Post on 30-Jan-2016
description
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan
pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titran
dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah
pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran
ditambah pada analit, tidak adanya interfensi yang mengganggu titrasi,
dan titik akhir titrasi yang mudah diamati.
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal
adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halide (Cl -, I-, Br-)
dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai argentometri,
yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halide dengan
menggunakan larutan standar perak nitrat (AgNO3).
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak
mudah larut antara titran dan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai
adalah titrasi penentuan NaCl dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi
dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah larut.
1.2 Tujuan
Mengetahui titrasi argentometri sebagai metode pengendapan
1
BAB II
ISI
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum,
yang berarti perak. Jadi, Argentometri merupakan salah satu cara untuk
menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan
titrasi berdasarkan pembentukan endapan dengan ion Ag+.
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar
halogenida dan senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak
nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut
juga dengan metode pengendapan karena pada argentometri
memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak larut atau
endapan. Reaksi yang mendasari titrasi argentometri adalah :
AgNO3 + Cl- AgCl(s) + NO3-
Sebagai indicator, dapat digunakan kalium kromat yang menghasilkan
warna merah dengan adanya kelebihan ion Ag+.
Metode argentometri yang lebih luas lagi digunakan adalah
metode titrasi kembali. Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan
ke sampel yang mengandung ion klorida atau bromide. Sisa AgNO3
selanjutnya dititrasi kembali dengan ammonium tiosianat
memggunakan indicator besi(III) ammonium sulfat. Reaksi yang terjadi
2
pada penentuan ion klorida dengan cara titrasi kembali adalah sebagai
berikut :
AgNO3 berlebih + Cl- AgCl(s) + NO3-
Sisa AgNO3 + NH4SCN AgSCN(s) + NH4NO3
3NH4SCN + FeNH4(SO4)2 Fe(SCN)3 merah + 2(NH4)2SO4
Sebelum ditirasi kembali, endapan AgCl harus disaring terlebih
dahulu atau dilapisi dengan penambahan dietilftalat untuk mencegah
disosiasi AgCl oleh ion tiosianat. Halogen yang terikat dengan cincin
aomatis tidak dapat dibebaskan dengan hidrolisis sehingga harus
dibakar dengan labu oksigen untuk melepaskan halogen sebelum
dititrasi.
2.1 Teori Kelarutan
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam
suatu larutan jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran
homogen bahan yang berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari
gas, cairan dan bahan padat dalam cairan. Disamping itu terdapat
larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas, pembentukan kristal
campuran).
Kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai
konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu,
dan secara kualitatif didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua
atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Larutan
3
dinyatakan dalam mili liter pelarut yang dapat melarutkan satu gram
zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 ml air.
Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan
persen.
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan
konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut
tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat
terlarut sampai batas daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan
jenuh.
Larutan Jenuh adalah suatu larutan di mana zat terlarut berada
dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak
jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat
terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk
penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Suatu larutan lewat
jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada
temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut. Keadaan
lewat jenuh mungkin terjadi apabila inti kecil zat terlarut yang
dibutuhkan untuk pembentukan kristal permulaan adalah lebih mudah
larut daripada kristal besar sehingga menyebabkan sulitnya inti
terbentuk (Martin, 1990).
4
Kelarutan yang tanpa angka adalah kelarutan pada suhu kamar.
Istilah-istilah dalam kelarutan sebagai berikut (Anief, 2003):
Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut yang diperlukan untuk melarutkan 1 bagian zat
Sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 –10
Larut 10 – 30
Agak sukar larut 30 – 100
Sukar larut 100 – 1000
Sangat sukar larut 1000 – 10000
Praktis tidak larut Lebih dari 10000
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat
adalah :
1. pH
2. Temperatur
3. Jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partikel
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion
sejenis dan lain-lain.
5
2.2 Harga Hasi Kali Kelarutan (Ksp)
Senyawa – senyawa ion yang terlarut di dalam air akan terurai
menjadi partikel dasar pembentuknya yang berupa ion positif dan ion
negative. Bila kedalam larutan jenuh suatu senyawa ion ditambahkan
Kristal senyawa ion maka kristal tersebut tidak melarut dan akan
mengendap. Setiap elektrolit mempunyai suatu besaran yang disebut
hasil kali kelarutan (Ksp). Jadi Ksp dapat didefinisikan sebagai hasil
kali konsentrasi ion-ion suatu elektrolit dalam larutan yang tepat jenuh.
