Post on 26-Jan-2016
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembagunan
nasional yang bertujuan bahwa setiap penduduk mempunyai kemampuan hidup
sehat yaitu keadaan sejahtera badan dan jiwa, dan memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mencapai tujuan tersebut
pembangunan kesehatan dilaksanakan secara bertahap ( Depkes RI, 2008 ).
Sejalan dengan teknologi dan ilmu pengetahuan sekarang ini
memberikan dampak positif dan negatif. Secara khusus dapat dilihat dari
kemajuan teknologi alat transportasi yang memberikan dampak positif yaitu
bertambahnya jumlah kendaraan dan makin bertambahnya lalu lintas. Hal ini
dapat juga memberikan dampak yang negatif yaitu meningkatnya kasus
kecelakaan lalu lintas ( Depkes RI, 2008 ).
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak
dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO
telah menetapkan dekade ini (2000-2010) menjadi dekade tulang dan persendian.
Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalulintas. Kecelakaan
lalulintas ini, selain menyebabkan fraktur. Menurut WHO, juga menyebabkan
kematian ±1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya
adalah remaja atau dewasa muda ( WHO, 2010 ).
1
Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju
industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat
yang meningkat otomatis terjadi peningkatan penggunaan alat transportasi /
kendaraan bermotor khususnya bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan.
Sehingga menambah “ kesemrautan “ arus lalulintas. Arus lalulintas yang tidak
teratur dapat meningkatkan kecendrungan terjadinya kecelakaan kendaraan
bermotor. Dan kecelakaan juga banyak terjadi pada arus mudik dan arus balik
hari raya idul fitri, kecelakaan tersebut sering kali menyebabkan cidera tulang
atau fraktur (Kompas. Com, 2008).
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang
keperawatan, untuk memenuhi tuntunan masyarakat. Maka perawat dituntut
untuk memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan
pelayanan secara komprehensif yang meliputi aspek biopsikososial spiritual
melalui pendekatan proses keperawatan, dengan kita sadari dan ilmu pengetahuan
keperawatan sehingga asuhan keperawatan dapat diberikan secara tepat guna
dengan penuh tanggung jawab ( PPNI, 2006 )
Angka kejadian fraktur yang dirawat dirumah sakit umum daerah
Labuang Baji Makassaar mulai tanggal 1 januari sampai 31 Desember 2011
sebanyak 91 orang laki – laki dan 20 orang perempuan ( Medical record Rumah
Sakit Umum Daerah Labuang Baji Makassar ).
2
Untuk itu, dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan dan
keterampilan sesuai dengan pendidikan, maka setiap mahasiswa menyusun suatu
karya tulis ilmiah berupa suatu asuhan keperawatan pada klien secara individu.
Berdasarkan kenyataan di lahan penulis mendapatkan kasus sistem
mukskuloskeletal. Maka pada kesempatan ini penulis dapat menyusun karya tulis
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada An. “F” Dengan gangguan
Muskuloskeletal ; Fraktur Digity Dextra di Ruang Perawatan Bedah Baji Kamase
II RSUD Labuang Baji Makassar pada tanggal 25 – 27 Juli 2011”.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum :
a. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai kelainan pada
sistem muskuloskeletal terutama tulang sebagai organ penyangga tubuh
serta prosedur asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
muskuloskeletal dengan fraktur Digity dextra di Ruang Bedah Baji
Kamase II RSUD Labuan Baji Makassar.
b. Untuk melihat kesenjangan antara teori dan kasus Fraktur Digity
dextra di Ruang Bedah Baji Kamase II RSUD Labuan Baji Makassar.
2. Tujuan khusus :
a. Dapat melakukan pengkajian keperawatan meliputi pengumpulan data,
klasifikasi data, analisa data, dan diagnosa keperawatan pada klien dengan
gangguan muskuloskeletal akibat fraktur Digity dextra.
3
b. Dapat mengetahui diagnosa keperawatan pada klien gangguan
muskuloskeletal akibat fraktur Digity dextra.
c. Dapat menyusun rencana keperawatan pada klien sesuai dengan prioritas
masalah.
d. Dapat mengetahui tentang cara pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan
dengan fraktur Digity dextra.
e. Dapat mengetahui tentang cara melakukan evaluasi hasil tindakan asuhan
keperawatan pada klien dengan fraktur Digity dextra.
f. Mendapatkan pengalaman dalam mendokumentasikan asuhan
keperawatan dengan klien fraktur Digity dextra.
