Post on 06-Dec-2015
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN CIDERA KEPALA (NANDA,, NOC, NIC)Diposkan oleh Rizki Kurniadi
A. PengertianCidera kepala adalah pukulan atau benturan mendadak pada kepala dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran (Tucker, 1998).Cidera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio (gegar)
serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu diantaranya subdural, epidural, intraserebral, dan batang otak (Doenges, 2000:270).Cidera kepala diklasifikasikan berdasarkan:
1. Keadaan kulit kepala dan tulang tengkoraka. Cidera kepala terbukab. Cidera kepala tertutup2. Cidera pada jaringan otak (secara anatomis)a. Commusio serebri (gegar otak)b. Edema serebric. Contusio serebri (memar otak)d. Laserasi1). Hematoma epidural2). Hematoma subdural3). Perdarahan sub arakhnoid
(Ergan, 1998:642)3. Adanya penetrasi durameter (secara mekanisme)a. Cidera tumpul1). Kecepatan tinggi (tabrakan otomobil)2). Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)b. Cidera tembusc. Luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya4. Tingkat keparahan cidera (berdasarkan GCS)a. Cidera Kepala Ringan (CKR) GCS 13-15b. Cidera Kepala Sedang (CKS) GCS 9-12c. Cidera Kepala Berat (CKB) GCS 3-8
GCS (Glasgow Coma Scale)Membuka mata (E)
Spontan Dipanggil/diperintah Tekanan pada jari/rangsang nyeri Tidak berespon
4322
Respon Verbal (V) Orientasi baik: dapat bercakap-cakap Bingung, dapat bercakap tapi disorientasi Kata yang diucapkan tidak tepat, kacau Tidak dapat dimengerti, mengerang Tidak bersuara dengan rangsang nyeri
Respon Motorik Mematuhi perintah Menunjuk lokasi nyeri Reaksi fleksi Fleksi abnormal thdp nyeri (postur dekortikasi) Ekstensi abnormal Tidak ada respon, flacid
54321
654321
5. Berdasarkan morfologia. Fraktur tengkorak1). Kranium: linear/ stelatum, depresi/ non depresi, terbuka/ tertutup.2). Basis: dengan/ tanpa kebocoran cairan cerebrospinal, dengan/ tanpa kelumpuhan nervus VIIIb. Lesi intra cranial1). Foxal: epidural, subdural, intraserebral2). Difus: konkusi ringan/ klasik, cidera aksonal difus.
B. EtiologiCidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas ( Mansjoer, 2000:3).
Penyebab cidera kepala antara lain: kecelakaan lalu lintas, perkelahian, terjatuh, dan cidera olah raga. Cidera kepala terbuka sering disebabkan oleh peluru atau pisau (Corkrin, 2001:175).
C. PatofisiologiCidera kepala dapat terjadi karena benturan benda keras, cidera kulit kepala, tulang
kepala, jaringan otak, baik terpisah maupun seluruhnya.Cidera bervariasi dari luka kulit yang sederhana sampai gegar otak, luka terbuka dari
tengkotak, disertai kerusakan otak, cidera pada otak, bisa berasal dari trauma langsung maupun tidak langsung pada kepala.
Trauma tak langsung disebabkan karena tingginya tahanan atau kekuatan yang merobek terkena pada kepala akibat menarik leher.
Trauma langsung bila kepala langsung terbuka, semua itu akibat terjadinya akselerasi, deselerasi, dan pembentukan rongga, dilepaskannya gas merusak jaringan syaraf.
Trauma langsung juga menyebabkan rotasi tengkorak dan isinya. Kerusakan itu bisa terjadi seketika atau menyusul rusaknya otak oleh kompresi, goresan, atau tekanan.
Cidera yang terjadi waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, laserasi substansia alba, cidera robekan, atau hemmorarghi.
Sebagai akibat, cidera skunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi serebral dikurangi atau tidak ada pada area cidera, konsekuensinya meliputi hiperemia (peningkatan volume darah, peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, tekanan intra cranial) (Huddak & Gallo, 1990:226).
Pengaruh umum cidera kepala juga bisa menyebabkan kram, adanya penumpukan cairan yang berlebihan pada jaringan otak, edema otak akan menyebabkan peningkatan tekanan intra cranial yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak (Price and Wilson, 1995:1010).
