03MKpI2010 RENSTRA 2010-2014

download 03MKpI2010 RENSTRA 2010-2014

of 50

Transcript of 03MKpI2010 RENSTRA 2010-2014

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 /M/Kp/I/2010 TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI TAHUN 2010-2014 MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional memerintahkan pimpinan Kementerian menyiapkan rancangan Rencana Strategis Kementerian (Renstra) sesuai dengan tugas dan fungsinya dengan berpedoman pada Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) Nasional; b. bahwa dalam rangka menjamin konsistensi pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagaimana dimaksud pada butir a di atas, perlu menetapkan Keputusan Menteri Riset dan Teknologi tentang Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010-2014; Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 84; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4219); 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421); 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara

Republik Indonesia tahun 2004 Nomor 45; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4402); 4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014); 5. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabinet Bersatu II; 6. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP); 7. Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 02/M/PER/III/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Riset dan Teknologi sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 06/M/PER/VII/2006; MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI TENTANG RENCANA STRATEGIS KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2010-2014. Rencana Strategis Kementerian Riset dan Teknologi Tahun 2010-2014 yang selanjutnya disebut Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 sebagaimana terdapat dalam lampiran ini dan merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dalam keputusan ini. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 merupakan panduan dalam melaksanakan penyusunan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan Kementerian Riset dan Teknologi. Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : Jakarta Pada tanggal : 29 Januari 2010 MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA, TTD. SUHARNA SURAPRANATA

PERTAMA

:

KEDUA

:

KETIGA

:

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 2010 - 2014

Jakarta 2010

BAB I PENDAHULUAN

Pembangunan

Nasional yang dicitakan dalam Kabinet Indonesia Bersatu II (KIB II) Semangat

diwarnai dengan semangat manajemen nasional dengan tag-line:change and continuity,

debottlenecking, acceleration and enhancement, unity-together we can .

mengusung perubahan dan berkelanjutan, memperlancar seluruh saluran komunikasi dan pelaksanaan kegiatan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan. Percepatan dan pemacuan menganut prinsip bahwa jika dilakukan secara bersama, tentunya kita bisa menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara yang kita cintai ini. Semangat ini mencerminkan dinamika, keharmonisan, kecepatan, dan kebersamaan dalam manajemen pemerintahan untuk menyongsong masa depan yang lebih baik. Suatu deklarasi itikad luhur untuk melancarkan jalan bagi keamanan, keadilan, demokrasi dan kesejahteraan, dimana dicitakan pembangunan ekonomi yang berlandaskan pada keunggulan daya saing, kekayaan sumber daya alam, sumber daya manusia dan budaya bangsa yang dikelola melalui penguasaan Iptek yang memadai. Sesuai dengan semangat di atas, perubahan keempat UUD 1945 Pasal 31(5), mengamanatkan Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai engine of

tomorrow mempunyai peran penting bagi pencapaian kemajuan bangsa dan kesejahteraanrakyat. Pembangunan Iptek hanya akan memberikan kontribusi nyata terhadap pembangunan nasional dalam upaya meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, jika produk yang dihasilkan bisa didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atau dapat menjadi solusi bagi permasalahan nyata yang dihadapi pemerintah maupun masyarakat. Keberhasilan pembangunan Iptek yang telah dicapai pada periode 2004-2009 merupakan langkah awal bagi keberhasilan yang lebih besar dan menyeluruh yang diharapkan akan tercapai pada periode 2010-2014. Untuk itu perlu digali dan dilakukan pendekatan serta strategi lanjutan dalam rangka mewujudkannya.

Renstra Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) ini diturunkan dari RPJP, RPJMN, Visi, Misi, Agenda dan 11 program Prioritas Nasional KIB II, dan Kontrak Kinerja Menristek. Program Kemeterian Riset dan Teknologi disusun untuk menjamin kontinuitas dan konsistensi program pembangunan Iptek, sekaligus menyelesaikan masalah dan kendala yang belum sepenuhnya tertangani pada periode 2004-2009 serta mengantisipasi dan mengatasi permasalahan yang diperkirakan akan timbul pada lima tahun kedepan. Program Kementerian Riset dan Teknologi dirancang untuk meningkatkan peran dan kemampuan Kementerian dalam mendorong dan menghela pembangunan Iptek nasional yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan riil masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemajuan peradaban. Ini dapat dicapai apabila terwujud sebuah sistem yang memungkinkan terjadinya proses inovasi secara menyeluruh, yaitu sistem yang tidak hanya dapat memperkuat proses pengembangan Iptek, tetapi juga dapat menjembatani dan mengarahkan agar hasil-hasil pengembangan Iptek ini dapat termanfaatkan oleh pihak-pihak yang membutuhkannya. Karena itulah program pembangunan Iptek ke depan diarahkan untuk mewujudkan sebuah Sistem Inovasi Nasional (SINas) yang berbasiskan kepada Sistem Nasional Iptek (Sisnas Iptek). Hal itu diwadahi dalam Renstra yang memayungi program serta menetapkan strategi dan kebijakan umum untuk merealisasikannya. Program disusun berlandaskan visi dan misi yang berpandangan jauh ke depan sesuai dengan dinamika lingkungan strategis dan paradigma pembangunan Iptek masa mendatang. Renstra Kementerian Riset dan Teknologi 2010-2014 bersifat mengikat ke dalam internal KRT dalam aspek perumusan kebijakan nasional tentang litbang Iptek, koordinasi pelaksanaan kebijakan dan sinkronisasi program, termasuk di dalamnya monitoring dan evaluasi yang akan disampaikan kepada Presiden sesuai dengan tupoksinya.

1.1.

Kondisi Umum

Dengan kekayaan alam yang melimpah dan potensi SDM yang besar, disertai penguasaan Iptek yang maju, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi bangsa adi kuasa di dunia sebagaimana telah dibuktikan dalam sejarah. Secara umum cara pandang kita terhadap penguasaan Iptek masih bersifat parsial, dengan mengesampingkan upaya yang sistematis untuk menjadikan Iptek benar-benar sebagai mesin bagi pembangunan nasional. Karenanya sangat dibutuhkan upaya nasional yang melibatkan seluruh stake-holder Iptek untuk mencapai tingkat penguasaan Iptek yang dapat memberikan nilai tambah tinggi bagi proses perekonomian dan mencegah terjadinya disintegrasi peran Iptek dari proses pembangunan nasional.

Sebagai indikasi akan produktivitas di bidang Iptek, jumlah publikasi ilmiah di jurnal internasional hasil karya ilmuwan Indonesia selama 10 tahun dari tahun 1992-2002 adalah sebanyak 2.948 paper. Jumlah ini jauh di bawah Malaysia yang mencapai 10.674, dan hanya terpaut sedikit dibanding dengan satu Universitas Malaya (UM), Malaysia. Dari jumlah publikasi tersebut, hampir 50% berasal dari disiplin ilmu pertanian dan kedokteran, sedangkan bidang teknik yang hanya menyumbang 6.5%. Selain dari pada itu, dari total 82 jumlah paten dalam negeri yang disetujui Kantor Paten Indonesia dari tahun 2002-2005, 80% berasal dari bidang pertanian/teknologi pertanian, dan hanya 3%, atau hanya ada 3 paten selama 4 tahun yang berasal dari teknik lain dan informasi. Ironisnya jumlah ilmuwan doktor terbanyak berada di lembaga penelitian pemerintah terutama yang berkaitan dengan bidang teknik non-pertanian, dan hanya sebagian kecil saja yang berlatar belakang bidang pertanian dan kedokteran 1. Dari data ini paling tidak bisa diajukan dua tesis penting: pertama, bahwa kemajuan Iptek hanya bisa dicapai apabila pengembangan Iptek dilakukan sejalan dengan pemecahan masalah riil secara langsung (demand-driven). Kedua, bahwa ilmuwan yang terkonsentrasi di lembaga penelitian non-Kementerian (LPNK) belum terlibat secara nyata dalam aktifitas penerapan Iptek untuk pembangunan nasional. Keterkaitan technology-supply and demand menjadi hal yang penting dalam upaya pengembangan teknologi. Bisa dipahami kenapa bidang pertanian dan kedokteran termasuk bidang yang paling maju kontribusi ilmiahnya dibanding dengan bidang lain manapun di Indonesia, karena kedua bidang ini secara langsung berkaitan dengan permasalahan riil masyarakat, dengan kata lain karena keterkaitan yang baik antara sisi pemasok dan pengguna Iptek. Di bidang lain, terutama teknik dan rekayasa, permasalahannya bukan terletak pada sisi supply. Tetapi lebih pada sisi demand serta upaya 'menjembatani' kedua sisi itu yang tidak optimal, sehingga keterkaitan yang erat antara keduanya tidak terbangun. Kebutuhan akan teknologi bagi dunia industri, yang masih terkonsentrasi pada low-tech dan medium-tech, sangat besar dan terus membesar. Hanya saja kebutuhan itu selama ini hanya bisa dipenuhi dari produk impor. Upaya menjembatani sisi supply dan demand dilakukan dalam sebuah sistem yang dikenal dengan Sistem Inovasi Nasional, yaitu sebuah jaringan rantai pemasok teknologi (technology supply chain) yang mengaitkan antara institusi publik pemasok teknologi dan sektor swasta pengguna teknologi dalam suatu wilayah nasional (SINas) atau daerah (SID) yang berinteraksi secara koheren dalam lingkup kegiatan memproduksi pengetahuan,

1

Data LIPI tahun 2004

menerapkan dan mendiseminasikan hasilnya, sehingga menumbuhkan manfaat nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Keberhasilan membuat jembatan yang menghubungkan sisi demand dan supply teknologi antara industri serta lembaga pengguna Iptek dengan lembaga litbang Iptek menjadi kunci penting bagi kemajuan Iptek nasional. Peningkatan kebutuhan akan litbang terapan pada industri identik dengan peningkatan demand akan teknologi kepada litbang pemerintah maupun perguruan tinggi sebagai produsen teknologi. Karenanya kebijakan insentif bagi industri untuk melakukan litbang sebagaimana diterapkan di negara-negara maju menjadi sangat penting. Beberapa kebijakan pemerintah terbaru seperti pemberian insentif fiskal bagi perusahaan yang melakukan litbang terapan berbasis Iptek (PP 35/2007) dan adanya larangan ekspor bahan tambang yang tidak diolah (UU No.4/2009) adalah salah satu langkah untuk mendorong proses pertambahan nilai bagi industri yang merupakan motor penggerak demand teknologi. Kita menyadari bahwa kemampuan Iptek, terutama dalam percaturan global, masih lemah. Misalnya, dilihat dari belanja litbang, pengeluaran Indonesia sangatlah kecil. Belanja litbang per PDB Indonesia masih di bawah 0.1%, ini jauh dari rata-rata negara OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development ) yang sudah diatas 2%. Negara Asia seperti Jepang dan Korea sudah mengalokasikan anggaran di atas 3%, sementara China sekitar 1.5%. Bahkan jika dibanding dengan negara ASEAN pun, belanja litbang Indonesia masih jauh lebih rendah, di mana Singapore sudah mencapai di atas 2% dan Malaysia sekitar 0.5%. Sumber pembiayaan belanja litbang Indonesia sebagian besar (>70%) masih berasal dari anggaran pemerintah dan pelaksana litbang pun hampir seluruhnya merupakan institusi pemerintah. Ini berbeda dengan negara-negara maju pada umumnya, dimana belanja litbang sebagian besar bersumber dari dunia usaha/industri dan pelaksana litbang juga banyak dari dunia usaha. Dari kondisi ini dapatlah dimengerti bahwa aktivitas litbang di Indonesia masih didominasi oleh sektor pemerintah, akibatnya belum mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembangunan perekonomian nasional. Intensitas sumberdaya manusia Iptek Indonesia juga masih jauh lebih rendah dibanding dengan negaranegara Asia lain. Jumlah personil litbang Indonesia baru mencapai 1 per 10.000 penduduk. Angka ini jauh di bawah Malaysia dan Thailand yang mencapai sekitar 6 per 10.000 penduduk, sementara Singapura sudah mencapai hampir 70 per 10.000 penduduk. 2