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi penulis
Sebagai pengalaman dan keterampilan melaksanakan Asuhan Keperawatan
pada klien dengan diagnosa fraktur Digity dextra dan sebagai pengalaman
dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah.
2. Manfaat bagi pelayanan
Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi tenaga keperawatan khususnya
di ruangan bedah Baji Kamase II di RSUD Labuan Baji Makassar.
3. Manfaat bagi pendidikan
Sebagai bahan bacaan untuk menambah wawasan dari pengetahuan
khususnya bagi rekan-rekan mahasiswa Akper YPPP Wonomulyo Kab.
Polman.
4
4. Manfaat bagi klien/pasien
Sebagai bahan masukan untuk perawatan dan pengobatan dalam mencapai
kesembuhan yang diharapkan.
D. Metode Penulisan
Dalam menyusun karya tulis ini penulis menggunakan metode-metode sebagai
berikut :
1. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku sumber yang ada
hubungannya dengan landasan teori dalam menyusun karya tulis ini.
2. Studi kasus
Metode ini dilakukan melalui pendekatan proses keperawatan yaitu
pengkajian, perencanaan, dan evaluasi dengan jalan observasi, wawancara
dan pemeriksaan fisik serta asuhan keperawatan.
3. Studi dokumentasi
Metode ini dilakukan dengan jalan membaca status klien terhadap hasil
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan
masalah klien.
E. Sistimatika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai karya tulis ini, maka
penyusun menyusun karya tulis ini dengan 5 bab dengan sistematika sebagai
berikut :
5
BAB I : Pendahuluan
Membahas tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II : Membahas landasan teori dari fraktur Digiti Dextra yang terdiri
dari :
a. Konsep dasar medis yaitu : Pengertian, Etiologi, Klasifikasi
Anatomi dan fisiologi tulang, Manifestasi klinik, Komplikasi,
Pemeriksaan Diagnostik dan Penatalaksanaan.
b. Konsep dasar asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian,
Diagnosa Keperawatan, perencanaan, implementasi serta
evaluasi keperawatan.
BAB III : Membahas tinjaun kasus pada klien dengan fraktur Digiti Dextra
di ruang perawatan bedah Baji Kamase II RSUD Labuang Baji
Makassar.
BAB IV : Pembahasan
Bab ini merupakan bab yang membahas kesenjangan antara teori
dan praktek keperawatan yang dilaksanakan.
BAB V : Penutup
Bab yang menguraikan kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
BAB IITINJAUAN TEORITIS
6
A. Konsep Medis
1. Defenisi
a) Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau
patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /
rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya truma
(Smeltzer,dkk, 2005)
b) Fraktur adalah terputusnya keutuhan tulang, umumnya akibat trauma.
fraktur dapat digolongkan sesuai jenis dan arah garis fraktur
(Tambayong ,J, 2006)
c) Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, kedaan tulang itu sendiri
dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price, A dan L.Wilson, 2003).
d) fraktur adalah suatau patahan kontinuitas struktur tulang. Patahan tadi
mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan
korteks, biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau
kulit diatasnya masih utuh, keadaan ini disebut fraktur tertutup (atau
sederhana) kalau kulit atau salah satu kulit tertembus keadaan ini disebut
fraktur terbuka (atau compound) yang cendrung untuk mengalami
kontaminasi dan infeksi (A.Graham & Louis, S, 2007).
7
e) Jadi penulis berkesimpulan fraktur digity dextra adalah terputusnya
kontinuitas atau keutuhan tulang jari – jari kaki kanan yang biasa
diakibatkan karena Trauma.
