Post on 22-Mar-2019
ANALISIS PROFITABILITAS DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRIOLAHAN IKAN LELE DI KECAMATAN METRO SELATAN, KOTA
METRO
(Skripsi)
Oleh
SYENDITA DWI CAHYAHATI
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
ABSTRAK
ANALISIS PROFITABILITAS DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRIOLAHAN IKAN LELE DI KECAMATAN METRO SELATAN KOTA
METRO
Oleh
Syendita Dwi Cahyahati
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui proses pengadaan bahan baku yangsesuai dengan enam kriteria yaitu tepat waktu, tepat tempat, tepat kualitas, tepatkuantitas, tepat jenis, dan tepat harga, (2) menganalisis profitabilitas, (3)menganalisis nilai tambah, dan (4) mengetahui jasa layanan pendukung untukindustri pengolahan ikan lele. Penelitian ini merupakan sensus pada agroindustriolahan ikan lele di Kecamatan Metro Selatan dengan alasan bahwa produk olahanikan lele merupakan salah satu produk unggulan di Kota Metro. Penelitiandilakukan pada bulan Februari-Maret 2018 dianalisis secara deskriptif kualitatifdan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengadaan bahan bakuhanya komponen kuantitas belum tepat baik di Agroindustri La Tansa maupunAgroindustri Oseri. Rasio profitabilitas yang didapat oleh Agroindustri La Tansasebesar 48,27% untuk produk abon lele dan 23,58% untuk produk kerupuk tulanglele. Rasio profitabilitas Agroindustri Oseri sebesar 51,14% untuk produk abonlele dan 34,62% untuk produk kerupuk tulang lele. Pendapatan atas biaya total perbulan pada Agroindustri La Tansa sebesar Rp2.174.546,67 untuk produk abon leledan Rp518.161,67 untuk produk kerupuk tulang lele. Pendapatan AgroindustriOseri per bulan Rp5.617.646,62 untuk produk abon lele dan Rp2.188.286,71untuk produk kerupuk tulang lele. Kedua agroindustri layak diusahakan karenamemiliki nilai tambah yang positif dan menguntungkan karena R/C rasio lebihdari satu. Jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan, lembaga penelitian,lembaga penyuluhan, kebijakan pemerintah, sarana transportasi, serta teknologiinformasi dan komunikasi memberikan peran yang positif terhadap kegiatanagroindustri.
Kata kunci : agroindustri, ikan lele, nilai tambah, profitabilitas
ABSTRACT
PROFITABILITY AND ADDED VALUE ANALYSIS OF PROCESSEDCATFISH AGROINDUSTRIES IN SOUTH METRO DISTRICT,
METRO CITY
By
Syendita Dwi Cahyahati
This study aims to (1) find out the process of procurement of raw materials inaccordance with six criteria, namely on time, right place, right quality, rightquantity, right type, and right price, (2) analyze profitability, (3) analyze addedvalue, and (4) find out support services for catfish processing home industry. Thisresearch is a census of catfish processed agroindustry in Metro Selatan District ison the grounds that catfish processing products are one of the regional superiorproducts in Metro City. The study was conducted in February-March 2018 andwas analyzed in qualitative and quantitative descriptive analysing. The resultsshowed that the procurement of raw materials for quantity components was notproper in La Tansa and Oseri Agroindustries. Profitability ratios obtained by LaTansa Agroindustry are 48.27% for abalone catfish products and 23.58% forcatfish bone crackers products. Whereas the profitability of Agroindustry Oseriamounted to 51.14% for abalone catfish products and 34.62% for catfish bonecrackers products. Revenue from the total cost per month in La TansaAgroindustry is Rp.2,174,546.67 for abalone catfish products and Rp.518,161.67for catfish bone crackers products. Whereas Agroindustry Oseri Rp.5,617,646.62for abalone catfish products and Rp.2,188,286.71 for catfish bone crackersproducts. Both agroindustry are feasible because they have positive added valueand are profitable because the R / C ratio is more than one. Support services suchas financial institutions, research institutions, extension institutions, governmentpolicies, transportation facilities, and information and communicationtechnologies provide a positive role in agro-industry activities.
Key words : added value, agroindustries, catfish, profitability
ANALISIS PROFITABILITAS DAN NILAI TAMBAH AGROINDUSTRIOLAHAN IKAN LELE DI KECAMATAN METRO SELATAN, KOTA
METRO
Oleh
SYENDITA DWI CAHYAHATI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PERTANIAN
Pada
Program Studi AgribisnisFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 20 November 1996
dari pasangan Bapak Syahrizal Halimin Putra dan Ibu Anita
Septiana. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis menyelesaikan studi tingkat Taman Kanak-kanak (TK)
di RA Perwanida Metro pada tahun 2002, tingkat Sekolah
Dasar (SD) di SD Negeri 1 Metro Pusat pada tahun 2008, tingkat Sekolah
Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 4 Metro pada tahun 2011, dan tingkat
Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Metro pada tahun 2014. Penulis
diterima di Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada
tahun 2014 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN).
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Beringin Jaya
Kecamatan Bandar Surabaya Kabupaten Lampung Tengah selama 40 hari pada
bulan Januari hingga Februari 2017. Selanjutnya, pada Juli 2017 penulis
melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT Sinar Sejahtera Jaya Tjipta (SSJT)
Group pada Divisi Human Resources Development (HRD), Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro selama 40 hari kerja efektif. Selama perkuliahan, penulis
pernah diamanahkan menjadi Asisten Dosen mata kuliah Teknologi Informasi dan
Multimedia pada semester ganjil tahun 2016-2017.
Semasa kuliah penulis juga aktif sebagai anggota bidang III yaitu Bidang Minat,
Bakat dan Kreatifitas di Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian
(Himaseperta) Universitas Lampung pada tahun 2014-2018, dan anggota biasa
Himpunan Mahasiswa Islam (HmI) Komisariat Pertanian Universitas Lampung
Cabang Bandar Lampung pada tahun 2015-2018.
SANWACANA
Bismillahirahmannirrahim,
Alhamdulillahi Rabbil ’Alamin segala puji bagi Allah SWT atas berkat, rahmat,
hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan dan suri teladan Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman
yang terang benderang seperti saat ini. Semoga kita semua mendapatkan
syafaatnya pada yaumil akhir kelak.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis
Profitabilitas dan Nilai Tambah Agroindustri Olahan Ikan Lele di
Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro” tidak akan terealisasi dengan baik
tanpa adanya dukungan, bantuan, nasihat, saran dan bimbingan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala ketulusan hati penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M. Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung
2. Ibu Dr. Ir.Ktut Murniati, M.T.A., selaku Dosen Pembimbing Pertama dalam
penyusunan skripsi atas masukan dan bimbingannya kepada penulis.
3. Bapak Dr. Ir. Zainal Abidin, M. E.S., selaku Dosen Pembimbing Kedua
dalam penyusunan skripsi atas masukan dan bimbingannya kepada penulis..
4. Bapak Ir. Adia Nugraha, M.S., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan
saran, arahan dan bimbingan dalam penyempurnaan skripsi kepada penulis.
5. Ibu Dr. Ir. Fembriarti Erry Prasmatiwi, M.P., selaku Ketua Jurusan Agribisnis
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
6. Bapak Rio Tedi Prayitno, S.P., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.
7. Orang tuaku tersayang Abah Syahrizal Halimin Putra dan Memeh Anita
Septiana telah memberikan yang terbaik, yang tanpa kenal lelah untuk selalu
memberikan cinta dan kasih sayang, pengorbanan, dukungan baik moril dan
materil yang tiada henti serta do’a yang tidak terputus untuk kesuksesan
penulis, skripsi ini kupersembahkan untuk Abah dan Memeh.
8. Saudara kandungku tercinta Kanda Syendro Eka Syahputra, S.H., Adikku
Syandi Tri Wicaksana atas do’a, motivasi dan kasih sayangnya selama ini
serta Almh. Atu Mas, Eyang Uti, keluarga besar Halimin Sa’id dan Urip
Marjono yang telah memberikan nasihat, dan dukungan kepada penulis.
9. Seluruh Dosen dan Karyawan di Jurusan Agribisnis (Mba Ayi, Mba Tunjung,
Mba Iin, Mas Boim, dan Mas Bukhari) atas semua bantuan yang telah
diberikan selama penulis menjadi mahasiswi di Universitas Lampung.
10. Sahabat-sahabat terbaik penulis selama perkuliahan Shelma Anantapuri, Vita
Dwi Putri, Vidya Putri Kemala, Yohana Julina Sinaga, S.P., Yolanda
Agustina, Rahmat Rizky Maulana, dan Yudi Pranata, S.P. atas persahabatan,
keceriaan, semangat berjuang dan kebersamaan kepada penulis selama ini.
11. Sahabat kecil Karina Ayesha, Vania Berlinda, dan Savira Izzati Putri,
S.Tr.Keb., atas kebersamaan dan dukungan disaat susah maupun senang.
12. Keluarga KKN Ria, April, Zahra, Mizan, Fadlan, Aldi, Andri terimakasih
telah menjadi keluarga baru bagi penulis.
13. Teman-teman seperjuangan Agribisnis 2014 Kidal, Rosi, Oci, Kiki guys,
Tegar, Satria, Uuk, Dwifeb, Ayunir, Amma, Detee, Gesti, Hafia, Inggit,
Febrina, Laras, Bella, Devira, Othi, Rifa’i, Naay, Faiq, Abda’u, Septi, Sita,
Synthia, Siska dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu per satu,
terimakasih atas waktu, bantuan, dan kebersamaan yang diberikan kepada
penulis selama ini.
14. Atu dan kiyai Agribisnis 2011, 2012, 2013 serta adinda Agribisnis 2015 atas
dukungan dan bantuan kepada penulis.
15. Almamater tercinta dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan kalian atas segala yang telah diberikan
kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan,
akan tetapi semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
banyak pihak di masa yang akan datang.