D. Manifestasi KlinikBerdasarkan anatomis
1. Gegar otak (comutio selebri)a. Disfungsi neurologis sementara dapat pulih dengan atau tanpa kehilangan kesadaranb. Pingsan kurang dari 10 menit atau mungkin hanya beberapa detik/menitc. Sakit kepala, tidak mampu konsentrasi, vertigo, mungkin muntahd. Kadang amnesia retrogard2. Edema serebria. Pingsan lebih dari 10 menitb. Tidak ada kerusakan jaringan otakc. Nyeri kepala, vertigo, muntah3. Memar otak (kontusio selebri)a. Pecahnya pembuluh darah kapiler, tanda dan gejalanya bervariasi tergantung lokasi dan
derajadb. Ptechie dan rusaknya jaringan saraf disertai perdarahanc. Peningkatan tekanan intracranial (PTIK)d. Penekanan batang otake. Penurunan kesadaranf. Edema jaringan otakg. Defisit neurologish. Herniasi4. Laserasia. Hematoma Epidural
“talk dan die” tanda klasik: penurunan kesadaran ringan saat benturan, merupakan periode lucid (pikiran jernih), beberapa menit s.d beberapa jam, menyebabkan penurunan kesadaran dan defisit neurologis (tanda hernia):
1). kacau mental → koma2). gerakan bertujuan → tubuh dekortikasi atau deseverbrasi3). pupil isokhor → anisokhor
b. Hematoma subdural1). Akumulasi darah di bawah lapisan duramater diatas arachnoid, biasanya karena aselerasi,
deselerasi, pada lansia, alkoholik.2). Perdarahan besar menimbulkan gejala-gejala seperti perdarahan epidura3). Defisit neurologis dapat timbul berminggu-minggu sampai dengan berbulan-bulan4). Gejala biasanya 24-48 jam post trauma (akut)5). perluasan massa lesi6). peningkatan TIK7). sakit kepala, lethargi, kacau mental, kejang8). disfasiac. Perdarahan sub arachnoid1). Nyeri kepala hebat2). Kaku kuduk
Berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale)1. Cidera kepala Ringan (CKR)a. GCS 13-15b. Kehilangan kesadaran/amnesia <30 menitc. Tidak ada fraktur tengkorakd. Tidak ada kontusio celebral, hematoma2. Cidera Kepala Sedang (CKS) a. GCS 9-12b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia >30 menit tetapi kurang dari 24 jamc. Dapat mengalami fraktur tengkorak3. Cidera Kepala Berat (CKB)a. GCS 3-8b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia > 24 jamc. Juga meliputi kontusio celebral, laserasi, atau hematoma intracranial (Hudak dan Gallo,
1996:226)E. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma intrakranial, edema serebral progresif, dan herniasi otakEdema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira kira 72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan trauma.
Sebagai akibat dari edema dan peningkatan TIK, tekanan disebarkan pada jaringan otak dan struktur internal otak yang kaku. Bergantung pada tempat pembengkakan, perubahan posisi kebawah atau lateral otak (herniasi) melalui atau terhadap struktur kaku yang terjadi menimbulkan iskemia, infark, dan kerusakan otak irreversible, kematian.Defisit neurologik dan psikologik
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti anosmia (tidak dapat mencium bau bauan) atau abnormalitas gerakan mata, dan defisit neurologik seperti afasia, defek memori, dan kejang post traumatic atau epilepsy. Pasien mengalami sisa penurunan
psikologis organic (melawan, emosi labil) tidak punya malu, emosi agresif dan konsekuensi gangguan.Komplikasi lain secara traumatik:
1. Infeksi sitemik (pneumonia, ISK, sepsis)2. Infeksi bedah neurologi (infeksi luka, osteomielitis, meningitis, ventikulitis, abses otak)3. Osifikasi heterotropik (nyeri tulang pada sendi sendi)
Komplikasi lain:1. Peningkatan TIK2. Hemorarghi3. Kegagalan nafas4. Diseksi ekstrakranial
F. Penatalaksanaan1. Penatalaksanaan Keperawatana. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalisb. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secretc. Mempertahankan sirkulasi stabild. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vitale. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasif. Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitusg. Mengelola pemberian obat sesuai program2. Penatalaksanaan Medisa. Oksigenasi dan IVFDb. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema)
Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:1). 5 mg/6 jam untuk hari I dan II2). 5 mg/8 jam untuk hari III3). 5 mg/12 jam untuk hari IV4). 5 mg/24 jam untuk hari Vc. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicamd. Terapi anti perdarahan bila perlue. Terapi antibiotik untuk profilaksisf. Terapi antipeuretik bila demamg. Terapi anti konvulsi bila klien kejangh. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisahi. Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari
G. Pemeriksaan Diagnostik1. X Ray tengkorak2. CT Scan3. Angiografi4. Pemeriksaan neurologist
H. Asuhan Keperawatan CKS
1. PengkajianData fokus yang perlu dikaji:
a. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab cidera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat kesehatan keluarga.
