Post on 08-Dec-2014
description
Anaemia Defisiensi Besi et causa
Perdarahan GastrointestinalMohamad Amirul Azwan B. Mohamed Yusof
102009270
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA)
Jalan Arjuna Utara No 6 – Jakarta Barat 11470
amirul.yusof@yahoo.co.uk
+6281808235709
_________________________________
Abstrak: Menurut WHO, anemia adalah kondisi dimana jumlah sel darah merah atau keupayaan mengangkut oksigennya berkurang untuk memenuhi keperluan fisiologi. Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat kosongnya cadangan besi tubuh sehingga penyediaan besi untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang.Ini seterusnya menyebabkan pasien sering merasa lemas/malaise. Pendekatan yang dapat diambil adalah dengan cara terapi substitusi atau terapi kausal.Walaupun anemia ini mudah ditangani dan mempunyai keberhasilan yang baik, namun ia dapat memberi prognosis yang buruk jika penanganan tidak benar. Kata Kunci: Anemia, defisiensi besi, haemoglobin
Abstract: WHO defines anaemia as a condition in which the number of red blood cells or their oxygen-carrying capacity is insufficient to meet physiologic needs. Iron deficiency anaemia is anaemia resulting from depletion of iron supply for erithropoiesis to occur. This ultimately causes formation of haemoglobin to be reduced, thus making the patient to feel weak/malaise. Among approach consideration are by way of substitution therapy and/or causal therapy. Although anemia is an easily treated disorder with an excellent outcome; however, it may be caused by an underlying condition with a poor prognosis.
Page | 1
Keywords: Anaemia, iron deficiency, haemoglobin
Pendahuluan
Anemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb sampai di
bawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat.1 Anemia dapat diklasifikasikan
menurut morfologi sel darah merah dan berdasarkan etiologinya. Pada klasifikasi anemia
menurut morfologi, mikro dan makro menunjukan ukuran eritrosit sedangkan kromik
menunjukan warnanya (kandungan Hb). Pada klasifikasi berdasarkan morfologi dibagi dalam
tiga klasifikasi besar:
Anemia normositik normokrom, dimana ukuran dan bentuk eritrosit normal serta
mengandung Hemoglobin dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal atau normal
rendah)1,2, contohnya pada kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik termasuk
infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal.
Anemia makrosistik normokrom, makrositik berarti ukuran eritrosit lebih besar dari
normal dan normokrom berarti konsentrasi Hb normal (MCV meningkat; MCHC normal)1,2.
Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNA seperti yang
ditemukan pada defisiensi besi dan/atau asam folat.
Anemia mikrositik hipokrom, mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung
jumlah Hb kurang (MCV dan MCHC kurang)1,2, seperti pada anemia defisensi besi, keadaan
sideroblastik, kehilangan darah kronik, dan pada talesemia.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi (Fe)
yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Defisiensi besi merupakan penyebab
Page | 2
terbanyak dari anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 % dari populasi dunia mengalami
anemia akibat defisiensi besi.3
Zat besi selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb yang berperan dalam
penyimpanan dan pengangkutan oksigen, juga terdapat dalam beberapa enzim yang
berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesa DNA, neurotransmiter dan proses
katabolisme yang bekerjanya membutuhkan ion besi.2
Anemia ini merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai pada bayi
dan anak. Banyaknya Fe yang diabsorpsi dari makanan kira-kira 10 % setiap hari sehingga
untuk nutrisi optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe perhari.2 Fe
yang berasal dari ASI diabsorpsi secara lebih efisien daripada yang berasal dari susu sapi.
Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan
menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, maka dari itu diet bayi harus
mengandung makanan yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan.
Anamnesa
Anamnesis atau wawancara seputar stroke biasanya dilakukan antara dokter dengan
penderita dana atau keluarga penderita.
Anamnesis ditujukan untuk mengetahui kondisi penderita baik secara umum atau
seputar penyakitnya
Antara pertanyaan yang dapat ditanyakan berupa seperti berikut
Identitas pasien
Keluhan utama
Adakah pasien sering merasa lelah?