2

IMD 2009

Meskipun kondisi sumberdaya Iptek yang masih terbatas, beberapa usaha dan capaian di bidang pengembangan Iptek telah dihasilkan melalui 4 (empat) program di dalam 6 (enam) bidang fokus pembangunan Iptek selama kurun waktu 2004-2009. Di bidang pangan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah berhasil mengembangkan dan melepas beberapa varietas unggul padi hibrida, varietas unggul jagung dan kedelai. Untuk mendukung diversifikasi pangan, telah pula dikumpulkan cadangan plasma nutfah untuk talas, ubi kayu, dan telah dikembangkan bibit unggul hasil rekayasa genetika pisang, kedelai, kacang hijau, manggis, nenas, dan pepaya. Telah dikembangkan juga teknikteknik pemuliaan ternak untuk mendapatkan varietas sapi unggul dan vaksin untuk ternak untuk mencegah penyakit cacing hati, serta Kit Radioimmunoassay (RIA) untuk membantu keberhasilan proses inseminasi buatan, dan berbagai suplemen pakan ternak multi nutrisi. Dalam rangka mengembangkan energi baru dan terbarukan, atas koordinasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah berhasil dikembangkan teknologi rancang bangun biofuel, PLTB 25 kW, PLTU mulut-tambang, eksplorasi migas lepas pantai, dan survey laut untuk eksplorasi-mineral, serta pemanfaatan bijih besi lokal utuk bahan baku industri baja. Di samping itu di BPPT telah dikembangkan pula pemanfaatan fuel grade ethanol sebagai bahan bakar di sektor transportasi, dan saat ini telah dilakukan sertifikasi produkproduk Fuel Grade Ethanol (FGE) serta Gasohol E-10 dan Gasohol E-20. Selanjutnya telah dikembangkan pula teknologi pengolahan minyak nabati berbasis biji jarak untuk subtitusi BBM termasuk alat press biji jarak yang mudah diterapkan. Di bidang transportasi, di BPPT juga telah dikembangkan teknologi Boogie kereta duorail dan monorail pada kecepatan medium dan tinggi, teknologi persinyalan dan sistem peringatan otomatis penutup pintu perlintasan kereta api, Rail Fastening untuk memperkuat dudukan rel pada bantalan kayu. Juga telah berhasil dikembangkan Kapal Bersayap dengan Efek Permukaan (Wing-in-Surface Effect Ship WISE). Di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah berhasil dikembangkan aplikasi IGOS (Indonesia Go Open Source) yang siap dimanfaatkan untuk kebutuhan administrasi. Saat ini aplikasi berbasis open source tengah dikembangkan untuk keperluan-keperluan penelitian seperti pengolah sintesis DNA, simulasi protein, dan sebagainya. Selain itu, telah berhasil dikembangkan rangkaian penerima Chip Wimax, suatu sistem komunikasi generasi modern dengan frekuensi 2.3 GHz dan 3.3 Ghz, serta sistem Technical Assistance Pengembangan E-

Government, paket aplikasi SIMDA.

Sementara itu, dalam bidang teknologi pertahanan dan keamanan atas koordinasi KRT dan kerjasama BPPT-PT. PINDAD telah berhasil dikembangkan Panser 6x6 yang dapat mengangkut sampai 13 personil tempur dan Panser 4x4 untuk mengangkut 12 personil, disain dan contoh awal senjata berpeluru karet kaliber khusus spesifik POLRI, amunisi gas air mata kaliber 38 mm dan geranat gas air mata untuk pengendalian kerusuhan massa, alat komunikasi yang dinamakan Alkom (Alat Komunikasi) Tactical Radio HF Spread Spectrum

Frequency Hopping yang berbasis teknologi digital hopping, digital voice dan pengacakansuara (voice encryption), radio jammer untuk mengganggu sistim komunikasi musuh dan sekaligus dapat digunakan untuk mengetahui posisi (lokasi) musuh, transponder sasaran torpedo latih yang dapat mendeteksi dan menelusuri kapal selam di sekitar Kapal Atas Air; pesawat udara tanpa awak (PUNA), Blast Effect Bomb (BEB) yang merupakan bom latih yang memberikan efek suara ledakan keras seperti bom tajam. Dalam rangka menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), BAKOSURTANAL telah melakukan demarkasi dan deliniasi di wilayah perbatasan antara RI-Malaysia, RI-Papua Nuginia (PNG) dan RI-Republik Demokratik Timor Leste (RDTL) serta menyusun peta batas wilayah NKRI. Hasil yang baik juga terlihat dalam bidang kesehatan dan obat. Di Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) terutama telah dikuasai perangkat teknologi nuklir untuk penanggulangan penyakit kanker dan infeksi bakteri. Di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah dikembangkan protein human EPO yang saat ini akan memasuki uji klinis, interferon I-2a yang sering digunakan sebagai anti viral dan anti kanker, produk herbal menjadi bahan baku obat kardiovaskuler, hepatitis, diabetes, anti trombosit, anti malaria (artemisinin dan analognya), anti oksidan, anti kanker, anti kolesterol, dan anti tuberkulosis. Di samping itu Indonesia telah membangun kemampuan untuk mengembangkan Vaksin Flu Burung sendiri.

1.2. Lingkungan Strategis Dinamika perubahan lingkungan strategis khususnya lingkungan global adalah proses yang tidak dapat dihindari oleh bangsa Indonesia yang merupakan bagian dari tata kehidupan global, karena globalisasi adalah fenomena sejagad yang sudah kita masuki, dan tidak dapat kita tarik kembali. Secara eksternal faktual Indonesia merupakan bagian dari tata kehidupan global. Indonesia tidak dapat lepas dan mengisolasi diri sebagai sistem tertutup terhadap globalisasi. Bangsa Indonesia sudah memasuki dan terbuka terhadap arus global. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa revolusi 3T yaitu perubahan radikal dalam transportasi, telekomunikasi, dan tourisme yang mengabaikan batas wilayah negara. Arus barang, jasa, orang, informasi, dan investasi semakin cepat dan

mengakibatkan perubahan yang sangat cepat terhadap tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia. Berkembangnya teknologi informasi mengakibatkan hampir tidak ada hambatan bagi penduduk dunia untuk melakukan interaksi satu dengan lainnya, arus informasi baik positif maupun negatif begitu cepat sampai kepada rakyat Indonesia. Revolusi transportasi dan telekomunikasi telah mengakibatkan mobilitas penduduk dunia yang tidak lagi mengenal batas wilayah yang berdampak pada adanya masalah-masalah pertahanan dan keamanan di wilayah perbatasan. Arus globalisasi memberikan dampak baik positif maupun negatif yang berakibat adanya transformasi baik di bidang idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan keamanan. Bila dicermati keterkaitan antara kejadian di lingkup global dengan kejadian di lingkup regional maupun nasional, demikian pula dengan hubungan antara negara-negara yang terletak dalam satu kawasan maupun antar kawasan, baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap proses yang terjadi di suatu negara. Dalam kaitan dengan upaya peningkatan pembangunan Iptek nasional, perubahan lingkungan strategis menjadi sangat penting, karena akan menentukan pilihan strategi dan upaya-upaya yang diambil. Mengikuti perkembangan Iptek, khususnya teknologi informasi, arus globalisasi menimbulkan peningkatan arus barang, jasa dan orang - termasuk Iptek yang masuk dan keluar dari wilayah kita. Proses globalisasi, yang ditandai dengan meningkatnya saling ketergantungan yang berlangsung begitu cepat di antara negara-negara, selain membawa peluang juga mengandung tantangan. Berkat kemajuan teknologi informasi dan komunikasi serta peningkatan arus perdagangan dan keuangan internasional, berbagai negara, perusahaan dan lembaga baik di pusat maupun di daerah, khususnya yang memiliki kemampuan dan sarana penunjang, dapat memperluas jangkauan pengaruh pasarnya hingga menjangkau bagian lain dunia dengan cara yang jauh lebih ekonomis dan singkat. Berkaitan dengan pembangunan Iptek nasional, UNDP dalam Human Development

Report (2001) memperkenalkan konsep global technology hub atas inovasi teknologi, yangdidefinisikan sebagai lokasi yang paling aktif di dalam era digital dalam pengembangan inovasi teknologi. Berdasarkan survei oleh UNDP tahun 2000 terhadap pemerintah lokal, industri dan media, lokasi inovasi diranking dari 1 - 4 untuk 4 bidang besar:

a. Kemampuan lembaga riset dan universitas untuk melatih pekerja ahli ataumengembangkan teknologi.

b. Keberadaan

perusahaan

yang

mapan

atau

perusahaan

multinasional

dalam

menumbuhkan keahlian dan stabilitas ekonomi.

c. Populasi para enterpreneur untuk bergerak memulai perusahaan ventura baru. d. Kemampuan modal ventura untuk menjamin, bahwa ide-ide teknologi baru dapat masukke pasar.

Dari survei tersebut dideteksi 46 teknologi hub di seluruh dunia. Dari 10 besar (nilai di atas 13) pertama 5 hub (pusat inovasi) berada di AS (Silicon Valley, Boston, Raleigh-DurhamChapel Hill, Austin, San Fransisco). Nilai sempurna (nilai 16) dimiliki oleh Silicon Valley, AS. Benua terbanyak memiliki hub adalah Amerika (16), menyusul Eropa (15) dan Asia (11). Halhal yang menarik adalah data berdasarkan benua, ternyata Kuala Lumpur (Malaysia) dan Singapura termasuk 2 dari 10 hub di Asia. El Ghazala, Tunisia juga termasuk salah satu dari hub global ini. Perkembangan global penting di negara-negara yang berpengaruh dalam bidang Iptek yang berhubungan dengan Indonesia perlu diungkap. Salah satunya adalah China. Perkembangan China dalam menyerap investasi berbagai negara besar sangat mengagumkan. Pembangunan infrastruktur ekonomi, SDM yang berlimpah dan murah, iklim investasi yang ramah membuat China menjadi salah satu negara yang sangat efisien bagi industri manufaktur. Produk-produk industri China membanjiri pasar global termasuk Indonesia, dengan harga yang relatif murah. Kemajuan Iptek China juga tumbuh dengan sangat luar biasa. Tiga lokasi global hub inovasi teknologi dimiliki China yakni Taipei, Hsinchu dan Hong Kong. Taipei menempati peringkat 10 di atas Bangalore dan satu tingkat di bawah San Fransisco. Indonesia memiliki hubungan dengan Taiwan sebatas hubungan ekonomi, perdagangan, investasi dan sosial budaya sesuai dengan kesepakatan ketika pemulihan hubungan diplomatik 1990. Taiwan adalah partner dagang dan investor yang cukup signifikan kontribusinya terhadap pembangunan Indonesia, termasuk wisatawannya. Taiwan juga memiliki kemampuan high-tech yang diperlukan oleh Indonesia dalam kerangka transfer teknologi. Pengaruh global lain adalah Jepang yang merupakan mitra dagang terbesar Indonesia. Hingga tahun 2005, volume perdagangan kedua negara mencapai US$25 milyar (ekspor US$ 18 milyar, impor US$ 7 milyar dengan surplus US$ 11 milyar). Masuknya bantuan pemerintah Jepang diikuti oleh masuknya investasi dari kalangan swastanya. Sampai sebelum kemunculan China selaku sasaran investasi Jepang, Indonesia masih merupakan tujuan utama investasi Jepang di Asia. Sejak 1967 hingga 2005, investasi Jepang terkonsentrasi di sektor manufaktur

