Post on 12-Mar-2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada era globalisasi saat ini masyarakat memiliki mobilitas yang tinggi untuk
berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Untuk mendukung mobilitas tersebut
dibutuhkan suatu alat transportasi untuk mempermudah mobilisasi. Dari berbagai
alat transportasi yang ada, transportasi udara merupakan alat tranportasi yang
mendukung mobilitas masyarakat karena lalu lintas udara bebas hambatan sehingga
memungkinkan transportasi udara lebih cepat dari sarana transportasi yang lain.
Disamping itu kelebihan transportasi udara sangat berhubungan dengan produktivitas
manusia, karena tingginya tingkat mobilitas itu menandakan produktivitas yang
positif.1
Transportasi udara dewasa ini mengalami perkembangan pesat, hal tersebut
dapat dilihat dari banyaknya perusahaan atau maskapai penerbangan yang melayani
jasa penerbangan ke berbagai rute penerbangan baik domestik maupun internasional.
Perusahaan-perusahaan yang melayani jasa transportasi udara untuk domestik
diantaranya Garuda, Merpati, Sriwijaya, Mandala, Lion Air dan lain-lain. Sedangkan
beberapa perusahaan transportasi udara internasional diantaranya adalah : Egypt Air ,
Jordan Aviation, RAK Airways, Oman Air, dan British Airways dari Inggris,
1 M.N. Nasution, Manajemen Transportasi, Bogor, Ghalia Indonesia, 2007, hal 2.
2
Malaysia Airlines, Thai Airways, Emirates, Turkish Airlines, Etihad Airways, All
Nippon Airways, Cathay Pacific Airways, Singapore Airlines, Asiana Airlines dan
Qatar Airways. Perkembangan jumlah perusahaan penerbangan di satu sisi
menguntungkan bagi para penumpang yang menggunakan jasa transporatsi udara
karena akan banyak pilihan.
Untuk mendapatkan penumpang, perusahaan maskapai penerbangan baik
domestik dan asing saling bersaing untuk menarik penumpang sebanyak- banyaknya
dengan menawarkan tarif yang lebih murah atau menawarkan berbagai bonus.
Namun di sisi lain, dengan tarif yang murah tersebut sering menurunkan kualitas
pelayanan (service), bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah akan
menyebabkan berkurangnya kualitas pemeliharaan (maintenance) pesawat sehingga
rawan terhadap kualitas layanan, keselamatan penerbangan dan akan berdampak
kurang baik terhadap keamanan, kenyamanan dan perlindungan konsumen2. Dampak
lain dari persaingan tersebut adalah kualitas layanan, khususnya layanan atas
perawatan pesawat untuk menghindari terjadinya kecelakaan pesawat terbang3.
Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara terdapat dua pihak, yaitu
pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan pihak
penumpang atau konsumen. Para pihak tersebut terikat oleh suatu perjanjian, yaitu
perjanjian pengangkutan. Sebagaimana layaknya suatu perjanjian yang merupakan
2 E. Saefullah Wiradipradja, 2006, Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap
Penumpang Menurut Hukum Udara Indonesia, Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, Jakarta, hal. 5-6 3 Wagiman, 2006, Refleksi dan Implemantasi Hukum Udara: Studi Kasus Pesawat Adam Air,
Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, Jakarta, hal. 13
3
manisfestasi dari hubungan hukum yang bersifat keperdataan maka di dalamnya
terkandung hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipenuhi, yang biasa
dikenal dengan istilah “prestasi”4.
Dalam hukum pengangkutan, kewajiban pengangkut antara lain mengangkut
penumpang dan/atau barang dengan aman, utuh dan selamat sampai di tempat tujuan,
memberikan pelayanan yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya
kerugian yang menimpa penumpang, memberangkatkan penumpang sesuai dengan
jadwal yang telah ditetapkan dan lain-lain. Sedangkan kewajiban penumpang adalah
membayar ongkos pengangkutan yang besarnya telah ditentukan, menjaga barang-
barang yang berada dibawah pengawasannya, melaporkan jenis-jenis barang yang
dibawa terutama barang-barang yang berkategori berbahaya, mentaati ketentuan-
ketentuan yang ditetapkan pengangkut yang berkenaan dengan pengangkutan. Hak
dan kewajiban para pihak tersebut biasanya dituangkan dalam suatu dokumen
perjanjian pengangkutan.