2. Anatomi fisiologi
a. Anatomi
1) Kaki kita terdiri dari 28 tulang. Yaitu
a) 7 tulang tarsal
1) Kalkaneus
2) Landaian
3) Medial cuneiform
4) Intermediate cuneiform
5) Lateral yang runcing
6) Berbentuk kubus
7) Navicular
b) 5 tulang metatarsal (masing masing tersusun dari garis tulang ibu
jari kaki ke jari kelingkin)
c) 5 tulang proksimal falang (masing masing tersusung dari garis
tulang ibu jari kaki kejari kelingkin)
d) 4 tulang falang tengah (masing – masing tersusung dari jari kaki
kedua dari ibu jari sampai kejari kelingkin )
e) 5 tulang distal falang (masing masing tersusung dari garis tulang
ibu jari kaki kejari kelingkin)
8
f) 2 tulang sesamoid tulang di bawah kepala 1 metakarpal
Gambar 1.1tulang kaki terlihat dari atas
Tulang talus menghubungkan kaki dengan tulang tibia. Ini terdiri
dari tiga bagian kepala, leher dan tubuh. Pada tulang ini otot tidak terikat.
Ini berartikulasi dengan calcaneum, navicular dan tibia dan fibula masing
– masing membentuk talo-navicular, sendi talo-kalkanealis (subtalar) dan
pergelangan kaki.
9
Kalkaneus di tulang tarsal terbesar. Ini membentuk tumit kaki. Ini
menyediakan lampiran penting untuk Achilles tendon dan otot-otot
fleksor jari-jari kaki yang lebih rendah. Ini berartikulasi dengan tulang
berbentuk kubus lereng dan membentuk talo-kalkanealis dan calcaneo-
sendi berbentuk kubus.
Tulang navicular berartikulasi dengan kepala lereng dan tulang
runcing. Ini menyediakan lampiran penting untuk otot tibialis posterior.
Tulang berbentuk kubus berartikulasi dengan tulang metatarsal 4 dan 5
dan dengan kalkaneus membentuk sendi calcaneo-berbentuk kubus.
Tulang runcing mengartikulasikan dengan 1, 2 dan 3 tulang metatarsal.
Tulang metatarsal dan phalangeal membentuk jari-jari kaki. Tulang
metatarsal terdiri dari dasar, poros dan kepala. Dasar berartikulasi dengan
paku dan tulang berbentuk kubus. Kepala berartikulasi dengan dasar
falang proksimal.
Gambar 1.2
Tulang kaki tampilan dari sisi luar
10
Gambar 1.4Tulang kaki tampilan dari sisi dalam
2) Otot-otot penting dari kaki dan fungsi mereka
a) Gastrosoleus (betis) otot plantar-flex (berdiri di atas jari-jari kaki)
b) Tibialis anterior otot dorsi-fleksi (menarik jari-jari kaki keatas)
kaki.
Kedua gerakan di atas terjadi pada sendi pergelangan kaki.
a) Tibialis anterior dan posterior bertanggung jawab untuk inversi
(bergerak ke arah dalam kaki) dari kaki.
b) Peroneus longus dan brevis bertanggung jawab untuk eversi
(bergerak ke arah luar kaki) dari kaki.
Kedua gerakan-gerakan ini terjadi pada sendi talo-kalkanealis
(subtalar). Otot ekstensor bertanggung jawab untuk gerakan ekstensi
jari-jari kaki. Otot fleksor bertanggung jawab untuk gerakan fleksi
jari-jari kaki.
12
a) lengkungan membujur
b) lengkungan melintang
Lengkungan longitudinal lebih berkembang di sisi dalam kaki
dibandingkan dengan sisi luar di mana hampir datar. Puncak lengkungan
adalah tulang talus. Pilar posterior tulang kalkaneus. Pilar anterior
dibentuk oleh tulang tarsal dan metatarsal. Pilar anterior lagi dibagi
menjadi kolom (dalam) medial dan kolom (luar) lateral. Kolom medial
dibentuk oleh navicular, cuneiform dan 1, tulang metatarsal 2 dan 3.
Lateral kolom yang dibentuk oleh tulang metatarsal berbentuk kubus dan
4 dan 5. Transverse lengkungan yang terbaik yang dikembangkan di
persimpangan dari tulang metatarsal dengan tulang berbentuk kubus dan
runcing. Fungsi dari lengkungan kaki adalah untuk mengirimkan berat
tubuh memadai saat berjalan di permukaan tidak rata
3) Aliran darah pada kaki
Aspek lain yang penting dari anatomi kaki adalah pasokan darah kaki
yang datang dari tiga arteri. yaitu :
a) Tibialis anterior
b) Tibialis posterior
c) Peroneal Arteri
14
Gambar 1.5
Suplai darah ke kaki
Arteri tibialis anterior adalah cabang dari arteri politeal. A.
poplitea kemudian terus menyusuri bangsal dan terbagi menjadi arteri
tibialis peroneal dan posterior. Arteri tibialis anterior pasokan darah ke
bagian depan kaki. Tibialis posterior pasokan darah ke bagian posterior
dan bagian dalam kaki. Arteri peroneal memasok darah ke aspek luar
kaki.