Jika garam AxBy dilarutkan dalam air, maka hasil kali kelarutan (Ksp)
garam didefinisikan sebagai berikut :
AxBy (s) xAy+ (aq) + yBx- (aq) Ksp = [Ay+]x[Bx-]y
Contoh :
Ag2SO4 (s) 2Ag+ (aq) + SO42- (aq) Ksp = [Ag+]2[SO4
2-]
Hubungan antara kelarutan dan Ksp
Pada larutan jenuh senyawa ion AxBy konsentrasi zat di dalam larutan
sama dengan harga kelarutannya dalam satuan mol L-1. Senyawa AxBy
yang terlarut akan mengalami ionisasi dalam system kesetimbangan
AxBy (s) xAy+ (aq) + yBx- (aq) Ksp = [Ay+]x[Bx-]y
Jika harga kelarutan dari senyawa sebesar z M, maka di dalam reaksi
kesetimbangan tersebut konsentrasi ion-ion dan ion sebagai berikut :
AxBy (s) xAy+ (aq) + yBx- (aq) Ksp = [Ay+]x[Bx-]y
z M x s M y s M
6
sehingga hasil kali kelarutannya (Ksp) adalah
Ksp AxBy = [Ay+]x [Bx-]y
= [xz]x [yz]y
= xx x yy(z)x+y
Contoh :
Jika kelarutan garam perak sulfat dalam air murni adalah 1,5x10-5 M,
tentukan hasil kali kelarutan garam tersebut !
Jawab
Ag2SO4 (s) 2Ag+ (aq) + SO42- (aq)
3x10-5 1,5x10-5
Ksp = [Ag+]2 [SO42-]
= (3x10-5)2 (1,5x10-5)
= 1,35 x 10-14
2.3 Reaksi Pengendapan
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase
padat keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa kristal (kristalin)
atau koloid,dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan penyaringan
atau peusingan (centrifuge). Endapan terbentuk jika larutan menjadi
terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan(S) suatu
endapan adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya.
Kelarutan bergantung pada nerbagai kondisi seperti suhu, tekanan,
7
konsentrasi bahan-bahan lain dlam larutan itu, dan pada komposisi
pelarutnya (Vogel, 1979).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendapan antara lain:
1. Temperatur, Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu,
jadi dengan meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan
berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada
larutannya.
2. Sifat alami pelarut, Garam anorganik mudah larut dalam air
dibandingkan dengan pelarut organik seperti alkohol atau asam
asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat
dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat
3. Pengaruh ion sejenis, Kelarutan endapan akan berkurang jika
dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis
dibandingkan dalam air saja.
4. Pengaruh Ph, Kelarutan endapan garam yang mengandung anion
dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena
penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya
endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH
disebabkan H+ akan bergabung dengan I- membentuk HI.
5. Pengaruh hidrolisis, Jika garam dari asam lemah dilarutkan
dalam air maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana
8
hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami
hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.
6. Pengaruh ion kompleks, Kelarutan garam yang tidak mudah larut
akan semakin meningkat dengan adanya pembentukan kompleks
antara ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai contoh AgCl
akan naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3, ini
disebabkan karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl
(Bharmanto, 2012).
2.4 Metode Titrasi Dalam Argentometri
1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan
bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat
dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indicator. Pada
permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah
tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan
bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat
yang berwarna merah.
Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan yang
asam adalah dengan menambahkan CaCO3 atau NaHCO3 secara
berlebihan. Untuk larutan yang alkalis, diasamkan dulu dengan
asam asetat kemudian ditambah sedikit berlebih CaCO3.
9
Titrasi langsung iodida dengan perak nitrat dapat dilakukan
dengan penambahan amilum dan sejumlah kecil senyawa
pengoksidasi. Warna biru akan hilang pada saat titik akhir dan
warna putih-kuning dari endapan perak iodida (AgI) akan muncul.
Kerugian metode Mohr :
(a) Bromide dan klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan
metode Mohr akan tetapi untuk iodide dan tiosianat tidak
memberikan hasil yang memuaskan, karena endapan perak
iodide atau perak tiosianat akan mengabsorbsi ion kromat,
sehingga memberikan titik akhir yang kacau.
(b) Adanya ion-ion seperti sulfida , fosfat, dan arsenat juga akan
mengendap.