Secara teoritis, perjanjian pengangkutan merupakan suatu perikatan dimana
satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari suatu
tempat ke tempat lain sedangkan pihak lainnya, menyanggupi untuk membayar
ongkosnya5. Ketentuan tentang pengangkutan tersebut juga berlaku di dalam
kegiatan pengangkutan atau transportasi udara, dalam hal ini pengangkut atau
4 Prestasi dalam hukum perjanjian adalah pelaksanaan dari isi perjanjian yang telah
diperjanjikan menurut tata cara yang telah disepakati bersama. Menurut hukum di Indonesia ada
beberapa model prestasi antara lain; memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu. 5 R. Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT Citra Adity, Bandung, hal. 69
4
maskapai penerbangan berkewajiban untuk mengangkut penumpang dengan aman
dan selamat sampai di tempat tujuan secara tepat waktu, dan sebagai kompensasi dari
pelaksanaan kewajibannya tersebut maka perusahaan penerbangan mendapatkan
bayaran sebagai ongkos penyelenggaraan pengangkutan dari penumpang.
Pihak pengangkut sebagai penyelenggara mempunyai kewajiban untuk
mengganti kerugian yang diderita oleh pengguna jasanya. Karena secara hukum
penumpang jasa angkutan udara dilindungi, maka sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan dapat dilihat dalam Pasal 141 sampai 149
mengenai tanggungjawab pengangkut terhadap penumpang dan/atau pengirim kargo.
Diteruskan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 77 Tahun 2011
tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara yang mengatur ketentuan
tentang besaran ganti kerugian yang ditanggung pihak pengangkut, apabila kesalahan
atau kelalaian terhadap penumpang angkutan udara disebabkan oleh kesalahan dari
pihak pengangkut.
Menurut Pasal 9 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 77 Tahun
2011, keterlambatan terdiri dari:
a. Keterlambatan penerbangan (flight delayed);
b. Tidak terangkutnya penumpang dengan alasan kapasitas pesawat udara
(denied boarding passenger); dan
c. Pembatalan penerbangan (cancelation of flight).
Dalam hal terjadi keterlambatan penerbangan (flight delayed) pada angkutan
penumpang yang dimaksud Pasal 9 huruf a Peraturan Menteri Perhubungan Nomor :
PM 77 Tahun 2011 di atas, pengangkut (maskapai penerbangan) bertanggungjawab
atas kerugian yang diderita oleh penumpangnya. Ganti rugi yang wajib diberikan
oleh maskapai penerbangan kepada penumpang sebelumnya telah diatur dalam Pasal
5
36 Peraturan Menteri Perhubungan No. 25 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Angkutan Udara yaitu:
a. Keterlambatan lebih dari 30 (tiga puluh) menit sampai dengan 90
(sembilan puluh) menit, perusahaan angkutan udara niaga berjadwal
wajib memberikan minuman dan makanan ringan;
b. Keterlambatan lebih dari 90 (sembilan puluh) menit sampai dengan 180
(seratus delapan puluh) menit, perusahaan angkutan udara niaga
berjadwal wajib memberikan minuman, makanan ringan, makan siang
atau malam dan memindahkan penumpang ke penerbangan berikutnya
atau ke perusahaan angkutan udara niaga berjadwal lainnya, apabila
diminta oleh penumpang;
c. Keterlambatan lebih dari 180 (seratus delapan puluh) menit, perusahaan
angkutan udara niaga berjadwal wajib memberikan minuman, makanan
ringan, makan siang atau malam dan apabila penumpang tersebut tidak
dapat dipindahkan ke penerbangan berikutnya atau ke perusahaan
angkutan udara niaga berjadwal lainnya, maka kepada penumpang
tersebut wajib diberikan fasilitas akomodasi untuk dapat diangkut pada
penerbangan hari berikutnya.
Kemudian, pemerintah melengkapi ketentuan ganti rugi dalam Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 dengan ketentuan yang diatur dalam
Pasal 10, Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : PM 77/2011, sebagai berikut:
a. Keterlambatan lebih dari 4 (empat) jam diberikan ganti rugi sebesar Rp.
300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) per penumpang;
b. Diberikan ganti kerugian sebesar 50% (lima puluh persen) dari ketentuan
huruf a apabila pengangkut menawarkan tempat tujuan lain yang terdekat
dengan tujuan penerbangan akhir penumpang (re-routing), dan
pengangkut wajib menyediakan tiket penerbangan lanjutan atau
menyediakan transportasi lain sampai ke tempat tujuan apabila tidak ada
moda transportasi selain angkutan udara;
c. Dalam hal dialihkan kepada penerbangan berikutnya atau penerbangan
milik Badan Usaha Niaga Berjadwal lain, penumpang dibebaskan dari
biaya tambahan, termasuk peningkatan kelas pelayanan (up grading
class) atau apabila terjadi penurunan kelas atau sub kelas pelayanan,
maka terhadap penumpang wajib diberikan sisa uang kelebihan dari tiket
yang dibeli.