non-migas, sehingga memberikan manfaat langsung bagi Indonesia, karena meski padat modal, namun bersifat padat karya dengan teknologi bervariasi mulai dari menengah sampai teknologi tinggi (alas kaki, tekstil, pakaian jadi, kulkas, radio/tape recorder, vcd/dvd player,

microwave, televisi, sepeda motor, mobil, dll). Sementara investasi negara maju lainkebanyakan terkonsentrasi hanya di sektor migas, yang padat modal dan teknologi tinggi, namun tidak padat karya. India sangat mendorong pengembangan industri jasa dan informasi teknologi yang terpusat di Bangalore. Dengan kemampuan outsourcing dan pemrosesan data yang dimiliki, Bangalore bahkan disebut-sebut sebagai Silicon Valley kedua. Sumber daya manusia bidang teknologi informasi yang melimpah di India membuat Bangalore menempati posisi 11 dari peringkat global hub inovasi Iptek yang disusun UNDP (2001). Secara khusus, bidang-bidang kerjasama antara Indonesia dan India meliputi kerjasama politik dalam bentuk dukungan di berbagai bidang, pertahanan dan keamanan, ekonomi, sains dan teknologi dalam bentuk kerjasama teknologi ruang angkasa, tenologi nuklir, satelit, bioteknologi, kerjasama teknik lainnya dalam bentuk beasiswa, pendidikan dan pelatihan di berbagai bidang. Seluruh kerjasama ini dibicarakan dan disepakati dalam wadah Forum Konsultasi Bilateral dan Komisi Bersama antara Indonesia dan India yang telah dimulai sejak tahun 2003. Kerjasama yang perlu ditingkatkan adalah pada bidang-bidang strategis (seperti pertahanan keamanan, energi, ekonomi, Iptek dan pendidikan) dan tidak hanya terjebak dalam tataran teknis/sektoral seperti yang telah dicapai selama ini. Untuk dapat mencapai kepentingan di bidang-bidang strategis tersebut, Indonesia harus mampu memanfaatkan kerjasama bilateral dan regional secara lebih efektif. Dalam lingkup regional lembaga multilateral yang perlu dicermati adalah ASEAN. Indonesia berpandangan bahwa ASEAN merupakan salah satu soko guru politik luar negerinya. Bagi Indonesia, kawasan Asia Tenggara yang stabil, aman, damai dan kondusif ditinjau dari berbagai aspek merupakan modal dasar yang penting untuk pembangunan di dalam negeri. Hal ini sejalan dengan pendekatan lingkaran-lingkaran konsentris yang digunakan oleh Indonesia dalam menjalankan politik luar negerinya. Perihal kepemimpinan Indonesia di dalam ASEAN, dapat dikemukakan bahwa berdasarkan kondisi objektif, potensi kepemimpinan Indonesia di kawasan Asia Tenggara masih tetap besar. Namun Indonesia berkeyakinan bahwa kepemimpinan yang bijak adalah kepemimpinan yang tidak dipaksakan, melainkan yang diraih melalui kualitas diplomasi dan kontribusi konkrit Indonesia kepada kawasan Asia Tenggara. Dalam kaitan ini, dapat dikatakan bahwa sejak 1997/1998, dengan dicurahkannya perhatian pada proses reformasi politik dan penanggulangan krisis ekonomi dalam negeri, telah terdapat dampak yang kurang menguntungkan terhadap peran Indonesia

dalam ASEAN. Namun demikian, seiring dengan pemulihan kondisi dalam negeri, maka dalam kurang lebih dua tahun terakhir, Indonesia telah mampu meningkatkan kembali perhatiannya kepada ASEAN. Upaya-upaya untuk meningkatkan peran Indonesia di ASEAN akan terus dikembangkan. Dengan perkembangan Iptek di negara tetangga yang sudah cukup maju, seperti di Singapura dan Malaysia - dua negara ini termasuk sebagai lokasi global hub inovasi teknologi Indonesia perlu lebih menyadari ketertinggalannya. Kesadaran ini penting untuk memacu semangat untuk bersaing secara positif dengan negara tetangga. Bila tidak, maka nilai tambah dari sumber daya alam (SDA) yang melimpah di negara kita akan lebih banyak dinikmati oleh negara tetangga tersebut melalui jasa teknologi. Belum lagi dengan akan berlakunya Pasar Bebas ASEAN 2015, tekanan kompetisi dalam regional ini semakin tinggi. Bila tidak disikapi dengan penuh keseriusan, maka bangsa kita akan tertinggal dan hanya akan mendapat beban dan kerugian dari dibukanya Pasar Bebas ASEAN tersebut. Bagi Negara berkembang, globalisasi menawarkan perspektif baru bagi integrasi ekonomi dan kemungkinan perbaikan kinerja ekonomi, antara lain:

Multilateralisme: Merupakan forum terbaik untuk menangani berbagai permasalahanglobal. Untuk itu, berbagai upaya global telah dilakukan di berbagai forum seperti PBB, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan lembaga-lembaga Bretton Woods (Bank Dunia dan IMF). Telah di sepakati berbagai agenda pembangunan global seperti UN

Millenium Development Goals (MDGs), WTO Doha Developtment Agenda, the Monterrey Consensus on Financing for Development maupun Johannesburg Declaration on Sustainable dan Johannesburg Plan of Implementation. Millennium Development Goals (MDGs): Berisi berbagai komitmen dan target yangharus dicapai masyarakat internasional dalam pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan. Melalui Millennium Summit, para pemimpin dunia menegaskan, bahwa berbagai manfaat globalisasi seperti pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat dan berkelanjutan, peningkatan standar hidup, penciptaan lapangan kerja dan pemberian manfaat yang besar bagi umat manusia dari peningkatan teknologi harus dikelola melalui upaya bersama dan tidak dapat diserahkan kepada mekanisme pasar semata. Pendanaan bagi pembangunan: Pada sektor keuangan, Monterrey Consensus, mengenai pendanaan bagi pembangunan yang disahkan pada tahun 2002, merupakan inisiatif internasional dalam menanggulangi tantangan bagi pemenuhan kebutuhan dana pembangunan di seluruh dunia, khususnya di negara-negara berkembang. Konsesnus ini menyentuh berbagai isu seperti mobilisasi sumber keuangan domestik dan internasional,

serta kerjasama teknik dan keuangan internasional termasuk Official Development

Assistant (ODA) dan isu-isu hutang luar negeri.Peluang yang muncul secara nasional adalah membaiknya perekonomian nasional Indonesia. Diperkirakan antara tahun 2007 2020 ekonomi Indonesia dapat tumbuh dengan laju rata-rata sekitar 6 persen per tahun. Semangat reformasi dapat dijadikan momentum untuk mengadakan perubahan mendasar di segala bidang, termasuk dalam upaya pembangunan Iptek. Pesatnya kemajuan Iptek pada dua dasawarsa terakhir memberikan sumbangan berharga dalam bentuk banyaknya pilihan Iptek yang bisa didayagunakan dan dikembangkan dalam rangka mendukung penguatan ekonomi dan daya saing bangsa. Kecenderungan global perkembangan Iptek dapat dipantau dan diantisipasi secara terusmenerus dalam rangka seleksi, adaptasi, dan pemfokusan penerapan teknologi yang sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Dengan berkembangnya teknologi informasi dan terbukanya akses informasi, tuntutan konsumen terhadap barang dan jasa pun semakin meningkat. Hal ini merupakan peluang untuk meningkatkan produktivitas dengan memperbaiki QCD (Quality, Cost & Delivery) untuk menghasilkan barang dan jasa yang berkualitas; meningkatkan efisiensi biaya produksi agar menghasilkan barang dan jasa yang bernilai kompetitif (mampu bersaing); serta menambah kecepatan pelayanan yang diberikan. Globalisasi mengandung resiko dan tidak jarang mengakibatkan kerugian ekonomi dan sosial yang berat, misalnya: (a) Keterbukaan pasar modal global dapat membuat pasar keuangan dalam negeri rentan gejolak yang mendadak, (b) Banyak negara berkembang menjadi tersisih (marginalized) karena tidak diperlukannya buruh yang tidak terdidik dan turunnya pendapatan riil, (c) Adanya jurang pemisah kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi karena kelangkaan sumber dana untuk meningkatkan kemampuan tersebut di negara berkembang, (d) Keadaan itu menyebabkan banyak negara berkembang kembali mencoba bertumpu pada ekspor produk komoditas primer yang bernilai tambah rendah.

1.3.

Potensi dan Permasalahan

1.3.1. Potensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan rangkaian dari 17.502 pulau besar dan kecil yang dinyatakan dalam Undang-undang nomor 17 tahun 1985 sebagai negara kepulauan (Archipelagic State), dari Sabang hingga Merauke, yang hampir sama panjang dengan Benua Amerika, dengan jumlah penduduk lebih dari 230 juta jiwa dan terdiri dari 100 suku dengan 583 bahasa daerah dan beragam keyakinan dan budaya.

Sebagai salah satu negara yang kaya akan sumber daya alam, maka Indonesia mempunyai potensi lebih besar untuk menjadi negara maju, karena mempunyai modal pembangunan yang siap diolah. Kekayaan hutan nasional hanya kalah dari Brasil. Sebagai negara kepulauan, kekayaan laut Indonesia yang luas merupakan modal pembangunan yang tidak dimiliki oleh negara lain di dunia. biodiversitas tanaman, binatang yang hidup di hutan, serta biodiversitas laut dapat diolah menjadi bahan pangan, energi dan obat-obatan. Indonesia sebagai negara keempat dengan jumlah penduduk terbesar di dunia, dapat menjadikan populasi penduduk tersebut sebagai aset human capital. Jumlah angkatan kerja Indonesia yang masih mendominasi populasi, dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan nasional. Kekayaan sumberdaya alam dan populasi yang besar, apabila dikelola dengan baik, akan menjadi modal pembangunan yang jarang dipunyai oleh negara lain. Perguruan tinggi (PT), lembaga litbang dan industri menjadi pihak-pihak yang kompeten untuk mengolah dan memberikan nilai tambah pada produk-produk berbasis sumberdaya alam tersebut. Tahun 2009, jumlah perguruan tinggi negeri (PTN) sebanyak 82 dan perguruan tinggi swasta (PTS) sebanyak 2556 merupakan sarana untuk menghasilkan SDM yang berkualitas, dan dapat didorong menjadi universitas riset yang menghasilkan inovasi-inovasi teknologi yang dibutuhkan oleh industri nasional. Demikian juga lembaga riset non-kementerian (LPNK) dibawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi serta lembagalembaga riset departemen merupakan sarana untuk mengembangkan dan mendorong pemanfaatan teknologi. Faktor lain yang juga sangat penting dalam mendukung investasi dan pertumbuhan ekonomi adalah keamanan. Kondisi keamanan nasional saat ini sangat baik, meskipun masih ada beberapa gerakan separatis di beberapa daerah. Keberhasilan Polri membongkar kasus terorisme serta kasus-kasus tindak kriminal lain yang meresahkan masyarakat dan pengusaha beberapa waktu yang lalu, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk iklim usaha dan investasi dari dalam maupun luar negeri. Investasi baru akan memberikan peluang bagi adopsi teknologi baru. Hal ini akan meningkatkan kemampuan adopsi teknologi di sektor produksi, dan meningkatkan pemanfaatan hasil riset dalam negeri yang sesuai dengan kebutuhan industri. Pembangunan Nasional, pada hakekatnya adalah upaya pemenuhan atas kepentingan nasional, yakni kepentingan keamanan nasional dan peningkatan kesejahteraan, yang sekaligus merupakan aspirasi masyarakat Indonesia, baik secara individual maupun sosial, yang beragam dan menempati wilayah yang luas tersebut. Dalam sudut pandang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi adalah sebuah instrumen ( tool) yang membantu agar proses

pembangunan nasional berjalan lancar, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan kemajuan peradaban, untuk kemudian demi terwujudnya stabilitas nasional yang kondusif.

