Post on 06-Mar-2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan teknologi komputer saat ini mulai dari perangkat keras
hingga perangkat lunaknya sangat mendukung dalam bidang pemetaan dan
pembuatan atlas dalam bentuk digital. Teknologi komputer yang terdiri dari
perangkat keras dan perangkat lunak membawa efek yang menonjol dalam bidang
kartografi dan pemetaan, sehingga akan memberikan perubahan-perubahan dalam
hal metodologinya (Morrison, 1983). Perubahan tersebut diantaranya adalah
dalam pengumpulan data, penyimpanan data, kompilasi data, generalisasi,
simbolisasi dan pemberian teks (nama-nama geografi) dan produksinya, sehingga
produk kartografis yang dihasilkan akan menjadi lebih efisien dan luwes
(Stefanovic, 1985). Perkembangan teknologi tersebut akan memudahkan dalam
pembuatan atlas baik secara konvensional maupun atlas secara elektronik.
Pembuatan atlas secara elektronik akan mempermudah dalam hal penyajian data
maupun mendisain ulang (editing) data sesuai dengan perkembangannya.
Penyajian data tersebut akan lebih menarik dan efisien jika disajikan
dalam bentuk atlas. Namun, di samping secara spasial menyajikan data, ada
informasi lain sebagai tambahan dalam penyusunan suatu atlas. Atlas merupakan
koleksi informasi atau data geografi yang ditampilkan lebih spesifik, sistematik
dan saling berkaitan baik dalam bentuk analog maupun digital yang didasarkan
pada obyek-obyek tertentu dan disertai dengan narasi (Koop, 1993, dalam
Ormeling, 1997). Oleh karena itu, pembuatan atlas diharapkan data yang ada
dapat disajikan lebih menarik, spesifik, dan sistematis.
Atlas tidak hanya berisi peta-peta yang saling berkesinambungan,
melainkan dapat diisi juga dengan narasi yang ingin disampaikan oleh si pembuat.
Pengertian peta itu sendiri adalah suatu representasi/ gambaran unsur-unsur atau
2
kenampakan-kenampakan abstrak, atau yang ada kaitannya dengan permukaan
bumi atau benda-benda angkasa, dan umumnya digambarkan (ICA, 1973).
Atlas elektronik dibuat dengan mengkomputerisasikan SIG (Sistem
Informasi Geografi) yang berhubungan dengan wilayah-wilayah tertentu atau
tema-tema yang berhubungan dengan tujuan tertentu dengan tambahan narasi
yang memegang peranan penting dalam peta (Elzakker, 1993 dalam Kraak dan
Ormeling 2007). Karena itu atlas banyak digunakan untuk tujuan tertentu
khususnya dalam hal pariwisata.
Atlas elektronik mempunyai banyak kelebihan dibandingkan dengan atlas
konvensional, diantaranya adalah dalam hal penyajian data, penyimpanan data,
dan pembaharuan data (editing data). Penyajian data dalam atlas elektronik akan
lebih mudah dan menarik, sedangkan untuk penyimpanan data juga akan dapat
dilakukan dengan lebih mudah dan efisien karena dalam penyimpanannya tidak
membutuhkan banyak kertas (hardcopy) seperti penyimpanan pada atlas
konvensional. Pembaharuan data dalam atlas elektronik juga lebih mudah
dilakukan karena data yang disajikan dalam atlas tersebut bersifat dinamis dan
dapat diganti dengan mudah sesuai perkembangan waktu.
Atlas elektronik juga mempunyai kekurangan, diantaranya atlas elektronik
tersebut tidak bisa digunakan atau dioperasikan di sembarang tempat. Hal tersebut
karena atlas elektronik hanya bisa dioperasikan dengan menggunakan bantuan
komputer, sehingga jika pengguna tidak mempunyai komputer atau tidak bisa
mengoperasikan komputer, atlas ini tidak dapat dioperasikan. Selain itu, biaya
yang digunakan dalam pembuatan atlas elektronik juga lebih besar daripada
pembuatan atlas konvensional.
Kabupaten Bantul mempunyai banyak daerah wisata. Wisata yang
bernuansa alami seperti desa wisata juga sudah mulai berkembang di Kabupaten
Bantul. Desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa
karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Desa wisata pada
umumnya menyajikan panorama yang berhubungan dengan suasana pedesaan
yang berisi panorama alam maupun budaya yang masih bersifat tradisional.
3
Menurut data pariwisata tahun 2010, Kabupaten Bantul mempunyai kurang lebih
18 desa wisata, diantaranya seperti tabel 1.1.