Arteri tibialis anterior terus ke bawah dan pulsa yang dapat diraba
di depan sendi pergelangan kaki. Di kaki terus sebagai arteri dorsalis
pedis. Pulsa arteri ini dapat dirasakan hanya proksimal ke ruang web
pertama. Arteri dorsalis pedis memberikan off arteri arkuata bahwa
seiring dengan cabang-cabangnya memasok empat jari kaki luar. Arteri
dorsalis pedis terus turun untuk memasok kaki besar.
15
Arteri tibialis posterior lewat di belakang pergelangan kaki
kemudian angin ke bagian dalam. Berikut pulsa dapat dirasakan di
belakang malleoli medial. Bergerak ke arah telapak kaki ini terbagi
menjadi dua cabang yang disebut arteri plantar lateral dan medial yang
memasok satu-satunya. Arteri peroneal turun ke bawah dan terbagi
menjadi cabang yang memasok aspek posterior dan luar tumit.
b. Fisiologi
Setiap trauma dapat menyebabkan cedera pada tulang. Pada
umumnya patah tulang merupakan keadaan kritis terutama bila disertai
perdarahan atau shock yang mempunyai kekerasan dan dan kekuatan
optimal, serta kemampuan untuk sembuh dengan cepat. Pada umumnya
hanya benturan yang sangat keras yang mematahkan tulang, bila hal ini
terjadi maka timbul kerusakan berat pada jaringan periosteum
Bila terjadi fraktur pembuluh darah disertai dengan tulang
periosteum akan membentuk hematoma disekelilig fraktur dan darah
mengalir ke otot-otot sehingga terjadi pembengkakan. Dalam berbagai
tingkatan kerusakan tersebut dan menimbulkan nyeri, derformitas,
bengkak, kiposis, perubahan suhu dan warna kulit sehingga bila
pertolongan terlambat dapat menimbulakan Malunion (tulang tidak
menyatu) (A.Graham & Louis, S, 2007)
3. Etiologi
a. Trauma Langsung / Direck
16
Yaitu fraktur yang terjadi dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa,
misalnya benturan atau pukulan yang mengakibatkan fraktur.
b. Trauma Tidak Langsung / Indirec
Misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat
terjadi fraktur pada pergelangan tangan, kolum arargikum humeri, supra
kondiler dan klavikula.
c. Trauma Ringan
Yaitu trauma ringan yang terjadi pada tulang rapuh. (A.Graham & Louis,
S, 2007)
4. Insiden
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat tahun 2009 terdapat dari 7
juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang
mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki
prevalensi cukup tinggi yakni insiden fraktur ekstremitas bawah yakni sekitar
46,2% dari insiden kecelakaan yang terjadi. Fraktur merupakan suatu keadaan
dimana terjadi disintegritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden
kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif juga dapat
berpengaruh terhadap kejadian fraktur. (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) oleh Badan
Penelitian dan Pengembangan Depkes RI tahun 2007 di Indonesia terjadi
17
kasus fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh,
kecelakaan lalu lintas dan trauma benda tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa
terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829
kasus kecelakaan lalu lintas, yang mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang
(8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam/tumpul, yang mengalami fraktur
sebanyak 236 orang (1,7%). (Depkes RI, 2007).
Sedangkan angka kejadian peraktur yang dirawat di rumah sakit
umum daerah Labuang Baji Makassar mulai tanggal 1 januari sampai 31
Desember 2011 sebanyak 91 orang laki – laki dan 20 orang perempuan.
Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009
didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian fraktur dengan
jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda. Dari hasil survey tim
Depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur yang mengalami kematian, 45%
mengalami kecacatan fisik, 15% mengalami stress psikologis karena cemas
dan bahkan depresi, dan 10% ,mengalami kesembuhan dengan baik. (Depkes
RI, 2009).
5. Jenis – jenis Fraktur
a. Complete fracture (fraktur komplet), patah pada seluruh garis tengah
ulang, luas dan melintang. Biasanya disertai dengan perpindahan posisi
tulang.
b. Closed fracture (simple frakltur), tidak menyebabkan robeknya kulit,
gritas kulit masih utuh.
