Post on 20-Feb-2018
7/24/2019 Arum Samudra(2)
1/115
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL DAUN
SALAM (Syzygium polyanthum Wight) DARI TIGA
TEMPAT TUMBUH DI INDONESIA
SKRIPSI
ARUM SAMUDRA
1110102000046
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2014
7/24/2019 Arum Samudra(2)
2/115
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL DAUN
SALAM (Syzygium polyanthum Wight) DARI TIGA
TEMPAT TUMBUH DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ARUM SAMUDRA
1110102000046
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
SEPTEMBER 2014
7/24/2019 Arum Samudra(2)
3/115
iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,
Dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Arum Samudra
NIM : 1110102000046
Tanda tangan :
Tanggal : 4 September 2014
7/24/2019 Arum Samudra(2)
4/115
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Arum Samudra
NIM : 1110102000046
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium polyanthum
Wight)Dari Tiga Tempat Tumbuh Di Indonesia
Disetujui oleh
Pembimbing I
Puteri Amelia, M. Farm., Apt
NIP. 198012042011012004
Pembimbing II
Marissa Angelina, M. Farm., Apt
NIP. 198212312005022001
Mengetahui
Ketua Program Studi Farmasi
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs. Umar Mansur, M.Sc.,Apt
7/24/2019 Arum Samudra(2)
5/115
v
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Arum Samudra
NIM : 1110102000046
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium polyanthum
Wight)Dari Tiga Tempat Tumbuh Di Indonesia
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Dewan Penguji
Pembimbing I : Puteri Amelia, M. Farm., Apt ( )
Pembimbing II : Marissa Angelina, M. Farm., Apt ( )
Penguji I : Ismiarni Komala, M.Sc., PhD., Apt ( )
Penguji II : Prof. Dr. Atiek Soemiati, MS., Apt ( )
Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal : 4 September 2014
7/24/2019 Arum Samudra(2)
6/115
vi
ABSTRAK
Nama : Arum Samudra
Program Studi : Farmasi
Judul : Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium
polyanthumWight)Dari Tiga Tempat Tumbuh Di
Indonesia
Standardisasi ekstrak tanaman obat perlu dilakukan untuk melindungi masyarakat
dari penggunaan obat herbal yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Pada
penelitian ini dilakukan karakterisasi sebagai langkah awal standardisasi ekstraketanol daun Salam (Syzygium polyanthum Wight) dari tiga tempat tumbuh di
Indonesia yaitu Tangerang Selatan, Sukoharjo, dan OKU Timur. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menetapkan beberapa parameter spesifik dan non
spesifik sehingga menjamin bahwa ekstrak tersebut mempunyai nilai dan
parameter yang terukur. Hasil karakterisasi untuk parameter spesifik
menunjukkan organoleptik ekstrak (bentuk ekstrak kering, warna hitam
kecoklatan, bau aromatik lemah, dan rasa pahit), dengan kadar senyawa terlarut
dalam air 31,167 % 0,756 - 49,011 % 0,577, dan terlarut dalam etanol 38,545
% 0,5829 - 58,091 % 0,671. Kandungan kimia ekstrak daun Salam ini yaituflavonoid, alkaloid, tanin, saponin, dan terpenoid. Hasil uji parameter non spesifik
menunjukkan susut pengeringan (8,420 % 0,2979 sampai 12,624 % 1,5844),
bobot jenis (1,002 % 0,0005 - 1,005 % 0,0016), kadar air (4,999 % 0,2403 -
7,298 % 0,1807), kadar abu total (7.242 % 0,5365 - 14,438 % 0,4065),
kadar abu tidak larut asam (0,380 % 0,0315 - 1,314 % 0,0220). Pada
pengujian cemaran logam Pb (Tidak terdeteksi - 95,43 g/g), logam Cd (4,42 -
8,62 g/g), dan logam As (
7/24/2019 Arum Samudra(2)
7/115
vii
ABSTRACT
Name : Arum Samudra
Program Study : Pharmacy
Title : Characterization of Ethanol Leaf Extract Salam
(Syzygium polyanthum Wight) From Three Places to
Grow in Indonesia
Standardization of medicinal plant extracts needs to be done to protect the public
from the use of herbal remedies that do not meet the quality requirements. In this
research, the characterization as a first step to standardization of the ethanol
extract of leaves of Salam (Syzygium polyanthum Wight) of the three places to
grow in Indonesia, South Tangerang, Sukoharjo, and East OKU. The purpose of
this study is to establish some specific and non-specific parameters so as to ensure
that the extract has a value and the measured parameters. Characterization results
for a specific parameter indicating the organoleptic extract (dry extract form,
brownish black color, weak aromatic odor and bitter taste), with levels of
dissolved compounds in water 31,167 % 0,756 - 49,011 % 0,577, dissolved in
ethanol 38,545 % 0,5829 - 58,091% 0.671. Greetings leaf chemical
constituents of this extract are flavonoids, alkaloids, tannins, saponins, and
triterpenoids. The test results indicate non-specific parameters of drying shrinkage(8.420% 0.2979 - 12.624% 1.5844), specific gravity (1.002% 0.0005 - 1.005
0.0016%), water content (4.999% 0,2403 - 7.298% 0.1807), total ash
content (7242% 0.5365 - 14.438% 0.4065), acid insoluble ash content
(0.380% 0.0315 - 1.314 0.0220%). The testing of Pb contamination (Not
detected - 95.43 mg/g), metal Cd (4.42 - 8.62 mg/g), and metal As (
7/24/2019 Arum Samudra(2)
8/115
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang tak tak pernah lelah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta
penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya dari lembah
kegelapan menuju jalan yang terang benderang.
Skripsi yang berjudul Karakterisasi Ekstrak Etanol Daun Salam
(Syzygium polyanthumWight)Dari Tiga Tempat Tumbuh Di Indonesia ini
disusun sebagai salah satu syarat tugas akhir untuk mendapatkan gelar SarjanaFarmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT yang selalu memberikan nikmat dan karunia yang tak
terhingga.
2.
Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.
Ibu Puteri Amelia, M. Farm., Apt dan Ibu Marissa Angelina, M. Farm.,
Apt selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan serta meluangkan
waktu, tenaga, dan juga pikiran dalam penelitian dan penyusunan skripsi
ini.
6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Musthofa Suyadi dan Ibu Saginah, yang
selalu memberikan dukungan baik moril maupun materiil, serta kasih
sayang dan doa tiada henti. Kepada kedua adikku, Lirra Apriansyah dan
7/24/2019 Arum Samudra(2)
9/115
ix
Kurnia Istiqomah, yang selalu menghibur dan memberikan semangat serta
doa.
7.
Kepada Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan yang telah memberi
kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan melalui program
beasiswa Santri Jadi Dokter.
8.
Para peneliti di LIPI, Ibu Lia, Ibu Lala, Ibu Tatik, Ibu Mimin, Ibu Lisna,
Ibu Mega, Mas Udin, Pak Rokib, serta Mas Lili yang telah membantu
penulis selama melakukan penelitian di LIPI.
9. Bapak/Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis
menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10.
Para staf, karyawan dan laboran Program Studi Farmasi yang telah banyak
membantu.
11.Keluarga besar Harjo Wiyoto dan Soekaryo yang selalu memberikan
dukungan dan semangat.
12.
Untuk yang selalu mendengar keluh kesah dan selalu memberi semangat
serta bantuan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini, Finti Muliati.
13.Teman yang berjuang bersama di LIPI, Arsyadanie Saifi Adli , serta The
Pavillioons yang selalu berbagi dalam suka ataupun duka.
14.Teman-teman Farmasi angkatan 2010 (Andalusia) yang tidak membuat
penulis menyesal telah menjadi bagian dari kalian.
15.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis selama ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Ciputat, 4 September 2014
Penulis
7/24/2019 Arum Samudra(2)
10/115
x
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Arum Samudra
NIM : 1110102000046
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya
ilmiah saya dengan judul :
KARAKTERISASI EKSTRAK ETANOL DAUN SALAM (Syzygium
polyanthum Wight) DARI TIGA TEMPAT TUMBUH DI INDONESIA
untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat
dengan sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada Tanggal : 4 September 2014
Yang menyatakan
(Arum Samudra)
7/24/2019 Arum Samudra(2)
11/115
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.........................................HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...........................................
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI........................................................
ABSTRAK................................................................................................
ABSTRACT..............................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KEPENTINGAN AKADEMIK......................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
DAFTAR TABEL.......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN.............................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................1.1Latar Belakang .......................................................................................
1.2
Rumusan Masalah ..................................................................................
1.3Tujuan Penelitian ....................................................................................
1.4
Manfaat Penelitian .................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................2.1DAUN SALAM (Syzygium polyanthumWight).....................................
2.1.1
Klasifikasi Tanaman .....................................................................2.1.2
Nama Daerah.................................................................................
2.1.3 Deskripsi Tanaman .......................................................................
2.1.4
Tempat Tumbuh.............................................................................
2.1.5 Kandungan Kimia Tumbuhan........................................................
2.1.6 Kegunaan Tanaman ......................................................................
2.2STANDARISASI..................................................................................
2.2.1 Karakterisasi Simplisia................................................................2.2.2 Parameter Standardisasi ..............................................................
2.2.2.1 Aspek Parameter Spesifik ...................................................2.2.2.2
Aspek Parameter Non Spesifik ...........................................