1.3.2. Permasalahan Berdasarkan peringkat daya saing yang diberikan oleh World Economic Forum (WEF), Indonesia menempati posisi ke-54 dari 133 negara pada tahun 2009. Salah satu elemen yang menentukan tingkat daya saing adalah inovasi, di mana Indonesia menempati posisi 40 dari 133 negara. Posisi ini menunjukkan bahwa kemampuan Iptek nasional belum sepenuhnya memberikan kontribusi pada peningkatan daya saing dalam bentuk total factor productivity (TFP). Menurut laporan World Economic Forum, terpuruknya daya saing Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain pada tataran makro terdapat 3 (tiga) faktor, yaitu: (a) Tidak kondusifnya kondisi ekonomi makro; (b) Buruknya kualitas kelembagaan publik sebagai fasilitator dan pusat pelayanan; dan (c) Lemahnya kebijakan pengembangan teknologi untuk menunjang peningkatan produktifitas; dan pada tataran mikro, terdapat 2 (dua) faktor, yaitu: (a) Rendahnya efisiensi produksi; dan (b) Lemahnya iklim persaingan usaha. Secara lebih mendasar faktor-faktor yang menjadi akar permasalahan rendahnya daya saing nasional dari sisi pengembangan teknologi antara lain adalah: 1) Ketergantungan produk industri serta sarana dan prasarana kebutuhan nasional seperti pertahanan dan yang lainnya terhadap impor masih sangat tinggi; 2) Lemahnya kualitas SDM dan penguasaan serta pengembangan teknologi penunjang industri, sehingga sulit diharapkan tercapainya peningkatan produktivitas melalui inovasi-inovasi teknologi. Rendahnya kandungan dalam negeri produk-produk industri nasional adalah akibat lemahnya struktur industri utama dalam membangun industri-industri penunjang dan pemasok bahan baku/antara (intermediate) di dalam negeri, lemahnya upaya pengembangan produk, serta tidak adanya koordinasi lintas sektoral yang baik, sehingga tuntutan terhadap kebutuhan litbang dan teknologi sangat minim. Dari sisi supply-side, permasalahan pembangunan Iptek bisa dilihat dari sudut pandang: kelembagaan, sumber daya, jaringan, relevansi dan produktivitas litbang, serta pendayagunaan Iptek. a. Kelembagaan Iptek Pembangunan Kelembagaan Iptek (orgaware), yaitu struktur organisasi, tata-laksana, kultur, dll., telah dilaksanakan secara berkesinambungan sampai dengan periode 2005-2009.

Namun dirasakan masih harus ditingkatkan, agar kelembagaan Iptek dapat mengokohkan Sistem Nasional Iptek (SINas Iptek) dan berkontribusi bagi pemercepatan pencapaian tujuan negara. Sistem insentif, penghargaan dan budaya masyarakat yang kondusif dalam pengembangan IPTEK masih perlu ditingkatkan. Sementara itu, sistem inovasi yang mendorong tumbuhnya daya saing dan berkembangnya industri/ekonomi berbasis IPTEK belum tumbuh dengan kokoh. Hal ini diindikasikan sbb.:

1. Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) Ristek secara umum masihmenghadapi kendala eksternal seperti: LPNK Ristek masih diperlakukan sebagai lembaga pemerintah umum lain, tanpa kualifikasi sebagai lembaga litbang dengan kebutuhan-kebutuhan yang khusus. Dengan mekanisme pendanaan pemerintah yang ada sekarang, lembaga litbang kurang termotivasi untuk bekerja sama dengan pihak luar untuk menunjang pengembangan teknologi industri. Lemahnya keterkaitan antara lembaga litbang dengan sisi permintaan akibat perubahan teknologi industri yang sangat cepat sukar diikuti oleh lembaga riset karena keterbatasan SDM. Sistem operasional LPNK Ristek yang kurang memberi peluang untuk menjalin kaitan aktif dengan sektor swasta, tidak adanya sistem insentif yang mendorong LPNK Ristek untuk menjalin kaitan dengan pihak swasta, tidak adanya kaitan yang jelas antara LPNK Ristek dengan kebijakan industri nasional dalam rangka seleksi proyek, kecenderungan LPNK Ristek berorientasi terbatas pada industri strategis juga masih menjadi kendala (Thee, 1997).

2. Dari segi organisasi, KRT sebagai kementerian yang ditugasi mengkoordinasikanLPNK Ristek di bawahnya, memiliki keunggulan dan juga kelemahan. Bergantung pada orientasinya baik ke arah riset dasar maupun teknologi industri, beberapa negara memiliki bentuk yang berbeda-beda. Beberapa negara menggabungkan Kementerian Ristek mereka dengan Departemen Pendidikan atau Dirjen Perguruan Tinggi, sementara negara lain menggabungkan Kementerian Ristek dengan Departemen Perindustrian. Penggabungan dari aspek kantor Kementerian sehingga Ristek seperti ini memang dan menguntungkan koordinasi, mempertajam fokus

memudahkan implementasi. Di sisi lain, masalah yang mungkin muncul adalah aspek tumpang-tindih program di antara LPNK-LPNK Ristek, termasuk juga tumpang-tindih anggaran. Karenanya konsolidasi dan koordinasi kelembagaan dan program Iptek, baik antara KRT dengan LPNK-LPNK Ristek, KRT dengan kementerian terkait, dan keterkaitan antara lembaga riset - perguran tinggi - dunia usaha dan antara pusat dan daerah menjadi penting.

3. Dari segi kualitas, survei WEF pada tahun 2007 memperlihatkan bahwa kualitaslembaga riset Iptek, Indonesia menempati posisi ke-28, sebuah peringkat yang cukup baik. Namun sayangnya, posisi ini menurun pada tahun 2009, menempati posisi ke-43 dari 133 negara. Akan tetapi, bila dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN Malaysia dan Singapura berada di atas Indonesia pada lainnya, maka posisi Indonesia ini masih cukup baik, bahkan melampaui Thailand, yang berada pada posisi ke-60. peringkat ke-28 dan ke-12.

4. Selama kurun waktu 2005-2009, berbagai sistem insentif untuk peneliti danbadan usaha telah dikembangkan, salah satunya dan yang cukup signifikan adalah dengan diterbitkannya PP. 35/2007 tentang pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi. PP ini dirancang untuk memajukan pelaksanaan pengembangan di lingkungan badan usaha nasional. Sebagai sebuah sistem insentif yang mendorong badan usaha dalam meningkatkan kapasitas kemampuan Iptek-nya, PP ini dapat menjadi pemicu bagi penguatan inovasi teknologi di level industri. Namun demikian, berbagai insentif dan kondisi yang kondusif bagi swasta perlu terus dikembangkan pemerintah, sehingga swasta tertarik untuk melaksanakan upaya peningkatan kemampuan teknologinya.

5. Untuk mengembangkan budaya ilmiah di kalangan masyarakat, sekaligusmengokohkan budaya Iptek di kalangan peneliti, berbagai penghargaan, acara-acara, pameran ilmiah, dan sarana dan prasarana bagi sosialisasi Iptek telah dikembangkan. Penghargaan peneliti terbaik, Harteknas yang diperingati setiap tahun, pameran Ritech Expo setiap tahun, Wisata Iptek dan Jambore Iptek, Rakornas Iptek tahunan, berbagai olimpiade sains untuk pelajar dan mahasiswa, pengelolaan pusat peragaan Iptek, dan lain-lain adalah berbagai upaya untuk mengembangkan budaya ilmiah di kalangan masyarakat. Kemudian dengan diterbitkannya Inpres No. 4 Tahun 2003 tentang Pengkoordinasian Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional (Jakstranas) Iptek, Jakstranas Iptek memberikan arahan yang jelas terutama dalam upaya koordinasi antar instansi-instansi yang terkait dalam menentukan dan melaksanakan arah kebijakan, prioritas utama dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang Iptek. Namun berbagai upaya sosialisasi kebijakan ini dirasakan masih belum cukup. Secara umum, budaya bangsa masih belum mencerminkan nilai-nilai Iptek yang mempunyai sifat penalaran obyektif, rasional, maju, unggul dan mandiri. Pola pikir masyarakat belum berkembang ke arah yang lebih suka mencipta daripada sekedar memakai, lebih suka membuat daripada sekedar membeli, serta lebih suka belajar dan

berkreasi daripada sekedar menggunakan teknologi yang ada. Budaya miopis (cari untung cepat), instant, hedonis, masih kental mewarnai secara umum masyarakat kita. Selain itu budaya penelitian, sebagai pondasi kelembagaan ristek, masih rapuh. Pendidikan kita masih belum berhasil membudayakan rasa ingin tahu siswa, budaya belajar, dan apresiasi yang tinggi pada pencapaian ilmiah. Masih muncul budaya sekedar ingin cepat lulus, plagiarisme, mengejar gelaran, mengejar nilai, dll., yang secara umum lebih mementingkan simbol daripada isi, ijasah dari pada kualitas.

6. Sampai dengan tahun 2009 terjadi penguatan regulasi/ kerangka kebijakanpembangunan Iptek yang patut diapresiasi. Setelah amandemen ke - 4 UUD 1945, dimana di dalam salah satu pasalnya tercantum Visi Pembangunan Iptek Nasional, pada tahun 2002 diundangkan UU No.18/tahun 2002 tentang Sistem Nasional Iptek, yang menjadi landasan konsepsional pembangunan Iptek. Kemudian dari tahun 2005 2009 dihasilkan 4 PP turunan dari UU. No.18 tahun 2002, yakni: (1) PP No. 20 Tahun 2005 tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan yang mengamanatkan agar hasil hasil penelitian yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat serta dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan bangsa dan negara; (2) PP 41/2006 tentang perizinan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan bagi perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing yang mengatur tentang perijinan bagi individual maupun lembaga asing yang akan melaksanakan penelitian pengembangan di Indonesia; (3) PP 35/2007 tentang pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi yang dirancang untuk memajukan pelaksanaan pengembangan di lingkungan badan usaha nasional. Sebagai sebuah sistem insentif yang mendorong badan usaha dalam meningkatkan kapasitas kemampuan Ipteknya, maka PP ini dapat menjadi jalan yang cepat bagi penguatan inovasi teknologi di level industri; (4) PP No. 48/2009 tentang perizinan pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang beresiko tinggi dan berbahaya yang dirancang untuk menjaga agar pelaksanaan kegiatan litbang dan penerapan Iptek tidak menimbulkan resiko dan bahaya bagi masyarakat dan lingkungan hidup. Semua ini memperlihatkan mantapnya struktur kebijakan pembangunan Iptek nasional.

