Post on 14-Apr-2016
description
BAB II
GAMBARAN PELAYANAN DINAS KESEHATAN
KABUPATEN MAJAENGKA
2.1. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan
Sebagaimana yang tertuang dalam PERDA Nomor 5 Tahun 2008, Bulan Februari
2008, Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Kesehatan adalah merupakan unsur pelaksana
pemerintah Kabupaten Majalengka yang melaksanakan urusan pemerintahan daerah
berdasarkan asas desentralisasi dan tugas pembantuan bidang kesehatan.
Maksud dan tujuan dibentuknya Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka dapat
dilihat dari kedudukan, tugas pokok dan fungsi sebagi berikut :
Kedudukan
Dinas Kesehatan adalah unsur Pemerintah Kabupaten dibidang kesehatan, Dinas
Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah
Tugas Pokok
Tugas pokok Dinas Kesehatan adalah melaksanakan kewenangan Otonomi Daerah
dalam bidang kesehatan yang terdiri dari Pelayanan Kesehatan, Pencegahan dan
Pemberantasan Penyakit, Pembinaan Kesehatan dan Penyehatan Lingkungan.
Fungsi
1) Perumusan kebijaksanaan teknis operasional dibidang kesehatan berdasarkan
kebijaksanaan Bupati.
2) Pelaksanaan teknis fungsional dibidang kesehatan berdasarkan kebijaksanaan
pemerintah pusat.
3) Pemberian perizinan, pembinaan dan pelaksanaan pelayanan umum dibidang
kesehatan.
4) Pembinaan terhadap unit pelaksanaan teknis dinas dalam lingkungan dinasnya.
5) Penyelenggaraan pelayanan teknis administrasi instansi ketata usahaan keuangan
dan kepegawaian serta penyusunan program evaluasi dan pelaporan dinas.
Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud diatas, Dinas Kesehatan
mempunyai Struktur Organisasi, sebagai berikut :
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-1
KEPALA DINAS KESEHATAN
H. ALIMUDIN., S.Sos., MM., MMKes
NIP. 19610910 198203 1 015
SEKRETARIAS DINAS KESEHATAN
Drg. PUDJI WIHARTI
19601016 198901 2 001
Ka.SUB BAGIAN KEUANGAN
Dian Tisna Yuliawati,S.Sos.,MSi
NIP. 19631103 199503 2 001
BIDANG PELAYANAN KESEHATAN
Hj. ENTIN HELIATI, BSc.,S.SOS
NIP. 19590921 198303 2 009
SEKSI KESEHATAN KELUARGA DAN PELAYANAN KB
Dr. Hj. IIS KUSMAWATI, M.Kes
NIP. 19720701 200212 2 002
KELOMPOK JABATAN
FUNGSIONAL
SEKSI PELAYANAN KESEHATAN DASAR, KHUSUS DAN RUMAH SAKIT
Dr. H. NARWANTO., MMKes
NIP. 19720701 200212 1 002
BIDANG PENCEGAHAN PENYAKIT DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN
H. AANG SUDRAJAT, SKM.
NIP. 19601016 197706 1 002
SEKSI IMUNISASI, SURVEILANS
DAN MATRA
IDA HERIYANI, SKM.
NIP. 19790611 200501 1 017
SEKSI PENGENDALIAN PENYAKIT
DRS. M. ADE SYAHBUDIN, M.EPID.
NIP. 19620306 198410 1 005
BIDANG PROMOSI DAN JAMINAN KESEHATAN
Dr. H. Jajang Setiawan, MKM
NIP. 140 367 779
SEKSI JAMINAN KESEHATAN
Dr. H. HUDA GINANJAR R,M.Mkes
NIP. 19710822 200212 1 003
SEKSIPROMOSI KESEHATAN
IYUS RISMAYADI, AMK., S.Sos
NIP. 19640704 199203 1 005
BIDANG SUMBER DAYA KESEHATAN
SEKSI REGULASI KESEHATAN
SRI HERLIANAI, SH.
NIP. 19631105 199203 2 002
SEKSI KEFARMASIAN, ALKES, PENGAWASAN KOSMETIKA, MAKANAN DAN MINUMAN
FARIDA RACHMAWATI,S.Si,Apt
NIP. 19830707 200901 2 003
Ka. SUB BAGIAN UMUM
-Abdul Hasyim
NIP. 19621005 198203 1 013
SEKSI GIZI
H. DEDI RUHENDI., SKM., MKM
NIP. 19610115 198207 1 002
SEKSI PENYEHATAN LINGKUNGAN
NANANG WARDHANA, S.SOS, SKM.,M.EPID
NIP. 19710925 199503 1 003
N UPTD
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-2
1.
2.
2.1
2.2 Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan
Ada tiga institusi kesehatan yang memerlukan kecukupan tenaga, baik dari segi
jumlahnya, komposisinya dan kompetensinya, yaitu (1) Dinas Kesehatan, (2) Puskesmas
dan pelayanan di tingkat desa serta (3) RSUD.
2.2.1 Ketenagaan Dinas Kesehatan
Tabel- 1. Situasi Ketenagaan Dinkes, 2009-2011
No Jenis Tenaga 2009 2010 2011
2 Dokter Umum 2 2 2 3 Dokter Gigi - 1 1 4 Sarjana dan Magister Kesmas 18 19 21 5 S1 Sanitasi 2 2 2 6 D3 Sanitasi 5 4 4 7 D1 Sanitasi 2 2 2 8 Apoteker 3 2 2 9 S1- Farmasi - - -
10 D-3 Farmasi - - - 11 Ass. Apoteker 4 4 4 12 D-IV/S-1Gizi 2 4 4 13 D-III Gizi 1 1 1 14 D-I Gizi - - - 15 S1- Keperawatan 2 3 3 16 DIII Keperawatan 6 7 7 17 SPK 1 - - 18 D IV Kebidanan 1 1 1 19 DIII Bidan 3 2 2 20 D I Bidan 2 3 3 21 D3 Kesehatan Gigi 1 1
54 58 60 Sumber: Profil Dinas Kesehatan Majalengka, 2009-2011
Kab. Majalengka
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-3
Ada 60 orang yang bekerja di Dinas Kesehatan (data 2011), seperti disampaikan dalam
tabel berikut. Data dalam tabel tersebut tidak menjelaskan apakan dari 21 sarjana dan S2
kesmas terdapat 4 tenaga S2 epidemilogi. Diketahui dari keterangan Dinas Kesehatan
Kabupaten Majalengka, bahwa meski jumlah tenaga S2 Epidemiologi sudah mencukupi (4
orang), ternyata tidak semua menjalanka fungsinya sebagai epidemiolog. Ini menjadi isu
penting dalam penempatan tenaga kesehatan khususnya dalam hal kompetensi dan
profesionalisme.
Paling tidak diperlukan dua epidemiolog untuk kabupaten sebesar dan seluas Majalengka.
Disamping epidemilogi, juga diperlukan tenaga ahli bidang promosi kesehatan untuk
mengatasi berbagai masalah perilaku kesehatan seperti telah disampaikan dimuka.
2.2.2 Ketenagaan RSUD Cideres dan RSUD Majalengka
Tabel- 2.2. Ketenagaan RSUD Cideres dan RSUD Majalengka, 2011
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-4
Cideres Majalengka Cideres Majalengka Cideres Majalengka
1 Dokter Umum 12 13 13 18 14 182 Dokter Gigi 3 2 2 1 2 12 Dokter Spesialis Penyakit Dalam 1 1 1 13 Dokter Spesialis Anak 1 1 1 13 Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi 3 2 2 14 Dokter Spesialis Bedah 1 1 1 24 Dokter Spesialis Radiologi 15 Dokter Spesialis Anastesi5 Dokter Ahli 10 96 Dokter Spesialis Lain 4 5 6 56 Dokte Spesialis Gigi Mulut7 Perawat (S-1) 10 3 9 8 8 87 Perawat (D3) 105 75 106 98 112 988 Perawat ( SPK) 37 62 35 58 34 588 Bidan 22 18 20 24 20 249 Apoteker 2 2 1 2 2 29 Pengatur Rawat Rongten 1
10 Penata Anastesi 3 3 3 3 3 310 Analis Laboratorium 1 4 4 2 211 S1 Kesmas 1 3 1 3 2 311 S2 Kesmas 5 512 S1 Gizi 1 1 112 Sarjana Muda/D III Gizi 10 6 3 5 3 513 Asisten Apoteker 6 9 913 Ahli Madya Rekam Medis 1 114 Fisioterapis 1 1 1 1 114 Fisio/Ocupasiterapi 3 1 115 Tenaga Teknis Elektromedik 3 3 1 2 1 215 Sarjana Ekonomi 5 3 1 2 116 Sarjana Hukum 116 Sarjana Administrasi 14 14 9 14 917 Akademi Komputer 3 3 317 Tenaga Lainnya: Terapiwicara 118 Tenaga Lainnya: MRS 1 1 118 Tenaga Lainnya: Perawat Gigi 2 3 2 3 2 319 Tenaga Lainnya: Radiologi 3 3 1 3 119 Tenaga Lainnya: Sanitasi 4 4 4 4 3 420 Tenaga Lainnya: Non Medis 124 114 121 160 133 16020 Tenaga Lainnya: Farmasi 16 1 15 1621 Tenaga Lainnya: Analis Kesehatan 2 4 12 6 14 621 Tenaga Lainnya: Fisika Medis 1 1 122 Tenaga Lainnya: Pembantu Ahli Gizi 4 4 4
*Jenis Ketenagaan di atas mengacu kepada Permenkes No. 340 tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit
Sumber: Profil RS Cideres dan Majalengka, 2009-2011
RS Cideres ( Mars1,MKM2, M Adm1,RSUD MJLK ( MM,MPd,Maadm)
Jenis Ketenagaan*No2009 2010 2011
( RSUD Cideres Magister RS 1, Magister Adm 3 ), RSUD Mjlk Mars 2,MKM 2, MM 2, Madm1, Mpd 1, M Hukm 1
(RS Cideres MARS, M adm1),RSUD ,MM1,Mpd 1 ,Madm 1
Data dalam tabel di atas memperlihatkan bahwa baik RSUD Cideres mapun RSUD
Majalengka sudah mempunyai tenaga spesialis 4 besar (Penyakit Dalam, Anak, Obgyn
dan Bedah).