Bandar Lampung, September 2018Penulis,
Syendita Dwi Cahyahati
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
I. PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1B. Perumusan Masalah .............................................................................. 5C. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6D. Kegunaan Penelitian .............................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN.................. 7
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................... 71. Olahan Ikan Lele ............................................................................. 7
a. Proses Pengolahan Abon Lele .................................................. 8b. Proses Pengolahan Kerupuk Tulang Lele ................................. 12
2. Konsep Agroindustri ....................................................................... 143. Pengadaan Bahan Baku ................................................................... 154. Profitabilitas .................................................................................... 165. Harga Pokok Produksi .................................................................... 226. Nilai Tambah (Value Added) ........................................................... 237. Jasa Layanan Pendukung ................................................................ 248. Aspek Sosial Budaya ...................................................................... 25
B. Penelitian Terdahulu ............................................................................. 25C. Kerangka Pemikiran............................................................................... 30
III. METODE PENELITIAN.......................................................................... 33
A. Metode Penelitian .................................................................................. 33B. Konsep Dasar dan Batasan Operasional ................................................ 33C. Lokasi Responden dan Waktu Penelitian ............................................. 37D. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 38E. Metode Analisis Data ............................................................................ 38
1. Metode Analisis Tujuan Pertama..................................................... 392. Metode Analisis Tujuan Kedua ....................................................... 393. Metode Analisis Tujuan Ketiga ....................................................... 404. Metode Analisis Tujuan Keempat ................................................... 42
ii
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN .................................. 43
A. Keadaan Umum Kota Metro ................................................................. 431. Kondisi Geografis Kota Metro ........................................................ 432. Kondisi Demografis Kota Metro .................................................... 443. Kondisi Perikanan Budidaya ........................................................... 46
B. Keadaan Umum Kecamatan Metro Selatan .......................................... 471. Kondisi Geografis Kecamatan Metro Selatan.................................. 472. Kondisi Demografis Kecamatan Metro Selatan .............................. 473. Kondisi Perikanan Budidaya............................................................ 48
C. Keadaan Umum Agroindustri ............................................................... 481. Agroindustri La Tansa .................................................................... 482. Agroindustri Oseri .......................................................................... 493. Agroindustri Osta Food ................................................................... 49
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ....................................... 51
A. Karakteristik Responden ........................................................................ 51B. Pengadaan Bahan Baku pada Agroindustri Olahan Ikan Lele ............... 52
1. Tepat Waktu..................................................................................... 552. Tepat Tempat ................................................................................... 553. Tepat Jenis ....................................................................................... 564. Tepat Kualitas .................................................................................. 575. Tepat Kuantitas ................................................................................ 576. Tepat Harga...................................................................................... 58
C. Proses Pengolahan Olahan Ikan Lele..................................................... 581. Abon Lele......................................................................................... 62
a. Pencucian .................................................................................... 62b. Pengukusan ................................................................................. 62c. Proses Pencacahan ..................................................................... 63d. Pemberian Bumbu dan Santan ................................................... 64e. Penggorengan.............................................................................. 64f. Penirisan...................................................................................... 65g. Penimbangan dan Pengemasan ................................................... 66
2. Kerupuk Tulang Lele ....................................................................... 69a. Pencucian .................................................................................... 69b. Pengukusan I ............................................................................... 69c. Proses Pencacahan....................................................................... 69d. Penghalusan................................................................................. 70e. Pemberian Bumbu dan Penggilingan .......................................... 71f. Pengukusan II .............................................................................. 71g. Penjemuran ................................................................................. 72h. Penggorengan .............................................................................. 73i. Penimbangan dan Pengemasan ................................................... 74
D. Biaya Agroindustri Olahan Ikan Lele ................................................... 751. Biaya Produksi ................................................................................ 75
a. Biaya Bahan Penunjang ............................................................ 752. Biaya Operasional ........................................................................... 77
a. Peralatan .................................................................................... 77
iii
b. Tenaga Kerja .............................................................................. 79c. Biaya Lain-lain ........................................................................... 81
E. Analisis Profitabilitas ............................................................................ 841. Pendapatan (R/C Ratio) ................................................................... 862. Rasio Profitabilitas .......................................................................... 89
F. Harga Pokok Produksi .......................................................................... 90G. Analisis Nilai Tambah .......................................................................... 94H. Saluran Distribusi .................................................................................. 98I. Jasa Layanan Pendukung ...................................................................... 99
1. Lembaga Keuangan.......................................................................... 1002. Lembaga Penyuluhan ...................................................................... 1013. Lembaga Penelitian ......................................................................... 1024. Sarana Transportasi ......................................................................... 1025. Teknologi Informasi dan Komunikasi ............................................. 1036. Kebijakan Pemerintah ..................................................................... 103
J. Aspek Sosial Budaya ............................................................................ 104K. Agroindustri Olahan Ikan Lele Basah ................................................... 106
VI. KESIMPULANDAN SARAN ................................................................... 108
A. Kesimpulan ........................................................................................... 108B. Saran ..................................................................................................... 109
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 110
LAMPIRAN....................................................................................................... 114
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Produksi ikan lele menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun2012-2016. .................................................................................................. 2
2. Produk unggulan daerah di Kota Metro tahun 2017.................................... 3
3. Variabel dan definisi operasional agroindustri olahan ikan lele. ................ 35
4. Prosedur perhitungan nilai tambah metode hayami..................................... 41
5. Karakteristik responden pengolah olahan ikan lele di Kecamatan MetroSelatan.......................................................................................................... 51
6. Pengadaan bahan baku pada kedua agroindustri olahan ikan lele .............. 54
7. Alokasi join cost dengan metode nilai jual relatif ....................................... 78
8. Total penerimaan per bulan olahan ikan lele pada Agroindustri La Tansa 83
9. Total penerimaan per bulan olahan ikan lele pada Agroindustri Oseri........ 83
10. Biaya produksi olahan ikan lele pada Agroindustri La Tansa ..................... 85
11. Biaya produksi olahan ikan lele pada Agroindustri Oseri ........................... 85
12. Pendapatan olahan ikan lele pada Agroindustri La Tansa ........................... 86
13. Pendapatan olahan ikan lele pada Agroindustri Oseri ................................. 86
14. Rasio profitabilitas pada agroindustri olahan ikan lele................................ 89
15. Harga Pokok Produksi pada Agroindustri La Tansa.................................... 92
16. Harga Pokok Produksi pada Agroindustri Oseri.......................................... 93
17. Nilai tambah olahan ikan lele pada kedua agroindustri olahan ikan lele diMetro Selatan .............................................................................................. 95
v
18. Ketersediaan jasa layanan pendukung disekitar lokasi Agroindustri La Tansadan Agroindustri Oseri ................................................................................ 100
19. Penelitian terdahulu .................................................................................... 115
20. Identitas responden penelitian...................................................................... 119
21. Penerimaan per bulan olahan ikan lele La Tansa ........................................ 119
22. Penerimaan per bulan olahan ikan lele Oseri .............................................. 119
23. Alokasi join cost dari nilai produksi olahan ikan lele La Tansa ................. 120
24. Alokasi join cost dari nilai produksi olahan ikan lele Oseri ....................... 121
25. Biaya penyusutan peralatan Agroindustri La Tansa ................................... 122
26. Biaya penyusutan peralatan Agroindustri Oseri ......................................... 128
27. Biaya bahan baku per bulan Agroindustri La Tansa ................................... 134
28. Biaya bahan penunjang Agroindustri La Tansa .......................................... 134
29. Biaya bahan lain Agroindustri La Tansa ..................................................... 138
30. Total biaya produksi Agroindustri La Tansa .............................................. 139
31. Biaya bahan baku per bulan Agroindustri Oseri ......................................... 140
32. Biaya bahan penunjang Agroindustri Oseri ................................................ 140
33. Biaya bahan lain Agroindustri Oseri ........................................................... 144
34. Total biaya produksi Agroindustri Oseri .................................................... 145
35. Penggunaan tenaga kerja produk abon lele La Tansa ................................. 146
36. Penggunaan tenaga kerja produk kerupuk tulang lele La Tansa ................. 150
37. Penggunaan tenaga kerja produk abon lele Oseri ....................................... 155
38. Penggunaan tenaga kerja produk kerupuk tulang lele Oseri ....................... 159
39. Analisis pendapatan pengolahan ikan lele per bulan La Tansa .................. 164
40. Analisis pendapatan pengolahan ikan lele per bulan Oseri ........................ 166
41. Analisis rasio profitabilitas agroindustri olahan ikan lele ........................... 168
vi
42. Analisis nilai tambah masing-masing olahan ikan lele La Tansa ............... 168
43. Analisis nilai tambah masing-masing olahan ikan lele Oseri ..................... 169
44. Rasio profitabilitas pada agroindustri olahan ikan lele................................ 89
45. Harga Pokok Produksi pada Agroindustri La Tansa.................................... 92
46. Harga Pokok Produksi pada Agroindustri Oseri.......................................... 93
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Pohon industri ikan lele. ............................................................................. 8
2. Bagan Alir Analisis Profitabilitas dan Nilai Tambah Agroindustri OlahanIkan Lele di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro. ................................. 32
3. Sebaran luas wilayah di Kota Metro ........................................................... 44
4. Pertumbuhan penduduk di Kota Metro........................................................ 44
5. Kepadatan agraris di Kota Metro tahun 2013 – 2017 ................................. 45
6. Data produksi budidaya ikan di Kota Metro tahun 2012 – 2016 ................ 46
7. Pohon Industri ikan Lele pada agroindustri olahan ikan lele di KecamatanMetro Selatan ............................................................................................... 58
8. Bagan alir proses pengolahan ikan lele pada Agroindustri La Tansa danAgroindusti Oseri......................................................................................... 61
9. Ikan lele yang sedang dalam proses pembersihan ....................................... 62
10. Proses pengukusan ikan lele ........................................................................ 63
11. Proses pemfilletan dan pengoyakan ............................................................ 63
12. Daging lele yang telah dicampur dengan bumbu dan santan....................... 64
13. Proses penggorengan ................................................................................... 65
14. Proses Penirisan ........................................................................................... 66
15. Abon lele yang siap dikemas ....................................................................... 66
16. Proses penimbangan abon lele di kedua agroindustri .................................. 67
17. Proses pengemasan abon lele di kedua agroindustri .................................... 67
vi
18. Produk abon lele kedua agroindustri............................................................ 68
19. Tulang ikan yang disimpan di dalam freezer ............................................... 70
20. Proses penghalusan ...................................................................................... 70
21. Proses pengadukan dan penggilingan .......................................................... 71
22. Adonan kerupuk yang telah dikukus............................................................ 72
23. Kerupuk yang sedang dijemur ..................................................................... 73
24. Kerupuk siap dikemas ................................................................................. 73
25. Produk kerupuk tulang ikan ......................................................................... 74
26. Saluran distribusi Agroindustri La Tansa ................................................... 98
27. Saluran distribusi Agroindustri Oseri ......................................................... 99
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan lele di Indonesia secara alami berada di perairan umum, tetapi ada juga
yang sudah dibudidayakan di kolam. Penyebaran lele di Indonesia berada di
Pulau Jawa, Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan (Altin, 2012). Ikan Lele
memiliki beberapa keunggulan dari segi cita rasa, harga, kandungan gizi, cara
pembudidayaan yang mudah dan yang lainnya. Dari keunggulan tersebut,
maka usaha budidaya ikan lele dapat menciptakan lapangan kerja,
meningkatkan pendapatan, peningkatan kemampuan berusaha dan dapat
memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, terutama berasal dari ikan. (Nasrudin,
2010)
Data dari Badan Pusat Statistis Provinsi Lampung tahun 2017 menyebutkan,
produksi total ikan budi daya di Lampung pada 2016 tercatat 134.734,86 ton.
Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang mempunyai potensi
dalam budidaya ikan, terutama ikan lele. Ikan lele di provinsi ini
dibudidayakan di dalam wadah kolam dan terdapat di setiap kabupaten/kota
Provinsi Lampung. Produksi ikan lele menurut kabupaten/kota di Provinsi
Lampung tahun 2012-2016 disajikan pada Tabel 1.