Adakah pasien sering pengsan?
Adakah pasien menghisap es? (phagophagia)
Keluhan tambahan
Adakah pasien merasa kurang senang (anxietas)?
Page | 3
Adakah pasien sering kebas-kebas?
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat diet. Vegetarian tidak mendapat asupan besi yang cukup
Riwayat pica
Riwayat penyakit dahulu
Adakah riwayat perdarahan?
Adakah riwayat hipertensi?
Adakah riwayat diabetes mellitus
Obat-obatan
Adakah pasien mempunyai alergi?
Adakah pasien mengkosumsi obat
Apakah baru-baru ini pasien mengkonsumsi trombolitik?
Riwayat keluarga dan social
Pemeriksaan
PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan fisik, antara kelainan yang dapat ditemui adalah pallor pada
membrane mucous. Selain itu, dapat ditemukan juga kelainan pada jaringan epitel seperti
oesophageal webbing, koilonychias, glossitis, stomatitis angular dan atrofi gastric.2
Terkadang, dapat juga dijumpai kelainan splenomegaly.3
2.1 – Pemeriksaan Penunjang
Kelainan laboratorium pada kasus anemia defisiensi besi yang dapat dijumpai adalah :
1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan
penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC dan MCH
menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia difisiensi besi dan thalassemia mayor.
Page | 4
RDW (red cell distribution width) meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks
eritrosit sudah dapa mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun.2 Kadar
hemoglobin sering turun sangat rendah,2 tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok
karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia hipokromik
mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target.2 Derajat
hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan
thalassemia.2,3 Leukosit dan trombosit normal. Retikulosit rendah dibandingkan derajat
anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok kelompok normo-blast
basofil. Bentuk pronormoblast-normoblast kecil-kecil, sideroblast.1
3. Kadar besi serum menurun <50 mg/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350
mg/dl, dan saturasi transferin < 15%.1
4. Feritin serum: Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam serum, konsentrasinya
sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Pada anemia
defisensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat
menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang
rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi.1 Kadar feritin serum normal
atau meningkat pada anemia penyakit kronik.
5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat.1-3
6. Feses : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus. Dilakukan juga tes
Fecal occult blood test2,3
7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop,
pemeriksaan ginekologi.1
Page | 5
Diagnosis
Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan suatu anemia defisiensi Fe :
1. Menurut WHO3
o Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia
o Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata menurun
o Kadar Fe serum menurun
o Saturasi transferin , menurun
2. Menurut Cook dan Monsen3
o Anemia hipokrom mikrositer
o Saturasi transferin menurun
o Nilai FEP (free erythrocyte porphyrin) > 100 ug/dl eritrosit
o Kadar feritin serum menurun
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria harus dipenuhi.
3. Menurut Lankowsky3
o Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi
dengan kadar MCV, MCH, dan MCHC yang menurun
o FEP meningkat
o Feritin serum menurun
o Fe serum menurun, TIBC meningkat, Saturasi transferin menurun
o Respon terhadap pemberian preparat besi
Page | 6
Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah
pemberian besi.
Kada Hb meningkat 0,25-0,4 g/dl atau PCV meningkat 1 %/hari
o Sumsum tulang
Tertundanya maturasi sitoplasma
Pada pewaranaan tidak ditemukan besi
Figure 1: Diagnosis Anemia2
Differential diagnosis.
Anemia defisiensi besi perlu dibedakan dengan anemia hipokromik lainnya, seperti :
1. Thalasemia (khususnya thallasemia minor)2 : Hb A2 meningkat, Feritin serum dan
timbunan Fe tidak turun. Kelainan mikrositosis yang lebih hebat dari ADB
2. Infeksi cacingan2 : Pada dasarnya, parameter lab sama, yang membedakan adalah
etiologinya yaitu akibat infeksi cacing pada gastrointestinal.