Yang belum tersedia adalah tenaga dokter ahli anestesi. Tenaga ahli bedah ortopedi ada di
RS Majalengka dan bekerja sebagai dokter paruh waktu(part time). Tenaga ahli madya
rekam medis hanya ada di RSUD Cideres dan belum ada di RSUD Majalengka.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-5
2.2.3 Ketenagaan di Puskesmas
Tabel- 2.3. Ketenagaan di Puskesmas, 2009-2011
No Puskesmas DokterDokter
GigiPerawat Bidan
Perawat Gigi
ApotekerTenaga Teknis
Farmasi
Tenaga Gizi
Sanitarian PromkesRekam Medis
Analis Kesehatan
Nakes Lain
Adm/ Perkarya
Jumlah
1 Lemahsugih 2 0 12 21 0 0 0 1 2 0 0 0 1 3 422 Bantarujeg 2 1 19 13 3 0 2 1 1 0 0 1 0 7 503 Cikijing 2 1 25 22 4 0 2 1 1 0 0 2 1 11 724 Cingambul 2 0 19 18 2 0 1 1 1 0 0 0 0 2 465 Talaga 3 1 21 22 3 0 1 1 1 0 0 1 4 16 746 Banjaran 0 0 10 16 2 0 1 1 1 1 0 0 1 4 377 Argapura 1 0 13 22 2 0 0 0 1 0 0 0 1 5 458 Maja 1 1 13 24 2 0 1 1 1 0 0 1 2 6 539 Majalengka 2 1 8 12 1 0 1 1 1 0 0 1 1 7 36
10 Munjul 1 0 10 12 1 0 1 1 2 0 0 0 2 6 3611 Cigasong 1 0 9 16 1 0 1 1 1 0 0 0 1 5 3612 Sukahaji 1 0 12 15 2 0 1 1 1 0 0 0 0 5 3813 Salagedang 1 0 8 10 1 0 1 0 1 0 0 0 1 5 2814 Rajagaluh 2 1 10 22 2 0 1 1 2 0 0 1 2 6 5015 Sindangwangi 2 0 9 17 1 0 1 0 2 0 0 0 0 5 3716 Leuwimunding 2 1 7 19 1 0 1 1 1 0 0 1 0 4 3817 Waringin 3 1 6 19 1 0 1 1 2 0 0 0 1 3 3818 Jatiwangi 3 1 20 14 2 0 1 1 2 1 0 1 0 12 5819 Loji 1 0 18 15 2 0 1 1 1 0 0 0 0 5 4420 Kasokandel 2 1 10 16 1 0 1 1 1 1 0 0 1 7 4221 Panyingkiran 2 0 7 12 1 0 1 1 1 0 0 0 1 4 3022 Kadipaten 2 1 13 18 1 0 1 1 2 0 0 0 0 6 4523 Kertajati 2 0 10 10 1 0 0 1 2 0 0 1 0 8 3524 Sukamulya 1 0 8 8 1 0 0 0 3 0 0 0 0 3 2425 Jatitujuh 2 1 19 13 1 0 1 1 2 0 0 1 2 10 5326 Panongan 1 0 6 10 1 0 0 1 1 0 0 0 0 5 2527 Ligung 2 0 11 17 1 0 2 1 2 1 0 1 1 10 4928 Sumberjaya 2 1 9 20 1 1 0 1 2 0 0 0 0 3 4029 Malausma 1 0 5 10 0 0 1 0 2 0 0 0 0 2 2130 Balida 2 0 6 15 1 0 1 2 1 0 0 0 0 5 3331 Sindang 1 0 13 12 1 0 1 0 1 0 0 0 0 2 31
52 13 366 490 44 1 28 26 45 4 0 12 23 182 1.286 Sumber: Rifaskes, 2011
Kab. Majalengka
Data situasi ketenagaan di Puskesmas seperti disampaikan dalam tabel berikut
menujukkan bahwa belum semua Puskesmas memiliki tenaga sesuai dengan standar
kebutuhan untuk melaksanakan fungsi Puskesmas. Sebagai catatan, Puskesmas sebagai
unit pembina kesehatan wilayah mempunyai 4 fungsi pokok, yaitu sebagai berikut:
1. Melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) termasuk promosi kesehatan,
upaya pencegahan penyakit dan kesehatan lingkungan
2. Melaksanakan Upaya Kesehatan Perorangan, yaitu pelayanan pengobatan dan
rujukan
3. Meningkatkan peran serta dan memberdayakan masyarakat
4. Mendorong pembangunan berwawasan kesehatan, yaitu melalui kerja sama lintas
sektor
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-6
Dari data dalam tabel terlihat adanya beberapa kekurangan tenaga di beberapa
Puskesmas. Secara umum, jenis tenaga yang masih kurang adalah sebagai berikut:
a) Dokter gigi
b) Apoteker
c) Tenaga promosi kesehatan
d) Tenaga analis kesehatan
2.2.4. Obat dan Bahan Medis
Tabel- 3. Ketersediaan Obat di Dinas Kesehatan 2009-2011
2009 2010 20111 Analgesik- Antipiretik, Antiimflamasi non-steroid, Antipirai 276% 92,2% 30,4%2 Anestetik 302% 100,4% - 3 Antialergi dan obat untuk anafilaksis 116% 66,5% 18,3%4 Antidot dan obat lain untuk keracunan 100% 43,0% - 5 Antiepilepsi dan antikonvulasi 169% 558,6% - 6 Antiinfeksi 206% 120,9% 40,4%7 Antimigren 57% 40,9% - 8 Antineoplatik, imonosupresan dan obat untuk terapi paliatif - - - 9 Antiparkinson 100% - -
10 Obat yang mempengaruhi darah - 58,0% - 11 Produk darah dan pengganti plasma - - - 12 Diagnostik - - - 13 Antiseptik dan desinfektan 132% 241,7% - 14 Obat dan bahan untuk gigi mulut 84% 121,7% - 15 Hormon, obat endokrin lain dan kontraseptik 51% 118,3% - 16 Obat Kardiovaskuler 100% 108,8% 30,5%17 Obat gagal jantung 678% 65,6% - 18 Obat topikal untuk kulit 133% 161,7% 10,3%19 Larutan elektrolit, nutrisi dan lain-lain 87% 95,6% 17,2%20 Obat untuk mata 100% 197,0% - 21 Oksitosik 100% 72,3% - 22 Psikofarmaka 100% 117,0% - 23 Relaksan otot perifer da penghambat kolinesterase 100% - - 24 Obat untuk saluran cerna 960% 117,3% 21,1%25 Obat untuk saluran napas 92% 139,4% 48,3%26 Obat yang mempengaruhi sistem imun (termasuk vaksin) 1% - - 27 Obat untuk telinga, hidung dan tenggorokan 100% 260,8% - 28 Vitamin dan mineral 81% 155,6% 23,9%
* SK Menkes No. 2500 Tahun 2011: DOEN untuk Puskesmas Tahun 2011
No Nama Kelas Terapi*% Kecukupan
Data dalam tabel menunjukkan bahwa estimasi kebutuhan dan perencanaan obat masih
belum akurat. Ada jenis obat yang tidak mencukupi dan ada pula jenis obat yang lebuih
dari cukup.
Ketidakcukupan obat menyebabkan mutu pelayanan kesehatan tidak baik, sedangkan
kelebihan stok obat menyebabkan inefisiensi dan kerugian ekonomi.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-7
2.2.5 Sarana dan Fasilitas Kesehatan
Setiap kecamatan sudah memilki Puskesmas, dibantu oleh sejumlahPuskesmas Pembantu,
Puskesmas Keliling, Poskesdes dan Bidan di desa.
Tabel- 4. Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan Majalengka, 2009 s.d. 2011
No Sarana Kesehatan 2011 2010 2009
1 Rumah Sakit Umum (Pemda dan Swasta) 3 2 22 Rumah Sakit Khusus 1 1 13 Puskesmas Perawatan 9 9 74 Puskesmas Non Perawatan 22 22 235 Puskesmas Keliling 33 33 336 Puskesmas Pembantu 72 72 727 Rumah Bersalin 9 10 98 Balai Pengobatan/ Klinik 19 18 179 Praktek Dokter Perorangan (Umum, Spesialis, Drg) 169 324 177
10 Praktek Bidan 499 11 Poskesdes 195 195 193 12 Posyandu 1.418 1.416 114013 Apotek 67 58 6814 Toko Obat 43 51 5115 GFK 1 1 1
Sumber: Profil Kesehatan Majalengka, 2009-2011
Sarana pelayanan rawat inap disediakan di RSUD dan Puskesmas. Tabel berikut
memperlihatkan bahwa tingkat hunian rawat inap (BOR) di RSUD masih rendah, yaitu
dibawah 60%.
Sedangkan BOR fasilitas rawat inap di Puskesmas mencapai hampir 70%. Padaa tahun
2009 dan 2010 angka tersebut adalah 86,6% dan 88,5%. Ini menunjukkan bahwa peranan
Puskesmas melayani rawat inap cukup tinggi. Atau dapat pula dikatakan bahwa
permintaan maasyarakat akan pelayanan rawat inap di Puskesmas cukup tinggi.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-8
2.2.6 Pembiayaan Kesehatan
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
SISA
ANGGARAN2009 2010 2011 2012 2013 2009 2010 2011 2012 2013
1 2 3 4 5 6
1 PENDAPATAN 7,352,570,300.00 7,383,363,844.00 8,383,363,844.00 9,143,363,844.00 11,000,864,759.00 6,556,126,550.00 6,312,441,471.00 5,396,411,400.00 7,417,768,825.00 11,328,460,000.00 796,443,750.00
1.1 PENDAPATAN ASLI DAERAH 7,352,570,300.00 7,383,363,844.00 8,383,363,844.00 9,143,363,844.00 11,000,864,759.00 6,556,126,550.00 6,312,441,471.00 5,396,411,400.00 7,417,768,825.00 11,328,460,000.00 796,443,750.00
1.1.1 Pendapatan Pajak Daerah
1.1.2 Pendapatan Retribusi Daerah 7,352,570,300.00 7,383,363,844.00 8,383,363,844.00 9,143,363,844.00 11,000,864,759.00 6,556,126,550.00 6,312,441,471.00 5,396,411,400.00 7,417,768,825.00 11,328,460,000.00 796,443,750.00
1.1.3Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
1.1.4 Lain-lain pendapatan Asli Dareah yang Sah
1.2 PENDAPATAN TRANSFER 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1.2.1 Transfer Pemerintah Pusat - Dana perimbangan
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1.2.2 Transfer Pemerintah Pusat - Lainnya 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1.2.3 Transfer Pemerintah Provinsi 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
1.3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Jumlah 7,352,570,300.00 7,383,363,844.00 8,383,363,844.00 9,143,363,844.00 11,000,864,759.00 6,556,126,550.00 6,312,441,471.00 5,396,411,400.00 7,417,768,825.00 11,328,460,000.00 796,443,750.00
2 BELANJA 54,582,572,075.00 62,002,636,616.00 71,656,924,285.00 80,849,109,648.00 98,459,803,659.50 53,533,514,364.00 55,153,409,974.00 66,829,345,994.00 77,447,183,652.00 92,971,078,578.00 1,049,057,711.00
2.1 BELANJA OPERASI 46,031,547,575.00 58,212,836,616.00 68,115,667,906.00 70,898,472,863.00 82,458,171,659.50 45,035,564,364.00 52,394,099,974.00 64,616,900,994.00 68,075,846,802.00 79,460,191,378.00 995,983,211.00
2.1.1 Belanja Pegaw ai 37,987,784,453.00 43,959,195,875.00 49,936,581,360.00 57,253,026,477.00 64,083,331,355.50 37,690,323,372.00 41,793,050,594.00 48,351,005,227.00 55,477,366,245.00 61,424,087,157.00 297,461,081.00
2.1.2 Belanja Barang 8,043,763,122.00 14,253,640,741.00 18,179,086,546.00 13,645,446,386.00 18,374,840,304.00 7,345,240,992.00 10,601,049,380.00 16,265,895,767.00 12,598,480,557.00 18,036,104,221.00 698,522,130.00
2.2 BELANJA MODAL 8,551,024,500.00 3,789,800,000.00 3,541,256,379.00 9,950,636,785.00 16,001,632,000.00 8,497,950,000.00 2,759,310,000.00 2,212,445,000.00 9,371,336,850.00 13,510,887,200.00 53,074,500.00
2.2.1 Belanja Tanah 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2.2.2 Belanja Peralatan dan Mesin 3,697,075,000.00 388,800,000.00 187,950,000.00 1,756,409,306.00 3,149,236,000.00 3,656,084,600.00 374,466,000.00 139,587,000.00 1,692,654,850.00 2,216,159,900.00 40,990,400.00
2.2.3 Belanja Gedung dan Bangunan 4,850,949,500.00 3,401,000,000.00 3,353,306,379.00 8,194,227,479.00 12,852,396,000.00 4,838,867,900.00 2,384,844,000.00 2,072,858,000.00 7,678,682,000.00 11,294,727,300.00 12,081,600.00
2.2.6 Belanja Aset Lainnya 3,000,000.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2,997,500.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2,500.00
2.3 BELANJA TIDAK TERDUGA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2.4 TRANSFER 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
2.4.1 TRANSFER BAGI HASIL KE DESA 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Jumlah 54,582,572,075.00 62,002,636,616.00 71,656,924,285.00 80,849,109,648.00 98,459,803,659.50 53,533,514,364.00 55,153,409,974.00 66,829,345,994.00 77,447,183,652.00 92,971,078,578.00 1,049,057,711.00
Surplus/(Defesit) (47,230,001,775.00) (54,619,272,772.00) (63,273,560,441.00) (71,705,745,804.00) (87,458,938,900.50) (46,977,387,814.00) (48,840,968,503.00) (61,432,934,594.00) (70,029,414,827.00) (81,642,618,578.00) (252,613,961.00)
3 PEMBIAYAAN 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
3.1 PENERIMAAN DAERAH 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Jumlah 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
3.2 PENGELUARAN DAERAH 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Jumlah 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Pembiayaan Netto 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
3.3 Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA)
0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
URAIAN KETERANGANJUMLAH ANGGARAN REALISASINOMOR
URUT
II-9
2.3. Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka
Pencapaian Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
Tahun 2008 s.d 2013
Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Capaian Target Target 2015
1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4 75.20 80 78.55 82 87.33 84 79.18 86 86.13 88 90.59 90 95
2 Cakupan Komplikasi Kebidanan yang ditangani 32.18 80 76.90 80 76.80 80 92.30 80 123.19 80 122.26 80 80
3 Cakupan Longlin Oleh Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 81.18 83 94.67 84 93.47 85 85.66 86 91.44 87 94.74 88 90
4 Cakupan Pelayanan Nifas 91.89 83 96.83 84 91.98 85 89.47 86 93.37 87 95.20 88 90
5 Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang ditangani - 90 8.73 90 41.75 90 35.86 91 61.33 92 71.09 93 95
6 Cakupan Kunjungan Bayi 100 90 60.48 90 101.22 90 80.83 91 94.82 92 112.87 93 95
7 Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100 100 60.18 100 86.53 100 86.31 100 91.07 100 95.34 100 100
8 Cakupan Pelayanan Anak Balita - 90 92.10 90 85.10 90 61.38 91 76.39 92 97.15 93 95
9 Cakupan Pemberian MP ASI pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin 19.69 90 0 95 0 100 3.18 100 7.41 100 7.28 100 100
10 Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan 1.86 90 42.97 95 4.35 100 100 100 100 100 100 100 100
11 Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat - 100 45.19 100 89.00 100 94.37 100 94.92 100 98.56 100 100
12 Cakupan Peserta KB aktif 67.69 65 49.81 70 77.15 70 175.71 71 57.36 72 80.67 73 75
13 Cakupan Penemuan dan Penanganan penderita penyakit 100 100 100
a Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per 100.000 Penduduk <15 Tahun 2.18 2.18 1 0.62 1 2.87 1 3.19 1 2.46 1
b Penemuan Penderita Pneumonia Balita 78.70 57.35 100 0 42.09 100 54.95 100
c Penemuan Pasien Baru TB BTA Positif - 97.90 98.64 102.36 87.10 100 96.64 100
d Penderita DBD yang ditangani 100 100 100 100 100.00 100 100.00 100
e Penemuan penderita Diare 12.45 12.45 70.13 67.77 37.41 100 43.31 100
14 Cakupan Pelayanan Kesehatan Dasar Pasien Masyarakat Miskin 0.68 0.83 16.82 100 57.22 100 88.00 100 81.00 100 100
15 Cakupan Pelayanan Kesehatan Rujukan Masyarakat Mskin 38.6 98.07 3.32 9.03 100 7.24 100
16 Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB < 24 jam 90 90 100 95 96 100.00 97 100.00 98 100
18 Cakupan Desa Siaga Aktif 70 70 93.11 75 96.43 76 97.08 77 97.08 78 80
2012NO INDIKATOR STANDAR PELAYANAN MINIMAL (Kepmenkes 828 / 2008)
2008 2009 2010 2011 2013
Dalam perhitungan pencapaian Standar Pelayananan Minimal bidang Kesehatan
terdapat beberapa indikakator yang belum memenuhi target, hal disebabkan karena
masih belum optimalnya kegiatan tersebut.