2
Tabel 1. Produksi ikan lele menurut kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun
2012-2016
No Kabupaten/kota 2012 2013 2014 2015 2016
(ton) (ton) (ton) (ton) (ton)
1 Lampung Selatan 629,58 904,51 368,57 1.201,28 9.491,64
2 Lampung Tengah 8.945,00 8.221,00 4.620,00 3.971,11 8.002,75
3 Pringsewu 2.894,33 3.215,58 1.917,00 4.361,56 4.522,26
4 Mesuji 125,08 8.520,37 4.359,64 1.243,30 2.232,66
5 Lampung Timur 3.995,22 1.791,51 856,03 1.964,02 2.045,89
6 Metro 1.084,85 1.061,71 795,00 1.096,34 1.315,50
7 Bandar Lampung 437,44 612,92 629,04 1.018,16 1.018,39
8 Tanggamus 762,00 803,00 240,50 822,00 826,00
9 Tulang Bawang Barat 78,60 175,83 85,72 407,31 714,62
10 Lampung Utara 516,93 474,39 281,63 430,37 508,99
11 Pesawaran 839,36 840,59 510,43 456,00 496,00
12 Way Kanan 56,01 252,31 141,29 411,29 417,39
13 Lampung Barat 100,41 112,85 99,03 177,50 150,00
14 Tulang Bawang 19,28 17,40 14,95 55,00 88,50
Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, 2017
Berdasarkan data Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi ikan lele berfluktuatif
namun terjadi peningkatan pada tiga tahun terakhir. Peningkatan produksi
dapat menunjukkan bahwa permintaan terhadap ikan lele juga meningkat dari
tahun ke tahunnya. Lebih lanjut Tabel 1 menjelaskan produksi ikan lele di
Kabupaten Lampung Selatan menempati peringkat pertama se-Provinsi
Lampung dan di peringkat terakhir yaitu Kabupaten Tulang Bawang,
sedangkan Kota Metro menempati peringkat keenam. Tahun 2016 meskipun
Kota Metro merupakan kota keenam penghasil ikan lele di Provinsi Lampung,
akan tetapi ikan lele merupakan salah satu produk unggulan di sektor pertanian
dan olahan ikan lele juga menjadi produk unggulan daerah di sektor industri
Kota Metro pada tahun 2017. Hal ini terlihat pada Tabel 2
3
Tabel 2. Produk unggulan daerah di Kota Metro tahun 2017
No Kecamatan Produk Unggulan
Sektor Pertanian Sektor Industri
1. Metro Barat - Pangan Lokal
- Kerajinan
- Altan
- Keripik
- Kemplang
2. Metro
Selatan
- Budidaya Ikan Lele dan Patin
- Cabe Merah
- Jagung Manis
- Ternak Sapi
- Tembakau Rajangan
- Olahan Ikan lele
- Kopi
- Tapis/Sulam
- Keripik
3. Metro Pusat - Budidaya Ikan Lele dan Gurame
- Padi Organik
- Ayam Probiotik
- Bibit Ayam Super
- Kambing/Domba
- Pangan Lokal
- Keripik
- Batik
- Tapis/Sulam
- Dodol Lampung
- Minuman Herbal
4. Metro Utara - Budidaya Ikan Lele dan Gurame
- Padi Organik
- Bawang Merah
- Itik Pedaging
- Jagung Manis
- Batik
- Bakso Kering
- Kelanting
- Kerajinan
- Tungku
- Altan
- Keripik
- Kemplang
5. Metro Timur - Ternak Sapi
- Batik
- Tapis/Sulam
- Keripik
- Olahan Jamur Tiram
- Rengginang
- Peyek
- Kemplang
- Minuman Herbal
Sumber : Data diolah (BAPPEDA Kota Metro, 2017), 2018
Permintaan lele yang meningkat mengakibatkan peluang bisnis juga
meningkat, namun melimpahnya bahan baku ikan lele tidak dibarengi dengan
strategi proses produksi dan pemasaran yang baik. Sehingga tidak sedikit dari
kalangan pembudidaya ikan lele mengalami kerugian. Salah satu cara untuk
mengurangi adanya kerugian dalam usaha budidaya ikan lele yaitu adanya
pengolahan ikan lele. Ikan lele dapat diolah menjadi berbagai produk
contohnya yaitu abon lele dan kerupuk tulang lele. Agroindustri yang
4
memproduksi abon lele dan kerupuk tulang lele salah satunya yaitu berlokasi di
Kecamatan Metro Selatan Kota Metro.
Dengan adanya pengolahan lele menjadi berbagai produk, diharapkan dapat
memperluas target pasar dari penjualan olahan lele tersebut yang dapat
meningkatkan keuntungan atau pendapatan pihak yang membudidayakan ikan
lele dan juga dapat menjadi alternatif bagi para konsumen untuk tetap
mengonsumsi ikan lele tanpa mengurangi nilai gizi dari ikan tersebut. Selain
itu, ikan lele juga dapat memberikan nilai tambah jika diolah menjadi berbagai
produk.
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan, harga ikan lele segar yaitu
berkisar dari Rp17.000-Rp20.000/kg. Harga olahan ikan lele telah diolah
dalam bentuk abon lele yaitu Rp200.000/kg, sedangkan harga kerupuk tulang
lele yaitu Rp40.000 – Rp45.000/kg. Dengan perbandingan setiap 5 kilogram
ikan lele hanya dapat menghasilkan 1 kg abon lele, sedangkan setiap 2 kg lele
dapat menghasilkan 1 kg tulang lele belum diolah.
Kegiatan pengadaan bahan baku merupakan kegiatan yang sangat penting pada
suatu agroindustri, termasuk agroindustri olahan ikan lele. Hal ini dikarenakan
bahan baku merupakan faktor utama dalam pembuatan suatu produk pada
agroindustri. Bahan baku yang digunakan pada agroindustri olahan ikan lele ini
merupakan ikan lele yang berukuran besar dan jumlahnya tidak banyak di
pasaran. Oleh karena itu, kegiatan pengadaan bahan baku perlu diperhatikan
dengan baik agar kegiatan lain di agroindustri tersebut tidak terhambat.
5
Suatu agroindustri bisa berjalan dengan lancar dan efektif apabila didukung
dengan adanya peran jasa layanan pendukung. Jasa layanan pendukung terdiri
dari lembaga keuangan, lembaga penelitian, lembaga penyuluhan, sarana
trasnportasi, kebijakan pemerintah, teknolodi informasi dan komunikasi, serta
asuransi. Adanya peran jasa layanan pendukung terhadap suatu agroindustri
olahan ikan lele harus dimanfaatkan dengan baik agar menghasilkan dampak
yang positif. Berdasarkan observasi, agroindusti olahan ikan lele yang berada
di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro mengalami kendala pada proses
produksi yaitu pada pengadaaan bahan baku yang akan digunakan cukup sulit
untuk diperoleh. Sehingga hal tersebut dapat berpengaruh dengan pendapatan
atau profitabilitas yang didapat.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pengadaan bahan baku pada agroindustri olahan ikan
lele di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro?
2. Berapa besarnya profitabilitas yang didapat dari agroindustri olahan ikan
lele di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro?
3. Berapa besarnya nilai tambah dari agroindustri olahan ikan lele di
Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro?
4. Bagaimana peranan jasa layanan pendukung terhadap agroindustri olahan
ikan lele di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro?
6
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan terdahulu, maka tujuan yang ingin dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui proses pengadaan bahan baku pada agroindustri olahan ikan
lele di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro
2. Menganalisis besarnya profitabilitas yang didapat dari agroindustri olahan
ikan lele di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro
3. Menganalisis besarnya nilai tambah dari agroindustri olahan ikan lele di
Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro
4. Mengetahui peranan jasa layanan pendukung terhadap agroindustri olahan
ikan lele di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Bagi produsen olahan ikan lele, hasil penelitian ini diharapkan dapat
membantu dalam pencarian informasi mengenai keuntungan yang didapat
dan juga nilai tambah dari produk yang dihasilkan.
2. Bagi pemerintah dan pihak terkait, hasil penelitian ini diharapkan dapat
dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil atau menentukan
kebijakan untuk usaha olahan ikan lele.
3. Bagi peneliti lain, sebagai sumber informasi dan referensi dalam
penyusunan penelitian selanjutnya.
7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
A. Tinjauan Pustaka
1. Olahan Ikan Lele
Menurut Suyatno,2010 dalam Murniyati,dkk.2013, lele memiliki prospek
bisnis yang sangat bagus. Hal ini didukung dengan rasa dagingnya yang
gurih dan bergizi tinggi karena kandungan proteinnya sebesar 18,7%.
Ukuran konsumsi, daging lele berwarna putih, dengan kandungan protein
yang fungsinya hampir sama dengan daging sapi, yaitu sebesar 19,0%.
Ikan lele adalah jenis ikan air tawar yang paling banyak diminati serta
dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Olahan ikan lele mempunyai rasa
yang enak dan kandungan gizinya cukup tinggi yang dibutuhkan oleh tubuh
manusia seperti sumber energi, protein, lemak, kalsium, fosfor, zat besi,
tiamin. Pemanfaatan ikan lele selain dijadikan produk olahan segar seperti
ikan lele goreng dan bakar, ikan lele juga dapat dijadikan produk olahan
seperti keripik, abon dan nugget ikan lele (Azhar, 2006).
Pengembangan suatu komoditas menjadi produk turunannya dapat
memberikan nilai tambah terhadap komoditas tersebut. Saat ini produk
olahan lele belum terlalu dikenal oleh masyarakat luas. Masyarakat masih
8
mengenal lele yang ada di pasaran berupa lele segar dan pengolahannya
terserah kepada pembeli lele tersebut. Padahal banyak sekali produk olahan
lele yang jika digeluti secara serius dan akan mendatangkan keuntungan
yang berlipat dibanding menjual lele dalam bentuk segar (Neza, 2010).
Pohon industri lele dapat dilihat sebagai berikut :
Gambar 1. Pohon industri ikan lele (Neza, 2010)
Gambar 1 menjelaskan bahwa terdapat berbagai produk olahan yang
dihasilkan dari ikan lele seperti contoh abon lele, keripik lele, kerupuk lele
dan lainnya. Proses pengolahan dari beberapa produk olahan yang terdapat
pada pohon industri ikan lele dapat diuraikan dibawah ini
a. Proses Pengolahan Abon Lele
Hal pertama yang dilakukan dalam tiap proses pengolahan makanan
adalah bahan. Bahan yang digunakan dalam pembuata abon lele adalah
Ikan Lele
Lele Utuh Daging Tulang Sirip Kulit
Kuliner
Lele
Asap
Keripik
Fillet
Abon
Baso
Ikan
Nugget
Rolade
Kerupuk
Keripik
Sirip
Keripik
Kulit Kerupuk
Tulang
9
ikan lele yang masih segar. Ciri-ciri fisik yang harus dimiliki daging ikan
lele yang bisa dijadikan bahan baku pembuatan abon ikan adalah dalam
kondisi segar, warna dagingnya cerah, dagingnya terasa kenyal, dan tidak
berbau busuk.
Sejumlah bahan pembantu yang biasa digunakan dalam pembuatan abon
adalah rempah-rempah, gula pasir, garam dan penyedap rasa. Jenis
rempah-rempah yang digunakan adalah bawang putih, ketumbar,
lengkuas, sereh dan daun salam.
Proses produksi abon ikan lele relatif sederhana dan mudah dilakukan.
Secara umum, proses produksi abon ikan, mulai dari tahap pengadaan
bahan baku ikan sampai tahap pengemasan abon ikan lele, adalah sebagai
berikut :
1. Pengadaan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah ikan lele yang masih utuh dan
segar, untuk selanjutnya dilakukan proses penyiangan.
2. Penyiangan Bahan Baku
Saat proses penyiangan yaitu pemotongan ikan dan pencucian
daging ikan, maka bagian kepala dan isi perut ikan dibuang. Daging
ikan hasil tahap penyiangan sebaiknya direndan dalam air yang
dicampur dengan air cuka.Kadar air cuka yang dipakai adalah ±2%.
Ini dilakukan untuk membuat bau amis hilang. Selain menggunakan
cuka bau amis pada ikan lele juga bisa dihilangkan dengan
menambah serai pada bumbu abon.
10
3. Perebusan
Potongan ikan yang telah direndam dalam air cuka kemudian
disusun ke dalam panci besar dan direbus selama 30 – 60 menit.
Proses perebusan akan dihentikan setelah daging ikan menjadi lunak.
Selama proses perebusan tersebut juga ditambahkan daun salam dan
garam rebus.
