khususnya dalam masalah budaya Tibet dengan migrasi Etnis
Han China dan rekayasa sosial.
3. Mengetahui sejauh mana tindakan pemerintah China untuk
memusnahkan Etnis asli Tibet kepemimpinan rejim Dalai Lama demi
meyatukan Tibet kedalam wilayahnya kembali. Serta mengetahui
tanggapan dunia internasional terhadap kasus ini.
4. Mengaplikasikan teori-teori yang penulis dapatkan selama proses
belajar di perkuliahan.
5. Penelitian ini sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana S1 pada
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional, Fisipol Universitas
Muhammadyah Yogyakarta.
C. Latar Belakang Permasalahan
China merupakan salah satu wilayah yang memiliki luas wilayah yang cukup
besar dan populasi tertinggi di dunia. Keluasan wilayah China, serta keragaman suku
dan populasi yang tinggi, menjadikan China sebagai negeri yang sulit menciptakan
persatuan. Dibalik sejarah kedinastian China sendiri serta lamanya peradaban yang
terjadi, tersembunyi suatu kenyataan yang semakin membuat China berbeda dengan
negara Asia lainnya. China memilki beberapa kelompok minoritas di antara
kehidupan sosialnya. Kuatnya kebudayaan China dengan masih terpeliharanya
4
kebudayaan asli China, mulai dari Bahasa, serta identitas nasionalnya yang
bermacam-macam, membuat daerah di perbatasan dan terpencil dari wilayahnya
dengan jarak yang cukup jauh dari pusat pemerintahan semakin terlupakan.
Tibet dahulunya adalah sebuah kerajaan merdeka yang mengalami interaksi
maupun benturan terutama secara politik dengan dinasti-dinasti yang ada di dataran
China. Raja Tibet diberi gelar Dalai Lama dimana Dalai Lama yang sekarang,
Tenzin Gyatso adalah Dalai Lama ke-14. Dalai Lama adalah pemimpin negara Tibet
dan sekaligus pemimpin keagamaan. Tibet menjadi provinsi China pada tahun 1950
setelah tentara merah China menyerbu wilayah ini, dan berhasil menguasai ibu kota
provinsi Tibet yaitu Lhasa dan mengusir Dalai Lama dari kekuasaannya. Pada
tanggal 17 Maret 1959, Dalai Lama berhasil meloloskan diri dari penangkapan
tentara China ke India oleh usaha pelarian yang dipimpin oleh Gampo Tashi, dan
mendirikan semacam pemerintahan pelarian di Dharamsala, India utara sampai
sekarang.
Jika dilihat dari sejarah China, Tibet merupakan wilayah kesatuan China
(Lihat Lampiran pada Peta I dan II). Tibet menjadi sebuah wilayah yang penting,
karena negeri ini berbatasan langsung dengan negara India yang di klaim sebagai
negara “kontroversi” bagi China. Wilayah Tibet menjadi kunci keamanan
diperbatasan dengan selatan. Secara ekonomi Tibet merupakan negeri miskin dan
media seakan meyakinkan khalayak bahwa kemiskinan Tibet adalah akibat dari
sikap diskriminatif pemerintah China. Padahal, kemiskinan Tibet adalah akibat
feodalisme keagamaan yang masih tersisa sejak berabad-abad, di mana kalangan
5
aristokrat dan para Dalai Lama hidup enak di istana, sedang kebanyakan rakyat
menderita kekurangan. Tibet mulai mencuat menjadi sorotan masyarakat
internasional.
Tibet yang dikenal mempunyai sejarah keunikan peradaban yang arif
kembali menorehkan polemik yang cukup dramatis. Aksi para biksu Tibet dalam
menggalang tuntutan terhadap China seakan mengulang kembali pemberontakan
Tibet yang pernah bergolak di Tahun 1959. Sebagaimana yang telah santer
diberitakan oleh berbagai media, sekurangnya 300 biarawan atau rahib berbaris di
pusat kota Lhasa Tibet pada 10 Maret 2008 untuk menggelar aksi damai
memperingati kegagalan pemerintah China menundukkan Tibet serta pengusiran
Dalai Lama, Pemimpin Spiritual Buddha Tibet ke pengungsian di tahun 1959.2
Selama bertahun-tahun masalah Tibet nyaris terlupakan dan kehilangan
sorotan internasional. Dalai Lama dan para pelarian di pemerintahan pengasingan
terus menyerukan agar China memberikan kemerdekaan kepada Tibet. China sendiri
yang tidak ingin terus terjadi perlawanan di Tibet pun memberikan hak otonomi
khusus. Alasan lain pemberian otonomi khusus adalah karena mayoritas penduduk
Tibet, seperti halnya juga daerah Mongolia Dalam, bukan berasal dari suku Han.
93% merupakan suku Tibet dan hanya 6% dari suku Han, itu pun berasal dari luar
Tibet. Pada dekade 1980, China mengadakan reformasi Pintu Terbuka dan mulai
melakukan pembangunan di Tibet. Masalah Tibet nyaris dianggap selesai ketika
2 http://id.shvoong.com/books/1866289-revolusi-tibet/ 8 Februari 2009
6
Panchen Lama, pemimpin tertinggi kedua Tibet, menyatakan bergabung dengan
China pada awal dekade tahun 2000-an.
Gejolak terjadi karena pemerintahan China bereaksi keras dengan menahan
antara 50 hingga 60 rahib. Aksi tersebut berbuntut panjang, demonstrasi dan aksi
massa pun meluas. Beijing mempertahankan keyakinan bahwa Tibet secara historis
merupakan bagian dari China. Sementara itu, banyak orang Tibet beralasan bahwa
wilayah Himalaya selama berabad-abad adalah wilayah merdeka. Dibalik
konfrontasi Tibet untuk melepaskan diri dari pemerintah China ternyata menyimpan
berbagai fakta terselubung.
Belum pernah Isu Tibet begitu mencuat dan menjadi isu hangat dunia
internasional. Ada yang bersimpati, ada yang netral, namun ada pula yang sangat
keras terhadap China. China mencoba mengubah sikap rakyat Tibet akan tetapi hal
itu sulit untuk dilakukan. Kebijakan politik penempatan warga China di Tibet
diambil sebagai satu-satunya penyelesaian. Jika tidak dapat membuat mereka
menjadi orang China, maka warga China-lah yang ditempatkan di Tibet. Melalui
kebijakan itu warga Tibet menjadi penduduk minoritas yang termarjinal. China
beranggapan masalah dapat diselesaikan melalui langkah itu.
D. Pokok Masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat diajukan suatu pokok permasalahan
sebagai berikut, yaitu Faktor-faktor apa yang menyebabkan Pemerintah China
melakukan tindakan represif terhadap wilayah Tibet?
7
E. Kerangka Teori
KONSEP NATION BUILDING
Nation building dipahami sebagai proses konsolidasi dan integrasi
dari kelompok-kelompok pembentuk negara sehingga tidak mudah terpecah-
pecah baik dari luar maupun dari dalam.3 Nation Building berhubungan erat
dengan Etnis (nation) dalam satuan wilayah teritorial yang kemudian disebut
negara, sehingga kuat lemahnya nation building tersebut tergantung pada
bagaimana etnis-etnis didalamnya berinteraksi baik berkonflik ataupun
berkerjasama.4 Sehingga proses nation building melalui integrasi dapat
berjalan dan dapat dikatakan sebagai proses yang tak pernah selesai karena
menyangkut keamanan negara.
Keanekaragaman ini disisi lain membawa keunggulan tersendiri yang
turut membentuk identitas nasional sebagai modal dasar pembangunan
termasuk dalam berinteraksi dengan negara lain. Ketidakstabilan ini lebih
karena upaya kelompok dalam mengakomodasikan kepentingannya.
Berbagai kepentingan tersebut menyangkut segala hal kebutuhan kelompok
dalam mempertahankan eksistensinya ditengah-tengah masyarakat.
3 Trans-Vol1.pdf-No3-artikel/ Kelompok Sosial Dalam Integrasi Nasional/4-Desember-2006/hal.8 4 Ibid., hal 9
8
Upaya pengakomodasian kepentingan dari berbagai kebutuhan ini
bukan hanya berhadapan dengan elit namun juga berhadapan dengan
kepentingan kelompok lain dengan upaya yang sama. Dapat dikatakan
persinggungan kepentingan yang tidak terakomodasikan dengan baik akan
menagkibatkan terjadinya konflik. Konflik ini terkadang tidak dapat
dihindari meskipun pemerintahan suatu negara selalu berusaha untuk
mengakomodasikan berbagai kepentingan warganya dalam kerangka besar
kepentingan nasional yang di dalamnya termasuk nation building.
Konflik ini pula yang berpotensi menjadi ancaman terhadap integritas
nasional. Lemahnya derajat integrasi nasional akan menyebabkan jarum
spektrum nation building yang pada sejarah suatu negara bangsa telah
mencapai pada titik kematangan (mature), mengalami pergeseran kearah
ketidak matangan (immature). Pergeseran kearah negatif ini tidak bisa hanya
dibebankan kepada masyarakat atau warga negara selaku modal utama dalam
nation building. Peranan pemimpin atau pemerintah juga sangat berpengaruh
dalam pergeseran-pergeseran yang terjadi dalam integrasi nasional.
Menurut pakar politik Morgenthau, Kepentingan Nasional (National
Interest) merupakan pilar yang utama tentang teori politik internasonal dan
politik luar negeri. Kepentingan nasional suatu negara yaitu mengejar
kekuasaan, yaitu apa saja yang bisa membentuk dan mempertahankan
9
pengendalian suatu negara atas negara lain.5 Tentunya hubungan kekuasan
atas kekuasaan dan pengendalian dapat dilakukan melalui teknik-teknik
paksaan maupun kerjasama. adapun kepentingan nasional suatu negara dapat
meliputi integritas teritorial suatu negara, kedaulatan, dan prestige.
Nation Building seharusnya menjadi suatu proses terpenting dalam
mengkonsolidasi kemerdekaan dan keutuhan bagi China adalah sebuah
negara yang terdiri dari berbagai suku, termasuk Tibet. Dengan begitu
tentunya, diskriminasi rasial tidak akan bisa dilegitimasikan, karena setiap
warga negara China tentunya memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Kewarganegaraan China tidak mengenal asal usul keturunan, agama dan
status sosial-nya. Namun dalam persoalan Tibet, isu dan masalah yang
berkembang juga berbeda.
Dalai Lama menggunakan istilah ‘Genosida budaya’ Tibet dengan
melihat pada aksi Pemerintah China yang mendorong masukkan Etnis Han,
dari China bagian lain, ke Tibet. Selain itu, Etnis Tibet juga makin
terpinggirkan dari pembangunan ekonomi di Tibet. Namun faktor kenyataan
internasional, dengan tidak ada satu negara dan pemerintahan di dunia ini
yang mempertentangkan status Tibet dan mengakuinya sebagai bagian dari
China, dan bersedia untuk memberikan pengakuan legal apa pun kepada
Dalai Lama yang berada dalam pemerintahan pengasingan di Dharamsala,
wilayah India yang berbatasan dengan Tibet.
5 Mas’oed Mohtar, Ilmu Hubungan Internasional: Displin dan Metodologi hal.140/1990
10
KONSEP OTORITERISME
Otoriterisme menurut Guillermo O`Donnel, dapat berarti Pemerintah
yang dipegang oleh militer bukan sebagai diktator melainkan sebagai suatu
lembaga, berkolaborasi dengan teknokrat sipil dan masyarakat bisnis
internasional, Pengambilan keputusan dalam rezim otoriterisme-birokratis
bersifat birokratik-teknokratik, sebagai lawan pendekatan politik dalam
pembuatan kebijaksanaan yang memerlukan suatu proses tawar-menawar
yang lama diantara berbagai kelompok kepentingan dengan demobilisasi
massa melalui tindakan-tindakan represif.6
Suatu pemerintahan otoriter dan terbiasa dengan gaya sistem
kepemimpinan yang otoriter hanya saja pembangunan yang dikatakan
berhasil pada saat bersamaan juga telah mengorbankan hak asasi manusia
(HAM), demokrasi dan negara hukum yang semuanya seringkali
diterlantarkan karena sistem otoriter berkaitan dengan sistem budaya, sosial
dan politik di China. Sistem otoriter yang berlaku tidak memberi kesempatan
untuk keterbukaan, kebebasan, dan dialog yang tulus.
Persoalan cenderung diselesaikan lewat represi dan kekerasan-
kekerasan yang melanggar hak asasi serta mengasingkan rakyat di daerah
dari kebersamaan dan persaudaraan. Sistem, kebijakan, budaya dan
6 Lutfiwahyudi, “Netralitas Birokrasi”, 16 Maret 2007 di
http://lutfiwahyudi.wordpress.com/2007/03/16/netralitas-birokrasi/
11
pendekatan serba represif, serta tidak adil itulah yang biasanya tinggalkan
melalui reformasi yang telah diberi legitimasi lewat pemilihan umum yang
demokratis. Itulah mengapa konsep itu tanpa disadari tetap bertahan dan
berlaku dengan kenyataan bahwa pada situasi tertentu konsep otoriterisme
mengungkapkan itikad yang cukup populer dan dalam semua masyarakat
terdapat berbagai situasi dimana kebebasan bisa jadi bertentangan dengan
kepentingan negara atau masyarakat misalnya dalam suasana kekacauan
seperti yang terjadi dalam masalah China dan Tibet.
F. Hipotesis
Faktor-faktor yang menyebabkan Pemerintah China melakukan tindakan
represif di wilayah Tibet yaitu disebabkan oleh dua faktor antara lain:
1) Integritas Teritorial China atas wilayah Tibet
2) Kedaulatan Negara China terhadap wilayah Tibet
G. Jangkauan Penelitian
Jangkauan Penelitian dalam penulisan skripsi ini ditekankan pada konflik
China dan Tibet antara tahun 1959-2008. Sejak Partai Komunis China masuk dan
berkuasa, Pemerintah China selalu bersikap anti-agama. Berbagai strategi telah
disusun untuk mencegah berkembangnya agama termasuk dengan Dalai Lama.
Namun berbagai hal yang menjadi latar belakang bagi peristiwa-peristiwa yang akan
terjadi menjadi suatu gambaran selanjutnya sepanjang masih relevan dengan
12
penelitian untuk membatasi penelitian agar tidak terlalu luas dan memudahkan
seleksi data.
H. Metode Pengumpulan Data
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini bersifat deskriptif
analisis, yaitu menjelaskan dan menganalisis permasalahan berdasarkan data dan
informasi yang dikumpulkan. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara
penelitian pustaka (Library Research) dengan perolehan data sekunder yang
bersumber dari majalah, buku-buku, jurnal, surat kabar, website online, dan
dokumen pustaka lainnya.
I. Sistematika Penulisan
BAB I. PENDAHULUAN
Bab Pendahuluan ini berisi antara lain mengenai alasan pemilihan judul, apa
yang menjadi latar belakang masalah, tujuan penulisan, perumusan masalah,
teori yang digunakan, hipotesa yang diajukan, jangkauan penelitian, dan
metode pengumpulan data.
BAB II. GAMBARAN UMUM TENTANG KONFLIK CHINA DAN
TIBET
Bab ini menjelaskan tentang konflik antara China dan Tibet, tentang
pergolakan Tibet, lebih khusus lagi akan dibahas mengenai Gambaran
13
Umum Konflik China dan Tibet, Sejarah Awal Tibet Dibawah Kendali
China, Keberagaman Etnis dan Budaya, Kebijakan Pemerintah China
Terhadap Etnis di China dan Otonomi Khusus Tibet, serta Munculnya
Pergolakan dan Tindakan Represif China di wilayah Tibet.
BAB III. TIBET DIBAWAH KEKUASAN PEMERINTAH CHINA
Bab Tiga ini menjelaskan tentang kondisi Tibet dibawah kekuasaan
pemerintah China sejak masuknya kekuatan Komunis tahun 1959, tindakan
represif pemerinrtah China terhadap budaya Tibet dengan menyingkirkan
etnis asli Tibet, Perlawanan oleh rakyat Tibet, dan Dukungan Internasional
terhadap Penyelesaian masalah China dan Tibet.