1. Gambaran Pelayanan Kesehatan Penyakit Menular
Gambaran dari beberapa penyakit menular yang berjangkit di Kabupaten
Majalengka antara lain sebagai berikut :
a. Penyakit Menular Tidak Langsung
1) Penyakit Demam Berdarah (DBD)
2) Penyakit DBD erat kaitannya dengan
meningkatnya mobilitas penduduk, dimana makin baiknya sarana
transportasi memudahkan tersebar luasnya nyamuk penular (vektor) DBD
baik dirumah/pemukiman, sekolah dan tempat-tempat umum.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-10
Tabel 2.12
Insiden Rate per 100.000 Penduduk dan CFR per 100 Penderita Penyakit
DHF di Kabupaten Majalengka Tahun 2007–2013
Tahun Jml
Penderita
Meninggal Insiden Rate per
100.000 pddk
CFR %
2007 393 10 33.5 2.5
2008 196 6 16.6 3.1
2009 517 7 43.7 1.3
2010 431 11 36,3 2,5
2011 138 1 11,6 0,7
2012 134 7 11.5 5.2
2013 305 8 25.8 2.6
Situasi pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di
Kabupaten Majalengka belum mencapai apa yang diharapkan, hal ini
terlihat masih tingginya kematian kasus DBD pada tahun 2012 dan 2013
(CFR 5,2 dan 2,6 %). Hal ini menandakan bahwa pengetahuan masyarakat
tentang bahaya DBD masih rendah.
Pelaksanaan penanggulangan DBD secara umum dapat dibagi dalam tiga
wilayah: endemis, sporadis dan potensial bebas. Pemberantasan vektor
masih harus dilakukan dengan cara fogging foccus, abatisasi masal dan PSN
dengan cara gerakan 3M. Penyuluhan dengan cara gerakan bulan bakti 3M
dilaksanakan oleh kader POKJA setempat seminggu sekali sejalan dengan
gerakan Jum’at bersih. Berdasarkan data dari Propinsi menunjukkan adanya
kecenderungan pergeseran kasus dari usia anak-anak menjadi usia lebih
dewasa.
3) Rabies
Tujuan program pemberantasan penyakit rabies adalah menurunkan
angka kasus rabies pada manusia maupun hewan sampai angka 0 (nol). Pada
Tahun 2013 di Kabupaten Majalengka tidak terjadi kasus rabies, namun
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-11
demikian Pelaksanaan penanganan oleh Dinas Kesehatan/ Puskesmas
dengan cara :
(a) Pemberantasan vektor, dilaksanakan dengan tujuan :
- Menekan angka kasus rabies pada daerah-daerah yang belum bebas
rabies
- Memepertahankan daerah yang telah bebas rabies
(b) Penanganan penderita gigitan
Dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan/ Puskesmas dengan jalan
memberikan perlindungan sedini mungkin kepada semua penderita
gigitan hewan tersangka rabies dengan pertolongan pertama mencuci
luka gigitan menggunakan sabun deterjen dan pemberian vaksin anti
rabies berorientasi pada indikasi vaksin.
Pada tahun 2013 telah dilakukan penanganan penderita gigitan
sebanyak 6 kasus yang terdiri dari ; Puskesmas Balida (1 kasus),
Puskesmas Kadipaten (1 kasus) dan Puskesmas Majalengka (4 kasus).
b. Penyakit Menular Langsung
1) Diare
Tujuan program diare adalah menurunkan angka kesakitan dan
kematian karena diare. Berdasarkan laporan Seksi pencegahan dan
pengamatan penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, jumlah
kasus Diare yang dilaporkan tahun 2013 adalah 48.491 kasus. Angka
tersebut menunjukan terjadinya peningkatan kasus bila dibandingkan
dengan tahun 2012 yang hanya sekitar 31.570 kasus. Jumlah tersebut
menunjukkan angka insiden yang masih cukup tinggi sekaligus menunjukan
bahwa diare masih endemis dan masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang utama.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-12
Grafik 2.13
Cakupan Penemuan Penderita Diare di Kabupaten Majalengka
Tahun 2009 – 2013
2009 2010 2011 2012 20130
100002000030000400005000060000700008000090000
100000
0
20
40
60
80
100
120
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
Dari grafik tersebut terlihat bahwa dari tahun 2009–2013 semuanya telah mencapai
target yang ditentukan yaitu 20% dari perkiraan insiden diare, dan tahun 2013 juga
telah melebihi target 10%
Rendahnya penemuan kasus diare kemungkinan disebabkan karena
banyaknya kasus yang tidak dittemukan atau berobat ke sarana kesehatan swasta
dan hal ini menunjukkan masih rendahnya proses pelaksanaan surveilans di
Kabupaten Majalengka. Akibatnya bila kasus tidak ditemukan, terutama pada
golongan umur kurang dari 5 tahun (balita) akan berakibat tingginya angka
kematian.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-13
Grafik 2.1
Proporsi Penderita Diare Berdasarkan Kelompok Umur
Di Kabupaten Majalengka Tahun 2009–2013
2009 2010 2011 2012 20130
10
20
30
40
50
60
70
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
Dari gambar tersebut di atas terlihat bahwa terjadi perubahan resiko
terjadinya kasus diare dari tahun 2012 yang lebih besar pada anak usia lebih
dari 5 tahun dibandingkan dengan pada anak dibawah 5 tahun. Pada tahun
2013 kasus diare lebih besar pada anak usia di bawah 5 tahun. Hal ini
sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa kejadian diare pada golongan
balita episode diare adalah 1,5 kali per tahun. Selain itu anak di bawah lima
tahun memiliki kekebalan yang rentan terhadap terjadinya penyakit diare.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-14
Grafik 2.2
Distribusi Kasus dan CFR Diare Pada Kejadian KLB
di Kabupaten Majalengka Tahun 2009–2013
2009 2010 2011 2012 20130
500010000150002000025000300003500040000
0
0.0005
0.001
0.0015
0.002
0.0025
0.003
0.0035
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
Tahun 2009-2013 CFR diare dibawah target yang ditetapkan yaitu 1% dari
jumlah penderira yang ditemukan. Hal ini menunjukan bahwa penanganan
pada kasus diare telah ada perbaikan.
2) Kusta
Grafik 2.3
Penemuan Penderita Baru Kusta Menurut Type dan Proporsi Kasus MB
Di Kabupaten Majalengka Tahun 2009–2013
2009 2010 2011 2012 20130
20
40
60
80
100
120
0
20
40
60
80
100
120
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-15
Pada Tahun 2013 penemuan kasus (Case finding) kusta ditemukan 79
kasus, hal ini menurun dibandingkan dengan Tahun 2012 yang berjumlah 85
kasus.
Grafik 2.4
Proporsi Kasus Baru Anak di Kabupaten Majalengka
Tahun 2009–2013
2009 2010 2011 2012 20130
50
100
150
200
250
0
5
10
15
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
Pada (Gambar 25) penemuan kasus baru kusta terbanyak pada tahun
2009 yaitu mencapai 84 kasus baru kemudian pada tahun 2010 mengalami
penurunan yaitu 78 kasus, tahun 2011 jumlah penderita baru meningkat
lagi menjadi 101 tahun 2012 turun lagi menjadi 85 kasus, tahun 2013 turun
sedikit yaitu 84 kasus, hal itu dikarenakan pada tahun tersebut kurangnya
kegiatan yang aktif ke masyarakat seperti RVS. Pada tahun 2009 proporsi
kasus anak mengalami penurunan menjadi (3.6%), pada tahun 2012
mengalami peningkatan lagi menjadi (5.88%) dari target 5% dan pada
tahun 2013 mengalami penurunan lagi menjadi 2.3%.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-16
Grafik 2.5
Penemuan Kasus Baru Kusta (Case Detection Rate atau CDR)/100.000
Penduduk Di Kabupaten Majalengka Tahun 2009–2013
2009 2010 2011 2012 20130
20
40
60
80
100
120
012345678
3) Tuberkulosa
Di Kabupaten Majalengka penanggulangan Tuberkulosis (TBC)
dilaksanakan sesuai dengan kebijakan KEMENKES RI, yaitu
pemberantasan tuberculosis dengan menggunakan strategi DOTS yang telah
dilaksanakan oleh seluruh UPK, meliputi : Puskesmas, RSUD dan Praktek
Dokter Swasta serta melibatkan peran serta masyarakat secara paripurna dan
terpadu. Untuk seluruh Puskesmas yang ada, dibentuk beberapa Kelompok
Puskesmas Pelaksana (KPP) yang sampai dengan tahun 2013 telah
menjangkau seluruh puskesmas, yang terdiri dari 7 Puskesmas Rujukan
Mikroskopis (PRM), 8 Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM), 14 Puskesmas
Satelit (PS), 2 Rumah Sakit serta 1 Lembaga Pemasyarakatan.
Cakupan penemuan kasus tahun 2013 sebesar 1.210 Kasus BTA Positif.
Pada tahun 2013 proporsi Positivity Rate setiap triwulannya selalu berada
pada batas toleransi. Hal ini berarti penjaringan/skrining suspek di UPK
rata-rata sudah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan (ideal). Tidak terlalu
selektif (ketat) maupun tidak terlalu longgar seperti yang terlihat pada grafik
di bawah ini
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-17
Grafik 2.6
Positivity Rate per Triwulan / Quarter
Di Kabupaten Majalengka Tahun 2013
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
Pada grafik di atas proporsi BTA positif diantara suspek yang diperiksa
dahaknya (positivity rate) tahun 2013 pada setiap triwulannya selalu berada
pada batas toleransi. Hal ini berarti penjaringan/skrining suspek di UPK
rata-rata sudah sesuai dengan kriteria yang ditetapkan (ideal). Tidak terlalu
selektif (ketat) maupun tidak terlalu longgar.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-18
Grafik 2.7
Case Detection Rate (CDR) Tahun 2013
Kabupaten Majalengka
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
Pada grafik diatas terlihat selama tahun 2013 penemuan penderita TB BTA
positif baru selalu melampaui target (20%), pada setiap triwulannya. Begitu
pula halnya penemuan kumulatif 1 tahun dapat melampaui target.
4) Pneumonia
Pneumonia merupakan penyakit yang banyak menyerang usia balita dan
lansia. Pada balita, pneumonia merupakan salah satu penyakit penyebab
kematian terbanyak. Berikut adalah cakupan penemuan kasus pneumonia
balita di Kabupaten Majalengka.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-19
Grafik 2.8
Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia Balita di Kabupaten Majalengka
Tahun 2009–2013
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
Dari grafik di atas cakupan penemuan kasus Pneumonia balita selama
5 tahun dari tahun 2009 baru mencapai 40%, pada tahun 2010 capaian hasil
kegiatan naik hingga 87,85%, pada tahun 2011 terjadi penurunan kembali
cakupan Pneumonia balita secara drastic yaitu hanya 40,43%, pada tahun
2012 naik lagi menjadi 48,2%, sedangkan pada tahun 2013 mengalami
penurunan lagi yang cukup signifikan yaitu 38.5% hal ini dikarenakan
dengan kegiatan supervisi dan bintek program yang belum
berkesinambungan sehingga belum meningkatkan motifasi petugas
puskesmas.
Rendahnya cakupan penemuan dini kasus Pneumonia akan berakibat
terhadap tingginya kasus Pneumonia berat dan kemungkinan bisa berakibat
pada tingginya angka kematian kasus akibat Pneumonia.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
2009 2010 2011 2012 20130
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
0102030405060708090100
II-20
Grafik 2.9
Proporsi Kasus Pneumonia Balita Berdasarkan Klasifikasi Diagnosa
di Kabupaten Majalengka Tahun 2009–2013
2009 2010 2011 2012 20130
102030405060708090
100
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
Dari gambar di atas penemuan kasus ISPA bukan Pneumonia
tiap tahun berfluktuasi dimana kasus terendah tahun 2009 (46,3%) dan
tertinggi tahun 2010 (72,8%), sedangkan untuk kasus Pneumonia
Berat, dari tahun 2009 sampai 2013 fluktuasinya antara 0,3% sampai
6,7 %.
Dari gambar itu pula dapat kita perhatikan bahwa dari tahun
2009 sampai 2013 ada kecenderungan naiknya kasus Pneumonia dan
kasus ISPA bukan Pneumonia. Hal ini menunjukan sudah makin
meningkatnya penemuan kasus Pneumonia dini di Puskesmas.
Pada tahun 2009 kasus Pneumonia Berat berjumlah 284 kasus
dan kasus Pneumonia berjumlah 6.466 kasus. Proporsi kasus
Pneumonia Berat terhadap seluruh kasus Pneumonia adalah 4,4 %.
Angka tersebut masih di atas target yang ditentukan program yaitu
1%, hal ini menunjukkan bahwa masih kurang maksimalnya dalam
menemukan kasus Pneumonia dini di masyarakat.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-21
Grafik 2.10
Proporsi Kasus Pneumonia Berat dan CFR Pneumonia
Berdasarkan Kelompok Umur
di Kabupaten Majalengka Tahun 2009–2013
2009 2010 2011 2012 20130
20406080
100120140160180200
00.511.522.533.544.5
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
Berdasarkan gambar di atas proporsi Pneumonia berat tahun 2009-
2013 pada anak usia 1-4 tahun selalu lebih besar dibanding bayi, kecuali
tahun 2010 dan 2012. Artinya resiko terjadinya Pneumonia berat pada anak
usia 1 – 4 tahun lebih tinggi dibandingkan dengan bayi (< 1 tahun). Hal ini
tidak sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa terjadinya Pneumonia
pada bayi dan anak balita dipengaruhi oleh faktor usia anak, aspek
kepercayaan setempat dalam praktek pencarian pengobatan dan lain-lain.
(Depkes RI, 1991).