Tabel 1.1. Desa Wisata Kabupaten Bantul tahun 2010
No Nama Desa Kecamatan Potensi Utama
1 Desa Wisata Kebonagung* Kecamatan Imogiri Wisata pertanian, wisata budaya, dan
wisata air
2 Desa Wisata Karangtengah* Kecamatan Imogiri Kawasan eko-tourism (wisata
lingkungan)
3 Desa Wisata Imogiri Kecamatan Imogiri Museum batik
4 Desa Wisata Wukirsari* Kecamatan Imogiri Situs purbakala seperti sekitar Makam Raja Mataram, Makam bangsawan Cirebon, dan Makam Seniman
5 Desa Wisata Krebet, Sendangsari* Kecamatan Pajangan Batik kayu
6 Desa Wisata Guwosari Kecamatan Pajangan Kerajinan batok kelapa dan Goa
Selarong
7 Desa Wisata Parangtritis Kecamatan Kretek Pantai Parangtritis
8 Desa Wisata Tirtosari Kecamatan Kretek Wisata budaya ‘jathilan’
9 Desa Wisata Panjangrejo* Kecamatan Pundong Kerajinan gerabah kecil-kecil
10 Desa Wisata Seloharjo Kecamatan Pundong Kerajinan mebel
11 Desa Wisata Kasongan (Kajigelem)* Kecamatan Kasihan Kerajinan Gerabah
12 Desa Wisata Lopati, Trimurti* Kecamatan Srandakan Kerajinan anyaman bambu
13 Desa Wisata Kwaru, Poncosari Kecamatan Srandakan Pantai Kwaru
14 Desa Wisata Trimulyo* Kecamatan Jetis Wisata alam di perbukitan Karangwuni
dan sepanjang Sungai Opak
15 Desa Wisata Canden* Kecamatan Jetis Minuman herbal tradisional jamu gendong
16 Desa Wisata Puton, Trimulyo Kecamatan Jetis Wisata air
17 Desa Wisata Tembi, Timbulharjo* Kecamatan Sewon Kerajinan dan homestay
18 Desa Wisata Manding, Sabdodadi* Kecamatan Bantul Kerajinan kulit
(Sumber: http://diparda.bantulkab.go.id/dl_dok.php?node=196 )
Keterangan: * = Sudah berkembang/ efektif
Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten di Provinsi DIY yang
memiliki potensi terhadap desa wisata. Hal tersebut dikarenakan nuansa alami di
Kabupaten Bantul masih terlihat sekali dan banyak terdapat kerajinan-kerajinan
4
yang dilakukan oleh masyarakat sekitar yang bersifat tradisional. Di samping itu,
sesuai dengan keputusan Bupati Bantul Bapak Idham Samawi tentang masalah
ekonomi, yakni dalam hal mempertahankan pasar-pasar tradisional, akan
membuat nuansa tradisional serta potensi-potensi di Kabupaten Bantul menunjang
untuk dijadikan desa wisata. Namun demikian, publikasi desa wisata ini masih
kurang bagus karena menurut Dawud Subrata selaku koordinator desa wisata
Bantul Tengah, publikasi hanya dilakukan melalui internet yang berupa deskripsi
dan pemberitahuan secara langsung potensi-potensi yang ada di desa wisata ketika
ada wisatawan yang berwisata ke desa wisata tersebut. Dengan demikian, peneliti
akan menyajikan data potensi desa wisata dalam bentuk atlas.
Desa wisata juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi keuntungan
ke luar daerah, sehingga keuntungan tersebut lebih banyak dapat dinikmati oleh
masyarakat setempat, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengembangan desa wisata diharapkan mampu merangsang pembangunan di
pedesaan, serta tergalinya berbagai potensi yang selama ini kurang atau belum
mendapat perhatian. Dari segi pembangunan pariwisata, pengembangan desa
wisata merupakan salah satu usaha untuk membuka pangsa pasar (market share)
yang selama ini belum terpenuhi. Di samping itu, desa wisata juga merupakan
salah satu antisipasi terhadap perkiraan bahwa wisatawan yang sudah mencapai
titik jenuh terhadap berbagai bentuk wisata yang sudah umum dan mulai lebih
berorientasi kepada ‘alternatif tourism’.
1.2. Perumusan Masalah
Perkembangan teknologi yang ada saat ini memungkinkan seseorang untuk
membuat suatu sistem informasi secara elektronik. Teknologi yang cukup baik
untuk menampilkan suatu sistem informasi adalah atlas. Atlas merupakan koleksi
informasi atau data geografi yang ditampilkan lebih spesifik, sistematik dan saling
berkaitan baik dalam bentuk analog maupun digital yang didasarkan pada obyek-
obyek tertentu dan disertai dengan narasi (Koop, 1993, dalam Ormeling, 1997).
5
Dawud Subrata sebagai koordinator desa wisata Bantul Tengah
menjelaskan bahwa belum adanya atlas yang dapat digunakan untuk
mempromosikan desa wisata di Kabupaten Bantul dan karena alasan tersebut,
maka diperlukan penyusunan atlas yang diharapkan mampu memberikan
kemajuan bagi desa-desa wisata di Kabupaten Bantul. Penyusunan atlas
disesuaikan dengan keinginan pengunjung/ wisatawan sebagai pengguna atlas
supaya atlas tersebut memberikan informasi yang seinformatif mungkin. Dari
uraian di atas dapat disimpulkan beberapa pertanyaan penelitian, diantaranya :
1. Bagaimana cara menyajikan potensi desa wisata dalam bentuk atlas?
2. Bagaimanakah simbol yang sesuai untuk membuat atlas desa wisata yang
informatif?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang diharapkan dapat dicapai adalah :
1. Menyajikan data desa wisata dalam bentuk atlas.
2. Memilih simbol-simbol yang sesuai untuk membuat atlas yang informatif.
1.4. Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini antara lain :
1. Penelitian ini digunakan untuk memenuhi persayaratan dalam memperoleh
gelar sarjana dari Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
2. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu Atlas Desa Wisata Kabupaten Bantul
dapat diakses oleh pengguna (pengunjung/ wisatawan) sehingga mampu
mempengaruhi users untuk berwisata di tempat-tempat wisata baik yang
sudah berkembang maupun yang belum banyak berkembang saat ini.
