Post on 09-Dec-2015
ANTI VIRUSOleh : DYAH AYU PUSPITA, dr.
Pendahuluan
Virus merupakan parasit intraseluler obligat. Mikroorganisme ini tidak
mempunyai dinding dan membran sel serta tidak mengalami proses metabolisme.
Reproduksi virus menggunakan mekanisme metabolik pejamu dan sedikit obat yang
cukup selektif untuk menghambat replikasi virus tanpa merugikan pejamu.1
Obat-obat Antivirus1
I. Pengobatan Infeksi Virus Respiratorius
Amantadin
Ribavirin
Rimantadin
II. Pengobatan Herpes dan Sitomegalovirus
Asiklovir
Famsiklovir
Foskarnet
Gansiklovir
Trifuridin
Vidarabin
III. Pengobatan Infeksi Virus Defisiensi Imun Manusia (HIV)
Didanosin (ddl)
Stavudin (d4T)
Zalcitabin (ddC)
Zidovudin(AZT)
IV. Pengobatan Hepatitis, Leukemia, dan Sarkoma Kaposi
Interveron
I. Pengobatan Infeksi Virus Pada Saluran Pernafasan
Pengobatan untuk infeksi virus pada saluran pernafasan termasuk influenza
tipe A dan B, serta virus sinsitial pernafasan (RSV). Imunisasi terhadap influenza A
merupakan pendekatan yang lebih baik. Namun, obat antivirus diberikan jika pasien
alergi terhadap vaksin atau jika wabah disebabkan varian imunologik dari virus yang
tidak terlindungi oleh vaksin atau jika wabah terjadi di tengah mereka yang belum
divaksinasi dan tinggal di tempat tertutup, misalnya pada rumah jompo.1
Amantadin dan Rimantadin
Pada beberapa infeksi virus, gejala-gejala klinis tampak lebih lambat dalam
perjalanan penyakit pada saat sebagian besar partikel virus telah berkembang. Hal ini
berbeda dengan infeksi karena bakteri, dimana gejala berkembang seiring dengan
proliferasi bakteri. Dalam keadaan terlambat itu, tahapan simptomatik dari infeksi
virus, pemberian obat-obatan yang menghambat replikasi virus mempunyai
efektivitas yang terbatas. Namun, beberapa obat antivirus berguna sebagai profilaksis.
Misalnya amantadin dan rimantadin menunjukkan sama efektifnya dalam mencegah
infeksi influenza A.1
A. Mekanisme Kerja
Mekanisme antivirus yang tepat untuk amantadin dan rimantadin belum diketahui
secara pasti. Bukti-bukti terakhir menunjukkan penghambatan terhadap protein
membran matriks dari virus, M2, yang berfungsi sebagai saluran ion. Saluran ini
diperlukan untuk fusi beberapa membran virus dengan membran sel yang kemudian
membentuk endosom. Obat-obatan ini juga dapat mengganggu pelepasan virion baru.1
B. Farmakokinetik
Absorbsi obat ini dari saluran cerna berlangsung dengan baik.1,2 Amantadin tersebar
ke seluruh tubuh dan mudah menembus SSP, sedangkan rimantadin tidak dapat
menembus sawar darah-otak dalam jumlah yang sama.1 Pada manusia, amantadin
tidak dimetabolisme dan diekskresikan melalui urin dalam bentuk yang tidak diubah.
Waktu paruh eliminasi sekitar 16 jam dan bertambah lama pada usia lanjut dan pasien
dengan gangguan fungsi ginjal.1,2 Sebaliknya, rimantadin dimetabolisme seluruhnya
oleh hati. Metabolit dan obat asli dikeluarkan oleh ginjal.1
C. Spektrum
Spektrum antivirus amantadin dan rimantadin hanya terbatas pada virus influenza A.