2.2.3
Manfaat Standardisasi .................................................................2.2.3.1 Standardisasi menjamin keseragaman khasiat (efikasi) .....
2.2.3.2 Standardisasi untuk uji klinik .............................................
2.2.3.3 Standardisasi menjamin aspek keamanan dan stabilitas
ekstrak/bentuk sediaan ........................................................
2.2.3.4 Standardisasi meningkatkan nilai ekonomi.........................
2.3
SIMPLISIA ...........................................................................................
2.4EKSTRAK.............................................................................................2.3.4.1
Faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak ..................................2.5EKSTRAKSI.........................................................................................
2.5.1 Proses Pembuatan Ekstrak ..........................................................
ii
iiiiv
v
vi
vii
viii
x
xi
xiv
xv
xvi
11
3
4
4
55
56
6
7
7
7
9
9
10
10
12
1313
13
14
14
15
16
18
20
20
7/24/2019 Arum Samudra(2)
12/115
xii
2.5.1.1 Pembuatan serbuk simplisia...............................................
2.5.1.2
Pelarut ................................................................................
2.5.1.3 Pemekatan/penguapan (vaporasi dan evaporasi) ...............
2.5.1.4
Pengeringan ekstrak ...........................................................
2.5.1.5
Rendemen ..........................................................................2.5.2 Metode Ekstraksi..........................................................................
2.6KROMATOGRAFI...............................................................................
2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis.............................................................2.6.2 Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (KG-SM).......................
2.6.3 High Performance Liquid Chromatography (HPLC).......................
2.7 SPEKTROFOTOMETRI .....................................................................
2.7.1 Spektrofotometri UV-Vis ............................................................2.7.2
Spektrofotometri Serapan Atom .................................................
BAB 3 METODE PENELITIAN..................................................................
3.1
TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN.............................................3.2BAHAN DAN ALAT ...........................................................................
3.2.1 Bahan Uji ....................................................................................
3.2.2 Bahan Kimia................................................................................3.2.3 Alat ..............................................................................................
3.3PROSEDUR KERJA.............................................................................3.3.1
Pengambilan Sampel....................................................................
3.3.2 Determinasi Sampel....................................................................
3.3.3 Penyiapan Simplisia.....................................................................
3.3.4 Pengamatan Makroskopik ..................................................
3.3.5 Pembuatan Ekstrak ......................................................................
3.3.6
Penentuan Parameter-parameter Standarisasi .............................
3.3.6.1 Parameter Spesifik .............................................................
3.3.6.2
Parameter Non Spesifik .....................................................
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................4.1 HASIL PENELITIAN...........................................................................
4.1.1 Hasil Determinasi Sampel..........................................................
4.1.2 Pengamatan Makroskopik Daun Salam......................................
4.1.3 Hasil Ekstraksi Daun Salam......................................................
4.1.4 Parameter Spesifik...................................................................
4.1.4.1 Identitas Ekstrak.............................................................4.1.4.2 Organoleptik Ekstrak......................................................
4.1.4.3 Penentuan Kadar Senyawa Terlarut dalam Pelarut
Tertentu...............................................................................
4.1.4.4 Identifikasi Kandungan Kimia Ekstrak...............................
4.1.4.5 Pola Kromatogram.............................................................
4.1.4.6 Kadar Total Flavonoid......................................................
4.1.5 Parameter Non Spesifik.............................................................
4.2 PEMBAHASAN...............................................................................
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN..........................................................
20
20
21
21
2222
23
24
27
31
32
32
33
37
3737
37
37
37
38
38
38
38
39
39
39
39
43
4747
47
47
48
48
4849
49
50
50
52
53
55
64
7/24/2019 Arum Samudra(2)
13/115
xiii
5.1 KESIMPULAN.................................................................................
5.2 SARAN.........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
LAMPIRAN.....................................................................................................
64
65
66
69
7/24/2019 Arum Samudra(2)
14/115
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Pohon salam..................................................................................
Gambar 2 Buah, bunga, dan daun salam........................................................Gambar 3 Kromatografi lapis tipis.................................................................
Gambar 4 kromatografi gasspektrometri massa.........................................
Gambar 5High performance liquid chromatography....................................
Gambar 6 Spektrofotometri UV-Vis...............................................................
Gambar 7 Spektrofotometri serapan atom......................................................
Gambar 8 Hasil uji Kromatografi Lapis Tipis................................................
Gambar 9 Hasil uji HPLC...............................................................................
Gambar 10 Hasil Uji GCMS...........................................................................
Gambar L.1 Maserator....................................................................................
Gambar L.2 Tanur/Furnace............................................................................
Gambar L.3 Spektrofotometri UV-Vis.........................................................Gambar L.4 Timbangan analitik...................................................................
Gambar L.5 Desikator...................................................................................
Gambar L.6 Oven..........................................................................................
Gambar L.7 HPLC........................................................................................
Gambar L.8 Simplisia daun Salam...............................................................
Gambar L.9Rotary evaporator.....................................................................
Gambar L.10Pilot plan..................................................................................
5
627
31
32
33
36
50
51
54
98
98
9898
98
98
99
99
99
99
7/24/2019 Arum Samudra(2)
15/115
xv
DAFTAR TABELTabel 4.1 Pengamatan makroskopik daun Salam.........................................
Tabel 4.2 Hasil rendemen daun Salam...........................................................
Tabel 4.3 Identitas ekstrak..............................................................................
Tabel 4.4 Organoleptik ekstrak.......................................................................Tabel 4.5 Kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertentu...............................
Tabel 4.6 Identifikasi kandungan kimia ekstrak.............................................
Tabel 4.7 Nilai Rf...........................................................................................
Tabel 4.8 Data Kromatogram HPLC..............................................................
Tabel 4.9 Kadar Total Flavonoid....................................................................
Tabel 4.10 Parameter non spesifik daun Salam..............................................
Tabel L.1 Senyawa terlarut air........................................................................
Tabel L.2 Senyawa terlarut etanol..................................................................
Tabel L.3 Susut pengeringan..........................................................................
Tabel L.4 Bobot jenis......................................................................................
Tabel L.5 Kadar abu.......................................................................................Tabel L.6 Kadar abu tidak larut asam.............................................................
Tabel L.7 Kadar air.........................................................................................
Tabel L.8 Standar kuersetin............................................................................
Tabel L.9 Kadar total flavonoid......................................................................
Tabel L.10 Standar logam Pb..........................................................................
Tabel L.11 Standar logam Cd.........................................................................
Tabel L.12 Standar logam As.........................................................................
47
48
48
4949
50
50
52
52
53
73
75
77
79
8183
85
87
87
94
95
97
7/24/2019 Arum Samudra(2)
16/115
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Alur penelitian.........................................................................
Lampiran 2 Hasil determinasi.......................................................................
Lampiran 3 Rendemen ekstrak.......................................................................Lampiran 4 Perhitungan kadar senyawa terlarut air.......................................
Lampiran 5 Perhitungan kadar senyawa terlarut etanol.................................
Lampiran 6 Pehitungan susut pengeringan.....................................................
Lampiran 7 Perhitungan bobot jenis...............................................................
Lampiran 8 Perhitungan kadar abu.................................................................
Lampiran 9 Perhitungan kadar abu tidak larut asam......................................
Lampiran 10 Perhitungan kadar air.................................................................
Lampiran 11 Perhitungan kadar total flavonoid.............................................
Lampiran 12 Hasil uji cemaran logam berat...................................................
Lampiran 13 Perhitungan cemaran logam berat.............................................
Lampiran 14 Bahan dan alat penelitian..........................................................
69
70
7273
75
77
79
81
83
85
87
89
94
98
7/24/2019 Arum Samudra(2)
17/115
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar
didunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga
saat ini, tercatat 7000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya. Namun, kurang
dari 300 tanaman yang digunakan sebagai bahan baku industri farmasi secara
regular. Sekitar 1000 tanaman telah diidentifikasi dari aspek botani sistematik
tumbuhan dengan baik (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).
Dengan kekayaan hayati yang berlimpah tersebut, tidak sedikit masyarakat
Indonesia yang memanfaatkannya untuk berbagai keperluan, diantaranya sebagai
obat tradisional. Obat tradisional telah digunakan sejak zaman dahulu baik di
Indonesia maupun di negara-negara lainnya. Sampai sekarangpun tetap
dimanfaatkan dan bahkan cenderung meningkat. Namun, eksistensinya belum
dapat disetarakan dengan pelayanan pengobatan modern dengan menggunakan
obat kimia, karena memang belum seluruhnya teruji keamanan dan manfaatnya.
Selama ini kebanyakan manfaat dan pengembangannya hanya dari data empiris
dan dari pengalaman yang diwariskan dari generasi ke generasi (Hariyati, 2005).
WHO pada tahun 2008 mencatat bahwa 68% penduduk dunia masih
menggantungkan sistem pengobatan tradisional yang mayoritas melibatkan
tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit dan lebih dari 80% penduduk dunia
menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan mereka (Saifudin, Rahayu,
& Teruna, 2011).
Kecenderungan masyarakat untuk kembali ke alam meneguhkan peranpenting tumbuhan sebagai sumber obat bahkan berpotensi nilai ekonomi tinggi.
Namun isu besar yang menjadi pemikiran pemerintah saat ini adalah bagaimana
menjamin obat yang berbasis herbal memiliki mutu yang terukur, mampu
mendukung derajat kesehatan dan terjamin keamanan, terbebas dari bahan dan
mikroba berbahaya serta bagaimana menaikkan nilai ekonomi sehingga menjadi
negara produsen yang bermartabat (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).