BAB IV. FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PEMERINTAH
CHINA MELAKUKAN TINDAKAN REPRESIF DI
WILAYAH TIBET
Bab Empat ini akan menjelaskan tentang bagaimana faktor-faktor apa yang
menyebabkan pemerintah China melakukan tindakan represif terhadap
budaya Tibet dengan melihat dua faktor yaitu Integritas Teritorial China atas
wilayah Tibet, dan Kedaulatan China terhadap wilayah Tibet.
BAB V. KESIMPULAN
Bab Lima ini berisi kesimpulan dari bab satu hingga bab empat yang
merupakan intisari dari tulisan ini.
14
BAB II
GAMBARAN UMUM KONFLIK CHINA DAN TIBET
Masalah yang terjadi antara Pemerintah china dan Tibet adalah gangguan
keamanan yang beberapa pekan terakhir terjadi karena protes rakyat Tibet atas
berbagai kebijakan Pemerintah China yang dinilai tidak tepat untuk Tibet, meski
pemerintah dan rakyat China menganggapnya benar demi kemakmuran dan
perkembangan Tibet. Konflik yang sudah berlangsung cukup lama ini sangat kental
hubungannya dengan budaya dan agama yang cukup berbeda antara China dan
Tibet. Perbedaan inilah yang membuat China merasa ‘risih’, mengingat Tibet
merupakan satu kesatuan wilayah China.
Ditinjau dari sejarah geografis, Tibet selalu dipandang sebagai kawasan
tertutup yang mandiri, tapi sangat lama kerajaan di Himalaya itu berada di bawah
pengaruh asing. Awal abad ke-20 Inggris mewakili politik luar negeri Tibet di
panggung politik dunia. 400 tahun lalu Kaisar China memiliki hak suara dalam
reinkarnasi pimpinan spiritual tertinggi Tibet.
Sejak berabad-abad Tibet menjadi lambang status kebanggaan kekaisaran
China. Penguasa Tibet menghantarkan hadiah-hadiah bergengsi ke halaman istana di
Beijing, dimana menurut tulisan China Kaisar China diakui sebagai putra surga.
Sebagai imbalan mereka tidak diganggu gugat. Kaisar China mengirimkan
utusannya ke Lhasa, tapi mereka jarang mencampuri urusan pribadi Tibet. Jika
15
negara-negara lain mengancam Tibet, Lhasa bahkan meminta bantuan kepada
penguasa di China.7 Munculnya protes dari rakyat Tibet yang menginginkan
kemerdekaan dari China membuat nasionalisme China muncul. Pemerintah China
tidak segan untuk melakukan upaya-upaya yang dapat menghentikan budaya Tibet.
Salah satu dari masalah tesebut adalah perbedaan antara agama Budha yang dianut
oleh Etnis China dan agama Budha yang dianut oleh Etnis Tibet.
Tibet mempercayai Dalai Lama sebagai Budha serta pemimpin Tibet. Hal
inilah yang membuat pemerintah China semakin gencar untuk memusnahkan budaya
Tibet sebagai bentuk suatu kedaulatan negara. Namun tindakan pemerintah China ini
mengundang protes dari beberapa LSM internasional dan "mendesak" serta
"memaksa" Pemerintah China untuk memperbaiki masalah-masalah HAM di Tibet.
Pro dan kontra mulai muncul dalam usaha penegakan HAM di China, pada
usaha pemberian otonomi lebih luas kepada Tibet. Namun kebijakan China untuk
penegakan HAM akan tergantung pemerintah dan rakyat China sendiri yang sudah
memahami adanya masalah, tetapi membutuhkan waktu dan perkembangan politik
tertentu untuk dapat menyelesaikannya secara berarti dan sungguh-sungguh.
Pemerintah china tentu saja akan mendahulukan kepentingan nasionalnya yang
dianggap lebih penting dalam skala prioritas mereka. Berbagai tekanan bukan tidak
7 “Status Tibet yang Diperdebatkan”, 21-Mar-2008 di
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=1&jd=Status+Tibet+yang+Diperdebatkan&dn=20080321035530
16
mungkin akan membangkitkan nasionalisme China yang lebih kuat, bahkan akan
timbul sikap anti-asing seperti pernah terjadi pada zaman Mao Zedong.
Masalah Tibet dapat diselesaikan tanpa adanya koban maupun pelanggaran
HAM melalui perbaikan strategi, sikap, dan kebijakan pemerintah China.
Pemerintah China melalui pemimpin Tibet yaitu Dalai Lama menghendaki agar
Tibet mengakui kedaulatan China atas Tibet secara konsekuen. Bentuk otonomi
yang akan diterapkan merupakan masalah yang harus dirundingkan di antara
mereka.
A. Sejarah Tibet di Bawah Kendali China
Melihat sejarah awal terbentuknya hubungan China dan Tibet, dimulai pada
saat kepemimpinan pengusaha Tibet Trisong Detsen yang berkuasa antara tahun 755
sampai dengan tahun 797.8 Penguasa Tibet ini memperluas wilayah Tibet dengan
menguasai sebagian wilayah China. Pada tahun 763, Ibukota China, Chang'an atau
Xian diserang dan hasilnya China harus membayar pajak tahunan pada Tibet. Lalu
pada tahun 783, dibuatlah sebuah perjanjian untuk mengatur masalah perbatasan
antara china dan Tibet. Perjanjian perdamaian tersebut baru dilaksanakan tahun 821.
Teks perjanjian tersebut ditulis dalam bahasa China dan tibet.
Adapun isi dari perjanjian ini yaitu mengenai daerah perbatasan yang
ditandai dengan tiga pilar yang ditancapkan di Gungu Meru, Lhasa, dan terakhir di
8 Soyomukti, Nurani, Revolusi Tibet : Fakta, Intrik, dan Politik Kepentingan Tibet-China-Amerika Serikat, Garasi, 2008, hal 26
17
di chang'an, ibukota China..9 Semua yang ada di timur adalah milik China dan
semua yang ada dibarat adalah milik Tibet. Hubungan antara China dan Tibet yang
cukup panjang dan berliku.
Namun hampir sepanjang satu abad terakhir, Tibet senantiasa menjadi bahan
polemik. Pada 1904 Kerajaan Inggris melakukan invasi terhadap Tibet dan berhasil
menguasai ibu kota Lhasa sebagai respons atas serangan yang dilakukan pasukan
Gurkha. Namun, kemenangan yang berhasil diraih Inggris mendapatkan tanggapan
keras oleh Kerajaan China. Dinasti Ch'ing menganggap serangan tersebut ilegal
serta menyatakan Tibet adalah bagian dari wilayahnya. Ketika Mao Zedong
menguasai Republik Rakyat China, dia kembali menekankan kedaulatannya atas
Tibet.
Di dalam “Buku Putih” China dinyatakan bahwa Tibet merupakan milik
China. Sejak tahun 1912, Tibet telah mencapai kemerdekaan de facto dari China,
tetapi kadang memang menunjukkan sikap yang seakan Tibet berada dalam keadaan
sebagai “bagian China”.10 Namun Sebagai kelanjutannya, Mao mengirim Tentara
Pembebasan Rakyat (PLA) menuju perbatasan Tibet serta menguasainya pada 1950.
Kemudian Tibet dan China melakukan perjanjian yang isinya menjadikan Tibet
sebagai wilayah otonomi di bawah pemimpin tradisional Tibet, Dalai Lama. Namun,
pemerintah China mengingkari isi perjanjian dengan membatasi pemerintahan yang
dipegang Dalai Lama. Alasannya, mereka ingin menghapus sistem pemerintahan
9 Ibid, hal 27 10 Soyomukti, Nurani, Revolusi Tibet : Fakta, Intrik, dan Politik Kepentingan Tibet-China-Amerika
Serikat, Garasi, 2008, hal 38
18
feodalisme dan mengubahnya menjadi sistem pemerintahan komunis.
Tindakan yang dilakukan pemerintah China membuat Dalai Lama tidak
setuju sehingga mulai merencanakan pemberontakan terhadap pemerintahan
komunis China. Pemberontakan pecah pada Mei 1956. Namun akibat kurangnya
perhatian internasional terhadap perjuangan rakyat Tibet, pemberontakan tersebut
berhasil ditutupi oleh pemerintah China. Dalai Lama melarikan diri ke Dharamsala,
India, dan mendirikan pemerintahan sementara di sana hingga sekarang. Panchen
Lama, figur spiritual terbesar kedua Tibet setelah Dalai Lama, kemudian
mengumumkan dukungannya atas kekuasaan China. Dalai Lama kemudian didaulat
sebagai pemimpin spiritual Tibet dan pada 1960, membentuk pemerintahan wilayah
Otonomi Tibet.
B. Keberagaman Etnis dan Budaya
China merupakan salah satu negara yang multietnis. China merupakan suatu
negara kesatuan yang bersatu dan mempunyai banyak Etnis minoritas. Adapun
Etnis-etnis yang ada di China meliputi: Han, Mongol, Hui, Tibet, Uigur, Miao, Yi,
Zhuang, Buyi, Korea, Man, Dong, Yao, Tujia, Hani, Khazak, Dai, Li, Lisu, Wa, She,
Gaoshan, Lahu, Shui, Dongxiang, Naxi, Jingpo, Khalkhas, Tu, Daur, Molao, Jiang,
Bulang, Sala, Maonan, Yilao, Xibo, Achang, Pumi, Tajik, Nu, Uzbek, Rusia,
Ewenki, De'ang, Bao'an, Yugu, Jing, Tatar, Dulong, Oroqen, Hezhe, Menba, Luoba
dan Jino serta terdapat pula sejumlah kecil penduduk yang termasuk Etnis belum
dikenal serta terdapat 20 Etnis minoritas China yang berpopulasi di bawah 100 ribu
19
orang yaitu antara lain Etnis Bulang, Tajik, Achang, Pumi, Ewenqi, Nu, Jing, Jino,
De'ang, Bao'an, Rusia, Yugu, Uzbek, Menba, Oroqen, Dulong, Tatar, Hezhe,
Gaoshan dan Lhoba.11
1. Beberapa Etnis China
Dalam perkembangan sejarah yang panjang, berbagai Etnis minoritas China
tersebut mulai membentuk keadaan dan bercampur dengan Etnis Han yang
utama, dan permukiman di daerah tertentu. China memiliki 1 Etnis mayoritas
yang tersebar diseluruh pelosok negeri yaitu Etnis Han. Sedangkan 55 Etnis
lainnya adalah Etnis minoritas. Hampir seluruh Etnis yang ada di China
memiliki bahasa sendiri kecuali Etnis Hui dan Man yang menggunakan bahasa
Mandarin, yang lain semua menggunakan bahasa Etnis sendiri atau bahasa
Mandarin.
Berikut ini adalah beberapa Etnis China yang Berpopulasi di Atas 5 Juta:
a. Etnis Han
Etnis Han merupakan Etnis yang paling banyak jumlah penduduknya
dan juga adalah Etnis yang paling banyak populasinya di dunia. Etnis Han
dahulu disebut Etnis penduduk Dataran Tengah Tionghoa, kemudian mulai
berbaur dan berpadu dengan berbagai Etnis lain. Berbeda dengan Etnis
lainnya yang ada di China. Etnis Han memiliki huruf bahasa sendiri.
11 “Keadaan Pokok Etnis Minoritas di Tiongkok (I)” dalam
http://indonesian.cri.cn/1/2005/02/22/1@24675.htm
20
Bahasa Mandarin termasuk cabang bahasa Sino-Tibeto, dan terbagi
atas 8 bahasa daerah, antara lain bahasa Utara, bahasa Wu atau daerah hilir
Sungai Yangtze, bahasa Xiang atau Propinsi Hunan sekarang, bahasa Gan
atau Propinsi Jiangxi sekarang, bahasa Hakka, bahasa Hokian Selatan,
bahasa Hokian Utara dan bahasa Kanton, dan bahasa yang digunakan
bersama ialah bahasa Mandarin yang baku.12 Bahasa Mandarin menjadi salah
satu bahasa umum internasional. Etnis-etnis minoritas China yang jumlahnya
55 etnis tersebut tersebar di daerah barat laut, barat daya dan timur laut
Tiongkok.
b. Etnis Man
Etnis Man paling banyak bermukim di Propinsi Liaoning Tiongkok
timur laut. Etnis Man menggunakan bahasa Man yang termasuk rumpun
bahasa Altai. Etnis Man ini memiliki hubungan yang erat dengan Etnis Han.
Penduduk Etnis Man terbiasa menggunakan bahasa Mandarin, dan hanya di
sejumlah kecil desa-desa permukiman yang terpencil dan sejumlah kecil
orang lanjut usia masih bisa berbicara dalam bahasa Man.
Penduduk Etnis Man dulu pernah menganut agama Saman yang
politeis. Etnis Man adalah Etnis yang bersejarah lama, nenek moyang
mereka dapat ditelusuri sampai 2.000 tahun yang lalu. Mereka bermukim di
daerah yang luas di bagian hilir dan tengah Sungai Heilongjiang dan Daerah
12 “Etnis yang Berpopulasi di Atas 5 Juta”, 22-02-2002 dalam
http://indonesian.cri.cn/chinaabc/chapter6/chapter60102.htm
21
Aliran Sungai Wusuli di sebelah utara Gunung Changbai di Tiongkok timur
laut.
c. Etnis Zhuang
Etnis Zhuang China adalah salah satu Etnis yang paling banyak
populasinya di antara Etnis minoritas Cin. Kebanyakan Etnis Zhuang
bermukim di Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi yang dibentuk pada
tahun 1958.13 Etnis ini menggunakan bahasa Zhuang yang termasuk cabang
bahasa Sino-Tibeto. Orang Etnis Zhuang menganut agama primitif yang
alam menyembah dan banyak dewa.
d. Etnis Hui
Populasi Etnis Hui kebanyakan bermukim di Daerah Otonom Etnis Hui
Ningxia, Tiongkok barat laut. Etnis Hui, merupakan Etnis minoritas yang
paling luas penyebarannya di China.14 Penduduk Etnis Hui juga hidup
berbaur dengan Etnis Han, maka kebanyakan dari mereka menggunakan
bahasa Mandarin. Penduduk Etnis Hui yang tinggal bersama dengan etnis-
etnis lain juga bisa menggunakan bahasa etnis-etnis tersebut. Sejumlah
warga Etnis Hui paham bahasa Arab dan Persia. Penduduk Etnis Hui
menganut agama Islam.
13 Ibid, Etnis Zhuang 14 Ibid.,Etnis Hui
22
e. Etnis Mongol
Populasi Etnis Mongol mencapai 5,8 juta orang, terutama bermukim di
Daerah Otonom Mongol Dalam dan Daerah Otonom Uigur Xinjiang,
Propinsi Qinghai, Gansu, Heilongjiang, Jilin serta Liaoning, keresidenan dan
kabupaten otonom Etnis Mongol propinsi dan daerah otonom.15 Etnis
Mongol menggunakan bahasa Mongol, yang termasuk cabang bahasa Altai.
Tempat asal kelompok itu di sekitar pantai timur Sungai Erguna, kemudian
berangsur-angsur memindah ke barat. Orang Etnis Mongol kebanyakan
menganut agama Lama. Etnis Mongol memberi sumbangan besar terhadap
pemerintah China di bidang politik, militer, ekonomi, iptek, astronomi,
kebudayaan dan kesenian serta ilmu kedokteran China.
f. Etnis Yi
Etnis Yi ini bermukim di provinsi atau daerah Yunan, Sichuan,
Guizhou dan Guangxi. Etnis Yi menggunakan bahasa Yi yang tergolong
keluarga bahasa Cino-Tibetan. Orang Etnis Yi yang bermukim di daerah
Etnis Han dan berbaur dengan Etnis Han dapat menggunakan bahasa
Mandarin. Etnis Yi merupakan suatu Etnis minoritas yang jumlahnya cukup
banyak , tersebar cukup luas dan bersejarah panjang di Tiongkok. Suatu ciri
penting dari Etnis Yi dalam sejarah ialah tetap mempertahankan sistem
pemilikan budak dalam jangka panjang. Setelah berdirinya Republik Rakyat
15 Ibid, Etnis Mongol
23
Tiongkok pada tahun 1949, diadakan reformasi demokratis atas Etnis
tersebut dan sistem perbudakan yang masih tersisa dalam masyarakat Etnis
Yi baru berangsur-angsur dimusnahkan.16
g. Etnis Miao
Etnis Miao berpopulasi sekitar 8,94 juta jiwa dan terutama bermukim
di propinsi-propinsi Guizhou, Yunan, Sichuan, Hunan, Hubei dan
Guangdong serta Daerah Otonom Etnis Zhuang Guangxi. Etnis Miao
menggunakan bahasa Miao yang tergolong keluarga bahasa Cino-Tibetan.
