Post on 16-Apr-2019
1
ANALISIS SEMIOTIK PESAN NON VERBAL MELALUI TEATER
DALAM PERTUNJUKAN BIB-BOB KARYA W.S RENDRA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
RIZKI YANUARTI
NIM: 1113051000094
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439H/2017M
i
ABSTRAK
Nama : Rizki Yanuarti
NIM : 113051000094
Fakultas : Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Dosen Pembimbing : Dr. Roudhonah, M.Ag
Analisis Semiotik Pesan Non Verbal melalui Teater dalam Pertunjukkan
Bib-bob karya W.S Rendra
Bib – bob adalah salah satu pertunjukan teater mini-kata yang
mengandalkan kekuatan gerak dan gestur (bahasa tubuh) yang juga menjadi ciri
khas teater Rendra dan cukup langka dilakukan pegiat teater lainnya. Hampir 99
persen ucapan kedua tokoh utamanya hanya mengucap kata “Bib Bob” dan “Zzz”
secara bergantian. Selebihnya berupa simbolisasi dari gerak dan gestur para
tokohnya. Tak heran jika pentas Bib Bob begitu multi tafsir,
Pertunjukkan Bib-Bob diteliti dengan menggunakan metode Kualitatif,
kemudian subjek penelitiannya adalah pesan non verbal dan objek penelitiannya
adalah pertunjukkan Bib-Bob, serta menggunakan paradigma konstruktivisme.
Berdasarkan latar belakang tersebut, muncul pertanyaan, Bagaimana
menganalisis pesan nonverbal dalam pertunjukan Bib Bob dengan menggunakan
Semiotika Roland Barthes? Bagaimana makna konotasi, denotasi dan mitos
dalam pertunjukan Bib Bob?
Teori yang digunakan dalam penelitian ialah Semiotika Roland Barthes.
Yang erat kaitannya dengan tanda, penanda, dan petanda. Untuk membongkar
struktur makna yang tersembunyi dalam tontonan, pertunjukan sehari – sehari.
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa pesan non verbal yang
terdapat dalam pertunjukkan Bib-Bob sangat erat kaitannya dengan simbol-simbol
yang digunakan di atas pentas. Sehingga penonton mampu terlibat dalam proses
berfikir menemukan makna.salah satu pesan non verbal yang ditemukan adalah
tidak diperbolehkan dalam Islam untuk mencari kemenangan, kemakmuran, atau
kesejahteraan dengan cara menyembah selain kepada Allah (musrik) dengan
melakukan ritual sesajen.
Kata kunci : pesan, teater, non verbal, pertunjukkan, simbol, Bib-Bob
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, nikmat dan
karunia-Nya sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi berjudul
“Analisis Semiotik Pesan Dakwah Non Verbal Melalui Teater dalam
Pertunjukkan Bib-bob Karya W.S Rendra”. Untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. Shalawat serta salam semoga selalu tersampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW. yang menjadi suri tauladan bagi para pengikutnya.
Selama proses penyelesaian skripsi ini, Dengan segala kerendahan hati,
penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa doa, bantuan dan
dukungan dari semua pihak. seringkali penulis mendapat kesulitan juga
tantangan. Bersyukur, atas kehendak Allah SWT, penulis dikirimkan orang-orang
yang senantiasa memberikan bantuan. Maka dari itu, pada kesempatan kali ini,
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarifhidayatullah
Jakarta beserta jajarannya.
2. Bapak Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, , Bapak Suparto, M. Ed, Ph. D, selaku Wakil Dekan 1 Bidang
Akademik, Ibu Dr. Hj. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan II Bidang
Administrasi Umum sekaligus sebagai pembimbing skripsi, serta Bapak Dr.
Suhaimi, M. Si. Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama
iii
3. Bapak Drs. Masran M. Ag, Ketua Program Studi Komunikasi dan Penyiaran
Islam, dan Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si ,Sekretaris Program Studi
Komunikasi dan Penyiaran Islam,
4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan pengajaran kepada penulis
semasa kuliah.
5. Seluruh Staf Tata Usaha dan Staf Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Orangtua tercinta Ayahanda Bagus Sunarso dan Ibunda Risnawati yang
senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materil, juga sekaligus
sebagai motivasi penulis untuk segera mendapatkan gelar Sarjana.
Terimakasih juga untuk adik satu-satunya Hanan Ilun yang menjadi motivasi
penulis supaya segera menyelesaikan tugasnya agar dapat membahagiakan
kalian semua.
7. Ibu Ken Zuraida selaku narasumber juga sebagai Istri Almarhum W.S Rendra,
yang telah bersedia menyempatkan waktunya dikala sibuk untuk penulis
wawancarai dengan kondisi yang sedang tidak sehat pada saat itu.
8. Putu Wijaya selaku narasumber yang telah meluangkan waktunya untuk
bersedia diwawancarai penulis demi mendapatkan data-data juga informasi
yang dibutuhkan.
iv
9. Taufiqi Rahman yang memberi banyak pendapat, saran, juga motivasi selama
proses pembuatan skripsi ini.
10. Sanggar Teater Syahid sebagai tempat singgah yang seringkali menjadi tempat
penulis untuk menyelesaikan skripsi.
11. Teman-teman KPI angkatan 2013, terutama KPI B dan pengurus HMJ KPI
periode 2014/2015.
12. Sahabat-sahabat seperjuangan, Ayu Utami, S.Sos, Delsha Amanda Pohan,
S.Sos, Vicky Dianiya, S.Sos, Desty Aryani, S.Sos, Intan Afrida Rafni, S.Sos,
terima kasih untuk kebersamaannya sejak awal perkuliahan sampai sekarang.
13. Dan semua pihak yang terlibat tetapi tidak bisa disebutkan satu persatu, terima
kasih banyak dan semoga amal dan kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT,
Aamiin.
Akhir kata, semoga karya skripsi ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan
pengetahuan para pembaca. Mohon maaf apabila ada kekurangan atau kesalahan,
oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.
Jakarta, 9 Januari 2018
Rizki Yanuarti
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Batasan dan Rumusan masalah ...................................................... 6
1. Batasan Masalah....................................................................... 6
2. Rumusan Masalah .................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 6
1. Tujuan Penelitian .................................................................... 6
2. Manfaat Penelitian .................................................................. 7
D. Metodologi Penelitian .................................................................... 7
1. Metode Penelitian ..................................................................... 7
2. Tahapan Penelitian ................................................................... 9
E. Sistematika Penulisan .................................................................... 11
BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................. 13
A. Tinjauan Mengenai Semiotika ...................................................... 13
1. Pengertian semiotika ............................................................... 13
2. Semiotika Roland Barthes ..................................................... 17
B. Tinjauan Umum Komunikasi Nonverbal ...................................... 22
1. Pengertian Komunikasi Non Verbal ....................................... 22
2. Jenis-jenis Komunikasi Non Verbal ........................................ 23
3. Fungsi Komunikasi Nonverbal ............................................... 25
C. Tinjauan Umum Teater ................................................................. 27
1. Pengertian teater ..................................................................... 27
2. Sejarah Teater .......................................................................... 28
3. Fungsi Teater ........................................................................... 29
4. Unsur – unsur Teater ............................................................... 31
vi
BAB III GAMBARAN UMUM PERTUNJUKKAN BIB-BOB..................... 33
A. Pertunjukkan Bib-bob ................................................................... 33
B. Profil Sutradara .............................................................................. 41
1. Profil WS. Rendra .................................................................. 41
2. Profil Ken Zuraida ................................................................... 42
3. Biografi W.S Rendra .............................................................. 44
4. Biografi Ken Zuraida ............................................................... 48
5. Tim Produksi Bib-bob .............................................................. 51
BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN ................................................. 52
A. Pesan Non Verbal dalam Pertunjukkan Bib-bob ......................... 52
1. Pesan non verbal melalui tokoh Bib-Bob ................................. 52
2. Pesan non verbal melalui tokoh Zzz ......................................... 55
3. Pesan non verbal melalui tokoh orang-orang ........................... 56
B. Makna Denotasi, Konotasi, Mitos dan pesan non verbal ............... 58
BAB V PENUTUP ........................................................................................... 78
A. Kesimpulan .................................................................................... 78
B. Saran ............................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 81
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunikasi merupakan sebuah proses penyampaian pesan dari
komunikator terhadap komunikan. Komunikasi juga sebagai alat manusia
dalam menyampaikan keinginannya, mengungkapkan perasannya,
memberikan informasi, menyampaikan pendapat, ide dan pikirannya baik
verbal maupun non verbal. Dalam penelitian ini akan membahas komunikasi
non verbal secara lebih lanjut dalam sebuah pementasan teater. Komunikasi
non verbal yakni komunikasi tanpa menggunakan suara atau kata-kata
melainkan menggunakan gerak tubuh, sentuhan, isyarat, signal dan lainnya.
Menurut Edward T.Hall komunikasi nonverbal merupakan “bahasa
diam” (silent language) dan “dimensi tersembunyi” (hidden dimention) suatu
budaya. Disebut diam dan tersembunyi, karena pesan – pesan nonverbal
tertanam dalam konteks komunikasi. Selain isyarat situasional dan relasional
dalam transaksi komunikasi, pesan nonverbal memberi isyarat – isyarat
kontekstual. Bersama isyarat verbal dan isyarat kontekstual, pesan nonverbal
membantu menafsirkan seluruh makna pengaaman komunikasi. 1
Kaitannya dengan komunikasi non verbal, dalam Al-Qur’an terdapat
ayat mengenai komunikasi non verbal yang digunakan Rasulullah ketika
berbicara dengan Ibnu Ummi Maktum. Yakni dalam Surat Abasa ayat 1-3 :
1 Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya cet 9, 2007), h.
344.
2
Artinya : Dia (Muhammad bermuka masam dan berpaling (1) Karena
telah datang seorang buta kepadanya (2) Tahukah kamu barangkali ia
ingin membersihkan dirinya (dari dosa) (3)
Menurut riwayat, pada suatu ketika Rasulullah SAW menerima dan
berbicara dengan pemuka-pemuka Quraisy yang beliau harapkan agar mereka
masuk Islam. Pada saat itu datang Ibnu Ummi Maktum, seorang sahabat yang
buta yang mengharapkan agar Raulullah SAW membacakan kepadanya ayat-
ayat Al-Qur’an yang telah diturunkan Allah SWT tetapi Rasulullah SAW
bermuka masam dan memalingkan muka dari Ibnu Ummi Maktum yang buta
itu, lalu Allah menurunkan surat ini sebagai teguran atas sikap Rasulullah
terhadap Ibnu Ummi Maktum.
Pada ayat tersebut, terlihat jelas komunikasi non verbal yang dilakukan
Rasulullah ketika diajak berbicara dengan Ibnu Ummi Maktum yakni bermuka
masam dan memalingkan muka. Arti dari komunikasi non verbal tersebut
yakni, Rasulullah enggan untuk diajak berbicara dengan Ibnu Ummi Maktum
dikarenakan lebih memilih untuk berbincang-bincang dengan pemuka kaum
Quraisy. Dalam komunikasi non verbal, bermuka masam dan juga
memalingkan muka termasuk dalam klasifikasi pesan kinesis, yakni pesan
emblem Affect display yang menggunakan gerakan tubuh atau ekspresi wajah
atau mimik wajah sebagai alat penyampaian pesan non verbalnya.
Komunikasi atau pesan nonverbal juga dapat dilihat dari sebuah
pertunjukan teater, yang dapat dijadikan sebagai media komunikasi. Dalam
pertunjukan teater yang berjudul Bib-Bob terdapat objek-objek dan tindakan-
3
tindakan yang lebih banyak membangkitkan emosi daripada kata – kata,
karena objek dan tindakan bersifat abstrak dibandingkan kata-kata yang
bersifat verbal. Isyarat-isyarat nonverbal terikat begitu dekat dengan emosi,
sejauh mana mengenai pesan-pesan non verbal bergantung pada bagaimana
empatiknya seseorang.2 Komunikasi non verbal mencakup bagaimana
seseorang mengutarakan kata-kata (misalnya, perubahan nada, volume), fitur-
fitur lingkungan yang mempengaruhi interaksi (misalnya, pakaian, perhiasan,
perabotan), lima pokok kunci menyoroti sifat dan kekuatan komunikasi non
verbal untuk mempengaruhi makna.3
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda.4 Dalam bahasa Yunani kuno, kata personae menandai “topeng” yang
dipakai seorang aktor diatas panggung.Kemudian karakter tersebut menjadi
bermakna “karakter pengguna topeng.”Makna ini masih dapat ditemukan
dalam istilah teater,dramatis personae “sekelompok karakter / tokoh” (secara
harfiah berarti “orang-orang dalam drama”).Akhirnya, kata person sampai
pada maknanya yang sekarang, mungkin karena dalam masyarakat barat
terlihat betapa penting teater bagi penggambaran manusia. Inilah alasan
mengapa kita masih mengatakan bahwa orang-orang “memainkan peran
dalam kehidupan”, “berinteraksi”, “melakonkan perasaaanya”, “menampilkan
raut muka (topeng) yang cocok”, dan seterusnya. 5
2 Muhammad Budyatna dan Leila Mona Ganiem, TEORI KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI,
(Jakarta : KENCANA,2011) h. 110-113 3 Julia T. Wood, Komunikasi, Teori dan Praktik (Jakarta : Salemba Humanika 2013) h. 112
4 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2013) h. 15
5 Marcel Danesi,Pesan, Tanda dan Makna (Yogyakarta: JALASUTRA 2004) h. 12
4
Bentuk komunikasi non verbal juga dapat dilihat dalam sebuah karya
seni. Salah satunya adalah Pertunjukkan “Bib Bob” karya W.S Rendra. Bib
Bob merupakan drama mini kata Rendra yang terbilang sukses saat pertama
kalinya dipentaskan pada masa Orde Baru. Kemudian di garap ulang oleh Ken
Zuraidah, istri alm. Rendra di beberapa kota. Pertunjukan yang berlangsung
satu jam dengan dialog 99 persen hanya “Bib Bob” dan “Zzzz” mampu
menyita perhatian ribuan pasang mata yang menyaksikannya. Bib Bob
bercerita tentng perebutan kekuasaan, pendangkalan nilai – nilai kemanusiaan,
pelanggaran Hak Azasi Manusia, dan pemberontakan.
Selain pertunjukan Bib Bob ini menjadi media komunikasi, juga dapat
dijadikan sebagai media dakwah, lebih tepatnya dakwah melalui seni. Karena
didalamnya terdapat banyak pesan dakwah yang disampikan tidak dengan
bahasa verbal. Pesan – pesan tersebut disampaikan melalui bahasa tubuh,
musik, bau - bauan , artistik, dan property yang digunakan para pemain.
Semua elemen tersebut berbicara dan bermakna.
Dakwah berasal dari bahasa Arab yang يدعو-دعا menjadi bentuk masdar
yang berarti Seruan, Ajakan, atau Panggilan. Seruan yang digunakan دعوة
dalam Dakwah bertujuan untuk mengajak seseorang baik dalam melakukan
sesuatu kegiatan atau dalam merubah pola serta kebiasaan hidup. Dari kata
Seruan, Dakwah memiliki banyak arti yang bisa digunakan secara luas tidak
hanya dalam Agama, dimana kata Dakwah sering digunakan namun Seruan
yang diberikan bisa dimaknai dalam hal positif maupun negatif. 6
6 http://www.eurekapendidikan.com/2015/11/pengertian-dakwah-dalam-pandangan-
hukum.html diakses pada tanggal 14 Maret 2017 pukul 15:30
5
Berdasarkan hasil wawancara bersama Ibu Ken Zuraidah, istri alm.
WS Rendra di Bengkel Teater Cipayung Depok pada bulan November 2016,
berikut gambaran umum Bib – bob menurut Ibu Ken :
“Bib-bob merupakan drama mini kata nya Rendra yang
terbilang sangat sukses dalam pementasannya. Pertunjukkan Bib - Bob
ini adalah alibi Rendra untuk membuktikan bahwa dengan kata bisa
menjadi apapapun. Dan ketika kata - kata tidak lagi bisa berbicara,
maka ada rasa, ada elemen lain, bahasa lain dan orang bisa
berkomunikasi dengan bahasa yang semua orang bisa mengerti
maksud dari pesannya. Yakni segala element panggung bisa berbicara
dalam pertunjukkan Bib - bob W.S Rendra. Hanya dengan kata, bisa
menjadi apa saja, sebuah peristiwa yang memiliki pesan yang sangat
kuat, dan pesan itu disampaikan tidak dengan verbal.”7
Dalam hal ini dapat diartikan bahwa Rendra dengan bib-bob nya itu
tidak hanya mengungkap terjadinya dehumanisasi (penghilangan harkat
manusia) pada masyarakat modern , akan tetapi juga mengungkap sosal
hilangnya hak asasi manusia (HAM) yang disebabkan oleh tindak represif
para penguasa dalam pengertian seluas-luasnya. Dalam hal ini antara lain tari
kecak bali, yang tanpa dialog sanggup mengkomunikasikan berbagai makna
spriritual. Rendra menyimpulkan bahwa selain bahasa lisan dan tulisan ada
juga cara lain yakni bahasa tubuh. Dalam mengungkapkan rasa cinta pada
seseorang misalnya, ternyata bahasa verbal tidak selalu bisa memberikan
jawaban. 8
Berdasarkan latarbelakang diatas, peneliti tertarik untuk meneliti
sekaligus dijadikan sebagai judul skripsi yaitu “Pesan Dakwan Non verbal
Melalui Teater dalam Pertunjukan Bib – Bob Karya W.S Rendra.