7. Dalam kaitannya dengan sinergi kelembagaan Iptek, pembangunan Ipteknasional saat ini masih harus ditingkatkan. Beberapa hal yang perlu dicermati dalam kaitan ini misalnya belum optimalnya mekanisme intermediasi Iptek dalam sistem inovasi yang ada. Mekanisme intermediasi Iptek yang menjembatani interaksi antara kapasitas penyedia Iptek dengan kebutuhan pengguna Iptek dalam sistem inovasi masih belum berkembang dengan baik. Masalah ini dapat terlihat dari belum tertatanya infrastruktur Iptek, seperti institusi yang mengolah dan menerjemahkan hasil pengembangan Iptek menjadi preskripsi teknologi yang siap pakai untuk difungsikan dalam sistem produksi. Integrasi Iptek di sektor riset-khususnya lembaga riset pemerintah - dengan industri di sektor produksi masih belum menyatu dalam sebuah harmoni. Dengan kata lain pembangunan Iptek di sisi penyediaan ( supply side) dengan pembangunan di sisi permintaan (demand side) masih belum terintegrasi. b. Sumberdaya Iptek Pembangunan Sumberdaya Iptek, seperti pengelolaan SDM Iptek, sarana dan prasarana Iptek, informasi Iptek, kepemilikan paten, dan besarnya anggaran bidang Iptek sampai hari ini telah berjalan dengan baik, meski tidak semasif masa-masa sebelum Reformasi. Secara umum pembangunan sumber daya Iptek Indonesia saat ini masih relatif lemah, karenanya dirasakan harus ditingkatkan, agar kelembagaan Iptek dapat mengokohkan sistem nasional Iptek dan berkontribusi bagi pemercepatan pencapaian tujuan negara. Hal ini diindikasikan dengan :

1. Prosentase penduduk berpendidikan tinggi (Strata 1 ke atas) di Indonesia sangat rendahdibanding dengan negara-negara lain seperti Thailand, Malaysia, bahkan India dan China. Tingkat pendidikan tinggi di Indonesia terus mengalami kenaikan dari 9,5 % pada tahun 1990 menjadi 17,5 % pada tahun 2007, Angka ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan Malaysia (30,2%), Singapura (55,6%), Thailand (48,3%) dan Filipina (28,5%), meski lebih tinggi dari Vietnam (15,9%).3

2. Jumlah SDM Iptek Indonesia sangat sedikit dibanding negara-negara maju, tetapi masihlebih besar dibanding beberapa negara ASEAN seperti Thailand dan Malaysia. Pada tahun 2004, jumlah SDM Iptek di Indonesia mencapai 43.779 orang. Jumlah ini masih lebih besar dibandingkan dengan Singapura, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Jumlah peneliti di litbang/juta orang penduduk Indonesia mencapai angka 207, angka ini menunjukkan masih rendahnya jumlah peneliti dalam populasi penduduk di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, kecuali Vietnam (115) dan Filipina (48). Dari3

UNESCO, 2008

data itu, keberadaan SDM Iptek di lembaga pemerintah sebesar (85%), sedangkan SDM Iptek di industri hanya sekitar 15%. Artinya mayoritas SDM Iptek kita berada di lembaga riset pemerintah.4

3. Dari aspek ketersediaan ilmuwan dan engineer, maka pada tahun 2007 menurut WEFIndonesia menempati posisi ke-27, sedikit menurun di tahun 2008 dan 2009 pada peringkat ke-31. Namun demikian, dibandingkan dengan negara-negara tetangga ASEAN lainnya, maka ketersediaan ilmuwan dan engineer di Indonesia ini relatif baik, bahkan kita menempati posisi di atas Malaysia, dengan peringkat ke-33. Di ASEAN kita tepat berada di bawah posisi Singapura yang menempati posisi ke-14.

4. Anggaran pemerintah untuk riset Iptek sangat kecil dibanding dengan negara-negara laindi ASEAN sekalipun. Rasio anggaran Iptek nasional terhadap PDB terus menurun dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 dan 2006, total belanja litbang sebagai persentase dari PDB Indonesia sebesar 0,05 % angka ini lebih rendah dari Filipina, Vietnam, Thailand, Malaysia dan Singapura, artinya terendah se - ASEAN. Anggaran litbang Vietnam saja hampir 4 kali lipat dari anggaran litbang kita.5

5. Dari aspek penyediaan dana perusahaan untuk litbang, Indonesia pada tahun 2007menempati posisi ke-27. Kemudian secara fluktuatif kembali pada posisi ke-28 di tahun 2009. Dibanding negara tetangga, posisi Indonesia cukup baik, berada di atas Filipina dan Thailand, namun sedikit di bawah Malaysia, peringkat ke-19. Secara umum 70% dana litbang dikeluarkan oleh pemerintah. Sementara kontribusi swasta dalam litbang di Indonesia hanya sekitar 30%. Kondisi ini terbalik dengan negara yang relatif maju seperti Korea Selatan atau Jepang, dimana kontribusi anggaran swasta untuk riset mencapai 80%, dan anggaran riset pemerintah hanya 20% dari total anggaran riset nasional. 6

6. Kondisi sarana dan prasarana Iptek yang menonjol khususnya sebelum krisis ekonomitahun 1998 - terlihat dari beroperasinya delapan wahana industri (sebagai vehicle bagi transformasi industri) yaitu industri penerbangan, industri maritim dan perkapalan, industri alat transportasi darat, industri elektronika dan telekomunikasi, industri energi, industri rekayasa, industri alat dan mesin pertanian dan industri pertahanan keamanan, yang kesemuanya berbentuk sepuluh BUMN Industri Strategis, yakni PT IPTN (pesawat4

World Bank, 2009 World Bank, 2009 World Bank, 2009

5 6

terbang), PT PAL (kapal laut), PT PINDAD (peralatan rekayasa), PT Krakatau Steel (baja), PT INKA (kereta api), Perum Dahana (eksplosif komersil), PT INTI (telekomunikasi), PT LEN (elektronik), PT BARATA (industri rekayasa berat), dan PT BBI (turbin, mesin). Sejak krisis ekonomi tahun 1998 secara relatif pembangunan sarana dan prasarana Iptek terhenti. Bahkan, masalah pembiayaan untuk pemeliharaan peralatan-peralatan canggih ini menjadi isu yang menonjol. Sekarang ini pemikiran yang berkembang adalah bagaimana mengoptimasikan potensi yang ada, yakni SDM, biaya perawatan, dengan program Iptek, serta peluang spin-off di luar tugas pokok lembaga. Dengan kata lain posisi pembangunan sarana dan pra-sarana Iptek berada pada status defensif. c. Jaringan Iptek Pembangunan Jaringan Iptek secara berkesinambungan terus dilaksanakan dalam periode waktu 2005-2009. Dengan berdirinya Dewan Riset Nasional dan Dewan Riset Daerah, hal ini menuntut terbentuknya jaringan Iptek yang semakin luas dan kompleks, yakni bukan hanya jaringan antar lembaga riset - perguruan tinggi - badan usaha atau jaringan antar sektor, namun juga jaringan Iptek antar pusat dan daerah serta jaringan internasional, termasuk jaringan informasi dan SDM. Karenanya dirasakan, bahwa jaringan Iptek ini masih relatif lemah dan perlu terus dikuatkan. Sinergi kebijakan terkait pembangunan Iptek antara

stake-holder yang ada masih belum kokoh. Hal-hal tersebut diindikasikan dengan:

1.

Kinerja kerjasama riset antara universitas - industri di Indonesia pada tahun

2007 menurut evaluasi WEF ditempatkan pada posisi ke-64. Angka ini terus membaik secara signifikan. Pada tahun 2008 peringkat ini meningkat ke posisi 54, dan bahkan secara fantastik pada tahun 2009 kerjasama riset antara universitas-industri di Indonesia dinilai WEF menempati posisi ke-43. Kinerja ini dibandingkan dengan capaian negara tetangga ASEAN relatif baik. Indonesia menempati peringkat di atas negara Vietnam, Filipina, dan bahkan Thailand, peringkat ke-44, meski masih di bawah Singapura dan Malaysia, yang menempati peringkat ke-4 dan 22. Namun demikian, koordinasi pembangunan Iptek khususnya antar stake-holder di luar LPNK ristek masih belum menampakkan soliditas dan produktivitas yang memadai. Berbagai forum koordinasi Iptek baik sektoral, nasional, maupun regional perlu terus dikembangkan.

2.

Kemudian juga teramati lemahnya sinergi kebijakan Iptek intra institusi/aktor

pengembang Iptek (LPNK ristek, lembaga riset departemen teknis, industri dan

perguruan tinggi), serta antar institusi pengembang Iptek dengan pengguna Iptek. Lemahnya sinergi kebijakan Iptek ini, menyebabkan kegiatan Iptek baik dari segi kualitas dan skalanya belum mampu memberikan hasil yang signifikan. Kebijakan bidang pendidikan, industri, dan Iptek belum terintegrasi sehingga mengakibatkan kapasitas yang tidak termanfaatkan pada sisi penyedia, tidak berjalannya sistem transaksi, dan belum tumbuhnya permintaan dari sisi pengguna yaitu industri. Di samping itu kebijakan fiskal juga dirasakan belum kondusif bagi pengembangan kemampuan Iptek.

3.

Pada tahun 2006, FDI (Foreign Direct Invesment) Inward Indonesia sebagai

persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 1,35, jika dibandingkan dengan Malaysia, Filipina, Singapura, Indonesia masih berada dibawah negara-negara tersebut. Singapura memiliki FDI Inward sebagai persen dari GDP yang terbesar diantara negaranegara tersebut yaitu sebesar 20,94. Dari aspek investasi langsung asing, Indonesia secara perlahan terus membaik, menjadi 1,55 pada tahun 2008.7

4.

Dari aspek pengguna internet, Indonesia pada tahun 2007 menempati posisi ke-

85 dari 131 negara. Capaian ini menurun secara fluktuatif. Pada tahun 2008 menurun menjadi peringkat ke-107 dan pada tahun 2009 membaik dan menempati posisi ke-87. Di antara negara-negara ASEAN, kita menempati posisi sedikit lebih baik dibanding Filipina, peringkat ke-106. Sementara negara lain memperlihatkan kinerja yang lebih baik. Malaysia menempati peringkat ke-22, bahkan Singapura dalam aspek penggunaan internet menempati posisi ke-15 dari 133 negara yang disurvei WEF. Sementara untuk penggunaan internet pita lebar (broadband), peringkat Indonesia berada pada posisi ke-101. Dibandingkan dengan negara tetangga ASEAN, maka posisi ini adalah terbawah. Vietnam dan Filipina saja berada pada peringkat ke-77 dan ke-89. Sementara Thailand dan Malaysia berada pada peringkat ke-78 dan ke-55. 8

d.

Relevansi dan Produktivitas Litbang Iptek Penguasaan Iptek melalui Riset dan Pengembangan (litbang), perekayasaan serta

pemanfaatan Iptek nasional terus digulirkan pemerintah dalam periode pembangunan 20052009. Namun dibandingkan dengan laju peningkatan litbang negara lain, harus diakui bahwa capaian kita masih lemah. Kontribusi litbang Iptek bagi pemercepatan pencapaian tujuan7 8

, UNCTAD, 2009 , UNDP, 2009

negara

masih

harus

ditingkatkan,

misalnya

saja

tercermin

dari

indikator-indikator

pembangunan Iptek sbb.:

1. Jumlah keluaran riset peneliti Indonesia dalam bentuk publikasi ilmiah internasional danpaten masih sangat rendah, hanya mencapai sekitar 560 jurnal ilmiah internasional per tahun9. Menurut World Intellectual Property Organization (WIPO), jumlah paten internasional Indonesia sampai dengan tahun 2008 adalah 208. Sedangkan sampai tahun 2008 jumlah paten domestik yang didaftarkan di Ditjen HKI, berjumlah 2718 (4,14 % dari seluruh paten yang terdaftar). Hal ini menunjukkan bahwa dari segi teknologi Indonesia juga semakin dikuasai oleh hak kekayaan intelektual yang dimiliki oleh asing.

2. Pada tahun 2008 jumlah paten Indonesia yang terdaftar di Kantor Paten Amerika Serikatsebesar 19 paten lebih sedikit dibandingkan dengan Malaysia (168), Singapura (450), Filipina (22) dan Thailand (40)10 Di sisi lain, dalam aspek pemanfaatan dan penguasaan iptek, data WEF 2009 memperlihatan, bahwa ketersediaan teknologi mutakhir di Indonesia semakin menurun. Pada tahun 2007 Indonesia menempati posisi ke-51 dari 131 negara, menjadi posisi ke 54 dari 133 negara pada tahun 2009. Di antara negara-negara ASEAN Indonesia berada di atas Vietnam (posisi ke-75) dan Philipina (87), tetapi jauh di bawah Singapura (3), Malaysia (24), Thailand (36).

e.