6
Ketentuan peralihan dari Peraturan Menteri Perhungan Nomor : PM 77
Tahun 2011 tidak menyatakan tidak berlakunya Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor 25 Tahun 2008, sehingga keduanya tetap berlaku. Hanya saja, ketentuan
ganti kerugian yang diatur Peraturan Menteri Perhungan Nomor : PM 77 Tahun
2011, baru mulai berlaku tiga bulan sejak tanggal ditetapkan atau tiga bulan sejak
tanggal 8 Agustus 2011. Dalam beberapa kondisi penumpang berhak dipindahkan
ke penerbangan lain (mendapat tiket penerbangan lain), selain mendapatkan
makanan dan minuman.
Ganti kerugian yang diberikan kepada penumpang dibutuhkan oleh
penumpang angkutan udara, dalam rangka meningkatkan kesadaran, pengetahuan,
kepedulian, serta kemandirian penumpang angkutan udara itu sendiri untuk
melindungi dirinya, serta mengembangkan sikap dan perilaku usaha yang
bertanggungjawab atas sedikit kesalahan yang sebenarnya tidak diinginkan untuk
terjadi oleh siapapun. Namun dalam praktek kegiatan transportasi udara sering kali
pengangkut tidak memenuhi kewajibannya secara baik dan benar atau dapat
dikatakan telah melakukan “wanprestasi”6.
Beberapa kasus atau fakta yang dapat dikategorikan sebagai bentuk
wanprestasi oleh pengangkut adalah tidak memberikan keselamatan dan keamanan
penerbangan kepada penumpang yaitu, berupa terjadinya kecelakaan pesawat yang
6 Wanprestasi merupakan suatu keadaan dimana debitur (orang berhutang) tidak
melaksanakan prestasi sebagaimana mestinya terhadap kreditur sesuai dengan yang telah
diperjanjikan
7
mengakibatkan penumpang meninggal dunia dan/atau cacat, penundaan penerbangan
atau “delay”, keterlambatan, kehilangan atau kerusakan barang bagasi milik
penumpang, pelayanan yang kurang memuaskan, informasi yang tidak jelas tentang
produk jasa yang ditawarkan dan lain-lain.
Dari hasil penelitian dan pantauan Badan Perlindungan Konsumen Nasional
(BKPN)7 tercatat sekitar tujuh maskapai penerbangan yang kerap dikeluhkan
konsumen. Ketujuh maskapai tersebut adalah :Airasia, Lion Air, Garuda, Sriwijaya
Air, Mandala dan terakhir Batavia Air. Sering terjadinya pengaduan penumpang
dalam berbagai bentuk seperti penundaan jadwal penerbangan tanpa pemberitahuan,
kehilangan barang di bagasi, tiket hangus, tempat duduk, menolak booking lewat
telepon, serta pengaduan lainnya seperti barang di bagasi ditelantarkan, pembatalan
tiket (refund), sikap pramugara dan pramugari, keamanan dan kebersihan yang
menandakan bahwa pihak pengangkut udara belum optimal dalam memberikan
pelayanan kepada penumpang dan tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan
terhadap permasalahan tersebut8.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas penerapan tanggungjawab pengangkut
udara melalui Peraturan Menteri Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggungjawab
Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana telah disempurnakan dalam Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011 belum berjalan efektif, untuk itu
7 http://www.majalahkonstan.com, diunduh tanggal 3 Juni 2014
8 Ridwan Khairandy, 2006, Tanggung Jawab Pengangkut dan Asuransi Tanggung Jawab
Sebagai Instrumen Perlindungan Konsumen Angkutan Udara, Jurnal Hukum Bisnis Vol 25, Jakarta,
hal. 20-21
8
perlu dilakukan upaya agar penumpang memperoleh kepastian hukum dalam hal
pertanggungjawaban dari pengangkut udara.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah yang akan
diteliti dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana Implementasi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77
Tahun 2011 Tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara Menurut
Perspektif Penumpang ?
2. Mengapa Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011
Tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara tidak efektif ?