7 Wawancara ibu Ken Zuraida di Bengkel Teater Rendra pada tanggal 14 mei 2017
8 https://www.jakartabeat.net/kolom/konten/menafsirkan-bib-bob?lang=id diakses pada 7
Juni 2017 pukul 21:10 WIB
6
B. Batasan dan Rumusan masalah
1. Batasan Masalah
Agar penelitian ini tidak melebar, maka diperlukan adanya batasan
masalah. Fokusnya ada pada cara mengupas makna (pesan dakwah
nonverbal) dibalik simbol-simbol yang disampaikan oleh para pemain dan
elemen teater yang mendukung selama pertunjukkan Bib – Bob.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latarbelakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
a. Bagaimana menganalisis pesan dakwah nonverbal dalam pertunjukan
Bib Bob dengan menggunakan Semiotika Roland Barthes?
b. Bagaimana makna konotasi, denotasi dan mitos dalam pertunjukan Bib
Bob?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitin ini adalah untuk mengetahui pesan dakwah
nonverbal dalam pertunjukan Bib Bob berdasarkan analisis Semiotika
Roland Barthes, dan mengetahui makna konotasi, denotasi serta mitos
dalam pertunjukkan Bib-Bob
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi
tambahan, dalam memahami pesan non verbal melalui teater dalam
7
symbol-simbol dengan metode Semiotik.Penelitian ini juga diharapkan
dapat dapat bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan
dalam penelitian mengenai kajian semiotika.Khususnya semiotik
dalam menyampaikan sebuah pesan nonverbal melalui seni khususnya
teater.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat membuka pemikiran baru
khususnya bagi khalayak bahwa komunikasi nonverbal dalam sebuah
pertunjukkan teater juga dapat menyampaikan berbagai jenis pesan
melalui gerak, ekspresi wajah, dan symbol-simbol lain yang ada
didalam ruang, serta dapat membuka pemikiran para penonton untuk
memaknai setiap pertunjukkan tidak hanya secara verbal.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, dimana hasil temuan akan dideskripsikan kemudian ditinjau
kembali untuk dianalisis dari hasil pengamatan dan penelusuran pustaka.
Metode deskriptif kualitatif adalah proses pencarian data untuk memahami
masalah sosial yang didasari pada penelitian menyeluruh.
Peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif untuk memperoleh
hasil akhir dalam penelitian, yaitu dengan cara menggambarkan ke dalam
bentuk kalimat disertai kutipan-kutipan data dan menganalisis data yang
8
diperoleh dari observasi, wawancara, dan dari kumpulan dokumen yang
didapat.
2. Subjek dan Objek Penelitian
Yang menjadi subjek utama dalam penelitian ini adalah pesan
nonverbal melalui teater sedangkan objek penelitian ini adalah
pertunjukkan Bib-bob karya W.S Rendra.
3. Jenis penelitian
Peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan analisis
semiotik.Teknik analisis yang digunakan adalah merujuk pada teori
Roland Barthes yang memiliki konsep tentang konotasi, denotasi, dan
mitos penelitiannya.Secara teknik analisis mencakup upaya-upaya
memaknai lambang-lambang yang dipakai dalam komunikasi.
4. Paradigma Penelitian
Peneliti menggunakan paradigma konstruktivisme, hal ini menganggap
bahwa realitas dianggap sebagai hasil konstruksi berpikir dari kemampuan
seseorang. Pengamatan merupakan hasil pengamatan indra peneliti
terhadap apa yang diteliti.9
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan yakni melalui tahapan
sebagai berikut :
a. Observasi
Observasi dilakukan agar peneliti mendapatkan data yang
dibutuhkan yang selanjutnya mengolah data sesuai dengan tahapan
9 Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, (Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2013), h. 49-50
9
penelitian, yakni dalam hal pengumpulan dokumentasi
pementasaan yang dijadikan subjek dan objek penelitian.
b. Wawancara
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data
dengan cara melakukan kegiatan wawancara tatap muka mendalam
untuk mengumpulkan informasi dari informan. Peneliti
menggunakan teknik wawancara yakni percakapan yang dilakukan
dua pihak atau lebih dimana peneliti mengajukan pertanyaan
kepada narasumber.10
c. Dokumentasi
Dalam hal ini dokumentasi berfungsi sebagai media untuk
memperkuat atau melengkapi data-data yang diperoleh selama
penelitian.Dokumentasi ini dapat berupa gambar atau rekaman atau
video.
d. Literature
Yaitu menggunakan berbagai sumber informasi yang
membahas mengenai analisis semiotik pesan dakwah non verbal
melalui teater dalam pertunjukan Bib-Bob karya W.S Rendra.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk mencari makna
pesan dakwah nonverbal menggunakan analisis Semiotika Roland
10
Lexy.J. Meleong, Metodologi Penelitian Kualoitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2007),h.186
10
Barthes.dengan cara menonton video pementasan tersebut , mengamati
secara menyeluruh dari semua adegan dalam pertunjukan.
7. Tinjauan Pustaka
Untuk menghidari penelitian dengan objek yang sama, maka
diperlukan kajian terdahulu. Berdasarkan pengamatan dan kajian yang
telah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan terkait dengan
permasalahan yang dibahas dalam penulisan ini, maka peneliti
menemukan penelitian yang memiliki kesamaan dan perbedaan dengan
penelitian yang dilakukan. Berikut penelitian terdahulu yang menjadi
bahan rujukan bagi peneliti yakni :
Skripsi dari Niken Kusumaningsih Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora
dengan judul skripsi “ Pesan Komunikasi Non Verbal dalam
Sebuah Pementasan Teater” yang membahas tentang Bagaimana
Pesan Komunikasi Non verbal Anggota Deaf Art Community Dalam
Sebuah Pementasan Teater. Persamaan dari penelitian ini adalah
sama-sama mencari pesan non verbal dalam pertunjukan teater, namun
peneliti lebih kepada pesan dakwah nonverbal nya, sama-sama
menggunakan metode kualitatif.
Namun perbedaannya penulis menggunakan teori semiotika
Roland Barthes sedangkan Skripsi Niken Kusumaningsih
menggunakan teori prngartian secara semantik, dalam penelitiannya
11
penulis lebih fokus untuk mengetahui makna denotasi, konotasi, dan
mitos dalam pertunjukan Bib-Bob. Sedangkan skripsi yang ditulis oleh
Niken Kusumaningsih lebih kepada klasifikasi perilaku non verbal
kinesisnya.
Sejauh ini belum ada penelitian di Universitas Islam Negeri
(UIN) Jakarta yang membahas mengenai pesan dakwah non verbal
dalam teater.
E. Sistematika Penulisan
Pada penelitian ini, peneliti akan membahas lima bab dan masing -
masing bab terdiri dari :
BAB I PENDAHULUAN.Pada bab ini, penulis menjelaskan latar
belakang masalah dari topik yang penulis ambil. Pada bab ini penulis juga
membatasi permasalahan agar tidak melebar kemana-mana dan terfokus,
setelah itu di jelaskan pula apa rumusan masalahnya, dijelaskan apa subjek
dan objek penelitiannya dan menuliskan metodelogi apa yang digunakan
lengkap dengan penjelasan serta alasannya, lalu penulis juga menuliskan
tujuan dari dilakukannya penelitian ini serta apa manfaatnya, tidak lupa
penulis menuliskan tinjauan pustaka yang di lakukan dan yang terakhir
menuliskan sistematika penulisan agar lebih sistematis dan sebagai gambaran
dari isi skripsi ini .
12
BAB II KAJIAN TEORI. Dalam bab ini penulis menguraikan tentang
pengertian semiotika, teori roland barthes, pengertian komunikasi non verbal,
pengertian dakwah, dan pengertian teater.
BAB III GAMBARAN UMUM Bab ini menjelaskan tentang
pertunjukan Bib-bob, profil dan biografi sutradara.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada Bab ini
fokus pada hasil analisis semiotik Roland Barthtes “Pesan Dakwah Non
Verbal Melalui Teater dalam Pertunjukkan Bib-bob karya W.S Rendra.
BAB V PENUTUP. Pada bab penutup ini, penulis akan menuliskan
tentang kesimpulan dari apa yang telah di dapatkan, dan memberikan saran.
DAFTAR PUSTAKA
Penguraian sumber buku-buku, jurnal atau artikel-artikel yang digunakan
dalam penulisan baik itu online ataupun tidak.
13
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Mengenai Semiotika
1. Pengertian semiotika
Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani
Semion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu
yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya dapat
dianggap mewakili sesuatu lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai
sesuatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain.1
tanda dianggap dapat mengidentifikasi sesuatu yang sedang dan
akan terjadi. Melalui simbol-simbol yang digunakan. Untuk dapat
mempermudah membaca tafsir atau makna dari tanda-tanda yang ada,
maka tanda erat kaitannya dengan penanda.
Umberto Eco menjelaskan bahwa “tanda dapat dipergunakan untuk
menyatakan kebenaran, sekaligus juga kebohongan. Semiotika pada
dasarnya adalah disiplin ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk mendustai, mengelabui, atau mengecoh”.2
Berdasarkan pengertian Umberto Eco tersebut, yang dimaksud
tanda dapat mengelabui, mengecoh atau bahkan dapat menyatakan suatu
kebenaran adalah bagian dari bagaimana penonton menafsirkan tanda
tersebut. Karena hal – hal yang berhubungan dengan tanda dapat
menimbulkan banyak tafsir.
1 Indiawan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi (Aplikasi Praktis Bagi Penelitian
dan Skripsi Komunikasi), (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2013), h. 7 2 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. (Bandung : Remaja Rosdarya,2009), h. 17
14
Definisi semiotika menurut Alex Sobur adalah “Suatu ilmu atau
metode analisa untuk mengkaji tanda. Tanda – tanda adalah perangkat
yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di dunia ini, di tengah
– tengah manusia dan bersama – sama manusia. Semiotika hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (Humanity) dalam memakai hal –
hal (Things). Memaknai berarti bahwa objek – objek tidak hanya
membawa informasi, dalam hal mana objek – objek itu hendak
berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur tanda.3
Maksudnya adalah tentang seberapa penting peran tanda di dunia
ini bagi manusia. Dalam hal ini tanda berperan sebagai perangkat yang di
gunakan manusia dalam mencari dan mempelajari suatu objek, baik dari
sifat dan sikap serta karakter manusia lainnya dengan tanda – tanda yang
ada di dalamnya, kemudian dapat memaknai bahwa objek – objek tersebut
tidak hanya sekedar memberikan informasi, tetapi objek – objek tersebut
juga hendak berinteraksi dan berkomunikasi.
Marcel Danesi dalam buku nya mengutip pernyataan Roland
Barthes yang menyatakan mengenai kekuatan penggunaan semiotika
sebagai berikut : “Roland Barthes menggambarkan kekuatan penggunaan
semiotika untuk membongkar struktur makna yang tersembunyi dalam
tontonan, pertunjukan sehari – sehari , dan konsep – konsep umum.4
Semiotika yang dikemukakan oleh Roland Barthes sangat erat
kaitanya antara tanda, penanda dan petanda baik dalam sehari – hari
3 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. (Bandung : Remaja Rosdarya,2009) h. 15
4 Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna.(Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan
Teori Komunikasi), (Yogyakarta : Jalasutra, 2012), h. 12
15
terutama dalam sebuah pertunjukan. Untuk membongkar makna apa yang
tersirat dalam sebuah tontonan, pertunjukan maupun dalam keseharian.
Karena dalam sebuah pertunjukan banyak sekali tanda – tanda yang bisa di
kaji baik secara verbal maupun secara non verbal.
Tanda dan kode tubuh yang mengatur perilaku nonverbal
dihasilkan oleh persepsi atas tubuh sebagai sesuatu yang lebih dari sekedar
zat fisik. Kedipan mata, isyarat tangan, ekspresi wajah, postur, dan
tindakan badaniyah lainnya mengomunikasikan sesuatu yang relevan
dengan budaya dalam situasi – situasi sosial tertentu.5 Artinya, bahasa
tubuh mampu menyampaikan gagasan, atau pesan secara tersirat dan
mampu menimbulkan berbagai macam perserpsi bagi penerima pesan itu
sendiri. Karena semiotika erat kaitanya dengan simbol, sehingga kaya akan
makna.
Pembentukan tanda membangkitkan semiotika yang tak terbatas,
selama suatu penafsir (gagasan) yang membaca tanda sebagai “tanda” bagi
yang lain ( yaitu sebagai wakil dari suatu makna atau petanda ) bisa
ditangkap oleh penafsir lainnya. Penafsir ini adalah unsur yang harus ada
untuk mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi, dan
penangkapan [hipotesis] untuk membentuk tiga jenis penafsir yang
penting). Agar bisa ada sebagai suatu tanda, maka tanda tersebut harus
ditafsirkan.6
5 Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna.(Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan
Teori Komunikasi), h. 54 6 Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna, h. 40 – 41.
16
Pada dasarnya, semiosis dapat dipandang sebagai suatu proses
tanda yang dapat diberikan dalam istilah semiotika sebagai suatu
hubungan antara lima istilah:
S adalah untuk semiotic relation (hubungan semiotic); s untuk sign (tanda);
i untuk interpretet (penafsir ); e untuk effect atau pengaruh (misalnya,
suatu disposisi dalam i akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap r pada
kondisi – kondisi tertentu c karena s ); r untuk refrence (rujukan); dan c
untuk context (konteks) atau conditions (kondisi). Semiotika berusaha
menjelaskan jalinan tanda atau ilmu tentang tanda; secara sistematik
menjelaskan esensi, ciri – ciri, dan bentuk suatu tanda, serta proses
signifikasi yang menyertainya.7
Berdasarkan rumus semiotik diatas, dapat disimpulkan bahwa semiotik
sangat berhubungan dengan tanda, tanda tersebut kemudian menimbulkan
banyak tafsir bagi si penerima pesan, lalu tafsir yang bersumber dari
penonton itu memberikan efek atau pengaruh terhadap pesan yang
sebenarnya ingin disampaikan. Apakah memiliki kesamaan makna dengan
pesan yang sebenarnya atau tidak.
Menurut Berger Semiotika menaruh perhatian pada apapun yang dapat
dinyatakan sebagai tanda. Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat
diambil sebagai penanda yang mempunyai arti penting untuk
menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lain tersebut tidak perlu
7 Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna, h. 18.
S (s, i, e, r, c )
17
harus ada, atau tanda itu secara nyata ada disuatu tempat pada suatu waktu
tertentu. Dengan begitu semiotika pada prinsipnya adalah sebuah disiplin
yang mempelajari apapun yang bisa digunakan untuk menyatakan suatu
kebohongan. Jika sesuatu tersebut tidak dapat digunakan untuk
mengatakan suatu kebohongan, sebaliknya, tidak bisa digunakan untuk
mengatakan kebenaran.8
2. Semiotika Roland Barthes
a. Pengertian
Roland Barthes pada tahun 1915 – 1980 adalah seorang ahli
semiotika Perancis yang membongkar struktur makna yang tersembunyi
dalam tontonan, pertunjukan sehari –hari, dan konsep umum.9 Roland
Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di
Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik
di sebelah barat daya Perancis. Ia dikenal sebagai salah seorang pemikir
srukturalis yang antusias dengan model linguistik dan semiology
Saussarean.10
Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam
studinya tentang tanda adalah pesan pembaca (the reader). Konotasi,
walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan keaktifan pembaca
agar dapat berfungsi. Barthes secara lugas mengulas apa yang sering
disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun
diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem ke-dua ini oleh
8 Marcel Danesi. Pesan, Tanda, dan Makna, h. 17-18
9 Marcel Danesi, Pesan, Tanda dan Makna, h.12
10 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet ke 3,
h. 63.
18
Barthes disebut dengan konotatif , yang dalam buku Mythologies-nya
secara tegas membedakan dari denotative atau sistem pemaknaan
tataran pertama. 11
Barthes mengembangkan semiotika menjadi dua tingkatan, yaitu
tingkat denotasi dan konotasi. Kata konotasi berasal dari bahasa latin
connotare, “menjadi makna” dan mengaruh pada tanda – tanda kultural
yang terpisah atau berbeda dengan kata dan bentuk – bentuk konotasi
dari komunikasi. Kata melibatkan symbol – symbol , historis dan hal –
hal yang berhubungan dengan emosional. Barthes juga memiliki aspek
lain dari penandaan yaitu mito yang menandai suatu mayarakat. Mitos
menurut Barthes terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah
terbentuk sistem sign – signifer – signified, tanda termksud akan
menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan
membentuk tanda baru. Jadi, ketika satu tanda yang memiliki makna
konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna
konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna
denotasi tersebut akan menjadi mitos.12
Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan
hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified (content) di dalam
sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Itu lah yang di sebut Barthes
sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda (sign).