18
c. Open fracture ( compound fraktur / komplikata / kompleks),
merupakanfraktur dengan luka pada kulit ( integritas kulit rusak dan
ujung menonjol sampai menembus kulit) atau membrane mukosa sampai
kepatahan tulang.
Fraktur tebuka digradasi menjadi :
Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm panjangnya
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
Grade III : luka sangat terkontaminasi, dan mengalami
kerusakan jaringan lunak ekstensif.
d. Greenstick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang lainnya
membengkok.
e. Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
f. Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang.
g. Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
h. Komunitif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
i. Depresi, fraktur dengan fagmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi
pada tulang tengkorak dan wajah).
j. Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang
belakang).
k. Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit (kista
tulang, paget, metastasis tulang, tumor).
19
l. Epifisial, fraktur melalui epifisis.
m. Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang
lainnya (Brunner & Suddarth, 2002).
6. Menifestasi Klinis
a. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai sebelum imobilisasi.
Spasme otot yang menyertai frakturmelepaskan bentuk bidai alamia yang
dirancang untuk memindahkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur bagian-bagian alat dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) pergerakan fragmen
dapat menyebabkan deformitas.
c. Pada fraktur panjang terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya, karena
kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur, fragmen
sering melengkapi satu sama lain.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan karena adanya derik tulang
dinamakan krepitasi yang terjadi akibat gerakan antara fragmen atau
dengan lainnya.
7. Komplikasi
Meskipun kebanyakan yang menderita patah tulang setahap demi setahap
akan mengalami proses penyembuhan tetapi ada juga yang menderita ketidak
mampuan fisik akibat komplikasi seperti :
20
a. Mal union : Keadaan di mana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi,
kependekan.
b. Delayed union : Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3 – 5
bulan (tiga bulan untuk anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota
gerak bawah).
c. Non union : Apabila fraktur tidak menyembuh antaran 6 – 8 bulan dan
tidak didapatkan konsolidasi sehingga terdapat pseudoartritis (sendi palsu)
d. Shock perdarahan bila terjadi fraktur yang disertai perdarahan mudah
akan terjadi shock..
e. Infeksi tulang biasanya menyertai fraktur khususnya fraktur terbuka
f. Infeksi vescular fraktur dapat mengganggu aliran darah serta fragmen
tersebut mati.
g. Cedera vascular dan syaraf, kedua organ ini terdapat pada aliran darah
akibat ujung patahan yang tajam yang dapat menimbulkan gangguan
ekremitas dan gangguan syaraf. (Long C. Barbara,2005)
8. Pemeriksaan Diagnositik
a. Hasil Laboratorium
Tidak ada tes khusus untuk mengetahui fraktur. Yang perlu
diketahui adalah Hb, hematokrit, sering rendah disebabkan peredaran
darah yang lemah yang disebabkan karena meningkatnya kerusakan
21
jaringan lurik sangat luas pada masa penyembuhan dan peningkatan
dalam darah.
b. Hasil Radiologi
Pemeriksaan rontgen menentukan lokasi luasnya fraktur, trauma, CT
Scan, MRI, memperlihatkan fraktur yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. (Long C. Barbara,2005)
9. Penatalaksaan Fraktur Secara Umum
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi (Smeltzer,
2005). Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur
adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang
dipilih untuk mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang ke posisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya, traksi dapat
dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan
bedah, fragmen tulang dirduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,kawat,
sekrup, plat, paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk
22
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan
tulang solid terjadi.
Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi
dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna
dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips,
bidai,traksi kontin, pin, dan tehnik gips. Sedangkan implant logam digunakan
untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang, dapat
dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler,
latihan isometric, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam
memperbaiki kemandirian dan harga diri (Smeltzer, 2005).
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu :
a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat kejadian dan
kemudian di rumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang dipasang untuk
mempertahankan reduksi harus melewati sendi di atas fraktur dan di bawah
fraktur.
d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price, 2004).