Page | 7
3. Anemia Chronic Disease2 : Serum ferritin menurun, TIBC juga rendah
Etiologi
Terjadinya anemia defisiensi besi dangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi,
diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.
Kebutuhan besi dapat disebabkan :
1. Kebutuhan yang meningkat fisiologis5
· Pertumbuhan
Pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja, kebutuhan besi akan meningkat
sehingga pada periode ini insiden anemia defisiensi Fe meningkat.
· Menstruasi
Penyebab tersering pada anak perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.
2. Kurangnya besi yang diserap5
· Masukan besi dari makanan yang tidak adekuat
Bayi cukup bulan memerlukan + 200 mg besi dalam 1 tahun pertama untuk
pertumbuhannya. Bayi yang mendapat ASI jarang menderita anemia karena 40 % besi
dalam ASI diabsorpsi oleh bayi.
· Malabsorpsi besi5
Keadaan ini dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami
perubahan secara histologis dan fungsional.
3. Perdarahan5
Page | 8
Kehilangan darah akibat perdarahan merupakan penyebab penting terjadinya anemia
defisiensi Fe. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg.
Perdarahan dapat karena ulkus peptikum, infeksi cacing, obat-obatan (kortikosteroid, AINS,
indometasin).
4. Kehamilan5
Pada kehamilan, kehilangan besi kebanyakan disebabkan oleh kebutuhan besi oleh
fetus untuk eritropoiesis, kehilangan darah saat persalinan, dan saat laktasi.
5. Transfusi feto-maternal6
Kebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan anemia pada
akhir masa fetus dan pada awal masa neonatus.
6. Hemoglobinuri6
Keadaan ini biasa dijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada
Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria kehilangan besi melalui urin 1,8-7,8 mg/hari.
7. Iatrogenic blood loss6
Terjadi pada anak yang sering diambil darah venanya untuk pemeriksaan
laboratorium.
8. Latihan yang berlebihan
Namun dalam kasus ini etiologinya adalah akibat perdarahan dikarenakan oleh
penggunaan lama obat NSAIDs. Piroxicam, obat yang dikomsumsi oleh pasien ini
merupakan obat dari golongan non-selektif NSAIDs.4 NSAIDs yang merupakan obat anti
inflamasi bekerja dengan cara menginhibisi enzim cyclooxygenase (isoenzim COX1 dan
COX2).4 Enzim ini bekerja membentuk prostaglandin yang bekerja sebagai mediator
inflamasi disamping mempunyai sifat sitoprotektif pada gastrointestin.4 Apabila piroxicam ini
Page | 9
digunakan dalam masa yang lama, efek sitoprotektif ini hilang dan seterusnya tiada
mekanisme control terhadap pengeluaran asam lambung di samping obat ini sendiri yang
bersifat asam pada lambung.2,4 Ini seterusnya menyebabkan terjadi iritasi pada permukaan
lambung dan akhirnya terjadi perdarahan selepas terbentuknya ulkus.
Figure 2: Efek samping NSAIDs2
Patofisiologi
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama
di duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin
berkurang. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yaitu :
1. Penyerapan dalam bentuk non heme ( + 90 % berasal dari makanan)2,3
Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa besi non heme berupa
kompleks senyawa besi inorganik (ferri/ Fe3+) yang oleh HCl lambung, asam amino
dan vitamin C mengalami reduksi menjadi ferro (Fe2+ ). Bentuk fero diabsorpsi oleh
sel mukosa usus dan di dalam sel usus, fero mengalami oksidasi menjadi feri yang
selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke
peredaran darah setelah mengalami reduksi menjadi fero dan di dalam plasma ion fero
direoksidasi menjadi feri yang akan berikatan dengan 1 globulin membentuk
Page | 10
transferin. Transferin berfungsi mengangkut besi untuk didistribusikan ke hepar,
limpa, sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi
tubuh.