11
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi, (Bandung ; PT Remaja Rosdakarya 2013), h. 68. 12
Indah Nurjanah, Skripsi Analisis Semiotik Makna Kesalehan Sosial Tokoh Zainudin
dalam Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. (Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas
Dakwah dan Ilmu Komunikasi). H.23.
19
b. Denotasi, Konotasi, dan Mitos
1) Denotasi
Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama
merupakan hubungan antara signifier (ekspresi) dan signified
(content) di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Itu lah
yang di sebut Barthes sebagai denotasi yaitu makna paling nyata
dari tanda (sign). Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang
digambarkan tanda terhadap sebuah objek.13
Denotasi yaitu tingkat pertandaan yang menjelaskan
hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tnda dan
rujukannya pada realitas yang menghasilkan makna yang eksplisit,
langsung dan pasti. Makna denotasi dalam hal ini adalah makna
pada apa yang tampak. 14
Dapat diartikan bahawa denotasi merupakan makna pertama
atau makna sesungguhnya dari apa yang kit abaca atau kita lihat.
Dimana tidak ada unsur atau makna lain atau makna tersembunyi
yang terkandung di dalamnya.
2) Konotasi
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk
menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan
interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau
13
Indiawan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi (Aplikasi Praktis Bagi Penelitian
dan Skripsi Komunikasi), (Jakarta : Mitra Wacana Media, 2013) h. 21 14
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna,
(Yogyakarta: Jalasutra, 2003), h. 261.
20
emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Dengan
kata lain, konotasi adalah bagaimana cara menggmbarkannya.15
Konotasi adalah tingkat pertandaan yang menjelaskan
hubungan antara penana dan petanda, yang di dalamnya beroperasi
makna yang tidak berbelit-belit, tidak langsung, dan tidak dalam
arti terbuka dalam berbagai kemungkinan. Konotasi menciptakan
makna-makna lapis dua yang terbentuk ketika penanda dikaitkan
dengn berbagai aspek psikologis, seperti perasaan, emosi atau
keyakinan. 16
Konotasi merupakan makna yang bukan makna sebenarnya
dari apa yang seseorang baca ataupun lihat. Makna konotasi
merupakan gambaran makna kedua atau makna tambahan dari
makna denotasi ketika suatu tanda bertemu dengan perasaan atau
emosi.
3) Mitos
Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi,
tanda berkerja melalui mitos (myth) mitos adalah bagaimana
kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang
realitas atau gejala alam. Mitos merupakan produk kelas social
yang sudah mempunyai suatu dominasi. Mitos primitive, misalnya
mengenai hidup dan mati, manusia dan dewa, sedangkan mitos
15
Indiawan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi, h. 21. 16
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna,h.261.
21
masa kini misalnya mengenai feminimitas, maskulinitas, ilmu
pengetahuan dan ilmu kesuksesan. 17
Studi mitos bukan saja terkonsentrasi pada pengeksposan
posisi ideologis tetapi analisis bagaimana pesan dikonstitusikan.
Mitos mnurut Barthes adalah suatu “system komunikasi suatu
pesan”. 18
Mitos adalah unsur penting yang dapat mengubah seuatu
yang kultural atau historis menjadi alamiah dan mudah dimengerti.
Mitos bermula dari konotasi yang telah menetap di masyarakat.
Sehingga pesan yang di dapat dari mitos tersebut sudah tidak lagi
dipertanyakan oleh masyarakat.
Menurut Budiman “Di dalam mitos juga terdapat pola tiga
dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem
yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah
ada sebelumnya, atau dengan kata lain, mitos adalah juga suatu
sistem pemaknaan tataran ke-dua. Di dalam mitos juga petanda
dapat memilki beberapa penanda.19
17
Indiawan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi, h. 22 18
Roland Barthes, Mythologies Selected and Translated from the French by Annette
Lavers, (New York: Noondy Press, 1972), h. 107. 19
Alex Sobur. Semiotika Komunikasi, h.71
22
B. Tinjauan Umum Komunikasi Nonverbal
1. Pengertian Komunikasi Non Verbal
Pesan nonverbal adalah semua isyarat yang bukan kata-kata.
Menurut Larry A. Samovar dan Richard E. Porter, komunikasi nonverbal
mencakup semua rangsangan (kecuali rangsangan verbal) dalam suatu
setting komunikasi, yang dihasilkan oleh individu dan penggunaan
lingkungan oleh individu, yang mempunyai nilai pesan potensial bagi
pengirim atau penerima.20
Komunikasi nonverbal menurut Hudjana sebagai penciptaan dan
pertukaran pesan dengan tidak menggunakan kata – kata seperti
komunikasi yang menggunakan gerakan tubuh, sikap, kontak mata,
ekspresi muka, kedekatan jarak, dan sentuhan.21
S. Djuarsa Sendjaja dalam buku karangan HJ. Roudhonah Ilmu
Komunikasi mengenai Komunikasi non verbal (Non Verbal
Communication), yaitu “Non” berarti tidak, Verbal bermakna kata-kata
(words), sehingga komunikasi non verbal dimaknai sebagai komunikasi
tanpa kata-kata. Sedangkan menurut Onong Effendy, komunikasi non
verbal adalah komunikasi dengan menggunakan gejala yang menyangkut:
gerak-gerik (gestures), sikap (postures), ekspresi wajah (facial
expressions), pakaian yang berifat simbolik, isyarat dan lain gejala yang
sama, yang tidak menggunakan bahasa lisan dan tulisan.22
20
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi (Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2007), h. 343. 21
www.kajianpustaka.com diakses pada 12 Agustus 2017 pukul 14:00 WIB 22
Roudhonah, Ilmu Komunikasi. (Jakarta : Atma Kencana Publishing 2013) h. 101.
23
Komunikasi non verbal adalah komunikasi paling jujur karena
menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah, dan kontak
mata. Juga sangat bermain dengan “rasa”. Di dukung lagi dengan
penggunaan objek atau simbol-simbol yang dapat membantu proses
penyampaian makna dari pesan yang ingin di sampaikan.
2. Jenis-jenis Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal dalam kehidupan manusia sangat dibutuhkan
sesuai dengan situasi dan kondisi. Jenis-jenis non verbal pun dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Pesan Proksemik. Proxemics,
Yang diciptakan oleh Edward T.Hall yaitu penggunaan komunikasi
non verbal melalui pengaturan jarak dan ruang, yang dipergunakan
ketika berhubungan dengan orang lain.
b. Pesan Artifaktual
Yaitu pesan Artifaktual yang diungkapkan melalui penampilan tubuh
(fisik), pakaian, dan kosmetik. Setiap orang memiliki prsepsi
mengenai penampilan fisik seseorang baik itu busananya
(model,kwalitas bahan, warna) dan juga aksesoris yang dipakainya.
c. Pesan Paralinguistik,
Pesan paralinguistik (para bahasa atau vocalika/vocalics), yaitu pesan
non verbal yang berhubungan dengan cara mengucpkan pesan verbal,
karena kecepatan berbicara, nada tinggi atau rendah, intensitas suara,
intonasi, siulan, tawa, tangisan, erangan, gumaman, desahan dan lain
24
sebagainya. Setiap karakteristik suara ini mengkomunikasikan emosi
dan pikiran seseorang.
d. Pesan Sentuhan (Haptics)
Pesan sentuhan, yaitu pesan non verbal melalui sentuhan, ini melalui
sensitifitas kulit. Seperti hal nya orang yang sedang marah, maka ia
akan mencubit dengan geram, lain halnya orang yang sedang jatuh
cinta maka cubitannya pun akan beda.
e. Pesan Kinestik,
Pesan Kinestik adalah pesan dengan menggunakan gerakan tubuh,
yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu;
1) pesan fasial (air muka)
Seperti pandangan mata. Banyak orang yang menganggap perilaku
non verbal yang paling banyak “berbicara” adalah ekspresi wajah,
khususnya mata. Meskipun mulut tidak berkata-kata.
2) Pesan Gestural
Pesan Gestural (gerakan bagian tubuh), seperti menggunakan
gerakan tangan, dan gerakan kepala.
3) pesan Postural (gerakan semua bagian tubuh) sebagai contoh air
muka seseorang menyampaikan pesan dengan makna tertentu,
penelitian mengungkapkan 10 kelompok makna: kebahagiaan,
rasa takut, kebencian, rasa terkejut, marah, kesedihan,
pengecaman, minat, ketakjuban, dan tekad.23
23
Roudhonah, Ilmu Komunikasi. h. 107-109.
25
Jenis komunikasi non verbal dapat menyampaikan berbagai
macam pesan, dari pesan-pesan yang sudah dijelaskan seperti
pesan fasial, pesan gestural, dan pesan postural dapat ditemukan di
dalam pertunjukkan Bib-bob.
3. Fungsi Komunikasi Nonverbal
Menurut Em Griffin. A Frist Look at Communication Theory. New
York: McGraw-hill, 1991, halaman 57. Yang menjelaskan mengenai
fungsi pesan nonverbal. dilihat dari fungsinya sebagai perilaku nonverbal
mempunyai beberapa fungsi. Paul Ekman menyebutkan lima fungsi pesan
nonverbal, seperti yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata, yakni
sebagai :
Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan simbol yang memiliki
kesetaraan dengan simbol verbal. Kedipan mata dapat mengatakan, “Saya
tidak sungguh – sungguh”. Ilustrator. Jika pandangan wajah ke bawah
dapat menunjukan depresi atau kesedihan. Regulator. Kontak mata berarti
saluran percakapan terbuka. Memalingkan muka menandakan
ketidaksediaan berkomunikasi. Penyesuai. Kedipan mata yang cepat
meningkat ketika orang berada dalam tekanan. Itu merupakan upaya tubuh
untuk mengurangi kecemasan. Affect display. Pembesaran manik mata
(pupil dilation) menunjukan peningkatan emosi,. Isyarat awajah lainnya
menunjukkan perasaan takut, terkejut, atau senang.24
24
Deddy Mulyana. Ilmu Komunikasi. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya 2007) cet. Ke 9,
h. 349 – 350.
26
Dalam hubungannya dengan perilaku verbal, perilaku nonverbal
mempunyai fungsi – fungsi sebagai berikut :
Perilaku nonverbal dapat mengulangi perilaku verbal, misalnya
menganggukkan kepala ketika mengatakan “Ya” atau menggelengkan
kepala ketika mengatakan “Tidak,” atau menunjukkan arah (dengan
telunjuk) kemana seseorang harus pergi untuk menemukan toilet.
Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku verbal.
Misalnya melambaikan tangan seraya mengucapkan “Selamat Jalan”
“Sampai Jumpa Lagi, ya” atau “Bye – bye”, atau menggunakan gerakan
tangan, nada suara yang meninggi, atau suara yang lambat ketika anda
berpidato dihadapan khalayak. Isyarat nonverbal demikian itulah yang
disebu Affect display. 25
Perilaku nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal menjadi
berdiri sendiri. Misalnya, menggoyangkan tangan dengan telapak tangan
mengarah ke depan (sebagai pengganti kata “tidak”) Isyarat nonverbal
yang menggntikan kata atau frase ini lah yang disebut emblem .
Perilaku nonverbal dapat membantah atau bertentangan dengan
perilaku verbal. Misalnya, seorang suami mengatakan, “bagus! Bagus!”
ketika dimintai komentar oleh istrinya mengenai gaun yang baru dibelinya,
seraya terus membaca surat kabar atau menonton televisi atau seorang
dosen melihat jam tangan dua – tiga kali, padahal tadi mengatakan bahwa
dosen itu mempunyai waktu untuk berbicara dengan mahasiswanya.
25
James G. Robbins. Komunikasi yang Efektif. h.350.
27
Jika terdapat pertentangan antara pesan verbal dan pesan
nonverbal, biasanya lebih mempercayai pesan nonverbal, yang
menunjukkan pesan sebenarnya, karena pesan nonverbal lebih sulit
dikendalikan daripada pesan verbal. Seseorang dapat mengendalikan
sedikit perilaku nonverbal, namun kebanyakan perilaku nonverbal diluar
kesadaran. Seseorang dapat memutuskan dengan siapa dan kapan bisa
berbicara serta menentukan topik – topik apa yang akan dibicarakan, tetapi
sulit bagi seseorang untuk mengendalikan ekspresi wajah senang, malu,
ngambek, cuek.
C. Tinjauan Umum Teater
1. Pengertian teater
Teater berasal dari kata teatron (Bahasa Yunani), artinya tempat
melihat. (Romawi, auditorium; tempat mendengar). Atau area yang tinggi
tempat meletakkan sesajian untuk para dewa. Amphiteater di Yunani
adalah sebuah tempat pertunjukkan.
Teater juga diartikan mencakup gedung, pekerja (pemain dan kru
panggung), sekaligus kegiatannya (isi pentas peristiwanya). Sementara itu ada
juga yang mengartikan teater sebagai semua jenis dan bentuk tontonan (seni
tradisional, rakyat, kontemporer), baik di panggung tertutup maupun panggung
terbuka. Jika peristiwa tontonan mencakup “Tiga Kekuatan” (pekerja-tempat-
penikmat), atau ada “Tiga Unsur” (bersama-saat-tempat) maka peristiwa itu
adalah teater.
28
Teater juga disebut “gerakan social” dan bisa jadi merupakan profesi
tertua sesudah kekuasaan / politik. Teater juga suatu gerakan atau kekuatan
pribadi. Didalamnya terkandung unsur-unsur komitmen, kerja sama, kepekaan,
kerja keras demi hasil akhir yang maksimal.
Teater adalah suatu kegiatan manusia yang secara sadar menggunakan
tubuhnya sebagai alat atau mdia utama untuk menyatakan rasa dan daya nya
untuk mewujud dalam suatu karya (seni). Di dalam menyatakan rasa dan daya
nya tersebut, alat atau media utama ditunjang oleh unsur-unsur gerak, suara,
bunyi dan rupa.26
2. Sejarah Teater
Dalam sejarahnya, kata “Teater” berasal dari bahasa Inggris Theater
atau Theatre, bahasa Yunani theatron. Secara etimologis “teater dapat
diartikan sebagai segala hal yang dipertunjukan di atas pentas untuk
konsumsi penikmat. Selain itu, istilah teater dapat diartikan dengan dua
cara yaitu dalam arti luas dan dalam arti sempit. Teater dalam arti sempit
dideskrisikan sebagai sebuah drama (perjalanan hidup seseorang yang
dipertunjukkan di atas pentas, disaksikan banyak orang dan berdasarkan
naskah yang tertulis). Sedangkan dalam arti luas, teater adalah segala
peran yang dipertunjukkan di depan orang banyak, seperti ketoprak,
ludruk, wayang, sintren, janger, mamanda, dagelan, sulap, acrobat, dan
lain sebagainya.
Dari penjelasan di atas, istilah “teater” berkaitan langsung dengan
pertunjukan, sedangkan “drama” berkaitan dengan peran atau naskah
26
N.Riantiarno, KITAB TEATER (Jakarta: GRASINDO 2011) h. 1
29
cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater adalah visualisasi dari drama
atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan disaksikan oleh
penonton. Dengan kata lain drama merupakan bagian atau unsur dari
teater.
3. Fungsi Teater
Peranan seni teater telah mengalami pergeseran seiring dengan
berkembangnya teknologi. Seni teater tidak hanya dijadikan sebagai sarana
upacara maupun hiburan, namun juga sebagai sarana pendidikan, dan
berpesan dalam nilai afektif masyarakat. Adapun beberapa fungi seni
teater, diantaranya adalah :
a. Teater sebagai Sarana Upacara
Teater yang berfungsi untuk kepentingan upacara tidak membutuhkan
penonton karena penontonnya adalah bagian dari pesera upacara itu
sendiri. Di Indonesia seni teater yang dijadikan sebagai sarana upacara
dikenal dengan istilah teater tradisional.
b. Teater sebagai Media Ekspresi
Teater merupakan salah satu bentuk seni dengn fokus utama pada laku
dan dialog. Dalam praktiknya, seniman teater akan mengekspresikan
seninya dalam bentuk gerakan tubuh dan ucapan – ucapan.
c. Teater sebagai Media Hiburan
Dalam peranannya sebagai sarana hiburan, sebelum pementasannya
sebuah teater itu harus dengan persiapan dan usaha yang maksimal.
Sehingga harapannya penonton akan terhibur dengan pertunjukan yang
digelar.