1
7/24/2019 Arum Samudra(2)
18/115
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dalam rangka mengembangkan obat tradisional diperlukan pengendalian
mutu simplisia yang akan digunakan untuk bahan baku obat atau sediaan galenik.
Pengendalian mutu simplisia dapat dilakukan salah satunya dengan cara
melakukan standardisasi simplisia. Standardisasi perlu dilakukan untuk menjaga
kualitas bahan baku obat alam baik yang berupa simplisia maupun yang berbentuk
ekstrak atau sediaan galenik (Hariyati, 2005). Standardisasi dalam kefarmasian
tidak lain adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang
hasilnya merupakan unsur-unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam
artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi), termasuk jaminan
(batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian umumnya. Persyaratan mutu
ekstrak terdiri dari berbagai parameter standar umum dan parameter standar
spesifik. Pemerintah melakukan pembinaan dan pengawasan serta melindungi
konsumen untuk tegaknya trilogi mutu-keamanan-manfaat. Pengertian
standardisasi juga berarti proses menjamin bahwa produk akhir (obat, ekstrak atau
produk ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan (ajeg) dan
ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu (Anonim, 2000).
Salah satu tanaman yang mempunyai banyak manfaat yaitu daun salam
(Syzygium polyanthum Wight). Daun salam telah dikenal secara luas oleh
masyarakat indonesia. Biasanya daun salam digunakan untuk bumbu berbagai
macam masakan. Namun dibalik itu semua, ternyata daun salam mempunyai
aktivitas farmakologis yang sangat berguna bagi tubuh kita. Menurut Nuratmi dkk
(1998), pemberian sirup daun salam pada tikus putih dengan dosis yang berbeda-
beda, memperlihatkan adanya efek antidiare. Semakin besar dosis yang diberikan
maka efeknya juga semakin besar. Pada dosis 450 mg/100 g BB sama dengan
tikus yang diberi loperamid 0,12 mg/100 g BB. Penelitian selanjutnya jugamenunjukkan bahwa ekstrak etanolik 30% daun salam memberikan aktivitas
antidiare pada hewan uji (Malik & Ahmad, 2013).
Berdasarkan data uji praklinik antihiperurisemia, ekstrak daun salam dan
jinten hitam dan kombinasinya dengan dosis tunggal 200 mg/kgBB terbukti
berpotensi menurunkan kadar asam urat dalam darah mencit putih jantan galur
Balb-C yang diinduksi Potassium oksonat dengan prosentase penurunan kadar
7/24/2019 Arum Samudra(2)
19/115
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
asam urat berturut-turut adalah kurang lebih sebesar 79,35 %, 61,29 %, dan
72,90 % (Muhtadi, Suhendi, W., & Sutrisna, 2012)
Sementara itu, ekstrak metanol daun salam memiliki aktivitas sebagai
antibakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli (Rambe,
Pasaribu, & Nst, 2012). Ekstrak metanol daun salam juga dapat menghambat
pertumbuhan vegetatifF.oxysporum, meskipun persentase penghambatan tertinggi
hanya sebesar 57,16 % pada konsentrasi 5 %. Pada media cair, ekstrak daun salam
efektif menurunkan jumlah konidia dan berat hifa. Selain itu, ekstrak metanol
daun salam mampu menghambat perkecambahan konidia F. oxysporum.
Persentase penghambatan perkecambahan konidia pada perlakuan ekstrak daun
salam 3 % sebesar 84,67 % pada jam ke-4 setelah inkubasi (Noveriza &
Miftakhurohmah, 2010).
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun salam
dengan dosis 2,62 mg/20 g BB dan 5,24 mg/20 g BB dapat menurunkan secara
bermakna kadar glukosa darah mencit jantan yang diinduksi dengan aloksan
(Studiawan & Santosa, 2005). Sedangkan ekstrak metanol daun salam
menunjukkan adanya aktivitas antioksidan pada lC50sebesar 90,85 g/mL (Har &
Ismail, 2012).
Mengingat begitu banyak manfaat pada daun salam (Syzygium
polianthum) berdasarkan dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, maka
perlu dilakukan upaya penetapan standar mutu dan juga keamanan dari ekstrak
daun salam. Selain itu, untuk mendukung program LIPI (Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia) yang menguji tentang aktivitas daun salam sebagai
Antiviral Dengue, maka dalam penelitian ini dilakukan karakterisasi ekstrak
etanol daun salam dari tiga tempat tumbuh di Indonesia (OKU Timur, Sukoharjo,dan Tangerang Selatan).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dari hasil penelusuran pustaka yang telah dilakukan, belum ada penelitian
mengenai karakterisasi ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum Wight).
Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini dilakukan karakterisasi
terhadap ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum Wight).
7/24/2019 Arum Samudra(2)
20/115
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui beberapa hasil uji parameter spesifik dan non spesifik
dari ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum Wight) sehingga nantinya
dapat menjamin bahwa sampel tersebut mempunyai mutu dan nilai-nilai
parameter yang terstandar.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan data awal standardisasi
sehingga dapat menjamin kualitas, mutu, dan keamanan ekstrak etanol daun salam
(Syzygium polyanthum Wight)
7/24/2019 Arum Samudra(2)
21/115
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DAUN SALAM (Syzygium polyanthum Wight)
2.1.1 Klasifikasi Tanaman
Secara ilmiah, tanaman salam diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Dialypetalae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Syzygium
Jenis : Syzygium polyanthum
(Tjitrosoepomo, 1988)
Gambar 1. Pohon salam (Sumber : Koleksi pribadi)
5
7/24/2019 Arum Samudra(2)
22/115
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2. Buah, bunga, dan daun salam (sumber : Ibujempol.com)
2.1.2 Nama Daerah
Daun salam memiliki banyak nama lain di daerah, diantaranya adalah
Sumatera : meselangan, ubar serai (Melayu), Jawa : salam, gowok (Sunda), salam,
manting (Jawa), salam (Madura), Kangean : kastolam. Nama asing daun salam
yaitu salam leaf dan sinonimnyaEugenia polyanthaWight (Dalimartha, 2000).
2.1.3 Deskripsi Tanaman
Tinggi pohon mencapai 25 m, batang bulat, permukaan licin, bertajuk
rimbun dan berakar tunggang. Daun tunggal, letak berhadapan, panjang tangkai
daun 0,5-1 cm. Helaian daun berbentuk lonjong sampai elips atau bundar telur
sungsang, ujung meruncing, pangkal runcing, tepi rata pertulangan menyirip,
permukaan atas licin berwarna hijau tua, permukaan bawah berwarna hijau muda,
panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm, jika diremas berbau harum. Bunga majemuk
tersusun dalam malai yang keluar dari ujung ranting, berwarna putih, baunya
harum. Biji bulat, diameter sekitar 1 cm berwarna cokelat.Buahnya buah buni,
bulat diameter 8-9 mm,buah muda berwarna hijau, setelah masak menjadi merah
gelap, rasanya agak sepat (Dalimartha, 2000).
7/24/2019 Arum Samudra(2)
23/115
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.4 Tempat Tumbuh
Salam menyebar di Asia Tenggara, mulai dari Burma, Indocina, Thailand,
Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Salam tumbuh liar di
hutan dan pegunungan, atau ditanam di pekarangan dan sekitar rumah. Pohon ini
dapat ditemukan didaerah dataran rendah sampai ketinggian 1.400 m dpl
(Dalimartha, 2000).
2.1.5 Kandungan Kimia Tumbuhan
Tanaman salam (Syzygium polyanthum Wight) mengandung banyak
senyawa. Menurut Hariana (2008) antara lain minyak atsiri, tanin, flavonoid.
Anggota famili Myrtaeae memiliki sifat rasa kelat, wangi, dan astringen
(Enda, 2009).
Bagian tanaman salam yang paling banyak dimanfaatkan adalah bagian
daunnya. Daun salam mengandung tanin, minyak atsiri (salamol dan eugenol),
flavonoid (Kuersetin, Kuersitrin, mirsetin dan mirsitrin), seskuiterpen,
triterpenoid, fenol, steroid, sitral, lakton, saponin, dan karbohidrat (Fitri, 2007).
Menurut Purwati (2004), daun salam oleh Badan POM ditetapkan sebagai salah
satu dari sembilan tanaman obat unggulan yang telah diteliti atau diuji secara
klinis untuk menanggulangi masalah kesehatan tertentu (Fitri, 2007).
Menurut Sudarsono (2002) Kandungan tanaman salam lainnya adalah
saponin,triterpenoid, flavonoid, polifenol, alkaloid, tanin dan minyak atsiri yang
terdiri dari sesquiterpen, lakton dan fenol (Adrianto, 2012).
Uji fitokimia dari daun salam menunjukkan adanya beberapa senyawa
metabolit sekunder yaitu flavonoid, fenolik, dan kumarin (Hermansyah, 2008)
2.1.6 Kegunaan Tanaman
Daun salam umumnya digunakan sebagai rempah pengharum masakan di
sejumlah negeri di Asia Tenggara, baik untuk masakan daging, ikan, sayur mayur,
maupun nasi. Daun dicampur dalam keadaan utuh, kering ataupun segar dan turut
dimasak hingga masakan tersebut matang. Dari segi kesehatan, daun salam efektif
menurunkan kadar gula darah, menurunkan tekanan darah, menurunkan kadar
7/24/2019 Arum Samudra(2)
24/115
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kolesterol darah, menurunkan kadar asam urat, mengobati sakit maag (gastritis),
gatal-gatal (pruritis),kudis (scabies), dan eksim (Enda, 2009).
Hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa ekstrak etanolik 30%
daun salam memberikan aktivitas antidiare pada hewan uji (Malik &
Ahmad, 2013).
Winarto (2004) menyatakan bahwa daun salam mempunyai kandungan
kimia yaitu tanin, flavonoid, dan minyak atsiri 0,05 % yang terdiri dari eugenol
dan sitral. Minyak atsiri atau dikenal orang dengan nama minyak ateris atau
minyak terbang (essential oil) dihasilkan oleh tanaman tertentu. Mekanis
metoksisitas fenol dalam minyak atsiri menyebabkan denaturasi protein pada
dinding sel kuman dengan membentuk struktur tersier protein dengan ikatan
nonspesifik atau ikatan disulfida (Adrianto, 2012).
Minyak atsiri mengandung sitral dan eugenol yang berfungsi sebagai
anestetik dan antiseptik (Adrianto, 2012). Antiseptik adalah obat yang
meniadakan atau mencegah keadaan sepsis, zat ini dapat membunuh atau
mencegah pertumbuhan mikroorganisme (Ganiswara, 1995). Eugenol adalah
sebuah senyawa kimia aromatik, berbau, sedikit larut dalam air dan larut pada
pelarut organik. Bidang medis sering menggunakan eugenol. Kandungan eugenol
merupakan analgesik dan antiseptik lokal yang baik. Beberapa minyak atsiri dapat
digunakan sebagai bahan antiseptik internal dan eksternal, bahan analgesik,
hemolitik atau enzimatik, sedatif, stimulan, untuk obat sakit perut, bahan pewangi
kosmetik dan sabun (Adrianto, 2012).
Selain minyak atsiri terdapat kandungan tanin. Tanin, tannic acid atau
gallotanic acid dapat ditemukan pada berbagai macam tanaman. Tanin telah
terbukti mempunyai efektifitas antioksidan dan menghambat pertumbuhan tumor(Robinson, 1995). Tanin menyebabkan denaturasi protein dengan membentuk
kompleks protein. Pembentukan kompleks protein melalui kekuatan nonspesifik
seperti ikatan hidrogen dan efek hidrofobik sebagaimana pembentukan ikatan
kovalen, menginaktifkan adhesi kuman (molekul untuk menempel pada sel
inang), menstimulasi sel-sel fagosit yang berperan dalam respon imun selular
(Soebowo, 1993).
7/24/2019 Arum Samudra(2)
25/115
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Flavonoid adalah senyawa yang terdapat pada sebagian besar tumbuh-
tumbuhan. Sebagian besar tumbuhan obat mengandung flavonoid (Adrianto,
2012). Pada tumbuhan, flavonoid tidak hanya berperan sebagai pigmen yang
memberi warna pada bunga dan daun saja, namun juga sangat penting bagi
pertumbuhan, perkembangan dan pertahanan tumbuhan. Misalnya sebagai enzim
inhibitor, prekusor bahan toksik, melindungi tumbuhan (dari bakteri, virus, radikal
bebas dan radiasi sinar UV) (Sabir, 2003). Beberapa penelitian terakhir
menunjukan bahwa flavonoid memiliki efek antimikroba, antiinflamasi,
merangsang pembentukan kolagen, melindungi pembuluh darah, antioksidan dan
antikarsinogenik (Sabir, 2003). Flavonoid sebagai antibakterial dapat menekan
pertumbuhan bakteri yang mengkontaminasi luka sehingga infeksi dapat
dihindarkan (Dharmayanti, 2000).
Pelezar (1988) menyatakan bahwa sebagai antibakteri, flavonoid bekerja
dengan menghambat perkembangan mikroorganisme karena mampu membentuk
senyawa kompleks dengan protein melalui ikatan hidrogen. Mekanisme kerjanya
dengan mendenaturasikan molekul-molekul protein dan asam nukleat yang
menyebabkan koagulasi dan pembekuan protein yang akhirnya akan terjadi
gangguan metabolisme dan fungsi fisiologis bakteri. Jika metabolisme bakteri
terganggu maka kebutuhan energi tidak tercukupi sehingga mengakibatkan
rusaknya sel bakteri secara permanen yang pada akhirnya menyebabkan kematian
bakteri (Adrianto, 2012).
2.2 STANDARDISASI
2.2.1 Karakterisasi Simplisia
Karakterisasi merupakan langkah awal dari standardisasi. Standardisasisimplisia dilakukan untuk mengendalikan mutu simplisia. Standarisasi diperlukan
agar dapat diperoleh bahan baku yang seragam yang akhirnya dapat menjamin
efek farmakologi tanaman tersebut (Hariyati, 2005). Standarisasi simplisia
mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat sebagai
bahan baku harus memenuhi persyaratan tertentu (Krisyanella, Dachriyanus, &
Marlina, n.d.).
7/24/2019 Arum Samudra(2)
26/115
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Standardisasi dalam kefarmasian tidak lain adalah serangkaian parameter,
prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait
paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia,
biologi dan farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk
kefarmasian umumnya. Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai parameter
standar umum dan parameter standar spesifik. Pengertian standardisasi juga
berarti proses menjamin bahwa produk akhir obat (obat, ekstrak atau produk
ekstrak) mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan (ajeg)dan ditetapkan
terlebih dahulu (Anonim, 2000).
Standardisasi suatu simplisia tidak lain pemenuhan terhadap persyaratan
sebagai bahan dan penetapan nilai berbagai parameter dari suatu produk.
Standardisasi simplisia juga mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan
digunakan untuk obat sebagai bahan baku harus memenuhi persyaratan yang
tercantum dalam monografi terbitan resmi Departemen Kesehatan (Materia
Medika Indonesia) (Anonim, 2000).
Objek standardisasi adalah ekstrak tumbuhan yakni material yang
diperoleh dengan cara menyari bahan tumbuhan dengan pelarut tertentu. Kecuali
dinyatakan lain pelarut yang diperbolehkan adalah etanol (Anonim, 1995). Pelarut
organik selain etanol memiliki potensi toksisitas yang lebih tinggi. Etanol
memiliki kemampuan menyari dengan polaritas yang lebar mulai senyawa
nonpolar sampai dengan polar. Sedangkan penyari air cukup sulit diuapkan pada
suhu rendah sehingga berpotensi terdegradasinya komponen aktif atau
terbentuknya senyawa lain karena pemanasan. Ekstraksi dengan non pelarut
seperti superkritikal gas diperkenankan namun yang menjadi masalah aplikasi di
Indonesia untuk industri masih sangat terbatas karena peralatan yang cukup mahal(Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).
2.2.2 Parameter Standardisasi
2.2.2.1 Aspek Parameter Spesifik (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011)
Parameter spesifik yakni parameter yang berfokus pada senyawa atau
golongan senyawa yang bertanggung jawab terhadap aktivitas farmakologis.
7/24/2019 Arum Samudra(2)
27/115
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Analisis kimia yang dilibatkan ditujukan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif
terhadap senyawa aktif.
Menurut Anonim (2000), Parameter spesifik meliputi :
a. Parameter identitas ekstrak, meliputi deskripsi tata nama (Nama ekstrak,
Nama latin tumbuhan, Bagian tumbuhan yang digunakan, dan Nama
Indonesia tumbuhan) dan senyawa identitas (senyawa tertentu yang
menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu). Tujuannya adalah
untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa
identitas.
b. Parameter organoleptik ekstrak, yaitu penentuan parameter yang
menggunakan pancaindra untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan
rasa dari suatu ekstrak.
c. Parameter senyawa terlarut dalam pelarut tertentu, yaitu parameter yang
diuji dengan cara melarutkan ekstrak dengan pelarut tertentu (air atau
alkohol) untuk ditentukan jumlah solut yang identik dengan jumlah
senyawa kandungan secara gravimetri. Dalam hal tertentu dapat diukur
senyawa terlarut dalam pelarut lain misalnya heksana, diklorometan, dan
metanol.
d. Parameter kandungan kimia ekstrak
1) Pola kromatogram
Tujuannya untuk memberikan gambaran awal komposisi kandungan
kimia berdasarkan pola kromatogram.
2) Kadar kandungan kimia tertentu
Dengan tersedia suatu kandungan kimia yang berupa senyawa
identitas atau senyawa kimia utama ataupun kandungan kimia lainnya,maka secara kromatografi instrumental dapat dilakukan penetapan
kadar kandungan kimia tersebut. Instrumen yang dapat digunakan
adalah densitometer, kromatografi gas, KCKT atau instrumen yang
sesuai. Tujuannya memberikan data kadar kandungan kimia tertentu
sebagai senyawa identitas atau senyawa yang diduga bertanggung
jawab pada efek farmakologi.
7/24/2019 Arum Samudra(2)
28/115
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2.2 Aspek Parameter Non Spesifik (Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011)
Parameter non spesifik yakni aspek yang berfokus pada aspek kimia,
mikrobiologi dan fisis yang akan mempengaruhi keamanan konsumen dan
stabilitas. Aspek ini tidak berpengaruh pada aktivitas farmakologi secara
langsung.