4. Penirisan I
Ikan yang telah direbus kemudian dipres dengan mesin
pengepres.Sebelum dipres, daging ikan tersebut sebaiknya ditiriskan
terlebih dahulu sekitar 5 – 10 menit. Tahap pengepresan bertujuan
untuk mengurangi kadar air pada daging ikan yang telah direbus.
Makin sedikit kadar air yang dikandung dalam daging, maka akan
makin baik pula serat-serat daging yang dihasilkan.
5. Pencacahan I
Setelah daging ikan dipres, kemudian dilakukan proses pencacahan
sampai menjadi serat-serat. Proses ini bisa dilakukan dengan tangan
atau dengan mesin pengoyak (giling).
6. Pemberian Bumbu dan Santan
Saat tahap ini, serat-serat daging hasil pencacahan ditambahkan
bahan-bahan pembantu (bumbu-bumbu). Bumbu-bumbu yang
ditambahkan terdiri dari : bawang putih, ketumbar, lengkuas yang
telah diparut dengan mesin parutan, gula pasir, garam dapur,
serai,santan kelapa dan bisa juga ditambahkan daun kari, untuk
memberikan rasa kari pada abon lele.
11
7. Penggorengan
Setelah bumbu-bumbu tercampur secara merata dalam serat-serat
daging ikan, kemudian dilakukan penggorengan ±60 menit. Selama
proses penggorengan, secara terus menerus dilakukan pengadukan
agar abon ikan yang dihasilkan matang secara merata dan bumbu-
bumbu dapat meresap dengan baik. Tahap penggorengan ini akan
dihentikan setelah serat-serat daging yang digoreng sudah berwarna
kuning kecoklatan.
8. Penirisan II
Tahap produksi berikutnya adalah pengepresan kembali serat-serat
daging ikan yang telah digoreng. Proses pengepresan tahap kedua ini
bertujuan untuk mengurangi kadar minyak pasca proses
penggorengan.
9. Pencacahan II
Setelah dipres, kemudian dilakukan pencacahan tahap kedua agar
tidak terjadi penggumpalan. Proses pencacahan tahap kedua ini akan
dihentikan setelah terbentuk produk akhir berupa abon ikan dengan
tekstur yang seragam.
10. Pengemasan
Tahap akhir produksi yaitu dilakukan pengemasan abon ikan. Jika
pengemasan tidak langsung dilakukan, maka produk abon ikan akan
disimpan terlebih dahulu dalam kantung plastik besar (blong) di
gudang penyimpanan, sebelum dilakukan pengemasan. (Murniyati,
dkk 2013).
12
b. Proses Pengolahan Kerupuk
Kerupuk lele merupakan produk olahan lele yang lain selain abon lele.
Kerupuk lele dibuat dari daging yang telah dihaluskan dan dicampur
bumbu-bumbu, kemudian dibentuk dan digoreng menjadi kerupuk. Cara
pembuatannya hampir sama dengan pembuatan kerupuk yang lain dan
melalui beberapa proses yang sama seperti pembuatan abon lele, cara
pembuatan pengolahan kerupuk lele diuraikan sebagai berikut:
1. Pengadaan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah ikan lele yang masih utuh dan
segar, untuk selanjutnya dilakukan proses penyiangan.
2. Pencucian Bahan Baku
Bersihkan ikan lele dari patil, sirip, dan isi perutnya hingga bersih,
kemudian cuci bersih.
3. Pengukusan I
Ikan lele yang telah dipisahkan dari patil, sirip dan isi perutnya dan
telah di cuci bersih kemudian disusun ke dalam panci besar untuk
dikukus selama 30 – 60 menit. Proses pengukusanakan dihentikan
setelah tulang ikan menjadi lunak dan didinginkan.
4. Penghalusan
Haluskan tulang dengan mesin penggiling daging atau bisa dengan
caramenumbuknya, namun untuk sekala yang besar sebaiknya
menggunakan mesin penggiling daging agar hasilnya lebih bagus.
13
5. Pemberian Bumbu
Campurkan tepung tapioka yang sudah dipersiapkan dengan air
sedikit demi sedikit, kemudian tambahkan tulang ikan lele yang
sudah halus, garam, gula dan telur bebek. Aduk campuran bahan
tersebut hingga kalis dengan mesin pengaduk atau secara manual.
6. Pengukusan II
Adonan tulang ikan lele yang telah dicampur dengan tepung tapioka
kemudian dibungkus dan dimasukkan adonan yang sudah di bungkus
dengan plastik pembungkus ke dalam pengukus. Setelah matang
adoan tersebut diangkat dan didinginkan
7. Penjemuran
Adonan ikan lele yang telah dibungkus dan dikukus tersebut
kemudian diiris tipis adonan dan jemur hingga kering di bawah sinar
matahari atau menggunakan mesin pengering agar prosesnya lebih
cepat.
8. Penggorengan
Kerupuk tulang lele yang telah dijemur kemudian dilakukan
penggorengan ±60 menit. Tahap penggorengan ini akan dihentikan
setelah kerupuk yang digoreng sudah berwarna kuning kecoklatan.
9. Pengemasan
Kerupuk tulang ikan lele siap untuk dijual dalam keadaan yang
sudah matang atau digoreng, atau anda juga bisa menjualnya dalam
keadaan mentah atau kering dalam kemasan yang baik
pula.(Murniyati, dkk 2013).
14
2. Konsep Agroindustri
Agroindustri merupakan subsistem agribisnis yang memproses dan
mentransfor-masikan bahan-bahan hasil pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan dan perikanan menjadi barang-barang setengah jadi ataupun
barang-barang jadi yang langsung dapat dikonsumsi. Dalam kerangka
pembangunan pertanian, agroindustri merupakan penggerak utama
perkembangan sektor pertanian, dalam masa yang akan datang posisi
pertanian akan menjadi sektor andalan dalam pembangunan nasional
sehingga peranan agroindustri akan semakin besar. Sebagai penggerak
utama perkembangan sektor pertanian, diharapkan agroindustri dapat
memainkan peranan penting dalam kegiatan pembangunan daerah baik
dalam pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi maupun stabilitas
nasional sehingga mampu mewujudkan sektor pertanian yang tangguh, maju
dan efisien melalui pengembangan agroindustri (Soekartawi, 2000).
Peningkatan nilai tambah ini dapat dilaksanakan melalui industrialisasi
perdesaan berbasiskan pertanian, dan sektor pertanian dapat dikatakan
sebagai sektor penyanggah ekonomi dalam menggerakan roda
perekonomian. Melihat berbagai fenomena yang mungkin terjadi tersebut,
maka diperlukan upaya yang terencana dan terarah untuk mengatasinya.
Untuk itu, industrialisasi pertanian perdesaan merupakan suatu upaya yang
perlu dilakukan sesegera mungkin.
15
3. Pengadaan Bahan Baku
Bahan baku yaitu barang-barang berwujud yang digunakan dalam proses
produksi yang mana dapat diperoleh dari sumber-sumber alam ataupun
dibeli dari supplier atau perusahaan yang menghasilkan bahan baku bagi
perusahaan pabrik yang menggunakannya (Assauri, 1999).
Pengadaan bahan baku berfungsi menyediakan bahan baku dalam jumlah
yang tepat, mutu yang baik, dan tersedia secara berkesinambungan dengan
biaya yang layak dan terorganisasi dengan baik. Biaya dalam arti luas
adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang
telah terjadi untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan biaya produksi
adalah biaya yang digunakan untuk mengolah bahan baku menjadi bahan
jadi. Biaya terbesar dalam proses pengolahan umumnya adalah biaya yang
dikeluarkan untuk pembelian bahan baku. Oleh karena itu, perhatian
terhadap perhitungan dan pengendalian biaya dalam pengadaan bahan baku
merupakan hal sangat penting. Kekurangan bahan baku atau ketersediaan
bahan baku yang tidak kontinyu akan berakibat pada sistem kerja yang tidak
efektif dan efisien, dan menurunnya mutu bahan baku akan menurunkan
mutu produk olahannya Oleh karena itu, pengadaan bahan baku bagi
industri yang mengolah produk pertanian harus terorganisir dengan baik
(Mulyadi, 1990).
Manajemen stok/persediaan bahan baku agroindustri biasanya terdiri dari
dua kegiatan, yaitu pembelian dan penyimpanan. Pembelian dilakukan
karena perusahaan agroindustri tidak mampu menghasilkan bahan baku
16
sendiri. Kegiatan pembelian harus diselaraskan dengan perencanaan
produksi, agar tidak terjadi kekurangan bahan baku, sedangkan dalam
penyimpanan bahan baku, prinsip-prinsip efisiensi harus dipegang teguh,
karena jika tidak, maka akan terjadi ekonomi biaya tinggi. Tingginya biaya
penyimpanan akan mempengaruhi besarnya biaya dan akhirnya harga per
satuan unit akan meningkat pula. (Pustika, 2007)
4. Profitabilitas
Menurut Prawironegoro (2007), profitabilitas ialah kemampuan manajemen
untuk memperoleh laba. Menurut Harahap (2006) profitabilitas
menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua
kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal,
jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya. Profitabilitas suatu
perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan antara keuntungan atau
laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan kekayaan atau
asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan perusahaan (operating
asset). Profitabilitas bisa didapatkan dengan cara yang sama dengan
menghitung pendapatan.
Downey dan Erickson (1992) menyatakan Profitabilitas merupakan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkanlaba/profit. Oleh karena itu,
istilah rasio profitabilitas merujuk padabeberapa indikator atau rasio yang
berbeda yang bisa digunakan untukmenentukan profitabilitas dan prestasi
kerja perusahaan
17
Adapun profitabilitas dapat dirumuskan sebagai berikut:
Keterangan :
= Pendapatan usaha agroindustri olahan ikan lele
Kriteria pengambilan keputusan:
Profitabilitas > 0 berarti usaha yang dilakukan menguntungkan
Profitabilitas ≤ 0 berarti usaha yang dilakukan tidak menguntungkan
(Downey dan Erickson, 1992)
Menurut Soekartawi (2000) pendapatan dari suatu agroindustri dapat
diperoleh dengan cara menghitung selisih antara total penerimaan yang
diterima dari hasil usaha dengan total biaya produksi yang dikeluarkan.
Penerimaan total agroindustri yang diterima oleh suatu agroindustri
merupakan jumlah uang yang diterima dari hasil penjualan produk yang
dihasilkan, sedangkan biaya merupakan jumlah uang yang telah dikeluarkan
selama proses produksi berlangsung.
Secara matematis besarnya pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai
berikut (Soekartawi, 2000):
Keterangan :
= Pendapatan (Rp)
Y = Hasil produksi (Kg)
Py = Harga hasil produksi(Rp)
Xi = Faktor produksi (i=1,2,3,.....n)
PXi = Harga faktor produksi ke-i (Rp)
BTT = Biaya tetap total (Rp)
Untuk mengetahui suatu usaha menguntungkan atau tidak secara ekonomi
dapat dianalisis dengan menggunakan nisbah atau perbandingan antara
18
penerimaan dengan biaya (Revenue Cost Ratio R/C). Secara matematis
dapat dirumuskan sebagai berikut:
R/C = TR / TC
Keterangan:
R/C = Nisbah penerimaan dan biaya
TR = Total revenue atau penerimaan total (Rp)
TC = Total cost atau biaya total (Rp)
Kriteria pegambilan keputusan adalah:
c. Jika R/C > 1, maka suatu usaha mengalami keuntungan, karena
penerimaan lebih besar dari biaya.
d. Jika R/C < 1, maka suatu usaha mengalami kerugian, karena penerimaan
lebih kecil dari biaya.
e. Jika R/C = 1, maka suatu usaha mengalami impas, karena penerimaan
sama dengan biaya (Soekartawi, 2000)
Perhitungan biaya penyusutan peralatan pada penelitian ini menggunakan
perhitungan biaya bersama atau join cost. Menurut Bustami (2009) dalam
Lestari (2016) perhitungan joint cost diperlukan terutama ketika
perusahaan menghasilkan produk lebih dari satu atau terdiri dari
beberapa produk. Biaya yang dihitung adalah biaya yang digunakan
secara bersama oleh produk bersama, pada penelitian ini biaya bersama
yang dikeluarkan dalam proses produksi olahan ikan lele adalah biaya
overhead yaitu biaya penyusutan alat, biaya listrik, dan pajak.