b. Pemeriksaan fisik1). Keadaan umum2). Pemeriksaan persistema). Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera: penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecap, dan perasa)b). Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi waktu dan
tempat)c). Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan nafas)d). Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan frekuensi)e). Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/ minum, peristaltik, eliminasi)f). Sistem integumen ( nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/ lesi)g). Sistem reproduksih). Sistem perkemihan (nilai frekuensi b.a.k, volume b.a.k)c. Pola fungsi kesehatan1). Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan (termasuk adakah kebiasaan merokok, minum
alcohol, dan penggunaan obat obatan)2). Pola aktivitas dan latihan (adakah keluhan lemas, pusing, kelelahan, dan kelemahan otot)3). Pola nutrisi dan metabolisme (adakah keluhan mual, muntah)4). Pola eliminasi5). Pola tidur dan istirahat6). Pola kognitif dan perceptual7). Persepsi diri dan konsep diri8). Pola toleransi dan koping stress9). Pola seksual dan reproduktif10). Pola hubungan dan peran11). Pola nilai dan keyakinan2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepala adalah sebagai berikut:
1) Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) berhubungan dengan aliran arteri dan atau vena terputus.
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik.3) Hipertermi berhubungan dengan trauma (cidera jaringan otak, kerusakan batang otak)4) Pola nafas tak efektif berhubungan dengan hipoventilasi5) Kerusakan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, afektif, dan
motorik)6) Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, motorik, dan
afektif.7) Defisit perawatan diri: makan/ mandi, toileting berhubungan dengan kelemahan fisik dan nyeri.
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan penurunan kemampuan kognitif, motorik, dan afektif.
9) Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran.10) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status hipermetabolik.11) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma/ laserasi kulit kepala12) Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual, muntah.13) PK: peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan/ darah di dalam
otak.
3. Rencana PerawatanNo
DiagnosaKeperawatan
Tujuan dan kriteria hasil
Intervensi
1 Perfusi jaringan tak efektif (spesifik sere-bral) b.d aliran arteri dan atau vena terputus, dengan batasan karak-teristik:
Perubahan respon motorik
Perubahan status mental
Perubahan respon pupil
Amnesia retrograde (gang-guan memori)
NOC:1. Status sirkulasi2. Perfusi jaringan serebral
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam, klien mampu men-capai :
1. Status sirkulasi dengan indikator:
Tekanan darah sis-tolik dan diastolik dalam rentang yang diharapkan
Tidak ada ortostatik hipotensi
Tidak ada tanda tan-da PTIK
2. Perfusi jaringan serebral, dengan indicator :
Klien mampu berko-munikasi dengan je-las dan sesuai ke-mampuan
Klien menunjukkan perhatian, konsen-trasi, dan orientasi
Klien mampu mem-proses informasi
Klien mampu mem-buat keputusan de-ngan benar
Tingkat kesadaran klien membaik
Monitor Tekanan Intra Kranial1. Catat perubahan respon klien terhadap
stimu-lus / rangsangan2. Monitor TIK klien dan respon neurologis
terhadap aktivitas3. Monitor intake dan output4. Pasang restrain, jika perlu5. Monitor suhu dan angka leukosit6. Kaji adanya kaku kuduk7. Kelola pemberian antibiotik8. Berikan posisi dengan kepala elevasi 30-
40O dengan leher dalam posisi netral9. Minimalkan stimulus dari lingkungan10. Beri jarak antar tindakan keperawatan untuk
meminimalkan peningkatan TIK11. Kelola obat obat untuk mempertahankan