(c) Titik akhir kurang sensitive jika menggunakan larutan yang
encer.
(d) Ion-ion yang diabsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan
mengakibatkan hasil yang rendah sehingga penggojokan yang
kuat mendekati titik akhir titrasi diperlukan untuk
membebaskan ion yang terjebak tadi.
2. Metode Volhard
Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan
larutan baku kalium atau ammonium tiosianat yang mempunyai
10
hasil kali kelarutaan 7,1x10-13. Kemudian tiosianat dapat
ditetapkan secara jelas dengan garam besi(III) nitrat atau besi(III)
ammonium sulfat sebagai indicator yang membentuk warna
merah dari kompleks besi(III) tiosianat dalam lingkungan asam
nitrat 0,5 – 1,5 N. titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam,
sebab ion besi (III) akan diendapkan memjadi Fe(OH)3 jika
suasananya basa , sehingga titik akhir tidak dapat ditunjukkan.
Ph larutan harus dibawah 3. Pada titrasi ini terjadi perubahan
warna 0,7 – 1 % sebelum titik ekivalen. Untuk mendapatkan
hasil yang teliti pada waktu akan dicapaititik akhir, titrasi
digojok kuat-kuat supaya ion perak yang diarbsorbsi oleh
endapan perak tiosianat dapat bereaksi dengan tiosianat. Metode
volhard dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida,
bromide, dan iodide dalam suasana asam. Caranya dengan
menambahkan larutan baku perak nitrat berlebihan, kemudian
kelebihan larutan baku perak nitrat dititrasi kembali dengan
larutan baku tiosianat.
3. Metode Fajans
Pada metode ini digunakan indicator adsorbs, yang mana pada
titik ekivalen, indicator teradsorbsi oleh endapan. Indicator ini
tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada
permukaan endapan.
11
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini ialah,
endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam membentuk koloid.
Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi banyak
harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi.
Larutan tidak boleh terlalu encer karena endapan yang terbentuk
sedikit sekali sehingga mengakibatkan perubahan warna
indicator tidak jelas. Ion indicator harus bermuatan berlawanan
dengan ion pengendap. Ion indicator harus tidak terabsorbsi
sebelum tercapai titik ekivalen, tetapi harus segera terabsorbsi
kuat setelah tercapai titik ekivalen. Ion indicator tidak boleh
terabsorbsi sangat kuat, misalnya pada titrasi klorida dengan
indicator eosin, yang mana indicator terabsorbsi lebih dulu
sebelum titik ekivalen tercapai.
2.5 Pengaruh PH Dalam Analisis Argentometri
Pengaruh PH Dalam Analisis Argentometri Yaitu:
1.Dalam metode mohr
Yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi
dengan metode Mohr adalah titrasi dilakukan dengan
kondisi larutan berada pada pH dengan kisaran 7-10
disebabkan ion kromat adalah basa konjugasi dari
asam kromat. Oleh sebab itu jika pH dibawah 7 maka
12
ion kromat akan terprotonasi sehingga asam kromat
akan mendominasi di dalam larutan akibatnya dalam
larutan yang bersifat sangat asam konsentrasi ion
kromat akan terlalu kecil untuk memungkinkan
terjadinya endapan Ag2CrO4 sehingga hal ini akan
berakibat pada sulitnya pendeteksian titik akhir titrasi.
Pada pH diatas 10 maka endapan AgOH yang
berwarna kecoklatan akan terbentuk sehingga hal ini
akan menghalangi pengamatan titik akhir titrasi. Analit
yang bersifat asam dapatditambahkan kalsium
karbonat agar pH nya berada pada kisaran pH tersebut
atau dapat jugadilakukan dengan menjenuhkan analit
dengan menggunakan padatan natrium hydrogen
karbonat.Disebabkan kelarutan AgCl dan Ag2CrO4
dipengaruhi oleh suhu maka semua titrasi
dilakukan pada temperatur yang sama.
2.Dalam metode volhard
Metode ini digunakan untuk menentukan kandungan perak
dalam suasana asam dengan larutan standar kalium atau amonium
tiosianat berlebih. Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas
dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai
indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi (III)
13
tiosianat dalam suasana asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Titrasi ini harus
dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi (III) akan diendapkan
menjadi Fe(OH)3 jika suasananya basa, sehingga titik akhir tidak
dapat diamati.
