Post on 14-Mar-2019
AZEFEK ANALGESIK AIR PERASAN DAUN SELEDRI (Apium graveolens L.) PADA MENCIT
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
ILMIDA HUSNIANA
G0006093
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena limpahan nikmat, rahmat, hidayah, serta ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efek Analgesik Air Perasan Daun Seledri (Apium graveolens L.) Pada Mencit”.
Dengan selesainya penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan pengahargaan dan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. A.A. Subijanto, dr., MS, selaku Dekan Fakultas Kedokteran UNS. 2. Tim skripsi yang telah membantu kelancaran pembuatan skripsi ini. 3. Endang Sri Hardjanti, dr., PFark. sebagai pembimbing utama yang telah
berkenan memberikan waktu, bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis. 4. Achmad Subakir, dr., PFark. sebagai pembimbing pendamping yang telah
sudi memberikan waktu, bimbingan, saran, dan motivasi bagi penulis. 5. DR. Muchsin Doewes, dr., MARS. sebagai penguji utama yang telah
memberikan nasehat, koreksi, kritik, dan saran untuk menyempurnakan penyusunan skripsi.
6. Samigun, dr., S.U. sebagai anggota penguji yang telah memberikan nasehat, koreksi, kritik, dan saran untuk menyempurnakan penyusunan skripsi.
7. Muthmainah, dr., M.Kes selaku tim skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan pelayanan dan kemudahan dalam pelaksanaan skripsi.
8. Keluarga besar Lab. Farmakologi UNS untuk segala bantuan & kemudahan. 9. Pak Sigit dan semua staf Laboratorium Farmakologi Universitas Setia Budi
yang telah membantu kelancaran pelaksanaan penelitian. 10. Kedua orang tua tercinta atas segala do’a restu yang tiada habis dan dukungan
baik moril dan materiil, Mbak Nuria untuk semua motivasinya, Wawan dan Lia atas semua keceriaannya.
11. Seseorang di Jakarta untuk semua support, motivasi, doa dan semangat yang selalu diberikan. Thanks for everythings.
12. Teman-teman kelompok PBL D3 untuk kerjasama yang indah. 13. Anak-anak kos Sakinah atas semua cerita, bantuan, dan saran selama ini. 14. Teman-teman FK UNS 2006, Beta Ratri sebagai teman seperjuangan selalu
dan selamanya. 15. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung hingga selesainya
penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak
lepas dari kekurangan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, dibutuhkan saran dan masukan untuk menyempurnakan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Surakarta, Februari 2010
Ilmida Husniana
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah dan
disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, Februari 2010
Ilmida Husniana
NIM. G.0006093
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Efek Analgesik Air Perasan Daun Seledri (Apium graveolens L.) Pada Mencit
Ilmida Husniana, NIM / Semester : G0006093/VIII, Tahun : 2010
Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas
Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Selasa, Tanggal 16 Februari 2010
Pembimbing Utama Nama : Endang Sri Hardjanti, dr., PFark NIP : 194710071976112001 (………………………….) Pembimbing Pendamping Nama : Achmad Subakir, dr., PFarK. NIP : 194505161976031001 (………………………….)
Penguji Utama Nama : DR. Muchsin Doewes, dr., MARS. NIP : 194805311976031001 (………………………….) Anggota Penguji Nama : Samigun, dr., S.U. NIP : 194707071976091009 (………………………….)
Surakarta,
Ketua Tim Skripsi
Sri Wahjono, dr., MKes., DAFK NIP : 19450824 197310 1 001
Dekan Fak. Kedokteran UNS
Prof. Dr. A. A. Subijanto, dr., MS. NIP : 19481107 197310 1 003
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA.................................................................................................... iv
DAFTAR ISI.................................................................................................. v
DAFTAR TABEL.......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................ 1
B. Perumusan Masalah............................................................... 4
C. Tujuan Penelitian................................................................... 4
D. Manfaat Penelitian................................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka................................................................... 6
B. Kerangka Pemikiran.............................................................. 14
C. Hipotesis................................................................................ 15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian....................................................................... 16
B. Lokasi Penelitian.................................................................... 16
C.Obyek Penelitian.................................................................... 16
D. Hewan Uji ............................................................................. 16
E. Klasifikasi Variabel .............................................................. 16
F. Definisi Operasional Variabel............................................... 17
G. Rancangan Penelitian............................................................ 18
H. Alat dan Bahan Penelitian .................................................... 20
I. Metode Induksi Nyeri Hot Plate............................................ 21
J. Cara Kerja.............................................................................. 22
K. Penentuan Dosis……............................................................. 23
L. Teknik Analisis Data Statistik .............................................. 24
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian...................................................................... 26
B. Analisis Data.......................................................................... 28
BAB V PEMBAHASAN........................................................................ 36
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan................................................................................ 39
B. Saran...................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 40
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Jumlah jingkatan mencit selama 5 menit pada suhu 50 0C
sebelum dan setelah diberi perlakuan............................................. 27
Tabel 2. Hasil Uji Anova (Analisis of Varians) tentang Efek Analgesik
Air Perasan Daun Seledri (Apium graveolens L.) ...................….. 30
Tabel 3. Hasil Uji Post Hoc .......................................................................... 31
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Mekanisme Kerja Aspirin ………………………… 9
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian
Lampiran 2 Surat Keterangan telah Dilaksanakan Penelitian
Lampiran 3 Surat Hasil Penelitian
Lampiran 4 Ethical Clearance
Lampiran 5 Perhitungan Uji One-way Anova dengan SPSS 16
Lampiran 6 Perbandingan Kekuatan Analgesik antara Air Perasan Daun
Seledri per oral dengan Aspirin pada Mencit
Lampiran 7 Tabel Konversi Dosis untuk Manusia dan Hewan
Lampiran 8 Tabel Volume Maksimum Larutan Obat yang Dapat
Diberikan pada Berbagai Hewan
Lampiran 9 Gambar daun seledri (Apium graveolens L.)
Lampiran 10 Foto Jalannya Penelitian
ABSTRAK Ilmida Husniana, G0006093, 2010. EFEK ANALGESIK AIR PERASAN DAUN SELEDRI (Apium graveolens L.) PADA MENCIT, FAKULTAS KEDOKTERAN, UNIVERSITAS SEBELAS MARET, SURAKARTA. Tujuan Penelitian : Daun seledri mengandung zat flavonoid yang memiliki aktivitas biologis, diantaranya adalah efek analgesik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya efek analgesik air perasan daun seledri pada mencit dan efektivitas analgesiknya dibandingkan dengan aspirin dosis terapi. Metode Penelitian : Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental laboratorium sederhana dengan metode post test only control group design, yang dilakukan di Laboratorium Farmakologi Universitas Setia Budi Surakarta. Hewan uji yang digunakan adalah mencit jantan galur Swiss Webster dengan usia 2-3 bulan dan berat 20-30 gram, sebanyak 30 ekor yang dibagi ke dalam 5 kelompok perlakuan dengan teknik acak sederhana (simple random sampling), yaitu kelompok kontrol negatif (aquadest), kelompok kontrol positif (aspirin), kelompok uji dosis 1 (0,5 ml air perasan daun seledri dosis 1), kelompok uji dosis 2 (0,5 ml air perasan daun seledri dosis 2), kelompok uji dosis 3 (0,5 ml air perasan daun seledri dosis 3). Efek analgesik ditentukan dengan menghitung jumlah jingkatan mencit pada hot plate selama 5 menit pada suhu hasil homogenisasi (500C). Data yang diperoleh diuji statistik dengan uji Anava untuk membandingkan perbedaan antara kelima macam kelompok perlakuan kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc.