Berdasarkan gambar tersebut pula terlihat bahwa kasus meninggal
karena Pneumonia dari tahun ke tahun selalu berfluktuasi, dimana CFR
terendah terjadi pada tahun 2010 untuk balita (0,01%) sedangkan CFR
tertinggi terjadi pada tahun 2009 (2,9%) untuk bayi.
Dari data di atas menunjukkan bahwa dari satu sisi merupakan
keberhasilan dalam pencatatan dan pelaporan kasus tetapi disisi lain
mengindikasikan adanya keterlambatan dalam penemuan dini dan
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-22
tatalaksana kasus, dan hal tersebut tidak sejalan dengan target yang telah
ditentukan yaitu 63% penderita Pneumonia harus mendapat tatalaksana
standar.
5) Penyakit Menular Seksual
AIDS adalah penyakit yang sangat berbahaya karena sampai saat ini
belum ada vaksin untuk mencegahnya dan belum ada obat yang dapat
menyembuhkan penyakit ini dengan sempurna. Penyakit ini mempunyai
case fatality rate (CFR) 100% dalam waktu 5-10 tahun, artinya dalam kurun
waktu antara 5-10 tahun setelah diagnosis AIDS ditegakan hampir
dipastikan penderita akan meninggal.
Saat ini AIDS sudah menjadi epidemi (wabah) Di Kabupaten
Majalengka berdasarkan hasil pelaksanaan mobile VCT, kunjungan sukarela
ke klinik VCT yang baru ada di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten
Majalengka, hasil temuan di beberapa Fasyankes (RSUD Majalengka dan
13 Puskesmas) dari tahun 2001 s/d 2013 telah ditemukan 69 kasus HIV
positif dan 46 kasus AIDS. Meskipun jumlah tersebut masih sangat kecil
dibandingkan besarnya penduduk Kabupaten Majalengka namun dampak
sosialnya sangat besar karena yang terkena penyakit ini adalah pada
golongan usia produktif. Kita harus tetap mewaspadai fenomena gunung es
ini dengan realitas sebernarnya di masyarakat.
Semakin banyak generasi muda terkena HIV/AIDS, maka semakin
berkurang kualitas Sumber Daya Manusia. Dampak sosial seperti
pengucilan, perselisihan, ketegangan, pelecahan kepada penderita
HIV/AIDS akan sangat berpengaruh terhadap penderita, keluarga dan
masyarakat. Kalau keadaan ini tidak ditanggulangi maka suatu saat jumlah
penderita HIV/AIDS akan semakin bertambah banyak. Mengingat
HIV/AIDS menyerang sebagian besar kelompok usia muda yang produktif,
maka akan menurunkan produktifitas masyarakat dalam rangka
Pembangunan terutama dalam upaya pengentasan kemiskinan dan
berpengaruh kepada menurunnya Indeksi Pembangunan Manusia di
Kabupaten Majalengka.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-23
Grafik 2.11
Sebaran Kasus HIV/AIDS Per-Wilayah Kerja Puskesmas
Di Kabupaten Majalengka Tahun 2012
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
Menurut data diatas kasus HIV Positif banyak ditemukan di wilayah
Puskesmas Majalengka dan kasus AIDS terbanyak ditemukan di Wilayah
Puskesmas Kasokandel. Hal ini dikarenakan di wilayah Puskesmas
Majalengka terdapat lapas yang menampung kasus-kasus narkoba,
kemudian di wilayah Puskesmas Kasokandel terdapat Hotspot sama halnya
dengan di wilayah Puskesmas waringin. Di wilayah Puskesmas Cigasong
juga kasus HIV cukup banyak karena memang terdapat Hotspot disekitar
pasar cigasong.
Laki-laki yang terjangkit HIV masih mendominasi, hal ini perlu diwaspadai
oleh karena siap menularkan kepada lawan jenisnya, apalagi bila laki-laki
tersebut sudah mempunyai pasangan, yang selanjutnya bisa saja penularan
akan terjadi didalam kamar sendiri (penularan melalui transmisi seksual)
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-24
dalam tatanan rumah tangga dan juga tidak menutup kemungkinan apabila
selanjutnya sel spermatozoa dari laki-laki HIV positif membuahi sel ovum
dan selanjutnya menjadikan keturunan (anak) HIV positif juga.
Sama seperti halnya kasus HIV, pada sebaran kasus AIDS menurut jenis
kelamin ternyata laki-laki masih lebih banyak ketimbang perempuan, seperti
yang terlihat pada diagram berikut ini :
Diagram 2.12
Sebaran Kasus AIDS Menurut Gender
Di Kabupaten Majalengka Periode Tahun 2001 - 2013
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
6) Penyakit Yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi
a) Tetanus Neonatorum
Pada tahun 2013 di Kabupaten Majalengka terdapat kasus
Tetanus sebanyak 2 (dua) kasus. Namun bukan kasus Tetanus
Neonatorum, namun hal ini masih menimbulkan tanda tanya apakah,
benar tidak ada kasus atau tidak terlaporkan. Dan kalaupun memang
benar-benar tidak ada kasus, hal tersebut diharapkan sebagai kemajuan
bagi progam imunisasi dan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan.
b) Campak
Kasus campak yang terjadi pada tahun 2013 sebanyak 128
kasus. Hal ini berarti terjadi peningkatan kasus jika dibandingkan
pada tahun 2011 yaitu 120 kasus dan tahun 2012 sebanyak 125
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
L; Series1; 63.9344262295
082; 64%
P; Series1; 36.0655737704
918; 36%
Sebaran Kasus HIV Per Jenis KelaminMajalengka 2001 - 2013
L P
II-25
kasus. Pada tahun 2013 ini terjadi KLB campak di desa Argalingga
kecamatan Argapura dengan jumlah kasus 15.
Adapun rincian kasus menurut Kelompok Umur, Bulan dan
Puskesmas akan ditampilkan pada grafik di bawah ini.
Grafik 2.13
Kasus Campak Menurut Kelompok Umur
Di Kabupaten Majalengka Tahun 2012
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
Pada grafik di atas terlihat proporsi kasus campak menurut
kelompok umur, pada tahun ini kasus terbanyak adalah pada usia 5-14
tahun atau usia sekolah yaitu sebanyak 90 kasus hal ini menunjukkan
adanya peningkatan kasus jika dibandingkan tahun sebelumnya tahun 2012
sebesar 78 kasus atau peningkatan kasus pada umur tersebut sekitar 15.3
%.
Sedangkan Menurut jenis kelamin, kasus campak terbanyak
terjadi pada Perempuan yaitu sebesar 59 % sedangkan pada laki-laki
sebesar 41% .
Berdasarkan petunjuk teknis surveilans campak dari kementerian
kesehatan tahun 2012 maka seharusnya dilakukan pemeriksaan specimen
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-26
minimal sebanyak 50% dari seluruh kasus. Maka dari Jumlah kasus campak
di Kabupaten Majalengka pada Tahun 2013 sebanyak 134, seharusnya
diperiksa sampel sebanyak 67 kasus campak, namun pada tahun 2013 ini
Surveilans Campak Kabupaten Majalengka melalui Case Base Measles
Surveilance (CBMS) mengirimkan 14 kasus atau sekitar 10,45%. Grafik
kasus CBMS menurut Puskesmas yang mengirimkan Sampel dapat dilihat
pada grafik berikut ini:
Grafik 2.14
Distribusi Kasus CBMS Tahun 2013
Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-27
2. Penyakit Tidak Menular
a. Penyakit Degeneratif
Selama periode tahun 2013 dan sebelumnya, belum dilaksanakan surveilans
terhadap penyakit tidak menular. Sehingga belum bisa dilakukan analisa data
mengenai penyakit-penyakit degeneratif.
Namun untuk penyakit Hipertensi dan Diabetes Melitus telah dilakukan
pendataan sperti terlihat pada tabel berikut :
Grafik 2.15
Jumlah Kasus Hipertensi Tahun 2013
Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka
Sumber : Bidang P2PL Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
Berdasarkan grafik di atas terlihat bahwa penyakit Hipertensi lebih banyak
terjadi daripada Diabetes Melitus dan kasusnya banyak terjadi pada usia di atas 45
tahun.
Terjadi sebuah pola hidup yang kurang baik disini, sehingga ketika telah
mencapai usia di atas 45 tahun terjadi gejala penyakit degenerative akibat
akumulasi kelainan metabolisme tubuh yang terjadi secara berkesinambungan pada
saat masih usia muda nya.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-28
b. Gangguan Jiwa
Pada tahun 2013 kunjungan pasien dengan gangguan jiwa di sarana pelayanan
kesehatan di Kabupaten Majalengka baik di Puskesmas maupun rumah sakit
dilaporkan sebanyak 31.262 meningkat dari tahun 2012 sebanyak 25.813.
3. KEMATIAN
Secara umum tingkat kematian berhubungan erat dengan tingkat kesakitan
karena biasanya merupakan akumulasi akhir dari berbagai penyakit. Peristiwa kematian
yang terjadi dalam suatu wilayah dapat menggambarkan derajat kesehatan, penanganan
penyakit dan pelayanan kesehatan maupun hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa
kematian di wilayah tersebut. Pada dasarnya ada 2 penyebab kematian yaitu penyebab
langsung dan penyebab tidak langsung, walaupun kenyataan yang terjadi adalah
akumulasi interaksi berbagai faktor tunggal maupun bersama yang pada akhirnya
berpengaruh terhadap tingkat kematian masyarakat.
a) Kematian Ibu
Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan kematian maternal
terjadi lebih dari 500.000 kasus per tahun di seluruh dunia, yang terjadi akibat
proses reproduksi. Sebagian besar kasus kematian ibu terjadi di negara – negara
berkembang, termasuk di Indonesia.
Angka kematian ibu di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia Tenggara.
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2002-2003, angka kematian ibu
(AKI) di Indonesia adalah 307 per 100.000 kelahiran hidup, dengan angka kematian
bayi (AKB) sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup (Depkes RI, 2007). Salah satu
penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah pre-eklamsia dengan angka
kejadiannya berkisar antara 0,51% - 38,4% menurut WHO. Di negara maju, angka
kejadian pre-eklamsia berkisar 6% - 7%. Di negara berkembang, angka kematian
ibu karena pre-eklamsia masih tinggi. Penyebab angka kematian ibu dan anak yang
tinggi pada kasus pre-eklamsia dan eklamsia di negara-negara berkembang adalah
karena pemeriksaan antenatal dan upaya pencegahan yang kurang, serta terlambat
mendapat penanganan yang tepat.
Menurut Depkes RI, pada tahun 2005 kasus pre-eklamsia dan eklamsia
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-29
memiliki persentase kasus sebesar 4,91% dari seluruh kasus obstetri di rumah sakit
di Indonesia, dengan Case Fatality Rate sebesar 2,35% yang merupakan penyebab
kematian ibu terbesar.
Pre-eklamsia ialah penyakit yang ditandai dengan adanya hipertensi, edema,
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Sedangkan eklamsia adalah pre-
eklamsia yang terkomplikasi dengan kejang tonik-klonik umum. Etiologi dan
patofisiologi dari pre-eklamsia dan eklamsia masih belum dapat dijelaskan secara
pasti, namun terdapat beberapa hipotesis yang mencoba menerangkan hal tersebut,
salah satunya adalah teori tentang disfungsi endotel. Disfungsi endotel ini akan
menyebabkan aktivasi koagulasi, sehingga dapat terjadi trombositopenia konsumtif.
Sedangkan pada ibu hamil normal, dikatakan trombosit juga menurun kadarnya
secara progresif selama kehamilan.
Angka kematian ibu atau maternal mortality rate (MMR) adalah angka
kematian ibu yang disebabkan oleh karena kehamilan atau persalinan pada setiap
100.000 kelahiran hidup. Angka ini berguna untuk menggambarkan status gizi dan
kesehatan ibu, kondisi kesehatan lingkungan serta tingkat pelayanan kesehatan
terutama untuk ibu pada saat hamil, melahirkan dan masa nifas. Angka ini juga
berkontribusi pada angka harapan hidup secara keseluruhan sebagai indikator
pembangunan manusia.
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan
indikator status kesehatan masyarakat. Selama 15 tahun terakhir, AKI di Indonesia
tidak menunjukan penurunan yang bermakna, seharusnya sudah mencapai
225/100.000 kelahiran hidup (KH) pada tahun 2000.Dalam upaya pencapaian
Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2014, diharapkan AKI turun
menjadi 118 per 100.000 KH, AKB menjadi 24 per 1.000 KH dan Angka Kematian
Neonatal (AKN) menjadi 15 per 1.000 KH.
Tahun 2013 jumlah kematian ibu di Kabupaten Majalengka adalah 30 orang
Kematian ibu menurut penyebab terdiri dari hipertensi dalam kehamilan 11orang
(36,67%), perdarahan 12 orang (40%), penyakit jantung 4 orang (13,33%), partus
lama 1 orang (3,33%) dan ileus 1 orang (3,33%).Kematian ibu menurut waktu
terjadinya kematian adalah kematian ibu hamil 2 orang (6,67%), ibu melahirkan 14
orang (46,67%) dan kematian ibu nifas 14 orang (46,67%). Sementara itu kematian
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-30
ibu menurut tempat kematian adalah 4orang ( 13,39%)meninggal di rumah, 25
orang (83,338%) meninggal di Rumah Sakit yaitu 8 orang RSUD Majalengka, 6
orang RSUD Cideres dan 11 orang di RS luar wilayah,dan1 orang (3,33%)
meninggal dalam perjalanan. Dari 25 orang yang meninggal di Rumah Sakit 15
orang meninggal dalam waktu kurang dari 24 jam dan 15 orang dalam waktu lebih
dari 24 jam.