Aspek parameter nonspesifik diantaranya (Anonim, 2000) :
a. Parameter susut pengeringan, adalah pengukuran sisa zat setelah
pengeringan pada temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai berat
konstan, yang dinyatakan sebagai nilai prosen. Dalam hal khusus (jika
bahan tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik menguap)
identik dengan kadar air karena berada di atmosfer/lingkungan udara
terbuka. Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang
besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.
b. Parameter bobot jenis, adalah masa per satuan volume pada suhu kamar
tertentu (25oC) yang ditentukan dengan alat khusus piknometer atau alat
lainnya. Tujuannya untuk memberikan batasan tentang besarnya masa
persatuan volume yang merupakan parameter khusus ekstrak cair sampai
ektrak pekat (kental) yang masih dapat dituang dan untuk memberikan
gambaran kandungan kimia terlarut.
c. Parameter kadar air, adalah parameter pengukuran kandungan air yang
berada di dalam bahan, dilakukan dengan cara yang tepat diantara cara
titrasi, destilasi atau gravimetri. Tujuannya untuk memberikan batasan
minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan.
d. Parameter kadar abu, yaitu parameter yang dilakukan dengan cara
memanaskan bahan pada temperatur dimana senyawa orgaik danturunannya terdestruksi dan menguap. Sehingga tinggal unsur mineral dan
anorganik. Tujuannya untuk memberikan gambaran kandungan mineral
internal dan eksternal yagn berasal dari proses awal sampai terbentuknya
ekstrak.
e. Parameter sisa pelarut, parameter yang diuji dengan cara menentukan
kandungan sisa pelarut tertentu (yang memang ditambahkan) yang secara
7/24/2019 Arum Samudra(2)
29/115
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
umum dengan kromatografi gas. Untuk ekstrak cair berarti kandungan
pelarutnya, misalnya kadar alkohol.
f. Parameter cemaran logam berat, adalah penentuan kandungan logam berat
secara spektroskopi serapan atom atau lainnya yang lebih valid. Tujuannya
untuk memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat
tertentu melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi
kesehatan.
2.2.3 Manfaat Standardisasi
2.2.3.1Standardisasi menjamin keseragaman khasiat (efikasi)
Mayoritas penggunaan bahan obat berbasis herbal di Indonesia masih
bersifat tidak terukur baik kepastian tanaman, takaran, cara penyiapan sehingga
tidak menjamin konsistensi khasiat. Salah satu tujuan dari standardisasi adalah
menjaga konsistensi dan keseragaman khasiat dari obat herbal. Standardisasi
melibatkan pemastian kadar senyawa aktif farmakologis melalui analisis
kuantitatif metabolit sekunder yang akan menjamin keseragaman khasiat
(Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).
Tercatat sekitar 997 industri obat tradisional di Indonesia dan 98
diantaranya adalah produsen dengan skala besar dan sedang. Produsen dengan
skala besar dan sedang telah mampu mengekspor produknya ke negara lain.
Selain itu juga banyak bahan mentah rempah dan obat herbal diekspor ke luar
negeri tanpa mengalami pengolahan. Problem yang seringkali dihadapi adalah
belum terstandarnya bahan baku yang diperdagangkan bahkan dijumpainya
kontaminan mikrobiologis pada produk obat herbal (Saifudin, Rahayu, &
Teruna, 2011).
2.2.3.2Standardisasi untuk uji klinik
Uji Klinik adalah uji senyawa kimia obat, obat herbal, ekstrak dan
berbagai sediaan pada dosis tertentu dengan target biologis manusia agar
memberikan respon biologis berupa parameter-parameter klinik perbaikan dari
kondisi patologis yang terkait dengan penyakit tertentu. Untuk itu semua aspek
dituntut terdesain dan dikontrol dengan baik. Respon uji klinik sangat ditentukan
7/24/2019 Arum Samudra(2)
30/115
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
oleh konsistensi dosis. Jika jumlah zat aktif yang diberikan tidak konsisten maka
disini peran besar standardisasi untuk menjaga senyawa-senyawa aktif selalu
konsisten terukur antar perlakuan. Jadi, penentuan dosis senyawa marker untuk uji
klinik ekstrak atau obat herbal sangatlah fundamental (Saifudin, Rahayu, &
Teruna, 2011).
2.2.3.3Standardisasi menjamin aspek keamanan dan stabilitas
ekstrak/bentuk sediaan
Tempat tumbuh tanaman, penanganan pasca panen, proses ekstraksi,
penyimpanan simplisia tanaman dan ekstrak juga mempengaruhi elemen
keamanan terhadap pemakaian logam berat, pestisida dalam tanah, udara dan air,
jenis dan jumlah mikroorganisme dan metabolit pencemar berbahaya. Keberadaan
air di dalam suatu ekstrak juga mempengaruhi stabilitas bahan baku bahkan
bentuk sediaan yang nantinya dihasilkan. Untuk itu dilakukan berbagai analisis
untuk menentukan batas minimal kadar air, zat dan jumlah mikroba pencemar.
Upaya ini disebut dengan penentuan parameter spesifik dan non spesifik
(Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).
Proses standardisasi yang meliputi aspek kimiawi metabolit sekunder,
jumlah cemaran mikroba minimal dan cemaran logam berat sangatlah penting
karena terkait dengan khasiat dan keamanan pada konsumen. Keberadaan residu
air yang cukup tinggi menyebabkan tumbuhnya mikroba yang akan
memperpendek stabilitas ekstrak atau bentuk sediaan yang dibuat (Saifudin,
Rahayu, & Teruna, 2011).
2.2.3.4Standardisasi meningkatkan nilai ekonomiTanaman obat dan rempah Indonesia mempunyai potensi besar sebagai
produk unggulan. Belum tingginya upaya lintas sektoral dan terpadu antara
swasta-pemerintah-perguruan tinggi untuk mengangkat secara sistematis natural
product Indonesia mengakibatkan banyak produk ekspor herbal yang berdaya
tawar rendah. Hingga kini Cina dan India adalah raja produk herbal dunia, bahkan
Singapura yang merupakan negara mungil adalah salah satu pengolah dan penjual
produk alam yang cukup besar dan negara inilah yang menerapkan standar bagi
7/24/2019 Arum Samudra(2)
31/115
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
eksportir sehingga banyak sekali bahan mentah Indonesia yang diekspor dengan
harga yang cukup murah. Namun, melalui pabrikasi dan proses di negara yang
bersangkutan tersebut dijual dengan nilai yang jauh lebih tinggi. Standardisasi
adalah upaya penting untuk menaikkan nilai ekonomi produk alam Indonesia
(Saifudin, Rahayu, & Teruna, 2011).
2.3 SIMPLISIA
Dalam buku Materia Medika Indonesia ditetapkan definisi bahwa simplisia
adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi simplisia nabati, simplisia hewani dan
simplisia pelikan. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh,
bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang
secara spontan keluar dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau senyawa nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni
(Anonim, 2000).
Simplisia sebagai produk hasil pertanian atau pengumpulan tumbuhan liar
(wild crop) tentu saja kandungan kimianya tidak dapat dijamin selalu ajeg
(konstan) karena disadari adanya variabel bibit, tempat tumbuh, iklim, kondisi
(umur dan cara) panen, serta proses pasca panen dan preparasi akhir. Walaupun
ada juga pendapat bahwa variabel tersebut tidak besar akibatnya pada mutu
ekstrak nantinya dan dapat dikompensasi dengan penambahan/pengurangan bahan
setelah sedikit prosedur analisis kimia dan sentuhan inovasi teknologi farmasi
lanjutan sehingga tidak berdampak banyak pada khasiat produknya(Anonim, 2000).
Proses panen dan preparasi simplisia merupakan proses yang dapat
menentukan mutu simplisia dalam berbagai artian, yaitu komposisi senyawa
kandungan, kontaminasi dan stabilitas bahan. Namun demikian simplisia sebagai
produk olahan, variasi senyawa kandungan dapat diperkecil, diatur atau diajegkan.
Hal ini karena penerapan iptek pasca panen yang terstandar (Anonim, 2000).
7/24/2019 Arum Samudra(2)
32/115
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap
dikonsumsi langsung, dapat dipertimbangkan 3 konsep untuk menyusun
parameter standar umum (Anonim, 2000) :
1. Bahwa simplisia sebagai bahan kefarmasian seharusnya memenuhi 3
parameter mutu umum suatu bahan (material), yaitu kebenaran jenis
(identifikasi), kemurnian (bebas dari kontaminasi kimia dan biologis)
serta aturan penstabilan (wadah, penyimpanan dan transportasi).
2. Bahwa simplisia sebagai bahan dan produk konsumsi manusia sebagai
obat tetap diupayakan memenuhi 3 paradigma seperti produk
kefarmasian lainnya, yaitu Quality-Safety-Efficacy (Mutu-Aman-
Manfaat).
3. Bahwa simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang
bertanggung jawab terhadap respon biologis haru mempunyai
spesifikasi kimia, yaitu informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa
kandungan.
2.4 EKSTRAK
Menurut buku Farmakope Indonesia Edisi 4, disebutkan bahwa ekstrak
adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara
perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan
pengurangan tekanan, agar bahan sesedikit mungkin terkena panas(Anonim, 2000).