Hasil Penelitian : Hasil uji Anava menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelima kelompok perlakuan, sedangkan hasil uji Post Hoc menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kelompok bahan uji, dan kelompok kontrol positif dengan kelompok bahan uji tidak memiliki perbedaan yang bermakna.
Simpulan Penelitian : Simpulan dari penelitian ini adalah air perasan daun seledri memiliki efek analgesik pada mencit dan efektifitasnya sebanding dengan aspirin dosis terapi.
Kata kunci : efek analgesik, air perasan daun seledri, flavonoid
ABSTRACT
Ilmida Husniana, G0006093, 2010. ANALGESIC EFFECT OF CELERY (Apium graveolens L.) DISTILLATION WATER AT MICE, Faculty Of Mediciness, Sebelas Maret University, Surakarta Objective : Celery (Apium graveolens L.) contains of flavonoid that has biological activities, one of it is analgesic effect. The aim of this research is knowing the existence of analgesic effect from distillation water of celery (Apium graveolens L.) at mice and its analgesic efficacy compared to aspirin therapy dose. Methods : The type of this research is simple experimental laboratory research with “post test only group control design” method, done in Pharmacology Laboratory of Setia Budi University Surakarta. Animal trial that is used is male mice of Swiss groove with age 2-3 months and weight 20-30 grams much as 30 and divided into 5 treatment groups by simple random sampling technique, i.e. negative control group (aquadest), positive control group (aspirin), first treated group (0,5 ml of celery distillation water 1st dose), second treated group (0,5 ml of celery distillation water 2nd dose), third treated group (0,5 ml of celery distillation water 3rd dose). Analgesic effect is determined by counting the mice jump on hot plate during 5 minutes at the result of homogeneity temperature (50°C). Obtained data is tested statistically by Anova test to compare the difference among five treatment groups and then continued with Post Hoc test. Results : Result of Anova test shows that there are significant differences among five treatment groups, while the result of Post Hoc test shows that there are significant difference between negative control group with tested control group and positive control group with tested group have not the significant differences.
Conclusion: Celery (Apium graveolens L.) distillation water has analgesic effect at mice and the effectivity is the same with aspirin therapy dose.
Key words : analgesic effect, celery distillation water, flavonoid
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
dari bahan tersebut yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman (UU No. 23 tahun 1992). Dalam Sistem Kesehatan
Nasional disebutkan bahwa obat tradisional yang terbukti berhasil guna harus
dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan (Sinambela, 2000).
WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit. Selain
itu, juga mendukung upaya-upaya dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari
obat tradisional. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman
daripada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional
memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit (Sari, 2006) dan relatif lebih
aman dari pada obat modern (Katno dan Pramono, 2002).
Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di
negara maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi
penyakit kronik meningkat dan semakin luasnya akses informasi mengenai obat
herbal di seluruh dunia (WHO dalam Sari, 2006). Selain itu, dengan adanya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, obat tradisional juga mengalami
perkembangan dalam bentuk formulasi sediaan misalnya serbuk, pil, kapsul dan
lain-lain (Pudjiastuti et al., 1996).
Dalam perkembangannya, berbagai temuan riset pengobatan tradisional
mampu menemukan beberapa alternatif bagi penyembuhan berbagai penyakit,
diantaranya adalah sebagai obat penghilang rasa nyeri. Sakit kepala, nyeri otot dan
nyeri sendi (artritis rematoid) adalah beberapa contoh penyakit yang menimbulkan
nyeri (Biworo, 2008). Nyeri, dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu
gejala yang paling sering dikeluhkan penderita (Soelistiono, 2008), yang
fungsinya adalah melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya
gangguan-gangguan pada tubuh. Penyebabnya adalah adanya pelepasan berbagai
mediator nyeri pada tubuh yang diantaranya adalah prostaglandin. Obat untuk
menghilangkan rasa nyeri adalah obat yang mengandung fungsi analgesik.
Analgesika/obat-obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang
mengurangi/melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tjay &
Rahardja, 1986).
Ada berbagai macam obat analgesik yang biasa digunakan oleh
masyarakat, baik berupa obat tradisional maupun sintetik. Beberapa contoh obat
analgesik sintetis misalnya aspirin, ibuprofen, dan asam mefenamat. Efek samping
yang sering terjadi dapat berupa efek ringan dan efek yang lebih berat. Efek yang
ringan contohnya seperti reaksi alergi maupun rash dan efek yang lebih berat,
berupa gangguan pada sistem sistem gastrointestinal, misalnya dispepsi, nyeri
epigastrik, mual dan muntah hingga perdarahan lambung (Soelistiono, 2008).
Melihat efek samping yang ditimbulkan oleh obat sintetik di atas, berbagai
cara bisa dilakukan oleh masyarakat dalam rangka memperoleh derajat kesehatan
yang optimal, salah satunya dengan memanfaatkan tanaman obat (Katno dan
Pramono, 2002). Beberapa hal yang dapat meningkatkan kembali penggunaaan
obat tradisional oleh masyarakat dengan memanfaatkan sumber daya alam yang
ada di sekitar, antara lain :
a. Melonjaknya harga obat sintetis dan efek sampingnya bagi kesehatan
(Kuntorini, 2005)
b. Adanya back to nature maupun krisis yang berkepanjangan (Katno dan
Pramono, 2002)
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati
terbesar di dunia dengan lebih dari 30 ribu spesies tanaman berkhasiat obat yang
telah diteliti secara ilmiah, namun hanya sekitar 180 spesies yang telah
dimanfaatkan oleh industri obat tradisional (Herlina et al., 2006).
Diantara sekian banyak tanaman obat yang terdapat di Indonesia, ada
beberapa jenis tanaman yang difungsikan untuk menghilangkan rasa nyeri. Salah
satunya adalah tanaman seledri. Seledri, dapat difungsikan sebagai obat analgesik
karena mengandung senyawa flavonoid. Senyawa-senyawa flavonoid, baik
bioflavonoid maupun flavonoid sintetik, menunjukkan lebih dari 100 jenis
bioaktivitas. Salah satu diantaranya adalah efek analgesik (Achmad et al., 1990).
Flavonoid bekerja dengan cara menghambat enzim siklooksigenase, yang
merupakan langkah pertama terbentuknya prostaglandin (Robinson, 1995).
Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa obat analgesik dibagi
menjadi dua macam yaitu obat sintetis dan obat alami. Maka dari itu, peneliti
ingin menguji, apakah obat analgesik alami yang dalam penelitian ini digunakan
air perasan daun seledri, mampu memberikan efek analgesik yang cukup baik
dalam menghilangkan rasa nyeri, jika dibandingkan dengan aspirin dosis terapi
sebagai obat sintetik standar, yang sering digunakan oleh masyarakat sebagai obat
analgesik.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan
masalah penelitian ini, yaitu:
1. Apakah ada efek analgesik dari air perasan daun seledri (Apium
graveolens L.) pada mencit?
2. Bagaimana efektivitas analgesik air perasan daun seledri (Apium
graveolens L.) jika dibandingkan dengan aspirin dosis terapi pada mencit?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui ada tidaknya efek analgesik air perasan daun seledri
(Apium graveolens L.) pada mencit.