30
d. Teater sebagai Media Pendidikan
Teater adalah seni kolektif, dalam artian teater tidak dikerjakan secara
individual. Melainkan untuk mewujudkannya diprlukan kerja tim yang
harmonis. Diharapkan pesan yang ingin disampaikan dapat diterima
penonton dengan baik. Melalui pertunjukkan biasanya manusia akan
lebih mudah mengerti nilai baik buruk kehidupan dibandingkan
dengan hanya membaca lewat sebuah cerita.
e. Teater sebagai Media Komunikasi
Teater sebagai media komunikasi karena teater memberikan pesan
terhadap penikmatnya. Seperti pesan moral, agama, politik, social, dan
lainnya. Pertunjukan teater merupakan upaya mengkomunikasikan
pesan-pesan kepada masyarakat. teater sebagi media komunikasi
berfungsi sebagai representasi kehidupan yang mampu memberikan
akses informasi dan komunikasi cukup efektif. Selain itu, teater
sebagai pertunjukan mampu menghadirkan isu-isu actual seputar kritik
pembangunan dan masalah social. Masyarakat diajak untuk bebas
beribicara soal apapun dan mencermati kehidupan sehari-hari melalui
representasi yang menghadirkan lakon di atas panggung. Teater
berkomunikasi sedemikian akrab bersama penonton yang masih awam
atau pun masyarakat yang sudah begitu mengenal produk pertunjukan
lokal mereka sendiri.
4. Unsur – unsur Teater
Unsur – unsur yang terdapat dalam seni teater dibedakan menjadi dua,
antara lain:
31
a. Unsur Internal
Unsur internal merupakan unsur yang menyangkut tentang bagaimana
keberlangsungan pementasan suatu teater. Unsur internal meliputi :
1) Naskah atau Skenrio
Naskah atau scenario berisi kisah dengan nama tokoh dan dialog
yang nantinya akan dipentaskan. Naskah menjadi penunjang yang
menyatukan berbagai macam unsur yng ada yaitu pentas, pemain,
kostum dan sutradara.
2) Pemain
Pemain merupakan salah satu unsur yang paling penting dalam
sebuah pertunjukkan teater. Pemain berperan dalm menghasilkan
beberap unsur lain, seperti unsur suara dan gerak. Ada tiga jenis
pemain, yaitu peran utama (protagonist / antagois)
3) Sutradara
Sutradara merupakan salah satu unsur yang paling sentral, karena
sutradara adalah orang yang memimpin atau mengatur dan
membuat sebuah pertunjukkan. Sutradara menjadi otak dari
jalannya suatu erita, misalnya mengarahkan para aktor, membedah
naskah, menciptakan ide – ide yang berkaitan dengan
pertunjukkan.
4) Pentas
Pentas adalah salah atu unsur yang mampu menghadirkan nilai
estetika dari sebuah pertunjukkan. Didalamnya terdapat unsur
penunjang pertunjukan seperti property, tata lampu, tata ria, tata
32
busana, tata suara, music dan beberapa dekorasi lain yang
berkenaan dengan pentas.
b. Unsur Eksternal
Unsur eksternal adalah unsur yang mengurus segala sesuatu yang
berkaitan dengan hal –hal yang dibutuhkan dalam sebuah pementasan.
Unsur eksternal diantaranya tim Produksi, sutradara, stage manager,
desainer, dan crew.27
27
www.softilmu.com diakses pada 27 agustus 2017 pukul 20:00 WIB
33
BAB III
GAMBARAN UMUM PERTUNJUKAN BIB-BOB
A. Pertunjukkan Bib-bob
Bib-bob karya (alm) Rendra yang banyak diperbincangkan sejak
penampilan perdananya pada 1968 di Yogyakarta, Jakarta dan kota-kota besar
lain. Pentas teater berdurasi kurang lebih 1 jam ini, agak berbeda dengan teater
pada umumnya yang mengandalkan dialog.
Bib Bob sebagai sebuah eksperimen, adalah salah satu pertunjukan
(meminjam istilah GM) teater mini-kata yang mengandalkan kekuatan gerak
dan gestur (bahasa tubuh), sebuah konsep pertunjukan yang juga menjadi ciri
khas teater Rendra dan cukup langka dilakukan pegiat teater lainnya.
Bisa disimak, hampir 99 persen ucapan kedua tokoh utamanya hanya
mengucap kata Bib Bob dan Zzzzzzzz secara bergantian. Selebihnya berupa
simbolisasi dari gerak dan gestur para tokohnya. Tak heran bila pentas Bib
Bib begitu multi tafsir, bahkan bagi pemainnya sendiri.
Mengingat pertunjukkan ini pada masa Orde Baru dan kekangan rezim
saat itu terhadap gerak berkesenian Rendra, secara umum bisa dibilang bahwa
Bib Bob adalah kritik terhadap kakunya sistem masyarakat yang berlaku saat
itu. Soni Farid Maulana dalam salah satu resensinya tentang lakon ini (Pikiran
Rakyat, 15 November 2009) menyebutkan bahwa Bib Bob tidak hanya
mengungkap terjadinya dehumanisasi (penghilangan harkat manusia) dalam
masyarakat modern (Orba), akan tetapi juga mengungkap soal hilangnya
HAM akibat penguasa Rezim yang terlampau represif.
34
Sepeninggal Rendra, Ken Zuraida segera mengumpulkan anak-anak
Bengkel Teater Rendra seperti Daryanto Bended, Usman Agus dan lain-lain
untuk mewujudkan wasiat tersebut dan mementaskan Bib Bob. Kemudian
tidak lama setelah wafatnya Rendra, Bib Bob atau populer disebut 'drama mini
kata' pada langkah mula dipentaskan oleh Bengkel Teater Rendra di 12 kota di
Indonesia. Wasiat tersebut -selalu pada mulanya adalah menunjukkan harapan
batin WS Rendra terhadap kekalnya karya-karyanya. Dan wasiat Rendra, tentu
harus ditangkap dengan tafsir yang membuka pada pentingnya memberikan
ruang terhormat bagi jejak sejarah lahirnya fenomena teater modern di
Indonesia. Tafsir demikian menjadi niscaya,ketika kita sadar bahwa teater
modern kita pada era '50-'60-an lebih erat pada jalan satu arah, yaitu realisme
murni. Rendra membuka jalan alternatif dan warna baru pada jagad teater
modern Indonesia dengan menciptakan model Bib Bob yang keluar dari
kelaziman pada masa itu dan dianggap sebagai lakon pemberontakkan.
Namun, pemberontakkan Rendra adalah sebuah laku tanggung jawab terhadap
proses berkebudayaan. Sebuah laku yang didasarkan pada 'keyakinan' bahwa
hidup haruslah memiliki daya. Baik sebagai daya hidup dan daya cipta.
Dengan dasar itu, laku kebudayaan dan kemanusiaan tidak menjadi stagnan
pada satu titik konsentrasi laku kreasi budaya. Bib Bob pada dasarnya adalah
implikasi laku kreasi dan budaya tersebut. Rendra menunjukkan bukan saja
pada aras teknikal artistik dramaturgi baru pada panggung, tetapi ia
merangkum secara simbolik realitas-determinan dan laku dialektika filosofis
alam semesta. Baik sebagai hukum alam dan laku naluriah seperti yang
35
digambarkan dalam psiko-analisis Freud. Dua warna dalam dunia yang saling
melenyapkan secara alamiah. Baik dan buruk. Kuat dan lemah. Mengalahkan
dan dikalahkan. Hegemoni dan kertindasan. Intimidasi dan naluri bertahan.
Dehumanisasi dan humanisasi. Fuad Hasan merangkum tafsirnya pada Bib
Bob menjadi dua kata: skizofrenis dan Konflik. Tidak salah kemudian, apabila
beberapa tokoh seperti Prof. A Teeuw (Belanda) dan Karl Mertes ( Jerman )
memberikan penilaian bahwa Bib Bob adalah drama modern yang memiliki
gerak yang fleksibel dan mencerminkan setiap laku jaman. Karena Bib Bob
pada dasarnya adalah cermin besar bagi fenomena narasi laku konflik dunia
modern.Pandangan Rendra dengan demikian pada Bib Bob adalah sebuah laku
kontemplasi yang transendental dalam konteks nilai-nilai budaya modernisme.
Serta mengukuhkan pandangan Ibnu Khaldun bahwa manusia memiliki naluri
yang disebut power of the animal. Dan inilah yang kita sebut sebagai diantara
pencapaian kreatifitas budaya Rendra. 1
Menurut Ken Zuraida, penanggung jawab pertunjukan yang
merupakan istri almarhum Rendra ini menyatakan, Bib Bob diciptakan pada
bulan Oktober 1967, dan dipentaskan pertama kali pada tahun 1968. Sejak saat
itu Bib Bob selalu jadi bahan perbincangan di kalangan praktisi pertunjukan
teater. Ken juga menceritakan ihwal lahirnya Bib Bob yang dianggap berbagai
kalangan sebagai karya masterpiecenya WS Rendra.
”Suatu ketika, Dia (Rendra-red) mengalami sebuah peristiwa
menarik. Saat itu ada seorang ibu yang sedang bercakap-cakap
dengan seseorang lainnya. Dia terus memperhatikan peristiwa itu di
1 http://www.kompasiana.com/ranang/wasiat-bib-bob-rendra_550079b6813311c91afa77b9
diakses pada 20 Juni 2017 pukul 22:00 WIB
36
balik jendela seberang jalan. Dan berusaha untuk mengerti dan
memahami percakapan mereka....”
Dan Rendra pun menyimpulkan, bahwa selain bahasa lisan dan tulisan
ada juga cara lain, yakni bahasa tubuh. Dalam mengungkapkan rasa cinta pada
seseorang misalnya, ternyata bahasa verbal tidak selalu bisa memberikan
jawaban.2
Pentas teater berdurasi kurang lebih 1 jam ini, agak berbeda dengan
teater pada umumnya yang mengandalkan dialog. Bib Bob sebagai sebuah
eksperimen, adalah salah satu pertunjukan teater mini-kata yang
mengandalkan kekuatan gerak dan gestur (bahasa tubuh), sebuah konsep
pertunjukan yang juga menjadi ciri khas teater Rendra dan cukup langka
dilakukan pegiat teater lainnya. hampir 99 persen ucapan kedua tokoh
utamanya hanya mengucap kata Bib Bob dan Zzzzzzzz secara bergantian.
Selebihnya berupa simbolisasi dari gerak dan gestur para tokohnya dan
beberapa kata kunci yang mengangkat kasus yang sedang marak
diperbincangkan di masa itu. Tak heran bila pentas Bib Bib begitu multi tafsir,
bahkan bagi pemainnya sendiri.
Mengingat naskah ini ditulis pada masa Orde Baru dan kekangan
rezim saat itu terhadap gerak berkesenian Rendra, secara umum bisa dibilang
bahwa Bib Bob adalah kritik terhadap kakunya sistem masyarakat yang
berlaku saat itu.3
2 https://irvanmulyadie.blogspot.co.id/2010/02/pentas-bib-bob.html diakses pada minggu 18
juni 2017 pukul: 20:00 WIB 3 Edi Haryono, Menonton Bengkel Teater, h. 15
37
Ada tiga simbol penting yang bisa di simak dalam menyibak Bib Bob.
Pertama adalah simbol tatanan, ketertiban, keteraturan, keseragaman, bahkan
keajegan yang direpresentasikan tokoh Bib Bob dengan karakter tegas, kaku,
dan tangguh. Kedua adalah simbol kebebasan, petualangan, dan kematian
direpresentasikan tokoh Zzzzzzzz dengan memikat.
Dan ketiga adalah simbol massa yang direpresentasikan keempat tokoh
penurut tapi juga mampu jadi pembangkang. Pada simbol inilah dapat
diletakkan poin penting penafsiran Bib Bob dalam konteks masyarakat hari ini
yang tengah melaju di tengah riuhnya arus informasi media, budaya populer
dan konsumerisme, serta bagaimana globalisasi telah merombak segala
lingkup kehidupan sosial budaya. menjadi apa yang disebut mazhab Frankfurt
sebagai masyarakat satu dimensi; yakni masyarakat yang disetir demi
kepentingan pemodal untuk menjadi ajeg, kian seragam dan monoton.
Sedangkan di sisi lain ada sekelompok kecil orang yang berupaya
menyadarkan massa agar keluar dari sistem dan hidup berbeda dari orang
kebanyakan.
“Bib-bob Tema nya adalah kekuasaan. Di dalam proses latihan, timing
tidak boleh lambat, tidak boleh cepat, harus tepat. Jika tidak tepat, pesan nya
tidak sampai. Drama ini ketat sekali. Rendra menemukan teater sejenis ini
pada tahun 1968 kemudian beliau latih, sampai akhirnya menjadi sebuah
pertunjukkan. Kemudian di perbarui, pemainnya, lingkungannya,
nyanyiannya, music serta art nya. Pada saat itu dunia gempar.
38
Yang membedakan pementasan Bib-Bob dengan lainnya, saat ini kita
membutuhkan itu. Membutuhkan sosok pemimpin yang baik, tidak otoriter.
Buat saya, Bib-bob itu dakwah. Dakwah versi seniman melalui sebuah kaya,
dengan contoh kasus kemudian sampai pada tahap perenungan, dimana
penonton akan memiliki penilaian sendiri. Cerita akhir dari pertunjukannya
pun menggantung. Terserah bagaimana penonton menafsirkannya. Bib-Bob
adalah contoh keras tetapi intinya untuk mengajak kebaikan. Bib-Bob disini
mengakat kasus yang sedang hangat di perbincangkan. Menunjukkan nurani
seseorang yang tergerus karena tidak mau berfikir menanggapi sebuah
persoalan dan pemberitaan . pada akhirnya, menjadi manusia massa. Terbawa
kesana kesini”4
Menurut Goenawan Mohamad, tidak salah bila ia menyebut
pertunjukan teater tersebut adalah teater mini kata. Hampir 99 persen dialog
antara tokoh Bib-Bob (Daryanto Bended) dan tokoh Zzz( Usman Agus) hanya
mengucap kata “bib bob” dan “zzzz” yang diucap oleh kedua tokoh itu secara
bergantian. Kadang-kadang tokoh Zzzzzz mengucap juga patahan kata
berbunyi “Bulan”, “Monalisa”, “Panser”, “KPK”, dan beberapa kata lainnya,
yang disambut dengan jawaban ya yang mulia dari mulut empat tokoh lainnya
tanpa nama secara serempak (koor), yang dimainkan oleh Maryam Supraba,
Deni Setiawan, Khiva Rayanka, dan Tatang Rusmawan.
Tidak salah bila pada zamannya pertunjukan teater garapan penyair
Rendra ini cukup menggemparkan. Ini terjadi bukan hanya disebabkan
4 Wawancara Ibu Ken Zuraida pada tanggal 27 Juni 2017 di Bengkel Teater Rendra,
Cipayung Depok.
39
minimnya kata-kata yang diucapkan para tokohnya, akan tetapi juga
disebabkan daya tahan para tokohnya dalam olah tubuh, yang setiap geraknya
mengisyaratkan atau mencitrakan dialog-dialog tertentu, baik dalam konteks
kelembutan, persaudaraan, hingga kekerasan tanpa batas.
Kuasa bahasa yang diucap oleh tokoh Bib Bob dan Zzz pada satu sisi
memang mencerminkan kekuasaan tidak hanya haus kekayaan, tetapi juga
darah. Pada sisi semacam ini saya bisa mengerti dan memahami sekaligus
akan apa yang dikatakan oleh Fuad Hasan almarhum, bahwa Rendra dengan
"Bib Bob"-nya itu, tidak hanya mengungkap terjadinya dehumanisasi dalam
masyarakat modern, akan tetapi juga mengungkap soal hilangnya hak asasi
manusia (HAM) yang disebabkan oleh tindak represif para penguasa dalam
pengertian seluas-luasnya.
Rendra sendiri, ketika masih hidup, dalam percakapannya dengan
penulis, baik di Leiden maupun di Bengkel Teater Rendra di Cipayung Depok,
berkali-kali mengatakan apa yang dikreasinya itu pada satu sisi diinspirasi
oleh seni tradisi, dalam hal ini antara lain Tari Kecak Bali, yang tanpa dialog
sanggup mengomunikasikan berbagai makna spiritual. 5
“Pertunjukkan Bib-bob yang multi tafsir sebenarnya tiap penonton bisa
menceritakan masing-masing. Karena naskahnya tidak tertulis. Bib-bob disini
mengenai kekuasaan, dimana disitu terdapat pemerintah yang otoriter. Bib-
bob ini minikata. Setelah pentas ini ada beberapa kawan yang menulis tentang
bib-bob yang menyebutnya ini adalah mini kata. Bib bob adalah ide spontan.
5 http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Teater_Minikata diakses pada 20 Juni
2017 pukul 21:00 WIB.
40
Pada tahun pertama kali di pentaskan tahun 1967 durasi nya pendek 15 menit.
Namun sekarang sudah berkembang, terdapat banyak penambahan baik dari
music, dan lainnya. Karena sudah berganti pemain, tempat, dan lingkungan,
tentunya akan berbeda kemasannya. Tapi tokoh Zzzz ini durasinya agak
panjang. Karena ada politiknya, kritik sosialnya. Kalau Bib-bob seperti puisi
bisa ditafsirkn apa saja.