Etnis Miao adalah salah satu Etnis tua yang sudah bersejarah panjang di
Tiongkok, dan dalam kitab sejarah lebih 4000 tahun lalu sudah tercatat
tentang Etnis tersebut. Etnis Miao kebanyakan menganut agama purbakala
yang menganggap segala benda dan makhluk yang ada di dunia ini berjiwa.
2. Beberapa Etnis Tibet
Etnis Tibet merupakan penduduk utama Tibet. Bahasa Tibet tergolong
bagian dari cabang bahasa Tibeto-Burma keluarga bahasa Sino-Tibetan. Orang
Etnis Tibet menganut Agama Budha Tibet. Agama Budha Tibet dipimpin oleh
Dalai Lama.
Sejak sebelum Masehi, nenek moyang Etnis Tibet yang bermukim di Dataran
Tinggi Qianghai-Tibet sudah memiliki hubungan dengan Etnis Han yang hidup
16 Ibid, Etnis Yi
24
di daerah pedalamanan China. Melalui jangka panjang, banyak suku yang
terpencar di Dataran Tinggi Tibet secara berkala berintegrasi dan menjadi Etnis
Tibet sekarang. Tibet merupakan salah satu dari lima daerah otonom di China.
Tibet adalah daerah otonom (Lihat Lampiran pada Peta III dan IV) Etnis yang
didominasi Etnis Tibet. Tibet berpenduduk 2,6 juta orang antaranya 96 persen
atau 2,5 juta tergolong Etnis Tibet, kepadatan penduduk di Tibet tidak sampai 2
orang per kilometer persegi. Daerah Otonom Tibet resmi dibentuk pada
September tahun 1965.17
a. Etnis Lhoba
Populasi Etnis Lhoba merupakan Etnis minoritas China yang paling
sedikit jumlah penduduknya. Mereka terutama tersebar di bagian tenggara
Daerah Otonom Tibet. Orang Lhoba yang bermukim di bagian utara
Kabupaten Motuo menggunakan bahasa Tibet, sedang orang Lhoba lainnya
menggunakan bahasa Lhoba. Bahasa Lhoba termasuk rumpun bahasa Sino-
Tibeto. Etnis Lhoba tidak mempunyai tulisannya sendiri, sejumlah kecil
warga Lhoba paham bahasa Tibet. Setelah berdirinya Tiongkok Baru, Etnis
Lhoba menikmati persamaan hak seperti Etnis-etnis lain.
b. Etnis Monba
Etnis Monba merupakan etnis tua yang bermukim di Dataran Tinggi
Tibet, terutama tersebar di daerah Menyi Tibet selatan, dan ada sebagian 17 “Keadaan Pokok Tibet”, 01 Desember 2006 di
http://indonesian.cri.cn/chinaabc/chapter11/chapter110601.htm
25
yang bermukim di kabupaten-kapupaten Meduo, Linzi dan Chouna. Orang
Menba kebanyakan menganut agama Budha Tibet.
C. Kebijakan Pemerintah China Terhadap Etnis di China dan Otonomi
Khusus Tibet
Sebagai satu negara multietnis yang bersatu Pemerintah China melaksanakan
kebijakan sederajat, bersatu dan saling membantu antara berbagai Etnis,
menghormati dan memelihara hak kebebasan kepercayaan agama dan adat istiadat
etnis minoritas. Sistem otonom regional Etnis merupakan satu sistem politik yang
penting di Chna dan dibawah pimpinan persatuan negara, para Etnis yang ada di
China melaksanakan otonom regional di daerah pemukiman berbagai Etnis
minoritas, membentuk lembaga otonom dan melaksanakan hak otonom.18
Pemerintah pusat melindungi daerah otonom Etnis menurut keadaan, dan etnis
setempat melaksanakan hukum dan kebijakan negara.
Masalah Etnis biasanya bercampur dengan masalah keagamaan di sejumlah
daerah, pada saat penyelesaian masalah Etnis, juga memerlukan memperhatikan
secara menyeluruh dan tepat melaksanakan kebijakan keagamaan negara. Dalam hal
konflik budaya dan etnis antara China dan Tibet, terdapat salah satu jalan tengah
yang dapat dijadikan suatu kebijakan pemerintah China untuk menyelesaikan
konflik China dan Tibet dalam hal pemusnahan budaya Tibet. Kebijakan itu adalah
pemberian otonomi khusus dan bukan kemerdekaan karena China merupakan negara
18 “Kebijakan Etnis Tiongkok”, 6 Januari 2004 di
http://indonesian.cri.cn/chinaabc/chapter6/chapter60104.htm
26
kedaulatan yang memiliki satu wilayah dengan Tibet. Hal ini dapat dilakukan
dengan budaya dialog dan antikekerasan yang menjadi suatu keharusan bagi
masyarakat internasional demi keselamatan masa depan umat manusia.
Meskipun terdapat beberapa kemajuan dalam pembangunan infrastruktur dan
pembangunan ekonomi, namun Tibet tetap menghadapi masalah fundamental yakni
pelanggaran HAM yaitu penyiksaan para pro Tibet dan mendiskriminasikan rakyat
asli Tibet bahkan akan memunculkan kebijakan yang bernuansa rasial dan
diskriminasi budaya. Namun semua hal itu merupakan gejala dan konsekuensi dari
masalah mendasar yang lebih dalam. Dan pemerintah China melihat perbedaan
budaya dan agama sebagai sumber perpecahan. Pembebasan Tibet tanpa kekerasan
dan melalui negosiasi dalam semangat rekonsiliasi dan kompromistis akan membuka
jalan menuju dialog yang akan bermuara pada perundingan untuk memberikan
otonomi khusus pada Tibet.
Berhubungan dengan otonomi khusus Tibet, diselenggarakan sebuah
konferensi, yang dihadiri oleh perwakilan 10 kawasan otonomi yang ada di dunia,
sebagai forum untuk berbagi pengalaman yang mereka miliki serta menggali
pemahaman yang mungkin berguna bagi penyelesaian kasus Tibet, mempelajari
berbagai cara dan sarana guna mendukung hak-hak rakyat Tibet bagi otonomi yang
sebenarnya dan membangun hubungan yang kokoh dengan administrasi
pemerintahan Tibet di pengasingan.
27
Adapun Lima Pokok Rencana Perdamaian (The Five Point Peace Plan)
diumumkan pada tahun 1987 oleh Dalai Lama guna mencari tata pemerintahan yang
mandiri (genuine self-governance), dimana memungkinkan rakyat Tibet hidup
dalam kemerdekaan dan kehormatan, bebas menjalankan agama dan kebudayaan
mereka, serta mampu berpartisipasi dalam kehidupan politik, sosial, dan ekonomi.19
Persoalan Otonomi mendapat respon yang cukup berarti dari pemerintahan China
dalam melakukan negosiasi dengan Dalai Lama dalam berbagai isu terkecuali
mengenai kemerdekaan pada satu posisi, dan posisi konsistensi untuk tak
menggunakan kekerasan.
Otonomi menjamin adanya sebuah desentralisasi dan pendelegasian
kekuasaan. Pemimpin Tibet, dalai Lama menjamin dan memungkinkan sebuah
komunitas atau masyarakat mengatur tata pemerintahan mereka sendiri, dengan
mengacu pada wilayah yang secara khusus memang membutuhkannya, sehingga
dapat dilihat sebagai kunci menuju pembangunan, tata pemerintahan yang baik,
demokrasi, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia serta hak-hak dasar
kebebasan manusia.
Pengaturan mengenai otonomi memiliki kontribusi yang signifikan dalam
menjaga persatuan dan keutuhan suatu negara, dimana pada saat yang bersamaan
juga memberikan pengakuan dan penghargaan terhadap perbedaan yang ada dalam
masyarakat serta budaya. Otonomi bukanlah suatu langkah awal menuju kehancuran
19 “Konferensi Internasional Tentang Kawasan Otonomi Bagi Tibet”, Rabu, Februari 25 2009 di
http://www.kedai-kebebasan.org/berita/demokrasi/article.php?id=276
28
bangsa, seperti yang ditakutkan oleh sebagian orang. Bahkan sebaliknya, banyak
negara mungkin tak akan dapat bertahan karena tidak mengakomodasi perbedaan ini
melalui desentralisasi dan otonomi.
D. Munculnya Pergolakan dan Tindakan Represif Pemerintah China di
Wilayah Tibet
Perselisihan antara pemerintah pusat China dan provinsi Tibet yang ingin
memisahkan diri dan merdeka merupakan akar dari pergolakan yang terjadi antar
China dan Tibet (Lihat Lampiran pada Gambar I dan II). Dengan menggunakan
momentum penyelenggaraan Pesta Olahraga Dunia atau Olimpiade Beijing 2008,
para separatis Tibet ingin menarik lebih banyak perhatian negara-negara dunia
melakukan tindakan anarkis, membuat rekayasa tentang adanya perseteruan antara
Etnis Tibet dan Han, yang memancing tindakan pemerintah China untuk menindak
dan menguasai kekacauan, pembakaran, perusakan, perampokan, pembunuhan yang
dilakukan oleh Etnis Tibet pada Etnis Han.
Tindakan pemerintah China adalah suatu respon yang wajar bagi kedaulatan
suatu negara untuk mengembalikan ketertiban dan keamanan dan intergritas
sosialnya dengan menyingkirkan pemimpin Tibet, Dalai Lama. Sikap Dalai Lama
yang menghambat bahkan memecah dan melemahkan pemerintahan China ini yang
justru terkesan provokasi dan hasutan untuk keperluan politik separatis. Kejadian ini
tidak dapat lagi ditutup-tutupi oleh Pemerintah China terhadap Dunia internasional.
Persoalan tindakan represif China terhadap budaya Tibet sebagai salah satu
29
bentuk penekanan dengan identitas nasional China. Tindakan keras China itu
merupakan tindakan represif terhadap rakyat Tibet karena sedikitnya 80 orang tewas
di pengasingan akibat kekerasan tersebut. China juga membatasi akses media asing
ke Tibet sehingga menyulitkan verifikasi atas jumlah korban maupun skala
demonstrasi tersebut. Demonstrasi bertujuan untuk memperingati pemberontakan
terhadap pemerintah China tahun 1959.
Dalai Lama menuduh China melakukan pendekatan terhadap Tibet tidak
berdasarkan kenyataan apa yang sebenarnya terjadi. Padahal China sudah berada di
Tibet sejak invasi tahun 1950. Pemerintah China hanya menggunakan pendekatan
yang sederhana yaitu cukup dengan menggunakan senjata utntuk menguasai Tibet.
Selain itu Pemerintah China dianggap tidak menghargai pemikiran orang Tibet.
Serta pembangunan yang ada di Tibet yang di fasilitasi oleh Pemerintah China
hanyalah sebuah kamuflase semata untuk menguasai wilayah Tibet yang kaya akan
SDA dan budaya. Salah satu cara yaitu dengan menyingkirkan Etnis asli Tibet dan
mengimigrasi Etnis Han China untuk menguasai sektor perekonomian dan industri
di Tibet dan tidak memberikan lapangan kerja serta pendidikan yang layak bagi
rakyat Tibet.
30
BAB III
TIBET DIBAWAH KEKUASAN PEMERINTAH CHINA
Sebelum mencuatnya isu tentang tindakan represif yang dilakukan oleh
Pemerintah China terhadap rakyat Tibet, hubungan antara China dan Tibet memang
cukup panjang dan berliku sehingga membuat semakin banyak konflik yang terjadi
antara dua wilayah ini. Konflik ini paling awal terjadi pada masa Dinasti Tang di
abad ke-17, ketika Raja Tibet yang berkuasa saat itu Songtsen Gampo, berusaha
menyatukan Tibet melalui hubungan pernikahan antara Raja Tibet Songtsen Gampo
dengan putri China.20 Saat itu China dan Tibet masih sama-sama berada dalam
kekuasaan Mongol tepatnya pada masa Dinasti yuan sekitar abad ke-13 sampai abad
ke-14. manuver politik dan militer mulai muncul pada masa Dinasti Qing, dengan
menempatkan daerah perbatasan yang dihuni oleh penduduk Tibet berada di wilayah
kekuasaan Provinsi Sichuan dan Yunnan, hal ini menyebabkan adanya pembedaan
antara Tibet secara politik (Political Tibet) dan Tibet secara Etnografis
(Ethnographic Tibet).21
Dengan kebijakan yang dilakukan China pada masa dinasti Qing terhadap
Tibet, semakin memperkuat hubungan China dan Tibet serta menambah
20 Soyomukti, Nurani, Revolusi Tibet : Fakta, Intrik, dan Politik Kepentingan Tibet-China-Amerika
Serikat, Garasi, 2008, hal 41 21 ‘Political Tibet’ biasanya mengacu pada wilayah yang secara terus menerus dikuasai pemerintah di
Lhasa, sedangkan ‘ethnogrphic Tibet mengacu pada wilayah-wilayah yang dihuni oleh orang Tibet di Provinsi China seperti Qinghai, gansu, Sichuan, dan Yunnan. Melvyn C. Goldstein, The Snow Lion and The Dragon: China, Tibet and Dalai Lama (Berkeley: University of California Press, 1997), hal. x-xi.
31
kepercayaan orang bahwa Tibet merupakan bagian dari wilayah kesatuan China.
Setelah kejayaan Dinasti Qing menurun, Tibet berangsur-angsur menuju kearah
otonomi yang membuat Tibet mengurangi hegemoni China terhadap wilayah Tibet.
Revolusi yang terjadi tahun 1911 yang menghancurkan Dinasti Qing,
kemudian melahirkan sebuah negara Republik China atau Republic of China. Secara
de facto, Tibet dapat dikatakan memiliki status independent dengan pengakuan
bahwa Tibet berdaulat. Pemerintah Lhasa juga tidak pernah melakukan upaya nyata
untuk mengubah status Tibet dari de facto menjadi de jure Yang membuat Tibet
dapat diakui secara internasioal.22
A. Tindakan Pemerintah China sejak masuknya kekuatan Komunis tahun
1959
Pada tanggal 17 Maret 1959 pemimpin spiritual Tibet, Dalai Lama melarikan
diri dari pasukan China yang memasuki Tibet. Sejak itu ia harus tinggal di
pengasingan dan mengupayakan agar perjuangan rakyat Tibet untuk mendapatkan
hak-haknya dari kekuasaan pendudukan China, tidak terlupakan. Sejak
meninggalkan tanah airnya Tibet, Dalai Lama tampil di dunia sebagai pembela yang
gigih bagi hak otonomi warga Tibet. Ketika Dalai Lama melarikan diri ke
pengasingan tahun 1959, angkatan bersenjata China sudah sembilan tahun berada di
Tibet dan kesepakatan 17 butir dari tahun 1951 yang menjamin otonomi Tibet sudah
tak tersentuh. Pemerintah China saat itu mengambil langkah yang menentukan untuk
22 Ibid., hal. 64-74
32
memantapkan kekuasaannya di Tibet. Tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah
China yaitu dengan menangkap Dalai Lama. Melalui pembungkaman Dalai Lama,
obyek identifikasi rakyat Tibet akan lenyap dari Tibet. Tentunya China mengira,
dengan begitu Dalai Lama akan dapat lebih mudah dimanipulasi.
Setelah perang sipil China dimenangkan oleh Partai Komunis China (PKC),
mao Zedong dan para pimpinan Partai Komunis China mulai mempersiapkan
tindakan “Pembebasan untuk Tibet”.23 Penyelesaian masalah Tibet dipercepat
sebagai inisiatif para pejabat Pemeritahan China. Sejak awal Mao yakin bahwa
mustahil untuk menyelesaikan masalah Tibet tanpa mempertimbangkan kekuatan
militer. Dibawah pimpinan Partai Komunis China, China berusaha melaksanakan
pembangunan modernisasi sosialisme dengan sekuat tenaga, meningkatkan
perkembangan ekonomi dan kebudayaan di daerah otonom Etnis minoritas, serta
membangun daerah otonom Etnis minoritas yang bersatu dan makmur. Masa
Otonom regional Etnis merupakan sistem penting Partai Komunis China dan sebagai
sistem dasar untuk menyelesaikan masalah Etnis China. Mengoptimalkan kinerja
dari sumber daya manusia pada Etnis minoritas yang kuat dan serba pandai adalah
salah satu upaya penyelesaian masalah Etnis minoritas.