2. Untuk mengetahui efektivitas analgesik air perasan daun seledri (Apium
graveolens L.) dibandingkan dengan aspirin dosis terapi pada mencit.
D. Manfaat Penelitian
1. Aspek Teoritis
Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai adanya efek
analgesik air perasan daun seledri (Apium graveolens L.) pada mencit,
serta efektivitas analgesiknya jika dibandingkan dengan aspirin dosis
terapi.
2. Aspek Aplikatif
Penelitian ini dapat dijadikan dasar penelitian selanjutnya pada hewan
yang tingkatannya lebih tinggi, serta untuk mencari dosis yang tepat dan
efektif.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Nyeri
a. Definisi
Nyeri merupakan suatu keluhan yang sering menyebabkan
seseorang pergi ke dokter. International Association for the Study of
Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai sensasi yang tidak
mengenakkan dan biasanya diikuti oleh pengalaman emosi tertentu
yang erat kaitannya dengan derajat kerusakan. Dengan demikian, nyeri
merupakan komponen fisiologik (diskriminatif) dan psikologik
(afektif) yang kemudian secara nyata dibedakan pada nyeri akut dan
kronis. Keadaan ini tidak selalu berarti bahwa suatu obat pasti
diperlukan, melainkan umumnya disepakati bahwa suatu obat
golongan analgesik berperan penting dalam mengatasi nyeri, apapun
sebabnya (Sujatno, 1998).
b. Patofisiologi
Nyeri merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan
berabagai serabut saraf aferen dan eferen. Nyeri seringkali dikatakan
sebagai respon terhadap stimulus yang merusak jaringan (traumatik,
mekanik, kimiawi, termal, penyakit) dan kemudian menimbulkan
aktivasi reseptor nyeri (nosiseptor). Transmisi impuls dari nosiseptor
dilakukan melalui serabut aferen A-delta dan serabut aferen C. Serabut
A-delta adalah serabut besar, bermielin, konduksi cepat dan
stimulasinya menghasilkan nyeri yang jelas, tajam, terlokalisasi.
Sedangkan aferen C adalah serabut kecil, tidak bermielin, konduksi
lambat dan stimulasinya menghasilkan nyeri yang tumpul, tidak
terlokalisasi dan persisten. Serat-serat saraf rasa sakit mengadakan
sinaps dengan neuron-neuron lain di sumsum tulang belakang yang
menyeberangi chorda spinalis naik ke atas melalui traktus
spinothalamicus, (radiasi thalamokortikal), kemudian ke tingkat lebih
atas untuk integrasi dan interpretasi (Sujatno, 1998).
Aktivasi reseptor nyeri ini dimungkinkan karena pada setiap
kerusakan jaringan akan dihasilkan zat mediator seperti prostaglandin,
bradikinin, leukotrien, histamin dan serotonin yang kemudian akan
menghasilkan sensitisasi reseptor (Sujatno, 1998).
2. Aspirin
a. Sifat Fisikokimia
Aspirin adalah analgesik antipiretik dan antiinflamasi yang
sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas. Selain
sebagai prototip, obat ini merupakan obat standar dalam menilai efek
obat sejenisnya.
Aspirin banyak digunakan oleh masyarakat karena dosis 80 mg
sehari telah cukup mampu untuk menghambat enzim siklooksigenase
pada trombosit manusia, dimana tanpa adanya enzim ini, mediator
prostaglandin yang dapat menimbulkan rasa sakit tidak dapat
terbentuk.
Aspirin, yang merupakan golongan salisilat ini bersifat sangat
iritatif (Wilmana, 1995).
b. Farmakokinetik
Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam
salisilat terutama dalam hati, sehingga hanya kira-kira 30 menit
terdapat dalam plasma (Wilmana, 1995). Waktu paruhnya meningkat
dengan dosis sehingga kenaikan dosis dapat menimbulkan kenaikan
ambang plasma darah yang tidak sebanding. Variasi metabolisme antar
individu juga besar (Lastari dan Herman, 1995).
c. Farmakodinamik
Aspirin menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat
sintesis prostaglandin, bukan dengan blokade langsung. Prostaglandin
inilah yang menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap stimulasi
mekanik dan kimiawi sehingga menimbulkan keadaan hiperalgesia
yang akan merangsang pelepasan mediator-mediator seperti bradikinin
dan histamin yang akan menimbulkan nyeri secara nyata (Wilmana,
1995).
Mekanisme kerja aspirin dapat digambarkan sebagai berikut :
Trauma/luka pada sel
Gangguan pada membran sel
fosfolipid
Asam arakidonat Dihambat kortikosteroid Enzim fosfolipase
Enzim lipoksigenase Enzim siklooksigenase
hidroperoksid Endoperoksid PGG2/PGH
Dihambat obat AINS (“serupa-aspirin”)
(Wilmana, 1995)
Gambar 1. Mekanisme kerja aspirin
Keterangan gambar : merangsang
menghambat
d. Efek samping
Aspirin ini menimbulkan efek samping, terutama pada sistem
gastrointestinal yang berupa dispepsi, nyeri epigastrik, mual dan
muntah hingga perdarahan lambung (Lastari dan Herman, 1995).
Selain itu, aspirin juga dapat menyebabkan kerusakan hepar, berupa
peningkatan aktivitas aminotransferase plasma (Soelistiono, 2008),
menurunkan fungsi ginjal dan efek urikosurik, serta tinnitus dan tuli
yang merupakan tanda awal keracunan pada orang dewasa dapat
digunakan untuk menentukan dosis harian maksimal yang bisa
diterima. Pada anak-anak perlu monitor ambang plasma karena sulit
menilai efektivitas obatnya (Lastari dan Herman, 1995).
e. Kontra indikasi
Aspirin tidak boleh diberikan pada penderita dengan kerusakan
hati berat, hipoprotrombinemia, defisiensi vitamin K dan hemofilia,
karena dapat menimbulkan perdarahan. Selain itu, aspirin juga tidak
leukotrien PGE2, PGF2, PGD2
Tromboxan A2
Prostasiklin
dianjurkan diberikan kepada penderita penyakit hati kronik. Hal ini
berkaitan dengan hubungan antara salisilat dan sindrom Reye. Pada
pemakaian obat antikoagulan dalam waktu lama, sebaiknya hati-hati
jika aspirin juga diberikan, karena aspirin menyebabkan perpanjangan
masa perdarahan (Wilmana, 1995).
3. Daun Seledri (Apium graveolens L.)
a. Klasifikasi Tumbuhan
1) Kingdom : Plantae
2) Divisi : Spermatophyta
3) Sub divisi : Angiospermae
4) Kelas : Dicotyledonae
5) Ordo : Umbelliflorae
6) Familia : Umbelliferae
7) Genus : Apium
8) Spesies : Apium graveolens L. (Syamsuhidayat dan
Hutapea,1991)
b. Nama Umum / Nama Dagang
Seledri (Syamsuhidayat dan Hutapea,1991).
c. Nama Daerah
1) Sumatra : Seledri (Melayu)
2) Jawa : Saladri (Sunda) Seledri (Jawa Tengah)
(Syamsuhidayat dan Hutapea,1991)
d. Deskripsi Tanaman
Habitatnya di semak, tingginya ± 50 cm. Batangnya tidak
berkayu, bersegi, beralur, beruas, bercabang, tegak, berwarna hijau
pucat. Memiliki akar tunggang yang berwarna putih kotor. Daunnya
majemuk, menyirip ganjil, anak daun 3-7 helai, pangkal dan ujungnya
runcing, tepi beringgit, panjangnya 2-7,5 cm, lebar 2-5 cm,
pertulangan menyirip, panjang tangkainya 1-2,7 cm, berwarna hijau
keputih-putihan, hijau. Sedangkan bunganya berbentuk payung,
tangkai 2 cm, delapan sampai dua be!as, tangkai kelopak 2,5 cm, hijau,
benang sari lima, berlepasan, berseling dengan mahkota, ujung
runcing, mahkota berbagi lima, bagian pangkal berlekatan, putih.