6
1.5. Tinjauan Pustaka
Yogyakarta merupakan daerah yang memiliki potensi wisata yang luar
biasa. Di samping karena masih banyak kearifan lokal penduduk setempat, juga
karena Yogyakarta merupakan daerah istimewa. Hal tersebut berdasarkan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh karena itu, Daerah Istimewa Yogyakarta
merupakan daerah yang sangat potensial untuk menjadi desa wisata.
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini berisi tentang desa wisata mulai dari
pengertiannya hingga pendekatan pengembangan desa wisata dan pengertian atlas
hingga berbagai macam tipe atlas. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam uraian
di bawah ini.
1.5.1. Desa Wisata
Berdasarkan Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor :
PM.26/UM.001/MKP/2010 tentang Pedoman Umum Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pariwisata melalui Desa Wisata,
tinjauan pustaka mengenai desa wisata dibagi menjadi tiga sub bab,
diantaranya adalah pengertian desa wisata, tipe desa wisata, dan pendekatan
pengembangan desa wisata. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam uraian di
bawah ini.
1.5.1.1. Pengertian Desa Wisata
Desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki
beberapa karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata.
Penduduk di desa wisata memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli.
Selain itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem
pertanian dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata.
Faktor alam dan lingkungan yang masih asli dan terjaga juga merupakan
salah satu faktor terpenting dari sebuah kawasan tujuan wisata.
Kawasan desa wisata harus memiliki berbagai fasilitas untuk
menunjangnya sebagai kawasan tujuan wisata. Berbagai fasilitas ini akan
7
memudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan kegiatan
wisata. Fasilitas-fasilitas yang sebaiknya dimiliki oleh kawasan desa wisata
antara lain adalah sarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan, dan
akomodasi. Desa wisata biasanya menyediakan sarana penginapan berupa
pondok-pondok wisata (home stay) sehingga para pengunjung turut
merasakan suasana pedesaan yang masih asli dan alami (dari
http://www.central-java-tourism.com/desa-wisata/in/about.htm).
Menurut Nuryanti (1993) dalam Concept, Perspective and
Challenges, desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi,
akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur
kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang
berlaku. Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata:
1. Akomodasi, merupakan sebagian dari tempat tinggal para penduduk
setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat
tinggal penduduk.
2. Atraksi, merupakan seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat
beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan wisatawan
berinteraksi sebagai partisipasi aktif seperti kursus tari, bahasa dan lain-
lain yang spesifik.
Wisata pedesaan (Edward Inskeep, dalam Tourism Planning An
Integrated and Sustainable Development Approach, hal. 166) merupakan
sekelompok kecil wisatawan yang tinggal dalam atau dekat dengan suasana
tradisional, sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan
pedesaan dan lingkungan setempat (dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Desa_wisata).
1.5.1.2. Tipe Desa Wisata
Tipe desa wisata menurut pola, proses dan tipe pengelolaan terdiri
dari:
8
1. Tipe terstruktur (enclave)
Tipe terstruktur ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut:
a) Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik
untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra
yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar
internasional.
b) Lokasi yang terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal.
Kelebihan tipe ini adalah dampak negatif yang ditimbulkan dapat
terkontrol dan pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan dapat
terdeteksi sejak dini.
c) Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan
perencanaan yang integratif dan terkoordinir. Hal tersebut
diharapkan mampu menjadi semacam agen untuk mendapatkan
dana-dana internasional sebagai unsur utama sebagai masukan untuk
desa wisata.
2. Tipe terbuka (spontaneus)
Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yang dapat menyatukan
kawasan desa wisata dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola
dengan masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang didapat dari
wisatawan dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal. Tipe ini
mempunyai kekurangan berupa cepat menjalarnya dampak negatif pada
penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan.
Peraturan Menteri Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Nomor : PM.26/UM.001/MKP/2010 membagi karakteristik desa wisata
menjadi tiga, yakni:
1. In-situ
Dalam industri pariwisata transaksi hanya dimungkinkan manakala
wisatawan mendatangi/mengunjungi tempat di mana produk wisata
dihasilkan, sehingga dampak positif pariwisata yang berupa pembelanjaan
wisatawan akan mengalir secara langsung pada masyarakat. Dengan kata
9
lain Pariwisata adalah instrument program pemerataan dan penyebaran
pertumbuhan yang sangat efektif.
2. Rantai Nilai ke depan dan ke belakang yang sangat panjang
Transaksi kepariwisataan akan mampu menumbuhkan rantai nilai
tambah ke depan dan ke belakang yang sangat panjang, sehingga mampu
mendongkrak kegiatan ekonomi terkait yang sangat besar.
3. Industri yang berbasis sumber daya lokal (local resource based industry)
Karakteristik industri pariwisata dan budaya yang sangat ramah pada
penyerapan sumber daya lokal serta sifatnya yang padat karya akan sangat
efektif dalam menyerap tenaga kerja dan membuka peluang usaha di daerah.