Grafik 2.16
Trend Kematian Ibu dan Bayi Tahun 2009-2013
Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka
Grafik 2.17
Trend Kematian Ibu Menurut Puskesmas Tahun 2012-2013
Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka
Menurut Grafik 3.29 Puskesmas penyumbang kematian ibu di Tahun 2013
adalah Jatiwangi, Cigasong, Kasokandel, Argapura, Sumberjaya, Leuwimunding,
Cikijing, Argapura,Panyingkiran, Jatitujuh, Palasah, Kadipaten, Malausma, Balida,
Majalengka dan Lemahsugih.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
2009 2010 2011 2012 20130
50
100
150
200
250
300
350
400
450
406 405
285 299
247
4727 43 46 30
Kematian IbuKematian Bayi
Lem
ahsu
gih
Maj
a
Sala
gedan
g
Sindan
gwan
gi
Panyi
ngkira
n
Kerta
jati
Palas
ah
Suka
muly
a
Ligu
ng
Jatiw
angi
Cikiji
ng
Sum
berja
ya
Cinga
mbul
Argap
ura
Suka
haji
Kasoka
ndel0
1
2
3
4
5
6
2012
2013
II-31
Diagram 2.18
Kematian Menurut Penyebab Tahun 2012 dan 2013
Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka
Terjadi penurunan jumlah kematian ibu yang bermakna jika dibandingkan
dengan upaya-upaya yang dilakukan pada Tahun 2013.Sebab kematian ibu di
Kabupaten Majalengka mengalami pergeseran jika pada Tahun 2012 sebab
kematian tertinggi adalah Hipertensi Dalam Kehamilan 21 orang (46%) pada tahun
2013 sebab kematian tertinggi disebabkan karena perdarahan 12 (40%).
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
Tahun 2012
Tahun 2013
Perdararahan 22%
HDK46%
Infeksi9%
Penyakit Jantung17%
TBC2%
Ginjal2%
Hilang Kesadaran Akut2%
Perdarahan40%
HDK37%
Partus Lama3%
Penyakit Jantung13%
Emboli Air Ketuban3%
Ileus3%
II-32
Tabel 2.13
Kematian Ibu Menurut Penyebab Tahun 2012 dan 2013
Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka
Diperkirakan 15-20 % kehamilan dan persalinan akan mengalami komplikasi.
Sebagian komplikasi ini dapat mengancam jiwa, tetapi sebagian besar komplikasi dapat
dicegah danditangani bila: 1) ibu segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan; 2)
tenaga kesehatanmelakukan prosedur penanganan yang sesuai, antara lain penggunaan
partograf untukmemantau perkembangan persalinan, dan pelaksanaan manajemen aktif
kala III (MAK III)untuk mencegah perdarahan pasca-salin; 3) tenaga kesehatan mampu
melakukan identifikasidini komplikasi; 4) apabila komplikasi terjadi, tenaga kesehatan
dapat memberikanpertolongan pertama dan melakukan tindakan stabilisasi pasien sebelum
melakukan rujukan;5) proses rujukan efektif; 6) pelayanan di RS yang cepat dan tepat
guna.
Dengan demikian, untuk komplikasi yang membutuhkan pelayanan di RS,
diperlukanpenanganan yang berkesinambungan (continuum of care), yaitu dari
pelayanan di tingkatdasar sampai di Rumah Sakit. Langkah 1 sampai dengan 5
diatas tidak akan bermanfaat bilalangkah ke 6 tidak adekuat. Sebaliknya, adanya
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
Penyebab Tahun 2012 Tahun 2013
Perdarahan 10 12
HDK 21 11
Infeksi 4 0
Lain-lain 0 0
Partus Lama 0 1
Penyakit Jantung 8 4
Emboli Air Ketuban 0 1
Ileus 0 1
TBC 1 0
Gagal Ginjal 1 0
Hilang Kesadaran Akut 1 0
Jumlah 46 30
II-33
pelayanan di RS yang adekuat tidak akanbermanfaat bila pasien yang mengalami
komplikasi tidak dirujuk.
Tahun 2013 jumlah kematian ibu di Kabupaten Majalengka adalah 30 orang
Kematian ibu menurut penyebab terdiri dari hipertensi dalam kehamilan 11orang
(36,67%), perdarahan 12 orang (40%), penyakit jantung 4 orang (13,33%), partus
lama 1 orang (3,33%) dan ileus 1 orang (3,33%).Kematian ibu menurut waktu
terjadinya kematian adalah kematian ibu hamil 2 orang (6,67%), ibu melahirkan 14
orang (46,67%) dan kematian ibu nifas 14 orang (46,67%). Sementara itu kematian
ibu menurut tempat kematian adalah 4orang ( 13,39%)meninggal di rumah, 25
orang (83,338%) meninggal di Rumah Sakit yaitu 8 orang RSUD Majalengka, 6
orang RSUD Cideres dan 11 orang di RS luar wilayah,dan1 orang (3,33%)
meninggal dalam perjalanan. Dari 25 orang yang meninggal di Rumah Sakit 13
orang meninggal dalam waktu kurang dari 24 jam dan 12 orang dalam waktu lebih
dari 24 jam.
Terjadi penurunan jumlah kematian ibu yang bermakna jika dibandingkan
dengan upaya-upaya yang dilakukan pada Tahun 2013.Sebab kematian ibu di
Kabupaten Majalengka mengalami pergeseran jika pada Tahun 2012 sebab
kematian tertinggi adalah Hipertensi Dalam Kehamilan 21 orang (46%) pada tahun
2013 sebab kematian tertinggi disebabkan karena perdarahan 12 (40%).
Berdasarkan hasil Audit Maternal Perinatal Tahun 2013, 12 orang kematian
ibu karena perdarahan terdiri dari atonia uteri 6 (enam) kasus persalinan ditolong
oleh dokter spesialis, inversio uteri 2 (dua) kasus persalinan ditolong oleh bidan,
solutio plasenta 2 (dua) kasus persalinan masing-masing ditolong dokter spesialis
dan bidan dan ruftur uteri 2 (dua) kasus persalinan ditolong oleh dukun paraji.
6 (enam) kasus atau 50 % perdarahan post partum yang ditemukan pada
Tahun 2013 disebabkan oleh atonia uteri. Upaya penanganan perdarahan post
partum disebabkan atonia uteri harus dimulai engan mengenal ibu yang memiliki
kondisi yang berisiko terjadinya atonia uteri. Kondisi ini mencakup hal-hal yang
menyebabkan uterus meregang lebih dari kondisi normal, persalinan lama,
persalinan terlalu cepat, persalinan dengan induksi atau akselerasi oksitosin, infeksi
intrapartum, paritas tinggi dan anemia.
Solutio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau keseluruhan plasenta dari
implantasi normalnya (korpus uteri) setelah kehamilan 20 minggu atau
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-34
lebih.Solusio plasenta umumnya terjadi karena dekompresi uterus pada hidramnion
dan gemeli, tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang
banyak, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan. Pengaruh lainnya adalah
faktor usia, faktor paritas, anemia juga defisiensi gizi.
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk ke dalam kavum uteri, dapat
secara mendadak atau perlahan.Kejadian ini biasanya disebabkan pada saat melakukan
persalinan plasenta secara Crede, dengan otot rahim belum berkontraksi dengan
baik.Inversio uterim emberikan rasa sakit yang dapat menimbulkan keadaan
syok.Penyebab Inversio Uteri yaitu spontan (grandemultipara, atoni uteri,
kelemahan alat kandungan, tekanan intra abdominal yang tinggi misalnya mengejan
dan batuk) dan tindakan ( tarikan tali pusat, manual plasenta yang dipaksakan,
perlekatan plasenta pada dinding rahim).
Ruptura uteri adalah robekan rahim merupakan peristiwa yang amat
membahayakan baik untuk ibu maupun untuk janin.Ruptura uteri dapat terjadi
secara spontan atau akibat trauma dan dapat terjadi pada uterus yang utuh atau yang
sudah mengalami cacat rahim (pasca miomektomi atau pasca sectio caesar) serta
dapat terjadi pada ibu yang sedang inpartu (awal persalinan) atau belum inpartu
(akhir kehamilan).Faktor resikopasca sectio caesar, pasca miomektomi, disfungsi
persalinan (partus lama, distosia), induksi atau akselerasi persalinan dengan
oksitosin drip atau prostaglandin, makrosomia dan grande multipara.
Atonia uteri, solusio plasenta, inversio uteri dan ruftur uteri merupakan
perdarahan pasca salin primer atau terjadi dalam 24 jam pertama, terbanyak dalam
2 jam pertama. Terjadinya kematian karena perdarahan pasca salin primer
mengindikasikan kurang baiknya deteksi faktor risiko pada ibu hamil, manajemen
tahap ketiga proses kelahiran dan pelayanan emergensi obstetrik baik di pelayanan
dasar maupun pelayanan rujukan.
11(sebelas) orang kematian ibu terjadi karena Hipertensi Dalam Kehamilan
(Preeklampsia dan eklampsia). Hipertensi karena kehamilan lebih sering terjadi
pada primigravida. Keadaan patologis telah terjadi sejak implantasi, sehingga
terjadi iskemia plasenta.Risiko meningkat pada masa plasenta besar (gemelli,
penyakit trofoblast), hidramnion, DM, faktor herediter dan autoimun.Preeklampsia
ringan sering ditemukan tanpa gejala kecuali peningkatan tekanan darah.Prognosis
menjadi lebih buruk dengan terdapatnya proteinuria, sedangkan edema tidak selalu
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-35
ditemukan.Oleh karena itu, penemuan kasus preeklampsia sedini mungkin dengan
mengidentifikasi faktor risiko, menemukan gejala awal hipertensi dan preteinuria
dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka kesakitan dan kematian.
Seharusnya sebagian besar kematian ibu dapat dicegah karena sebagian
besar komplikasi kebidanan dapat ditangani. Setidaknya ada tiga kondisi yang perlu
dicermati dalam menyelamatkan ibu yaitu :
a) Pertama, sifat komplikasi obstetri yang tidak dapat diprediksi akan dialami oleh
siapa dan kapan akan terjadi (dalam kehamilan, persalinan atau pasca-salin
terutama 24 jam pertama pasca-salin). Hal ini menempatkan setiap ibu hamil
mempunyai risiko mengalami komplikasi kebidanan yang dapat mengancam
jiwanya.
b) Kedua, karena setiap kehamilan berisiko maka seharusnya setiap ibu mempunyai
akses terhadap pelayanan yang adekuat yang dibutuhkannya saat komplikasi
terjadi. Sebagian komplikasi dapat mengancam jiwa sehingga harus segera
mendapatkan pertolongan di rumah sakit yang mampu memberikan pertolongan
kegawat-daruratan kebidanan dan bayi baru lahir.
Ketiga, sebagian besar kematian ibu terjadi pada masa persalinan dan dalam
24 jam pertama pasca persalinan, suatu periode yang sangat singkat sehingga akses
terhadap dan kualitas pelayanan pada periode ini perlu mendapatkan prioritas agar
mempunyai daya ungkit yang tinggi dalam menurunkan kematian ibu.
Dalam kenyataannya, langkah-langkah pencegahan dan penanganan
komplikasi tersebutdiatas seringkali tidak terjadi, yang disebabkan oleh karena
keterlambatan dalam setiaplangkah, yaitu:
a) Terlambat mengambil keputusan
Keterlambatan pengambilan keputusan di tingkat masyarakat dapat disebabkan
oleh beberapa hal berikut ini:
1) Ibu terlambat mencari pertolongan tenaga kesehatan walaupun akses
terhadap tenaga kesehatan tersedia 24/7 (24 jam dalam sehari dan 7 hari
dalam seminggu) – oleh karena masalah tradisi/kepercayaan dalam
pengambilan keputusan di keluarga, dan ketidakmampuan menyediakan
biaya non-medis dan biaya medis lainnya (obat jenis tertentu, pemeriksaan
golongan darah,transport untuk mencari darah/obat, dll).
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-36
2) Keluarga terlambat merujuk karena tidak mengerti tanda bahaya yang
mengancam jiwa ibu.
3) Tenaga kesehatan terlambat melakukan pencegahan dan/atau
mengidentifikasi komplikasi secara dini - yang disebabkan oleh karena
kompetensi tenaga kesehatan tidak optimal, antara lain kemampuan dalam
melakukan APN (Asuhan Persalinan Normal) sesuai standar dan
penanganan pertama keadaan GDON (Gawat Darurat Obstetri dan
Neonatal).
4) Tenaga kesehatan tidak mampu meng”advokasi” pasien dan keluarganya
mengenai pentingnya merujuk tepat waktu untuk menyelamatkan jiwa ibu.
b) Terlambat Mencapai RS Rujukan dan Rujukan Tidak Efektif, yang dapat
disebabkan oleh:
1) Masalah geografis
2) Ketersediaan alat transportasi
3) Stabilisasi pasien komplikasi (misalnya pre-syok) tidak terjadi/tidak efektif
– karena keterampilan tenaga kesehatan yg kurang optimal dan/atau
obat/alat kurang lengkap
4) Monitoring pasien selama rujukan tidak dilakukan atau dilakukan tetapi
tidak ditindaklanjuti
c) Terlambat Mendapatkan Pertolongan Adekuat di RS Rujukan, yang dapat
disebabkan karena :
1) Tenaga kesehatan yang dibutuhkan (SPOG, Anestesi, Anak, dll) tidak
tersedia terutama pada hari libur
2) Tenaga Kesehatan kurang terampil walaupun akses terhadap tenaga
tersedia
3) Sarana dan prasarana tidak lengkap/tidak tersedia, termasuk ruang
perawatan, ruang tindakan, peralatan dan obat
4) Darah tidak segera tersedia
5) Pasien tiba di RS dengan “kondisi medis yang sulit diselamatkan”
6) Kurang jelasnya Pengaturan penerimaan kasus darurat agar tidak terjadi
penolakan pasien atau agar pasien dialihkanke RS lain secara efektif
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-37
7) Kurangnya informasi di masyarakat tentang kemampuan sarana pelayanan
kesehatan yang dirujuk dalam penanganan kegawat daruratan maternal dan
bayi baru lahir, sehingga pelayanan adekuat tidak diperoleh
Tabel dibawah ini menggambarkan Angka Kematian Ibu tahun 2005 – 2013
di Kabupaten Majalengka.