Dibawah pemerintahan China selama hampir empat dekade terakhir, Tibet
telah banyak mengalami perubahan mulai dari ekonomi, industri hingga tranportasi.
Pemerintah China membuka wilayah Tibet dan membangun banyak jalan raya.
Modal asing dan turis mancanegara pun banyak berdatangan untuk menikamati
23 Edgar Snow, Red Star over China, (Newyork: Grove Weidenfeld, 1968), hal. 444
33
keindahan panorama negeri Tibet. Tetapi dengan perkembangannya yang begitu
pesat, rakyat Tibet tidak begitu saka mendapatkan kesejahteraan karena di lain sisi
rakyat Tibet harus berusaha keras bersaing dengan pendatang Etnis Han.
Dalam segi perekonomian, rakyat Tibet seakan menjadi warga terpinggirkan
di wilayahnya sendiri. Selain itu, kehidupan beragama mereka juga dikendalikan
oleh rezim komunis China. Wakil Pemimpin Daerah Otonomi Tibet, Wu Yingjie
menjelaskan posisi Beijing, “Kami tidak pernah mengakui pemerintahan ilegal Tibet
diluar China. Jadi, tidak ada istilah “dialog” antara Beijing dengan pemerintahan
Dalai lama. Jika Dalai Lama menghentikan upayanya untuk merdeka, mengakui
Tibet dan Taiwan sebagai wilayah China dan menerima pemerintah pusat China,
maka kami memperbolehkan ia kembali kapan saja.”24 Pengekangan terhadap
kebebasan beragama di Tibet telah melahirkan kritik pedas dari komunitas dunia.
Pada tahun 1959, Tibet mengalami perubahan di bidang sosial, perubahan
sosial tersebut sering disebut pengubahan demokratik dan juga suatu pengubahan
besar dalam sejarah HAM di Tibet. Rakyat Tibet yang merupakan 95% dari jumlah
total penduduk Tibet tidak memiliki hak apapun, khususnya kaum wanitanya
diperlakukan sebagai hewan yang dapat berbicara, dan sama sekali tidak mempunyai
HAM. Dibawah kekuasaan komunis China tahun 1959, rakyat Tibet masih sering
ditangkap karena mengungkapkan aspirasi politik dan agama mereka dengan damai
24 “TIBET: Kehidupan Beragama Di Tibet Terancam Di Bawah Rezim Komunis China”, 9-04-2007 di http://asiacalling.kbr68h.com/index.php/archives/294
34
bahkan kuil-kuil Buddha di Tibet kesulitan memperoleh dana operasi dan izin
pemerintah pusat.
Para pemimpin Buddha harus mencari dukungan untuk mempengaruhi
kebijakan Beijing terhadap Dalai Lama. Dibalik keheningannya, Tibet masih
menyimpan rasa takut dan ketidakpastian terutama dibawah tekanan pemerintah
pusat. Sekarang, kuil yang sebenarnya merupakan salah satu bagian budaya dan
agama di Tibet, telah menjadialat politik. Dengan begitu masa depan budaya dan
agama rakyat Tibet makin terancam. Sejak Partai Komunis China membuka wilayah
Tibet, warga China Han mulai bermigrasi, akibatnya tidak semua orang memperoleh
pembagian yang sama dari penyebaran pembangunan. Pemerintahan China
membangun jalur kereta api di Jembatan Sungai Lhasa. Pembangunan jalur kereta
ini sepanjang seribu kilometer lebih ini akan memperpendek jarak yang harus
ditempuh dari Tibet ke China daratan sehingga memudahkan warga china lain untuk
masuk ke Tibet.
Proyek kereta api Qinghai-Tibet “By Train on the Roof of the World” yang
dimulai pada tahun 2001 bertujuan untuk membuka wilayah Tibet kepada dunia luar
serta diharapkan, ekonomi domestik juga akan meningkat. Namun begitu, meskipun
pemerintah China menunjukkan bahwa mayoritas penduduk di Tibet adalah warga
asli, tetapi warga Etnis Han dapat ditemui dengan mudah. Hal ini mengkhawatirkan
penduduk lokal dan pengamat asing. Sejak kampanye “Menuju Barat” diresmikan
oleh pemerintah pada tahun 1999, wilayah China Barat dibanjiri oleh warga Etnis
35
Han.25 Hal ini mempersulit penduduk asli Tibet untuk mendapatkan pekerjaan dan
memperoleh uang. Bahkan rakyat asli Tibet mulai mengkhawatirkan kebudayaan
dan agama mereka yang juga ikut terancam.
Banyaknya pendatang dari China yang mulai berdatangan ke Tibet, membuat
khawatir rakyat Tibet karena jika jalur kereta api dari China selesai, Tibet harus
dapat menyerap jutaan tenaga kerja yang datang. Hal ini akan menjadi ancaman bagi
kehidupan warga lokal. Tetapi pemerintah Tibet juga mulai membuka program
pelatihan untuk warga lokal Tibet. Program ini diharapkan dapat meningkatkan
kemampuan penduduk untuk bersaing dengan pendatang yang bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan serta ketrampilan penduduk desa. Krisis Tibet menjadi
permasalahan dalam nasionalisme China. Tibet biasanya dianggap sebagai isu yang
kalah panas dibanding Taiwan. Namun banyak warga negara yang menganggap
krisis Tibet sebagai upaya untuk memecah belah China.
B. Tindakan Represif Pemerintah China terhadap Budaya Tibet dengan
Menyingkirkan Etnis Asli Tibet
Tibet merupakan kasus yang khas yang terjadi pada sebuah bangsa di Asia
dengan latar persamaan budaya dan bahasanya, yang berhubungan dengan sebuah
ruang teritori tertentu. Pendudukan pemerintah Republik Rakyat China tahun 1949
atas Tibet didasarkan pada imagi relasi Tibet dengan imperium China selama 700
25 “TIBET: Penduduk Lokal Harus Bersaing Dengan Pendatang Untuk Menikmati Hasil Pembangunan”, 9 April 2007 di http://asiacalling.kbr68h.com/index.php/archives/297
36
tahun, terutama 200 tahun di masa lalu.26 Rakyat Tibet semakin tertekan melalui
kebijakan bahasa, agama, dan budaya. Selain itu, rakyat Etnis Tibet yang ada hanya
berjumlah setengah dari rakyat non-Tibet yang kebanyakan berasal dari migrasi
Etnis Han.
Setelah Tibet diinvasi China tahun 1940-1950an China memasukkan banyak
sekali penduduknya yang mayoritas Etnis Han ke Tibet sehingga penduduk asli
Tibet menjadi minoritas. Selama masa pendudukan tersebut, militer China sangat
keras mengubah sistem pendidikan dari yang terintegrasi dengan budaya agama
Buddha menjadi sekuler sosialis komunis. Dengan dibubarkannya Pemerintahan
Dalai Lama di Tibet, maka Dalai Lama membentuk pemerintahan darurat di India.
Penghapusan budaya Tibet terlihat bukan hanya berubahnya status Etnis asli Tibet
menjadi Etnis Minoritas di daerahnya sendiri, akan tetapi Pemerintah China ingin
menghapus Budaya Tibet dengan membatasi ritual dan upacara yang hanya menarik
untuk pariwisata. Seain itu, Budaya Tibet dinilai merupakan budaya terintegrasi
yang meliputi pandangan dan gaya hidup hingga pemerintahan yang berbasis agama
Buddha yang sangat tidak mungkin berdampingan dengan sistem komunis.
Permasalahan antara China-Tibet yang lebih spesifik selain isu tentang
pemerintahan dan politik, yaitu permasalahan yang berdasar dari permasalahan
budaya yang berlawanan. Budaya Marxisme-Komunisme China mendasarkan
26 Suhadi Cholil, “Tibet dan Masa Depan Gerakan Politik Global”, 18 April 2008 di http://suhadi-blog.blogspot.com/2008/04/tibet-dan-masa-depan-gerakan-politik.html
37
revolusi yang harus dilakukan dengan kekerasan, sementara budaya Tibet lebih
kearah sikap anti kekerasan, sesuai dengan citra Dalai Lama yang dikabarkan
merupakan titisan dari Buddha kasih sayang. Namun hal yang kemudian akan tejadi
lagi yaitu tentang perbedaan antara kepercayaan Buddha yang dianut oleh China dan
Buddha Lama.
Agama Lama tidak sama dengan agama Buddha paa umumnya. Perbedaan itu
antara lain, Agama Lama menyembah 'Buddha' yang masih hidup, yang disebut
"Dalai Lama". Dalai Lama dianggap renkarnasi dari Buddha. Meskipun Tibet hanya
bagian dari China tapi bagi sebagian besar rakyat Tibet, masih mengakui Dalai
Lama sebagai pimpinan negara dan spiritualnya. Konflik yang berkembang yaitu
Tibet ingin memiliki negara sendiri yang bebas dari pendudukan China. Namun,
konfik ini semakin diperuncing dengan tuduhan bahwa pemerintah China telah
melakukan pembunuhan atas budaya Tibet dengan cara migrasi Etnis Han dan
rekayasa sosial untuk mengubah Tibet menjadi masyarakat modern yang bercirikan
industri, pelayanan, dan urban.
Dalam rangka mengintegrasikan masyarakat Tibet ke arus besar masyarakat
China, Pemerintah China menempatkan jutaan etnik Han ke wilayah itu dan inilah
yang menimbulkan tuduhan dunia internasional dan komunitas etnik Tibet di luar
negeri yang menjadi ujung tombak pemusnahan secara terencana atas Etnis Tibet
dan kebudayaannya. Cara yang dipakai Pemerintah China untuk melakukan tindakan
represif terhadap budaya Tibet ini yaitu dengan mengucurkan dana besar untuk
menciptakan infrastruktur dan mendorong migrasi Etnis Han ke wilayah Tibet agar
38
masyarakat Tibet terasimilasi ke dalam arus besar masyarakat China. Namun
pembangunan ini dianggap hanya menguntungkan pendatang dan menghancurkan
kebudayaan Tibet. Terhadap tradisi budaya suku Tibet, sejak awal pemerintah China
tidak menggunakan paksaan apalagi menekan dengan kekerasan agar mereka
melepaskan kepercayaan agama atau tradisi budayanya akan tetapi lebih banyak
digunakan pengaruh pendidikan dan melakukan saling mempengaruhi secara wajar
dengan mempertahankan kehidupan bermasyarakat harmonis.
Dengan masuknya masyarakat Etnis Han di Tibet, guru-guru suku Han yang
dikirim bekerja dan hidup di Tibet, dan banyaknya wisatawan asing yang datang ke
Tibet, tentu saja akan mempengaruhi, dan bahkan dengan lambat akan
menghilangkan tradisi kuno yang memang tidak seharusnya dipertahankan, misalnya
tidak ada kebiasaan mandi, dan pujaan pada Potala yang terkesan memalukan
China.27
Menurut Pemerintah China, Konsep 'genosida budaya' sama sekali salah dan
hanya perbedaan pandangan, karena faktanya budaya Tibet berkembang dan maju di
China termasuk bahasa, sastra, kebiasaan kehidupan sehari-hari dan arsitektur
tradisional. Selain itu, Pemerintah China juga telah menerbitkan sejumlah besar
koleksi buku, Surat kabar, dan majalah dalam bahasa Tibet, dan membebaskan
media pers untuk berekspresi di Tibet. Perbedaan persepsi antara rakyat dan wakil-
wakil pemimpin agama Tibet yang sebagian besar warga Tibet mengakui apa yang
dilakukan oleh China dengan pembangunan infrastruktur d Tibet merupakan bagian
27 http://www.budaya-tionghoa.org/24 Mar 2008
39
dari keterbukaan China terhadap dunia Sedangkan para pemuka agama Tibet
mengatakan bahwa modernisasi masyarakat Tibet sebagai salah satu tindakan
represif China terhadap budaya Tibet.
Tindakan Pemerintah China atas budaya Tibet yang berupa pemusnahan
Etnis dan Budaya di Tibet merupakan suatu bentuk ancaman dari kebebasan hak
rakyat Tibet untuk menjalankan kepercayaannya sesuai dengan kepercayaan yang
dianut oleh pemimpinnya Dalai Lama. Perbedaan kepercayaan inilah yang membuat
Pemerintah China melakukan penghancuran Etnis yang ada di Tibet dengan
memasukan Etnis Han China Serta rekayasa sosial melalui pembangunan Tibet.
C. Perlawanan oleh Rakyat Tibet
Selama bertahun-tahun, Dalai Lama dan rakyatnya tak pernah lelah dalam
memperjuangkan kemerdekaan mereka. Puncaknya terjadi saat peringatan 49 tahun
pemberontakan Tibet terhadap pemerintah komunis China yang gagal dan
menyebabkan Dalai Lama mengungsi ke India sampai sekarang. Dalam demonstrasi
yang dipimpin oleh para biksu itu, 100 orang diperkirakan tewas oleh tembakan
ribuan tentara yang dikerahkan pemerintah China. Akibatnya, kerusuhan merebak di
berbagai wilayah di Tibet atas aksi anarkis yang dilakukan tentara China itu.28 Protes
Tibet dipandang sebagai serangan atas identitas nasional China.
28 “Dalai lama pembawa obor perdamaian dari Tibet”, 09 April 2008 di
http://avrilious.blogspot.com/2008/04/dalai-lama-pembawa-obor-perdamaian-dari.html
40
Sebagian besar warga China tidak mengetahui interpretasi pemerintah China
atas Tibet. Mereka hanya tahu bahwa pemerintah telah melakukan banyak hal di
Tibet, mulai dari membangun jalan raya, rel kereta api di pegunungan dan
infrastruktur lain di Tibet. Puncak perlawanan rakyat Tibet adalah terjadi pada
pemberontakan tahun 1959. Perlawanan rakyat Tibet dan penindasan yang dilakukan
tentara China, membuat Dalai Lama, pemimpin spiritual agama Budha Tibet harus
menyingkir ke Dharamsala, kota yang tak berapa jauh dari perbatasan India-Tibet
dan membentuk suatu pemerintahan dalam pengasingan.
Pemerintahan dalam pengasingan itu didukung oleh masyarakat
internasional, khususnya Barat yang menuduh China telah melanggar HAM. Di
samping juga gerakan kemerdekaan didukung oleh komunitas Tibet dalam pelarian
yang tersebar di seluruh dunia. Sejak 1950, apalagi setelah Deng Xiaoping
memperkenalkan reformasi ekonomi, banyak hal yang telah dilakukan Beijing untuk
membuat Tibet menjadi bagian yang tak terpisahkan dari wilayah China.29 Dengan
dilakukannya memodernisasi wilayah Tibet masih belum dapat diterima oleh
sebagian masyarakat Tibet.
Kerusuhan yang terjadi sebagai salah satu bentuk perlawanan rakyat Tibet
yaitu di samping dendam lama karena merasa berada di bawah pendudukan militer
dan penjajahan, juga dipicu oleh migrasi orang Han dan rekayasa sosial yang
29 A Dahana, “Tibet lagi, Tibet lagi”, 24 Maret 08 di http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php?aid=9750&coid=3&caid=31
41
dilakukan Beijing. Masyarakat Pro-Tibet menganggap kebijakan China yang tidak
adil teradap rakyat Tibet membuat sebuah lembaga internasional menuduh
pemerintah China tidak menghargai dan tidak toleran atas perbedaan budaya. Selain
itu, Pemerintah pusat China telah menanamkan ratusan miliar yuan untuk
pembangunan Tibet yang hanya dinikmati oleh para imigran Han.
Hal inilah yang memunculkan anggapan terjadinya kesenjangan sosial antara
penduduk lokal dan para pendatang. Oleh karena itulah sasaran lain dari perlawanan
rakyat Tibet ini selain tentara dan polisi yang dituduh sebagai alat penjajah, juga
para imigran Han. Menghadapi kerusuhan ini, Pemerintah China tidak segan
menggunakan kekuatan militer serta menuduh Dalai Lama dan para pendukungnya
erusaha untuk merusak citra internasional China, terlebih adanya kegiatan untuk
mempersiapkan penyelenggaraan Olimpiade 2008. namun, tindakan perlawanan
rakyat Tibet ini membuat Dalai Lama sebagai pemimpin spiritual agama tidak setuju
dengan terjadinya aksi kekerasan yang dilakukan para pengikutnya.