1.5.1.3. Pendekatan Pengembangan Desa Wisata
Berdasarkan penelitian dan studi-studi dari UNDP/ WTO dan
beberapa konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun
rangka kerja/ konsep kerja dari pengembangan sebuah desa menjadi desa
wisata, antara lain:
1. Pendekatan pasar untuk pengembangan desa wisata
Pendekatan pasar dilakukan dengan tiga cara, yaitu tidak langsug,
setengah langsung, dan langsung. Pendekatan tidak langsung (berhenti
sejenak) dilakukan dengan asumsi bahwa desa mendapat manfaat tanpa
interaksi langsung dengan wisatawan, misalnya dengan penulisan buku-
buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, arsitektur tradisional,
latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya.
Pendekatan setengah langsung (one day trip) merupakan pendekatan
dimana wisatawan hanya singgah dan tinggal bersama penduduk, misalnya
melakukan kegiatan-kegiatan seperti makan dan melakukan aktivitas
bersama penduduk yang kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat
akomodasinya.
Pendekatan terakhir merupakan pendekatan langsung (tinggal inap).
Pendekatan ini berasumsi bahwa wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/
bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang
10
terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan
potensi masyarakat setempat.
Kriteria desa wisata dalam pendekatan pasar untuk pengembangan
desa wisata ada lima, yaitu:
a) Atraksi wisata, yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil
ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih merupakan atraksi yang paling
menarik dan atraktif di desa wisata tersebut.
b) Jarak tempuh, yaitu jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat
tinggal wisatawan dan merupakan jarak tempuh dari ibukota provinsi
dan jarak dari ibukota kabupaten.
c) Besaran desa menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah
penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan
dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa.
d) Sistem kepercayaan dan kemasyarakatan, merupakan aspek penting
mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah
desa. Agama adalah hal yang perlu dipertimbangkan karena menjadi
mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada.
e) Ketersediaan infrastruktur meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi,
fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.
2. Pendekatan fisik untuk pengembangan desa wisata
Pendekatan fisik menggunakan standar-standar khusus dalam
mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi. Standar
khusus tersebut antara lain:
a) Mengkonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan
arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi
sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya perawatan dari rumah
tersebut. Desa wisata ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-
rumah tinggal yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka
mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk
desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal mereka yang masih
11
ditinggali. Sarana wisata untuk wisatawan juga perlu dibangun untuk
mewadahi kegiatan wisata di daerah tersebut.
b) Mengkonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk
menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus
mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitas-
fasilitas wisata yang tersedia.
c) Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa
tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa sebagai industri skala
kecil seperti: kerajinan kulit, kerajinan gerabah, kerajinan tenun ikat,
tarian adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut, dll.
Fasilitas-fasilitas wisata yang tersedia dikelola sendiri oleh penduduk
desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan,
restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat, plaza, kebun dan dermaga
perahu boat.
1.5.2. Atlas
Menurut Ferjan Ormeling (1997) dalam Atlas Terminology and Atlas
Concepts, atlas adalah koleksi data geografi yang sistematik dan saling
berkaitan baik dalam bentuk analog maupun digital, yang menyajikan area/
wilayah yang spesifik dan atau terdiri dari satu tema geografi yang didasarkan
pada obyek-obyek tertentu dan disertai narasi, yang keduanya digunakan
sebagai alat navigasi untuk mendapatkan informasi kembali, analisis, dan
keperluan presentasi.
Menurut Ferjan Ormeling (1997) dalam Atlas Terminology and Atlas
Concepts, atlas dibagi menjadi dua tipe yaitu :
1. Atlas berdasar pada sasaran/ tujuan komunikasi (communication objective)
yang dibagi menjadi beberapa macam yakni :
● Atlas Pendidikan (Educational Atlases)
Atlas pendidikan berfungsi untuk memberikan gambaran yang jelas
dan mudah untuk mengingat tentang pola persebaran fenomena geografi
fisik dan geografi manusia. Atlas ini juga berfungsi untuk memunculkan
12
keingintahuan mengenai kondisi lingkungan dan hubungannya sehingga
atlas ini sebaiknya disusun sesederhana mungkin tanpa mengurangi
kandungan informasi yang terdapat di dalamnya. Selain itu juga atlas ini
dapat digunakan sebagai referensi dan sarana penunjang dalam bidang
pendidikan seperti dalam bidang IPS, IPA, ataupun yang lainnya
● Atlas Navigasi (Navigation Atlases)
Atlas navigasi digunakan untuk sumber informasi sebagai alat
petunjuk atau navigasi dalam suatu perjalanan baik perjalanan darat, laut,
maupun udara. Isi peta-peta dalam atlas ini mirip dengan isi yang ada pada
peta topografi yang berisi tentang informasi ketinggian atau elevasi suatu
tempat sehingga akan memudahkan untuk navigasi oleh pilot ataupun
nahkoda.
● Atlas Perencanaan Fisik (Physical Planning Atlases)
Atlas perencanaan fisik menampilkan keterpaduan antara elemen
geografi fisik dengan hasil kerja manusia. Atlas ini berperan penting dalam
perencanaan wilayah yang berkaitan dengan potensi fisik yang dimiliki oleh
wilayah tersebut.
● Atlas Referensi (Reference Atlases)
Atlas referensi digunakan untuk kepentingan referensi atau
merupakan atlas yang menunjukkan suatu lokasi. Dalam atlas ini harus
memuat nama-nama tempat atau posisi suatu daerah secara rinci, lengkap,
dan informatif. Atlas referensi didesain untuk membantu pengguna dalam
mengenal kenampakan geografis ataupun politik. Karena atlas ini dapat
diandalkan untuk mengetahui posisi di permukaan bumi, maka atlas ini juga
dapat digunakan sebagai alat petunjuk dalam perjalanan bahkan untuk
kepentingan perencanaan wilayah.