Tabel 2.14
Angka Kematian Ibu (yang dilaporkan) di Kabupaten Majalengka
Tahun 2005 – 2013
b. Kematian Bayi
Angka Kematian bayi di Indonesia masih tinggi dibandingkan dengan negara
berkembang lainnya. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi
dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup. Angka ini
merupakan salah satu indikator derajat kesehatan bangsa. Tingginya angka
Kematian bayi ini dapat menjadi petunjuk bahwa pelayanan maternal dan noenatal
kurang baik, untuk itu dibutuhkan upaya untuk menurunkan angka kematian bayi
tersebut.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
Tahun AKI Sumber
2005 147,9BPS Kab.
Majalengka2006 147,6
2007 197,17
2008 148,36
2009 223,21
2010 133,25 Tabel 7 Profile Kesehatan Tahun 2010
2011 209,5 Tabel 8 Profile Kesehatan Tahun 2011
2012 209,2 Tabel 8 Profile Kesehatan Tahun 2012
2013 137.97 Tabel 8 Profile Kesehatan Tahun 2013
II-38
Menurut laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 Angka
Kematian Bayi (AKB) didunia 54 per 1000 kelahiran hidup dan tahun 2006
menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup. Menurut data dari Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 sebesar 34/1000 kelahiran hidup
sedangkan angka Kematian balita (AKBAL) pada tahun 2007 sebesar 44/1000
kelahiran hidup.
Menurut WHO dalam Maryunani (2009) data BBLR dirincikan sebanyak
17% dari 25 juta persalinan pertahun didunia dan hampir semua terjadi dinegara
berkembang. Angka kejadian BBLR di Indonesia adalah 10,5% masih di atas angka
rata-rata Thailand (9,6%) dan Vietnam (5,2%). Di Indonesia, BBLR bersama 1
prematur merupakan penyebab Kematian neonatal yang tinggi. Berdasarkan hasil
Riskesdas 2010 ditemukan bahwa daerah Sumut kejadian berat bayi lahir rendah
sebanyak 8,2 %. Berdasarkan profil Puskesmas Kecamatan Medan Tuntungan
tahun 2011 ditemukan kejadian BBLR 1,5% dari setiap persalinan pertahun.
Bayi yang lahir dari ibu muda mengalami lebih sering kejadian prematuritas
atau berat badan kurang, dan angka kematian yang lebih tinggi dari pada bayi yang
dilahirkan dari ibu yang lebih tua. Berat badan kurang mungkin merupakan
penyebab kematian janin dan bayi yang terpenting. Berat badan kurang pada bayi
yang dilahirkan dari ibu yang sangat muda ternyata berhubungan dengan cacat
bawaan fisik atau mental seperti ayan, kejang – kejang, keterbelakangan, kebutaan
atau ketulian.
Salah satu penyebab Kematian neonatus tersering adalah bayi berat lahir
rendah (BBLR) baik cukup bulan maupun kurang bulan (prematur). Pertumbuhan
dan perkembangan BBLR setelah lahir mungkin akan mendapat banyak hambatan.
Perawatan setelah lahir diperlukan bayi untuk dapat mencapai pertumbuhan dan
perkembangannya. Kemampuan ibu untuk memahami sinyal dan berespon terhadap
bayi prematur berinteraksi dan memberikan dekapan.
Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah merupakan salah satu faktor risiko
yang mempunyai kontribusi terhadap kematian bayi khususnya pada masa perinatal
selain itu BBLR dapat mengalami gangguan mental dan fisik pada usia tumbuh
kembang selanjutnya sehingga membutuhkan biaya perawatan yang tinggi. Angka
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-39
BBLR di Indonesia nampak bervariasi, secara nasional berdasarkan analisa lanjut
SDKI angka BBLR sekitar 7,5 %.
Bila dikaji lebih dalam lagi, fenomena faktor demografi dan perawatan
antenatal yang kurang baik akan beruntut pada tingginya angka kejadian bayi berat
lahir rendah atau prematur yang dapat mengakibatkan tingginya angka kesakitan
dan kematian pada bayi.
Berdasarkan kajian dan meta analisis tentang faktor faktor penentu bayi berat
lahir rendah antara lain adalah faktor demografi dan psikososial termasuk di
dalamnya (usia ibu, status ekonomi, pendidikan, penghasilan) faktor berikutnya
adalah faktor perawatan Antenatal termasuk didalamnya (kunjungan antenatal
pertama, jumlah kunjungan pemeriksaan kehamilan dan kualitas perawatan
antenatal). Apabila faktor-faktor di atas tidak segera diatasi maka jumlah kelahiran
BBLR kemungkinan semakin meningkat. Hal ini akan menjadi beban
pembangunan kesehatan jangka pendek dan jangka panjang, karena dampak jangka
pendek meningkatnya jumlah kematian bayi usia 0-28 hari, sedangkan jangka
panjang BBLR rentan terhadap timbulnya beberapa jenis penyakit pada usia
dewasa.
Jumlah bayi baru lahir hidup Tahun 2013 adalah 21.743 orangmenurun jika
dibandingkan dengan tahun 2012 yaitu 21.988 orang, bayi lahir hidup dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) tahun 2013 adalah 793 orang (3,65) meningkat jika
dibandingkan Tahun 2012 yaitu 745 orang (3,39%), lahir mati 165 orang, jumlah
kematian bayi 247 turun jika dibandingkan Tahun 2012 (299 orang) dan jumlah
kematian balita 17.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-40
Grafik 2.18
Trend Kematian Bayi Menurut Puskesmas Tahun 2012-2013
Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka
Grafik 2.19
Perbandingan Bayi Lahir Mati Menurut Puskesmas
Tahun 2012 dan 2013
Menurut Grafik 3.33 Puskesmas dengan jumlah kematian bayi tertinggi
Tahun 2013 adalah Jatiwangi, Loji, Sukahaji, Rajagaluh, Talaga, Bantarujeg,
Leuwimunding, Malausma dan Banjaran.
Menurut Grafik 3.34 Puskesmas dengan kasus lahir mati tertinggi adalah
Jatiwangi, Argapura, Palasah, Kasokandel, Cigasong, Rajagaluh, Talaga dan
Sumberjaya.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
Cikijin
g
Cigaso
ng
Palas
ah
Sinda
ng
Pano
ngan
Suka
muly
a
Balida
Pany
ingkir
anLo
ji
Banjar
an
Sinda
ngwan
gi
Ligun
g
Leuw
imun
ding
Argap
ura
Lem
ahsu
gih
Talag
a0
5
10
15
20
25
30
5 5
8
5
9
12
86
3
7
1
5 4
9
6 6
12 11 10 10
6 75
7
11
4
8
11
8
19
11
820122013
Cingam
bul
Pany
ingkir
an
Ligun
g
Majalen
gka
Sinda
ng
Kerta
jati
Jatitu
juhBali
daMun
jul
Leuw
imun
ding
Cikijin
g
Cigaso
ng
Sinda
ngwan
gi
Argap
ura
Sumbe
rjaya
Lemah
sugih
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
3
9
5
2 23
4
23
13
4 4 4 4
2
4 43 3
9
6
3
9 9
7 7
11
8 8
3
5
2
20122013
II-41
Kematian bayi menurut waktu kematian adalah 159 orang pada usia 0-6 hari
(64,37) meningkat jika dibandingkan Tahun 2012 (61,20%), 27 orang pada 7-28
hari (10,93%) menurun jika dibandingkan Tahun 2012 (14,04%) dan 61 orang pada
usia 29 hari -1I bulan (24,69) relatif tetap jika dibandingkan Tahun 2012 (24,74%).
Grafik 2.20
PWS Kematian Neonatal (0-28 hari) Menurut Puskesmas
Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka
Kematian Neonatal tertinggi pada Tahun 2013 tejadi di Puskesmas Jatiwangi,
sukahaji, Loji, Palasah, Bantarujeg, Malausma, Margajaya, Jatitujuh, Banjaran dan
Lemahsugih.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
Suka
mulya
Sinda
ngwan
gi
Cinga
mbul
Balid
a
Sumbe
rjaya
Munjul
Rajag
aluh
Kerta
jati
Talag
aMaja
Leuwim
undin
g
Lemah
sugih
Banja
ran
Margaja
ya
Palas
ah
Suka
haji
0
2
4
6
8
10
12
14
16
12 2 2
4 4 4 4 45 5 5 5 5 5 5
6 6 6 6 6 67 7 7 7
8 8 89
12
15
II-42
Diagram 2.1
Kematian Neonatal dan Bayi Menurut Penyebab
Di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kab. Majalengka
Kematian bayi menurut penyebab kematian di Kabupaten Majalengka tahun
2013 adalah masalah neonatal BBLR 69 orang (27%), asfiksia 62 orang (24%),
sepsis 7 orang (3%), ikterus 3 orang (1%), kelainan kongenital 23 orang (9%),
pneumonia 20 orang (8%), diare 3 orang (1%), kelainan saluran cerna 2 (1%) dan
penyebab lainnya 68 orang (18 %).
c. Kematian Balita
Angka Kematian Balita adalah jumlah kematian anak umur 0-4 tahun per 1000
kelahiran hidup. Selama tahun 2013 di Kabupaten Majalengka khususnya yang
dilaporkan di Puskesmas terdapat kematian balita sebanyak 17 orang, menurun bila
dibandingkan kematian balita tahun 2012 sebanyak 22 orang. Angka Kematian
Balita (AKABA) dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat permasalahan
kesehatan serta faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak dan balita
seperti gizi, sanitasi, penyakit infeksi dan kecelakaan.
Namun jika dibandingkan dengan Rumah Sakit, Kematian Balita masih sangat
besar yaitu sebanyak 38 orang di RSUD Majalengka dan 18 orang di RSUD
Cideres.. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
BBLR27%
Asfiksia24%
Sepsis3%
Kel Kongenital9%
Ikterus1%
Lain-lain8%
Pneumonia8%
Diare1%
Kel Saluran cerna1%
Lain-lain18%
II-43
Tabel 2.15
Pola Penyakit Penyebab Kematian Pasien Rawat Inap
di RSUD Majalengka Umur 1-4 tahun di Kabupaten Majalengka Tahun 2013
NO NAMA PENYAKIT KASUS BARU
JUMLAH %
1 Bacterial meningitis, unspecified 7 18.422 Allergic rhinitis, unspecified 7 18.42
3 * Meningitis pada penyakit bakteri dengan kode lai 7 18.424 Unspecified Severe Protein-energy Malnutrition 7 18.425 Nausea (mual) dan vomitus (muntah) 7 18.426 Bronchopneumonia, unspecified 3 7.89
Jumlah 38 100
Sumber :RSUD Majalengka Tahun 2013
Tabel 2.16
Pola Penyakit Penyebab Kematian Pasien Rawat Inap
di RSUD Cideres Umur 1-4 tahun di Kabupaten Majalengka Tahun 2013
NO NAMA PENYAKIT KASUS BARU
JUMLAH %1 Pneumonia 6 33.332 Febris Confulsive 2 11.113 Meningitis 1 5.564 Tetanus 1 5.565 Encephalitis 1 5.566 Epilepsi 1 5.567 Encephalopati 1 5.568 KP 1 5.569 DADS 1 5.56
10 Efusi Pleura 1 5.5611 Febris 1 5.5612 Syok Hipovolemik 1 5.56
Jumlah 18 100
Sumber :RSUD CideresTahun 2013
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-44
4. STATUS GIZI
Masalah utama gizi masih diwarnai dengan masalah gizi buruk (khususnya
pada kelompok umur balita), gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY), anemia
gizi besi (AGB) dan kurang vitamin A (KVA), utamanya pada kelompok penduduk
tertentu seperti anak-anak dan wanita.
a. Status Gizi Balita
Perkembangan dan diferensiasi status gizi terjadi lebih banyak pada anak
dibandingkan pada kelompok-kelompok lain. Keadaan Status Gizi Balita di
Kabupaten Majalengka dapat terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2.17
Status Gizi Balita Berdasarkan Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) di
Kabupaten Majalengka Tahun 2008-2013
TAHUN BAIK KURANG BURUK LEBIH2008 88.7 10.3 0.9 0.12009 87.2 10.73 1.16 1.392010 88.01 9.62 1.12 1.212011 89.51 5.4 0.14 4.952012 90.43 7.23 0.06 1.622013 88.81 4.62 0.07 6.49
Sumber : Bidang Yankes Dinkes Kab. Majalengka Tahun 2013
Dari tabel diatas tampak ada penurunan proporsi pada status gizi baik, serta
adanya kenaikan pada status gizi lebih, penurunan pada gizi kurang, kenaikan pada
gizi buruk namun tidak terlalu signifikan, ada kenaikan pada gizi lebih pada tahun
2013.
Intervensi yang telah dilakukan dan bersifat jangka pendek adalah dengan
pemberian makanan tambahan (PMT), yang selama ini telah terbukti dapat
meningkatkan status gizi balita selain intervensi pada program lain seperti
imunisasi dan kesehatan lingkungan. Intervensi pada gizi lebih saat ini belum
dilakukan secara intensif. Hanya saja jika mengikuti definisi operasional Standar
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-45
Pelayanan Minimum (SPM), yang menjadi sasaran adalah seluruh balita dari
keluarga miskin tanpa melihat status gizi balita sehingga yang terjadi adalah
peningkatan pada status gizi lebih atau gemuk.