Bagi saya, setiap tontonan atau pertunjukan itu ya dakwah. Tetapi,
tergantung orang mengartikan dakwah itu apa. Menurut saya, dakwah aalah
sebuah tuturan kepada orang untuk mengajarkan suatu kebenaran. Semua
pertunjukan itu ada arah kesana. Semua memberikan tuturan, ada sesuatu yang
ingin diucapkan, ada misi, dan ada kemauannya. Tidak sekedar bentuk dan
keindahan. Tapi ada pesan yang akan disampaikan. Hampir semua tontonan
modern itu berdakwah. Cuma dakwahnya bermacam-macam. Ada yang
positif, ada yang negatf. Mungkin kalau yang negatif, orang tidak mau
menganggap itu dakwah. Ada yang jelas, ada yang kabur, ada yang pasti. Mau
nya seperti in, dalam artian tidak bisa ditafsirkan yang lain. Tapi ada yang
maunya ambigu. Tergantung kita menerimanya. Nah, bib-bob ini ambigu. jika
dakwah dalam pengertian baku kan satu arah. Tidak bisa ditafsirkan lain.
Maka kalo ditafsirkan yang lain , bisa salah. Tapi kalo pertunjukan modern
seperti bib-bob ini, bisa diartikan macam-macam. 6
6 Wawancara Putu Wijaya, pada tanggal 27 Juli 2017 pukul 16;00 di Astya Puri
41
B. Profil Sutradara
1. Profil WS. Rendra
Nama Lengkap : Willibrordus Surendra Broto Rendra
Alias : WS Rendra
Profesi : Sastrawan
Agama : Islam
Tempat Lahir : Solo, Jawa Tengah
Tanggal Lahir : Kamis, 7 November 1935
Zodiac : Scorpion
Warga Negara : Indonesia
Istri : Ken Zuraida
Anak : Teddy Satya Nugraha, Andreas Wahyu Wahyana,
Daniel Seta, Samuel Musa, Klara Sinta, Yonas
Salya, Sarah Drupadi, Naomi Srikandi, Rachcel
Saraswati, Isaias Sadewa, Maryam Suparba
Ayah : R. Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo
Ibu : Raden Ayu Catharina Ismadillah
42
2. Profil Ken Zuraida
Nama Lengkap : Ken Zuraida
Tempat, Tanggal lahir : Salatiga, 15 Mei 1954
Agama : Islam
Pasangan : W.S. Rendra (1976–2009)
Profesi : Aktris, sutradara dan produser teater
Anak : Maryam Supraba, Isaias Sadewa
Pendidikan : Universitas Padjadjaran, Akademi Seni
Rupa dan Desain Akseri
Kiprah kesenian :
a. Tahun 1960-an teater kanak-kanak di lingkungan terbatas
b. Sejak 1975 berpentas sebagai Setyawati dalam Kisah Perjuangan
Suku Naga produksi Bengkel Teater di Jakarta, Bandung dan
Surabaya. Selanjutnya dalam drama “Egmont” di Teater Terbuka,
Taman Ismail Marzuki pada tahun yang sama.
c. Tahun 1985 menangani artistik panggung di pentas baca sajak
Rendra di gedung besar beberapa kota.
43
d. Tahun 1986 artistik direktor pentas Panembahan Reso.
e. Costume dan Set Desi gner's Rendra's adaptasi Hamlet 1990, TIM
Jakarta
f. Tahun 1987 mengubah suasana gereja St. Ann di New York
untuk pentas “Selamatan Anak Cucu Sulaeman”, lalu di Tokyo,
Hiroshima, pentas berikutnya di kota besar di Indonesia dan th
1998 di Kwachon, Korea Selatan.
g. Koreografer dan penari "Nocturno", di Malang dan Bandung 1994
h. Produser bersama Rendra, dan Agus.S.Sarjono, Internasional
Puisi Indonesia tur ke Belanda, Jerman, Austria, Palestina,
Maroko, Malaysia, Makasar, Bandung dan Solo, 2002
i. Menulis Wayang Plastik Drama Akarawa, penampilan di sekolah
umum di Sumatera dan Jawa
j. Membaca puisi Brigitte Oleschinski TIM Jakarta, 2003
k. Sejak itu menangani pentas “Oidipus Sang Raja” serta pentas-
pentas di luar negeri hingga “Sobrat”, 2005, di Graha Bhakti
Budaya, Jakarta.
l. Tenaga ahli artistik di beberapa pentas di Eropa, juga Asia.
m. Sebagai pemain Nenek berusia 678 tahun dalam pentas berdua
dengan Rendra “Kereta Kencana” memperoleh pujian di kota-
kota besar Indonesia hingga Kuala Lumpur Malaysia.
n. Menerjemahkan drama dari bahasa asing ke dalam bahasa
Indonesia untuk beberapa pentas grup drama di Indonesia.
44
o. Menulis Monolog dan memainkannya sendiri pada festival
Monolong di Taman Ismail Marzuki, 2005.
p. Beberapa bulan menyutradarai Pementasan Teater Nyai
Ontosoroh pada tahun 2006, tapi tidak jadi tayang karena
penyutradaraan kemudian digantikan oleh Wawan Sofwan pada
tahun 2007.
q. Menyutradarai pertunjukan naskah Mastodon dan Burung Kondor
karya W.S Rendra dan berpentas di tiga Kota, Jakarta (2011),
Surabaya (2011), dan Bandung (2012).
r. Menyutradarai pertunjukan keliling naskah Kalung Mutiara
Barzanji, didukung oleh 98 santri dari 9 pesantren se-Babakan
Ciwaringin Cirebon (2014)
3. Biografi W.S Rendra
Willibrordus Surendra Broto Rendra atau populer dengan nama
W.S. Rendra dikenal sebagai sastrawan ternama yang mendapat
julukan 'si Burung Merak' dari sahabatnya, (alm.) Mbah Surip.
Kabarnya, inisial W.S berubah menjadi Wahyu Sulaiman, setelah
Rendra menjadi seorang muslim. Rendra adalah anak dari pasangan R.
Cyprianus Sugeng Brotoatmodjo dan Raden Ayu Catharina Ismadillah.
Ayahnya merupakan seorang dramawan tradisional dan guru Bahasa
Indonesia dan Bahasa Jawa di sekolah Katolik, Solo, sedangkan
ibunya adalah penari serimpi di keraton Surakarta. Rendra semula
45
adalah seorang Kristen, tetapi kemudian ia menjadi muallaf yang
memeluk Islam ketika menikahi istrinya yang kedua.
Pria yang pernah menikah tiga kali ini mulai mengenal sastra
saat kuliah di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia aktif menulis
ratusan cerpen dan esai di berbagai majalah, ia juga menciptakan sajak
dan lagu. Bakat sastra Rendra sudah mulai terlihat ketika ia masih
duduk di bangku SMP. Saat itu ia menunjukkan kemampuannya
dengan menulis puisi, cerita pendek dan drama untuk berbagai
kegiatan sekolah. Ia juga mementaskan beberapa drama karyanya dan
tampil sebagai pembaca puisi yang sangat berbakat. Puisi Rendra
berhasil dipublikasikan ke media massa untuk pertama kalinya di
majalah Siasat pada 1952. Setelah itu puisi-puisinya lancar mengalir
muncul di majalah lain, terutama majalah era 60-an dan 70-an, seperti
Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi, dan Siasat Baru. Selain di dalam
negeri, karya-karya Rendra juga terkenal di luar negeri. Banyak
karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa asing, di
antaranya bahasa Inggris, Belanda, Jerman, Jepang dan India.
Pria asal Solo ini juga aktif mengikuti festival-festival di luar
negeri, di antaranya The Rotterdam International Poetry Festival (1971
dan 1979), The Valmiki International Poetry Festival, New Delhi
(1985), Berliner Horizonte Festival, Berlin (1985), The First New
York Festival Of the Arts (1988), Spoleto Festival, Melbourne,
46
Vagarth World Poetry Festival, Bhopal (1989), World Poetry Festival,
Kuala Lumpur (1992), dan Tokyo Festival(1995).
Sementara itu, drama pertama Rendra yang ia pentaskan ketika
SMP adalah Kaki Palsu. Kemudian ketika SMA, drama Orang-orang
di Tikungan Jalan berhasil mendapat penghargaan dan hadiah pertama
dari Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Yogyakarta. Rendra sempat mengecap pendidikan di Amerika pada
tahun 1964-1967. Sepulangnya dari Amerika Serikat, Rendra sempat
mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967 dan juga
Bengkel Teater Rendra di Depok. Rendra juga aktif membintangi
sejumlah pertunjukan teater, yang di antaranya adalah Orang-orang di
Tikungan Jalan, SEKDA, Mastodon dan Burung Kondor, Hamlet,
Macbeth, Oedipus Sang Raja, Kasidah Barzanji dan Perang Troya
Tidak Akan Meletus. Prof. A. Teeuw, di dalam bukunya Sastra
Indonesia Modern II (1989), berpendapat bahwa dalam sejarah
kesusastraan Indonesia modern, Rendra tidak termasuk ke dalam salah
satu angkatan atau kelompok seperti Angkatan 45, Angkatan 60-an,
atau Angkatan 70-an. Dari karya-karyanya terlihat bahwa ia
mempunyai kepribadian dan kebebasan sendiri.
Rendra tutup usia pada 6 Agustus 2009. Ia menghembuskan
napasnya yang terakhir setelah sebelumnya sempat dirawat di RS
Harapan Kita dan RS Mitra Keluarga, Depok, akibat komplikasi.
47
Pendidikan :
a. SD-SMU Katolik, St. Yosef, Solo (tamat pada tahun 1955)
b. Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra dan Kebudayaan,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta (tidak tamat)
c. Mendapat beasiswa American Academy of Dramatical Art (1964-
1967)
Karier :
Sastrawan
Penghargaan :
a. Hadiah Pertama Sayembara Penulisan Drama dari Bagian
Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Yogyakarta
(1954)
b. Hadiah Sastra Nasional BMKN (1956)
c. Hadiah Puisi dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional
(1957)
d. Anugerah Seni dari Departemen P & K (1969)
e. Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1970)
f. Hadiah Seni dari Akademi Jakarta (1975)
g. Hadiah Yayasan Buku Utama, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan (1976)
h. Penghargaan Adam Malik (1989)
i. The SEA Write Award (1996)
48
j. Penghargaan Achmad Bakri (2006)7
4. Biografi Ken Zuraida
Ken Zuraida lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 15 Mei 1954,
berusia 63 tahun. Beliau adalah aktris, sutradara dan produser teater
berkebangsaan Indonesia. Beliau juga dikenal sebagai istri sastrawan,
aktor legendaris Indonesia, W.S. Rendra. Sepeninggal Rendra, Ken
Zuraida melanjutkan pertunjukan-pertunjukan Bengkel Teater Rendra,
selaku produser dan sutradara.
Sejak kecil, Ken Zuraida sudah akrab dengan lingkungan
alamiah sekaligus dididik oleh keluarga yang sangat memegang teguh
pendidikan dan budayaan. Ia tumbuh dengan kepekaan naluriah amat
kuat dan kecerdasan kebudayaan lingkungan yang berlapis-lapis. Ini
antara lain karena selalu bergerak di antara lingkungan elitis dan
lapisan di bawahnya, antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, di mana ia
menghayati masa remajanya di kota Bandung.
Pendidikan :
a. Unpad, Bandung (1973)
b. Akademi Seni Rupa Indonesia, Yogyakarta (1974)
Karier :
Ia terlibat di Bengkel Teater Rendra sejak 1974 hingga sekarang.
Kegiatannya dari daerah ke daerah lain selama lebih 30 tahun itu
7 https://profil.merdeka.com/indonesia/w/willibrordus-surendra-broto-rendra/ diakses pada
20 Juni 2017 pukul 22:30 WIB
49
sampai ke hampir sebagian besar kota di dunia. Selain mengorganisir
keseharian Bengkel Teater Rendra, ia juga mempraktikan metode-
metode latihan yang selama ini digali Rendra bersama bengkelnya.
Kiprah kesenian :
a. Tahun 1960-an teater kanak-kanak di lingkungan terbatas
b. Sejak 1975 berpentas sebagai Setyawati dalam Kisah Perjuangan Suku
Naga produksi Bengkel Teater di Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Selanjutnya dalam drama “Egmont” di Teater Terbuka, Taman Ismail
Marzuki pada tahun yang sama.
c. Tahun 1985 menangani artistik panggung di pentas baca sajak Rendra
di gedung besar beberapa kota.
d. Tahun 1986 artistik direktor pentas Panembahan Reso.
e. Costume dan Set Designer's Rendra's adaptasi Hamlet 1990, TIM
Jakarta
f. Tahun 1987 mengubah suasana gereja St. Ann di New York untuk
pentas “Selamatan Anak Cucu Sulaeman”, lalu di Tokyo, Hiroshima,
pentas berikutnya di kota besar di Indonesia dan th 1998 di Kwachon,
Korea Selatan.
g. Koreografer dan penari "Nocturno", di Malang dan Bandung 1994
h. Produser bersama Rendra, dan Agus.S.Sarjono, Internasional Puisi
Indonesia tur ke Belanda, Jerman, Austria, Palestina, Maroko,
Malaysia, Makasar, Bandung dan Solo, 2002
50
i. Menulis Wayang Plastik Drama Akarawa, penampilan di sekolah
umum di Sumatera dan Jawa
j. Membaca puisi Brigitte Oleschinski TIM Jakarta, 2003
k. Sejak itu menangani pentas “Oidipus Sang Raja” serta pentas-pentas di
luar negeri hingga “Sobrat”, 2005, di Graha Bhakti Budaya, Jakarta.
l. Tenaga ahli artistik di beberapa pentas di Eropa, juga Asia.
m. Sebagai pemain Nenek berusia 678 tahun dalam pentas berdua dengan
Rendra “Kereta Kencana” memperoleh pujian di kota-kota besar
Indonesia hingga Kuala Lumpur Malaysia.
n. Menerjemahkan drama dari bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia
untuk beberapa pentas grup drama di Indonesia.
o. Menulis Monolog dan memainkannya sendiri pada festival Monolong
di Taman Ismail Marzuki, 2005.
p. Beberapa bulan menyutradarai Pementasan Teater Nyai Ontosoroh
pada tahun 2006, tapi tidak jadi tayang karena penyutradaraan
kemudian digantikan oleh Wawan Sofwanpada tahun 2007.
q. Menyutradarai pertunjukan naskah Mastodon dan Burung Kondor
karya W.S Rendra dan berpentas di tiga Kota, Jakarta (2011), Surabaya
(2011), dan Bandung (2012).
r. Menyutradarai pertunjukan keliling naskah Kalung Mutiara Barzanji,
didukung oleh 98 santri dari 9 pesantren se-Babakan
Ciwaringin Cirebon (2014)
51
5. Tim Produksi Bib-bob
Category : Drama
Genre : Mini kata
Cast : Daryanto Bended, Usman Agus, Deni Setiawan,
Isaias Sadewa, Khiva Rayanka, Tatang
Rusmawan, Muh. Fadil
Crew : Ega, Fery, Edi Haryono, Iwan Burnani, Toni,
Haris N.
Director : Ken Zuraida
Producer : Ken Zuraida
Art director : Bambang Isworo, Lili Suardi, Otiq Pakis
Music director : Yadi Keduk, Zaky, Cahyo Harimurti, Monik
Sekar B, Maryam Supraba, Dewo dan Owed
52
BAB IV
ANALISIS SEMIOTIK PESAN NON VERBAL MELALUI TEATER
DALAM PERTUNJUKKAN BIB-BOB W.S RENDRA
A. Pesan Non Verbal dalam Pertunjukkan Bib-bob
Dalam pertunjukkan Bib-bob yang berdurasi satu setengah jam dan dengan
sedikit kata-kata, Bib-bob mampu memberikan pesan yang bisa diambil sisi
positif nya dari pertunjukkan ini secara tersirat. Pesan non verbal yang
disajikan dalam pertunjukkan ini adalah pesan yang disampaikan oleh seorang
Seniman, melalui proses perenungan. Walaupun tergambar pada adegan
banyak mengandung kekerasan, namun disinilah peran Seniman untuk
menyampaikan dakwahnya yang melalui “perenungan” . penonton dapat
mengambil pelajaran dari apa yang penonton saksikan. Pertunjukkan ini
sangat mengajak penontonnya untuk berfikir dan merenung agar tidak sampai
pada tahap “terbawa” atau mencontoh dari pertunjukkan tersebut. Disitu lah
guna nya proses berfikir dan perenungan pada saat menonton video atau
pertunjukkan Bib-Bob itu, agar penonton tidak keluar dari kaidah-kaidah
agama Islam.
Ada banyak pesan non verbal yang dapat diambil melalui pertunjukkan
tersebut yang diperankan oleh tokoh Bib=Bob dan tokoh Zzz. Diantaranya :
a. Tokoh Bib-bob
Bib-bob adalah sosok yang tinggi, kekar, gerakannya macho,
berkuasa. Pada adegan ke dua, Diiringi lagu durma, yang merupakan
53
bentuk komposisi tembang jenis macapat (terdapat di Jawa, Sunda,
Bali), biasanya untuk melukiskan cerita-cerita keras (perkelahian,
perang) , yang jika dibahasa Indonesiakan sebagai berikut :
Ada kabar apa di jalan?