● Atlas Manajemen/ Monitor (Management/ Monitoring Atlases)
Atlas manajemen/ monitor digunakan sebagai alat untuk melakukan
pengawasan pada suatu wilayah dari waktu ke waktu mengingat atlas
merupakan kumpulan peta-peta yang saling berkesinambungan satu sama
13
lain dan peta-peta tersebut menyajikan visualisasi geografi spasial yang
sangat baik sehingga dapat dikomunikasikan dalam berbagai bidang.
2. Atlas berdasar tipe yang ingin dibandingkan (types of comparison) yang
terdiri dari:
● Atlas Geografi (Geographical Atlases)
Atlas geografi hanya membandingkan antar area atau wilayah.
● Atlas Sejarah (Historical Atlases)
Atlas sejarah membandingkan antar waktu yang disusun secara
sistematik, sehingga pengguna dapat merunut waktu secara kronologis.
● Atlas Nasional (National Atlases)
Atlas nasional menggambarkan aspek kekhususan bagi suatu
wilayah misalkan suatu provinsi dengan pembagian administrasi lebih lanjut
sampai kabupaten, kecamatan, atau desa.
● Atlas Topografi (Topographic Atlases)
Atlas topografi membandingkan dengan keadaan sebenarnya atau
membandingkan dengan lingkungannya.
● Atlas Tematik (Thematic Atlases)
Atlas tematik digunakan untuk membandingkan area namun dengan
tema-tema tertentu yang lebih spesifik dari tema-tema yang terdapat dalam
atlas regional.
Atlas-atlas yang masih disajikan dalam bentuk analog akan rentan
terhadap kerusakan dan kehilangan juga tidak praktis dalam penggunaannya.
Jadi informasi yang ditampilkan hanya informasi dalam lembar itu saja. Untuk
menampilkan informasi lain harus mencari di lembar yang lainnya. Di samping
itu, dalam atlas analog ini, informasi atau data yang ada dalam atlas tidak dapat
diperbaharui (tingkat updating datanya rendah). Untuk mengatasi kekurangan-
kekurangan atlas analog tersebut dan juga mengingat perkembangan teknologi
yang ada sekarang ini, maka diperlukan cara penyajian data yang lebih praktis
dan mempunyai nilai updating tinggi yaitu atlas yang disusun secara
elektronik.
14
Atlas elektronik merupakan atlas yang disusun dalam bentuk PC atau
Mac. Menurut Van Elzaker, 1993, atlas elektronik dapat disusun dengan
mengkomputerisasikan Sistem Informasi Geografi yang berhubungan dengan
area/ wilayah-wilayah tertentu dengan tambahan berupa narasi yang di dalam
peta memegang peranan penting. Menurut Kraak dan Ormeling, 2007, atlas
elektronik dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu :
1. Atlas Elektronik Paparan
Atlas elektronik paparan dikategorisasikan sebagai versi elektronik
dari atlas kertas tanpa ada kegunaan ekstra, tetapi dengan kemungkinan
untuk mengakses isi peta secara acak, termasuk melihat secara linear yang
muncul pada atlas kertas. Keuntungan dari atlas ini adalah biaya produksi
lebih murah dan distribusinya lebih mudah.
2. Atlas Elektronik Interaktif
Atlas elektronik interaktif dibuat untuk pembaca yang dapat
menggunakan komputer karena dalam atlas ini memungkinkan para
pengguna untuk memanipulasi kumpulan data yang ada. Dalam atlas ini
tidak ada peta yang benar karena setiap peta merupakan pilihan data khusus
yang diproses sedekat mungkin dengan keberadaan distribusi tema, tetapi
akan selalu dibiaskan dengan elemen-elemen yang bersifat subyektif.
Misalnya pengguna bisa merubah skema warna sesuai dengan yang
diinginkannya atau mereka dapat menyesuaikan metode klasifikasi atau
memperbesar jumlah kelas.
3. Atlas Elektronik Analitikal
Menurut Van Elzakker (1993), tipe atlas elektronik analitikal: ‘suatu
atlas elektronik adalah komputerisasi GIS (Geography Information System)
untuk wilayah tertentu atau tema yang berkaitan dengan tujuan yang sudah
diberikan dengan tambahan narasi dimana peta memegang peranan
penting’. Dalam atlas ini potensi penuh lingkungan elektronik dapat
dimanfaatkan, misalnya bagian dari obyek peta, query-nya dijelaskan di
bagian bawah. Atau kumpulan data dapat digabungkan sehingga pengguna
atlas tidak hanya dibatasi oleh tema yang dipilih kartografer dalam atlas.
15
Karena kegunaan Sistem Informasi Geografi lebih diperlihatkan dalam atlas
ini, maka penekanan utama dalam atlas ini adalah pada perhitungan
informasi keruangan dan visualisasi hasil.
Aturan-aturan yang digunakan dalam pembuatan atlas elektronik antara
lain :
1. Isi Atlas (Atlas Content)
Berisi tentang kandungan informasi yang ada di dalam suatu atlas.