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) bersumber dari Program Jaringan
Pengaman Kesehatan Masyarakat Miskin (PJPKMM) sangat membantu untuk
peningkatan Status Gizi pada Balita, khususnya balita pada keluarga miskin.
b. Asi Eklusif
ASI Eksklusif adalah pemberian hanya Air Susu Ibu (ASI) saja pada bayi
tanpa tambahan makanan/minuman lain kecuali obat/vitamin/mineral sejak lahir
sampai bayi berusia 6 bulan. Bayi dikatakan mendapatkan ASI Eksklusif bila pada
saat survey dilakukan masih diberi ASI secara eksklusif.
Pada Lampiran Tabel 1.10 dapat dilihat Cakupan ASI Eksklusif
Perpuskesmas di Kabupaten Majalengka Tahun 2013. Pada tabel 1.10 tersebut
dapat dilihat bahwa Cakupan ASI Eksklusif tahun 2013 di Kabupaten
Majalengka berdasarkan Sasaran Riil adalah 50,5 % sedangkan
berdasarkan Sasaran Estimasi adalah 59,7%.
Dapat dilihat pemantauan wilayah setempat cakupan ASI Eksklusif
Berdasarkan Sasaran Riil Perpuskesmas di Kabupaten Majalengka tahun 2013
sebagai berikut :
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-46
Grafik 2.21
Cakupan ASI Eksklusif Berdasarkan Sasaran Ril
Di Kab. Majalengka Tahun 2013
Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa dari 32 Puskesmas, tidak ada yang
mencapai mencapai lebih dari 90%.
c. Ibu Hamil KEK, Ibu Hamil Anemia dan Cakupan Pemberian Tablet Fe3
Bumil KEK adalah ibu hamil yang mempunyai ukuran lingkar lengan atas
(LILA) < 23,5 cm hasil pengukuran menggunakan pita LILA. Parameter yang
digunakan adalah jumlah Bumil KEK yang dihitung setiap bulan dan dan
prevalensi Bumil KEK yang dihitung setiap tahun. Prevalensi Bumil KEK adalah
persentase jumlah bumil KEK dibandingkan dengan jumlah bumil yang ada di
wilayah kerja.
Bumil KEK merupakan faktor resiko terjadinya BBLR. Bumil KEK
dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat bila prevalensi > 10%.
Pada tabel 1.11 dapat dilihat Laporan Bumil KEK Perpuskesmas di
Kabupaten Majalengka tahun 2013. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa
Prevalensi Bumil KEK pada tahun 2013 adalah 3,3 %.
Pada grafik di bawah ini dapat dilihat Pemantauan Wilayah Setempat
Prevalensi Bumil KEK Perpuskesmas di Kabupaten Majalengka Tahun 2013
sebagai berikut :
Grafik 2.22
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
Maja
Bantaru
jeg
Cingambul
Talaga
Rajagalu
h
Sindang
Salagedang
Mala
usma
Panyingkiran
Jatitu
juh
Sukahaji
Kadipaten
Jatiw
angi
Leuw
imundin
g
Ligung
Maja
lengka
Kertajati
Warin
gin
Sumberja
ya
Banjara
n
Kasokandel
Loji
Lemahsu
gih
Marg
ajaya
Cigasong
Cikijing
Sindangwangi
Sukamuly
a
Balida
Argapura
Munjul
Panongan
Kabupaten
89.6
81.8
78.175.9 75.7
68.7 68.4 67.466.0
64.362.1
60.1
56.754.1
49.746.5 46.4
45.043.0
40.5 40.4 39.4 39.4 39.2
34.7 34.4
29.2 28.6
23.9 23.8
19.0 18.8
Target: Asi Eklsusif 90%
50.5
II-47
PWS Prevalensi Bumil KEK
Di Kab. Majalengka Tahun 2013
Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa dari 32 Puskesmas di Kabupaten
Majalengka pada tahun 2013 semuanya prevalensi Bumil KEK < 10%.
Pada grafik di bawah ini dapat dilihat prevalensi Bumil KEK dari tahun
2006 sampai tahun 2013 sebagai berikut :
Grafik 2.23
Prevalensi Bumil KEK
Di Kab. Majalengka Tahun 2006-2013
Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 Prevalensi Bumil
KEK berada di bawah ambang batas.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
Waring
in
Sinda
ng
Munjul
Kerta
jati
Pany
ingkir
an
Rajaga
luh
Leuw
imun
ding
Lem
ahsu
gih
Cigaso
ng
Suka
haji
Banja
ran
Sum
berja
ya
Bant
aruje
g
Pano
ngan
Sinda
ngwan
gi
Ligun
g
Kadip
aten
Loji
Malaus
ma
Argap
ura
Maja
Salag
edan
g
Jatitu
juh
Majalen
gka
Talag
a
Suka
muly
a
Marga
jaya
Jatiw
angi
Cikijin
g
Cingam
bul
Balid
a
Kaso
kand
el
Kabu
pate
n
8.3 8.3
7.06.7
5.2 5.2 5.1 5.1
4.5 4.4 4.44.1 4.0 3.9 3.8 3.7
2.9 2.8 2.7 2.5 2.42.0 1.9
1.7 1.6 1.5
0.8 0.7 0.6 0.40.2 0.2
3.2
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
6.2
5.5
8.4
3.8
2.7 2.8
3.73.2
II-48
Ibu Hamil Anemia adalah Ibu Hamil yang menderita anemia gizi besi dengan
kadar haemoglobin (Hb) Kurang dari 11,0 gram %. Parameter yang digunakan
adalah jumlah Bumil anemia yang dihitung setiap bulan dan dan prevalensi Bumil
anemia yang dihitung setiap tahun. Prevalensi Bumil anemia adalah persentase
jumlah bumil anemia dibandingkan dengan jumlah bumil yang ada di wilayah
kerja.
Bumil anemia merupakan faktor resiko terjadinya perdarahan. Dari SKRT
2001 prevalensi Bumil anemia adalah 40,1%. Bumil anemia dianggap sebagai
masalah kesehatan masyarakat bila prevalensi > 20%.
Pada tabel 1.12 dapat dilihat Laporan Bumil Anemia Perpuskesmas di
Kabupaten Majalengka tahun 2013. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa
Prevalensi Bumil Anemia pada tahun 2013 adalah 6,8%.
Pada grafik 3.13 di bawah ini dapat dilihat Pemantauan Wilayah Setempat
Prevalensi Bumil Anemia Perpuskesmas di Kabupaten Majalengka Tahun 2013
sebagai berikut :
Grafik 2.24
Prevalensi Bumil Anemia
Di Kab. Majalengka Tahun 2013
Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa prevalensi bumil anemia masih di atas
20% di Puskesmas Salagedang. Sedangkan prevalensi antara 10-20% ada di
Puskesmas Sukahaji, Waringin, Rajagaluh, Sindang, Leuwimunding, Cikijing,
Munjul, Cigasong, Argapura. Tingginya prevalensi di Puskesmas Salagedang
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
Sala
geda
ng
Suka
haji
War
ingin
Rajaga
luh
Sindan
g
Leuw
imundi
ng
Cikiji
ng
Munjul
Cigaso
ng
Argapura
Sum
berja
ya
Talaga
Bant
aruje
g
Maj
a
Sindang
wan
gi
Panongan
Kertaja
tiLo
ji
Lem
ahsugi
h
Banjar
an
Jatitu
juh
Kadip
aten
Ligung
Jatiw
angi
Maj
alengka
Mal
ausm
a
Cingam
bul
Balid
a
Kaso
kandel
Panyingk
iran
Sukam
ulya
Mar
gajaya
Kabupate
n
37.5
16.4 16.4 16.014.2 13.9 13.2
12.3 11.710.1
8.7
6.5 6.0 5.9 5.3 5.03.8 3.5 3.2 3.1 2.9 2.8 2.7 2.5 2.3
0.7 0.4 0.3 0.2 0.2 0.0 0.0
6.8
II-49
tersebut sejalan dengan deteksi dini dan pencatatan yang lebih baik dibanding
puskesmas lainnya.
Dapat di bawah ini dapat dilihat prevalensi bumil anemia di Kabupaten
Majalengka tahun 2006 sampai dengan tahun 2013 sebagai berikut :
Grafik 2.25
Prevalensi Bumil Anemia
Di Kab. Majalengka Tahun 2006-2013
Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 prevalensi bumil
anemia cenderung meningkat dibanding tahun 2012.
2.3. Tantangan Dan Peluang Pengembangan Dinas Kesehatan
2.4.1 Tantangan Dinas Kesehatan
Tantangan pertama adalah kemiskinan. Sebanyak 384.820 (23,1%)
penduduk Kabupaten Majalengka masih tergolong miskin. Analisis data Susenas
Tahun 2010 menunjukkan bahwa 20% penduduk Kabupaten Majalengka mempunyai
tingkat konsumsi dibawah US$ 1 perkapita/hari. Batas ini adalah batas kemiskinan
menurut Bank Dunia. Berikut disampaikan besar konsumsi perkapita perhari untuk
masing-masing kuintil (perlimaan) penduduk Kabupaten Majalengka yang dioleh
dari data Susenas Tahun 2010.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
5.7
7.7 7.8
2.1
5.7 5.76
6.8
Grafik 3.14 Prevalensi Bumil Anemiadi Kabupaten Majalengka
Tahun 2006 sampai dengan 2013
II-50
Tabel- 2.18. Konsumsi per Kapita RT Menurut Kuintil, 2010
Rupiah US$1 Q1 (20% Rumah Tangga) 9.308 1,0 2 Q2 (20% Rumah Tangga) 11.651 1,3 3 Q3 (20% Rumah Tangga) 14.434 1,6 4 Q4 (20% Rumah Tangga) 15.929 1,8 5 Q5 (20% Rumah Tangga) 24.971 2,8
Sumber: Susenas, 2010
No KuintilKonsumsi Perkapita
Angka-angka diatas menunjukkan bahwa 20% RT (Q1) adalah keluarga
miskin. Kemudian 60% (Q2, Q3 dan Q4) adalah penduduk yang tergolong hampir
miskin (near poor), yaitu dengan konsumsi antara US$ 1 sampai US$ 2 per kapita
per hari. Kelompok hampir miskin ini sangat rentan terhadap gejolak ekonomi
(inflasi) dan peristiwa sakit yang memerlukan biaya perawatan yang mahal.
Dibidang pendidikan, tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Majalengka
masih relatif rendah, dimana sebagian besar penduduk Majalengka (59,61%) hanya
pernah mengenyam pendidikan setingkat SD. Dari jumlah tersebut yang dapat
menamatkannya hanya sekitar 42%1.
Khusus untuk bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan melalui Badan
Litbangkes mengembangkan IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat)
yang merupakan indeks komposit terdiri dari 14 indikator.IPKM Majalengka
termasuk rendah, yaitu pada urutan ke 19 dari 25 Kabupaten/Kota di Jawa
Barat.Rata-rata IPKM di Jawa Barat adalah 0,489 sedangkan IPKM Majalengka
adalah 0,422.
Pembangunan dalam upaya mensejahterakan penduduk Majalengka telah
berlangsung dari tahun ke tahun termasuk dibidang kesehatan. Pembangunan
kesehatan terdiri dari berbagai kegiatan yang kompleks, yang berhubungan dengan
berbagai macam masalah kesehatan (mortalitas dan morbiditas), determinan
kesehatan, pilihan intervensi yang tersedia dan pelaku-pelaku yang juga sangat
beragam. Pembangunan kesehatan hanya bisa efektif dan efisien kalau direncanakan
dengan baik. Berbagai jenis perencanaan perlu dipersiapkan, termasuk rencana
jangka panjang (20-25 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan jangka pendek (1
tahun). Perencanaan pembangunan kesehatan juga harus komprehensif (meliputi
1Susenas, 2010.
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-51
berbagai masalah dan determinan kesehatan) dan juga harus holistik (meliputi semua
elemen sistem kesehatan).
Untuk merencanakan dan melaksanakan pembangunan kesehatan yang
kompleks tersebut, Pemerintah Kabupaten Majelengka memerlukan sebuah
masterplan –atau Rencana Induk– yang akan menjadi acuan bagi semua pihak: Dinas
Kesehatan dan Puskesmas, RSUD, sektor-sektor terkait, pelayanan kesehatan swasta,
LSM, perusahaan swasta dan seluruh masyarakat, dalam melaksanakan
pembangunan kesehatan secara sinkron dan terkoordinasi.
2.4.2 Peluang Dinas Kesehatan
a) Dalam UU Kesehatan 2009, disebutkan bahwa daerah hendaknya
mengalokasikan minimal 10% APBD untuk kesehatan tanpa gaji. Kalau
komponen gaji diambil dari alokasi kesehahan (75% untuk RS dan 64,1% untuk
Dinas Kesehatan), maka total anggaran kesehatan tanpa gaji adalah Rp
105.287.215.143 atau 8,4% dari APBD total. Dengan demikian realisasi
anggaran kesehatan 2011 terpaut 1,6% dibawah ketetapan UU Kesehatan 2009.
b) Prospek Perkembangan Wilayah
Pembangunan BIJB dan kawasan industri, perkantoran dan bisnis akan/sudah
dimulai dalam waktu dekat (tahun 2013). Perkembangan ini, yang untuk
sementara disebut “Aerocity”, didalamnya termasuk kawasan pemukiman dan
“central park”. Kawasan pemukiman tersebut (Sukamulya) akan dihuni oleh
penduduk pindahan dari Kecamatan Kertajati dan Sukamulya.
Selain itu, pembangunan jalan tol sudah berlangsung, yang akan
menghubungkan Majalengka khususnya Aerocity dengan Cikampek (akses
langsung ke Jakarta), dengan Kota Bandung dan Kota Cirebon. Perjalanan ke
Cikampek diperkirakan 1 jam, ke Bandung 1 jam dan ke Cirebon 20 menit.