Joint cost dapat dialokasikan kepada tiap-tiap produk bersama dengan
menggunakan salah satu dari empat metode sebagai berikut:
1. Metode nilai jual relatif
Metode ini digunakan untuk mengalokasikan joint cost kepada produk
bersama. Metode ini didasarkan pada nilai jual relatif dari setiap jenis
19
produk bersama. Tahap pertama metode ini adalah memperhitungkan
nilai total penjualan yang merupakan harga penjualan dikalikan
dengan unit produksi, bukan penjualan sesungguhnya. Tahap kedua
penentuan proporsi nilai penjualan masing-masing produk bersama
pada nilai penjualan total. Tahap terakhir mengalokasikan total joint
cost diantara produk bersama berdasarkan proporsi tersebut (Mulyadi,
2009).
Menurut Bustami (2009), metode harga jual dapat dibedakan menjadi
dua diantaranya sebagai berikut:
a) Harga jual diketahui pada saat titik pisah
Perhitungan ini apabila harga jual diketahui pada saat titik pisah
maka joint cost dibebankan kepada produk berdasarkan nilai jual
masing-masing produk terhadap jumlah nilai jual keseluruhan
produk. Alokasi joint cost dengan metode harga jual diketahui
pada saat titik pisah dapat dirumuskan sebagai berikut:
Alokasi joint cost=
b) Harga jual tidak diketahui pada saat titik pisah
Apabila suatu produk tidak bisa dijual pada titik pisah, maka
harga tidak dapat diketahui saat titik pisah. Produk tersebut
memerlukan proses tambahan sehingga harga jual dapat diketahui
sebelum dijual. Dasar yang dapat digunakan dalam menghasilkan
biaya bersama adalah harga pasar hipotesis. Harga pasar hipotesis
adalah nilai jual suatu produk setelah diproses lebih lanjut
20
dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk memproses lebih
lanjut. Alokasi biaya bersama dengan metode harga jual tidak
diketahui pada saat titik pisah dapat dirumuskan sebagai berikut:
Alokasi joint cost =
2. Metode satuan fisik
Metode satuan fisik menentukan harga produk bersama sesuai dengan
manfaat yang ditentukan oleh masing-masing produk akhr. Dalam
metode ini joint cost dialokasikan kepada produk atas dasar koefisien
fisik kuantitas bahan baku yang terdapat dalam masing-masing
produk. Koefisen fisik ini dinyatakan dalam satuan berat. Dengan
metode ini diharuskan bahwa produk bersama yang dihasilkan harus
dapat diukur dengan satuan ukuran pokok yang sama. Jika produk
yang sama mempunyai satuan ukuran yang berbeda, harus ditentukan
koefsien yang digunakan untuk mengubah berbagai satuan tersebut
menjadi ukuran yang sama (Mulyadi, 2009). Alokasi joint cost dengan
metode satuan fisik dapat dirumuskan sebagai berikut:
Alokasi joint cost=
atau
Alokasi joint cost=
3. Metode harga pokok rata-rata
Pendekatan harga pokok rata-rata diangkap tepat apabila proses
produksi bersama menghasilkan jenis-jenis produk yang mempunyai
21
unit fisik atau satuan ukuran yang sama. Mulyadi (2005) memaparkan
bahwa metode ini hanya dapat digunakan apabila produk bersama
yang dihasilkan diukur dalam satuan yang sama pada umumnya
metode ini digunakan oleh yang menghasilkan beberapa macam
produk yang sama dari satu proses bersama tetapi mutunya berlainan.
Dalam metode ini harga pokok masing-masing dihitung sesuai dengan
proporsi kuantitas yang diproduksi. Alokasi joint cost dengan metode
harga pokok rata-rata dapat dirumuskan sebagai berikut:
Alokasi joint cost = biaya per unit biaya bersama x biaya bersama
4. Metode rata-rata tertimbang
Metode rata-rata biaya per satuan dasar yang dipakai dalam
pengalokasian joint cost adalah kuantitas produksi, maka dalam
metode rata-rata tertimbang kuantitas produksi ini dikalikan terlebih
dahulu dengan angka penimbang dan hasilnya baru dipakai sebagai
dasar alokasi. Penentuan angka penimbang untuk tiap-tiap produk
didasarkan pada jumlah bahan yang dipakai, sulitnya pembuatan
produk, waktu yang dikonsumsi, dan pembedaan jenis tenaga kerja
yang dipakai untuk setiap produk yang dihasilkan. Jika yang dipakai
sebagai angka penimbang adalah harga jual produk maka metode
alokasinya disebut metode nilai jual relatif (Mulyadi, 2005). Alokasi
joint cost dengan metode rata-rata tertimbang dapat dirumuskan
sebagai berikut:
Alokasi joint cost=
22
Penelitian kali ini metode alokasi joint cost yang digunakan pada penelitian
ini adalah dengan menggunakan metode nilai jual relatif yaitu harga jual
diketahui pada saat titik pisah. Dasar pemikiran metode ini adalah bahwa
harga jual suatu produk merupakan perwujudan biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam mengolah produk tersebut. Jika salah satu produk terjual
lebih tinggi daripada produk yang lain, hal ini karena biaya yang
dikeluarkan untuk produk tersebut lebih banyak bila dibandingkan dengan
produk yang lain. Oleh karena itu, metode ini merupakan cara yang logis
untuk mengalokasikan joint cost berdasarkan pada nilai jual relatif masing-
masing produk yang dihasilkan.
5. Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi adalah aktiva atau jasa yang dikorbankan atau
diserahkan dalam proses produksi (Supriyono, 2002). Menurut Mulyadi
(1990), harga pokok produksi merupakan pengorbanan sumber ekonomi
untuk memperoleh aktiva. Harga pokok produksi digunakan sebagai
penentu harga penjualan, oleh karena itu perhitungan harga pokok produksi
penting untuk dilakukan.
Tujuan dari perhitungan harga pokok produksi antara lain:
a. Untuk memberikan bantuan guna mendekati harga yang dapat dicapai.
b. Untuk menilai harga-harga yang dapat dicapai atau ditawarkan dari
pendirian ekonomi perusahaan itu sendiri.
c. Untuk menilai penghematan dari proses produksi.
d. Untuk menilai barang yang masih dikerjakan.
23
e. Untuk penetapan yang terus-menerus dan analisis dari hasil perusahaan
(Mulyadi, 1990).
6. Nilai Tambah (Value Added)
Hayami (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara
komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai
korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber –sumber dari
nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor – faktor seperti tenaga
kerja, modal, sumberdaya manusia dan manajemen. Metode analisis nilai
tambah Hayami lebih cocok digunakan untuk menghitung nilai tambah
dalam subsistem pengolahan karena menghasilkan keluaran sebagai berikut:
a. Perkiraan nilai tambah (Rp)
b. Rasio nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan (%)
c. Imbalan terhadap jasa tenaga kerja (Rp)
d. Imbalan modal dan manajemen atau keuntungan yang diterima petani
(Rp)
Analisis nilai tambah Hayami mempunyai kelebihan, yaitu
menggambarkan:
a. Produktivitas produksi, di mana rendemen dan efisiensi tenaga kerjadapat
diestimasi.
b. Balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi dapat diestimasi
(Hayami, 1987 dalam Putri, 2005).
Menurut Suprapto, 2006 dalam Rianzani, 2017 kelebihan dari analisis nilai
tambah dengan menggunakan Metode Hayami adalah dapat diketahui
24
besarnya nilai tambah, nilai output, dan produktivitas, kedua, dapat
diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik-pemilik faktor produksi,
serta ketiga, prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat diterapkan untuk
subsistem lain diluar pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran.
7. Jasa Layanan Pendukung
Menurut Soeharjo, 1997 dalam Aldhariana, 2016 menjelaskan bahwa
subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan) atau supporting
institution adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi untuk mendukung
dan melayani serta mengembangkan kegiatan sub-sistem hulu, sub-sistem
usaha tani, dan sub-sistem hilir. Lembaga-lembaga yang terkait dalam
kegiatan ini adalah penyuluh, konsultan, keuangan, dan penelitian.
Lembaga penyuluhan dan konsultan memberikan layanan informasi yang
dibutuhkan oleh petani dan pembinaan teknik produksi, budidaya pertanian,
dan manajemen pertanian. Lembaga keuangan seperti perbankan dan
asuransi yang meberikan layanan keuangan berupa pinjaman dan
penanggungan resiko usaha (khusus asuransi).
Lembaga penelitian baik yang dilakukan oleh balai-balai penelitian atau
perguruan tinggi memberikan layanan informasi teknologi produksi,
budidaya, atau teknik manajemen mutakhir hasil penelitian dan
pengembangan.
25
8. Aspek Sosial Budaya
Menurut Julianto (2009) dalam Paksi (2014), sosial budaya merupakan
proses asimilasi yaitu proses perubahan budaya antara dua masyarakat atau
lebih secara perlahan dan sama sekali perubahan budaya bisa terjadi hanya
pada satu pihak saja atau pada kedua belah pihak. Beberapa banyak yang
ditiru dan apa yang diambil dari kebudayaan pihak lain kedalam sendiri dan
memang tidak diketahui unsur yang mana karena kontak itu terjadi secara
komunal atau individual
Kehidupan sosial budaya adalah suatu hidup saling berinteraksi satu sama
lain yang dilihat dari unsur-unsur kebudayaan yang ada. Sosial budaya
merupakan penyebab atau akibat faktor-faktor ekonomi desa/daerah
sehingga menyebabkan minimnya nilai sosial seperti adat, pendidikan dan
lembaga desa yang merupakan penghambat kemajuan desa, kondisi sosial
budaya dapat menjadi ciri sosial masyarakatnya. Berdasarkan uraian di atas
maka dapat dijelaskan bahwa kehidupan sosial budaya adalah kehidupan
masyarakat yang berkaitan dengan budaya yang terdapat di dalam suatu
masyarakat yang saling berinteraksi sehingga dapat mempengaruhi nilai-
nilai sosial yang menjadi ciri masyarakatnya.
B. Penelitian Terdahulu
Kajian penelitian terdahulu diperlukan sebagai bahan referensi dan penuntun
dalam penentuan metode dalam menganalisis data penelitian. Peneliti harus
mempelajari penelitian sejenis di masa lalu untuk mendukung penelitian yang
26
dilakukan. Tinjauan penelitian terdahulu memperlihatkan persamaan dan
perbedaan dalam hal komoditas, metode, waktu, dan tempat penelitian.