TIK dalam batas spesifik
Monitoring Neurologis (2620)1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan
bentuk pupil2. Monitor tingkat kesadaran klien3. Monitor tanda-tanda vital4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, dan
muntah5. Monitor respon klien terhadap pengobatan6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat7. Observasi kondisi fisik klien
Terapi Oksigen (3320)1. Bersihkan jalan nafas dari secret2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif3. Berikan oksigen sesuai instruksi4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen, dan
humidifier5. Beri penjelasan kepada klien tentang
pentingnya pemberian oksigen6. Observasi tanda-tanda hipoventilasi7. Monitor respon klien terhadap pemberian
oksigen8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen
selama aktivitas dan tidur
2 Nyeri akut b.d dengan agen injuri fisik, dengan batasan karakteristik:
Laporan nyeri ke-pala secara verbal atau non verbal
Respon autonom (perubahan vital sign, dilatasi pupil)
Tingkah laku eks-presif (gelisah, me-nangis, merintih)
Fakta dari observasi Gangguan tidur
(mata sayu, menye-ringai, dll)
NOC:1. Nyeri terkontrol2. Tingkat Nyeri3. Tingkat kenyamanan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama …. x 24 jam, klien dapat :
1. Mengontrol nyeri, de-ngan indikator:
Mengenal faktor-faktor penyebab
Mengenal onset nyeri Tindakan pertolong-an
non farmakologi Menggunakan anal-getik Melaporkan gejala-
gejala nyeri kepada tim kesehatan.
Nyeri terkontrol
2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator:
Melaporkan nyeri Frekuensi nyeri Lamanya episode nyeri Ekspresi nyeri; wa-jah Perubahan respirasi rate Perubahan tekanan
darah Kehilangan nafsu makan
3. Tingkat kenyamanan, dengan indicator :
Klien melaporkan kebutuhan tidur dan istirahat tercukupi
Manajemen nyeri (1400)1. Kaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik,
onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan beratnya nyeri.
2. Observasi respon ketidaknyamanan secara verbal dan non verbal.
3. Pastikan klien menerima perawatan analgetik dg tepat.
4. Gunakan strategi komunikasi yang efektif untuk mengetahui respon penerimaan klien terhadap nyeri.
5. Evaluasi keefektifan penggunaan kontrol nyeri
6. Monitoring perubahan nyeri baik aktual maupun potensial.
7. Sediakan lingkungan yang nyaman.8. Kurangi faktor-faktor yang dapat menambah
ungkapan nyeri.9. Ajarkan penggunaan tehnik relaksasi
sebelum atau sesudah nyeri berlangsung.10. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
memilih tindakan selain obat untuk meringankan nyeri.
11. Tingkatkan istirahat yang adekuat untuk meringankan nyeri.
Manajemen pengobatan (2380)1. Tentukan obat yang dibutuhkan klien dan
cara mengelola sesuai dengan anjuran/ dosis.
2. Monitor efek teraupetik dari pengobatan.3. Monitor tanda, gejala dan efek samping
obat.4. Monitor interaksi obat.5. Ajarkan pada klien / keluarga cara
mengatasi efek samping pengobatan.6. Jelaskan manfaat pengobatan yg dapat
mempengaruhi gaya hidup klien.
Pengelolaan analgetik (2210)1. Periksa perintah medis tentang obat, dosis &
frekuensi obat analgetik.2. Periksa riwayat alergi klien.3. Pilih obat berdasarkan tipe dan beratnya
nyeri.4. Pilih cara pemberian IV atau IM untuk
pengobatan, jika mungkin.5. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgetik.6. Kelola jadwal pemberian analgetik yang
sesuai.7. Evaluasi efektifitas dosis analgetik,
observasi tanda dan gejala efek samping, misal depresi pernafasan, mual dan muntah, mulut kering, & konstipasi.
8. Kolaborasi dgn dokter untuk obat, dosis & cara pemberian yg diindikasikan.
9. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas, dan keparahan sebelum pengobatan.