Dalai Lama masih berpegang pada prinsip bahwa aksi protes terhadap China
harus dilakukan secara pasif, jauh dari kekerasan dan pertumpahan darah dan
mengancam akan mengundurkan diri jika aksi kekerasan dan serangan terhadap
Etnis Han tidak dihentikan. Terjadi perbedaan pandangan antara generasi muda
Tibet dengan Generasi Tua Tibet yang masih menilai tidak perlu melakukan
perlawanan dengan kekerasan untuk melawan China dan untuk menengahi
perbedaan pandangan ini, Dalai Lama bersedia untuk berunding dengan pemerintah
China dengan mengijinkan kembali Dalai ama kembali ke Tibet.
42
Reaksi dan ancaman Dalai Lama ini telah membuat masyarakat Tibet
terpecah. Sementara itu tekanan dunia terhadap China makin kuat. Para aktivis
HAM menganjurkan untuk memboikot Olimpiade yang untuk China akan menjadi
kebanggaan nasional untuk menempatkan diri di panggung terhormat dunia
internasional. Namun meskipun kuatnya tekanan internasional yang dihadapi oleh
China, tidak menghentikan Pemerintah China untuk melakukan penumpasan
perlawanan yang dilakukan rakyat Tibet. TV Kanada mengatakan pihaknya telah
menyaksikan salah seorang dari para pengunjuk rasa di provinsi Gansu Selasa, dan
merekam gambar-gambar yang dramatis.
Dalam video itu ditunjukkan, lebih dari 1.000 warga Tibet, yang sebagiannya
naik kuda, berarak di sekeliling kota, menyerang satu gedung pemerintah,
menurunkan bendera China di sebuah sekolah, membakar bendera itu, dan mengerek
bendera Tibet. Laporan Xinhua itu sekaligus membenarkan klaim sebelumnya oleh
kelompok-kelompok aktivis pengasingan Tibet yang menyatakan protes anti-
pemerintah telah meluas.30
Gelombang protes yang menyapu Tibet belum lama ini seakan-akan
menyatukan opini internasional tentang negeri itu. Reaksi yang banyak muncul
adalah kecaman dan kutukan keras kepada pemerintah China yang dianggap
menanggapi protes tersebut dengan pendekatan represif. Hal itu dibuktikan antara
30 “Tentara China Penuhi Tibet Jurnalis Dilarang Masuk”, 21 Maret 2008 di
http://hariansib.com/2008/03/21/tentara-cina-penuhi-tibet-jurnalis-dilarang-masuk/
43
lain dengan foto-foto jurnalistik yang memerlihatkan aparat keamanan China
memukuli para demonstran Tibet yang tidak melakukan perlawanan.31
Pemerintah China melihat Tibet sebagai provinsi ‘pemberontak” yang
menginginkan kemerdekaan dan membentuk pemerintahan sendiri. Protes besar-
besaran warga Etnis terjadi karena mereka tidak puas terhadap sikap pemerintahan
China yang dianggap melakukan distorsi terhadap kebudayaan Tibet sedangkan
Dalai Lama dan para biksu lainnya menjadikan Tibet sebagai daerah “suci” yang
harus dijaga keasliannya karena menyangkut religiusitas agama Budha yang dianut
oleh mayoritas warga Tibet.32
D. Dukungan Internasional Penyelesaian Masalah China dan Tibet
Dalam konflik antara China dan Tibet ini, mendapat tanggapan dan
dukungan masing-masing kepada China maupun Tibet. Dalam hal mendukung untuk
menyelesaikan masalah Tibet, setidaknya ada lebih dari 100 negara yang
mendukung pemerintah China menyelesaikan masalah di Tibet sesuai melalui
undang-undang dan ketentuan serta kebijakan Pemerintah untuk menjaga kedaulatan
Negara. Sejumlah negara berharap China dapat menjaga kedaulatan negara, kesatuan
wilayah dan ketenangan di Tibet serta mengutuk kejahatan dan pihak di belakang
kejadian itu.33
31 “Tibet dan Nasionalisme Cina”, 14 Maret 2008, di
http://lakeinnisfree.blogspot.com/2008/03/gelombang-protes-yang-menyapu-tibet.html 32 “Tibet Kembali Membara.pdf”, Rabu, 19 Maret 2008 17:43/hal.1 33 “100 negara dukung Cina Selesaikan Masalah Tibet”, 25 Maret 2008 di
http://www.antara.co.id/arc/2008/3/25/100-negara-dukung-cina-selesaikan-masalah-tibet/
44
Dalam menyelesaikan masalah Tibet ini Pemerintah China telah berupaya
dengan baik dan semaksimal mungkin serta sesuai dengan undang-undang dalam
menyelesaikan kemelut di Tibet itu dan meminta pihak terkait tidak mencampuri
urusan dalam negeri China. Salah satu negara yang ikut mendukung kebijakan
China dalam penanganan kerusuhan di Tibet adalah Singapura. Singapura
mendukung kebijakan pemerintah China untuk melindungi keselamatan jiwa dan
semua milik warga China dari pengunjuk rasa yang anti-pemerintah dan Pemerintah
China seminimal mungkin untuk menggunakan kekuatan militernya dalam
menyelesaikan masalah Tibet ini.
Namun dukungan bagi Tibet pun datang dari berbagai negara, salah satunya
yaitu Australia yang meminta agar China menghormati hak azasi manusia para
warga Tibet yang ditahan serta membebaskan media asing masuk ke Tibet agar
mereka mendapatkan pemahaman yang benar tentang apa yang sesungguhnya terjadi
di sana serta mengimbau Pemerintah China untuk dapat memberikan akses yang
bebas kepada masyarakat dan media internasional untuk masuk ke Tibet dan
wilayah-wilayah lain di China yang juga dilanda aksi kekerasan.
Menlu Stephen Smith juga kembali menyampaikan keprihatinan mendalam
Australia atas situasi di Tibet dan adanya laporan tentang aksi kekerasan yang
meluas ke sejumlah provinsi lain di China.34 Dunia internasional menilai
penanganan situasi di Tibet dan wilayah-wilayah lain yang terkena imbas oleh
34 “Australia Minta Cina Izinkan Media Asing Masuk ke Tibet”, 20 Maret 2008 di
http://id.newspeg.com/Australia-Minta-Cina-Izinkan-Media-Asing-Masuk-ke-Tibet-10270215.html
45
masalah di Tibet secara damai dan konstruktif merupakan kepentingan nasional
China sendiri.
Adanya dukungan terhadap Tibet membuat Pemerintah China mengecam
pemberitaan media-media asing yang meliput kerusuhan Tibet. Pemerintah China
menduga apa yang diberitakan oleh media asing tersebut lebih banyak melenceng
dari pada benarnya dan terkesan memojokkan pemerintah resmi dan mendukung
perjuangan Tibet serta Dalai Lama sebagai pemimpin spiritual Tibet. Puncak dari
kejengkelan pemerintah China terhadap media asing khususnya Amerika Serikat dan
sekutunya tersebut adalah dengan mengunci Tibet dari akses penduduk asing. Baik
yang dalam kapasitas sipil biasa seperti wisatawan juga yang berprofesi sebagai kuli
tinta.
Dengan menyumbat akses media asing, pemerintah China berharap informasi
yang diterima dunia internasional hanya berasal dari satu pintu sehingga spekulasi
bisa diminimalisir. Bentuk kekuasaan yang otoriter dan tertutup atau tidak, campur
tangan asing memang seringkali kerap merugikan dari pada sebaliknya. Dalam
sebuah konflik, media rentan digunakan untuk kepanjangan tangan kepentingan
tertentu dan bukannya berdiri sebagai penengah.
46
BAB IV
FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN PEMERINTAH CHINA
MELAKUKAN TINDAKAN REPRESIF DI WILAYAH TIBET
Konflik yang terjadi antara China dan Tibet menajdi suatu bentuk
permasalahan atas kurang mampunya satu negara untuk mengelola secara fisik
wilayah perbatasaannya.. Tidak adanya administrasi yang efektif dalam mengatur
batas wilayahnya antara China dan Tibet sejak era Dinasti menambah rumit
persoalan batas wilayah Negara hingga akhirnya menjadi bagian tak terlepaskan dari
isu pertahanan negara dan keamanan nasional. Sehingga kekuatan militer perlu
dibangun untuk mengontrol batas dan luas teritorial suatu negara dan akan dapat
melindungi suatu negara dari kemungkinan gangguan kedaulatan yang berasal dari
luar negara.
Negara dan bangsa yang memiliki keunggulan akan mampu memenangkan
kompetisi, berarti mampu mengejar kepentingan nasionalnya dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Hal inlah yang terjadi di China. Seiring
dengan kemajuan Tibet, tindakan ilegal dan kriminal domestik dan isu separatisme
makin merebak di Tibet. Kecenderungan hubungan masyarakat internasional dan
hubungan antar negara dibangun atas dasar saling percaya dan saling menghormati.
Penciptaan kondisi seperti itu memberikan peluang yang sangat baik bagi suatu
dialog guna menghadapi perbedaan pandangan atas suatu isu bersama. Dialog dan
47
diplomasi menjadi sarana penting untuk meredam konflik dan memperoleh
penyelesaian secara damai. Akan tetapi, perbedaan situasi dan kondisi serta lebarnya
kesenjangan di bidang ekonomi, teknologi dan militer menjadi salah satu faktor
penghalang dalam suatu dialog. Hal ini pula yang terjadi pada upaya perdamaian
yang dilakukan pemimpin Tibet dan pemerintah China untuk dapat menyelesaikan
konflik lama antara China dan Tibet melalui dialog damai, meskipun sampai saat ini
masih blul menemukan titik temu yang dapat menguntungkan kedua wilayah.
Upaya memperoleh dukungan dari negara lain atau merebut pengaruh negara
lain, mengembangkan dan mempertahankan hegemoni di berbagai bidang, seringkali
menjadi sumber potensi konflik antar bangsa dan wilayah kesatuan dalam konflik
domestik. Keinginan kemerdekaan atas Tibet ini yang akan mengancam stabilitas
keamanan di China dan akan berpengaruh pada integritas wilayah atau territorial dan
tentunya kedaulatan suatu negara. Namun untuk menjaga integritas teritorial dan
kedaulatan suatu negara seharusnya tidak berhenti hanya pada pendekatan militer
saja, melainkan dilakukan secara komprehensif dengan mengintegrasikan berbagai
pendekatan lainnya seperti dialog dan negosiasi. Hal inilah yang menjadi faktor
faktor penyebab Pemerintah China melakukan tindakan keras terhadap Etnis asli
Tibet, sebagai alasan untuk menjaga integritas territorial dan kedaulatan negaranya.
A. Integritas Teritorial China atas wilayah Tibet
Pada hakekatnya kepentingan nasional sebuah negara adalah menjamin
kesejahteraan seluruh rakyat yang berada di dalam suatu negara tersebut karena itu
48
sangat penting untuk menjamin tegaknya sebuah Negara yang memiliki wilayah
yurisdiksi nasional. Selain mengahadapi kelompok separatis, pemerintah China juga
menghadapi ancaman dan gangguan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok
separatis Tibet yang menginginkan pemerintahan Tibet yang dipimpin oleh seorang
Lama.
Separatisme ini pada umumnya bersumber dari masalah ideologi, budaya dan
politik, dimana terdapat beberapa kelompok masyarakat yang belum memiliki
kedewasaan dalam berpolitik. Ideologi sering dipertentangkan dan berkembang
menjadi gerakan-gerakan separatis yang mengganggu stabilitas keamanan nasional.
Akibat dari fanatisme yang berlebihan dalam mempertahankan ideologi dan budaya
masing-masing serta pengertian politik yang kurang mendorong para penggerak dan
pengikutnya melakukan tindakan radikal yang dapat mengancam stabilitas nasional.
Sejak awal berdirinya Republik Rakyat China, Mao Zedong dan para
petinggi Gong Chan Dang (Partai Komunis China) langsung menetapkan wilayah
otonom untuk kantong populasi kelompok minoritas.35 Dengan membaurnya Etnis
Tibet dan Etnis Han inilah yang membuat Dalai Lama menilai tindakan Pemerintah
China sebagai bentuk dari pemusnahan agama dan budaya. Keberhasilan
pembangunan, kemajuan ekonomi, dan meningkatnya kecerdasan menjadi tolak
ukur kesuksesan hidup rakyat Tibet. Bagi para penguasa China (RRC) di Beijing,
stabilitas domestik dan integritas teritorial menjadi bagian yang tidak terpisahkan
35 Iwan Santosa,”Konflik Etnis, Ujian Pluralisme China”, Sabtu, 06 November 2004 di
http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0411/06/ln/1368849.htm
49
untuk menyusun strategi untuk menjadikan China sebagai negara adidaya yang
berpengaruh dalam berbagai lingkup kehidupan global, ekonomi, dan politik.
Integritas Teritorial China atas Tibet menjadi alasan Pemerintah China begitu gencar
melakukan penghapusan dan rekayasa sosial atas budaya Tibet karena itulah faktor
Tibet didera kerusuhan internal.
Keinginan Tibet untuk melepaskan diri dan mendapatkan kemerdekaan dari
China inilah yang membuat China merasa integritasnya terancam dengan adanya
gerakan separatis ini. Pemerintah China berusaha selalu menjaga kedaulatan dan
integritas negeri sebagai wujud dari sikap China yang menentang segala bentuk
intervensi oleh negara adidaya yang berusaha menciptakan ketidakseimbangan
global. Sebagai kesatuan wilayah, Sejak tahun 1966 sampai 1970an perkembangan
kebudayaan China, mulai masuk ke Tibet. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
biara Buddha dan artefak budaya Tibet yang hancur tidak terurus, serta masuknya
Etnis mayoritas China Han ke Tibet.
Tibet telah mendapatkan otonomi khusus yang diberikan oleh pemerintah
China untuk dapat menata pemerintahan yang mandiri (genuine self-governance),
yang dapat memungkinkan rakyat Tibet hidup dalam kemerdekaan dan kehormatan
dan kebebasan menjalankan agama dan kebudayaan mereka. Namun, meskipun
Tibet sudah independen, masyarakat internasional secara formal tidak mengakui
Tibet sebagai sebuah negara yang merdeka.
50
Sebagian besar rakyat Tibet lebih memilih China daripada penguasa lama
Tibet, ini karena mereka dari kaum miskin dan kaum budak, dan nyatanya Tentara
Pembebasan membebaskan mereka sehingga sistem perbudakan itu tidak ada lagi di
Tibet. Segolongan orang kaya dan elite yang pernah menikmati system perbudakan
di Tibet tentu saja membenci China, karena "hak-hak privilege" mereka sebagai
kaum elite terhapus. Sejauh ini pula Tibet berkembang menjadi suatu daerah yang
lebih maju, orang yang berpendidikan yang dulunya dari kalangan rendah menjadi
lebih banyak dan selalu bertambah.
Pembangunan infrastruktur, institusi pendidikan, rumah sakit, dll. Tentu saja
ada kalangan-kalangan "borju" yang masih merindukan zaman keemasan mereka,
berlindung di balik negara-negara barat mereka meneriakkan HAM. Tentu saja
"HAM" mereka sebagai seorang mantan-"majikan" terinjak-injak karena mereka
tidak lagi diberi kesempatan lagi menganiaya dan dan mempergunakan budak-
budaknya sekehendak hatinya. Kalau sekarang para Lama di Tibet berteriak tentang
HAM, ini berarti mereka menengok sejarah bahwa para Lama juga menjadi bagian
elite dalam masyarakat Tibet yang tutup mata bahkan ikut menindas dan
mempergunakan keringat dan jerih payah kaum budak.
Tentara Pembebasan memang dalam satu sisi "melanggar hak istimewa"
kaum borju Tibet, tetapi di sisi lain Tentara Pembebasan ini menjadi pahlawan yang
nyata di mata para budak. Pemerintah China, senantiasa memperbaiki sistem
pemerintahan, pembangunan dan hubungan pusat dengan daerah ini. Pemerintah
China telah menyelesaikan suatu mega proyek yaitu pembangunan jalan kereta api
51
menuju Tibet, satu-satunya di dunia, The Qinghai - Tibet Railway "road to heaven",
jaringan kereta api ini dibangun di ketinggian 4.000 meter diatas pemukaan laut dan
orang juga menyebutnya "By train on the roof of the world". Ada daerah-daerah
tertentu dimana ketika menaiki kereta ini harus menggunakan masker oksigen.