Pendayagunaan Iptek Pendayagunaan IPTEK dalam berbagai bidang pembangunan untuk pemercepatan

pencapaian tujuan nasional, yakni dalam bidang hankam, kesejahteraan rakyat, pelayanan publik dan pengokohan daya saing ekonomi terus-menerus dilakukan selama kurun waktu 2005-2009. Namun dirasakan, bahwa kontribusi Iptek dalam pemercepatan pencapaian tujuan negara masih terbatas dan perlu terus ditingkatkan. indikator sbb.: Hal ini ditandai dengan indikator-

1.

Dari segi jumlah produk riset yang terkomersialisasi, ternyata sebanyak 85%-nya

berasal dari produk riset di departemen teknis. Kontribusi produk riset yang dikomersialisasi dari LPNK Ristek hanya 15%-nya saja (LIPI, 2007). Data ini memperlihatkan, bahwa lembaga riset departemen lebih produktif dalam komersialisasi hasil litbang mereka daripada LPNK Ristek.9 10

, SCORPUS, 2009 USPTO, 2008/2009

2.

Dari aspek perolehan paten sederhana (utility patent), pada tahun 2007,

sesuai dengan survei WEF, Indonesia menempati posisi ke-87. Angka ini secara fluktuatif mengalami perbaikan pada tahun 2008, sehingga Indonesia menempati peringkat ke-84. Namun pada tahun 2009, kembali Indonesia menempati posisi ke-87. Di antara negara tetangga, peringkat kita berada di bawah Singapura (11), Malaysia (29), Thailand (68), dan bahkan Filipina (78). 3. Ekspor teknologi tinggi sebagai persen ekspor manufaktur Indonesia mengalami

fluktuasi mulai dari tahun 2001 sampai tahun 2007. Pada tahun 2007 ekspor teknologi tinggi sebagai persen dari ekspor manufaktur Indonesia sebesar 11%, masih lebih rendah dibandingkan dengan Singapura (46%), Malaysia (52%), Thailand (27%), dan Filipina (54%), namun masih lebih tinggi dibandingkan dengan Vietnam (5,6% tahun 2006). 4. Dalam aspek penyerapan teknologi pada tingkat perusahaan, dari tahun 2007

sampai tahun 2009 menampilkan peningkatan yang cukup berarti. Pada tahun 2007 Indonesia berada pada posisi ke-67 dan terus meningkat dua tangga di tahun 2009 menjadi ke peringkat ke-65. Posisi ini lebih rendah dibandingkan Singapura (13), Thailand (61), Filipina (54) dan Vietnam (51). 5. Pendayagunaan Iptek di bidang Hankam sejak krisis ekonomi tahun 1998 menurun. menurunnya kinerja industri strategis (BUMNIS). PT. DI Malaysia (37),

Ini ditandai dengan

memberhentikan ribuan karyawannya. DPIS (Dewan Pengelola Industri Strategis), bahkan kemudian BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis) dibubarkan. PT BPIS yang merupakan holding company dari BUMN industri strategis menyusul dibubarkan. PT Barata, BBI, Pindad dll. kondisinya memprihatinkan. Berbagai laboratorium uji di kawasan PUSPIPTEK yang dirancang untuk menudukung industri strategis harus berpikir keras untuk menutupi biaya pemeriharaan alat dan SDM. Akhir-akhir ini PT Pindad mulai bergeliat dengan mengembangkan alutsista.

6.

Pendayagunaan Iptek untuk layanan dan kesejahteraan publik, secara konstan

menampilkan peran yang konsisten meski dapat dikatakan marjinal. Pengembangan satelit oleh LAPAN; pengembangan perangkat Tsunami Early Warning System (TEWS) untuk bencana tsunami; prediksi pasang surut laut tahunan oleh BAKOSURTANAL yang dapat mengurangi korban bencana akibat laut pasang; aplikasi e-goverment untuk menunjang proses pemerintahan dan pemilu; aplikasi teknologi ramah lingkungan, pengolahan sampah, limbah dan air; teknologi utuk mitigasi bencana; serta berbagai

riset untuk ketahanan pangan dan energi. Pelaksanaan litbang dan pendayagunaan iptek selama periode 2005-2009 cukup baik, namun skalanya tidak terlalu masif, sehingga tidak nampak secara nasional, maupun bila dikomparasi dengan negara-negara tetangga. Dengan demikian, berdasarkan analisis terhadap kondisi pembangunan iptek nasional saat ini, sebagaimana yang dibahas di atas, terlihat bahwa pembangunan Iptek nasional kita masih belum optimal dan masih mengalami berbagai kendala dari aspek kemampuan kelembagaan, sumber daya, dan jaringan, relevansi dan produktivitas Iptek, serta pendayagunaannya secara luas, sehingga kontribusinya terhadap pemercepatan pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan negara secara umum masih belum maksimal. Bila dianalisis lebih dalam dan ditarik akar permasalahannya, maka pokok-pokok persoalan yang harus dipecahkan dalam rangka meningkatkan pembangunan Iptek nasional ke depan adalah sebagai berikut:

a.

Masih lemahnya pembangunan Iptek nasional dari sisi penyediaan ( supply

side) berupa pengelolaan teknostruktur yang baik. Dimana masih terbatasnyakemampuan kelembagaan Iptek (organisasi, regulasi, koordinasi, intermediasi, sistem inovasi, budaya), sumber daya Iptek (berupa SDM, anggaran, dan sarana dan prasarana termasuk perpustakaan dan sistem informasi Iptek), jaringan Iptek (sinergi kebijakan inter sektor, antar sektor, antar stake holder, antar kementerian, antar pusat dan daerah, dll.), relevansi dan produktivitas Iptek, serta pendayagunaan Iptek dalam berbagai bidang pembangunan.

b.

Masih lemahnya pembangunan Iptek nasional dari sisi permintaan (demand

side). Lemahnya minat dan kontribusi swasta bagi pembangunan Iptek nasional, baikketerlibatan dalam riset maupun pendanaan. Kegiatan Iptek masih didominasi oleh lembaga riset pemerintah. PMA (Perusahaan Modal Asing) pada umumnya melaksanakan riset di kantor pusat mereka. Sektor riil belum bergerak dengan baik. Karakteristik industri kita masih didominasi produk dengan kandungan teknologi rendah, berbasis SDA, terbatas pada teknologi produksi belum sampai pada teknologi pengembangan produk apalagi riset, dan masih dalam tingkat kemampuan perubahan kecil (incremental). Ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan sistem insentif ekonomi.

c.

Masih terbatasnya integrasi Iptek di sisi permintaan dengan sisi penyediaan: Iptek kini tidak lagi menjadi mainstream; lemahnya sinergi kebijakan Iptek (berupa integrasi program, koordinasi, harmonisasi kegiatan, dukungan anggaran, serta intermediasi, yang terjadi baik intra lembaga/aktor penghasil Iptek, maupun antar penghasil Iptek dengan pengguna Iptek atau secara umum lemahnya koordinasi dan sinergi diantara stake holder pembangunan Iptek); masih lemahnya sosialisasi regulasi yang telah ada; lemahnya budaya Iptek. Budaya bangsa secara umum masih belum mencerminkan nilai-nilai Iptek yang mempunyai penalaran obyektif, rasional, maju, unggul dan mandiri. Akibatnya sense of urgency terhadap pembangunan Iptek masih lemah.

d.

Persoalan-persoalan

di

atas

secara

langsung

telah

menghambat

pembangunan Iptek di Indonesia dan memperlema h kontribusinya bagi laju pembangunan nasional untuk mencapai tujuan negara, karenanya perlu mendapat perhatian serius dan penanganan yang tepat dari berbagai pihak terkait.

BAB II VISI, MISI, DAN TUJUAN

Dalam UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara Pasal 4 ayat (2),Kementerian Riset dan Teknologi (KRT) adalah: menangani urusan pemerintahan

dalam rangka penajaman, koordinasi dan sinkronisasi program pemerintah .

Tugas

Pokok KRT adalah membantu Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di bidang riset, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dalam melaksanakan tugas dimaksud, Menteri Riset dan Teknologi menyelenggarakan fungsi: c. d. e. f. g. Perumusan kebijakan nasional di bidang riset, ilmu pengetahuan, dan teknologi; Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang riset, ilmu pengetahuan dan teknologi; Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggungjawabnya; Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya; Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada Presiden. Visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam Renstra ini disesuaikan dengan tugas, fungsi dan kewenangan Kementerian Riset dan Teknologi di atas.2.1. Visi Untuk menyatukan persepsi dan fokus arah pembangunan Iptek nasional, maka pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Riset dan Teknologi dilandasi suatu visi dan misi yang ingin diwujudkan. Visi dan misi tersebut merupakan panduan yang memberikan pandangan dan arah ke depan sebagai dasar acuan dalam menjalankan tugas dan fungsi dalam mencapai sasaran atau target yang ditetapkan. Sebagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dipaparkan sebelumnya, maka pembangunan Iptek ke depan harus diarahkan kepada peningkatan kontribusi Iptek secara langsung dalam pembangunan nasional untuk mencapai tujuan negara. Visi Kementerian Riset dan Teknologi dalam pembangunan Iptek 2010 2014 adalah:

Iptek untuk kesejahteraan dan kemajuan peradabanDeskripsi Iptek untuk kesejahteraan dimaksudkan dengan kemajuan Iptek nasional yang dapat meningkatkan produktivitas dan daya saing produk industri, membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan profesionalisme individu, dan meningkatkan pendapatan individu dan masyarakat, yang pada akhirnya dapat memajukan perekonomian bangsa. Kemajuan Iptek mampu menyelesaikan permasalahan lingkungan, perubahan iklim, ketahanan pangan, penanganan bencana, peningkatan pertahanan dan keamanan, dll, yang pada akhirnya meningkatkan rasa aman, ketentraman dan kesejahteraan masyarakat. Deskripsi Iptek untuk kemajuan peradaban dimaksudkan dengan kemajuan Iptek nasional yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat seperti ekonomi, sosial dan budaya. Hasil-hasil litbang harus mencerminkan academic excellence, mempunyai economic

value, dan memberikan social impact yang positif bagi kehidupan bangsa dan negara. Hal iniakan tercermin dari meningkatkan jumlah penduduk yang memasuki perguruan tinggi, jumlah S3 per tahun yang dihasilkan Perguruan Tinggi dalam negeri, jumlah publikasi ilmiah internasional dan indek sitasi, dominasi teknologi lokal pada belanja teknologi, nasionalisme akan produk dalam negeri, dan kemandirian ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian, pengembangan dan pemanfaatan Iptek yang maju menempatkan Indonesia menjadi negara yang bermartabat, yang berdiri sama tinggi, dan duduk sama rendah dengan negara-negara lain di dunia. Kemajuan Iptek nasional juga akan menempatkan Indonesia menjadi negara dengan peradaban maju, hasil kumulasi kemajuan budaya material dan non-material buah dari penelitian, pengembangan dan pemanfaatan Iptek. 2.2. Misi Sebagai upaya untuk mewujudkan visi tersebut diatas, ditetapkan misi Kementerian Riset dan Teknologi yaitu : 1. Meningkatkan penelitian, pengembangan dan pendayagunaan Iptek sebagai basis

dalam membangun daya saing, kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan internasional, serta mencapai kemajuan peradaban bangsa. 2. Memperkuat daya dukung Iptek untuk mempercepat pencapaian tujuan negara, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa; serta turut serta menjaga ketertiban dunia.