Di jalan ada orang mati
Mati karena apa
Mati teraniaya
Tertusuk ulu hati menembus belikat
Nyawa hilang tinggal mayat mengering
Dari lirik tersebut, menjelaskan bahwa musik juga dapat
mengantarkan pesan terhadap penontonnya. Dapat menggambarkan
pula situasi dan kondisi yang sedang terjadi saat itu.
Para koor (orang-orang) masuk membentuk formasi duduk
bersila tegak. Kemudian Bib-bob bergerak menghampiri para koor
tersebut sambil berkata “Bib-bob” dan mengulang kata tersebut
sepanjang gerakan yang dilakukan. Gerakan dan setiap langkah Bib-
bob terlihat sangat tegas, keras, dan yakin. Seakan yakin dia lah yang
berkuasa. Kemudian kembali menghampiri satu per satu dengan tujuan
memaksa orang itu untuk mendukungnya dengan berkata “bib-bob”
berulang-ulang. Dan keempat orang itu mengikutinya dan Zzz menarik
selendang merah yang dikenakan Bib-bob pada pinggangnya dan
selendang merah yang dikenakan Bib-bob sebagai simbol kekuasaan.
Di dalam Akhlak Agama Islam terdapat empat point yang
ditinjau dari pesan non verbal pada tokoh Bib-bob ini. yaitu dilihat dari
bentuk Fisik dan Sifat. Bib-bob adalah sosok yang berkepala botak,
54
berbadan tinggi, kekar, dan macho. Bib-bob terlihat sangat tegas,
keras, dan yakin. Seakan yakin dia lah yang berkuasa.
Dilihat dari bentuk fisik dan sifat tokoh tersebut merupakan
sebuah simbol yang menggambarkan keangkuhan dan kesombongan.
Yang mana sifat seperti Bib-Bob tidaklah baik untuk dicontoh. Seperti
yang dijelaskan pada surat Al-Luqman ayat 18 :
“dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia
(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi
dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang sombong lagi membanggakan diri.”(QS. Al-Luqman:18) 1
Ayat ini mengajarkan akhlak yang mulia yaitu bagaimana
seorang muslim sebaiknya bersifat ketika berbicara, dimanakah
pandangan wajahnya. Dalam ayat ini diajarkan agar seorang
muslim tidak bersifat sombong. Inilah yang dinasehatkan Luqman
kepada anaknya.
Dilihat dari tokoh Bib-bob ini, bertolak belakang dengan
apa yang diajarkan Al-Qur’an di dalam surat Al-Luqman bahwa
sejatinya umat Muslim harus berbuat baik antar sesamanya, karena
umat muslim adalah cerminan bagi muslim lainnya, dari Abu
Hurairah, “Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
المؤمن مسآة أخيه، إذا زأى فيه عيبا أصلحه
“Seorang muslim adalah cerminan bagi muslim lainnya”
1
55
b. Tokoh Zzz
Tokoh Zzz dengan gaya tubuh lepas melenggak-lenggok.
Wajahnya menyeringai dan mengucapkan tiada lain hanya desisan
berbunyi “Zzzzzzzz” yang keluar dari bibirnya. Gerakannya lebih
gemulai, lebih lembut. Tubuhnya kecil, kurus. Pada durasi ke 12:47 –
13: 09 menunjukkan saat Zzzz Bergerak kearah orang-orang, dengan
gerakan lembut, perlahan namun pasti gerakannya dari sudut satu ke
sudut lainnya menghampiri satu per satu dari mereka. Sambil
mengeluarkan desisan “Zzzzz” secara berulang-ulang. Terdengar
seperti mendesis panjang, dengan tujuan mengajak orang-orang
tersebut untuk mendukung Zzzz. Namun belum ada respon positif dari
orang-orang tersebut. Kemudian Zzzz seketika menghentak salah satu
orang, kemudian memukulnya.
Dalam agama Islam dalam surat An-Nas, ayat tersebut
dijelaskan mengenai Allah sebagai Tuhan dari Manusia dan godaan
serta gangguan Jin dan Syaitan yang mana mengganggu dengan
bisikan-bisikan di dalam hati setiap manusia.
“katakanlah: „aku berlindungkepada Tuhan (yang memeilhara dan
menguasai) manusia. Raja manusia. Sembahan manusia. Dari
kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi. Yng membisikkan
(kejahatan) ke dalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan
manusia”
56
Dilihat dari perpektif Agama Islam, dalam pesan non verbal
yang disampaikan tokoh Zzz ini menyerupai sifat syaitan, dilihat dari :
1) Gerakannya tubuhnya yang lentur dan elastis, seperti tidak ada
batas antara ruang dan waktu. Seperti tubuh syetan yang tidak
terliat oleh kasat mata. Sehingga dapat menembus ruang dan
waktu.
2) Vokal dari tokoh Zzz yang terdengar dari desisan dan gumaman
tanpa ada kata verbal lainnya dan dilakukan secara berulang-ulang.
Terdengar seperti mendesis panjang, dengan tujuan mengajak
orang-orang tersebut untuk mendukung tokoh Zzzz. Seperti hal nya
orang yang sedang berbisik. Sifat tersebut sama dengan sifat syetan
yang selalu membisikan umat manusia untuk keluar dari jalan yang
benar.
c. Tokoh Orang-orang
Alih-alih sekedar figuran, justru menjadi subjek panggung sebagai
pelengkap adegan yang menjadi korban pelampiasan dari tokoh Bib-
bob dan tokoh Zzz. Yakni empat orang duduk tegap bersidekap
memandang kosong ke depan. Tokoh orang-orang adalah cerminan
sifat dari manusia yang tidak memiliki pendirian yang kuat. Sehingga
dapat dengan mudahnya terpengaruh atau bahkan menjadi budak-
budak zaman. Empat tokoh anonim inilah yang tiap kali didekati tokoh
Bib Bob atau tokoh Zzz, lantas mematuhinya dengan kompak. Dalam
akidah agama Islam dalam Hadis yang diriwayatkan bukhori :
57
تـي قسني ثم الرين يلون هم ثم الرين يلونه خيس أم
“sebaik-baik umatku adalah pada masaku. Kemudian orang-orang
setelah mereka (generasi berikutnya, lalu orang-orang yang
setelah mereka.”(Shahih AI-Bukhori,no.3650)
Hadist ini menjelaskan mengenai generasi terbaik umat manusia
adalah para sahabat Nabi (mereka adalah sebaik-baiknya manusia). Di
dalam empat tokoh orang-orang ini merupakan gambaran orang-orang
yang tidak teguh terhadap pendiriannya, sehingga dapat dengan mudah
terpengaruh oleh ajakan-ajakan yang bisa menjerumuskan, dan sifat
seperti ini lah yang tidak diajarkan oleh Nabi Muhammad.SAW,
seperti yang diajarkan Nabi Muhammad.SAW di dalam hadist nya
yang mana mengajarkan bahwa sebaik-baiknya umat manusia
khususnya umat Islam adalah pada masaKu. Substansi dari hadist ini
harus mengikuti ajaran-ajaran Nabi (sunnah) dan menjauhi larangan-
laranganNya, sudah jelas pembahasan dalam hadis ini, bahwa manusia
harus memiliki tujuan dalam hidupnya. Sebagaimana yang
digambarkan dari keempat tokoh orang-orang dalam pertunjukkan ini
yang tidak memiliki pendirian dan hanya menjadi pengikut orang-
orang yang berkuasa, maka selamanya akan menjadi pengikut. Serta
dampak dari orang-orang yang tidak memiliki pendirian hanya akan
menjadi budak-budak zaman.
Untuk mengetahui makna Denotasi, Konotasi, mitos dan pesan non verbal
dalam pertunjukan Bib-Bob, dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
58
B. Makna Denotasi, Konotasi, Mitos
Gambar 1
Adegan 1
Durasi : 10:47 – 13:09
Denotasi Pada adegan awal diiringi music dan lampu temaram,
nampak tokoh Bib-bob dan orang-orang yang sedang
berjalan menuju pelataran di sudut ruang. Terdapat barang-
barang yang terlihat mistis seperti tampah, dupa, pohon
kecil, dan boneka .
Konotasi Mereka terlihat menyembah sesajen, meletakan boneka
sebagai symbol sebuah tumbal.
Mitos Dengan melakukan ritual tersebut, dipercaya akan
mendapatkan kemenangan, kesejahteraan,dan kemakmuran
dalam hidupnya.
Pesan
non verbal
Sebagai umat muslim, tidak dianjurkan untuk mendapatkan
kesejahteraan dalam hidup dengan cara seperti itu. Tidak
juga dibenarkan dalam agama Islam untuk mendapatkan
sesuatu yang kita inginkan dengan melakukan ritual
sesembahan seperti itu. Sesungguhnya dalam surah Al-
Ikhlas ayat 1-4 dijelaskan dijelaskan mengenai ke-ESAan
59
Allah sebagai pencipta bumi dan langit serta seluruh isinya
baik yang hidup maupun mati, dan sebagai manusia harus
menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya
Gambar 2
Adegan : 2
Durasi : 14:08 - 48
Denotasi Diiringi music dan lagu durma, para koor (orang-orang)
masuk membentuk formasi duduk bersila tegak. Makna
denotasi terdapat pada lirik atau lagu durma tersebut yang
menyimbolkan sebuah peperangan, atau perkelahian
sehingga dapat menjadi tanda terhadap situasi bahwa ada
kabar di jalan, yakni kabar orang mati, mati karena di
aniaya.
Konotasi Ketika mendengar music tersebut, kemudian Bib-bob
bergerak menghampiri para koor tersebut sambil berkata
“Bib-bob” dan mengulang kata tersebut sepanjang gerakan
yang dilakukan. Gerakan dan setiap langkah Bib-bob
terlihat sangat tegas, keras, dan yakin. Seakan yakin ia lah
60
yang berkuasa. Kemudian
kembali menghampiri satu per satu dengan tujuan
memaksa orang itu untuk mendukungnya dengan berkata
“bib-bob” berulang-ulang. Dan keempat orang itu
mengikutinya. Kemudian Bib-bob bergerak menghampiri
Zzzz dengan gaya yang sedikit mengejek dan gerak
melakukan perlawanan. Lalu Zzz bergerak melawan Bib-
bob dengan memukul bahu hingga membuat Bib-bob
terjatuh. Dan Zzz menarik selendang merah yang
dikenakan Bib-bob pada pinggangnya. Dengan tujuan ingin
merebut selendang merah tersebut sebagai symbol
kekuasaan.
Mitos Mitosnya lagu durma adalah salah satu lagu dlam macapat.
Macapat adalah kumpulan lagu jawa yang mencakup
sebelas pakem (Dhanggula, mijil, pocung, megatruh,
gambuh, sinom, maskumambang, pangkur, durma,
asmarandana, dan kinanthi).
Setiap tembang dalam Macapat mencerminkan watak yang
berbeda- beda. Durma, disebut sebagai bagian Macapat
yang mencerminkan suasana atau sifat keras, sangar, dan
suram. Bahkan kadang menggunakan hal-hal yang angker
dalam kehidupan. Untuk lagu-lagu ritual biasanya tidak
berdiri sendiri untuk memfungsikannya. Lagu itu
61
dinyanyikan dengan iringan syarat ritual yang lain. Setiap
ritual atau syesajinya biasanya sangat spesifik. Jika tidak
menggunakan sesaji tersebut, lagu yang dinyanyikan tidak
akan berpengaruh.
Seperti halnya ritual sesembahan pada pertunjukkan ini.
Pesan
Non Verbal
Tembang atau nyantian-nyanyian seperti itu adalah
nyanyian orang-orang yang hendak melakukan
persembahan. Dalam Islam, baiknya melantunkan
sholawat-sholawat, menyebut asma Allah demi
mendapatkan keberkahan dan keselamatn dalam hidup.
Gambar 3
Adegan : 3
Durasi : 17:54 – 24:7
Denotasi Bergerak ke arah orang-orang, dengan gerakan lembut,
perlahan namun pasti gerakannya sampai dari ujung ke
ujung menghampiri satu per satu dari mereka. Sambil
mengucapkan “Zzzzz” secara berulang-ulang.
Terdengar seperti mendesis panjang. Engan tujuan
mengajak orang-orang tersebut untuk mendukung Zzzz.
62
Namun belum ada respon positif dari orang-orang
tersebut. Kemudian Zzzz seketika menghentak salah
satu orang, kemudian memukulnya.
Konotasi Aksi kekerasan tersebut dikarenakan orang-orang tidak
ada yang mau menuruti perintah dari Zzz. Oleh sebab
itu Zzz melampiaskan amarahnya terhadap orang-orang
tersebut dengan menganiaya nya.
Mitos Tokoh Zzz merasa dirinya yang berkuasa, karena itu
semua orang harus tunduk serta patuh dan mengikuti
perintah-perintahnya. Jika tidak, maka dengan bebasnya
Zzz dapat memberikan sanksi terhadap rakyat nya atau
orang-orang itu.
Pesan
Non Verbal
Tidak dianjurkan dalam Islam seorang pemimpin
bersikap kasar. Karena Rasulullah SAW mengingatkan
di dalam sabda nya, “Sebaik-baiknya pemimpin kalian
ialah orang-orang yang kalian mencintai mereka, dan
mereka mencintai kalian. Sedangkan seburuk-buruknya
pemimpin kalian ialah orang-orang yang kalian
membenci mereka dan mereka pun membenci kalian,
juga yang kalian menghujatnya dan mereka menghujat
kalian.” (HR Muslim dari Auf bin Malik).
63
Gambar 4
Adegan 3
Durasi: 32:16 - 33:00
Denotatif Bib-bob berjalan menghampiri orang-orang kemudian
memaksa satu per satu orang itu dengan mengadu kepala
seraya berkata “Bib-bob” yang artinya, orang-orang
dipaksa untuk menuruti perintah Bib-bob dan mendukung
Bib-bob menjadi pemimpin mereka.
Konotatif Sama hal nya dengan Zzz, Bib-bob layak nya penguasa
yang sedang mempengaruhi rakyatnya agar mereka
menurutinya.
Mitos Mitosnya adalah, Siapa orang yang disegani, di takuti
oleh rakyatnya, maka dia dianggap yang paling berkuasa.
Pesan
Non Verbal
Allah menyebutkan di dalam ayat-Ny, “Sesungguhnya
telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat
belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin.” (QS at-Taubah : 128)
64
Ayat ini mendorong jiwa para pemimpin untuk selalu
sehati dan memiliki solidaritas yang tinggi terhadap umat
atu rakyatnya. Adanya sikap yang merakyat, kasih
sayang, dan menginginkan kebaikan warga yang menjadi
amanahnya adalah sifat-sifat utama yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin. Sehingga ia mendapat keutamaan
dan keselamatan di duni dan di akhirat.
Gambar 5
Adegan : 4
Durasi : 34:42 – 34:53
Denotasi Melihat perlakuan Bib-bob, Zzz kesal, tidak senang
dengan tindakannya yang ingin merebut kekuasaan secara
otoriter. kemudian Zzzz bergerak mengambil dan menarik
selendang yang dikenakan Bib-bob.
Konotasi Direbutnya selendang Bib-bob oleh Zzz, seakan Zzz
merasa dirinya lah yang lebih pantas mendapatkan
kekuasan tersebut, merasa lebih pantas, dan merasa lebih
baik dari Bib-bob
65
Mitos Selendang merah disini diartikan symbol kekuasaan.
Pesan
Non Verbal
Simbol selendang yang sedang diperebutkan oleh kedua
tokoh Bib-Bob dengan tokoh Zzz merupakan tarik
menarik antara hak dan kewajiban inilah yang kemudian
Islam memberikan petunjuk bagaimana sebaiknya
Muslim memilih pemimpin. Beberapa isyarat Rasulullah
mengatakan, “Barang siapa yang mengangkat seseorang
untuk mengurus urusan Mukmin padahal ia tahu ada
orang yang lebih pantas untuk mengurus itu, maka berarti
ia telah berkhianat kepada Allah, khianat kepada
Rasulullah, dan khianat terhadap orang Mukmin.” (HR
Hakim).
Gambar : 6
Adegan : 4
Durasi : 35:12 – 35:27
Denotasi Bib-bob dengan gerakan perlawanannya berusaha merebut
selendang merah itu dari tangan Zzzz, namun kekuatan
66
Zzzz lebih kuat dari Bib-bob sehingga selendang merah itu
jatuh ke tangan Zzzz dan dengan tegasnya Zzzz
membentangkan selendang merah itu ke atas dengan kedua
tangannya.
Konotasi Sikap Zzz seperti itu membuat dirinya semakin percaya
diri, menganggap bahwa Zzz telah berhasil mengalahkan
Bib-bob.