Buahnya berbentuk kerucut, panjangnya 1-1,5 mm, dan berwarna hijau
kekuningan (Syamsuhidayat dan Hutapea,1991).
e. Bagian Tumbuhan yang Digunakan
Seluruh bagian tanaman ini bisa dijadikan obat (Purwadaksi R, 2007).
f. Kandungan Kimia
Daun seledri (Apium graveolens L.) mengandung saponin,
flavonoida, polifenol (Syamsuhidayat dan Hutapea,1991), protein,
belerang, kalsium, besi, fosfor, vitamin A, B1, dan C (Chanan, 2008).
g. Efek Farmakologis
Ekstrak seledri memiliki kemampuan membersihkan racun dari
sistem pencernaan tubuh dan dapat digunakan untuk kasus penyakit
gout dimana kristal asam urat mengalami pembekuan.
Akar tanaman seledri merupakan bagian yang paling efektif
untuk mengobati kencing batu. Selain itu, akarnya juga cukup ampuh
merawat kondisi liver yang terganggu serta darah tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, seledri juga mengandung
psoralen, zat kimia yang menghancurkan radikal bebas biang penyebab
kanker. Masyarakat pedesaan telah lama memanfaatkan seledri sebagai
obat untuk menurunkan panas dengan cara mengoleskan tumbukan
daun seledri ke kepala anak yang terserang demam. Air perasan seledri
yang mempunyai sifat mendinginkan dipercaya dapat mendinginkan
kepala (Chanan, 2008).
Seledri juga mengandung selenium yang berefek merangsang
sel saraf otak sehingga sangat baik untuk meningkatkan intelegensia,
apialkali yang berefek menurunkan tekanan darah, sodium yang
merupakan mineral yang berguna untuk dinding lambung dan saluran
usus, memperlambat proses penuaan, menjaga kelenturan dan aktivitas
otot, serta kalium, sodium, dan sulfur yang sangat baik untuk diabetes
(Wijayakusuma, 2000).
Para penderita osteoarthritis, terutama wanita menggunakan
suplemen vitamin yang mengandung ekstrak seledri, minyak ikan, dan
ekstrak bawang putih untuk manghilangkan rasa sakit yang
dirasakannya (Zochling et al., 2003).
h. Komponen Daun Seledri (Apium graveolens L.) yang Memiliki Efek
Analgesik
Komponen daun seledri (Apium graveolens L.) yang memiliki
efek analgesik adalah flavonoid. Flavonoid adalah golongan metabolit
sekunder yang tersebar merata dalam dunia tumbuhan (Achmad et al.,
1990). Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan
senyawa C6-C3-C6 yang artinya kerangka karbon flavonoid terdiri
atas dua gugus C6 atau cincin benzana tersubstitusi disambungkan
oleh rantai alifatik tiga karbon. Flavonoid mencakup banyak pigmen
yang paling umum terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari
fungus sampai angiospermae. Pada tumbuhan tinggi, flavonoid dapat
ditemukan baik dalam bagian vegetatif maupun bunga. (Robinson,
1995). Beberapa aktifitas flavonoid diantaranya adalah sebagai
analgetik, antibiotik, anti konvulsan dan lain-lain (Achmad et al.,
1990).
Flavonoid ini dapat berfungsi analgetik karena dapat
menghambat sintesis prostaglandin yang mengakibatkan tidak
terjadinya pelepasan mediator-mediator nyeri (Robinson, 1995).
B. Kerangka Pemikiran
perlakuan kontrol positif kontrol negatif
C. Hipotesis
1. Ada efek analgesik dari air perasan daun seledri (Apium graveolens L.)
pada mencit.
2. Efektivitas air perasan daun seledri (Apium graveolens L.) sebanding
dengan aspirin dosis terapi.
Mencit Mencit Mencit
Aspirin
Aquades
Air perasan daun seledri (mengandung flavonoid)
Mencari adanya efek analgesik
Mencari adanya efek analgesik
Hambat biosintesis prostaglandin (+)
Hambat biosintesis prostaglandin (+)
Hambat biosintesis prostaglandin (-)
Bandingkan
Analisis Data Statistik
Nyeri (-) Nyeri (-) Nyeri (+)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorium sederhana dengan
post-test only control group design karena pengukuran hanya dilakukan pada
waktu tertentu setelah pemberian perlakuan pada hewan uji. Jenis penelitian ini
ekonomis dan secara teknis lebih mudah dilakukan (Taufiqurohman, 2004).
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Universitas
Setia Budi, Surakarta.
C. Obyek Penelitian
Daun seledri yang masih segar, berwarna hijau dan tidak berlubang,
diperoleh di Pasar Gede, Surakarta.
D. Hewan Uji
Hewan percobaan berupa mencit putih galur Swiss jantan, usia + 2-3
bulan dengan berat badan + 20 gram, kemudian diambil 30 ekor dan dibagi
menjadi 5 kelompok terdiri atas 6 ekor mencit yang dipilih secara acak
sederhana (simple random sampling).
E. Klasifikasi Variabel
1. Variabel Bebas : Air perasan daun seledri
2. Variabel Terikat : Efek analgesik
3. Variabel Pengganggu :
a. Terkendali :
1) Stres, dikendalikan dengan cara adaptasi terhadap lingkungan
percobaan.
2) Umur mencit, dikendalikan dengan cara restriksi (pembatasan
kriteria inklusi) umur 2-3 bulan.
3) Berat badan mencit, dikendalikan dengan cara restriksi
(pembatasan kriteria inklusi) 20-30 gram.
b. Tak terkendali : Variasi kepekaan mencit terhadap zat dan
obat yang digunakan, adanya zat
perangsang endogen, adanya zat
penghambat endogen, keadaan lambung
mencit.
F. Definisi Operasional Variabel
1. Air perasan daun seledri
Air perasan daun seledri adalah bahan uji yang dibuat dengan
menambahkan sedikit air pada tumbukan daun seledri sehingga didapatkan
air perasannya. Air perasan daun seledri ini merupakan variabel bebas yang
berskala ordinal. Cara pemberiannya yaitu diberikan per oral dengan sonde
lambung. Dosis pemberiannya sebanyak 0,5 ml/20 g BB dengan jumlah
bahan masing-masing sebesar 0,13 g, 0,195 g, dan 0, 26 g.
2. Aspirin
Aspirin adalah obat analgesik standar yang sering dipakai di masyarakat.
Dalam percobaan ini, aspirin digunakan sebagai kontrol positif.
Pemberiannya yaitu dengan dosis 1,3 mg/20 g berat badan mencit.
3. Aquades
Aquades adalah air hasil destilasi. Aquades dalam percobaan ini
digunakan sebagai kontrol negatif, yaitu sebanyak 0,5 ml.