3. Bagaimanakah peraturan hukum yang ideal guna menjamin implementasi
tanggungjawab pengangkut angkutan udara di Indonesia ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Subjektif
a. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis terutama
mengenai teori-teori yang telah penulis peroleh dalam perkuliahan.
b. Untuk memperoleh data dan pengetahuan sebagai hasil penelitian untuk
menjawab permasalahan yang ada dalam rangka memudahkan
penyusunan penulisan hukum, untuk memenuhi persyaratan dalam
9
meraih gelar Magister Hukum, serta untuk memberikan sumbangan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang ilmu hukum.
2. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui Implementasi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
PM 77 Tahun 2011 sebagaimana telah disempurnakan dalam Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011, Tentang Tanggungjawab
Pengangkut Angkutan Udara menurut Perspektif Penumpang.
b. Untuk mengetahui Efektivitas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
PM 77 Tahun 2011 Tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan
Udara sebagaimana telah disempurnakan dalam Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011.
c. Untuk mengetahui Peraturan hukum yang ideal guna menjamin
implementasi tanggung jawab pengangkut angkutan udara di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
Dalam membahas tesis ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik
secara teoritis maupun secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
hukum bisnis yang berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut angkutan
udara dalam hal Efektivitas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77
10
Tahun 2011 sebagaimana disempurnakan dalam Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 92 Tahun 2011 tentang Tanggungjawab
Pengangkut Angkutan Udara.
2. Manfaat Praktis
Sedangkan secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan kegiatan pengangkutan
udara, antara lain:
a. Pemerintah selaku regulator dalam kegiatan pengangkutan udara
khususnya dalam rangka penyusunan kebijakan pemberdayaan
konsumen.
b. Perusahaan atau maskapai penerbangan dapat dijadikan sebagai bahan
rujukan dalam rangka memberikan pelayanan kepada penumpang
transportasi udara.
c. Konsumen yang menggunakan jasa transportasi udara dapat dijadikan
pedoman atau rujukan dalam mempertahankan hak-hak penumpang
sebagai konsumen dalam rangka pemberdayaan konsumen yang mandiri.
d. Kalangan akademisi yang berminat terhadap kajian hukum perlindungan
dapat dijadikan bahan informasi awal dalam melakukan penelitian dan
pengkajian yang lebih mendalam.
11
e. Bagi Penulis sendiri adalah untuk menambah wawasan keilmuan bidang
hukum terutama berkenaan dengan hukum pengangkutan dan hukum
perlindungan konsumen.
E. Keaslian Penelitian
Tesis dengan judul “Efektivitas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM
77 Tahun 2011 Tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara berdasarkan
Perspektif Penumpang” sejauh pengamatan penulis belum pernah dilakukan. Hal ini
berdasarkan penelusuran kepustakaan di Perpustakaan Fakultas Hukum dan
Perpustakaan Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, perpustakaan kampus lainnya
dan internet, tesis ini belum pernah ada yang meneliti, karena hal ini merupakan
objek yang menarik dan berguna untuk diteliti dan dibahas lebih jauh.
Setelah melakukan penelusuran pada Perpustakaan Fakultas Hukum, dan
Internet, penulis menemukan dua penelitian yang relevan dengan penulis lakukan
diantaranya:
1. Penelitian dilakukan oleh Ryan Asprimagama9 dengan judul “Implementasi
Tanggungjawab Pengangkut Mengenai Ganti Kerugian Atas Keterlambatan
Angkutan Udara Pada Bandar Udara Temindung Samarinda”. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan
keterlambatan angkutan udara pada Bandara Temindung Samarinda dan
9 Ryan Asprimagama, 2013, Implementasi Tanggung Jawab Pengangkut Mengenai Ganti
Kerugian Atas Keterlambatan Angkutan Udara Pada Bandar Udara Temindung Samarinda, Naskah
Publikasi,Fakultas Hukum Universitas Mulawarman¸ Kalimantan Timur
12
bagaimana implementasi tanggungjawab pengangkut mengenai ganti
kerugian atas keterlambatan angkutan udara pada Bandara Temindung
Samarinda. Dengan metode penelitian normatif empiris, pendekatan
penelitian yang digunakan yaitu yuridis sosiologis, diketahui bahwa faktor
yang seringkali menyebabkan terjadinya keterlambatan angkutan udara pada
Bandar Udara Temindung Samarinda adalah faktor cuaca buruk yang terjadi
di propinsi Kalimantan Timur pada umumnya dan kota Samarinda
khususnya, yang mana tingkat perubahan cuacanya sangat ekstrim. Adapun
faktor lainnya yang menyebabkan keterlambatan angkutan udara karena