Sari (2017), meneliti mengenai analisis permintaan ikan lele oleh pedagang
pecel lele di Kota Bandar Lampung. Tujuan dari penelitian ini adalah:
menganalisis pola permintaan ikan lele oleh pedagang pecel lele, dan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan ikan lele oleh
pedagang pecel lele di kota bandar lampung. Metode penelitian yang
digunakan untuk menganalisis pola permintaan ikan lele adalah analisis
statistik deskriptif. Sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan ikan lele digunakan analisis regresi linear berganda.
Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini adalah pola permintaan ikan
lele oleh pedagang pecel lele di kota bandar lampung memiliki frekuensi
pembelian 7 kali dalam waktu seminggu atau setiap hari dengan jumlah
pembelian ikan lele sebanyak 13 – 35 kilogram per minggu. Jenis ikan lele
yang banyak dibeli oleh pedagang pecel lele adalah sangkuriang, dan pedagang
biasa membeli ikan lele pada pemasok ikan lele yang sebagian besar berasal
dari pedagang besar ikan lele di gedong air, bandar lampung. Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap permintaan ikan lele oleh pedagang pecel di kota
bandar lampung adalah harga ikan lele, proporsi penjualan pecel lele, jumlah
jenis olahan, harga output (pecel lele), pendapatan usaha dan dummy skala
usaha.
Sundari (2017), meneliti mengenai komparasi nilai tambah agroindustri abon
lele dan abon patin di Tasikmalaya. Tujuan penelitian ini secara umum adalah
27
untuk mengetahui lebih jauh pengolahan abon kedua ikan tersebut, berapa
besar nilai tambah yang bisa diperoleh dari usaha pengolahan abon ikan lele
dan ikan patin.. Penelitian yang dilaksanakan ini bersifat deskriptif. Metode
analisis yang digunakan untuk menentukan nilai tambah yaitu menggunakan
metode Hayami. Hasil analisis yang diperoleh dari penelitian ini adalah
produk abon ikan lele memberikan nilai tambah sebesar Rp 14.295,00, rasio
nilai tambah sebesar 25,53 persen dengan nilai konversi sebesar 0,35.
Sedangkan produk abon ikan patin memberikan nilai tambah sebesar Rp
18.295,00. Rasio nilai tambah sebesar 29,04 persen dengan nilai konversi
sebesar 0,35.
Laisa (2013), meneliti mengenai analisis harga pokok produksi dan strategi
pengembangan industri pengolahan ikan teri nasi kering di Pulau Pasaran
Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Tujuan penelitian ini
adalah mengetahui harga pokok produksi industri pengolahan ikan teri nasi
kering dan menyusun strategi pengembangan industri pengolahan ikan teri nasi
kering.. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah analisis
dekriptif kualitatif untuk menganalisis strategi pengembangan (SWOT) dan
analisis kuantitatif untuk menganalisis harga pokok produksi (HPP). Hasil
analisis yang diperoleh dari penelitian ini adalah Harga pokok produksi (HPP)
pada industri pengolahan ikan teri nasi berdasarkan analisis metode variabel
costing pada musim angin Barat adalah Rp43.330,15, pada musim angin
Normal adalah Rp34.269,58 dan harga pokok produksi pada musim angin
Timur adalah Rp31.180,36. Perbedaan harga jual tersebut dipengaruhi
ketersediaan bahan baku pada setiap musim. Strategi prioritas industri
28
pengolahan ikan teri nasi kering di Pulau Pasaran yaitu: (a) mengadopsi
teknologi yang lebih modern (b) mengadakan pelatihan untuk menghasilkan
tenaga kerja yang berkualitas dan (c) membuat pembukuan untuk
memaksimalkan penggunaan modal.
Penelitian yang dilakukan oleh Ayu (2013) bertujuan untuk mengetahui nilai
tambah pada klaster industri pengolahan ikan teri kering. Metode analisis yang
digunakan untuk mengetahui nilai tambah yaitu dengan menggunakan metode
Hayami. Hasil dari penelitian ini adalah hasil produksi tertinggi pengolahan
ikan teri kering di Pulau Pasaran Kota Bandar Lampung adalah pada musim
angin timur. Berdasarkan jenisnya, produksi ikan teri kering terbanyak adalah
ikan teri nasi kering yaitu sebesar 11.663,00 kilogram. Selain itu, disimpulkan
pula bahwa nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan satu kilogram ikan
teri basah menjadi ikan teri kering tertinggi berada pada musim angin barat
yaitu pada jenis ikan teri nasi sebesar Rp7.253,02 dan rasio nilai tambah
terhadap nilai produk adalah 29,73 persen, artinya setiap Rp100,00 nilai
produk akan diperoleh nilai tambah sebesar Rp29,73.
Lestari (2017), meneliti mengenai analisis pendapatan, nilai tambah dan
strategi pengembangan usaha pengolahan ikan bandeng pada Usaha Dagang
Sabily Kecamatan Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Tujuan
penelitian ini secara umum adalah untuk menganalisis pendapatan yang
dihasilkan, menganalisis nilai tambah yang dihasilkan dan menyusun strategi
pengembangan usaha pengolahan ikan bandeng pada usaha pengolahan ikan
bandeng UD Sabily. Penelitian yang dilaksanakan ini bersifat deskriptif
29
kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Metode analisis yang digunakan untuk
yaitu menggunakan metode Soekartawi, Hayami dan SWOT. Hasil analisis
yang diperoleh dari penelitian ini adalah pendapatan atas biaya total seluruh
olahan ikan bandeng di UD Sabily adalah Rp16.324.376,39 per bulan.
Pendapatan tertinggi adalah produk nugget bandeng sedangkan pendapatan
terendah adalah produk bandeng crispy. Seluruh olahan ikan bandeng pada
usaha pengolahan ikan bandeng UD Sabily menguntungkan untuk diusahakan.
Nilai tambah terbesar adalah produk keripik kulit bandeng sebesar
Rp80.733,60 sedangkan nilai tambah terendah adalah produk bandeng presto
sebesar Rp15.100,83. Seluruh olahan ikan bandeng pada usaha pengolahan
ikan bandeng UD Sabily dapat memberikan nilai tambah yang positif dan layak
untuk diusahakan. Strategi pengembangan prioritas usaha pengolahan ikan
bandeng di UD Sabily adalah (a) memanfaatkan lokasi yang dekat dengan
sumber bahan baku untuk meningkatkan produksi sehingga mampu
meningkatkan pendapatan untuk menyebarluaskan informasi produk lokal hasil
olahan ikan, (b) mempertahankan produk yang berkualitas baik dan bervarian
agar mampu mengatasi tingkat preferensi masyarakat yang masih rendah
terhadap produk lokal olahan ikan, dan (c) memanfaatkan pengelolaan
keuangan secara efektif untuk dapat meningkatkan produksi dan kualitas
produk sehingga mampu bersaing dengan agroindustri sejenis.
Yuniati (2015), meneliti mengenai analisisis nilai tambah dan profitabilitas
agroindustri gula aren dan gula semut skala rumah tangga di Kecamatan Air
Hitam Kabupaten Lampung Barat. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui lebih jauh besarnya nilai tambah produk dari agroindustri gula aren
30
dan gula semut di Kecamatan Air Hitam Kabupaten Lampung Barat dan
mengetahui besarnya profitabilitas dari agroindustri gula aren dan gulasemut di
Kecamatan Air Hitam Kabupaten Lampung Barat. Penelitian yang
dilaksanakan ini bersifat analisis kuantitatif. Metode analisis yang digunakan
untuk menentukan nilai tambah yaitu menggunakan metode Hayami dan untuk
menentukan profitabilitas menggunakan metode Downey dan Erickson. Hasil
analisis yang diperoleh dari penelitian ini adalah Agroindustri gula semut
memberikan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan dengan agroindustri
gula aren. Nilai tambah gula semut yaitu sebesar Rp 1.248,60 per kilogram,
sedangkan nilai tambah gulaaren sebesar Rp 928,51 per kilogram dan juga
mengenai profitabilitas gula semut lebih besar dibandingkan dengan
profitabilitas gula aren. Profitabilitas gula semut yaitu sebesar 35,83 persen,
artinya setiap Rp 100 hasil penjualan dari gula semut akan diperoleh
keuntungan sebesar Rp 35,83. Profitabilitas gula aren yaitu sebesar 33,78
persen, artinya setiap Rp 100 hasil penjualan dari gula aren akan diperoleh
keuntungan sebesar Rp 33,78.
C. Kerangka Pemikiran
Setiap usaha yang dikelola merupakan serangkaian kegiatan begitu pula
dengan agroindustri olahan ikan lele. Kegiatan pengadaan bahan baku erat
kaitannya dengan penyediaan input. Dalam penyediaan input, maka
agroindustri olahan ikan lele mengeluarkan biaya-biaya yang menimbulkan
harga input yang dimasukkan kedalam biaya produksi.
31
Kegiatan pengolahan pada agroindustri olahan ikan lele tersebut yaitu
mengolah ikan lele segar menjadi produk abon lele dan kerupuk tulang lele dan
juga akan menghasilkan nilai tambah. Produk yang dihasilkan dari
agroindustri tersebut memiliki harga output yang dapat menambah penerimaan
yang diterima oleh pemilik agroindustri. Pendapatan yang akan diterima oleh
pemilik agroindustri olahan ikan lele diperoleh dari pengurangan antara
penerimaan dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama proses produksi
berlangsung, dari pendapatan tersebut dapat menghasilkan profitabilitas
agroindustri olahan ikan lele. Sedangkan kegiatan pemasaran berhubungan
dengan lembaga pemasaran yang dapat membantu agroindustri tersebut dalam
memasarkan produknya.
Kegiatan-kegiatan tersebut juga didukung dengan adanya jasa layanan
pendukung. Jasa layanan pendukung tidak hanya berperan dan bermanfaat pada
satu kegiatan saja, melainkan berpengaruh terhadap ketiga kegiatan utama
tersebut. Oleh karena itu, adanya jasa layanan pendukung tersebut tentu
memberikan dampak yang positif bagi pihak agroindustri. Kerangka pemikiran
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2
32
Gambar 2. Bagan Alir Analisis Profitabilitas dan Nilai Tambah Agroindustri
Olahan Ikan Lele di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro
Nilai
Tambah
Pendapatan
Biaya
Produksi
Produk
- Abon Lele
- Kerupuk
Tulang Lele
Harga
(Output)
Harga
(Input)
Penerimaan
Lembaga
Pemasaran
Jasa Layanan Pendukung
Agroindustri Olahan Ikan Lele
Pemasaran Pengolahan
Pengadaan
Bahan Baku
(Ikan Lele Segar)
Analisis
Profitabilitas
33
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sensus
pada agroindustri olahan ikan lele di Kecamatan Metro Selatan.. Metode studi
kasus merupakan salah satu metode penelitian yang dilakukan secara intensif,
terperinci dan mendalam terhadap suatu organisme (individu), lembaga atau
gejala tertentu dengan daerah atau subjek yang sempit selama kurun waktu
tertentu (Arikunto, 2004).
B. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
Konsep dasar dan definisi operasional ini mencakup pengertian yang
digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan
dengan tujuan penelitian.
Agroindustri adalah suatu industri yang mentransformasikan hasil pertanian
menjadi produk industri dalam rangka meningkatkan nilai tambahnya, dengan
demikian merupakan suatu sistem terintegrasi yang melibatkan sumberdaya
hasil pertanian, manusia, ilmu dan teknologi, uang, dan informasi.
Olahan ikan lele adalah hasil dari olahan yang berbahan baku lele yang dapat
menghasilkan produk olahan seperti abon lele dan kerupuk tulang lele
34
Pengadaan bahan baku adalah suatu kesatuan kegiatan yang dilakukan untuk
mengadakan ikan lele pada agroindustri olahan ikan lele.