4. Efek analgesik
Efek analgesik adalah efek penurunan rasa sakit yang diukur dengan
cara menghitung frekuensi jingkatan mencit selama 5 menit di atas hot plate
yang terjadi setelah pemberian bahan uji, dengan suhu rata-rata hasil
percobaan yang merupakan respon terhadap rangsang panas. Efek analgesik
yang ditunjukkan dengan jumlah jingkatan mencit di atas hot plate
merupakan variabel terikat dalam penelitian ini dan berskala rasio.
G. Rancangan Penelitian
Mencit putih galur Swiss Webster jantan sebanyak 30 ekor dibagi
menjadi 5 kelompok secara acak, yaitu sebagai berikut :
Keterangan :
K-1 : 6 ekor mencit sebagai kelompok kontrol positif.
K-2 : 6 ekor mencit sebagai kelompok kontrol negatif.
K-3 : 6 ekor mencit sebagai kelompok uji dosis pertama.
K-4 : 6 ekor mencit sebagai kelompok uji dosis kedua.
K-5 : 6 ekor mencit sebagai kelompok uji dosis ketiga.
P-1 : Pemberian aspirin dengan dosis 1,3 mg/20 g BB mencit
P-2 : Pemberian aquades (pelarut) sebanyak 0,5 ml.
P-3 : Pemberian air perasan daun seledri (Apium graveolens L.) dosis I
P-4 : Pemberian air perasan daun seledri (Apium graveolens L.) dosis II
P-5 : Pemberian air perasan daun seledri (Apium graveolens L.) dosis III
R : Rangsangan panas hot plate.
K-2
K-3
K-4
K-5
P-2
P-3
P-4
P-1
P-5
R
R
R
R
U-3
U-2
U-4
U-5
B
R U-1 K-1
U-1 : Pengukuran hasil (frekuensi jingkatan mencit selama 5 menit)
kelompok 1.
U-2 : Pengukuran hasil (frekuensi jingkatan mencit selama 5 menit)
kelompok 2.
U-3 : Pengukuran hasil (frekuensi jingkatan mencit selama 5 menit)
kelompok 3.
U-4 : Pengukuran hasil (frekuensi jingkatan mencit selama 5 menit)
kelompok 4.
U-5 : Pengukuran hasil (frekuensi jingkatan mencit selama 5 menit)
kelompok 5.
B : Bandingkan frekuensi jingkatan mencit selama 5 menit antara 5
kelompok perlakuan.
H. Alat dan Bahan Penelitian
1. Alat :
a. Kandang mencit : untuk tempat mengadaptasikan mencit pada
tempat percobaan.
b. Timbangan hewan : untuk mengetahui berat badan mencit.
c. Spuit pencekok / oral 1 ml : untuk memasukkan sampel uji ke
mencit per oral
d. Hot plate (plat panas) : untuk memberi perlakuan berupa rangsang
panas pada mencit
e. Bekker glass: untuk tempat air perasan daun seledri (Apium
graveolens L.)
f. Termometer : untuk mengukur suhu hot plate yang digunakan.
g. Stopwatch digital : untuk mengukur waktu saat mencit dimasukkan
hot plate.
h. Mangkok porselen : untuk menumbuk daun seledri.
2. Bahan :
a. Aspirin dosis 1,3 mg/20 kg BB mencit sebagai kontrol positif
b. Aquadest sebagai kontrol negatif
c. Air perasan daun seledri
d. Makanan BR-II (pellet)
I. Metode Induksi Nyeri Hot Plate
1. Prinsip Metode
Hewan uji (mencit) diletakkan di atas hot plate dengan suhu 500 C yang
merupakan suhu hasil homogenisasi mencit pertama kali menjingkat. Stimulus
nyeri berupa panas pada mencit akan menimbulkan respon dalam bentuk
mengangkat atau menjingkat kaki depan.
2. Pengukuran Efek Analgesik
Pengukuran efek analgesik berupa reaksi mencit terhadap rangsang
panas hot plate, yaitu frekuensi jingkatan mencit dalam 5 menit. Mencit
disebut menjingkat bila mengangkat kedua kaki depannya atau meloncat ke
atas.
3. Hasil Pengukuran
Efek analgesik dinyatakan positif jika frekuensi jingkatan mencit setelah
pemberian obat atau bahan uji lebih sedikit dibandingkan sebelum pemberian.
J. Cara Kerja
1. Pembuatan Air perasan daun seledri (Apium graveolens L.)
Air perasan daun seledri diperoleh dari daun seledri segar sebanyak 0,13
g, 0,195 g, dan 0,26 g yang dipotong-potong lembut, kemudian ditumbuk di
mangkok porselen dan diberi air secukupnya. Kemudian hasil tumbukan
tersebut dimasukkan ke dalam kain flanel untuk diperas. Dosis pemberian air
perasan daun seledri sebanyak 0,5 ml/20 g BB.
Langkah Penelitian
a. Mencit dipuasakan ± 18 jam sebelum perlakuan, air minum tetap
diberikan, setelah diadaptasikan selama ± 3 hari di tempat percobaan.
b. Mencit ditimbang berat badannya, kemudian dikelompokkan secara
acak menjadi 5 kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri atas 6
ekor mencit.
c. Masing-masing kelompok tersebut terlebih dahulu diadakan
homogenisasi dengan diletakkan di atas hot plate, dicatat pada suhu
berapa mencit pertama kali menjingkat, kemudian dibuat rata-rata.
Hasilnya digunakan sebagai suhu hot plate sesudah mencit mendapat
perlakuan, yang berarti pada suhu tersebut dianggap semua mencit
sudah mulai menjingkat sebagai upaya menghindar dari rasa nyeri.
d. Setelah 5-10 menit, masing-masing kelompok diberi perlakuan yaitu
pemberian aquadest sebagai kontrol negatif (Kelompok I), aspirin dosis
1,3 mg / 20 gram BB mencit (Kelompok II), air perasan daun seledri dosis
I sebanyak 0,5 ml / 20 gram BB (Kelompok III), air perasan daun seledri
dosis II sebanyak 0,5 ml / 20 gram BB (Kelompok IV), air perasan daun
seledri dosis III sebanyak 0,5 ml / 20 gram BB (Kelompok V) masing-
masing per oral dengan menggunakan kanul. Kapasitas cairan yang
dapat diminum mencit adalah 1 ml / 20 gram BB mencit. (Ngatidjan,
1991).
e. Setelah 2 jam mencit diletakkan di atas hot plate.
f. Tiap mencit diletakkan di atas hot plate dengan suhu hasil
homogenisasi, lalu dihitung berapa kali mencit menjingkat selama 5
menit. (Ngatidjan, 1991).
g. Semua data yang diperoleh ditabulasi, dibuat rata-rata dan dievaluasi.
K. Penentuan Dosis
1. Dosis Aspirin
Berdasarkan tabel konversi perhitungan dosis untuk berbagai jenis
hewan uji dari berbagai spesies dan manusia, maka konversi dosis manusia
dengan berat badan 70 kg pada mencit dengan berat badan 20 g adalah
0,0026. Dosis aspirin yang dipakai untuk orang dewasa adalah 500 mg, jadi
dosis untuk mencit = 500 mg x 0,0026 / 20 g BB mencit = 1,3 mg / 20 g BB
mencit (Ngatidjan, 1991).