Mitos Karena selendang merah dipercaya sebagai symbol
kekuasaan, maka siapapun yang berhasil mendapatkan
slendang merah tersebut dianggap yang paling kuat dan
berhasil mendapatkan kekuasaan dan menjadi pemimpin
diantara mereka.
Pesan
Non verbal
Pada dasarnya umat taat kepada pemimpin. Namun,
keharusan taat ini, tidak berarti masyarakat kehilangan
fungsi control. Terlepas dari apakah pengontrolan itu
terlembaga atau tidak. Islam tetap mengisyaratkan srtiap
individu untuk melakukan control terhadap berbagai
kemungkaran, termasuk yang dilakukan oleh
pemimpinnya.
67
Gambar : 7
Adegan : 4
Durasi : 36:10 – 36:45
Denotasi Dengan gerakan yang sudah mulai melemah dan tak
berdaya, Bib-bob menghampiri satu per satu orang-orang
sambil mengucapkan kata “Bib-bob” berulang kali.
Seakan mengajak orang-orang untuk mengikutinya.
Namun tidak ada satu pun yang mengikuti.
Konotasi Sikap Bib-bob yang seperti itu seakan sedang mencari
pembelaan terhadap Bib-bob. Namun tidak satu pun yang
merespon nya.
Mitos Bib-bob dengan gerakan perlahan seakan menunjukkan
bahwa Bib-bob tidak mau kalah dengan Zzz, tetap
berusaha meyakinkan pada mereka bahwa Bib-bob lah
pemimpin yang sebenarnya.
Pesan
Non Verbal
Dapat dipastikan bahwa pemimpin yang dipilih adalah
mereka yang adil atau yang paling berpotensi untuk
berbuat adil. Sedangkan orang yang paling jauh dengan-
Nya adalah pemimpin yang jahat.” (HR Tirmidzi).
68
Gambar 8
Adegan : 4
Durasi : 42:01 – 43:00
Denotasi Bib-bob memakai selendang merah yang diberikan oleh
Zzz tersebut .ini merupakan bagian dari tipu muslihat
yang dilakukan Zzz.
Konotasi Dengan sikap yang terlihat “mengalah” Seolah bersikap
baik dengan memberikan selendang merah tersebut,
Mitos Berpura-pura maenjadi baik, dengan harapan ketika
kejahatan Bib-bob dilawan dengan kelembutan Zzz (yang
padahal itu hanya tipu muslihat saja) maka Zzz akan
mendapatkan hasil yang baik.
Pesan
Non Verbal
Menurut pandangan Ikhwanul Muslimin Islam yang hanif
ini mengharuskan pemerintahannya tegak di atas kaidah
system social yang telah digariskan oleh Allah untuk
Umat manusia. Ia tidak menghendaki terjadinya
kekacauan dan tidak membiarkan umat islam hidup tanpa
pemimpin.
69
Gambar 9
Adegan : 4
Durasi : 50:58 – 51:20
Denotasi Bib-bob dan Zzz sama-sama tergelegak. Kemudian
perlahan orang-orang mendekati Bib-bob dan Zzz,
namun orang-orang itu lebih berempati kepada Zzz,
berusaha menyadarkan Zzzz, dan membangkitkan Zzz
kembali.
Konotasi Karena masyarakat mengira tokoh Zzz dirasa lebih baik
dari Bib-bob, kerena itu orang-orang lebih berempati
kepada Zzz, dengan berupaya mendekati Zzz untuk
menolongnya.
Mitos Orang-orang akan menilai atas apa yang terlihat dalam
diri orang tersebut. Ketika kita berbuat baik, maka orang
pun akan bersikap baik pulakepada kita, namun
sebaliknya.
Pada adegan ini, orang-orang menilai bahwa sejahat-
jahatnya Zzz masih ada sisi baik nya yang bisa dilihat.
Sehingga membuatnya merasa iba dan empati. Dengan
70
lebih memilih menolong Zzz daripada Bib-bob.
Pesan
Non Verbal
Dengan cara yang berbeda, tokoh Zzz yang terlihat lebih
baik dimata orang-orang, berhasil membuat orang-orang
tersebut berempati kepadanya.
Gambar 10
Adegan : 4
Durasi : 57:39 – 59:02
Denotasi Zzz mengangkat kedua tangannya sementara rang-orang
dibuatnya tewas. Lalu mengucapkan dialog “Tidak ada
Bib-bob” yang berarti Zzz merasa dirinya yang berhasil
mengalahkan Bib-bob dan dirinya yang berhak berkuasa.
Konotasi Pada akhir cerita, Zzz mengucapkan dialog “TIDAK
ADA BIB-BOB” dengan kedua tangan membentang ke
atas secara kuat.
Mitos Melihat Bib-bob tergeletak (tewas) Zzz merasa sangat
yakin. Bahwa sudah tidak ada lagi Bib-bob. Dan Zzz lah
yang berhasil memegang kuasa di dalamnya.
Pesan
Non Verbal
Pada dasarnya kekuasaan diperuntukkan untuk
melindungi masyarakat yang dipimpinnya, dengan
kemuliaan tujuan kekuasaan itu maka hendaknya
kekuasaan jangan sampai disalahgunakan, sebagai alat
memperkaya diri sendiri, atau kelompok tertentu.
71
c. Makna Konotasi dalam Pertunjukan Bib-bob
Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk
menunjukkan pemaknaan tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi
yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari
pembaca atau penonton. Dengan kata lain, konotasi ini adalah bagaimana
cara menggambarkannya.
d. Mitos
Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda
berkerja melalui mitos (myth) mitos adalah bagaimana kebudayaan
menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala
alam. Mitos merupakan produk kelas social yang sudah mempunyai suatu
dominasi. Mitos primitive, misalnya mengenai hidup dan mati, manusia
dan dewa, sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai feminimitas,
maskulinitas, ilmu pengetahuan dan ilmu kesuksesan. 2
2 Indiawan Seto Wahyu Wibowo. Semiotika Komunikasi (Aplikasi Praktis Bagi Penelitian
dan Skripsi Komunikasi), h. 22
78
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bedasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan mengunakan
analisis semiotik terhadap tanda-tanda dalam pertunjukan teater yang berjudul
“Bib-Bob” Sebagai salah satu bentuk komunikasi dan dakwah yang bersifat
non verbal, Bib-bob merupakan sebuah pertunjukkan teater atau seringkali
disebut drama mini kata.
1. Pesan Non verbal
Pada pertunjukan “Bib-bob” dijumpai komunikasi non verbal yang
dilakukan oleh tokoh Bib-bob dan tokoh Zzz, karena penggunaan bahasa
isyarat sebagai penyampaian dialog dalam pementasan. Dalam bahasa
isyarat tidak selalu tiap kata yang diucapkan secara verbal dialih
bahasakan ke dalam bahasa isyarat. Penggunaan bahasa bibir kerap
digunakan guna menyempurnakan dan mendukung gerakan non verbal
yang dilakukan dan diikuti dengan mimik wajah atau lainnya yang
berorientasi pada tubuh.
Komunikasi non verbal dalam pertunjukan “Bib-Bob” dan
pemaknaan pesan dakwah non verbal dari seorang Bib-bob dan Zzzz harus
dilakukan dengan latihan dan pembelajaran yang relative intense untuk
mencapai kesamaan persepsi agar mengerti apa yang di utarakan seorang
Bib-bob dan Zzz terlebih dikarenakan komunikasi non verbal yang
79
digunakan bukan bersifat alamiah naluriah namun dengan pembelajaran
dan proses latihan.
2. Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos dalam pertunjukkan Bib-bob
Makna denotasi, konotasi, dan mitos diperkuat dengan adanya
simbol-simbol yang digunakan dalam pertunjukkan tersebut. Sehingga
walaupun pertunjukkan Bib-bob ini sangat sedikit kata-kata yang
diunakan, namun pesan non verbal yang ada didalamnya tetap dapat
tersampaikan dengan baik melalui proses berfikir dan perenungan pada
saat menyaksikannya. Sehingga setelah menonton pertunjukkan tersebut,
dapat memilah bagian mana yang baik dan bagian mana yang tidak patut
untuk dicontoh oleh seorang Muslim..
B. Saran-saran
Berdasarkan penelitian yang membahas mengenai Analisis Semiotik Pesan
Non Verbal melalui Teater dalam Pertunjukan Bib-bob Karya W.S Rendra,
dan hasil penelitian sudah dipaparkan maka penulis memberikan saran-saran
untuk pengembangan penelitian selanjutnya.
1. Bagi Peneliti Selanjutnya :
Perlunya penelitian selanjutnya yang mengkaji lebih dalam
mengenai Analisis Semiotik Pesan Non verbal melalui Teater dalam
Pertunjukkan Bib-Bob. Selain dengan menggunakan teknik pengumpulan
data seperti observasi, peneliti selanjutnya dapat menggunakan teknik
pengumpulan data atau metode lainnya untuk menggali lebih dalam
80
mengenai subjek yang ditelitinya. Dengan demikian peneliti akan
mendapatkan data lapangan yang lebih lengkap dan dapat menganalisisnya
dengan lebih mendalam.
2. Bagi Komunitas Terkait :
Dalam pertunjukkan ini, “Bib-bob” berada dibawah naungan
Bengkel Teater Rendra yang kini dikelola oleh Ken Zuraida (Isteri alm.
Rendra), sebaiknya perlu melakukan pentas ulang dengan memberikan
peluang kepada sutradara-sutradara teater lainnya untuk menyutradarai
pertunjukan tersebut. Dengan harapan akan ada inovasi yang berbeda jika
berbeda penyutradaraan. Namun tidak merubah karya asli nya.
3. Bagi penonton :
Bagi penonton, diharapkan selain seringnya menonton hiburan
seperti film di Televisi, bioskop dan lainnya, diharapkan untuk mencoba
menonton sebuah pertunjukan teater, karena pertunjukan ini dapat
mengedukasi penonton dalam melihat dan memahami bahwa pesan dalam
komunikasi tidak hanya dapat dilakukan dengan bahasa verbal, karena
bahasa tubuh atau bahasa non verbal juga sangat kuat makna yang terdapat
didalamnya.
81
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Alawiyah, Tutty, Strategi Dakwah di Lingkungan Majlis Taklim. Bandung:
Mizan, 1997.
Barthes, Roland, Mythologies Selected and Translated from the French by Annette
Lavers, New York: Noondy Press. 1972.
Bisri, Mustofa, Saleh Ritual Saleh Sosial, Bandung : Mizan, 1995.
Danesi Marcel, Pesan Tanda dan Makna.Yogyakarta: Jalasutra. 2004.
Haryono, Edi, Menonton Bengkel Teater Rendra, Jakarta : KEPEL PRESS. 2005.
Hujana Onong Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, cet. Ke-2. 1997.
Indiawan, Seto, Semiotika Komunikasi, Jakarta: Mitra Waca Media. 2013.
Ilaihi, Wahyu, Komunikasi Dakwah, Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA,
cet . ke-1. 2010.
Imam, Gunawan,. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik, Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2013.
Islamiyah, Indriansyah, Akhlak Islamiyah, Jakarta: Parameter. 1998.
Jalaludin, Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 2004.
Meleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT.Remaja
Rosdakarya. 2007.
Mulyana, Dedi, Ilmu Komunikasi. Bandung : PT. Rosdakarya cet. 9. 2007.
Piliang, Yasraf Amir, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya
Makna. Yogyakarta: Jalasutra. 2003.
Riantiarno,Nano, Kitab Teater, Jakarta : PT. Gramedia Widyasarana, 2011
Pribadi,(Jakarta : KENCANA, 2011)
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, Jakarta : Atma Kencana Publishing. 2003.
Sobur Alex, Semiotika Komunikasi, Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2013.
T.Wood. Julia Komunikasi Teori dan Praktik, Jakarta: Salemba Humanika, 2013.
Wahidin Saputra, PENGANTAR ILMU DAKWAH, Jakarta : Rajawali Pers. 2011.
82
Widjaja, H.A.W, Komunikasi dan Hubungan Masyarakat, Jakarta : Bumi Aksara,
cet. Ke-2, 1997.
Website
https://www.jakartabeat.net/kolom/konten/menafsirkan-bib-bob?lang=id
http://www.eurekapendidikan.com/2015/11/pengertian-dakwah-dalam-
pandangan- hukum.html
http://cabiklunik.blogspot.co.id/2009/11/bib-bob-dan-teater-rendra.html
www.kajianpustaka.com
www.softilmu.com
http://www.kompasiana.com/ranang/wasiat-bib-bob-
_rendra_550079b6813311c91afa77b9
https://irvanmulyadie.blogspot.co.id/2010/02/pentas-bib-bob.html
http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Teater_Minikata
https://profil.merdeka.com/indonesia/w/willibrordus-surendra-broto-rendra
https://id.wikipedia.org/wiki/W.S._Rendra
Skripsi dan Jurnal Ilmiah
Niken Kusumaningsih “Pesan Komunikai Non Verbal dalam sebuah
Pementasan Teater” Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan
Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2015
Indah Nurjanah, “Analisis Semiotik Makna Kesalehan Sosial Tokoh
Zainuddin dalm Film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck” Fakultas Dakwah
dan Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam
Lampiran 1
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber : Putu Wijaya
Profesi : Seniman
Waktu : 27 Juli 2017
Pukul : 16:00 WIB
Tempat : Astya Puri Pisangan, Ciputat
Judul Skripsi : Pesan Dakwah Non Verbal melalui Teater dalam Pertunjukkan
Bib-bob Karya W.S Rendra
Hasil Wawancara :
1. bagaimana asal mula pertunjukkan Bib-bob?
Jawab : Bib-bob pada awaalnya hanya sebuah kado kepada arif budiman. Para
seniman ingin memberikan kado. Mereka berkumpul di bentara budaya. Saya
memberikan dua improvisasi. Juga Rendra. Dulu, awal pertunjukn ini, tidak ada
musik, dan durasi nya hanya 15 menit.
2. Apakah pada saat itu ada proses latihan nya?
Jawab: pertunjukkan itu spontan, dari gabungan ide teman-teman pada saat itu
yang ingin memberikan kado untuk Arif Budiman. Dialog nya pun semua
improvisasi. Tidak ada naskahnya saat itu. Walaupun itu improvisasi tapi dilatih
juga. Malam mau main, siang nya latihan . music di stel, gerak, menari.
improvisasi dalam artian tidak begitu saja spontan dilakukan. Tapi datang ide,
diolah, lalu mainkan. improvisasi dengan persiapan. Bukan improve sebenarnya.
Kalo improvisasi sebenarnya kan usaha atau upaa yang dilakukan untuk
menutupi kesalahan.
3. Mengapa dinamakan Bib-bob ?
Jawaban : Saya tidak tau, karena ide itu datang dari kepala Rendra. Bib-bob itu
di luar negeri ada tari jalanan, ada tarian, ada music. Waktu itu kami tidak tau
yang ada di pikiran dia apa. Cara kami berlatih ya dari perintah-perintah aja.dari
latihan mengucapkan kata-kata, ide itu sesuai dengan hasil apakah sama atau
tidak engan keinginan rendra. Bisa saja lebih bagus visualnya, bisa juga tidak.
Berangkat dari ide. Ketika ide datang, kemudian latih. Ide itu baru seperti tema.
Ketika ide itu di latih, pasti akan berkembang.
4. Bib-bob bercerita tentang apa?
jawaban : Tiap penonton bisa menceritakan masing2. Karena naskahnya tidak
tertulis. Bib-bob disini mengenai kekuasaan, dimana disitu terdapat pemerintah
yang otoriter. Bib-bob ini minikata. Setelah pentas ini ada beberapa kawan yang
menulis tentang bib-bob yang menyebutnya ini adalah mini kata. Bib bob adalah
ide spontan. Durasi pendek. 15 menit. Tapi zzz ini durasinya agak panjang.
Karena ada politiknya, kritik sosialnya. Bibbob seperti puisi bisa ditafsirkn apa
saja. Dulu sih hanya 15 menit, nggak tau sekarang sudah berkembang, pastinya
aka nada perubahan. Mungkin dari penambahan set artistic, music, atau yang
lainnya. Tapi sepertinya kalau cerita sih nggak jauh berbeda. Hanya kemasanny
saja mungkin yang membedakan Bib-bob di era 60’an dengan Bib-bob era
200’an. Secara harfih Bib-bob ini tidak verbal. Ini pertunjukan visual, tapi
mengandung dakwah tersirat.
5. Menurut bapak apakah pertunjukan Bib-bob ini bisa disebut atau
dijadikan sarana dakawah bagi penontonnya?
Jawaban: Ya kalau bicara soal dakwah, Tergantung orang itu mengartikan
dakwah itu apa. Dakwah itu kan kalau mnurut saya sebuah tuturan kepada orang
untuk mengajarkan suatu kebenaran. Nah, semua pertunjukan itu ada arah
kesana. Semua memberikan tuturan.ada sesuatu yang ingin diucapkan. Ada misi
adakemauannya tidak sekedar bentuk dan keindahan. Tapi ada pesan yang akan
disampaikan. Hampir semua tontonan modern itu berdakwah. Cuma dakwahnya
macam-macam. Ada yang positif, ada yang negatf. Mungkin kalau yang
negative, kamu nggak mau menganggap itu dakwah. Ada yang jelas, ada yang
kabur, ada yang pasti. Mau nya ini. Ngga bisa ditafsirkan yang lain. Tapi ada
yang maunya ambigu. Tergantung kita menerimanya. Nah, bib-bob ini ambigu.