Kalau dulu orang susah sekali melakukan perjalanan dari dan ke Tibet, sekarang ada
kereta super cepat ke Tibet. Perdagangan menjadi maju, ekonomi maju, pendidikan
maju, sebaliknya ada juga pihak-pihak yang tidak menyukai perkembangan ini.
Perdebatan tentang globalisasi beserta dampaknya terhadap ‘nation state’
merupakan perdebatan yang menarik dan tidak dapat disederhanakan dalam
hubungan antara subyek dan obyek. Perdebatan tentang globalisasi dan ‘nation
state’ dalam kerangka pemahaman ‘era globalisasi’ menunjukkan bahwa apa yang
terdapat dalam kotak tersebut melemahkan kedaulatan negara-bangsa China.
Di sisi lain, faktor atas figur Dalai Lama menjadi problematik subyektif
sekaligus obyektif yang terlihat dari sisi karisma religiusnya menarik simpati banyak
kalangan dari dunia internasional, media massa global, sampai politisi, hingga
pemimpin Tibet ini menjdi pemenang Hadiah Nobel 1989 dalam posisi dilematis
antara dimensi internasional dan pada tingkat tertentu dimensi nasional. Figur
politiknya dengan sejarah tradisi panjang inkarnasi agama Lama pada abad ke-17
mewakili kepentingan hamper seluruh rakyat Tibet yang terpaksa berhadapan
dengan patriotisme dalam pemerintahan komunis China.
Konflik kembali terjadi atas wilayah Tibet, karena Tibet menginginkan
adanya Pemerintahan sendiri yang dipimpin oleh pemimpin spiritual mereka yaitu
52
Dalai Lama. Sejak awal, Partai Komunis China memperjelas bahwa syarat bagi
solusi damai untuk Tibet adalah penerimaan penguasa Tibet di Lhasa untuk
mengakui bahwa Tibet adalah bagian integral dari China. Para pemimpin China juga
akan mengubah Tibet menjadi berdasar pada “demokrasi rakyat”.
Tibet secara Etnografis, pada dasarnya wilayah China saat ini adalah warisan
Dinasti Qing dan Tibet memiliki hubungan klien-patron dengan Beijing. Setelah
keruntuhan Qing China terbagi-bagi oleh kekuasaan para panglima perang. Proses
unifikasi yang panjang ditambah kompetisi Kuomintang dengan Komunis
menjadikan daerah-daerah terluar tidak diperhatikan. Tibet relatif tidak tersentuh
oleh pemerintah China, Republik China hanya mengirimkan perwakilan untuk
mengurus Tibet dan pada akhirnya China mengirimkan ekspedisi untuk
“mengamankan” Tibet.
Melihat perspektif etnosentris yang kuat dari Han, bahkan ketika China
dikuasai etnis non-Han, maka budaya Han dianggap lebih unggul daripada budaya
yang lain. Oleh karena itu daerah-daerah ini dikuasai dan diperintah oleh orang-
orang Han dengan cara Han yang jika di masa lalu dengan cara konfusian maka saat
ini dengan cara komunis.36
Dengan masuknya Etnis Han ke Tibet membuat wilayah Tibet meiliki
perekonomian yang lebih baik mengingat Tibet merupakan salah satu provinsi
termiskin di China. Kehadiran sekelompok orang dengan budaya dan bahasa yang
36 Aditthegrat, “Nasionalisme Etnis dan Problem Kebangsaan Cina”, 28 Mei 2008 di
http://aditthegrat.wordpress.com/2008/05/28/nasionalisme-etnis-dan-problem-kebangsaan-cina/
53
berbeda dan konsisi yang lebih baik ini menimbulkan suatu konflik etnis
tersembunyi dibawah kepemimpinan pemerintah pusat China. Demi menjaga
integritas teritorialnya, pemerintah China menggunakan kekuatan militernya untuk
menduduki Tibet. Dalai Lama sebagai pemimpin agama Buddha di Tibet
menghendaki otonomi khusus dan pengakuan formal dari masyarakat internasional
bahwa Tibet merupakan wilayah yang merdeka.
Hal ini membuat pemerintah China semakin menjaga kesatuan wilayahnya,
terlebih para pro-Tibet mulai berani untuk berunjuk rasa dan berusaha menarik
perhatian kepada dunia internasional dengan status Tibet sebagai wilayah yang
terjajah. Namun dibalik itu semua, apa yang terjadi justru dinilai positif oleh
masyrakat internasional dengan melihat kemajuan pembangunan dan perekonomian
Tibet yang maju. Dukungan bagi China mulai berdatangan dan semakin
meruncingkan konflik antara China dan Tibet. Setelah keadaan nasional mulai
kembali stabil, pemerintah pusat mengucurkan dana besar untuk pembangunan
daerah-daerah di bagian barat negeri yang tertinggal termasuk Tibet.
Dengan pembangunan Tibet yang berkembang begitu pesat, hal lain yang
dapat menjadikan bukti nyata integritas teritorial China atas Tibet yang menjadi
salah satu faktor penyebab pemerintah China melakukan tindakan represif di
wilayah Tibet yaitu dengan dibangunnya berbagai fasilitas jalan raya yang
menghubungkan Tibet dengan provinsi-provinsi tetangga sehingga melepaskan
isolasi rakyat Tibet dari keterbelakangan Tibet sebagai suatu bentuk upaya China
untuk mempertahankan integritas teritorialnya atas wilayah Tibet. Dengan adanya
54
kereta super cepat ke Tibet Qinghai-Tibet (Lihat Lampiran pada Lampiran I)
perdagangan menjadi maju, ekonomi maju, pendidikan maju. China menginginkan
pembangunan yang merata sehingga provinsi miskin di China mendapatkan
pembangunan yang merata.
Perkembangan Tibet yang terbaru yang menandakan bukti kesatuan wilayah
China dan Tibet yaitu pemerintah China mulai membangun sebuah bandara kelima
di Tibet, dengan harapan untuk meningkatkan jumlah pengunjung ke wilayah
pegunungan yang terpencil itu. Dengan adanya alat transportasi canggih ini akan
memacu pembangunan dan membantu peningkatan standar hidup, sementara para
aktivis Tibet mengatakan itu akan mempercepat migrasi warga China di sana dan
menipiskan kebudayaan Buddha Tibet apalagi setelah Tibet dilanda protes anti-
China yang menyebabkan jumlah turis merosot, sementara kerusuhan menyebabkan
orang enggan ke sana dan pemerintah memperketat pengawasan terhadap semua
orang yang memasuki wilayah itu.
Bagi pemerintah China, penguasaan atas Tibet merupakan aset yang sangat
berharga. Di daerah Tibet tengah dan barat, para ahli China memperkirakan bahwa
di sana terdapat kandungan mineral yang melimpah dan pemerintah China telah
mengalokasikan investasi yang cukup besar untuk mengembangkan daya alam di
wilayah Tibet ini. Pemerintah China juga telah membangun saluran pipa untuk
meningkatkan eksploitasi minyak dan gas alam di wilayah Tibet. China telah
menjadi negara yang pertumbuhan ekonominya tertinggi di dunia. Industri-
industrinya membutuhkan bahan bakar yang luar biasa banyak. Dan Tibet adalah
55
kawasan yang mampu menyediakan sumber daya alam dalam jumlah melimpah.
Tujuannya, agar China tak lagi menggantungkan kebutuhan minyaknya dari luar
negeri, mengingat harga minyak dunia kian melonjak.
Pembangunanan di Tibet seperti fasilitas rumah sakit, sekolah, bahkan
masuknya investor dan turis mancanegara membuat Tibet tidak lagi menjadi wilayah
yang terisolir dan dapat terjamah globalisasi dan modernisasi. Hal ini sangat berbeda
saat kepemimpinan Dalai Lama, perbudakan menjadi hal yang luar biasa terjadi
bahkan Tibet terkesan sangat feodal karena yang berkuasa adalah para Lama dan
pejabat tinggi yang dapat memperbudak rakyat Tibet bahkan dibawah
kepemimpinan Dalai Lama, agama menjadi alat kekuasaan. Orang Tibet hidup
dalam dunia mereka sendiri yaitu dunia spiritual mereka, pemujaan dan ritual
mereka, kosmologi mereka sendiri, mereka mengorbankan waktu dan tenaga besar
untuk ziarah ke tempat-tempat suci, dari pagi sampai malam hanya memutar roda
doa dan tasbih, melantunkan doa tanpa henti.
Dengan penuh kekhusyukan, orang Tibet tradisional terseok mengelilingi
Lapangan Barkhor, bersujud di hadapan Potala dan Kuil Jokhang, menempelkan
dahi di bendera suci, terperangkap dalam kepercayaan mistis mereka.37 Hal inilah
menjadi alasan pemerintah China melakukan pemusahan budaya Tibet yang terkesan
ortodoks dan jauh dari modernisasi. Segala bentuk penyelesaian atau resolusi antar
China dan Tibet yaitu agar rakyat Tibet sementara mendapatkan otonomi luas dan
37 “Titik Nol (20) Perayaan Akbar”, Jumat, 29 Agustus 2008 di
http://www.kompas.com/lipsus102008/readib/xml/2008/08/29/07495186/titik.nol.20.perayaan.akbar
56
self-government di Tibet dalam Pemerintahan RRC, agar Tibet dapat mengatur
wilayahnya sesuai dengan peraturan pusat Pemerintah China.
Dalam memandang suatu kedaulatan dapat melihat Home Land Securtiy
yang mengedepankan pembangunan kekuatan bersenjata guna melindungi batas-
batas wilayah teritori yang berdaulat atau Human Security yang lebih
mengedepankan kerjasama keamanan lintas negara adalah bentuk pendekatan yang
terbaik. Pengakuan Tibet sebagai bagian dari China didukung oleh India selain itu,
terdapat faktor kenyataan internasional, dengan tidak ada satu negara dan
pemerintahan di dunia ini yang mempertentangkan status Tibet dan mengakuinya
sebagai bagian dari RRC, dan bersedia untuk memberikan pengakuan legal apa pun
kepada Dalai Lama yang berada dalam pemerintahan pengasingan di Dharamsala,
wilayah India yang berbatasan dengan Tibet.
Dengan pembangunan yang dibuat oleh pemerintah China, rakyat Tibet
semakin maju dan mendapatkan pendidikan yang layak. Masuknya Etnis Han ke
Tibet membantu proses pembangunan Tibet itu sendiri, karena sebagian besar rakyat
Tibet tidak berpendidikan. Meskipun etnis Han menjadi kelompok terbesar, yakni
91,96 persen dari seluruh populasi (sumber: sensus 1990-China New Star
Publication), tidak serta-merta mereka menciptakan "tirani mayoritas" atas nama
suku ataupun kepercayaan.
57
Integrasi Teritorial China atas Tibet telah membawa perubahan yang positif
di Tibet meskipun dibayar mahal dengan lunturnya budaya asli Tibet yang identik
dengan feodalisme Dalai Lama. Bagi China melindungi kedaulatan dan integritas
teritorial adalah inti kepentingan negara, bangsa, dan menjadi kewajiban seluruh
rakyat China, termasuk Tibet. China sebagai negara yang berdaulat tidak akan yang
akan menoleransi pemisahan (wilayah), dan setiap negara berdaulat memiliki hak
menggunakan segala upaya yang diperlukan untuk mempertahankan kedaulatan dan
integritas teritorialnya.38
Dalam konteks penyelenggaraan pertahanan negara, teritorial meliputi
wilayah negara, penduduk, sumber kekayaan alam dan buatan, sarana dan prasarana
lainnya, serta kondisi sosial masyarakat. Teritorial merupakan wadah, alat dan
sarana bagi berlangsungnya penyelenggaraan fungsi pertahanan negara.
Berlangsungnya penyelenggaraan pertahanan negara sangat tergantung dari kesiapan
dan daya dukung teritorial. Untuk mencapai kesiapan dan daya dukung tersebut,
maka teritorial perlu dibangun dan dikelola baik untuk kepentingan kesejahteraan,
sekaligus bagi kepentingan pertahanan negara.
Penggunaan kekuasaan otoriter pemerintahan China mampu meredam
kelompok-kelompok separatis Tibet yang menginginkan kemerdekaan dan
kekuasaan penuh sendiri yang kepentingan nasional, sehingga gerakan ini tidak
dapat berkembang. Hal itu dapat dilihat dari aksi-aksi demonstrasi massa yang
38 “China Rilis RUU Antipemisahan”, Rabu, 09 Maret 2005 di
http://64.203.71.11/kompas-cetak/0503/09/1n/1611845.htm
58
berubah menjadi gerakan anarkhis, perusakan beberapa fasilitas umum, provokasi-
provokasi yang kemudian menimbulkan konflik komunal berkepanjangan, seperti
kerusuhan yang terjadi saat menyambut olimpiade Beijing tahun 2008 lalu yang
telah menimbulkan korban jiwa dan terjadinya kontak senjata antara demonstran
pro-Tibet dan pemerintah China.
B. Kedaulatan Negara China terhadap wilayah Tibet
Pada dasarnya kedaulatan belum memiliki batasan yang jelas dan masih
menjadi pro dan kontra. Salah satu definisi dari “kedaulatan” menyebutkan bahwa
“Hak negara untuk melaksanakan kekuasaan penuh atas status kemerdekaannya
tanpa boleh ada campur tangan pihak lain terhadap masalah internal dan eksternal.
Setiap negara bebas membuat keputusannya sendiri namun kedaulatan tidak berarti
bahwa negara memiliki kedaulatan mutlak dalam bertindak sebab berhubungan antar
negara dan diatur oleh hukum internasional”.39 Orang memberikan definisi yang
beragam mengenai kedaulatan. Tetapi secara tradisional kedaulatan dapat
dirumuskan sebagai monopoli yuridiksi teritorial yang sangat eksklusif baik dilihat
dari dimensi internal maupun eksternalnya.40
Ada tiga hal yang utama tentang Kedaulatan negara yaitu Penguasaan,
Tujuan Memerintah (Hukum), Konstitusi.41 Kedaulatan negara berwujud sebagai
39 B. N Marbun, S.H, Kamus Politik, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hal 313 40 DR. Bantarto Bandoro, “Masalah-masalah Keamanan Internasional Abad 21”, 14-18 Juli 2003 di
http://www.lfip.org/english/pdf/baliseminar/Masalah%20Keamanan%20Internasional%20-%20bantarto%20bandoro.pdf
41 Bryan Veloso,”Kedaulatan Negara atau Sosialisme”, 2 Juli 2007 di http://pembebasan.wordpress.com/2007/07/05/kedaulatan-negara-atau-sosialisme/
59
hak kemerdekaan dan otoritas untuk mengatur urusan domestik. Demokratisasi dan
otoriterisme dalam suatu pemerintahan di sebuah negara berfungsi sebagai
pengambil keputusan tertinggi dari penyelenggaraan negara, termasuk dalam hal
mengendalikan SDA maupun SDM yang ada. Kekuatan budaya merupakan tujuan
akhir dari pembangunan kekuatan dan jati diri bangsa, karena entitas dan karakter
dari suatu bangsa dipengaruhi oleh budayanya, baik lokal maupun nasional. Hal ini
dikarenakan kekuatan budaya merupakan suatu sistem pertahanan paling vital bagi
suatu bangsa dan negara, kekuatan budaya merupakan fondasi dari pembangunan di
segala aspek, kekuatan budaya secara historis merupakan modal utama berdirinya
suatu negara. Dimana kekuatan budaya akan sangat menentukan kekuatan suatu
bangsa dan negara dalam tata pergaulan dunia.
Selain itu kekuatan budaya akan melahirkan etos dan mitos, baik dalam
kehidupan sosial masyarakat sendiri, maupun dalam pergaulan dunia internasional
sebagai bangsa. Negara dapat menjadi objek primer yang harus dipertahankan
kedaulatannya, dalam proses mempertahankan kedaulatan itu maka kekuatan militer
menjadi instrumen utama untuk dapat dijadikan salah satu cara untuk
mempertahankan kedaulatan suatu negara. Namun adanya pandangan interpedence
(saling ketergantungan sama lain antar kelompok manusia) yang membutuhkan
suatu interaksi dalam sebuah sistem sosial.