2. Dosis dan Volume Air Perasan Daun Seledri (Apium graveolens L.)
Volume maksimal yang dapat diberikan per oral pada mencit adalah 1
ml / 20 g BB (Ngatidjan, 1991). Jadi dalam memperkirakan dosis perasan
daun seledri yang akan diuji tidak boleh melebihi 1 ml / 20 g BB.
Penggunaan empiris daun seledri untuk pengobatan di masyarakat adalah
50-100 g diperas dengan ditambah air secukupnya (Hapsoh dan Rahmawati,
2007).
Faktor konversi untuk manusia dengan berat badan 70 kg pada mencit
dengan berat badan 20 g adalah 0,0026 (Ngatidjan, 1991). Dosis daun
seledri untuk manusia yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 50 g, 75 g,
dan 100 g, maka dosis untuk mencit yaitu:
Dosis I = 0,0026 x 50 g = 0,13 g
Dosis II = 0,0026 x 75 g = 0,195 g
Dosis III = 0,0026 x 100 g = 0,26 g
Setiap dosis diberikan sebanyak 0,5 ml sehingga tidak melebihi dosis maksimal
yang bisa diberikan pada mencit.
L. Teknik Analisis Data Statistik
Rancangan penelitian ini termasuk dalam rancangan experimental
sederhana (post-test only control group design). Uji statistik yang biasa
digunakan untuk rancangan experimental sederhana adalah uji Anova
(Taufiqurohman, 2004). Anova digunakan untuk membandingkan perbedaan
mean lebih dari 2 kelompok (Murti, 1994).
Data yang terkumpul dianalisis secara statistik dengan uji Anova (One-way
analysis of variance) dengan α = 0,05 . Digunakan uji Anova karena terdapat
lebih dari 2 kelompok perlakuan. Persyaratan Anova yang harus dipenuhi adalah
berdistribusi normal dan variansinya homogen (Dahlan, 2008). Sebaran
(distribusi) data normal dianalisis menggunakan uji Shapiro-Wilk Uji Shapiro-
Wilk hasilnya lebih akurat jika jumlah sampel kurang dari 50 jika dibandingkan
dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Varians data dianalisis menggunakan uji
homogenitas Levene statistic. Setelah uji Anova, dilanjutkan dengan uji post-hoc
untuk mengetahui manakah di antara kelompok perlakuan yang mempunyai
nilai signifikan paling berbeda. Analisis statistik diolah dengan menggunakan
program SPSS 16.0 for Windows Evaluation Version.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian efek analgesik air perasan daun seledri
(Apium graveolens L.) dibandingkan dengan aspirin dosis terapi pada mencit.
Penelitian dilakukan pada 5 kelompok dengan pemberian air perasan daun
seledri dosis 0,13 g, 0,195 g dan dosis 0,26 g per oral. Satu kelompok dengan
pemberian aspirin sebagai kontrol positif dan satu kelompok sebagai kontrol
negatif dengan pemberian aquadest. Aspirin diberikan dengan dosis terapi,
yaitu 1,3 mg / 20 g BB mencit. Penelitian dilakukan selama 5 menit setelah
pemberian perlakuan.
Hasil pengamatan pada penelitian efek analgesik air perasan daun
seledri pada mencit ini adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Jumlah jingkatan mencit selama 5 menit pada suhu 50 0C sebelum dan sesudah diberi perlakuan.
Mencit K1 K2 K3 K4 K5
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 81 43 69 93 68 56 87 35 76 46
2 75 51 70 69 95 73 84 58 81 71
3 78 37 90 88 81 61 74 41 80 34
4 85 61 81 74 78 74 101 63 79 27
5 91 46 76 77 79 65 63 45 64 38
6 80 68 93 104 82 44 83 31 88 65
Jumlah 490 306 479 505 483 373 492 273 468 281
Mx 81,67 51 79,83 84,17 80,5 62,17 82 45,5 78 46,83
Keterangan :
K1 = kelompok kontrol positif (pemberian aspirin dosis 1,3/20 g BB mencit)
per oral
K2 = kelompok kontrol negatif (pemberian aquadest per oral)
K3 = kelompok perlakuan pemberian air perasan daun seledri dosis 1
K4 = kelompok perlakuan pemberian air perasan daun seledri dosis 2
K5 = kelompok perlakuan pemberian air perasan daun seledri dosis 3
Mx = Mean
B. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian, diuji apakah ada
perbedaan yang bermakna antara tiap-tiap kelompok pada hasil post
testnya menggunakan uji One-Way ANOVA. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistical Product and
Service Solution) 16.0 for Windows.
Syarat menggunakan uji One-Way ANOVA:
1. Variabel data berupa variabel numerik/kontinu/rasio. Data pada
penelitian ini adalah jumlah jingkatan kaki mencit selama 5 menit yang
dinyatakan dengan angka rasio.
2. Sebaran data harus normal, dibuktikan dengan nilai uji Kolmogorov-
Smirnov atau Saphiro-Wilk yang memiliki nilai p lebih besar daripada
nilai alfa. Misal, alfa = 0,05 maka nilai p untuk uji sebaran data
harus > 0,05.
3. Varians data harus sama. Hal ini dapat diketahui dengan menggunakan
uji Homogeneity of Variances, dimana untuk varians data yang sama
akan memiliki nilai p > nilai alfa.
4. Jika ketiga syarat di atas tidak terpenuhi maka dapat digunakan uji
hipotesis alternatif yaitu berupa uji hipotesis non-parametrik Kruskall-
Wallis.
5. Jika pada uji Anova atau Kruskal Wallis menghasilkan nilai p < 0,05,
maka dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc (Dahlan, 2008).
Metode analitik yang dapat digunakan untuk menentukan sebaran
data normal atau tidak normal adalah uji Kolmogorov-Smirnov
(sampel > 30) atau uji Saphiro-Wilk (sampel ≤ 30). Penelitian ini
menggunakan 30 sampel, maka digunakan uji Saphiro-Wilk untuk
menentukan apakah sebaran data normal atau tidak. Hasil uji Saphiro-Wilk
dapat dilihat pada lampiran 4.
Nilai p dari hasil uji Saphiro-Wilk berturut-turut untuk kelompok
kontrol positif, kontrol negatif, perlakuan 1, perlakuan 2 dan perlakuan 3
adalah 0,813; 0,765; 0,650; 0,606, dan 0,480 dimana keempat nilai di atas
lebih besar dari alfa (0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa:
1. Sebaran data kelompok kontrol positif normal.
2. Sebaran data kelompok kontrol negatif normal.
3. Sebaran data kelompok perlakuan 1 normal.
4. Sebaran data kelompok perlakuan 2 normal.
5. Sebaran data kelompok perlakuan 3 normal.
Syarat kedua untuk menggunakan uji One-Way ANOVA terpenuhi,
selanjutnya dilakukan uji Homogeneity of Variances untuk mengetahui
apakah varians data sama atau tidak. Hasil uji Homogeneity of Variances
dapat dilihat pada lampiran 4.
Nilai p yang didapatkan dari uji Homogeneity of Variances adalah
0,625 di mana nilai ini lebih besar dari 0,05 dan dapat diartikan bahwa
varians data antar kelompok sama. Syarat ketiga untuk menggunakan uji
One-Way ANOVA terpenuhi sehingga uji One-Way ANOVA bisa
dilakukan.