Pada individu dengan infeksi influenza A, kedua obat ini memperlambat lamanya
penyakit dan keparahan gejala sistemik jika dimulai dalam 48 jam pertama setelah
pemaparan virus.1
D. Efek Samping
Efek samping amantadin sebagian besar berhubungan dengan SSP. Gejala neurologik
ringan termasuk insomnia, pusing dan ataksia. Efek samping yang lebih berat pernah
dilaporkan yaitu halusinasi dan kejang. Kedua obat ini harus hati-hati digunakan pada
wanita hamil dan menyusui, karena terbukti embriotoksik dan teratogenik pada
tikus.1
Ribavirin
Merupakan analog guanosin. Efektif terhadap virus RNA dan DNA.1
A. Mekanisme Kerja
Ribavirin pertama diubah menjadi derivat 5’-fosfat, hasil utama berupa senyawa
ribavirin trifosfat (RTP), yang dipostulasikan bersifat antivirus dengan menghambat
sintesis mRNA virus.1
B. Farmakokinetik
Ribavirin efektif diberikan secara per oral dan intravena. Terakhir digunakan sebagai
aerosol untuk kondisi infeksi virus pernafasan tertentu, seperti pengobatan infeksi
RSV. Obat dan metabolitnya dikeluarkan melalui urin.1
C. Efek Samping
Peningkatan bilirubin pernah dilaporkan. Aerosol dalam lebih aman meskipun fungsi
pernafasan pada bayi dalam menurun dengan cepat setelah permulaan pengobatan
aerosol dan karena itu monitoring sangat diperlukan. Kontraindikasi pada ibu hamil.1
II. Pengobatan Infeksi Virus Herpes
Virus herpes dihubungkan dengan spektrum luas penyakit. Obat-obatan yang
efektif terhadap virus ini bekerja selama fase akut infeksi virus dan tidak memberikan
efek pada fase laten. Kecuali foskarnet, obat ini merupakan analog purin dan
pirimidin yang menghambat sintesis virus DNA.1
Asiklovir
Merupakan obat antivirus yang paling banyak digunakan karena efektif
terhadap virus herpes.1
A. Mekanisme Kerja
Asiklovir merupakan suatu analog guanosin yang tidak memiliki gugus glukosa, yang
kemudian mengalami monofosforilasi dalam sel oleh enzim yang dikode herpes virus,
timidin kinase. Analog monofosfat ini diubah menjadi bentuk di- dan trifosfat oleh
sel pejamu. Trifosfat asiklovir berpacu dengan deoksiguanosintrifosfat (dGTP)
sebagai suatu substrat untuk DNA polimerase dan masuk ke dalam DNA virus yang
menyebabkan terminasi rantai DNA yang prematur. Ikatan yang ireversibel dari
template primer yang mengandung asiklovir ke DNA polimerase melumpuhkan
enzim. Zat ini kurang efektif terhadap enzim pejamu.1
B. Spektrum Antivirus
Virus Herpes Simpleks-1 (HSV-1), HSV-2, virus varisela zoster dan beberapa infeksi
yang disebabkan virus Epstein-Barr sensitif terhadap asiklovir, tetapi CMV resisten.
Asiklovir merupakan obat pilihan dalam ensefalitis herpes simpleks dan lebih efektif
dibandingkan vidarabin dalam peningkatan kesembuhan. Penggunaan asiklovir yang
paling banyak pada infeksi herpes genital. Pada semua kasus asiklovir menghambat
virus yang membelah secara aktif dan tidak bekerja pada virus laten.1
C. Farmakokinetik
Pemberian obat dapat secara oral, intravena maupun topikal. Obat tersebar ke seluruh
tubuh termasuk serebrospinal. Asiklovir sebagian dimetabolisme menjadi produk
yang tidak aktif. Ekskresi ke dalam urin melalui filtrasi glomerulus dan sekresi
tubular. Asiklovir akan menumpuk pada pasien gagal ginjal.1
D. Efek Samping
Efek samping yang timbul tergantung dari cara pemberian. Iritasi lokal dapat terjadi
melalui pemberian topikal. Sakit kepala, mual, muntah dan diare dapat terjadi melalui
pemberian oral. Sedangkan gangguan fungsi ginjal sementara dapat terjadi pada
pasien dengan dosis yang tinggi atau pasien dehidrasi yang diberikan asiklovir
intravena.1
III. Pengobatan Penyakit Defisiensi Imun Didapat (AIDS)
Saat ini ada 6 obat yang disetujui untuk pengobatan infeksi virus
imunodefisiensi (HIV). Lima diantaranya adalah analog purin dan pirimidin dan harus
diubah menjadi bentuk nukleotidanya agar efektif sebagai antivirus. Obat keenam
adalah inhibitor protease HIV. Meskipun tidak kuratif, obat-obat ini menghambat
perbanyakan virus dan memperlambat perkembangan penyakit yang memungkinkan
perpanjangan hidup.1
Zidovudin
Salah satu obat yang paling efektif dan terakhir disetujui untuk pengobatan
infeksi HIV dan AIDS adalah analog pirimidin, 3’-azido-3’-deoksitimidin (AZT).