Pembangunan Aerocity akan menjadi sentra kota modern yang membawa
pengaruh kewilayah sekitarnya. Diperkirakan kabupaten Majelengka akan
berkembang menjadi 3 strata wilayah, yaitu:
Wilayah utara/barat yang menjadi pusat Aerocity;
Wilayah tengah dengan pusatnya kota Majalengka dan lokasi poros jalan
yang berhubungan dengan Cirebon dan Sumedang; dan
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-52
Wilayah timur/selatan, dengan bukit dan pegunungan dan relatif
berkembang lebih lamban
Tabel- 5. Strata Wilayah Kabupaten Majalengka
Aerocity Kertajati Wilayah Tengah Wilayah Timur dan Selatan
(1) Kertajati (1) Palasah (1) Maja(2) Jatitujuh (2) Sumberjaya (2) Argapura(3) Dawuan (3) Lewimunding (3) Banjaran(4) Ligung (4) Sindangwangi (4) Bantarujeg(5) Kadipaten (5) Sukahaji (5) Cikijing(6) Kasokandel (6) Cigasong (6) Talaga(7) Jatiwangi (7) Panyingkiran (7) Lemahsugih
(8) Majalengka (8) Malausma(9) Rajagaluh (9) Cigambul(10) Sindang
Ada beberapa dampak yang diperkirakan akan terjadi dengan pembangunan
Aerocity tersebut, yaitu sebagai berikut:
Pembangunan industri (pabrik), kantor, pasar/toko, restoran dan pelayanan
bandara yang akan membuka lapangan pekerjaan
Migrasi penduduk dari sekitar Aero city dan dari luar Majalengka untuk
mengisi lapangan pekerjaan tersebut, yang akan menambah jumlah manusia
di kawasan tersebut
Jumlah penduduk yang bekerja di sektor formal meningkat dan ini akan
meningkatkan pula kebutuhan akan pelayanan dan program kesehatan kerja
Peningkatan kebutuhan dan permintaan akan rumah dan bahan makanan
Peningkatan kebutuhan dan permintaan terhadap pelayanan kesehatan
primer dan sekunder/tertier yang bermutu
Membuka pasar bagi produk pertanian termasuk dari pegunungan di selatan
dan timur kota Majalengka (kecamatan Cikijing, Talaga, Argapura, Ligung,
Banjaran), seperti sayur mayur, sumber karbohidrat dan protein hewani
(ternak ayam, ikan, kambing, dll).
Potensi daerah retreat (villa dan wisata alam) di lereng gunung Ciremai
akan menjadi sasaran investasi swasta maupun perorangan
Yang terakhir ini juga akan meningkatkan kebutuhan dan permintaan
terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu di kawasan tersebut (yang
sekarang relatif terbelakang).
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-53
Skenario perkembangan seperti disampaikan diatas perlu di respons dalam
masterplan kesehatan ini. Di kawasan Aerocity diperlukan fasilitas pelayanan
kesehatan primer dan sekunder yang memenuhi standar untuk sebuah kota
modern. Puskesmas yang berada ditengah kawasan Aerocity adalah
Puskesmas Sukamulya dan RS terdekat adalah RS Cideres. Kedua fasilitas
milik Pemda ini perlu di ditingkatkan infrastruktur, tenaga, manajemen dan
mutu pelayanannya.
Wilayah tengah dengan pusatnya kota Majalengka, memiliki akses ke Aerocity,
dan Cirebon serta Sumedang melalui jalan propinsi. Wilayah ini akan
berkembang dengan pola konvensional (seperti sekarang); juga dengan
percepatan akan tetapi tata ruangnya terikat pada tata ruang yang ada.
Penduduk wilayah ini juga berinteraksi dengan perkembangan Aerocity,
terutama di daerah Kadipaten dan Jatiwangi.
Wilayah selatan-timur dengan perbukitan dan gunung, dominan dengan
penduduk petani yang hidup secara tradisional. Masalah KIA, penyakit
menular, sanitasi dan air bersih merupakan masalah utama penduduk di
wilayah ini. Menurut asessment Pokja Sanitasi desa dengan sanitasi terburuk
ada di wilayah ini, sehingga program kesling dan promkes perlu diprioritaskan.
Demikian juga, banyak desa-desa dan pemukiman terpencil berada di wilayah
ini, sehingga Puskesmas dan Bidan desa perlu diberdayakan dengan
kemampuan “outreach” seperti Puskesmas Keliling, kunjungan rumah,
supervisi Posyandu, dll.
c. Prospek Perkembangan BPJS Kesehatan
UU No. 40/2011 menetapkan bahwa pada tahun 2014 nanti akan dimulai
Sistem Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverage atau UHC).
Sistem jaminan kesehetan ini akan dikelola oleh sebuah badan pelaksana
tunggal, yaitu BPJS-Kesehatan (PP No.24/2011). Sistem jaminan kesehatan
yang ada akan dilebur kedalam BPJS tersebut, yaitu peserta PT Askes (jaminan
kesehatan PNS dan keluarganya), peserta PT Jamsostek (jaminan kesehataan
tenaga kerja sektor formal), peserta Jamkesmas (jaminan kesehatan bagi
penduduk miskin –yang preminya ditanggung oleh pemerintah pusat) dan
Jamkesda (jaminan kesehatan penduduk miskin yang preminya ditanggung
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-54
pemerintah daerah). Demikian juga Jampersal, program jaminan biaya
persalinan untuk semua ibu hamil yang sekarang ditanggung oleh pemerintah
pusat, akan digabungkan dalam BPJS.
Dengan demikian BPJS akan menjadi sebuah badan yang sangat besar peranan
dan penagruhnya dalam (a) menentukan cara pembayaran penyedia pelayanan
kesehatan (PPK), (b) menentukan standar pelayanan kesehatan dan (c)
menentukan tarif pelayanan kesehatan. Jadi BPJS nantinya akan mempunyai
posisi tawar-menawar (bargaining power) yang kuat.
PPK primer – termasuk Puskesmas dan Bidan akan dibayar dengan cara “Fee
for service” (FFS) atau cara kapitasi. Sedangkan PPK sekunder –yaitu
pelayanan rujukan di RS– akan dibayar dengan cara kelompok diagnosis yaitu
DRG (Diagnostic Related Group) atau disebut juga CBG (Case Based Group).
Prospek perkembangan BPJS perlu diantisipasi oleh sistem kesehataan di
Kabupaten Majalengka dengan baik, terutama dalam mempersiapkan PPK
(Bidan, Puskesmas dan RSUD).
d. Analisis Lingkungan Internal Dan Eksternal (Analisis SWOT)
Hasil analisis Duapuluh isu utama (frekuensi tinggi) dalam masing-masing
kelompok lingkungan tersebut disampaikan dalam tabel berikut.
Tabel- 6. Ringkasan Score Hasil Analisis SWOT
No Dimensi ScoreAdjusted score
(max=1)Adjusted score
(max=4)Total adj. Score
Internal Total adj. Score
External1 Kekuatan 27 0,01 0,06 1,262 Kelemahan 529 0,3 1,23 Peluang 741 0,42 1,68 2,754 Hambatan 471 0,27 1,07
1.768 1 4Total
Secara keseluruhan hasil analisis tersebut menunjukkan (1) kekuatan internal
kesehatan tidak besar, (2) banyak kelemahan, (3) padahal peluang diluar
cukup besar dan (4) banyak pula hambatan eksternal yang dihadapi. Ringkasan
skor untuk masing-masing dimensi analisis tersebut adalah sebagai berikut:
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-55
Gambar- 2.1 . Matriks SWOT2
Analisis matriks seperti disampaikan diatas menunjukkan bahwa sistem kesehatan berada pada posisi bertahan dan memperkuat diri dengan lingkungan eksternal yang memberikan peluang sekaligus hambatan.Dari hasil analisis SWOT seperti disampaikan diatas dapat disimpulkan bahwa strategi umum pembangunan kesehatan kabupaten Majalengka selama 2014 -2018 adalah sdebagai berikut:
1. Pada tahap awal adalah mempertahankan kinerja yang ada, memperkuat Sistem Kesehatan, dan menangkap berbagai peluang;
2. Pada tahap akhir memacu kinerja untuk mewujudkan Visi yang telah ditetapkan.
2 - sel VI, VII dan IX adalah posisi lemah dan mempertahankan eksistensi - sel III, V dan VII adalah posisi bertahan dan memperkuat diri - sel I, II dan IV adalah posisi untuk secara agresif memacu kinerja
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-56
Tabel- 2.21 Hasil Evaluasi Lingkungan Internal dan EksternalKekuatanNo Kekuatan Frekuensi Skor
1 UKM sudah menjadi prioritas 6 7,42 Regulasi yang mendukung 4 3,33 Dana BOK tersedia untuk Operasional Puskesmas 3 1,94 Alat transportasi mencukupi 3 1,95 Semangat nakes yang tinggi/ disiplin 3 1,86 Pembayaran melalui Jamkesmas 3 1,07 Adanya peraturan yang jelas tentang jam kerja 2 0,98 Supervisi dan Monev berjalan 2 0,99 Penyusunan anggaran sudah baik 2 0,9
10 Karyawan kompak bekerjasama 2 0,911 Juklak dan juknis tersedia 2 0,912 Obat dan bahan medis tersedia cukup 2 0,913 Perda tar 1 0,314 Perda tarif/SOTK sudah ada 1 0,215 Puskesmas dan Pustu sudah cukup baik 1 0,216 Administrasi dan manajemen yang baik 1 0,217 Organisasi dan manajemen yang baik 1 0,218 SP3 berbasis komputer untuk SIK sudah berjalan 1 0,219 UKP berjalan baik 1 0,220 BLUD sudah mulai berjalan di RS 1 0,2
25,6
KelemahanNo Kelemahan Frekuensi Skor
1 SDM Kesehatan dan non kesehatan kurang 16 135,52 Dana kurang 11 79,83 Obat dan bahan medis tidak sesuai dengan amprahan 10 70,64 Administrasi dan manajemen belum optimal 6 40,35 SIK belum berfungsi dengan baik 6 38,36 Penugasan SDM tidak sesuai dengan pendidikan 5 35,07 UKM tidak sinergi dengan lintas program dan lintas sektor 5 30,88 Profesionalisme SDM 2 12,59 Banyak program yang tidak sesuai kebutuhan 2 11,8
10 Sarana Prasaran kurang 1 7,211 Minim pelatihan 1 7,212 Dana belum terealisasi secara penuh 1 7,013 Dana yang digunakan tidak sesuai dengan masalah yang dihadapi 1 6,914 Kinerja tenaga PKM tidak optimal 1 6,915 Keterbukaan manajerial 1 6,916 Panjangnya birokrasi dan sistem prosedur 1 6,917 Tidak Fokus pada kegiatan 1 6,918 Pencatatan pelaporan masih lemah 1 6,919 Kepatuhan SPO masih kurang 1 6,920 Belum ada SOP untuk kesmas di PKM 1 6,9
528,8
Total
Total
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-57
PeluangNo Peluang Frekuensi Skor
1 Kerjasama lintas sektor yang baik 19 156,92 Kebijakan dan komitment pemerintah daerah (bappeda) sudah memadai 15 107,43 masyarakat masih dapat dimobilisasi (kooperatif) dan potensi masy lainnya 10 73,54 industri bisnis akan meningkat karena pembangunan: lapangan kerja 10 68,45 Kebijakan nasional mendukung pembangunan kesehatan 8 59,16 Sarana Transportasi mencukupi (termasuk akses mudah) 7 46,17 Kemudahan komunikasi dan informasi 7 44,98 LSM dan CSR dalam pembangunan kesehatan 5 29,79 Kebijakan global yang mendukung 4 25,5
10 SDM dengan tingkat pendidikan yang memadai 3 19,611 Letak geografis yang mendukung 3 16,612 beasiswa untuk tenaga kesehatan (dari pihak luar dan dari kemkes) 2 13,413 Jumlah sarana swasta yang meningkat 2 13,214 Lingkungan alam yang sehat 2 13,015 Pembangunan bandara dan jalan tol mendorong kemajuan 2 14,316 Pertumbuhan ekonomi membaik 2 12,417 Letak geografis yang mendukung 1 7,118 adanya konsultan yang handal dalam menyusun renstra 1 6,719 pendanaan promotif dan preventif dari BOK sudah cukup besar 1 6,920 Berlakunya UU SJSN tahun 2014 1 6,4
741,2
HambatanNo Hambatan Frekuensi Skor
1 Lingkungan geografi sebagian wilayah yang cukup sulit 8 54,52 Masih ada budaya masyarakat yang negatif untuk kesehatan 11 41,63 Kesenjangan sosial meningkat mendorong kriminalitas dan kekerasan 4 29,04 Pengetahuan masyarakat sangat kurang akibat promkes tidak jalan 4 29,05 Transportasi belum baik di sebagian wilayah 4 28,96 Jalan menuju tempat kerja yang jelek di wilayah Puskesmas 4 27,67 Pembangunan BIJB merupakan tantangan bagi kesehatan 3 26,88 Informasi ilmu terbaru masih kurang 3 21,69 Meningkatnya indutri membawa danpak negatif terhadap kesehatan 3 21,4
10 Target PAD tinggi sedangkan retribusi digratiskan 2 21,111 Pendidikan masyarakat relatif masih rendah 2 20,412 Pendataan masyarakat miskin yang tidak akurat 1 19,713 Rendahnya kesejahteraan 1 19,114 Pejabat kurang tanggap dalam UKM 1 18,815 Reformasi birokrasi berjalan lamban 1 18,616 Peran serta masyarakat masih kurang 1 17,617 Komitmen terhadap capaian MGGs masih kurang 1 15,318 Regulasi: Perda tertinggal mengatasi perubahan-perubahan 1 14,419 Political will untuk kesehatan belum tumbuh 1 13,820 Pemanfaatan potensi swasta/ CSR belum optimal 1 12,8
471,7
Total
Total
RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, Tahun 2014-2018 II-58