Hasil uji One-Way ANOVA dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Nilai p dari hasil uji One-Way ANOVA adalah 0,000 (p<0,05), jadi terdapat
perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol positif, kelompok
kontrol negatif, kelompok perlakuan 1, kelompok perlakuan 2 dan
kelompok perlakuan 3.
Tabel 2. Hasil Uji Anova (Analisis of Varians) tentang Efek Analgesik Air Perasan Daun Seledri (Apium graveolens L.)
Kelompok n Mean Standar Deviasi F p
Kontrol positif (aspirin)
6 51.0000 11.61034 8.535 0.000
Kontrol negatif (aquades)
6 84.1667 13.19722
Bahan uji dosis I 6 62.1667 11.26795
Bahan uji dosis II 6 45.5000 12.67675
Bahan uji dosis III 6 46.8333 17.61155
Total 30 57.9333 19.23168
Uji statistik kemudian dilanjutkan dengan uji Post Hoc Multiple
Comparisons yang dapat dilihat pada tabel 3 dan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah uji LSD.
Tabel 3 : Hasil Uji Post Hoc
No. Pasangan Kelompok Beda Mean p
1 Kontrol positif dan kontrol negatif 33.17 0.000
2 Kontrol positif dan bahan uji dosis I 11.17 0.163
3 Kontrol positif dan bahan uji dosis II 5.50 0.486
4 Kontrol positif dan bahan uji dosis III 4.17 0.597
5 Kontrol negatif dan bahan uji dosis I 22.00 0.009
6 Kontrol negatif dan bahan uji dosis II 38.67 0.000
7 Kontrol negatif dan bahan uji dosis III 37.33 0.000
8 Bahan uji dosis I dan bahan uji dosis II 16.67 0.042
9 Bahan uji dosis I dan bahan uji dosis III 15.33 0.060
10 Bahan uji dosis II dan bahan uji dosis III 1.33 0.865
Dari uji Post Hoc didapatkan hasil:
a. Pada kelompok kontrol positif dibandingkan dengan kelompok
kontrol negatif, didapatkan nilai p = 0.000, lebih kecil dari alfa (0,05)
dan terdapat beda mean 33.17.
Nilai p yang lebih kecil dari alfa menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan banyaknya jingkatan kaki mencit yang bermakna antara
kelompok kontrol positif dan kelompok kontrol negatif. Dari hasil
perhitungan beda mean, dapat dilihat bahwa antara kelompok kontrol
positif dan kelompok kontrol negatif terdapat perbedaan jumlah rata-
rata jingkatan sebanyak 33,17 jingkatan.
b. Pada kelompok kontrol positif dibandingkan dengan kelompok bahan
uji dosis I, didapatkan nilai p = 0.163, lebih besar dari alfa (0,05) dan
terdapat beda mean 11.17.
Nilai p yang lebih besar dari alfa menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan banyaknya jingkatan kaki mencit yang tidak bermakna
antara kelompok kontrol positif dan kelompok bahan uji dosis I. Dari
hasil perhitungan beda mean, dapat dilihat bahwa antara kelompok
kontrol positif dan kelompok bahan uji dosis I terdapat perbedaan
jumlah rata-rata jingkatan sebanyak 11,17 jingkatan.
c. Pada kelompok kontrol positif dibandingkan dengan kelompok bahan
uji dosis II, didapatkan nilai p = 0.486, lebih besar dari alfa (0,05) dan
terdapat beda mean 5.50.
Nilai p yang lebih besar dari alfa menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan banyaknya jingkatan kaki mencit yang tidak bermakna
antara kelompok kontrol positif dan kelompok bahan uji dosis II. Dari
hasil perhitungan beda mean, dapat dilihat bahwa antara kelompok
kontrol positif dan kelompok bahan uji dosis II terdapat perbedaan
jumlah rata-rata jingkatan sebanyak 5,50 jingkatan.
d. Pada kelompok kontrol positif dibandingkan dengan kelompok bahan
uji dosis III, didapatkan nilai p = 0.597, lebih besar dari alfa (0,05) dan
terdapat beda mean 4.17.
Nilai p yang lebih besar dari alfa menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan banyaknya jingkatan kaki mencit yang tidak bermakna
antara kelompok kontrol positif dan kelompok bahan uji dosis III. Dari
hasil perhitungan beda mean, dapat dilihat bahwa antara kelompok
kontrol positif dan kelompok bahan uji dosis III terdapat perbedaan
jumlah rata-rata jingkatan sebanyak 4,17 jingkatan.
e. Pada kelompok kontrol negatif dibandingkan dengan kelompok bahan
uji dosis I, didapatkan nilai p = 0.009, lebih kecil dari alfa (0,05) dan
terdapat beda mean 22.00.
Nilai p yang lebih kecil dari alfa menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan banyaknya jingkatan kaki mencit yang bermakna antara
kelompok kontrol negatif dan kelompok bahan uji dosis I. Dari hasil
perhitungan beda mean, dapat dilihat bahwa antara kelompok kontrol
negatif dan kelompok bahan uji dosis I terdapat perbedaan jumlah rata-
rata jingkatan sebanyak 22,00 jingkatan.
f. Pada kelompok kontrol negatif dibandingkan dengan kelompok bahan
uji dosis II, didapatkan nilai p = 0.000, lebih kecil dari alfa (0,05) dan
terdapat beda mean 38.67.
Nilai p yang lebih kecil dari alfa menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan banyaknya jingkatan kaki mencit yang bermakna antara
kelompok kontrol negatif dan kelompok bahan uji dosis II. Dari hasil
perhitungan beda mean, dapat dilihat bahwa antara kelompok kontrol
negatif dan kelompok bahan uji dosis II terdapat perbedaan jumlah
rata-rata jingkatan sebanyak 38,67 jingkatan.
g. Pada kelompok kontrol negatif dibandingkan dengan kelompok bahan
uji dosis III, didapatkan nilai p = 0.000, lebih kecil dari alfa (0,05) dan
terdapat beda mean 37.33.
Nilai p yang lebih kecil dari alfa menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan banyaknya jingkatan kaki mencit yang bermakna antara
kelompok kontrol negatif dan kelompok bahan uji dosis III. Dari hasil
perhitungan beda mean, dapat dilihat bahwa antara kelompok kontrol
negatif dan kelompok bahan uji dosis III terdapat perbedaan jumlah
rata-rata jingkatan sebanyak 37,33 jingkatan.
h. Pada kelompok bahan uji dosis I dibandingkan dengan kelompok
bahan uji dosis II, didapatkan nilai p = 0.042, lebih kecil dari alfa
(0,05) dan terdapat beda mean 16.67.
Nilai p yang lebih kecil dari alfa menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan banyaknya jingkatan kaki mencit yang bermakna antara
kelompok bahan uji dosis I dan kelompok bahan uji dosis II. Dari hasil
perhitungan beda mean, dapat dilihat bahwa antara kelompok bahan uji
dosis I dan kelompok bahan uji dosis II terdapat perbedaan jumlah
rata-rata jingkatan sebanyak 16,67 jingkatan.
i. Pada kelompok bahan uji dosis I dibandingkan dengan kelompok
bahan uji dosis III, didapatkan nilai p = 0.060, lebih besar dari alfa
(0,05) dan terdapat beda mean 15.33.
Nilai p yang lebih besar dari alfa menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan banyaknya jingkatan kaki mencit yang tidak bermakna
antara kelompok bahan uji dosis I dan kelompok bahan uji dosis III.