Misi ini mencakup upaya menjawab permasalahan pembangunan Iptek saat ini dan masa mendatang dalam aspek: kelembagaan Iptek, sumber daya Iptek, jaringan Iptek, relevansi dan produktifitas Iptek, dan pendayagunaan Iptek. 2.3. Tujuan Untuk mencapai visi dan misi Kementerian Riset dan Teknologi seperti yang dikemukakan di atas, maka visi dan misi tersebut harus dirumuskan ke dalam tujuan yang lebih terarah dan operasional. Untuk meningkatkan kontribusi teknologi yang nyata terhadap upaya-upaya mensejahterakan masyarakat dan memajukan peradaban, maka tujuan sebagaiberikut harus dicapai:

1. Meningkatkan kemampuan litbang nasional; 2. Meningkatkan kontribusi iptek bagi pembangunan nasional.

2.4. Sasaran Tujuan di atas akan dicapai apabila tercapai penguatan dalam unsur-unsur Sistem Inovasi Nasional di sisi supply yakni: Kelembagaan, Sumber Daya, dan Jaringan Iptek, di samping penguatan core business Iptek itu sendiri, yakni Relevansi dan Produktivitas Iptek serta penguatan Pendayagunaan Iptek di kalangan pengguna baik masyarakat, pemerintah maupun dunia industri. Karena itulah, sasaran pembangunan Iptek ke depan adalah:

1. Tercapainya Penguatan Kelembagaan Iptek; 2. Tercapainya Penguatan Sumber Daya Iptek; 3. Tercapainya Penguatan Jaringan Iptek; 4. Meningkatnya Relevansi dan Produktivitas Iptek;5. Meningkatnya Pendayagunaan Iptek.

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Nasional 3.1.1. Arah Kebijakan Nasional A. Pancasila

Sebagai

Dasar Negara dan Ideologi Nasional serta falsafah/pandangan hidup bangsa,

Pancasila secara konsepsional mengandung nilai-nilai Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Persatuan dan Kesatuan dalam semangat kekeluargaan dan kebersamaan yang harmonis serta untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai tersebut menjadi landasan idiil yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman pada saat ini dan masa mendatang khususnya dalam mendorong pembangunan Iptek nasional.

B. UUD 1945UUD 1945 mengamanatkan:

1. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tingginilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (Pasal 31 ayat (5));

2. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari iptek, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan kesejahteraan umat manusia (Pasal 28 c ayat (1)). Nilai-nilai dalam butir UUD-1945 digunakan sebagai landasan konstitusional dan dasar hukum dalam menyusun konsepsi pembangunan Iptek nasional. C. UU No. 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (Sisnas P3) Iptek Undang-undang No.18/2002 menjelaskan mengenai Sisnas P3 Iptek; memberikan landasan hukum; mengamanatkan penyusunan Jakstranas; mendorong tumbuhnya Sisnas P3 Iptek; dan mengikat semua pihak, pemerintah pusat, pemda, dan masyarakat untuk berperan aktif. Nilai-nilai dalam UU. No.18/2002 ini menjadi landasan konsepsional pembangunan Iptek nasional.

D. RPJPN, RPJMN RPJPN 2005-2025: Dalam RPJPN disebutkan bahwa pembangunan iptek diarahkan untuk menciptakan dan menguasai ilmu pengetahuan baik ilmu pengetahuan dasar maupun terapan, dan mengembangkan ilmu sosial dan humaniora, serta untuk menghasilkan teknologi dan memanfaatkan teknologi hasil penelitian. Pengembangan, dan perekayasaan bagi kesejahteraan masyarakat, kemandirian, dan daya saing bangsa melalui peningkatan kemampuan dan kapasitas iptek senantiasa berpedoman pada nilai agama, nilai budaya, nilai etika, kearifan lokal, serta memerhatikan sumber daya dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pembangunan iptek diarahkan untuk mendukung ketahanan pangan dan energi; penciptaan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi; penyediaan teknologi transportasi, kebutuhan teknologi pertahanan, dan teknologi kesehatan; pengembangan teknologi material maju; serta peningkatan jumlah penemuan dan pemanfaatannya dalam sektor produksi. RPJMN 2010-2014: Dalam Bab IV RPJMN 2010-2014 tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dinyatakan bahwa kebijakan Iptek diarahkan kepada :

1. meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kelembagaan litbang dan lembaga pendukung untuk mendukung proses transfer dari ide menjadi prototip laboratorium, kemudian menuju prototip industri sampai menghasilkan sional); 2. meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sumber daya iptek untuk menghasilkan produktivitas litbang yang berdayaguna bagi sektor produksi dan meningkatkan budaya inovasi serta kreativitas nasional; produk komersial (penguatan sistem inovasi na-

3. mengembangkan dan memperkuat jejaring kelembagaan baik peneliti di lingkup nasionalmaupun internasional untuk mendukung peningkatan produktivitas litbang dan peningkatan pendayagunaan litbang nasional; 4. meningkatkan kreativitas dan produktivitas litbang untuk ketersediaan teknologi yang dibutuhkan oleh industri dan masyarakat serta menumbuhkan budaya kreativitas masyarakat;

5. meningkatkan

pendayagunaan

iptek

dalam

sektor

produksi

untuk

peningkatan

perekonomian nasional dan penghargaan terhadap iptek dalam negeri.

Dengan arah kebijakan Iptek tersebut di atas, maka strategi pembangunan Iptek dilaksanakan melalui dua prioritas pembangunan yaitu:

1. Penguatan Sistem Inovasi Nasional (SIN) yang meliputi aspek kelembagaan,sumberdaya dan jaringan, yang berfungsi sebagai wahana pembangunan Iptek menuju visi pembangunan Iptek dalam jangka panjang.

2. Peningkatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek (P3 Iptek) yangdilaksanakan sesuai dengan arah yang digariskan dalam RPJPN 2005-2025.

Gambar 3.1. Kerangka Pembangunan Iptek di RPJMN

E. Peraturan perundangan lain di bidang Iptek Inpres No. 4 Tahun 2003: Inpres tentang Pengkoordinasian Perumusan dan Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek memberikan arahan yang jelas untuk perumusan dan pelaksanaan Jakstranas Iptek terutama dalam upaya pengkoordinasian antar instansi yang terkait dalam menentukan dan melaksanakan arah kebijakan, prioritas utama dan kerangka kebijakan pemerintah. PP No. 20 Tahun 2005: PP tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Penelitian dan Pengembangan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan ini mengamanatkan, agar hasilhasil penelitian yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat serta dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi dan perbaikan kualitas kehidupan bangsa dan negara. PP 41/2006: PP tentang perizinan melakukan kegiatan penelitian dan pengembangan bagi perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing mengatur tentang perijinan bagi individual maupun lembaga asing yang akan melaksanakan penelitian pengembangan di Indonesia. PP ini dirancang agar kepentingan nasional tetap terjaga dan kita mendapat manfaat yang maksimal dengan masuknya peneliti atau lembaga penelitian asing di Indonesia. PP 35/2007: PP pengalokasian sebagian pendapatan badan usaha untuk peningkatan kemampuan perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi ini dirancang untuk memajukan pelaksanaan pengembangan di lingkungan badan usaha nasional. Sebagai sebuah sistem insentif yang mendorong badan usaha dalam meningkatkan kapasitas kemampuan Ipteknya PP dapat menjadi jalan yang cepat bagi penguatan inovasi teknologi di level industri.

PP No. 48/2009: PP tentang perizinan pelaksanaan kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang beresiko tinggi dan berbahaya ini dirancang untuk menjaga agar pelaksanaan kegiatan litbang dan penerapan Iptek tidak menimbulkan resiko dan bahaya yang tidak diperlukan bagi masyarakat dan lingkungan hidup.

F. Prioritas Nasional KIB II: Presiden telah menetapkan 11 Prioritas Nasional dalam program pembangunan Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II, yakni: 1. Reformasi birokrasi dan good governance. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Pendidikan Kesehatan Penanggulangan kemiskinan Ketahanan pangan Infrastruktur Iklim investasi dan bisnis Energi Lingkungan hidup dan penanggulangan bencana Pembangunan daerah tertinggal, terdepan dan pasca konflik Kebudayaan, kreatifitas dan inovasi teknologi.

11.

Peran pembangunan Iptek, sangat dituntut untuk mendukung dan mensukseskan implementasi 11 Prioritas Nasional di atas. Sebagai langkah awal KIB II, telah disusun dan diumumkan 15 program pilihan aksi prioritas 100 hari, dengan rincian sebagai berikut:

1. Pemberantasan mafia hukum di semua lembaga negara dan penegakan hukumseperti makelar kasus, suap menyuap, pemerasan, jual beli perkara, mengancam saksi, pungutan tidak semestinya dan sebagainya yang rasa keadilan dan kepastian hukum;

2. Revitalisasi industri pertahanan. Perlu ada rencana induk dan arah revitalisasisehingga bisa penuhi kebutuhan dalam negeri dan kontrak sedang berjalan;

3. Penanggulangan terorisme. Peningkatan kapasitas dan restrukturisasi lembagapenanggulangan terorisme untuk lebih libatkan seluruh lapisan masyarakat;

4. Listrik. Memastikan terpenuhinya kebutuhan listrik di seluruh Indonesia dalam limatahun kedepan;

5. Peningkatan produksi dan ketahanan pangan. Perumusan kembali rencana indukuntuk meningkatkan ketahanan pangan yang lebih terintegrasi dengan faktor pendukung, irigasi, pupuk dan subsidi khusus bunga bagi petani;

6. Perindutrian. Memastikan revitalisasi industri pabrik pupuk dan gula yang meliputipenggunaan teknologi dan pembiayaannya;

7. Pembenahan keruwetan penggunaan tanah dan tata ruang. Terutamasinkronisasi antara UU Kehutanan, UU Pertambangan, UU Lingkungan Hidup serta tata perijinan dan penggunaan di lapangan;

8. Infrastruktur. Prioritasnya pemotongan rencana pembangunan ruas jalan yangpenting antar propinsi dan di pulau besar, termasuk fasilitas pelabuhan, dermaga, bandara dan infrastrktur perhubungan dan perikanan;

9. Pemberdayaan usaha mikro, usaha kecil dan menengah yang dikaitkan denganKredit Usaha Rakyat (KUR). Pemantapan rencana penyaluran KUR senilai Rp. 10 triliun dalam 5 tahun yang libatkan bank, swasta dan lembaga penjaminan;

10. Mobilisasi sumber pembiayaan di luar APBN dan APBD untuk membiayaipembangunan. Ini terkait pembangunan infrastruktur, listrik, ketahanan pangan yang klop dengan segi pembiayaan dan investasi;

11. Perubahan iklim dan lingkungan hidup, yaitu intensifkan pemberontasanpembalakan hutan, menjaga hutan lindung dan mencegah kebakaran hutan serta kelestarian terumbu karang;

12. Reformasi kesehatan. Prioritasnya bukan lagi berobat gratis, melainkan sehat gratisbagi warga miskin. Maka fasilitas kesehatan masyarakat harus lebih diberi penguatan kapasitas dan kapabilitas;

13. Reformasi pendidikan. Memastikannya ada keterkaitan antara hasil lembagapendidikan dengan kebutuhan dunia usaha selaku pasar tenaga kerja;

14. Peningkatan kesiapan penanggulangan bencana dengan membentuk satuankhusus dengan segala fasilitas yang dibutuhkan dan siap setiap saat diterjunkan ke berbagai lokasi bencana;

15. Sinergi antara pusat dan daerah yang bisa mencegah pemborosan. Sinergimeliputi jajaran pemerintah, kegiatan pembangunan ekonomi, kesejahteraan, hukum dan keamanan.

G.