Tepat waktu adalah waktu yang tepat dalam kegiatan pengadaan bahan baku
yaitu saat jumlah bahan baku menipis, maka bahan baku dapat tersedia
dengan cepat agar tidak terjadi penundaan proses produksi.
Tepat tempat adalah tempat yang menjual bahan baku merupakan tempat
yang memberikan pelayanan yang memuaskan, mudah dijangkau, dan
letaknya strategis bagi pihak agroindustri.
Tepat jenis adalah jenis bahan baku yang digunakan dalam pembuatan produk
olahan ikan lele merupakan jenis ikan lele yang sesuai, sehingga rasa dan
bentuk olahan ikan lele sesuai dengan yang diharapkan oleh produsen yaitu
kandungan air dalam ikan lele yang rendah.
Tepat kualitas adalah kualitas bahan baku yang akan digunakan untuk
membuat olahan ikan lele merupakan kualitas yang berukuran sedang hingga
besar, tidak mengandung banyak air, kekenyalan daging yang pas, dan segar .
Tepat kuantitas adalah jumlah bahan baku yang tersedia untuk membuat
olahan ikan lele sesuai dengan target produksi. Artinya jumlah bahan baku
yang digunakan dapat mencerminkan hasil produksi yang akan diperoleh
sehingga harus sesuai dengan target sasaran produksi.
Tepat harga adalah harga yang dikeluarkan untuk membeli ikan lele sebagai
bahan baku relatif terjangkau yaitu tidak terlalu mahal dan melalui harga
35
bahan baku tersebut pihak agroindustri dapat memperoleh keuntungan yang
telah diperkirakan atau ditargetkan.
Tenaga kerja adalah sejumlah orang yang melakukan tahap-tahap pembuatan
hasil olahan ikan lele pada agroindustri olahan ikan lele.
Jasa layanan pendukung adalah lembaga-lembaga dan seluruh kegiatan yang
mendukung kelancaran agroindustri olahan ikan lele serta memberikan
manfaat. Jasa layanan pendukung antara lain adalah lembaga keuangan,
lembaga penelitian, lembaga penyuluhan, sarana transportasi, kebijakan
pemerintah,teknologi informasi dan komunikasi serta asuransi.
Dalam penelitian ini, hal yang berhubungan dengan variabel dan definisi
operasional agroindustri olahan ikan lele yaitu mengenai profitabilitas dan
nilai tambah dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Variabel dan definisi operasional agroindustri olahan ikan lele
No Variabel Definisi Operasional Satuan
1. Bahan baku Bahan baku atau bahan utama yang
digunakan dalam agroindustri olahan
ikan lele ini adalah ikan lele berukuran
0,5 kg per ekor.
Kilogram
2. Bahan baku
penunjang
Bahan baku penunjang yang digunakan
yaitu seperti bumbu dapur (kunyit,
bawang merah, bawang putih, jahe,
garam, gula) minyak goreng dan tepung
sagu
Kilogram
3. Harga bahan
baku
Harga atau nilai dari bahan baku dan
bahan penunjang ikan lele yang
digunakan dalam proses pengolahan
ikan lele per kilogram
Rupiah
per
Kilogram
4. Upah rata-rata
tenaga kerja
Upah rata-rata yang dikeluarkan oleh
agroindustri untuk tenaga kerja secara
langsung dalam proses produksi, yang
dihitung berdasarkan tingkat upah yang
telah disetujui oleh pemilik agroindustri
maupun tenaga kerja
Rupiah
per HOK
36
Tabel 3. Lanjutan
No Variabel Definisi Operasional Satuan
5. Biaya tetap Biaya yang dikeluarkan dan tidak
berpengaruh dengan jumlah produksi
seperti peyusutan alat-alat yang
digunakan saat berproduksi, pajak,
listrik, dan lain-lain
Rupiah
per
Bulan
6. Biaya variabel Biaya yang dikeluarkan dalam proses
produksi yang jumlahnya dapat
berubah-ubah tergantung dengan
volume produksi yang dihasilkan. Biaya
variabel meliputi upah tenaga kerja,
biaya bahan baku, bahan penolong, dan
biaya-biaya lain yang diukur dalam
satuan rupiah per bulan
Rupiah
per
Bulan
7. Biaya total Jumlah dari biaya variabel ditambah
dengan biaya tetap dalam proses
produksi, yang diukur dengan satuan
rupiah per bulan
Rupiah
per
Bulan
8. Hasil produksi Produksi total abon lele dan kerupuk
tulang lele yang diperoleh dalam satu
kali proses produksi
Kilogram
9. Harga output Harga jual produk olahan ikan lele per
kilogram yang diukur dalam satuan
rupiah
Rupiah
10. Penerimaan Hasil perkalian antara jumlah olahan
ikan lele yang dihasilkan dengan harga
jual olahan ikan lele per kilogram, yang
diukur dengan satuan rupiah
Rupiah
11. Pendapatan Jumlah penerimaan total dikurangi
dengan biaya total dalam kegiatan
produksi, sehingga menghasilkan
sejumlah uang atau keuntungan yang
diukur dalam satuan rupiah
Rupiah
12. Rasio
profitabilitas
Persentase pendapatan terhadap total
penjualan (penerimaan) produk
Persen
13. Sumbangan
input lain
Sumbangan input lain yang terdapat
dalam agroindustri olahan ikan lele
adalah bahan penunjang, biaya listrik,
biaya pajak, dan biaya penyusutan
peralatan.
Rupiah
14. Alokasi join
cost
Perbandingan antara penerimaan per
produk olahan ikan lele terhadap total
penerimaan yang kemudian dikalikan
dengan biaya bersama
Persen
15. Rasio nilai
tambah
Perbandingan antara nilai tambah olahan
ikan lele dengan nilai produk diukur
dalam satuan persen
Persen
37
Tabel 3. Lanjutan
No Variabel Definisi Operasional Satuan
16. Margin Selisih antara nilai produk dengan harga
bahan baku
Persen
17. Nilai tambah Selisih antara harga output olahan ikan
lele jadi hingga output sudah dikemas
dengan harga bahan baku utama ikan lele
dan sumbangan input lain yang diukur
dalam satuan rupiah
Rupiah
C. Lokasi, Responden dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro. Lokasi
dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa budidaya ikan
lele dan juga olahan ikan lele merupakan salah satu produk unggulan
agroindustri di Kota Metro
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara sensus yaitu semua populasi
dijadikan responden dalam penelitian. Menurut Arikunto (2002), apabila
subjek penelitian kurang dari 100 lebih baik diambil semua sehingga
penelitianya merupakan penelitian populasi. Kecamatan Metro Selatan
sebelumnya memiliki 3 agroindustri olahan ikan lele yang berlokasi di
Kelurahan Margodadi sebanyak 2 agroindustri olahan ikan lele kering berupa
abon lele dan kerupuk tulang lele, sedangkan Kelurahan Rejomulyo sebanyak
1 agroindustri olahan ikan lele basah berupa bakso lele, nugget lele dan kaki
naga. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan agroindustri olahan ikan
lele yang berlokasi di Kelurahan Rejomulyo sudah tidak berproduksi,
sehingga tidak dapat dijadikan sebagai responden, namun agroindustri yang
masih berjalan atau tidak berproduksi lagi, sehingga responden dalam
38
penelitian ini berjumlah 3 agroindustri. Waktu pengambilan data dilakukan
pada periode produksi Februari – Maret 2018.
D. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Teknik pengumpulan data primer yang juga dilakukan adalah
dengan membuat kuesioner sekaligus melakukan pengamatan langsung di
lapangan. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah tentang
karakteristik responden, pengadaan bahan baku pada agroindustri, produksi
lele maupun produksi olahan ikan lele, pendapatan agroindustri, biaya-biaya
yang dikeluarkan dalam proses produksi, nilai tambah agroindustri, dan jasa
layanan pendukung agroindustri olahan ikan lele. Data sekunder diperoleh
dari lembaga terkait yang berhubungan dengan objek penelitian, diantaranya
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung, Dinas Ketahanan Pangan,
Pertanian dan Perikanan Kota Metro, Badan Pusat Statistik, penelitian
terdahulu, jurnal penelitian dan literature yang berkaitan dengan topik
penelitian.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
analisis deskriptif kualitatif dan analisis deskriptif kuantitatif. Berikut
merupakan metode analisis data yang digunakan pada setiap tujuan dalam
penelitian, yaitu:
39
1. Metode Analisis Tujuan Pertama
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab
tujuan pertama mengenai proses pengadaan bahan baku adalah deskriptif
kualitatif yang berupa pelaksanaan enam tepat pada agroindustri olahan
ikan lele. Enam tepat tersebut adalah tepat waktu, tepat tempat, tepat
jenis, tepat kualitas, tepat kuantitas, dan tepat harga (Assauri, 1999). Tidak
hanya itu, dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif ini dapat
mengetahui harapan dan pelaksanaan atas pengadaan bahan baku.
2. Metode Analisis Tujuan Kedua
Metode yang digunakan untuk menjawab tujuan kedua mengenai besarnya
profitabilitas agroindustri olahan ikan lele yaitu dengan menerapkan
metode Downey dan Erickson (1992) yang dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
= Pendapatan usaha agroindustri olahan ikan lele
Kriteria pengambilan keputusan:
Profitabilitas > 0 berarti usaha yang dilakukan menguntungkan
Profitabilitas ≤ 0 berarti usaha yang dilakukan tidak menguntungkan
(Downey dan Erickson, 1992)
Adapun untuk menganalisis pendapatan yang didapat oleh agroindustri
olahan ikan lele menggunakan teori dari Soekartawi (2000) yang
dirumuskan sebagai berikut:
40
Keterangan :
= Pendapatan (Rp)
Y = Hasil produksi (Kg)
Py = Harga hasil produksi(Rp)
Xi = Faktor produksi (i=1,2,3,.....n)
PXi = Harga faktor produksi ke-i (Rp)
BTT = Biaya tetap total (Rp)
Untuk mengetahui suatu usaha menguntungkan atau tidak secara ekonomi
dapat dianalisis dengan menggunakan nisbah atau perbandingan antara
penerimaan dengan biaya (Revenue Cost Ratio R/C). Secara matematis
dapat dirumuskan sebagai berikut:
R/C = TR / TC
Keterangan:
R/C = Nisbah penerimaan dan biaya
TR = Total revenue atau penerimaan total (Rp)
TC = Total cost atau biaya total (Rp)
Kriteria pengambilan keputusan adalah:
a. Jika R/C > 1, maka suatu usaha mengalami keuntungan, karena
penerimaan lebih besar dari biaya.
b. Jika R/C < 1, maka suatu usaha mengalami kerugian, karena
penerimaan lebih kecil dari biaya.
c. Jika R/C = 1, maka suatu usaha mengalami impas, karena penerimaan
sama dengan biaya (Soekartawi, 2000)
3. Metode Analisis Tujuan Ketiga
Metode yang selanjutnya digunakan untuk menjawab tujuan ketiga
mengenai besarnya nilai tambah dari agroindustri olahan ikan lele yatu
dengan menggunaan metode Hayami. Menurut Hayami (1987), nilai
tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya
perlakuan yang diberikan pada komoditas yang bersangkutan. Metode nilai
41
tambah Hayami dijelaskan dengan menggunakan prosedur perhitungan
pada seperti Tabel 4
Tabel 4. Prosedur Perhitungan Nilai Tambah Metode Hayami
No Variabel Nilai
Output, Input dan Harga
1 Output (Kg/Bulan) A
2 Bahan Baku (Kg/Bulan) B
3 Tenaga Kerja (HOK/Bulan) C
4 Faktor Konversi D = A/B
5 Koefisien Tenaga Kerja E = C/B
6 Harga Output (Rp/Kg) F
7 Upah Rata-rata Tenaga Kerja
(Rp/HOK) G
Pendapatan dan Nilai Tambah
8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) H
9 Sumbangan Input Lain (Rp/Kg) I
10 Nilai Output J = D x F
11. a. Nilai Tambah K = J – I – H
b. Rasio Nilai Tambah L% = (K/J) x 100%
12. a. Imbalan Tenaga Kerja M = E x G
b. Bagian Tenaga Kerja N% = (M/K) x 100%
13. a. Keuntungan O = K – M
b. Tingkat Keuntungan P% = (O/K) x 100%
Balas Jasa untuk Faktor Produksi
14 Margin Q = J – H
A Keuntungan R = O/Q x 100%
b. Tenaga Kerja S = M/Q x 100%
c. Input Lain T = I/Q x 100%
Sumber : Hayami, 1987.