Penatalaksanaan perawat menurut Mansjoer (2006), adalah sebagai berikut :
23
a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan penurunan
kesadaran, baru periksa patah tulang.
b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman, mencega
komplikasi.
c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara dini, dan
pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cidera adalah :
1) Merabah lokasi apakah masih hangat
2) Observasi warna
3) Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali kapiler
4) Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang sensasi pada
lokasi cidera
5) Merba lokasi cidera apaka pasien bisa membedakan rasa sensasi nyeri
6) Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakan.
d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan
e. Mempertahankan kekuatan kulit
f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan intake
protein 150-300 gr/hari
g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan tujuan
untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.
Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner dan Suddart (2002) :
1) Inflimasi, tubuh berespon pada tempat cidera terjadi hematom
24
2) proliferasi sel, terbentuknya barang-barang fibrin sehuingga terjadi
revaskularisasi
3) Pembentukan halus, jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang
4) Opsifikasi, merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan tulang
yang baru
5) Remodeling, perbaikan patah yang meliputih pengambilan jaringan yang
mati dan reorganisasi.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan adalah suatu system dalam merencanakan Asuhan
Keperawatan yang mempunyai 4 (empat) tahap, yaitu : pengkajian, perencanaan,
pelakasanaan dan evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap pertama dan asuhan keperawatan dalam
asuhan keperawatan sebagai perawatan mengunakan pendekatan
komperhensif yaitu pendekatan bio, psiko, sosial dan spiritual.
Data dasar pengkajian
a. Aktifitas / istirahat
Tanda tanda keterbatasan / kehilangan fungsi pada bagian yang terkena
mungkin segera fraktur ini terjadi atau secara sekunder karena
pembengkakan sehingga nyeri
b. Sirkulasi
25
Tanda tanda sirkulasi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap
nyeri ansietas) atau hipotensi, kehilangan darah, penurunan nadi, pada
bagian distal yang cedera pengikisian lapisan lembut, pucat pada bagian
yang terkena pembengkakan jaringan otot massa hematoma pada sisi
cedera.
c. Neurovaskuler
Tanda tanda hilang gerakan/sensasi spasme otot, kesemutan tanda-tanda
deformitas (kelainan bentuk)
d. Nyeri/kenyamanan
Tanda-tanda : nyeri berat tiba-tiba pada saat oedema, terlokalisasi pada
jaringan kerusakan tulang dapat berkurang pada immobilisasi tidak ada
nyeri akibat kerusakan saraf spasme kram pada otot (setelah immobilisasi)
e. Keamanan
Tanda-tanda : ulnserasi kulit efulsi jaringan perdarahan dan perubahan
warna pembengkakan lokal dapat meningkat secara betahap atau tiba-tiba
f. Penyuluhan pembelajaran
Klien dan keluarga tentang tata cara perawatan fraktur.
g. Eliminasi
26
Perubahan pola kemih, poliuria, nokturia, kesulitan berkemih, urune
encer, pucat dan kuning.
h. Makanan dan cairan
Hilangnya nafsu makan, mual, muntah
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko terjadinya trauma tambahan berhubungan dengan kurangnya
informasi yang adekuat.
b. Nyeri berhubungan dengan fraktur.
c. Resiko terjadi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
gangguan arteri vena.
d. Menurunnya mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler skeletal pada jari – jari kaki.
e. Gangguan integritas kulit, dekubitus berhubungan dengan penurunan
sirkulasi pada daerah yang tertekan karena imobilisasi.
f. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka terbuka yang
masih basah.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang
adekuat
(Merilynn E. Doenges,2000)
3. Perencanaan
a. Resiko terjadinya trauma tambahan berhubungan dengan kurangnya
informasi yang adekuat.
27
Data subyektif : -
Data obyektif : klien tidak kooperatif.
Tujuan : Tidak terjadi trauma tambahan dengan kriteria :
- Kestabilan dan
keseimbangan fraktur tetap dipertahankan.
- Menunjukkan
susunan callus dan mulai terjadinuya sambungan pada faktus
sebagaimana mestinya.
Tindakan keperawatan
Intervensi Rasional
-
tulang panjang dapat
dipertahankan
-
tiap hari
-
foto X-Ray
-
penjajakan tulang serta mengurangi
komplikasi misalnya tertundanya
penyembuhan/tulang tidak menyatu
-
mempercepat pertumbuhan jaringan
callus serta penjajakan tulang dapat
Dipertahankan
-
telah terjadi pembentukan callus serta
letak kedudukan tulang
28
b. Nyeri berhubungan dengan fraktur.