Arahan Presiden Republik Indonesia tentang pengembangan Iptek

Dalam pidatonya di depan masyarakat ilmiah Indonesia tanggal 20 Januari 2010, Presiden RI mengarahkan bahwa agar bangsa kita menjadi bangsa yang menguasai iptek, maka kita harus bisa menempatkan inovasi sebagai urat nadi kehidupan bangsa Indonesia. Dengan kata lain, kita harus bisa menjadi Innovation Nation, bangsa inovasi, yaitu sebuah rumah bagi manusia-manusia yang kreatif dan inovatif. Untuk mencapai itu, hal penting yang harus dibangun adalah sebagai-berikut:

1. Perubahan mindset, berupa pengembangan budaya unggula culture of excellencebaik di birokrasi, di universitas, maupun di sektor swasta sehingga tercipta sistem dan lingkungan nasional yang bisa melahirkan inovator-inovator yang kreatif; sikap open-mind dan risk-taking, yang membuat komunitas iptek Indonesia harus berwawasan jauh lebih terbuka dan lebih progresif dari masanya, dan dari masyarakat, untuk mengembangkan ilmu dan teknologi.

2. Investasi dan Insentif. Untuk memunculkan inovasi diperlukan inkubator-inkubator dilingkungan pemerintah, universitas, perusahaan, dan lain-lain sehingga harus ada sumberdaya dan dana yang cukup, serta program yang berkesinambungan. Pengembangan enterpreneurship juga harus dilakukan karena enterpreneurship identik dengan inovasi, risk-taking, peluang, dan dinamisme. Namun dalam hal ini, kita tidak harus selalu menjadi inventor teknologi baru tetapi dapat mencari, menyerap dan mengembangkan teknologi baru untuk pembangunan Indonesia.

3. Kebijakan pemerintah dan kolaborasi, karena hampir semua inovasi teknologimerupakan hasil dari suatu kolaborasi, apakah itu kolaborasi antar-pemerintah, antaruniversitas, antar-perusahaan, antar-ilmuwan, atau kombinasi dari semuanya. Karena itulah, harus didorong upaya untuk membangun networking dan kolaborasi yang seluasluasnya dengan lembaga penelitian, lembaga kajian dan universitas manapun di dunia. 4. Juga diarahkan bahwa bangsa Indonesia harus menguasai teknologi yang dapat menjawab tantangan-tantangan pokok yang dihadapi, yaitu:

1. Teknologi untuk pengentasan kemiskinan (pro-poor technology).

2. Teknologi hijau (green technology)3. Teknologi pangan 4. Teknologi industri 5. Teknologi kesehatan

6. Teknologi maritim7. Teknologi pertahanan 8. Teknologi transportasi 9. Teknologi energi 10. Teknologi masa depan.

Mengacu pada landasan idiil, landasan konstitusionil, landasan operasional (RPJPN, RPJMN dan Peraturan Perundangan lainnya, Prioritas Nasional KIB II, dan Arahan Presiden) di atas, maka pembangunan Iptek diharapkan berada dalam track yang benar sesuai tujuannya, yakni bagian yang tidak terpisahkan dari upaya percepatan pencapaian Tujuan Negara, sesuai dengan Pembukaan UUD45, yakni: melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia (hankam); memajukan kesejahteraan umum (kesejahteraan dan ekonomi); mencerdaskan kehidupan bangsa (pelayanan); dan turut serta menjaga ketertiban dunia), serta meningkatkan daya saing, serta kemandirian dalam memperjuangkan kepentingan negara dalam pergaulan internasional.

Dalam rumusan yang lebih konkret, maka pembangunan Iptek diharapkan mampu:

1. Berperan penting dalam membangun kemandirian bangsa guna menciptakan sistempertahanan keamanan nasional yang kokoh, yang mampu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.

2. Mendorong pertumbuhan ekonomi yang bernilai tambah tinggi guna meningkatkan dayasaing ekonomi nasional, dalam rangka mengurangi pengangguran dan angka kemiskinan, serta memajukan kesejahteraan umum.

3. Mempercepat upaya mencerdaskan kehidupan bangsa, tercapainya kemajuan bangsa dankesejahteraan kehidupan rakyat, melalui pelayanan teknologi bagi publik. 4. Memberikan solusi bagi terciptanya pembangunan berkelanjutan dalam rangka turut berpartisipasi menangani masalah lingkungan global seperti: pemanasan global, perubahan iklim dan kerusakan lingkungan hidup.

3.1.2. Strategi Kebijakan Nasional Untuk menjalankan 11 prioritas nasional dan prioritas terpilih dari KIB II, maka strategi yang dipilih adalah: [1] Sinergi kebijakan lintas sektoral (perubahan dan keberlanjutan, menghilangkan hambatan, percepatan dan peningkatan) [2] Kemitraan antara pemerintah dan swasta [3] Pemerintah berperan sebagai regulator dan fasilitator [4] Menjaga stabilitas ekonomi, politik dan keamanan [5] Memperkuat rantai nilai perekonomian [6] Meningkatkan akses pendidikan [7] Meningkatkan kesehatan masyarakat.

3.2. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Riset dan Teknologi 3.2.1. Arah Kebijakan. Urgensi untuk pembangunan Sistem Nasional Iptek tidak dapat lagi ditampik, karena hanya ada satu pilihan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang lebih maju, yakni meningkatkan kemampuan, penguasaan dan kemandirian Iptek nasional. Iptek yang dimaksud adalah Iptek yang tepat bagi solusi permasalahan nasional di segala bidang. Seperti disebutkan sebelumnya, kontribusi teknologi yang nyata terhadap upaya-upaya mensejahterakan masyarakat dan memajukan peradaban akan terwujud apabila terbangun sebuah sistem yang mengatur hubungan antara unsur-unsur yang mampu menyediakan iklim yang mendorong inovasi di tanah air yang dikenal sebagai sebuah Sistem Inovasi Nasional (SINas). Karena itulah arah kebijakan Kementerian Riset dan Teknologi adalah

menumbuhkembangkan motivasi, memberikan stimulasi dan fasilitasi, danmenciptakan iklim yang kondusif guna terwujudnya SINas melalui: [1] Kelembagaan Iptek yang efektif, [2] Sumberdaya Iptek yang kuat, [3] Jaringan antar-kelembagaan Iptek yang saling memperkuat (mutualistik), [4] Relevansi dan produktivitas Iptek yang tinggi, dan [5] Pendayagunaan Iptek yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sistem Inovasi Nasional adalah jaringan antar institusi publik dan swasta dalam suatu wilayah nasional (SINas) dan daerah (SIDa) yang berinteraksi secara koheren dalam lingkup kegiatan memproduksi pengetahuan, menerapkan dan mendiseminasikan sehingga

menghasilkan manfaat nyata yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Para aktor utama yang menggerakkan Sistem Inovasi Nasional adalah perguruan tinggi, industri, dan lembaga litbang; sedangkan aktor pendukung terdiri dari pemerintah (nasional dan daerah), lembaga pembiayaan (pendanaan ventura), konsumen ( end user), lembaga intermediasi, lembaga paten dan sertifikasi, lembaga diklat dan lain-lain. Ada berbagai komponen yang berinteraksi membentuk SINas diantaranya adalah wirausaha (entrepreneur), penemu (inventor) dan peneliti. Entrepreneur berkontribusi dalam menarik investor (domestik dan internasional) dengan skema pendanaan alternatif selain perbankan (venture capital). Inventor dan peneliti terkait dengan sistem inovasi yang lebih luas (global, regional dan nasional). Secara nasional paling tidak ada 3 elemen dasar yang membangun efektivitas bekerjanya SINas, yaitu: 1. Kapasitas pendidikan dan pelatihan yang menghasilkan SDM berkualitas, 2. Kapasitas investasi yang terbangun oleh adanya iklim kondusif bagi industri berbasis ilmu pengetahuan, serta 3. Kapasitas kelembagaan inovasi (riset, bisnis dan universitas).

Dari hasil Rakornas Ristek 2008, disepakati bahwa kerangka kebijakan inovasi nasional terdiri atas 6 (enam) agenda kebijakan inovasi pokok, yaitu:

a.

Mengembangkan (reformasi) kerangka umum yang kondusif bagi perkembangan

inovasi dan bisnis: misalnya penataan insentif pajak (insentif struktural) bagi aktivitas inovasi; penetapan kepastian peraturan perundangan pembiayaan berisiko ( risk capital, seperti modal ventura); penataan kebijakan perijinan investasi dan bisnis; pengembangan standar atau ketentuan teknis-teknologis dan pengembangan kelembagaan khusus tertentu, reformasi peraturan perundangan yang menghambat atau yang dinilai kurang efektif/tidak sesuai lagi.

b. Memperkuat kelembagaan dan daya dukung litbang Iptek dan meningkatkankemampuan absorpsi dunia usaha, khususnya UKM: misalnya reformasi kelembagaan Iptek/inovasi; peningkatan kualitas SDM dan insentif non-struktural; pengembangan pusatpusat unggulan (center of excellence); dan pengembangan kapasitas teknologis dan bantuan teknis (technical assistance) bagi dunia usaha (terutama pelaku UKM). c. Menumbuh kembangkan kolaborasi bagi inovasi dan meningkatkan difusi inovasi,

praktik baik/terbaik dan/atau hasil litbangyasa: misalnya penguatan kelembagaan intermediasi dan aliansi strategis antarpelaku; dan pengembangan Pusat Inovasi UMKM.

d. Mendorong Budaya Kreatif - Inovatif: misalnya peningkatan apresiasi atas karyakreatif-inovatif; edukasi dini dan dukungan pengembangan

technopreneurship;

pengembangan standar literasi teknologi; migrasi ke penggunaan TIK legal; dukungan bagi perlindungan hukum dan pengembangan indigenous knowledge/technology.

e. Menumbuh kembangkan dan memperkuat keterpaduan pemajuan sistem inovasi danklaster industri nasional dan daerah: misalnya program kolaboratif pengembangan industri unggulan dan strategis nasional-daerah; percontohan e-development daerah;

f.

Penyelarasan dengan perkembangan global: misalnya kerjasama teknis regional dan

internasional; pengembangan interoperabilitas (adopsi dan adaptasi) dalam bidang yang telah menjadi kesepakatan internasional (misalnya implementasi teknologi baru CNS/ATM

system dalam sistem manajemen transportasi udara); pengembangan kapasitas nasionaldaerah bagi antisipasi implementasi open standar technology.

Kementerian (sosialisasi),

Riset

dan

Teknologi

beserta

jajaran dan

LPNK diklat,

di

bawahnya upaya

merencanakan dan telah memprakarsai langkah-langkah pendampingan

awareness campaignserta

(technical

assistance),

membangun konsensus nasional-daerah untuk menyusun agenda sinergis atas dasar

common platform tersebut. Penguatan kelembagaan juga telah dilaksanakan antaralain melalui kerjasama dan bantuan teknis dalam pengembangan DRD (Dewan Riset Daearah) di beberapa daerah. Peningkatan dan perluasan upaya ini akan dikembangkan lebih lanjut di waktu mendatang.

3.2.2.

Strategi Kebijakan

Tugas pokok, fungsi dan kewenangan Kementerian Riset dan Teknologi diarahkan untuk menjalankan peran intermediasi dalam pembangunan Sistem Inovasi Nasional (SINas), yakni:

1. 2.

Mengkoordinir kebersamaan lembaga penelitian dalam aspek perumusan kebijakan dan implementasi kebijakan di bidang litbang Iptek ( supply-push technology). Mempromosikan hasil litbang Iptek untuk didayagunakan bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

3.

Menyerap kebutuhan masyarakat (termasuk pasar) dalam rangka mengarahkan aktivitas litbang Iptek (demand-driven approach).

Peranan intermediasi ini penting untuk dilaksanakan dengan pendekatan manajemen yang efektif dan efisien, karena ditengarai adanya beberapa permasalahan di lapangan seperti adanya tumpang tindih program dan anggaran, Agenda Riset Nasional (ARN) yang masih belum diacu secara penuh oleh stake-holders pembangunan Iptek, efek sinergi yang lemah, sehingga pembangunan Iptek nasional menjadi lambat, marjinal, dan tidak terkoordinasi dengan baik. Strategi yang akan dijalankan oleh KRT dalam menjalankan peran intermediasi dan fungsi koordinasi dan sinkronisa