10. Berikan obat dengan prinsip 5 benar11. Dokumentasikan respon dari analgetik dan
efek yang tidak diinginkan3 Defisit self care b.d
de-ngan kelelahan, nyeri
NOC:Perawatan diri :
(mandi, Makan Toiletting, berpakaian)
Setelah diberi motivasi perawatan selama ….x24 jam, ps mengerti cara memenuhi ADL secara bertahap sesuai kemam-puan, dengan kriteria :
Mengerti secara seder-hana cara mandi, makan, toileting, dan berpakaian serta mau mencoba se-cara aman tanpa cemas
Klien mau berpartisipasi dengan senang hati tanpa keluhan dalam memenuhi ADL
NIC: Membantu perawatan diri klien Mandi dan toiletting
Aktifitas:1. Tempatkan alat-alat mandi di tempat yang
mudah dikenali dan mudah dijangkau klien2. Libatkan klien dan dampingi3. Berikan bantuan selama klien masih mampu
mengerjakan sendiri
NIC: ADL Berpakaian
Aktifitas:1. Informasikan pada klien dalam memilih
pakaian selama perawatan2. Sediakan pakaian di tempat yang mudah
dijangkau3. Bantu berpakaian yang sesuai4. Jaga privcy klien5. Berikan pakaian pribadi yg digemari dan
sesuai
NIC: ADL Makan1. Anjurkan duduk dan berdo’a bersama teman2. Dampingi saat makan3. Bantu jika klien belum mampu dan beri
contoh4. Beri rasa nyaman saat makan
4 PK: peningkatan tekan-an intrakranial b.d pro-ses desak ruang akibat penumpukan cairan / darah di dalam otak (Carpenito, 1999)
Batasan karakteristik :
Penurunan kesadar-an (gelisah, disori-entasi)
Perubahan motorik dan persepsi sensasi
Perubahan tanda vi-
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x 24 jam dapat mencegah atau meminimalkan komplikasi dari peningkatan TIK, dengan kriteria :
Kesadaran stabil (orien-asi baik)
Pupil isokor, diameter 1mm
Reflek baik Tidak mual Tidak muntah
1. Pantau tanda dan gejala peningkatan TIK Kaji respon membuka mata, respon motorik,
dan verbal, (GCS) Kaji perubahan tanda-tanda vital Kaji respon pupil Catat gejala dan tanda-tanda: muntah, sakit
kepala, lethargi, gelisah, nafas keras, gerakan tak bertujuan, perubahan mental
2. Tinggikan kepala 30-40O jika tidak ada kontra indikasi
3. Hindarkan situasi atau manuver sebagai berikut:
Masase karotis Fleksi dan rotasi leher berlebihan Stimulasi anal dengan jari, menahan nafas,
dan mengejan
tal (TD meningkat, nadi kuat dan lambat)
Pupil melebar, re-flek pupil menurun
Muntah Klien mengeluh mual Klien mengeluh
pandangan kabur dan diplopia
Perubahan posisi yang cepat4. Ajarkan klien untuk ekspirasi selama
perubahan posisi5. Konsul dengan dokter untuk pemberian pe-
lunak faeces, jika perlu6. Pertahankan lingkungan yang tenang7. Hindarkan pelaksanaan urutan aktivitas
yang dapat meningkatkan TIK (misal: batuk, penghisapan, pengubahan posisi, meman-dikan)
8. Batasi waktu penghisapan pada tiap waktu hingga 10 detik
9. Hiperoksigenasi dan hiperventilasi klien se-belum dan sesudah penghisapan
10. Konsultasi dengan dokter tentang pemberian lidokain profilaktik sebelum penghisapan
11. Pertahankan ventilasi optimal melalui posisi yang sesuai dan penghisapan yang teratur
12. Jika diindikasikan, lakukan protokol atau kolaborasi dengan dokter untuk terapi obat yang mungkin termasuk sebagai berikut:
13. Sedasi, barbiturat (menurunkan laju meta-bolisme serebral)
14. Antikonvulsan (mencegah kejang)15. Diuretik osmotik (menurunkan edema
serebral)16. Diuretik non osmotik (mengurangi edema
serebral)17. Steroid (menurunkan permeabilitas kapiler,
membatasi edema serebral)18. Pantau status hidrasi, evaluasi cairan
masuk dan keluar)
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume II. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan dan Masalah Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. Mosby.
Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. Mosby.
NANDA. 2005. Nursing Diagnosis: Definition and Classification. Philadelphia: North American Nursing Diagnosis Association.