Sebagai sebuah negara, maka kecenderungan gangguan yang datang dari
berbagai negara khususnya negara-negara besar dapat menimbulkan kecenderungan
60
campur tangan atau kepedulian yang tinggi dari negara-negara tersebut terhadap
kemungkinan gangguan stabilitas keamanan di sebuah negara. Kepentingan
pertahanan negara yang bersifat tetap merupakan bentuk penyelenggaraan usaha
pertahanan negara untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara dan keutuhan
wilayah negara, serta keselamatan dan kehormatan bangsa dari setiap ancaman, baik
yang berasal dari luar maupun yang timbul di dalam negeri. Meskipun adanya
ancaman menunjukkan bahwa ancaman fisik dari luar yang mengarah pada ancaman
kedaulatan kecil kemungkinannya, namun sebagai negara merdeka, berdaulat, dan
bermartabat, kepentingan strategis untuk mempertahankan diri harus selalu
disiapkan dan dilaksanakan tanpa mempermasalahkan ada atau tidak adanya
ancaman nyata.
Berdasarkan lima prinsip koeksistensi secara damai, China terus
mengembangkan hubungan persahabatan dan kerjasama yang saling menguntungkan
dengan negara-negara lain di seluruh dunia.42 Dalam melaksanakan kepentingan
pertahanannya, China senantiasa memegang prinsip sebagai negara yang menganut
koeksistensi damai yang cinta damai tetapi lebih cinta akan kemerdekaan dan
kedaulatannya. Penggunaan cara-cara damai sebagai kekuatan pertahanan untuk
tujuan perang hanya sebagai jalan terakhir setelah usaha-usaha diplomatik tidak
membuahkan hasil. China sebagai negara yang memiliki kekuatan militer yang
cukup kuat di kawasan Asia, penyelenggaraan pertahanan yang dilaksanakan dengan
42 Eddy Maszudi,” Makna Kunjungan SBY ke China”, Rabu, 27 Juli 2005 di
http://www.suaramerdeka.com/harian/0507/27/opi3.htm
61
sistem keseluruhan melibatkan seluruh rakyat dan sumber daya serta sarana dan
prasarana nasional sebagai satu kesatuan pertahanan.
Dalam mengatasi isu keamanan aktual yaitu tindakan yang dapat
mengganggu kedaulatan dan keutuhan wilayah China serta gangguan terhadap
keselamatan dan kehormatan bangsa yang dapat berwujud ancaman non-tradisional
yang bersifat lintas negara maupun sejumlah isu aktual yang timbul di dalam negeri
membuat pemerintah menggunakan kekuatan militernya untuk mempertahankan
kedaulatan di negarnya. Ancaman yang kemudian timbul yaitu ancaman dari dalam
negeri dalam konflik Tibet, yang mengganggu stabilitas keamanan dan kedaulatan
negara. Implikasi dari perkembangan yang terjadi pada lingkup regional dalam
konflik Tibet tersebut mempengaruhi perubahan pada situasi keamanan dunia
dengan munculnya isu-isu keamanan domestik seperti separatisme bersenjata,
radikalisme dan konflik komunal masih melanda sejumlah negara terutama negara-
negara berkembang.
Isu-isu keamanan dunia yang makin kompleks tersebut memerlukan cara
penanganan yang lebih komprehensif. Silang hubungan yang berlangsung dalam
proses perubahan global, regional dan domestik telah membentuk spektrum
ancaman dan gangguan keamanan nasional China yang kompleks dan multidimensi.
Kondisi tersebut tidak dapat diabaikan dan harus segera diatasi, sehingga stabilitas
keamanan nasional dapat tercipta bagi terselenggaranya pembangunan nasional.
Kebijakan pertahanan negara disusun berdasarkan kondisi obyektif yang dihadapi
oleh pemerintah China berdampak serius pada keutuhan wilayah China dan
62
keselamatan bangsa. Isu-isu keamanan tersebut perlu penanganan serius dan
mendesak, karena itu menjadi prioritas dalam kebijakan pertahanan. Demi
menangani isu keamanan dalam negeri itu maka dalam konflik Tibet, Pemerintah
China berusaha untuk dalam menyelamtkan kedaulatan negaranya dari tindakan
separatisme Tibet yang semakin menjadi.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan pemerintah Chian melakukan
tindaan represif terhadap wilayah Tibet yaitu: Pertama, China bukan negara yang
hanya terdiri dari satu etnis saja melainkan fakta terdapat 56 etnis termasuk Han,
Mongol, Korean, Muslims, Tibetans, dll. Kedua, Tibet telah menjadi bagian dari
China sejak ribuan tahun yang lalu (Dinasti Yuan 1271-1368, Dinasti Ming 1368-
1644, Dinasti Qing 1644-1911, Republik China, sampai menjadi RRC 1949).
Ketiga, Pada masa keruntuhan Dinasti Qing, Inggris telah menguasai Tibet sebagai
wilayah koloni dan membuat rakyat Tibet menjadi budak. Keempat, Sebelum 1950,
saat China menguasai Tibet masih dalam situasi perbudakan dibawah kepemimpinan
rejim boneka Dalai Lama. Kelima, Dalai Lama dulu dan sekarang masih didanai ole
CIA untuk membantu Dalai Lama memisahkan Tibet dari wilayah China dan
memaksa pemerintah India untuk menerima Dalai Lama serta mendanai kampanye
pemisahan diri Tibet dari China. Keenam, sebagai bentuk kedaulatan negaranya,
China telah mengeluarkan dana yang sangat besar untuk membangun Tibet,
mendirikan sekolah, Rumah Sakit, serta infrastruktur. Hal-hal inilah mengapa alasan
China kuat merasa memiliki kedaulatan sepenuhnya atas Tibet
63
Pengakuan kedaulatan pemerintahan sangat penting, karena pemerintah atau
otoritas penguasa adalah pihak yang membuat peraturan dan menerapkan sanksi atas
peraturan itu. Intervensi dan agresi negara-negara maju terhadap negara-negara
berkembang menjadi ancaman kedaulatan suatu negara, karena intervensi terhadap
suatu negara dalam menjalankan kebijakan dalam negeri dan luar negerinya
merupakan salah satu bentuk penjajahan. Kedaulatan sebuah bangsa atau negara
yaitu dapat menciptakan sistem yang demokratis bagi negaranya.
Kemerdekaan inilah yang terutama diserukan kelompok warga Tibet di
pengasingan serta pimpinan spiritual Tibet Dalai Lama saat ini, sementara China
bersikeras bahwa kemerdekaan Tibet tidak diakui China maupun negara mana pun.43
Kedaulatan negara menjadi dasar terhadap suatu wilayah di dunia ini. Tujuannya
kepada pemerintah-pemerintah untuk melatih secara total dan kewenangan yang
eksklusif di antara beberapa spesifikasi atau bidang usaha tertentu. Dengan adanya
globalisasi hubungan sosial timbul dan mempunyai tuan rumah yang secara kualitas
tidak lagi mempunyai wilayah dan batasan yang larut mejadi satu di dalam derasnya
aliran arus elektronik dan lain sebagainya, dengan kondisi awal secara krusial efektif
dari kedaulatan telah bergeser. Bangsa yang berdaulat adalah bangsa yang bisa
menentukan nasib bangsanya sendiri (otonom), tanpa intervensi negara mana pun.
Pada tanggal 23 Mei 1951, juru runding Tibet di Beijing, menandatangani
“Tujuh Poin Kesepakatan” yang berisi pernyatan bahwa”Rakyat Tibet harus bersatu
43 “Status Tibet yang Diperdebatkan”, 21-Mar-2008 di
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=1&jd=Status+Tibet+yang+Diperdebatkan&dn=20080321035530
64
dan harus mengusir kekuatan imperialis dari Tibet dan harus kembali pada keluarga
besar ibu pertiwi-Republik Rakyat China”, (The Tibetan People shall unite and
drive imperialist forces fro Tibet and shall return to the big family of the
Motherland-the People’s Republic of China).44 Salah satu poin perjanjian itu juga
menyatakan Tibet adalah bagian dari Republik Rakyat China dengan otonomi
khusus yang diberikan kepada Dalai Lama. Dengan adanya poin-poin perjanjian ini,
membuka hubungan baru antara China dan Tibet. Rakyat Tibet wajib untuk
mengakui dan menerima klaim China atas kedaulatan Tibet.
Meskipun perjanjian ini sudah disepakati oleh kedua belah pihak akan tetapi
pihak Partai Komunis China dan rakyat Tibet tetap bersitegang. Hingga
menimbulkan aksi demonstrasi yang menelan korban jiwa. Banyak kritikan datang
dari masyarakat internasional yang menyatakan bahwa China telah melanggar HAM
dengan menggunakan kekuatan militer yang tidak seimbang terhadap rakyat Tibet.
Pemerintah China menilai ini merupakan suatu ancaman bagi kedaulatan negaranya.
Adapun ancaman bahwa Dalai Lama berusaha menarik simpati internasional
dengan menuduh pemerintah China menghilangkan HAM rakyat Tibet atas adanya
korban jiwa rakyat Tibet menjadi ancaman global bagi China dan bahkan mampu
mengancam kedaulatan suatu negara dalam sebuah integrasi. China merasa terancam
dengan tindakan pemimpin Tibet ini, Pemerintah China berusaha untuk menduduki
Tibet dengan memasukan Etnis Han ke Tibet. Namun, di tahun-tahun berikutnya,
44 Soyomukti, Nurani, Revolusi Tibet : Fakta, Intrik, dan Politik Kepentingan Tibet-China-Amerika
Serikat, Garasi, 2008, hal 48
65
kedudukan Dalai Lama sebagai pemimpin spiritual sekaligus “dewa” di hati orang
Tibet, secara perlahan mulai tergeser, hingga pada akhirnya sang pemimpin
melarikan diri ke India tahun 1959. Setelah kepergian Dalai Lama, Tibet melewati
“Revolusi Kebudayaan” dengan dirusaknya kuil-kuil, pembunuhan Biksu serta
pembasmian adat kuno, kepercayaan, feodalisme.
Tanggal 1 September 1965, berdirilah Daerah Otonomi Tibet (T.A.R)
dengan wilayah yang jauh lebih kecil daripada teritorial Tibet di bawah pimpinan
Dalai Lama. Tibet yang dulunya terdiri atas Ü-Tsang, Amdo, dan Kham, kini hanya
tersisa Ü-Tsang dan bagian barat Kham saja.45
Dengan bertumbuhnya kekuatan nasional komprehensif China atas
pembangunan Tibet, China akan menjadi bangsa yang kuat.. Kedaulatan negaranya
menjadi salah satu faktor alasan mengapa pemerintah China melakukan tindakan
represif terhadap Budaya di Tibet. Hal ini dilakukan untuk melawan Dalai Lama
yang ingin menguasai Tibet dengan menggunakan alat agama Buddha Tibet yang
telah dianut sebagian besar rakyat Tibet. Secara ekstrim, di bawah kondisi dari
globalisasi kontemporer, pemerintah dengan berdasarkan atas kekuasaan yang
tertinggi dan wilayah secara eksklusif mempunyai wewenang telah menjadi suatu
yang sama sekali susah untuk dilaksanakan. Tidak sebanding dengan banyaknya
jumlah bangunan institusi dan legislatif secara sepihak yang akan membolehkan
45 “Titik Nol (20) Perayaan Akbar”, Jumat, 29 Agustus 2008 di http://www.kompas.com/lipsus102008/readib/xml/2008/08/29/07495186/titik.nol.20.perayaan.akbar
66
suatu negara besar untuk mencapai kontrol atas kuasa mutlak di luar dari
wilayahnya.
Kedaulatan China atas Tibet akan membuat China menjadi negara yang kuat
dan bersatu, karena bagi China prinsip dari politik luar negerinya yaitu bersedia
mengembangkan hubungan kerja sama bersahabat dengan semua negara di atas
dasar saling menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah, saling tidak
mengagresi, saling tidak mengintervensi urusan dalam negeri, persamaan derajat.
Selain itu, China juga melaksanakan politik yang terbuka terhadap dunia luar secara
menyeluruh, bersedia di atas dasar prinsip persamaan derajat dan saling
menguntungkan baik itu dalam mengembangkan hubungan perdagangan, kerjasama
ekonomi dan teknik serta pertukaran ilmu dan budaya secara luas dengan berbagai
negara dan daeah di dunia, untuk mendorong kemakmuran bersama.
Kedaulatan negara yang terlalu kuat diselenggarakan oleh pejabatnya bisa
menyebabkan otoritarianisme, totalitarianisme, dan bahkan menjelma menjadi fasis.
Globalisasi dapat menjadi kekuatan yang membebaskan rakyat dari totalitarianisme
apabila globalisasi hadir untuk melemahkan negara. Globalisasi yang masuk ke
dalam suatu negara dan melemahkan kedaulatannya sehingga masuk bebas kepada
rakyat juga dapat menimbulkan masalah ketika rakyat tidak pernah siap
menghadapinya.
Krasner memulai pemaparannya dengan beranjak dari suatu asumsi bahwa :
67
“….sovereignty is not being fundamentally transformed by globalization.
Globalization has challenged the effectiveness of state control; although it is not
evident that contemporary challenges are qualitatively different from those that
existed in the past. Globalization has not, however, qualitatively altered state
authority which has always been problematic and could never be taken for
granted.”46
Dari kutipan di atas nampak jelas bahwa eksistensi dan kedaulatan negara-
bangsa tidak berubah secara fundamental akibat globalisasi. Sebaliknya, eksistensi
dan kedaulatan negara-bangsa (hanya) “challenged” (tertantang) oleh hadirnya
globalisasi. Rekayasa sosial yang terjadi di Tibet merupakan salah satu cara untuk
menyingkirkan sisa-sisa kepemimpinan Dalai Lama di Tibet, karena China hanya
memiliki satu pemerintahan pusat yaitu di Beijing.
Dengan adanya Etnis asli Tibet yang dipengaruhi oleh Dalai Lama,
mengancam kedaulatan China dan membuat China melakukan tindakan represif atas
budaya Tibet pada masa Dalai Lama. Dalai Lama bukan seorang tokoh agama dan
dia menggunakan agama untuk mencapai tujuan politiknya sehingga apa yang
dilakukan Pemerintah China terhadap rakyat Tibet ini dapat membuat Rakyat Tibet
terbuka terhadap dunia internasional dan ikut merasakan pembangunan yang dapat
meningkatkan taraf hidup rakyat Tibet sendiri. Hal inilah yang membuka
kemungkinan cara pandang ataupun mekanisme baru dalam melakukan proses
46 Stephen D. Krasner, Globalization and Sovereignty, dalam David A. Smith et al (eds.), States and
Sovereignty in the Global Economy (London: Routledge, 1999), hal 34.
68
pengidentifikasian budaya maupun perilaku individu. Individu-individu seolah
ditawarkan alternatif-alternatif dari apa yang selama ini telah mereka pegang dan
jadikan kebiasaan. Kecenderungan ini dapat mengarah kepada ‘global culture’
(budaya global) dan melemahkan budaya nasional (lokal). Dengan demikian alasan
pemerintah China melakukan tindakan represif terhadap budaya Tibet yang separatis
menjadi jalan yang cukup kuat untuk menjaga stabilitas keamanan dan kedaulatan
China sebagai suatu negara maju.
69
BAB V
KESIMPULAN
Apa yang bisa disimpulkan dari paparan di atas, bahwa konflik antara China
dan Tibet tentang tindakan pemerintah China yang terjadi di kalangan etnis Tibet
sangat terkait dengan nuansa kebijakan politik pemerintah China untuk
mempertahankan stabilitas keamanan, integritas territorial serta kedaulatan negara
dimana Pemerintah China memiliki kepentingan tertentu untuk menempatkan etnis
Tibet sesuai dengan kemauan politiknya. Posisi minoritas yang cenderung rentan,
selalu memojokkan etnis Tibet dari waktu ke waktu. Krisis identitas etnis Tibet
terus terjadi di Tibet terlebih dengan majunya pembangunan di Tibet yang
mengundang orang etnis luar Tibet untuk datang dan hidup di Tibet.
Dalam upaya menemukan kembali citra identitas sosial yang positif, etnis
Tibet menggunakan modus yang variatif baik dalam bentuk mobilitas sosial
maupun dengan perubahan sosial. Dalam tingkat strategis, isu politik, ekonomi, dan
tindakan ilegal lintas negara, memiliki jangkauan wilayah nasional, regional, serta
global, dan isu tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keamanan
nasional, regional, dan global. Isu politik, ekonomi, dan keamanan memiliki
keterkaitan yang sangat erat dan saling mempengaruhi, selanjutnya isu tersebut akan
selalu menjadi perhatian masyarakat internasional karena akan menyangkut pada
kepentingan nasional masing-masing negara.