3.Dalam metode fajans
Indikator yang digunakan dalam cara ini adalah
indikator absorbsi seperti cosine atau fluonescein
menurut macam anion yang diendapkan oleh
Ag+.Titrannya adalah AgNO3 hingga suspensi violet
menjadi merah. pH tergantung pada macam anion dan
indikator yang dipakai.
pH larutan harus terkontrol agar dapat mempertahankan
konsentrasi ion dari indikator asam lemah ataupun basa. Misalnya,
fluoresein (Ka = 10-7) dalam larutan yang lebih asam dari pH 7
melepas fluoreseinat sangat kecil sehingga perubahan warna tidak
dapat diamati. Fluoresein hanya dapat digunakan pada pH 7-10,
sedangan difluoresein (Ka=10-4) digunakan pada pH 4-10.
2.6 Indikator Argentometri
Ada tiga tipe titik akhir yang digunakan untuk titrasi dengan
AgNO3 yaitu :
14
1. Potensiometri
2. Amperometri
3. Indikator kimia
Titik akhir potensiometri didasarkan pada potensial elektrode perak
yang dicelupkan kedalam larutan analit. Titik akhir amperometri
melibatkan penentuan arus yang diteruskan antara sepasang mikro
elektrode perak dalam larutan analit. Sedangkan titik akhir yang
dihasilkan indikator kimia, biasanya terdiri dari perubahan
warna/muncul tidaknya kekeruhan dalam larutan yang dititrasi.
Untuk menentukan berakhirnya suatu reaksi pengendapan
dipergunakan indikator yang baru menghasilkan suatu endapan bila
reaksi dipergunakan dengan berhasil baik untuk titrasi pengendapan ini.
Dalam titrasi yang melibatkan garam-garam perak ada tiga indikator
yang telah sukses dikembangkan selama ini yaitu metode Mohr
menggunakan ion kromat, CrO42-, untuk mengendapkan Ag2CrO4
coklat. Metode Volhard menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk
sebuah kompleks yang berwarna dengan ion tiosianat, SCN. Dan
metode Fajans menggunakan indikator adsorpsi. (Underwood.2004)
15
2.7 Aplikasi Argentometri Dalam Analisis Obat dan Bahan Obat
Beserta Contoh Obatnya
1. Penetapan kadar amonium klorida (NH4Cl) dengan metode
argentometri
Ditimbang seksama ±100 mg sampel ,larutkan dalam 100ml
air,dipipet 10ml larutan kedalam erlenmeyer 250 ml ,ditambahkan
larutan sampel dengan 0,5-1ml larutan K2CrO4 5%,dititrasi larutan
dengan larutan AgNO3 0,1 N hingga titik akhir tercapai,dihitung
kadar amonium klorida.
2. Penetapan Kadar Efedrin HCL Metode Pengendapan (Argentometri)
Ditimbang 250 mg efedrin HCl ,Dilarutkan dengan aquadest
sebanyak 250 ml,Dipipet 20 ml larutan Efedrin HCl ,Ditambahkan 3
tetes indikator K2CrO4 ,Dititrasi dengan larutan AgNO3 hingga
16
terjadi perubahan warna dari kuning sampai terbentuk endapan
merah bata.
3. Penetapan Papaverin HCL Dengan Metode Argentometri
Ditimbang seksama sempel papaverin HCL yang setara dengan
10ml AgNO3 0,1 N ,larutkan dengan 100ml air suling ,tambhkan
indikator K2CrO4 0,005 M dan titrasi dengan AgNO3 0,1 N. Titik
akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi
merah coklat atau merah bata.
BAB V
PENUTUP
5.1Kesimpulan
Istilah Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang
berarti perak. Argentometri merupakan salah satu cara untuk
menentukan kadar zat dalam suatu larutan yang dilakukan dengan titrasi
berdasarkan pembentukan endapan dengan ion Ag+. Metode
argentometri disebut juga dengan metode pengendapan karena pada
argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak
larut atau endapan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 2003. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Day, R.A dan Underwood, A.L.2001. Analisis Kimia Kuantitas. Jakarta :
Erlangga.
Gandjar Ibnu Ghalib dan Rahman Abdul.2007. Kimia Farmasi
Analisis.Pustaka Pelajar.
Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Pres
Martin, Alfred. 1993. Farmasi Fisik, jilid I Edisi III. Jakarta: UI-Press.
Svehla, G. 1979. Vogel I. PT.Kalman Media Pustaka : Jakarta.
18