Atlas kertas hanya memberikan informasi yang terbatas dalam ssatu waktu
sedangkan atlas elektronik dapat dibuat agar memberikan informasi terbaru
atau yang up to date. Hal tersebut karena atlas kertas mempunyai dua
fungsi yang tidak dapat dipisahkan yaitu sebagai alat penyimpan dan
sebagai alat untuk mengkomunikasikan data, sedangkan atlas elektronik
dapat digunakan untuk memisahkan dua fungsi tersebut karena
menggunakan teknologi komputer, sehingga informasi yang ada dalam
atlas elektronik ini dapat diperbaharui kapan saja. Dengan atlas elektronik,
user dapat dengan mudah mengakses informasi yang diinginkan dan
dengan atlas secara elektronik ini keamanan sistem penyimpanan data
semakin meningkat.
2. Struktur Atlas (Atlas Structure)
Struktur atlas berkaitan dengan kemudahan dalam pembacaan atlas,
ditekankan pada penyajian yang betingkat misalnya penyajian dalam
cakupan wilayah yang luas kemudian mengarah pada wilayah yang lebih
sempit atau lebih spesifik. Hal ini juga berkaitan dengan penyajian skala
peta dalam atlas, yakni dari skala kecil ke skala besar atau sebaliknya.
Tujuannya adalah supaya atlas yang dibuat dapat terstruktur sehingga akan
mudah dibaca oleh user.
3. Fungsional Atlas (Atlas Functionality)
Berkaitan dengan fungsi tambahan yang ada dalam suatu atlas,
tergantung dari software yang digunakan dalam menyajikan atlas. Fungsi
tambahan ini berupa tools yang dibuat oleh si pembuat atlas agar dapat
16
memberikan kemudahan pada pengguna atlas dalam memahami dan
memperoleh informasi dari suatu atlas. Contohnya adalah tool zoom yang
digunakan untuk memperbesar gambar/ peta sesuai dengan yang diinginkan
oleh user.
Selain hal-hal yang berhubungan dengan visualisasi atlas, suatu atlas
juga membutuhkan suatu manajemen penyimpanan data untuk menyimpan
peta-peta dan informasi-informasi yang ada dalam suatu peta. Menurut
Moellering (1983) dalam Weni CH (skripsi, 2003) penyimpanan data spasial
dapat dibagi menjadi dua, yakni permanent maps dan virtual maps.
Permanent maps merupakan bentuk penyimpanan dan penyajian data
yang dapat dilihat secara nyata, atau dikenal dengan atlas kertas. Dalam
penyajian atlas ini terdapat banyak keterbatasan seperti yang terdapat pada
atlas-atlas yang berupa buku maupun lembaran-lembaran, juga atlas ini rawan
akan kerusakan, serta sulitnya dalam pembaharuan data.
Virtual maps merupakan bentuk penyimpanan yang telah menggunakan
perkembangan teknologi seperti teknologi komputer. Penyimpanan dalam
bentuk virtual maps terbagi menjadi 3 tipe (Kraak dan Ormeling, 1996), yakni:
a. Virtual maps tipe I
Virtual maps jenis ini hanya dapat dilihat tapi tidak dapat disentuh
karena hanya berupa on-screen map. Hal tersebut berarti peta-peta dalam
atlas dapat ditampilkan di layar monitor dan penyimpanannya tergantung
dari kapasitas komputer dalam menyimpan data, sehingga peta-peta dapat
disimpan dan ditampilkan sesuai kebutuhan user.
b. Virtual maps tipe II
Merupakan bentuk penyimpanan data peta yang tidak dapat dilihat
namun penyimpanannya dalam bentuk nyata yang dapat disentuh.
Contohnya adalah penyimpanan dalam CD atau disket. Keuntungan dari
penyimpanan ini adalah lebih murah, distribusi data lebih mudah dan
pembaharuan data juga lebih mudah.
17
c. Virtual maps tipe III
Merupakan bentuk penyimpanan data yang tidak terlihat dan tidak
dapat disentuh, misalnya disimpan dalam bentuk World Wide Web (www)
dan dapat diakses melalui internet. Keuntungan dalam penyimpanan ini
adalah distribusi data lebih luas dan siapa saja yang membutuhkan data
tersebut dapat dengan mudah mendapatkannya yakni dengan mengakses
internet.
1.6. Penelitian Sebelumnya
Barbara Schneider (Institut Teknologi Swiss/ ETH) melakukan penelitian
dengan judul “Integration of analytical GIS-functions in Multimedia Atlas
Information Systems”. Metode yang digunakan adalah teknik analisis query
database, analisis spasial, serta pengukuran dan fungsi statistik untuk mengetahui
sejauh mana integrasi fungsi GIS di bidang multimedia atlas sistem informasi
(AIS). Tujuan dari penelitian ini adalah mengimplementasikan fungsi GIS yang
sesuai dalam versi multimedia sehingga memperluas kemampuan analitis. Hasil
dari penelitian ini adalah peta yang diperoleh dari perluasan kemampuan analitis
seperti peta titik temu antara layer peta tematik dengan batas administrasi yang
menampilkan hasil statistik.
G. Kariotis, dkk (2007) dengan penelitiannya yang berjudul “Creation of a
Digital Interactive Tourist Map with The Contribution of GPS and GIS
Technology to Visualization of The Information”. Pemetaan dan semua proses
data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak dari GIS dan diperkaya
dengan software multimedia dan aplikasi internet. Hasil dari penelitian ini adalah
peta digital pariwisata yang interaktif.