Dari hasil perhitungan beda mean, dapat dilihat bahwa antara
kelompok bahan uji dosis I dan kelompok bahan uji dosis III terdapat
perbedaan jumlah rata-rata jingkatan sebanyak 15,33 jingkatan.
j. Pada kelompok bahan uji dosis II dibandingkan dengan kelompok
bahan uji dosis III, didapatkan nilai p = 0.865, lebih besar dari alfa
(0,05) dan terdapat beda mean 1.33.
Nilai p yang lebih besar dari alfa menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan banyaknya jingkatan kaki mencit yang tidak bermakna
antara kelompok bahan uji dosis II dan kelompok bahan uji dosis III.
Dari hasil perhitungan beda mean, dapat dilihat bahwa antara
kelompok bahan uji dosis II dan kelompok bahan uji dosis III terdapat
perbedaan jumlah rata-rata jingkatan sebanyak 1,33 jingkatan.
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Air perasan daun seledri (Apium graveolens L.) memiliki efek analgesik terhadap
mencit.
2. Efek analgesik air perasan daun seledri (Apium graveolens L.) sebanding dengan
aspirin dosis terapi.
B. Saran
Dengan mempertimbangkan hasil penelitian ini, penulis memberi
saran sebagai berikut :
1. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai zat-zat yang terkandung
dalam daun seledri (Apium graveolens L.) yang berfungsi sebagai
analgesik.
2. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis air perasan daun
seledri yang efektif untuk analgesik dengan metode penelitian yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Achmad S.A., Hakim E.H., Makmur L. 1990. Flavonoid dan phyto medika, kegunaan dan prospek. Phyto Medica. Vol.I. No.2, p : 121.
Azizi, Mohamad Syahrir. 2004. Uji Efektifitas Analgesik Maserasi Ekstrak Daun Kamboja (Plumeira acuminate Ait.) dibanding Aspirin pada Mencit. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Biworo A. 2008. Analgesika.
http://farmakologi.files.wordpress.com/2008/05/analgetika.pdf(28 Juli 2009)
Chanan E. 2008. Seledri, Penyedap yang Juga Jadi Obat.
http://sman1payakumbuh.net/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=44 (14 Juli 2009)
Dahlan, M. Sopiyudin. 2008. Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Penerbit Salemba Medika, pp : 84-95.
Hapsoh dan Rahmawati N. 2007. Textbook Universitas Sumatra Utara. http://e-course.usu.ac.id/content/budidaya/agronomi/textbook.pdf (22 Juli
2009) Herlina T., Supratman U., Subarnas A., Sutardjo S., Hayashi H. 2006. Alkaloid eritrina
yang bersifat anthelmintik dari biji dadap ayam (Erythrina variegata). Prosiding Seminar Nasional Himpunan Kimia Indonesia. Pp:55-58.
http://www.scribd.com/doc/2559001/Prosiding-Seminar-Nasional-HKI-2006?autodown=pdf (4 Juli 2009)
Imono A. D. dan Nurlaila, 1986. Obat Tradisional dan Fitoterapi Uji Toksikologi. Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta. pp : 4-11.
Katno dan Pramono S. 2002. Tingkat Manfaat dan Keamanan Tanaman Obat dan Obat Tradisional. Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. http://cintaialam.tripod.com/keamanan_obat%20tradisional.pdf (4 Juli 2009)
Kuntorini E.M. 2005. Botani Ekonomi Suku Zingiberaceae Sebagai Obat Tradisional Oleh Masyarakat Di Kotamadya Banjarbaru. Program Studi Biologi Fakultas MIPA Universitas Lambung Mangkurat. Kalimantan Selatan. http://www4.webng.com/bioscientiae/v2n1/v2n1_kuntorini.pdf (15 Juli 2009)
Lastari P., Herman M.J. 1995. Obat-obat Anti Inflamasi Non Steroid. Cermin Dunia Kedokteran. No. 104. Jakarta. pp : 20-1
Middleton, Elliot JR, Kandaswami C., Theoharides Theoharis C. 2000. The Effects of Plants Flavonoids on Mammalian Cells: Implications for Inflammation, Heart Disease, and Cancer. Massachusetts: The American Society for Pharmacology and Experimental Therapeutics, pp: 682-3.
Murti B. 1994. Penerapan Metode Statistik Non Parametrik Dalam Ilmu-Ilmu Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi UGM. Yogyakarta, pp : 94-152.
Nugroho, Aji. 2004. Perbandingan Efek Analgesik Ekstrak daun Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan Aspirin pada Mencit. Skripsi. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pudjiastuti, Dzulkarnain B., Nuratmi B.. 1996. Uji Analgetik Infus Rimpang Lempuyang Pahit (Zingiber americana BL) pada Mencit Putih.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/14UjiAnalgetikInfusRimpangLempuyangPahit129.pdf/14UjiAnalgetikInfusRimpangLempuyangPahit129.html
(25 Juli 2009)
Purwadaksi R. 2007. Memanfaatkan Pekarangan untuk Tanaman Obat Keluarga. Jakarta : Penerbit Agromedia, pp : 56-7.
Robinson T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : Penerbit ITB, pp : 191-3.
Sari L.O.R.K. 2006. Pemanfaatan obat tradisional dengan pertimbangan manfaat dan keamanannya. Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol.III. No.1. pp: 1-7
Sinambela J.M. 2000. Langkah-Langkah Strategis untuk Menjadikan Tanaman Obat Asli Indonesia menjadi Sediaan Fitofarmaka.
http://digilib.batan.go.id/e-prosiding/File%20Prosiding/Kesehatan/Risalah%202000/2000/James-m.pdf
(31 Juli 2009)
Soelistiono. 2008. Analgesics in Dental Pain. Bagian Ilmu Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
http://bakesbangpol.malangkab.go.id/admin/files/analgesik.pdf
(3 Agustus 2009)
Sujatno M. 1998. Tinjauan farmakologi obat analgesik narkotik dan analgesik non-narkotik serta kombinasinya untuk rasa nyeri. Majalah Kedokteran Indonesia. Vol. 48. No.3. Bandung, pp: 135-140.
Syamsuhidayat S.S., Hutapea J.R. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jilid 1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, pp: 62-3.
Taufiqurohman M.A. 2004. Pengantar Metodologi Penelitian Untuk Ilmu Kesehatan. Klaten Selatan: CSGF. pp: 99-101
Tjay T.H., Rahardja K. 1986. Obat-obat Penting, Khasiat dan Penggunaannya, Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. pp : 231-246.
Undang-undang No.23. 1992. Jakarta.
http://sjsn.menkokesra.go.id/dokumen/peruu/1992/uu23_1992_ind.pdf
(30 Juli 2009)
Wijayakusuma H. 2000. Potensi Tumbuhan Obat Asli Indonesia Sebagai Produk
Kesehatan.
http://digilib.batan.go.id/e-prosiding/File%20Prosiding/Kesehatan/Risalah%202000/2000/Hembing-Wijaya.pdf (26 Juli 2009)
Wilmana F. 1995. Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti-Inflamasi Nonsteroid dan Obat Pirai. Farmakologi dan terapi. 4th ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp : 207-213.
Zochling J., March L., Lapsley H., Cross M., Tribe K., Brooks P. 2003. Use of Complementary Medicines for Osteoarthritis—a Prospective Study.
http://ard.bmj.com/content/63/5/549.abstract (19 Januari 2010)