Ekstrak cair adalah sediaan dari simplisia nabati yang mengandung etanol
sebagai pelarut atau sebagai pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-
masing monografi tiap ml ekstrak mengandung senyawaaktif dari 1 gr simplisia
yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat
didiamkan dan disaring atau bagian yang bening dienap tuangkan (dekantasi)
(Anonim, 2000).
7/24/2019 Arum Samudra(2)
33/115
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara mengekstraksi simplisia
nabati dengan air pada suhu 90oC selama 15 menit. Simplisia dicampur dengan
derajat halus yang sesuai dalam panci dengan air secukupnya, lalu dipanaskan di
atas tangas air selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90oC sambil
sesekali diaduk. Diserkai selagi panas melalui kain flanel, lalu ditambahkan air
panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang
dikehendaki (jika dikatakan lain, dibuat infus 10%) (Anonim, 2000).
Menurut Saifudin dkk (2011), lingkungan tempat tumbuh tanaman sangat
mempengaruhi kualitas dan keamanan bahan baku ekstrak dan produk akhir yang
dihasilkan. Umumnya tanaman liar heterogen dari berbagai aspek misalnya
kandungan metabolitnya secara kuantitatif (bahkan kualitatif yakni beberapa
senyawa tidak terdeteksi), kemungkinan adanya pencemar dan kontaminan yang
berasal dari air dan tanah yang tidak terkontrol. Tanaman budidaya mungkin lebih
bisa dikontrol berbagai aspek yang mengurangi mutu. Keseragaman genetik juga
mempengaruhi kualitas dan kuantitas metabolit sekunder yang dihasilkan.
Senyawa kimia dalam ekstrak ditinjau dari asalnya dapat dibedakan
menjadi 4 kelompok yaitu (Anonim, 2000) :
1. Senyawa kandungan asli dari tumbuhan asal
2. Senyawa hasil dari perubahan senyawa asli
3. Senyawa kontaminasi
4. Senyawa hasil interaksi kontaminasi dengan senyawa asli atau senyawa
perubahan.
7/24/2019 Arum Samudra(2)
34/115
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.1 Faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi mutu ekstrak. Faktor-
faktor itu diantaranya (Anonim, 2000) :
1. Faktor biologi
Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya dan
khusus dipandang dari segi biologi. Faktor biologi, baik untuk bahan dari
tumbuhan obat hasil budidaya (kultivar) ataupun dari tumbuhan liar (wild
crop) yang meliputi beberapa hal yaitu (Anonim, 2000) :
a. Identitas jenis (spesies)
Jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat dikonfirmasi sampai
informasi genetik sebagai faktor internal untuk validasi jenis (spesies).
b.Lokasi tumbuhan asal
Lokasi berarti faktor eksternal, yaitu lingkungan (tanah dan atmosfer)
dimana tumbuhan berinteraksi berupa energi (cuaca, temperatur,
cahaya) dan materi (air, senyawa organik dan anorganik)
c. Periode pemanenan hasil tumbuhan
Faktor ini merupakan dimensi waktu dari proses kehidupan tumbuhan
terutama metabolisme sehingga menentukan senyawa kandungan.
Kapan senyawa kandungan mencapai kadar optimal dari proses
biosintesis dan sebaliknya kapan senyawa tersebut dikonversi atau
dibiotransformasi ataupun dibiodegradasi menjadi senyawa lain.
Menurut Saifudin dkk (2011), pemanenan sebaiknya dilakukan pada
saat tanaman mengandung kadar metabolit tertinggi. Untuk itu perlu
diperhatikan musim panen, kematangan organ terpilih dan siklus
biosintesis harian. Hal itu perlu didasarkan pada penelitian ilmiahterkait, setidaknya dengan penelusuran pustaka yang relevan.
d.Penyimpanan bahan tumbuhan
Merupakan faktor eksternal yang dapat diatur karena dapat berpengaruh
pada stabilitas bahan serta adanya kontaminasi (biotik dan abiotik).
Menurut Saifudin dkk (2011), penyimpanan yang baik adalah
penyimpanan yang menghindarkan dari kontaminasi dan menjaga
stabilitas ekstrak serta metabolit yang dikandung. Keberadaan lembab
7/24/2019 Arum Samudra(2)
35/115
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menyebabkan uap air terabsorpsi ke dalam ekstrak sehingga kadar air
meningkat. Penyimpanan didalam ruang berpengatur udara sangatlah
direkomendasikan. Penyimpanan ekstrak di dalam pendingin atau
freezer bersuhu 0oC tidak direkomendasikan karena menyebabkan
pembacaan coliform positif bahkan cukup tinggi hingga ekstrak tidak
memenuhi syarat terkait kadar bakteri coliform. Penyimpanan ekstrak
pada kotak dengan dasar dilapisi kapur tohor cukup baik mencegah
pertumbuhan kapang dan bakteri. Namun demikian umumnya tanaman
yang mengandung minyak atsiri ekstraknya cukup resisten terhadap
pertumbuhan mikroba selama lebih dari 0,5-1 tahun apalagi dengan
ruang berpengatur udara.
e. Umur tumbuhan dan bagian yang digunakan
2. Faktor kimia
Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal yaitu tumbuhan obatnya,
khususnya dipandang dari segi kandungan kimianya. Faktor kimia, baik
untuk bahan dari tumbuhan obat hasil budidaya (kultivar) ataupun dari
tumbuhan liar (wild crop), meliputi beberapa hal yaitu (Anonim, 2000) :
a. Faktor internal
1)Jenis senyawa aktif dalam bahan
2)Komposisi kualitatif senyawa aktif
3)Komposisi kuantitatif senyawa aktif
4)Kadar total rata-rata senyawa aktif
b.Faktor eksternal
1)Metode ekstraksi
2)Perbandingan ukuran alat ekstraksi (diameter dan tinggi alat)
3)Ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan
4)Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi
5)Kandungan logam berat
6)Kandungan pestisida
7/24/2019 Arum Samudra(2)
36/115
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.5 EKSTRAKSI
Pengambilan bahan aktif dari suatu tumbuhan, dapat dilakukan dengan
cara ekstraksi. Pengertian ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia
yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut. Pengetahuan
mengenai golongan senyawa aktif yang dikandung dalam simplisia akan
mempermudah proses pemilihan pelarutan dan cara ekstraksi yang tepat (Anonim,
2000). Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan
senyawa non polar dalam senyawa non polar. Metode ekstraksi dipilih
berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat, daya
penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi, dan kepentingan dalam
memperoleh ekstrak yang sempurna atau mendekati sempurna (Ansel, 1989).
2.5.1 Proses Pembuatan Ekstrak
2.5.1.1Pembuatan serbuk simplisia (Anonim, 2000)
Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk
simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia dengan
peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini dapat
mempengaruhi mutu ekstrak dengan dasar beberapa hal sebagai berikut :
1.Makin halus serbuk simplisia, proses ekstraksi makin efektif-efisien,
namun makin halus serbuk, maka makin rumit secara teknologi perlatan
untuk tahapan filtrasi.
2.Selama penggunaan peralatan penyerbukan dimana ada gerakan dan
interaksi dengan benda keras (logam dll) maka akan timbul panas (kalori)
yang dapat berpengaruh pada kandungan senyawa. Namun hal ini dapat
dikompensasi dengan penggunaan nitrogen cair.
2.5.1.2Pelarut (Anonim, 2000)
Pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang baik
(optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang aktif, dengan
demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa
kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar senyawa
7/24/2019 Arum Samudra(2)
37/115
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kandungan yang diinginkan. Dalam hal ekstrak total, maka cairan pelarut yang
dipilih yang melarutkan hampir semua metabolit skunder yang terkandung.
Faktor utama untuk pertimbangan pada pemilihan pelarut adalah sebagai
berikut (Anonim, 2000) :
1.Selektivitas
2.Kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut
3.Ekonomis
4.Ramah lingkungan
5.Keamanan
Pada prinsipnya, Pelarut harus memenuhi syarat kefarmasian atau dalam
perdagangan dikenal dengan kelompok spesifikasi pharmaceutical grade.
Sampai saat ini berlaku bahwa pelarut yang diperbolehkan adalah air dan alkohol
(etanol) serta campurannya. Jenis pelarut seperti metanol dan lainnya (alkohol
turunannya), heksana dan lainnya (hidrokarbon aliphatik), toluen dan lainnya
(hidrokarbon aromatik), kloroform, aseton, umumnya digunakan sebagai pelarut
untuk tahap separasi dan tahap pemurnian (fraksinasi). Khusus metanol, dihindari
penggunaannya karena sifatnya yang toksik akut dan kronik. Namun demikian
jika dalam uji ada sisa pelarut dalam ekstrak menunjukkan negatif, maka metanol
sebenarnya pelarut yang lebih baik dari etanol (Anonim, 2000).
2.5.1.3Pemekatan/penguapan (vaporasi dan evaporasi) (Anonim, 2000)
Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute (senyawa terlarut)
secara penguapan pelarut tanpa sampai menjadi kondisi kering, ekstrak hanya
menjadi kental/pekat.
2.5.1.4Pengeringan ekstrak (Anonim, 2000)
Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga
menghasilkan serbuk, masa kering-rapuh, tergantung proses dan peralatan yang
digunakan. Ada berbagai proses pengeringan ekstrak yaitu :
1. Pengeringan Evaporasi
2. Pengeringan Vaporasi
3. Pengeringan Sublimasi
7/24/2019 Arum Samudra(2)
38/115
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Pengeringan konveksi
5. Pengeringan Kontak
6. Pengeringan Radiasi
7. Pengeringan Dielektrik
2.5.1.5Rendemen (Anonim, 2000)
Rendemen adalah perbandingan antara berat ekstrak yang diperoleh
dengan berat simplisia awal.