Luthfian Riza S (2008) membuat model visualisasi data pariwisata secara
spasial di Kabupaten Kulonprogo. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan skoring, klasifikasi potensi obyek wisata, dan analisa data sekunder
secara deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif, sampling, serta membuat
desain model visualisasi secara konvensional (2 dimensi, 3 dimensi, dan
kartogram) dan model visualisasi paket wisata secara digital. Hasil dari penelitian
18
ini antara lain visualisasi data pariwisata secara spasial dan berbagai model peta
paket wisata konvensional (2 dimensi, 3 dimensi, dan kartogram), model
visualisasi paket wisata digital dan penentuan model terbaik untuk
memvisualisasikan paket wisata.
Nita Maulia (2008) melakukan penelitian yang berjudul Penyusunan
Prototype Atlas Sekolah secara Elektronik sebagai Penunjang Mata Pelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial untuk Sekolah Dasar. Lokasi penelitian ini adalah di
Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melakukan evaluasi yang meliputi beberapa aspek terhadap atlas sekolah melalui
kuesioner yang dibagikan kepada murid SD, kemudian hasil evaluasi tersebut
digunakan sebagai dasar dan pertimbangan dalam pembuatan rancangan atlas
elektronik SD. Hasil penelitian ini adalah Atlas Elektronik SD.
Westi Utami (2005) meneliti tentang berbagai model visualisasi data
pariwisata secara spasial dan paket wisata berbasis web kawasan Pantai
Parangtritis Kabupaten Bantul. Dalam penelitian ini terdapat peta dengan berbagai
macam bentuknya, antara lain peta dengan simbol teks, peta dengan simbol
geometrik, peta dengan simbol piktorial, peta dengan simbol kenampakan tiga
dimensi, dan peta dengan simbol dinamis atau menggunakan animasi-animasi.
Kelima model tersebut dievaluasi dengan cara membagikan kuesioner kepada para
responden dengan metode purposive sampling, kemudian dari kusioner tersebut
akan dapat diketahui model yang paling mudah dimengerti oleh para pengguna
peta adalah peta dengan geometrik. Hasil dari penelitian ini adalah peta dengan
simbol teks, peta dengan simbol geometrik, peta dengan simbol piktorial, peta
dengan simbol kenampakan tiga dimensi, dan peta dengan simbol dinamis atau
menggunakan animasi-animasi.
Annisa Juwita Ningrum (2010) melakukan penelitian dengan judul
“Analisis dan Visualiasai Potensi Desa Wisata secara Spasial dalam Bentuk Atlas
(Studi Kasus Kabupaten Bantul)”. Metode yang digunakan adalah survei lapangan
untuk mengetahui potensi yang terdapat di masing-masing desa wisata dan
mengetahui simbol yang dapat dengan mudah dipahami oleh wisatawan. Potensi
tersebut diperoleh dari wawancara dengan tokoh masyarakat dan wisatawan,
19
sedangkan simbol yang mudah dipahami wisatawan diperoleh dari penyebaran
kuesioner. Hasil dari penelitian ini adalah atlas elektronik desa wisata dalam
bentuk konvensional dan digital. Untuk lebih jelasnya perbandingan penelitian
sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada tabel 1.2.
Tabel 1.2. Perbandingan dengan penelitian sebelumnya
Peneliti Tema Lokasi Metode Hasil
Westi Utami
(2005)
Model
visualisasi data
pariwisata
secara spasial
dan paket
wisata berbasis
web kawasan
Pantai
Parangtritis
Kabupaten
Bantul
Kabupaten
Bantul
Pengumpulan
data primer dan
sekunder,
klasifikasi data,
analisis data,
disain simbol
(teks,
geometrik,
piktorial, tiga
dimensi, dan
dinamis) serta
mendisain
simbol-simbol
hotspot pada
penyusunan
sistem
informasi dan
paket wisata
berbasis web
Peta dengan
simbol teks,
peta dengan
simbol
geometrik, peta
dengan simbol
piktorial, peta
dengan simbol
kenampakan
tiga dimensi,
dan peta
dengan simbol
dinamis atau
menggunakan
animasi-
animasi
G. Kariotis,
dkk (2007)
Creation of a
Digital
Interactive
Tourist Map
with The
Contribution of
GPS and GIS
Technology to
Visualization of
The
Information
- Pemetaan dan
semua proses
data dilakukan
dengan
menggunakan
perangkat
lunak dari GIS
dan diperkaya
dengan
software
multimedia dan
aplikasi
internet
Peta digital
pariwisata yang
interaktif
20
Lanjutan Tabel 1.2.