Data subyektif : klien mengeluh nyeri, mengeluh bertambah bila
digerakkan.
Data obyektif : Ekspresi wajah meringis, fraktus tibia.
Tujuan :
Nyeri berkurang/hilang dengan kriteria : tidak mengeluh nyeri, ekspresi
wajah ceria.
Tindakan keperawatan
Intervensi Rasional
-
-
efektif dengan cara tirah baring
-
tanpa mempengaruhi axis tulang
-
nyeri kontrol stres dan cara
relaksasi
-
datangnya nyeri sehingga dapat
menentukan yang akan diberikan
dengan tepat
-
sering dari tulang yang patah
sehingga tidak merangsang saraf
yang menimbulkan nyeri
-
mengurangi rasa nyeri
-
meningkatkan kontrol rasa serta
29
-
pemberian analgetik
meningkatkan kemampuan
mengatasi rasa nyeri dan stres dalam
periode yang lama
-
rasa sakit
c. Resiko terjadi gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan
gangguan arteri vena.
Data subyektif : klien mengatakan bengkak daerah perifer.
Data obyektif : adanya edema dan hematoma sekitar fraktur, kulit
pucat dan dingin
Tujuan :
Tidak terjadi gangguan perfusi jaringan dengan kriteria :
- Tidak ada gangguan
hematoma.
- Kulit hangat dan warna
merah.
- Nadi teraba.
- Ada pengisian pada
kapiler.
30
Tindakan keperawatan
Intervensi Rasional
-
serta pengisian kembali pembuluh
darah kapiler
-
pada daerah fraktur
-
serta perhatikan perubahan fungsi
motorik/sensorik
-
seperti gips sirkuler verband dan
lain-lain
-
fraktur jika dibutuhkan
-
kembali kapiler lambat atau tidak
menunjukkan adanya kerusakan arteri
sehingga tidak membahayakan sistem
perfusi jaringan
-
menunjukkan luka pada pembuluh
darah sehingga memerlukan evaluasi
secara segera oleh tim medis untuk
memperbaiki sirkulasi
-
sakit yang berkepanjangan,
menunjukkan adanya kerusakan saraf
-
sirkulasi sehingga tidak
mengakibatkan terbentuknya edema
pada ekstremitas
-
terbentuknya hematom dan akan
merusak sirkulasi
31
d. Menurunnya mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler skeletal ekstremitas bawah.
Data subyektif : Klien mengatakan tidak mampu menggerakkan
ekstremitas bagian bawah.
Data obyektif : Fraktur femur, immobilisasi.
Tujuan :
Klien dapat melakukan mobilitas fisik dengan kritieria : dapat
menggerakkan ekstremitas yang tidak diimobilisasi, dapat
mempertahankan mobilitas pada tingkat possibilitas yang tinggi.
Tindakan keperawatan
Intervensi Rasional
- Ka
ji kemampuan fungsional
- Ba
- Menge
nal kekuatan dan memberikan
informasi yang berhubungan dengan
penyembuhan serta tindakan yang
akan diberikan
- Menin
32
ntu klien melakukan range of
motion pasif/aktif pada
ekstremitas yang sakit maupun
tidak
- Me
ndorong klien melakukan latihan
isometrik untuk anggota badan
yang tidak terpengaruh dengan
imobilisasi
- Ko
laborasi dengan dokter/therapiest
untuk memungkinkan
dilakukannya rehabilitasi
gkatkan aliran darah ke otot dan
tulang, mencegah kontraktur,
mengurangi atrofi dan
mempertahankan mobilitas
tulang/sendi
- Memb
antu menggerakkan anggota badan
serta dapat mempertahankan kekuatan
massa otot
- Bergu
na dalam menggerakkan program
latihan dan aktivitas secara individual
e. Gangguan integritas kulit, dekubitus berhubungan dengan penurunan
sirkulasi pada daerah yang tertekan karena imobilisasi.
Data subyektif : Klien mengatakan rasa panas pada bokong dan
punggung.
Data obyektif : Immobilisasi, warna kulit pada derah punggung dan
bokong pucat
33
Tujuan
Gangguan integritas kulit teratasi dengan kriteria : tidak rasa panas pada
daerah punggung dan bokong, kulit punggung dan bokong berwarna
merah, tidak nyeri.