70
China sebagai salah satu wilayah yang cukup besar serta memiliki
kebudayaan China yang kuat dengan masih terpeliharanya kebudayaan asli China,
mulai dari Bahasa, serta identitas nasionalnya yang bermacam-macam, membuat
daerah di perbatasan dan terpencil dari wilayahnya dengan jarak yang cukup jauh
dari pusat pemerintahan semakin terlupakan.
Dalam kasus konflik China dan Tibet, menimbulkan banyak tuntutan bagi
rakyat Tibet untuk pembangunan perekonomian. Keadaan Tibet yang semakin maju
dengan pembangunan yang sangat pesat mengundang masuknya etnis luar ke Tibet
sehingga etnis asli Tibet semakin tersingkirkan. Hal ini bukan tanpa beralasan
karena memang sebagian besar rakyat Tibet masih memiliki pendidikan yang rendah
sehingga rakyat Tibet memerlukan negara maju seperti China untuk membantu
perekonomiannya meskipun budaya menjadi faktor yang dipertaruhkan karena
asimilasi budaya luar yang modern masuk ke Tibet.
Sejarah China menyebutkan bahwa Tibet merupakan wilayah kesatuan China
namun dalam kenyataannya, Tibet justru pernah menguasai China. Rakyat China
yang sudah pernah mengalami revolusi kebudayaan pada rezim Mao. Tibet dapat
bebas melakukan kegiatan perekonomian dan sosial sampai pada akhirnya terjadi
pemberontakan atas ketidakadilan yang dilakukan oleh pemerintah pusat China.
Konflik antara pemerintah pusat China dan provinsi Tibet yang ingin memisahkan
diri dan merdeka merupakan akar dari pergolakan yang terjadi dan memuncak pada
saat momentum penyelenggaraan Pesta Olahraga Dunia atau Olimpiade Beijing
2008.
71
Gerakan separatis Tibet ingin menarik lebih banyak perhatian negara-negara
dunia melakukan tindakan anarkis, membuat rekayasa tentang adanya perseteruan
antara Etnis Tibet dan Han, yang memancing tindakan pemerintah China untuk
menindak dan menguasai kekacauan, pembakaran, perusakan, perampokan,
pembunuhan yang dilakukan oleh Etnis Tibet pada Etnis Han hingga China diklaim
telah melanggar HAM atas konflik ini. Tindakan pemerintah China dengan
menggunakan militernya untuk mengatasi kerusuhan besar di Lhasa merupakan
suatu respon yang wajar bagi kedaulatan suatu negara untuk mengembalikan
ketertiban dan keamanan dan intergritas sosialnya dengan menyingkirkan pemimpin
Tibet, Dalai Lama.
Permasalahan antara China dan Tibet yaitu permasalahan yang berdasar dari
permasalahan budaya yang berlawanan yaitu tentang perbedaan antara kepercayaan
Buddha yang dianut oleh China dan Buddha Lama. Faktor-faktor pemerintah China
melakukan pemusnahan budaya di Tibet yaitu untuk mempertahankan integritas
teritorial China atas wilayah Tibet dan masalah tentang kedaulatan suatu negara.
Salah satu bukti nyata integritas teritorial China atas Tibet dengan dibangunnya
berbagai fasilitas jalan raya yang menghubungkan Tibet dengan provinsi-provinsi
tetangga sehingga melepaskan isolasi rakyat Tibet dari keterbelakangan Tibet.
Sejak awal Tibet memang sudah menyatakan klaim China atas Tibet. Tibet
merupakan Bagian dari China yang termasuk kesatuan wilayah Tibet dan harus
mendapatkan pemerataan pembangunan sama dengan provinsi lain yang ada di
Tibet. Tidak ada indikasi yang berhasil dikumpulkan bahwa tingkat penyebaran ide-
72
ide globalisasi yang mempengaruhi struktur politik domestik saat ini lebih besar dari
yang terjadi di masa lalu. Globalisasi dan kedaulatan negara dinilai sebagai kekuatan
yang cenderung melemahkan kedaulatan negara. Pemerintah China menginginkan
pembangunan yang merata sehingga provinsi miskin di China mendapatkan
pembangunan yang merata. Selain Tibet merupakan wilayah kestauan China, dengan
adanya pembangunan di Tibet seperti fasilitas rumah sakit, sekolah, dan turis
mancanegara membuat Tibet tidak lagi menjadi wilayah yang tertutup dan ikut
terbawa arus modernisasi. Hal inilah menjadi alasan pemerintah China melakukan
pemusahan budaya Tibet yang ortodoks dan jauh dari modernisasi.
Ada faktor-faktor kedaulatan China atas Tibet sehingga menyebabkan
pemerintah China melakukan tindaakan represif terhadap wilayah Tibetyaitu:
Pertama, China bukan negara yang hanya terdiri dari satu etnis saja melainkan fakta
terdapat 56 etnis, Kedua, Tibet telah menjadi bagian dari China sejak ribuan tahun
yang lalu (Dinasti Yuan 1271-1368, Dinasti Ming 1368-1644, Diansti Qing 1644-
1911, Republik China lagi, Tibet 1911, sampai manjadi RRC 1949). Ketiga, Pada
masa keruntuhan Dinasti Qing, Tibet telah dikuasai dan dijajah oleh Inggris,
Keempat, saat China kembali menguasai Tibet situasi perbudakan masih kuat pada
rejim Dalai lama. Kelima, adanya kucuran dana dari Amerika Serikat melalui CIA
sebagai suatu usaha pemisahan Tibet dari wilayah China, Keenam, China telah
mengeluarkan dana yang sangat besar untuk membangun Tibet, mendirikan sekolah,
Rumah Sakit, Tranportasi serta infrastruktur. Hal-hal inilah yang menjadi dasar atas
tindakan pemerintah China melakukan pemusnahan budaya Tibet karena dinilai
73
tidak sesuai dan idak seimbang dengan budaya modern China. Tibet adalah bagian
dari China dan masalah yang terjadi di Tibet adalah murni urusan dalam negeri
China, tidak satupun pihak asing luar yang berhak mencampuri masalah ini.
Tindakan keras China yang merupakan tindakan represif terhadap budaya
Tibet dalam menindaklanjuti kerusuhan di Lhasa tersebut telah menewaskan
sedikitnya 80 orang akibat kekerasan pasukan militer China. Selain itu, China
diduga membatasi akses media ke Tibet sehingga menyulitkan verifikasi dan
informasi atas jumlah korban maupun seputar informasi demonstrasi yang dilakukan
untuk memperingati pemberontakan terhadap pemerintah China tahun 1959 tersebut.
Rekayasa sosial yang terjadi di Tibet merupakan salah satu cara untuk
menyingkirkan sisa-sisa kepemimpinan Dalai Lama di Tibet dan menjelaskan
posisis Tibet terhadap dunia internasional, karena China sebagai suatu negara hanya
memiliki satu pemerintahan pusat. Kepemimpinan Dalai Lama atas Tibet membuat
terancamnya kedaulatan China sehingga membuat China melakukan tindakan
represif atas budaya Tibet. China bukan negara berlandaskan agama dengan kepala
pemerintahan Dalai Lama yang merupakan "pope" dari Tibetan Buddhism. Apa yang
dilakukan Pemerintah China terhadap rakyat Tibet ini dapat membuat Rakyat Tibet
terbuka terhadap dunia internasional dan ikut merasakan pembangunan yang dapat
meningkatkan taraf hidup rakyat Tibet sendiri.
Perkembangan teknologi terutama telekomunikasi, serta transportasi yang
memungkinkan individu-individu dari berbagai belahan dunia saling mengetahui,
74
menyaksikan, dan berkomunikasi satu sama lain dapat membuka dan merubah cara
pandang dalam melakukan proses pengidentifikasian budaya maupun perilaku
individu yang cenderung dapat mengarah kepada ‘global culture’ (budaya global)
dan melemahkan budaya nasional (lokal).
Selain adanya isu tindakan represif pemerintah China terhadap budaya di
Tibet, konflik China dan Tibet diwarnai dengan isu rekayasa sosial yang terjadi di
Tibet dapat dikatakan sebagai salah satu upaya menyingkirkan sisa-sisa rejim
kepemimpinan Dalai Lama di Tibet yang penuh dengan sistem perbudakan dan
kesengsaran bagi rakyat Tibet. Selama dalam kepemimpinan Dalai Lama, Tibet jauh
dari pembangunan bahkan terkesan menjadi wilayah paling terbelakang di China.
Selain sistem perbudakan itu, pemerintah China menyatakan hanya memiliki satu
pemerintahan pusat yaitu di Beijing.
Pemerintah China menilai Dalai Lama bukanlah seorang tokoh agama tetapi
Dalai Lama menggunakan alasan agama untuk mencapai tujuan politiknya sehingga
apa yang dilakukan Pemerintah China terhadap rakyat Tibet yaitu agar dapat
membuat Rakyat Tibet terbuka terhadap dunia internasional dan ikut merasakan
pembangunan yang dapat meningkatkan taraf hidup rakyat Tibet sendiri. Hal yang
dilakukan oleh Dalai Lama ini juga idukung oleh inggris gan Amerika Serikat untuk
memecah belah China.
Dengan demikian alasan pemerintah China melakukan tindakan represif
terhadap budaya Tibet yang separatis disebabkan oleh dua faktor yaitu integritas
75
territorial dan kedaulatan China sebagai suatu negara maju, kuat dan bersatu.
Meskipun perbedaan pemikiran yang sangat kuat antara pemimpin Tibet dan
pemerintah China dalam menentukan status Tibet itu, sudah banyak upaya dialog
dan perundingan yang dilakukan antara kedua pihak. Dari keseluruhan perundingan
dan dialog yang sudah terjadi didapatkan inti dari perundingan itu adalah bagaimana
pemimpin Tibet
Dalai Lama dapat kembali ke Tibet dan tetap mempertahankan status Tibet
di bawah sistem otonomi lebih luas. Perundingan ini diajukan di tengah desakan
masyarakat internasional agar pemerintah China dapat menahan diri untuk
menghindari pertumpahan darah meskipun desakan internasional ini tidak
mendapatkan reaksi dan respon yang positif dari pemerintah China karena
mengganggap Tibet merupakan isu domestik negara dan China berhak untuk
mengatur wilayah kesatuannya sendiri sebagai wujud atas integritas teritorial serta
kedaulatan negara China.
Tibet memang merupakan gudang kekayaan alam. Misalnya, pertambangan
krom terpenting China terdapat di Tibet. Sungai-sungai terpenting Asia bersumber di
negeri itu. Belum lagi peranan strategisnya. Tibet adalah zona penahan menghadapi
negara tetangga di selatan dan India, saingan China. Pada tahun 60-an China bahkan
pernah berperang dengan negara adidaya nuklir itu. Di sini mungkin juga tersimpan
alasan-alasan kepentingan China terhadap Tibet. Tibet kini semakin mudah dicapai.
Sejak 2006 bahkan ada jalur kereta api di wilayah itu. Jalur ini memungkinkan
semakin banyak warga China yang datang ke Tibet.
76
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Amal, Ichlasul, Winarno, Budi. Metodologi Ilmu Politik (Yogyakarta: PAU Studi
Sosial Universitas Gadjah Mada, ).
Brown, Michael E., Causes and Implications of Ethnic Conflict: The Ethnicity
Reader. Nationalism, Multiculturalism, and Migration (Great Britain, Guibernau
dan John Rex (eds),Polity Press, 1997).
Chen, Guidi., Wu, Chuntao., China Undercover-Rahasia di Balik Kemajuan
China, (Jakarta: Ufuk Press, 2007).
Heng, Liang & Shapiro, Judith, China Sesudah Revolusi Kebudayaan Dalam
Reformasi tanpa Keterbukaan, (Jakarta: Pustaka Utama Rafiti,1989).
Hunter, Alan dan Sexton, John, Contemporary China, (London: McMillan Press
Ltd.,1999)
Kustiasukarnaprawira Aa, China: Peluang atau Ancaman, (Jakarta: Restu Agung,
2009)
Mas’oed Mohtar, Ilmu Hubungan Internasional: Displin dan Metodologi (Jakarta:
PT. Pustaka LP3ES, 1990).
Poerwadarmanta W.J.S, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
1991).
77
Soyomukti, Nurani., Revolusi Tibet: Fakta, Intrik, dan Politik Kepentingan Tibet-
China-Amerika Serikat (Yogyakarta: Garasi, 2008).
Sukma, Rizal, Pemikiran Strategis China, (Jakarta: CSIS, 1995).
WD Sukisman, Sejarah China Kontemporer Jilid II: Dari Revolusi Nasional melalui
Revolusi Kebudayaan Sampai Modernisasi Sosialis, (Jakarta: Padnya Paramita,
1992)
Sumber-sumber dari Website:
http://www.bbc.co.uk/2008
http://en.epochtimes.com/news/20,000 People March in New Delhi for Freedom in
Tibet/7-8-12/2008
http://www.dailymail.co.uk/news/index.html/2009
http://id.shvoong.com/books/1866289-revolusi-tibet/8 Februari 2009
http://www.japanfocus.org/2008
http://niasonline.net/2008/04/12/presiden-hu-tibet-masalah-domestik-cina/
http://rezaantonius.wordpress.com/memahami-seluk-beluk-konflik-antar-etnis-
bersama-michael-e-brown/
http://www.savetibet.org/2008/
http://tibet.com/aidTibet.html/6 Mei 2009
http://www.tibettraintravel.com/TibetHistory.htm/2008
78
79
PETA I
SUMBER: http://www.google.com/
80
PETA II
SUMBER: http://www.google.com/
81
PETA III
Peta Provinsi Tibet (Sumber: The Official Web Site of the Central Tibetan Administration)
82
PETA IV
83
GAMBAR I
Demonstrsi para Biksu Tibet di Dharamsala India, 18 Maret 2008
GAMBAR II
Konflik Berdarah: Biksu Tibet terluka saat demonstrasi anti-China
84
GAMBAR III
85
Lampiran I
Qinghai-Tibet Railway History Archives
Chinese engineers tackled three major difficulties in building the world-highest
railroad to rewrite the world's history of railway construction.
1919:
The national father of China democratic revolution and the first president of
Republic of China - Sun Yat-sen published his famous Strategies for the
Construction of New China in 1919, blueprinting China's rail network extending to
the Qinghai-Tibet Plateau. Until mid 1940's, the Kuomintang (Nationalist)
Government sent some engineers to explore the possibility of the construction of
Gansu-Qinghai railway.
1956:
After the founding of the People's Republic of China, the country's railway
construction witnessed dramatic progress in 1950's. In 1956, the Ministry of
86
Railway officially launched the primary planning of the project. In the summer of
1957, a 13-person team was dispatched to start the survey.
1960:
The route design draft and part of the survey of Qinghai-Tibet railway has been
done. The 97-km railway from Xinning (the capital of Qingahi Province) to Haiyan
was opened in November of the same year. However, in 1961 the whole project had
to be terminated as China encountered 3-successive-year natural disasters starting
from 1958. The government couldn't afford to extend the railway any longer.
1974:
The Central government decided to resume the project of Xinning to Golmud. The
project was finished by Railway Corps of China's Liberation Army in 1979 and
opened for civil use in 1984. The railway is the only one in the world built on the
salt lakes, which means the first phase of Qinghai-Tibet Railway is ready.
1978:
The survey work of the Second Phase (Golmud - Lhasa) was suspended due to the
uncertainty of building the railway on permafrost at such a high altitude.
2001:
The State Council approved the Qinghai-Tibet Railway Plan. The project has been
listed in one of "the four symbolic projects" as the Central government attached
87
more importance to the development of the Western Regions ("Great Leap West"
dubbed by some Western Media). On March 1, 2001 the construction work officially
restarted.
2005:
The railway building went through the highest point at Tanggula Mountain in
August. On October 12, 2005, all the construction work was achieved.
2006:
In March, a cargo train was launched to test the ride on the railway. In May, a
passenger train took the test (without passengers). In July 1, 2006, the Qinghai-Tibet
railway was officially opened for public use.
Source: http://www.tibettraintravel.com/TibetHistory.htm
88