Peneliti Tema Lokasi Metode Hasil
Luthfian Riza S
(2008)
Model
visualisasi data
pariwisata
secara spasial
di Kabupaten
Kulonprogo
Kabupaten
Kulonprogo
Skoring,
klasifikasi
potensi obyek
wisata, dan
analisa data
sekunder secara
deskriptif
kualitatif dan
deskriptif
kuantitatif,
sampling, serta
membuat
desain model
visualisasi
secara
konvensional
(2 dimensi, 3
dimensi, dan
kartogram) dan
model
visualisasi
paket wisata
secara digital
Visualisasi data
pariwisata
secara spasial
dan berbagai
model peta
paket wisata
konvensional
(2 dimensi, 3
dimensi, dan
kartogram),
model
visualisasi
paket wisata
digital dan
penentuan
model terbaik
untuk
memvisualisasi
kan paket
wisata
Nita Maulia
(2008)
Penyusunan
Prototype Atlas
Sekolah Secara
Elektronik
sebagai
Penunjang
Mata Pelajaran
Ilmu
Pengetahuan
Sosial untuk
Sekolah Dasar
Kabupaten
Sleman
Evaluasi yang
meliputi
beberapa aspek
terhadap atlas
sekolah melalui
kuesioner yang
dibagikan
kepada murid
SD, kemudian
hasil evaluasi
digunakan
sebagai dasar
dan
pertimbangan
dalam
pembuatan
rancangan atlas
elektronik SD
Atlas
elektronik SD
21
Lanjutan Tabel 1.2.
Peneliti Tema Lokasi Metode Hasil
Barbara
Schneider
(Institut
Teknologi
Swiss/ ETH)
Integration of
analytical GIS-
functions in
Multimedia
Atlas
Information
Systems
- Teknik analisis
query database,
analisis spasial,
serta
pengukuran
dan fungsi
statistik untuk
mengetahui
sejauh mana
integrasi fungsi
GIS di bidang
multimedia
atlas sistem
informasi (AIS)
Peta yang
diperoleh dari
perluasan
kemampuan
analitis seperti
peta titik temu
antara layer
peta tematik
dengan batas
administrasi
yang
menampilkan
hasil statistic
Annisa Juwita
N (2010)
Analisis dan
Visualisasi
Potensi Desa
Wisata secara
Spasial dalam
Bentuk Atlas
(Studi Kasus
Kabupaten
Bantul)
Kabupaten
Bantul
Penyusunan
atlas dengan
kuesioner baik
sebelum atlas
dibuat maupun
sesudah atlas
dibuat sebagai
dasar evaluasi
atlas yang
sudah dibuat
dan dengan
survei lapangan
Atlas
elektronik desa
wisata dalam
bentuk
konvensional
dan digital
1.7. Kerangka Penelitian
Kesibukan yang sering dialami oleh manusia akan membawa manusia
dalam kondisi yang jenuh terhadap pekerjaan yang digelutinya setiap hari. Pada
waktu tertentu manusia memerlukan suatu hiburan yang dapat menghilangkan
stres yang dialami akibat kesibukan tersebut dan juga untuk me-refresh kembali
badannya agar dapat bekerja dengan baik lagi. Salah satu hiburan yang dapat
dilakukan adalah dengan wisata. Saat ini wisata merupakan suatu kebutuhan yang
sangat diperlukan oleh manusia.
Desa wisata saat ini merupakan pilihan yang paling banyak digemari oleh
masyarakat khususnya masyarakat kota yang selalu disibukkan dengan pekerjaan
22
kantor dan mereka yang menginginkan suasana lain dalam suatu perjalanan
wisata. Dalam perjalanan wisata tersebut, wisatawan menginginkan kemudahan
dalam mencari informasi tentang apa yang ada di desa wisata. Informasi-
informasi yang diinginkan oleh para wisatawan antara lain informasi tentang
potensi-potensi yang menjadi daya tarik pada masing-masing desa wisata.
Atlas merupakan salah satu sarana yang dapat digunakan untuk
memperoleh kemudahan dalam suatu wisata. Informasi yang diinginkan oleh
wisatawan dapat diperoleh hanya dalam satu atlas. Karena perkembangan
teknologi yang ada saat ini, atlas yang paling mudah diakses adalah atlas dalam
bentuk elektronik dengan menggunakan model penyimpanan data virtual maps
tipe II, yakni penyimpanan yang tidak dapat dilihat namun dapat disentuh
penyimpanannya dalam bentuk nyata. Informasi-informasi tersebut antara lain
seperti lokasi wisata, fasilitas wisata, potensi wisata, akomodasi, dan perkiraan
biaya yang dikeluarkan dalam perjalanan wisata tersebut.
Kabupaten Bantul mempunyai banyak sekali desa wisata yang masing-
masing mempunyai potensi dan daya tarik tersendiri, namun demikian promosi
desa wisata ini masih sangat kurang. Oleh karena itu pembuatan atlas desa wisata
ini juga akan digunakan sebagai sarana promosi untuk semua desa wisata di
Kabupaten Bantul.
Tampilan pada atlas akan dibuat seinformatif mungkin supaya pengguna
mengerti informasi yang ada pada atlas dan mampu menggunakan atlas dengan
baik. Metode yang digunakan adalah dengan penyebaran kuesioner terhadap
responden supaya pembuat mengetahui atlas seperti apa yang diinginkan dan
mampu menarik pengguna atlas serta mampu membuat sarana promosi yang
informatif dan menarik. Berdasarkan kuesioner tersebut akan dapat disusun uraian
tentang tampilan atlas yang diinginkan oleh pengguna dan tampilan yang mampu
dipahami oleh pengguna atlas. Kemudian atlas yang sudah jadi akan dievaluasi
untuk mengetahui apakah atlas tersebut benar-benar dapat dipahami oleh
pengguna atau tidak.
Berdasarkan deskripsi di atas, untuk memperjelas kerangka pemikiran,
dapat dilihat dalam gambar 1.1.