Nama generik AZT adalah zidovudin. Yang menggembirakan adalah proteksi janin
dari kemungkinan infeksi virus dengan pemakaian tetap obat ini pada ibu hamil.1
A. Mekanisme Kerja
AZT harus diubah menjadi nukleosid trifosfat yang sesuai oleh timidin kinase pejamu
untuk mendapatkan aktivitas antivirusnya. AZT-trifosfat kemudian dimasukkan dalam
rantai DNA virus yang sedang tumbuh oleh cadangan transkriptase. Karena AZT
tidak mempunyai hidroksil pada posisi 3’ maka kaitan 5’-3’ fosfodiester lain tidak
terbentuk. Akibatnya sintesis rantai DNA terhenti dan replikasi virus tidak terjadi.1
B. Spektrum Antivirus
Saat ini penggunaan klinik AZT hanya untuk pengobatan pasien infeksi akibat HIV.1
C. Farmakokinetik
Obat mudah diabsorbsi setelah pemberian oral. Jika diminum bersama dengan
makanan, kadar puncak lebih lambat dicapai tetapi jumlah total obat yang diabsorbsi
tidak terpengaruh. Penetrasi melewati sawar darah otak sangat baik dan obat ini
memiliki waktu paruh 1 jam. Sebagian besar AZT mengalami glukoronidasi dalam
hati dan dikeluarkan melalui urin.1
D. Efek Samping
AZT toksik terhadap sumsum tulang. Misalnya anemia dan leukopenia berat dapat
terjadi pada pasien yang mendapatkan dosis tinggi. Toksisitas AZT diperkuat jika
glukoronidasi berkurang karena pemberian obat-obatan seperti probenesid,
asetaminofen, lorazepam, indometasin, dan simetidin. Semua obat-obatan ini juga
mengalami glukoronidasi dan karena itu menghalangi glukoronidasi AZT. Sehingga
pemberiannya harus dihindari atau secara hati-hati.1
Didanosin (ddl)
Obat kedua yang disetujui untuk pengobatan infeksi HIV adalah didanosin
yang juga tidak memiliki 3’ hidroksil. Tidak dianjurkan untuk pengobatan awal HIV,
tetapi digunakan pada pasien yang resisten terhadap AZT.1
A. Mekanisme Kerja
Setelah masuk sel pejamu, didanosin diubah menjadi ddATP melalui beberapa reaksi
yang melibatkan fosforilasi ddl, aminasi menjadi ddAMP dan fosforilasi lanjutan.
ddATP yang dihasilkan dimasukkan dalam rantai DNA seperti AZT, yang
menyebabkan akhir perpanjangan rantai.1
B. Farmakokinetik
Karena sifatnya yang asam, didanosin diberikan sebagai tablet kunyah, buffer atau
dalam larutan buffer. Absorbsi cukup baik bila diminum dalam keadaan puasa, sebab
makanan akan menyebabkan absorbsi yang kurang. Obat ini dapat masuk SSP tetapi
tidak sebanyak AZT. Ekskresi melalui urin.1
C. Efek Samping
Pankreatitis yang dapat fatal, merupakan toksisitas utama dalam pengobatan ddl, dan
memerlukan monitoring amilase serum.1
Zalsitabin (ddC)
Obat ini dapat digunakan bersama dengan AZT ataupun digunakan sendiri
(monoterapi) pada pasien yang tidak tahan AZT. Mudah diabsorbsi per oral, tetapi
makanan akan menghambat absorbsi. Distribusi obat ke seluruh tubuh tetapi penetrasi
ke cairan SST lebih rendah dari yang diperoleh dengan AZT. Sebagian obat
dimetabolisme menjadi dideoksiuridin (ddU) yang inaktif. Urin adalah jalan ekskresi
utama ddC, meskipun eliminasi fekal bersama metabolitnya (ddU) juga terjadi. Ruam
kulit dan stomatitis biasa terjadi tetapi hilang bila pengobatan dilanjutkan. Pankreatitis
yang menimbulkan kematian dapat terjadi.1
Stavudin (d4T)
Obat ini hampir seluruhnya diabsorbsi per oral dan tidak dipengaruhi
makanan. Stavudin melewati sawar otak. Kira-kira separuh obat asal terdapat dalam
urin. Gangguan ginjal mengganggu bersihan.1
Lamivudin (3TC)
Akhir-akhir ini lamivudin disetujui untuk dikombinasikan dengan zidovudin.
Resistensi terhadap zidovudin terjadi lambat bila dikombinasikan. Ketersediaan hayati
lamivudin per oral cukup baik dan bergantung pada ekskresi ginjal. Meskipun
umumnya ditoleransi baik, dapat terjadi pankreatitis pada sejumlah pasien anak,
sehingga perlu penghentian obat. Pemberian obat bersama
trimetoprim/sulfametoksazol meningkatkan daerah di bawah kurva (AUC)
lamivudin.1
Inhibitor HIV Protease
Terjadinya toksisitas dan resistensi pada inhibitor transkriptase reverse
diarahkan untuk protease HIV. Proteinase aspartat ini penting untuk tahap akhir
proliferasi virus. Akhir-akhir ini, tiga inhibitor protease HIV telah disetujui yaitu
sakuinavir, ritonavir, dan indinavir. Obat-obat ini diberikan dalam dosis yang cukup
tinggi untuk menekan replikasi virus secara sempurna karena jika tidak demikian akan
timbul virus resisten. Zat ini efektif per oral dan mengalami metabolisme sebagian
oleh famili enzim sitokrom P-450 dalam hati.1