faktor tidak adanya pesawat yang menginap pada Bandar udara Temindung
dikarenakan kurangnya fasilitas. Selain itu diketahui bahwa Implementasi
ganti kerugian atas keterlambatan angkutan udara pada Bandar Udara
Temindung berjalan cukup lancar dan optimal, setiap keterlambatan yang
disebabkan oleh kesalahan pengangkut selalu diberikan ganti kerugian baik
keterlambatan penerbangan, tidak terangkutnya penumpang dikarenakan
alasan kapasitas pesawat, dan pembatalan penerbangan diberikan ganti
kerugian yang didasarkan pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang
Penerbangan dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2008 jo
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang
Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara. Tidak ada pembedaan
pemberian ganti kerugian antara penerbangan perintis maupun komersial
13
selama penerbangan tersebut masih berada dalam ruang lingkup Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Perbedaan penelitian diatas dengan penelitian
yang penulis lakukan adalah bahwa penulis melakukan penelitian tentang
Efektivitas Peraturan Menteri Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang
Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara berdasarkan Perspektif
Penumpang, sedangkan Ryan Asprimagama meneliti tentang Implementasi
Tanggungjawab Pengangkut Mengenai Ganti Kerugian Atas Keterlambatan
Angkutan Udara Pada Bandar Udara Temindung Samarinda, sehingga
penelitian yang dilakukan penulis lebih luas dibandingkan dengan penelitian
Ryan Asprimagama yang hanya mencakup obyek penelitian di Bandar Udara
Temindung Samarinda.
2. Penelitian dilakukan oleh Andrian Hidayat Nasution10
, dengan judul
“Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92
Tahun 2011 Tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara Atas
Keterlambatan dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan
Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan). Tujuan penelitian diantaranya
adalah untuk mengetahui faktor penyebab dari keterlambatan (delay) dan
pembatalan jadwal keberangkatan penumpang angkutan udara, untuk
mengetahui sejauh apa penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92
10
Muhammad Fikry Yonesyahardi, 2014, Tinjauan Hukum Persaingan Usaha Mengenai
Liberalisasi Pelabuhan Sebagai Implementasi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang
Pelayaran (Studi Kasus: PT Pelabuhan Indonesia II (Persero), Fakultatas Hukum Universitas
Indonesia, 2012 diunduh dari http://lontar.ui.ac.id / tanggal 11 Februari 2014
14
Tahun 2011 di dalam upaya mengatur tentang tanggung jawab pengangkut
angkutan udara dan untuk mengetahui tindakan maskapai penerbangan
sebagai pengangkut atas keterlambatan dan pembatalan jadwal keberangkatan
yang dialami penumpang. Penelitian ini menggunakan hukum normatif yaitu
melakukan suatu kajian terhadap peraturan perundang-undangan serta bahan–
bahan hukum yang berkaitan. Hasil penelitian menyatakan bahwa peristiwa
keterlambatan dan pembatalan penerbangan ini pada dasarnya tidak dapat
dihilangkan sepenuhnya, karena apabila penyebabnya adalah faktor cuaca
yang buruk maka hal tersebut berada di luar kemampuan pihak maskapai
penerbangan untuk mencegahnya. Tentang penerapan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 jo Peraturan Menteri Perhungan
Nomor Nomor 92 Tahun 2011 tentang tanggungjawab pengangkut angkutan
udara, pihak PT. Sriwijaya Air telah menjalankan peraturan tersebut
sebagaimana mestinya serta telah melaksanakan kewajiban dan tanggung
jawabnya kepada penumpang sesuai dengan ketentuan peraturan yang
dimaksud. Namun demikian, diperlukan kesadaran dari masing-masing pihak
dalam mewujudkan suatu kegiatan penerbangan yang efektif dalam rangka
memajukan dunia transportasi di Indonesia. Perbedaaan penelitian diatas
dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu ruang lingkup penelitian. Pada
penelitian diatas hanya menyangkut tanggungjawab atas keterlambatan dan
pembatalan Jadwal keberangkatan Penumpang Angkutan Udara dengan Studi
15
Pada PT. Sriwijaya Air Medan. Sedangkan pada penelitian yang penulis
lakukan mencakup seluruh tanggungjawab pengangkut angkutan udara baik
terhadap penumpang, pengirim barang maupun pihak ketiga. Kerugian yang
diakibatkan dari keterlambatan dan pembatalan jadwal keberangkatan
penumpang angkutan udara hanyalah salah satu komponen yang harus
dipertanggungjawabkan oleh perusahaan pengangkut udara yang telah diatur
dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2011 Tentang
Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara sebagaimana telah
disempurnakan dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92/2011.