Tindakan keperawatan
Intervensi Rasional
- Ob
servasi daerah yang tertekan
- Cu
ci tangan sebelum dan sesudah
melakukan perasat
- Be
rsihkan luka dekubitus dengan
obat antiseptic
- Dapat
memberikan gambaran daerah yang
sudah dekubitus, yang sudah terjadi
ischemik jaringan, serta tekanan pada
kulit
- Merup
akan suatu tindakan yang paling
penting untuk mencegah meluasnya
infeksi karena sumber utama
terjadinya kontaminasi oleh mikroba
- Mence
gah masuk dan berkembangnya
kuman dalam luka yang dapat
memperberat luka
- Dapat
34
- Pij
at daerah tulang dan kulit yang
mendapat tekanan dengan
menggunankan lotion
- Ru
bah posisi tidur dengan ganjalan
bantal/kain pada daerah yang
tertekan
- Ma
ndikan klien setiap hari
memperbaiki/meningkatkan sirkulasi
dan mencegah terjadinya lecet pada
kulit
- Mengu
rangi tekanan terus menerus pada
daerah tertekan
- Kulit
bersih dan sirkulasi kulit lancar/baik
f. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka terbuka yang
masih basah.
Tujuan : Luka sembuh dengan kriteria tidak ada tanda-tanda infeksi
Tindakan keperawatan
Intervensi Rasional
- Ob
servasi keadaan luka klien
- M
onitor tanda-tanda vital
- Dapat
mengetahui adanya infeksi secara
dini
- Pening
katan tanda vital merupakan salah
satu gejala infeksi
35
- Gu
nakan tehnik aseptik dan
antiseptik dalam melakukan
setiap tindakan
- Ga
nti balutan setiap hari dengan
menggunakan balutan steril
- Be
ri antibiotik sesuai dengan
program pengobatan
- Memu
tuskan mata rantai kuman penyebab
infeksi sehingga infeksi tidak terjadi
- Menja
ga agar luka tetap bersih dan dapat
menceah terjadinya kontaminasi
- Antibi
otik membunuh kuman penyebab
infeksi
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi yang adekuat
Data subyektif : klien bertanya tentang penyakitnya.
Data obyektif : tidak kooperatif, gelisah.
Tujuan :
Pemahaman klien terpenuhi dengan kriteria : klien tidak
bertanya tentang penyakitnya, klien lebih kooperatif dalam
prosedur keperawatan.
Tindakan keperawatan
Intervensi Rasional
- Jel - Memb
36
askan prosedur dan tindakan yang
diberikan
- Jel
askan perlunya metode ambulasi
yang tepat
- Ins
truksikan pada klien agar
mengatakan pada perawat bila ada
hal-hal yang tidak menyenangkan
erikan dan meningkatkan
pemahaman klien sehingga dapat
mengerti dan koopertif dengan
tindakan yang diberikan
- Untuk
mencegah terjadinya komplikasi
yang tidak diinginkan dan akan
memperlambat penyembuhan
- Dapat
mengurangi stres dan kegelisahan
4. Pelaksanaan
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-
aktivitas yang telah dicatat dalam renana perawatan pasien. Agar
implementasi/ pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif
maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat
respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta
mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan
diprioritaskan pada upaya untuk : meningkatkan fungsi pernapasan,
37
menghilangkan nyeri dan meningkatkan istirahat, mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit, meningkatan asupan nutrisi, memberikan
informasi tentang penyakit, prosedur dan kebutuhan pengobatan.
5. Evaluasi.
Pada tahap akhir dari proses keperawatan adalah mengevaluasi
respon pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa
hasil yang diharapkan telah dicapai. Evaluasi yang merupakan proses terus
menerus, diperlukan untuk menentukan seberapa baik rencana perawatan
yang dilaksanakan.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinu, karena
setiap tindakan keperawatan dilakukan, respon pasien dicatat dan dievaluasi
dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan
respon pasien, revisi intervensi keperawatan/hasil pasien yang mungkin
diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu pada tujuan yang telah ditetapkan
yaitu : pola nafas efektif, nyeri teratasi/terkontrol, tidak terjadi kekurangan
volume cairan, kebutuhan nutrisi terpenuhi, klien mengatakan pemahaman
tentang penyakitnya.
38