Di sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam retikulosit yang akan
bersenyawa dengan porfirin membentuk heme. Persenyawaan globulin dengan heme
membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit hancur, Hb akan mengalami degradasi
menjadi biliverdin dan besi. Besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus
seperti di atas.
2. Penyerapan dalam bentuk heme ( + 10 % dari makanan)2,3,6
Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh HCl lambung dan
enzim proteosa. Besi heme teroksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke sel
mukosa usus secara utuh, lalu dipecah oleh enzim hemeoksigenasi menjadi ion feri
dan porfirin. Ion feri akan mengalami siklus seperti di atas.
Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain5:
1. Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron
2. Ferro lebih mudah diserap daripada ferri
3. Asam lambung akan membantu penyerapan besi
4. Absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat
5. Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses
pertumbuhan
6. Absorbsi akan diperbesar oleh protein
7. Asam askorbat dan asam organik tertentu
Page | 11
Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan
absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat
cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal
akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi,
maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat.
Figure 3: Sintesis Haemoglobin3
Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang ebrsifat
mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah
hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibanding feritin.
Hemosiderin terutama ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum
tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam
tubuh
Epidemiologi
Diperkirakan 30% penduduk dunia menderita anemia dan lebih dari 50% penderita ini
adalah ADB da terutama mengenai bayi, anak sekolah, ibu hamil dan menyusui. Di Indonesia Page | 12
masih merupakan masalah gizi utama selain kekurangan kalori protein, vitamin A dan
yodium. Penelitian di Indonesia mendapatkan prevalensi penyakit ini sebanyak 63.5% pada
ibu hamil dan 55.5% pada anak prasekolah.7 Secara keseluruhan, sebanyak 50-70 juta
penduduk Indonesia menghidap anemia defisiensi besi ini.7-8
Faktor resiko
3. Umur7: Anak-anak memiliki risiko lebih besar anemia kekurangan zat besi karena
pertumbuhan yang cepat, terutama dalam dua tahun pertama kehidupan.
4. Kelamin7: Perempuan umumnya mengonsumsi zat besi kurang dari laki-laki dan mungkin
memiliki kebutuhan yang lebih besar untuk besi, tergantung pada tahap hidup mereka.
Rata-rata, wanita menstruasi kehilangan 30 sampai 45 miligram zat besi per bulan.
Kehamilan dan kelahiran bersama menggunakan sekitar 1 gram besi ibu. Menyusui anak
menggunakan total sekitar 1 gram besi ibu pada tahun pertama kehidupan.
5. Ulkus peptikum dan gastritis4,6: Gangguan ini mengakibatkan hilangnya darah, yang dapat
menguras simpanan besi. Penggunaan NSAIDs sendiri dapat menjadi faktor resikonya.
6. Kanker: Pada kanker dapat erjadi perdarahan occult
7. Faktor pemakanan
Manifestasi klinis
Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala
lainnya1-6. Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tidak dijumpai pada anemia jenis
lain, seperti :
1. Atrofi papil lidah2,3,6,7 : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil
lidah menghilang
Page | 13
2. Glositis2,3,7 : iritasi lidah
3. Keilosis2 : bibir pecah-pecah
4. Koilonikia1-3,5-7 : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.
Penatalaksanaan
Pertimbangan pendekatan bagi kasus ini adalah dengan memastikan diagnosis dan
merawat defisiensi. Biasanya, dilakukan terapi substitusi dan dilakukan koreksi kepada
etiologinya supaya defisiensi tidak lagi berlaku.
Non-medikamentosa: 1,2,3,6,7
1. Konsultasi terutama dengan spesialis gastroenterology bagi memastikan perdarahan
GI.
2. Terapi surgery untuk memberhentikan perdarahan, jika etiologinya akibat perdarahan.
3. Transfusi packed red blood cell jika pasien dalam bahaya akibat hipoksia atau
insufisiensi koroner.
4. Intervensi diet. Pastikan pasien menerima pasokan besi yang cukup dari diet terutama
bagi pasien dari kelompok ekonomi rendah serta bagi pasien dengan pica.