2.5.2 Metode Ekstraksi (Anonim, 2000)
Beberapa metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Anonim, 2000)
yaitu:
1). Cara dingin
a. Maserasi
Maserasi ialah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode
pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan
pengadukan yang kontinyu (terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan
pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama,
dan seterusnya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur
ruangan. Proses ini terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasiantara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus
menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
2). Cara Panas
a. Refluks
Refluks merupakan ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan
dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada
7/24/2019 Arum Samudra(2)
39/115
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi
sempurna.
b. Sokletasi
Sokletasi ialah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu
dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik.
c. Digesti
Digesti merupakan maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50oC.
d. Infusa
Infusa adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
mendidih, temperatur terukur 96oC-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama (lebih dari 30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.
2.6 KROMATOGRAFI
Kromatografi adalah suatu prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu
proses migrasi diferensial dinamis dalam sistem yang terdiri dari dua fase atau
lebih, salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah
tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas disebabkan
adanya perbedaan dalam adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul
atau kerapatan muatan ion (Anonim, 1995).
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada
pengelompokannya. Berdasarkan mekanisme pemisahannya dibedakan menjadi
kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi pasangan ion,
kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran, dan kromatografi
afinitas. Sedangkan berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat
dibagi menjadi kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, kromatografi cair
kinerja tinggi, dan kromatografi gas (Gandjar & Rohman, 2007). Pemisahan dan
pemurnian kandungan tumbuhan terutama dilakukan dengan mengunakan salah
7/24/2019 Arum Samudra(2)
40/115
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
satu atau gabungan dari beberapa teknik tersebut dan dapat digunakan pada skala
mikro maupun makro (Harbone, 1987).
Dalam penggunaan kromatografi untuk tujuan kualitatif dapat
mengungkapkan ada atau tidak adanya senyawa tertentu dalam cuplikan.
Sedangkan untuk tujuan kuantitatif dapat menunjukkan banyaknya masing-
masing komponen campuran. Selain penggunaan kualitatif dan kuantitatif,
kromatografi dapat digunakan untuk tujuan preparatif yaitu untuk memperoleh
komponen campuran dalam jumlah memadai dalam keadaan murni. Selama
pemisahan kromatografi, solut individual akan membentuk profil konsentrasi
yanng simetris atau dikenal juga dengan profil Gaussian dalam arah aliran fase
gerak. Profil dikenal juga dengan puncak atau pita, secara perlahan-lahan akan
melebar dan sering juga membentuk profil yang asimetrik karena solut-solut
melanjutkan migrasinya ke fase diam (Gandjar & Rohman, 2007).
2.6.1 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu metode pilihan
kromatografi secara fisikokimia (Gandjar & Rohman, 2007). KLT merupakan
bentuk planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Pada KLT fase
diamnya berupa lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang
didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium atau plat plastik. Meskipun
demikian, kromatografi planar ini merupakan bentuk terbuka dari kromatografi
kolom.
KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai untuk mencapai
hasul kualitatif, kuantitatif atau preparatif. Kedua dipakai untuk menjajaki sistem
pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom.
Kromatografi lapis tipis (KLT) dapat digunakan untuk tujuan analitik dan
preparatif, KLT analitik digunakan untuk menganalisa senyawa-senyawa organik
dalam jumlah kecil, misalnya menentukan jumlah komponen dalam campuran dan
menentukan pelarut yang tepat untuk pemisahan dengan KLT preparatif.
Sedangkan KLT preparatif digunakan untuk memisahkan campuran senyawa dari
sampel dalam jumlah besar berdasarkan fraksinya, yang selanjutnya fraksi-fraksi
7/24/2019 Arum Samudra(2)
41/115
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk analisa berikutnya
(Townshend, 1995).
Plat KLT yang umum digunakan adalah plat KLT analitik dengan
ketebalan 0,1-0,2 nm dengan ukuran 20x20 cm yang dilapisi dengan adsorben
silika gel 60 F254dengan ketebalan 0,2 mm. Plat kemudian ditempatkan ke dalam
bejana dengan fase gerak yang sesuai, dimana ketinggian fase gerak cukup untuk
membasahi bagian bawah plat dan tidak sampai membasahi dimana sampel
diaplikasikan. Fase gerak kemudian bermigrasi melewati adsorben dengan gaya
kaliper, dan proses ini dikenal sebagai pengembangan (Sarker, Latif, & Gray,
2006).
Jumlah volume fase gerak harus mampu mengelusi lempeng sampai
ketinggian lempeng yang telah ditentukan. Setelah lempeng terelusi, dilakukan
deteksi bercak. Laju pergerakan fase gerak terhadap fase diam dihitung sebagai
retardation factor (Rf). Nilai Rf diperoleh dengan membandingkan jarak yang
ditempuh oleh zat terlarut dengan jarak yang ditempuh oleh fase gerak (Gandjar &
Rohman, 2007). Fase gerak harus memiliki kemurnian yang tinggi. Hal ini
dikarenakan KLT merupakan teknik yang sensitif. Fase gerak yang digunakan
adalah pelarut organik yang memiliki tingkat polaritas tersendiri, melarutkan
senyawa contoh, dan tidak bereaksi dengan penjerap (Gocan, 2002). Adsorben
yang umumnya digunakan dalam KLT meliputi :
1.Silika Gel
Silika gel adalah yang paling banyak digunakan sebagai adsorben dan fase
stasioner yang dominan untuk KLT. Sebagian besar analisa dengan KLT
dilakukan dengan menggunakan fase normal lapisan silika gel.
Silika gel ini dapat digunakan sebagai fase polar maupun non polar. Untuk
fase polar, merupakan silika yang dibebaskan dari air dan bersifat sedikit asam.
Silika gel perlu ditambah gips (kalsium sulfat) untuk memperkuat pelapisannya
pada pendukung. Sebagai pendukung biasanya lapisan tipis digunakan kaca
dengan ukuran 20x20 cm, 10x20 cm, atau 5x10 cm. Pendukung yang lain berupa
lembaran alumunium atau plastik seperti ukuran diatas yang umumnya dibuat oleh
pabrik.
7/24/2019 Arum Samudra(2)
42/115
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Silika gel kadang-kadang ditambah senyawa fluoresensi, agar bila disinari
dengan sinar UV dapat berfluoresensi atau berpendar, sehingga dikenal sebagai
silika gel 60 F254 yang berarti silika gel untuk fase non polar terbuat dari silika
yang dilapisi dengan senyawa non polar misalnya, lemak, parafin, minyak silikon
raber gom, atau lilin, dengan fase gerak air yang bersifat polar dapat digunakan
sebagai eluen. Fase diam ini dapat memisahkan banyak senyawa namun elusinya
sangat lambat dan keterulangannya kurang bagus (Sumarno, 2001).
2.Alumina
Alumina ini bersifat sedikit basa, lebih jarang digunakan. Saat akan
digunakan harus diaktifkan kembali dengan pemanasan. Alumina yang digunakan
sebagai fase diam untuk KLT umunya yang bebas air, sehingga mempunyai
aktivitas penjerapan lebih tinggi (Sumarno, 2001).
3.Perlit Mineral
Perlit mineral adalah adsorben baru untuk KLT, yang dibuat dengan
mengkonversi SiO2 (70-75%) menjadi silikat yang larut dengan Na2CO3
(Gocan, 2002).
4.Kiselgur
Kiselgur ini sebenarnya merupakan asam silika yang berbentuk amorf,
berasal dari kerangka diatomae, maka lebih dikenal dengan nama tanah diatome,
kurang bersifat adsorptif dibanding silika (Sumarno, 2001).
5.Magnesium Silikat
Magnesium silikat hanya digunakan bila adsorben atau penjerap lain tidak
dapat digunakan. Nama lain dalam perdagangan dikenal floresil (Sumarno, 2001).
Floresil (magnesium silikat) adalah endapan silika dan magnesium. Sifat dan
aplikasi dari floresil pada KLT dan KCKT ditinjau dan dibandingkan denganadsorben lainnya (Gocan, 2002).
6.Selulosa
Selulosa mempunyai polaritas tinggi sehingga dapat digunakan sebagai
pemisahan secara partisi, baik dengan bentuk kertas maupun bentuk lempeng.
Kedua bentuk tersebut masih sering digunakan untuk pemisahan flavonoid.
Ukuran partikel yang digunakan kira-kira 50 m. Fase diam ini sekarang sudah
diganti dengan bubuk selulosa yang dapat dilapisi pada kaca seperti halnya fase
7/24/2019 Arum Samudra(2)
43/115
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
diam yang lain sehingga lebi efisien dan lebih banyak digunakan untuk
memisahkan senyawa-senyawa polar atau isomernya (Sumarno, 2001).
7.Resin
Resin berfungsi sebagai fase pada KLT penukar ion. Resin merupakan
polimer dari stirendifenil yang mengalami kopolimerisasi, bersifat non polar. Fase
diam ini sangat berguna untuk memisahkan senyawa berbobot molekul tinggi dan
bersifat amfoter seperti asam amino, protein, enzim, nukleotida. Sebagai fase
gerak digunakan larutan asam kuat atau basa kuat (Sumarno, 2001).