Kalo dakwah dalam pengertian baku kan berarti satu arah. Tidak bisa
ditafsirkan lain. Maka kalo ditafsirkan yang lain , bisa salah. Tapi kalo
pertunjukan modern seperti bib-bob ini, bisa diartikan macam-macam. Bib-bob
ini hanya gerakan-gerakan saja. Namun setiap gerakan itu ada makna nya.
6. Dakwah positif dalam pertunjukkan Bib-bob seperti apa yang bapak
maksud ?
Jawaban : Dalam konteks Bib-bob, kekuasaan itu baik. Akan tetapi kalau yang
berkuasa itu bersifat otoriter, mengancam, itu juga tidak baik. Kekuasaan itu
bagus atau baik, ya karena ada yang mengatur. Pertunjukan atau dakwah ini
memberi kesempatan penonton untuk berpartisipasi. Ending dari Bib-bob ini
gantung. Kenapa gantung? Supaya timbul persepsi dari penonton “oh yang ini
baik” , “oh yang ini tidak baik” jadi disini penonton yang menilai. Pertunjukan
ini tradisi. Bicara soal baik dan buruk. Kalo konvensional, ending nya itu jelas.
Rendra dalam Bib-bob nya ini mendobrak, mencari pembaruan dan sangat
menghargai orang lain.
7. Bibob-bob ini seperti apa?
Jawaban: kalau ditanya bib-bob ini seperti apa, tidak mau menjelaskan, karena
mau memberikan kesempatan penonton untuk berpartisipasi menangkap
maksutnya. Meskipun Rendra tau, tapi dia tidak akan menjelaskan. Karnya nya
ini disebut dengan Diktastis yang artinya mendidik.
8. Seperti apa yang dimaksud dengan contoh dakwah negative ?
Jawaban : yaa seperti misalnya dalam pertunjukan terdapat visual yang
menunjukkan suatu kekerasan. Pemberontakan, dan sebagainya. Orang mungkin
tidak mau menganggap bahwa itu juga dakwah. Sebenarnya, positif atau
negative itu tergantung dari penonton nya melihat dan menilai dari sisi apa.
Kekuasaan kalau tidak ada disiplinnya bisa kebablasan.
9. Apa saja kesulitan yang dialami selama proses nya?
jawaban : kesulitannya lebih kepada fisik dan nafas. Karena tidak ada dialog.
10. Apakah bib-bob erat kaitannya dengan symbol?
Jawaban : sangat berhubungan. Pesan yang disampaikan ya memang sebagian
besar dari simbpl-simbol property yang ada di atas panggung, juga dari tubuh
para pemain nya. Secara intristik ada, tapi tidak ada verbalisme nya.
11. Bagaimana gambaran sosok Bib-bob dan sosok Zzz?
Jawaban : bib-bob itu sosok yang tinggi, kekar, gerakannya maco, berkuasa.
Klo Zzz yang saya tau, kebalikannya dari Bib-bob. Gerakannya lebih gemulai,
lebih lembut. Tubuhnya kecil, kurus.
Lampiran 2
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber : Ken Zuraida
Profesi : Seniman
Waktu : 27 Juni 2017
Pukul : 13:00 WIB
Tempat : Bengkel Teater Rendra
Judul Skripsi : Pesan Dakwah Non Verbal melalui Teater dalam Pertunjukkan
Bib-bob Karya W.S Rendra
Hasil Wawancara :
1. Apa yang dimaksud dengan Bib-bob ?
Jawaban : pertunjukan Bib-bob merupakan drama mini kata nya Rendra yang
terbilang cukup sukses dalam pementasannya karena berhasil menyita perhatian
ribuan pasang mata yang menyaksikannya. Jiwa manusia itu dasarnya
“mencari”, semua makhluk hidup diberi kesempatan berkomunikasi yang semua
orang bisa mengerti. Sekalipun orang itu memiliki “keterbatasan” secara fisik
dan itu disampaikan tidak dengan verbal. Bib-bob juga alibi Rendra untuk
mengungkapkan bahwa dengan sedikit kata bisa menjadi apa saja. Dari mini
kata Rendra ini lah yang menemukan cara komunikasi yang hakiki.
Bahasa merupakan alat komunikasi. Sejauh ini belum ada yang pernah
menemukan Idio komunikasi dalam mini kata selain Rendra. Karena itu Bib-bob
sangat sukses mengkomunikasikan apa yang dimaksud oleh penulismya. Bib-
bob juga sebagai reportoar Rendra yang berbentuk mini kata. Dan ternyata,
penonton lebih cerdas. Dari teaterikus. Pertunjukan ini multi makna. Tergantung
bagaimana kontak mata penonton dengan pemainya.
2. Bib-bob itu tema nya apa ?
Jawaban : Tema nya kekuasaan.
3. Apakah proses latihan ini sama dengan proses teater pada umumnya ?
Jawaban : Prosesnya sama, ada bloking ada urut-urutannya dan harus tepat.
Timing tidak boleh lambat, tidak boleeh cepat, harus pas. Kalo nga, ngga
nyampe pesannya. Ketat sekali drama ini. Rendra menemukan teater sejenis ini
pada 1968 kemudian dia latih, jadi orang yang dilatih aja ngga ngerti. Di
terangkan diterangkan di terangkan tetep ngga bisa. Tapi akhirnya pementasan
sukses tahun 1967
4. Berapa lama proses latihan nya ?
Jawaban : Proses latihan lama. Kecuali orang yang tubuhnya sudh lentur sih
okelah. Tapi proses menuju seperti itu yang lama. Sekitar 6 bulan sampai 1
tahun. Dan untuk menentukan cast atau pemainnya juga tidak sembarangan.
Harus tepat.
5. Apakah pertunjukan Bib-bob mengalami perubahan dari tahun ke tahun ?
Jawaban : Tentu ada. Yang di perbarui pemainnya, lingkungannya,
nyanyiannya, pada saat itu Bib-bob menggemparkan dunia. Disitu Rendra
menemukan inspirasi baru, membuktikan bahwa hanya dengan sedikit kata, bisa
menjadi sebuah pertunjukan yang memiliki pesan sangat kuat. Dan semua
mengerti. Pesan-pesan yang disampaikan dengan bahasa tidak verbal, bisa
dipahami penontonnya. Walaupun Bib-bob ini multi tafsir. Tergantung
bagaimana penonton mengangkapnya.
6. Apakah yang membedakan Bib-bob dengan pertunjukan mini kata lainnya
?
Jawaban : Yang bedakan bibbob dengan lainnya, saat ini kita membutuhkan itu.
Bib-bob isinya kan tentang kritik social. Bagaimana ketika memperebutkan
suatu kekuasan dengan cara kekerasan. Kekerasan dilawan dengan kekerasan
hasilnya seperti apa. Itu digambarkan dalam Bib-bob. Pemimpin itu harus ada.
Tetapi, kalau pemimpin nya otoriter, itu juga tidak baik. Apa lagi
memperebutkan kekuasaan dengan cara yang tidak sportif. Pertunjukan ini
mengedukasi penontonnya lewat perenungan. Kita sajikan sebuah kasus di
dalam sebuah pentas dengan permasalahan umum, kemudian penonton yang
menilai. Oh kalau berbuat seperti ini, hasilnya begini loh. Oh kalo berbuat
seperti itu hasilnya begitu loh. Dan tafsir penonton tidak bisa disamaratakan.
Semua penonton mungkin memaknai pertunjukan ini berbeda-beda.
7. Apakah pertunjukan Bib-bob ini bisa dikatakan sebagai media dakwah
bagi penontonnya?
Jawaban : Buat saya itu dakwah. Dakwah dengan contoh. Bib-bob ini contoh
keras tetapi intinya untuk mengajak kebaikan. Kalo kamu gini, kamu akan
begini. Bukan bicara soal kebaikan seperti Ustad di TV - TV . Karena itu tugas
Ustad. Ini dakwah nya versi Seniman. Pasti beda dong. Kalo Seniman masuk ke
dunia perenungan.
Kekerasan VS kekeasan akan ada perlawanan. Tidak habis-habis dong.karena
itu, . Kekerasan dilawan dengan kelembutan . Itu sudah pasangaan nya. Di akhir
pertunjukkan digambarkan bahwa ada yang di bunuh. Apa yang di bunuh?
Nurani manusia. Contohnya wanita di perkosa, orang-orang di siksa. Orang
dipaksa buat bilang bib bob sedangkan Zzz tidak dipaksa. Konsep ini membahas
dua idealis itu. Kebaikan dan keburukan.
8. Pesan dakwah apa yang Ibu dapatkan dalam pertunjukkan Bib-bob ini ?
Jawaban : Sebenarnya, fitrah manusia lahir sebagai Individu atau insan
merdeka yang bisa memilih apa saja tetapi tuntutannya tetap ada di Al-Qur’an.
Berbeda Mahzab bukan berarti saling berbenturan. Tidak ada orang yang ingin
berbuat jahat, tapi untuk menjadi seperti itu ada sebabnya.
9. Dengan banyaknya tafsir dalam pertunjukan Bib-bob, apakah ada
kekhawatiran dari Sutradara ketika pesan apa yang ingin disampaikan ke
penonton tidak sesuai dengan yang penonton terima ?
Jawaban : Tidak ada. Sutradara yg baik tidak boleh memikirkan hasil. Org yang
berfikir hasil adalah orang yang kecil hati. Sutradara yang baik ya kerjakeras,
dengan nama Allah, untuk kehidupan, selebihnya bagaimana orang menilainya.
10. Jika Bib-bob bicara soal perebutan kekuasaan, kasus apakah yang saat itu
sedang di bahas?
Jawaban : Mengangkat kasus yang lagi bodoh. Ini loh orang yang nurani nya
tergerus karena tidak mau berfikir. Akhirnya jadi manusia massa. Kebawa
kesana kesuini. Kalau ada berita, tidak dicerna dengan baik. Langsung kemakan
issue.
Lampiran 3
TRANSKRIP WAWANCARA
Narasumber : Taufiqi Rahman
Status : Mahasiswa
Waktu : 30 September 2017
Pukul : 17:00 WIB
Tempat : Sanggar Teater Syahid
Judul Skripsi : Pesan Dakwah Non Verbal melalui Teater dalam Pertunjukkan
Bib-bob Karya W.S Rendra
Hasil Wawancara :
1. Apakah sebelumnya pernah menonton pertunjukan Bib-bob
Jawaban : sudah
2. Apakah kakak mengerti dan paham maksud dari pertunjukkan tersebut?
Jawaban : yaaa, sedikit paham
3. Bagaimana pementasan ini menurut kakak?
Jawaban : Bagus. Menarik. Sebagai mata penikmat yang masih awam, pertunjukkn
ini cukup menguras fikiran dan memanjakan keseriusan sehingga memaksa mata
untuk terus mengikuti alur cerita pementasan.
4. Apakah menurut kakak, Bib-bob bisa dikatakan sebagai media dakwah ?
Jawaban : bisa, karena pada umumnya menurut saya, tidak hanya di Bib-bob saja.
Setiap pementasan teater sedikit banyak mengandung pesan moril berupa kritik,
sindiran, dan motivasi. Karena setiap pementasan berangkat dari kehidupan nyata
pada masanya, dan berangkat dari kegelisahan penulis, sutradara, orang-orang yang
memainkan, bahkan penonton. Di dalam kehidupan sebenarnya, yang mana
digambarkan melalui visualpementasan drama teater.
pada khususnya, pertunjukan Bib-bob yang dipentaskan oleh Bengkel Teater Rendra
ini penuh dengan kegelisahan manusiayang terjadi pada masanya hingga masa kini.
5. Pesan dakwah apa saja yang di dapat setelah menonton pertunjukkan
tersebut?
Jawaban : yang pertama symbol yang di tangkap dari mata awam seperti saya,
disitu ada symbol perjalanan yang digambarkan pada music saat opening,
kemudian dilanjut dengan adegan ritual persembahan yang biasa disebut orang
Hawa sebagai sesajen. Pada dasarnya sesajen ini dilkukan oleh setiap suku.
Khususnya di Indonesia yang memiliki beragam suku kebanyakan melakukan
ritual ini. Nah, sesajen ini bisa diartikan sebagai persembahan untuk alam
sekitar, para leluhur yang menjaga suku itu, bahkan ada yang melakukan ritual
itu untuk mencari kekayaan, dan kemakmuranbagi suku tersebut. Namun, saat
ini ritual tersebut sudah banyak berubah. Seringkali adanya penyelewengan yang
mengatasnamakan tradisi adat. Seperti contohnya orang menyembah pohon
dengan memberikan sesajen untuk meminta kekayaan, memberikan sesajen
berupa kepala kerbau di lautan untuk meminta kemakmuran.
Jika ditarik dari segi Religi, penyembahan seperti itu adalah perbuatan musyrik.
Karena saya menganut agama Islam, saya menganggap perbuatan seperti itu
adalah musyrik. Karena meminta kekayaan kepada selain Allah itu musyrik.
Seperti yang kita lafaldzkan dalam dua kalimat syahadat. “Aku bersaksi tiada
Tuhan yang wajib disembah selain Allah. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah utusan Allah. Dari dua kalimat syahadat itu saja sudah jelas.
Kemudian symbol kekuatan, atau kekuasaan. Pada symbol ini dapat
menghalalkan segala cara untuk memperoleh tujuan mereka. Biasanya lebih
mengutamakan ambisi untuk kepentingan diri sendiri. Istilahnya “halal haram
hantam”
Symbol berikutnya adalah symbol kelembutan, kelemahan, atau keluwesan yang
diperankan oleh tokoh Zzz. Adalah tipu muslihat dari karaktr yang dibawakan.
Zzzz ini licik. Dengan kelembutan yang dia mainkan, dia dapat memanfaatkan
situasi dengan berbagai aksi untuk menyembunyikan ambisi. Yang padahal,
tokoh Bib-bob dan Zzz berambisi sama, yakni mendapatkan kekuasaan. Untuk
kepentingan pribadi. Sifat tipu muslihat seperti ini yang di benci Allah, karena
sifat seperti ini dimiliki oleh syetan. Yang bertujuan menjerumuskan manusia
untuk meninggalkan segala perintah Allah, dan maenjalankan apa yang dilarang
oleh Allah. Sehingga menjadi pengikutnya di akhirat nanti. Yaitu neraka
Jahannam.
Seperti janji iblis kepada Allah, ketika Nabi Adam melanggar. Seperti kisah
buah Quldi. Sebenarnya sifat itu sudah ada sejak zaman nabi Adam.
“dia akan menggnggu setiap anak cucu Adam yang lahir untuk menjadi
kaumnya di neraka kelak.”
Jakarta, 30 September 2017
Taufiqi Rahman
Foto bersama Narasumber
Artikel Bib-bob
Foto bersama Narasumber
AN
AL
ISIS
SE
MIO
TIK
PE
SA
N N
ON
VE
RB
AL
ME
LA
LU
I TE
AT
ER
D
AL
AM
PE
RT
UN
JUK
AN
BIB
-BO
B K
AR
YA
W.S
RE
ND
RA
R
IZK
I YA
NU
AR
TI
NIM
: 1113051000094JA
KA
RT
A1439H
/2017M
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARANTHINK PAIR AND SHARE TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA
SISWA KELAS V SDIT LATANSA CENDEKIA
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi SalahSatu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh
Kharisma Luthfi HanifahNIM. 1113018300035
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAHFAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
2017 M / 1438 H
PE
NG
AR
UH
PE
NE
RA
PA
N M
OD
EL
PE
MB
EL
AJA
RA
NT
HIN
K P
AIR
AN
D S
HA
RE
TE
RH
AD
AP
KE
TE
RA
MP
ILA
N B
ER
BIC
AR
AS
ISW
A K
EL
AS
V S
DIT
LA
TA
NS
A C
EN
DE
KIA
Kh
arisma L
uth
fi H
anifah
NIM
. 1113018300035JA
KA
RT
A2017 M
/ 1438 H
Tek
nik
Pel
apis
an N
ikel
, Alu
mu
niu
m d
an P
adu
anya
Men
ggu
nak
an M
etod
e E
lek
trop
lati
ng
dan
Pac
kC
omen
tati
on
Lap
oran
Pra
kti
k K
erja
Lap
anga
n
Ari
n N
arip
a
1113
0970
0001
0
PR
OG
RA
M S
TU
DI
FIS
IKA
FA
KU
LT
AS
SA
INS
DA
N T
EK
NO
LO
GI
UN
IVE
RS
ITA
S I
SL
AM
NE
GE
RI
SY
AR
IF H
IDA
YA
TU
LL
AH
JAK
AR
TA
2017
M/1
438
H