Medikamentosa 2,3,7,9,10
Bagi pengobatan secara medikamentosa, dapat diberi obat seperti berikut:
1. Terapi besi oral
a. Lebih mudah diabsorpsi dan morbiditas rendah.
b. Tidak sesuai untuk pasien akibat perdarahan usus kerana mampu
memperparah penyakit.
Page | 14
Ferrous sulfate: 50-100 mg PO TID – 60 mg PO qd
2. Terapi besi parenteral
a. Untuk pasien yang tidak dapat menerima preparat besi oral. Terutama pada
pasien akibat inflamasi/perdarahan usus
Ferrous sorbitol: 1.5 mg /per kg bb IM qd
Komplikasi2,3
Komplikasi bagi kasus anemia defisiensi besi dapat termasuk gagal jantung,
splenomegaly, stomatitis disamping komplikasi biasa bagi anemia yaitu: masalah
pembesaran bagi balita dan anak-anak, supresi system imun dan komplikasi semasa
kehamilan.
Pencegahan7,8
1. Terapi besi profilaksis: Untuk pasien dari golongan ibu hamil, pasien dengan
menorrhagia, pengkomsusmsi diet vegetarian, serta balita.
Page | 15
Table 1: Nilai Asupan Besi Profilaksis
Prognosis
Prognosa baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
manifestasi klinisnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.
Page | 16
Iron deficiency anemia. WHO Technical Report Series No.182: World
Healrh Organization ; 1959 diakses di
http://whqlibdoc.who.int/trs/WHO_TRS_182.pdf 14 April 2012
Kesimpulan
Anemia defisiensi besi merupakan antara penyakit yang paling sering dijumpai di
seluruh dunia. Anemia jenis ini sering terjadi akibat dari asupan besi yang kurang atau akibat
hilangnya cadangan besi dari tubuh akibat perdarahan. Walaupun mempunyai manifestasi
klinis yang tidak terlalu buruk, namun perlu diperhatikan bahawa dari manifestasinya itu
dapat berdampak besar kepada pasien dan ekonominya. Sering capek, kurangnya tenaga
untuk beraktifitas disamping dari masalah semasa kehamilan dapat terjadi jika
penatalaksanaannya tidak benar. Dokter harus pandai mendiagnosis penyakit ini karena
penyakit ini bukan hanya dapat terjadi akibat dari kurangnya asupan besi, namun juga
akibat dari efek samping obat serta pada infeksi cacing di GI. Berbekalkan hanya asupan
preparat besi profilaksis, sebahagian besar insidens penyakit ini dapat dielakkan seterusnya
menjamin quality of life pasien serta masyarakat lebih baik.
Page | 17
Daftar Pustaka
1. C.Edwards, I. Boucher. Davidson’s principle and practice of medicine. Edisi 16. ELBS;
1992. hlm 708-710
2. J. L. Harper, E. C. Besa; 2012. Iron deficiency anemia. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/202333-workup#aw2aab6b5b4, 14 April 2012
3. J. E. Maakaron, E. C. Besa; 2011. Anemia. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/198475-overview, 14 April 2012
4. B.G. Katzung 1992. Basic & clinical pharmacology. Edisi 5 : Appleton & Lange Inc.;1992.
hlm 495-496
5. S. J. Mcphee, M. A. Papadakis. Current medical diagnosis and treatment. 5h ed. California:
McGraw-Hill Companies, Inc; 2011.chapter 13
6. D. Provan, C. R. Singer, T. Baglin. Oxford handbook of clinical haematology. Edisi 2 :
Oxford university Press; 2004. Hlm 56-58
7. World Health Organization. Iron deficiency anemia assessment prevention and control :
World Health Organization; 2001
Page | 18
8. World Health Organization Regional Office for South-East Asia. Control of iron deficiency
anemia in south-east asia. New Delhi: World Health Organization; 1996
Page | 19