Gambar 3. Kromatografi Lapis Tipis
(Sumber : http://www.chemguide.co.uk/analysis/chromatography/thinlayer.html)
Harga Rf dapat dihitung dengan menggunakan perbandingan sebagaimana
persamaan berikut :
Harga maksimum Rf adalah 1, sampel bermigrasi dengan kecepatan sama
dengan fase gerak. Harga minimum Rf adalah 0, dan ini teramati jika sampel
tertahan pada posisi titik awal di permukaan fase diam (Gandjar & Rohman,
2007).
2.6.2 Kromatografi Gas Spektrometri Massa/Gas Chromatography Mass
Spectrometry
Kromatografi Gas (KG) merupakan metode yang dinamis untuk
pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu
7/24/2019 Arum Samudra(2)
44/115
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
campuran. Kegunaan umum KG yaitu untuk melakukan pemisahan dinamis dan
identifikasi semua jenis senyawa organik yang mudah menguap dan juga untuk
melakukan analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran
(Gandjar & Rohman, 2007).
KG merupakan teknik pemisahan yang mana solut-solut yang mudah
menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang mengandung
fase diam dengan suatu kecepatan yang bergantung pada rasio distribusinya. Pada
umumnya solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali
jika ada interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada KG
didasarkan pada titik didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang
mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan
mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor.
Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50oC-350oC) bertujuan
untuk menjamin bahwa solut akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi
(Gandjar & Rohman, 2007).
Komponen utama pada KG adalah kontrol dan penyedia gas pembawa,
ruang suntik sampel, kolom yang diletakkan pada oven yang dikontrol secara
termostatik, sistem deteksi dan pencatat (detektor dan recorder) serta komputer
yang dilengkapi dengan perangkat pengolah data (Gandjar & Rohman, 2007).
1. Fase gerak pada KG
Fase gerak ada KG disebut juga sebagai gas pembawa karena tujuan
awalnya adalah membawa solut ke kolom, karenanya gas pembawa tidak
berpengaruh pada selektifitas. Syarat gas pembawa yaitu tidak reaktif,
murni/kering karena kalau tidak murni akan berpengaruh pada detektor, dan dapat
disimpan dalam tangki tekanan tinggi.Gas pembawa biasanya mengandung gas helium, nitrogen, hidrogen, atau
campuran argon dan metana. Pemilihan gas pembawa tergantung pada
penggunaan spesifik dan jenis detektor yang digunakan.
2. Ruang suntik sampel pada KG
Fungsi dari ruang suntik ini adalah untuk mengantarkan sampel ke dalam
aliran gas pembawa. Penyuntikan sampel dapat dilakukan secara manual atau
otomatis.
7/24/2019 Arum Samudra(2)
45/115
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sampel yang akan dikromatografi dimasukkan ke dalam ruang suntik
melalui gerbang suntik yang biasanya berupa lubang yang ditutupi dengan septum
atau pemisah karet. Ruang suntik harus dipanaskan tersendiri (terpisah dari
kolom) dan biasanya 10oC -15oC lebih tinggi daripada suhu kolom maksimum.
3. Kolom pada KG
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena di dalamnya
terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada
KG. Jenis kolom pada KG yaitu kolom kemas (packing column) dan kolom
kapiler (capillary column).
Kolom kemas (packing column) terbuat dari gelas atau logam tahan karat
atau dari tembaga dan alumunium. Panjang jenis kolom ini adalah 1-5 meter
dengan diameter dalam 1-4 mm. Efisiensi kolom akan meningkat dengan semakin
bertambah halusnya partikel fase diam ini. ukuran partikel fase diam biasanya
berkisar antara 60-80 mesh (250-170 m)
Sedangkan kolom kapiler (capillary column) berbeda dengan kolom
kemas, dalam hal adanya rongga pada bagian dalam kolom yang menyerupai pipa
(tube). Oleh karena itu, sering disebut open tubular columns.Banyak macam
bahan kimia yang digunakan sebagai fase diam antara lain : squalen, dietilglikol
suksinat, OV-17 (phenyl methyl silicone oil). Semakin tipis lapisan penyalut
sebagai fase diam, maka semakin tinggi suhu operasionalnya.
4. Detektor pada KG
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat
keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan.
Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi
mengubah sinyal gas pembawa dan komponen-komponen di dalamnya menjadisinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis
kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen-komponen yang terpisah
diantara fase diam dan fase gerak.
Jenis-jenis detektor yang sering digunakan antara lain : detektor hantar
panas, detektor ionisasi nyala, detektor tangkap elektron, detektor nitrogen-fosfor,
detektor fotometri nyala, detektor konduktivitas elektrolitik, detektor foto-ionisasi,
dan detektor spektrofotometer massa.
7/24/2019 Arum Samudra(2)
46/115
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Komputer
KG modern menggunakan komputer yang dilengkapi dengan perangkat
lunaknya (software) untuk digitalisasi sinyal detektor dan mempunyai beberapa
fungsi antara lain :
a. Memfasilitasisettingparameter-parameter instrumen.
b. Menampilkan kromatogram dan informasi-informasi lain dengan
menggunakan grafik berwarna.
c. Merekam data kalibrasi, retensi, serta perhitungan-perhitungan dengan
statistik.
d. Menyimpan data parameter analisis untuk analisis senyawa tertentu.
Spektrometri Massa adalah suatu instrumen yang dapat menyeleksi
molekul-molekul gas bermuatan berdasarkan massanya. Spektrum massa
diperoleh dengan dengan mengubah senyawa cuplikan menjadi ion-ion yang
bergerak cepat yang dipisahkan berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan
(Fessenden & Fessenden, 1992).
Prinsip kerja KG-SM yaitu cuplikan disuntikkan ke dalam injektor. Aliran
gas dari gas pengangkut akan membawa cuplikan yang telah teruapkan masuk ke
dalam kolom. Kolom akan memisahkan komponen-komponen dari cuplikan.
Komponen-komponen tersebut akan terelusi sesuai dengan urutan semakin
membesarnya koefisien partisi, selanjutnya masuk ke dalam spektrometri massa.
Pada spektrometri massa komponen cuplikan ditembaki dengan berkas elektron
dan diubah menjadi ion-ion bermuatan positif yang bertenaga tinggi dan dapat
pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil. Lepasnya elektron dari
molekul/komponen-komponen menghasilkan radikal kation. Ion-ion molekul, ion-
ion pecahan, dan ion-ion radikal pecahan dipisahkan oleh ion pembelokan dalam
medan magnet yang berubah sesuai dengan massa dan muatannya. Perubahan
tersebut menimbulkan arus ion yang kemudian dicatat sebagai spektra massa
(Sastrohamidjojo, 1985).
7/24/2019 Arum Samudra(2)
47/115
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 4. Kromatografi Gasspektrofotometri massa
(sumber : http://prezi.com/j9bkyznkpt-w/gcms/)
2.6.3 H igh Perf ormance Liquid Chromatography(HPLC)
HPLC digunakan untuk pemisahan sejumlah senyawa organik, anorganik
maupun senyawa biologis, analisis ketidakmurnian, analisis senyawa yang tidak
mudah menguap, penetuan molekul-molekul netral, ionik, maupun zwitter ion,
isolasi dan pemurnian senyawa, dll. HPLC metode yang tidak destruktif dan dapat
digunakan baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif ( (Gandjar & Rohman,
2007).
Hampir semua jenis campuran solut dapat dipisahkan dengan HPLC
karena banyaknya fase diam yang tersedia dan selektifitas yang dapat ditingkatkan
dengan mengatur fase gerak. Pemisahan dapat dilakukan dengan fase normal atau
fase terbalik tergantung pada polaritas relatif fase diam dan fase gerak (Gandjar &
Rohman, 2007).
Komponen-komponen penting dalam HPLC yaitu :
a. Wadah fase gerak
b. Sistem penghantaran fase gerak
c. Injektor
7/24/2019 Arum Samudra(2)
48/115
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Kolom
e. Detektor
f. Wadah penampungan buangan fase gerak
g. Tabung penghubung
h. Suatu komputer
Gambar 5. High Performance Liquid Chromatography
(sumber :http://pioneer.netserv.chula.ac.th/~skitipat/hplc/howto.html)
2.7 SPEKTROFOTOMETRI
2.7.1 Spektrofotometri UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah alat yang digunakan untuk mengukur
serapan yang dihasilkan dari interaksi kimia antara radiasi elektromagnetik
dengan molekul atau atom dari suatu zat kimia pada daerah ultraviolet dan sinar
tampak.
Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi
elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital
keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap kemudian
terbuang sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia. Absorbsi cahaya
tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan energi elektronik sebuah molekul,
artinya energi yang disumbangkan oleh foton-foton memungkinkan elektron-
http://pioneer.netserv.chula.ac.th/~skitipat/hplc/howto.htmlhttp://pioneer.netserv.chula.ac.th/~skitipat/hplc/howto.htmlhttp://pioneer.netserv.chula.ac.th/~skitipat/hplc/howto.htmlhttp://pioneer.netserv.chula.ac.th/~skitipat/hplc/howto.html7/24/2019 Arum Samudra(2)
49/115
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
eletron itu mengatasi kekangan inti dan pindah keluar ke orbital baru yag lebih
tinggi energinya. Semua molekul dapat menyerap radiasi dalam daerah UV-Vis
karena mereka men