Keterangan :
A = Output/total produksi olahan ikan lele yang dihasilkan oleh industri
rumah tangga
B = Input/bahan baku yang digunakan untuk memproduksi olahan ikan
lele yaitu ikan lele
C = Tenaga kerja yang digunakan dalam memproduksi olahan ikan lele
dihitung dalam satuan HOK (Hari Orang Kerja) dalam satu periode
analisis
F = Harga produk yang berlaku pada satu periode analisis
G = Jumlah upah rata-rata yang diterima oleh pekerja dalam setiap satu
periode produksi,yang dihitung berdasarkan upah per HOK
H = Harga input bahan baku utama olahan ikan lele per kilogram (kg) pada
saat periode analisis
42
I = Sumbangan/biaya input lainnya yang terdiri dari biaya bahan baku
penolong, biaya penyusutan, dan biaya pengemasan.
Kriteria nilai tambah adalah :
1. Jika NT > 0, berarti pengembangan agroindustri olahan ikan lele
memberikan nilai tambah hasilnya positif
2. Jika NT < 0, berarti pengembangan agroindustri olahan ikan lele tidak
memberikan nilai tambah hasilnya negatif.
4. Metode Analisis Tujuan Keempat
Metode analisis data yang digunakan pada tujuan ke empat dalam
penelitian ini mengenai peranan jasa layanan pendukung adalah deskriptif
kualitatif. Informasi yang diperoleh ketika wawancara dengan
menggunakan kuesioner dijabarkan secara rinci. Analisis deskriptif
kualitatif ini digunakan untuk menganalisis pemanfaatan jasa layanan
pendukung berupa lembaga keuangan (bank), lembaga penyuluhan,
lembaga penelitian, transportasi, kebijakan pemerintah, asuransi, serta
teknologi informasi dan komunikasi serta bagaimana peran dan fungsi jasa
layanan pendukung tersebut dalam kegiatan produksi yang dilakukan oleh
agroindustri olahan ikan lele.
43
IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Umum Kota Metro
1. Kondisi Geografis Kota Metro
Kota Metro dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1999
dengan luas wilayah 6.874 Ha. Kota Metro terdiri dari 5 Kecamatan dengan
22 kelurahan, yang pembentukannya berdasarkan Peraturan Daerah Kota
Metro Nomor 25 Tahun 2000. Kota Metro berbatasan dengan berbagai
wilayah baik dari sebelah utara, sebelah selatan, sebelah barat dan juga
sebelah timur. Batas-batas wilayah tersebut yaitu :
Sebelah Utara : Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah dan
Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.
Sebelah Selatan : Kecamatan Metro Kibang Kabupaten Lampung
Timur.
Sebelah Timur : Kecamatan Pekalongan dan Kecamatan Batanghari
Kabupaten Lampung Timur.
Sebelah Barat : Kecamatan Trimurjo Kabupaten Lampung Tengah
Posisi geografis Kota Metro secara administratif terbagi dalam 5 (lima)
wilayah kecamatan dan 22 (dua puluh dua) kelurahan dengan total luas
44
wilayah 68,74 km2 atau 6.874 ha. Sebaran luas wilayah di Kota Metro
disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Sebaran luas wilayah di Kota Metro (BAPPEDA, 2017)
Gambar 3 menjelaskan bahwa Kecamatan Metro Utara merupakan
kecamatan yang memiliki luas paling tinggi yaitu 19,64 km2 dari total luas
Kota Metro. Kecamatan Metro Barat memiliki luas wilayah terendah yaitu
11,28 km2, sedangkan luas kecamatan lain yaitu Metro Pusat 11,71 km
2,
Metro Timur 11,78 km2, dan Metro Selatan 14,33 km
2.
2. Kondisi Demografi Kota Metro
Kota Metro merupakan kota yang jumlah penduduknya bertambah dari
tahun ke tahunnya. Petumbuhan penduduk Kota Metro dalam satuan persen
dari tahun 2013 – 2017 dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pertumbuhan penduduk Kota Metro (BAPPEDA,2017)
17%
29%
21%
17%
16%
Metro Pusat
Metro Utara
Metro Selatan
Metro Timur
Metro Barat
0.52
1.07
0.2 0.38
0.98
2013 2014 2015 2016 2017
Pertumbuhan penduduk Kota Metro dalam persen
45
Kota Metro selalu mengalami peningkatan penduduk disetiap tahunnya.
Hal ini menunjukkan bahwa selain angka kelahiran, minat penduduk yang
bertempat tinggal di luar Kota Metro untuk pindah ke Kota Metro juga
tinggi. Penggunaan lahan sawah di Kota Metro menduduki peringkat
pertama disusul dengan penggunaan lahan untuk rumah, bangunan, dan
halaman. Jika dilihat dari penggunaan lahan oleh penduduk di Kota Metro
maka kepadatan agraris di Kota Metro cukup tinggi. Kepadatan agraris di
Kota Metro dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Kepadatan Agraris di Kota Metro tahun 2013 – 2017
Sumber : BAPPEDA Kota Metro, 2017
Gambar 5 menerangkan bahwa kepadatan agraris di Kota Metro cukup
berfluktuatif dari tahun ke tahunnya. Kepadatan agraris sesuai dengan
pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kota Metro ketika pertumbuhan
penduduk meningkat dari tahun sebelumnya maka kepadatan agraris di
Kota Metro juga meningkat begitu sebaliknya.
33.73
49.39 48.70 49.40 49.88
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
2013 2014 2015 2016 2017
Kepadatan Agraris di Kota Metro
46
3. Kondisi Perikanan Budidaya
Kota Metro memiliki luas wilayah yaitu sebesar 6.874 ha. Penggunaan
lahan untuk kolam yaitu sebesar 489,57 ha pada tahun 2016. Penggunaan
lahan di Kota Metro yang digunakan untuk kolam menduduki peringkat
ketiga dari yang lainnya. Peringkat pertama diduduki oleh penggunaan
lahan untuk sawah yaitu sebesar 2.984 ha dan peringkat kedua yaitu
penggunaan rumah, bangunan dan halaman yaitu sebesar 2.300,83 ha. Kota
Metro menghasilkan produksi ikan budidaya yang beragam seperti ikan
lele, ikan patin, ikan gurame, ikan nila dan ikan lainnya. Data produksi ikan
budidaya di Kota Metro tahun 2012 – 2016 dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Data produksi budidaya ikan di Kota Metro tahun 2012 – 2016
(BAPPEDA Kota Metro, 2017)
Gambar 6 menerangkan bahwa pada tahun 2012 – 2016, ikan lele
merupakan jenis ikan budidaya yang produksinya tertinggi sedangkan ikan
nila produksinya terendah dibandingkan dengan ikan patin dan ikan
gurame.
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
2012 2013 2014 2015 2016
Ikan Lele 1,084,850 1,016,710 1,118,200 1,096,342 1,315,500
Ikan Patin 330,840 263,880 161,160 157,937 149,300
Ikan Gurame 344,110 529,730 564,300 553,024 413,600
Ikan Nila 69,240 30,150 9,850 9,153 13,110
47
B. Keadaan Umum Kecamatan Metro Selatan
1. Keadaan Geografi Kecamatan Metro Selatan
Kecamatan Metro Selatan berbatasan dengan berbagai wilayah baik dari
sebelah utara, sebelah selatan, sebelah barat dan juga sebelah timur. Batas-
batas wilayah tersebut yaitu :
Sebelah Utara : Kecamatan Metro Barat
Sebelah Selatan : Kecamatan Metro Kibang, Lampung Timur.
Sebelah Timur : Kecamatan Trimurjo, Lampung Tengah
Sebelah Barat : Kecamatan Metro Timur/Batanghari
Kecamatan Metro Selatan memiliki 4 kelurahan, 23 RW, 97 RT 5.024 KK
dan 16.824 jiwa yang tersebar di 4 kelurahan yaitu Kelurahan Rejomulyo,
Kelurahan Margorejo, Kelurahan Margodadi, dan Kelurahan Sumbersari
Bantul.
2. Keadaan Demografi Kecamatan Metro Selatan
Jumlah penduduk Kecamatan Metro Selatan adalah 16.824 jiwa. Penduduk
laki-laki lebih banyak 249 jiwa dengan jumlah total yaitu sebanyak 8.535
jiwa penduduk dibandingkan penduduk perempuan dengan jumlah total
yaitu sebanyak 8.289 jiwa penduduk, jika dilihat dari kondisi geografis
yang ada di Kecamatan Metro Selatan Kelurahan Margorejo merupakan
kelurahan terdapat dibandingkan dengan kelurahan lainnya. Kelurahan
Sumbersari Bantul merupakan kelurahan dengan kepadatan terkecil jika
dibandingkan dengan kelurahan yang lainnya.
48
Kecamatan Metro Selatan memiliki banyak lapangan usaha untuk
memenuhi kebutuhan penduduk mulai dari bidang pertanian, bidang
industri, bidang jasa, bidang buruh dan pertukangan,dan juga BUMN
ataupun BUMD. Tersedianya lapangan usaha tersebut dapat menurunkan
tingkat pengangguran yang ada di Kecamatan Metro Selatan.
3. Keadaan Perikanan Budidaya
Sektor pertanian memiliki peran besar dalam pemanfaatan lahan terutama
untuk tanaman padi dan palawija. Selain itu, dari 1.433 Ha luas wilayah
yang dimiliki oleh Kecamatan Metro Selatan sebanyak 18,1 Ha
dimanfaatkan untuk empang/kolam yang akan menghasilkan ikan sejumlah
26 ton/tahun. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, banyak
masyarakat Kecamatan Metro Selatan yang memiliki usaha yaitu
pembudidayaan ikan air tawar.
C. Keadaan Umum Agroindustri
1. Agroindustri La Tansa
Agroindustri Latansa berdiri sejak tahun 2012, pemilik dari agroindustri ini
adalah Ibu Zuriyah yang sudah berumur 67 tahun. Dengan usia yang sudah
tidak muda lagi Ibu Zuriyah masih memiliki keinginan untuk berusaha.
Produksi Agroindustri La Tansa dibandingkan dengan Agroindustri Oseri,
produksi olahan ikan lele dari agroindustri ini memang lebih sedikit karena
faktor usia yang membuat hasil dari olahan ikan lele dari agroindustri ini
tidak berjumlah banyak. Agroindustri ini memiliki produk dagang yang
49
diberi nama La Tansa. Kata La Tansa di ambil dari bahasa Arab yang
artinya adalah “jangan dilupakan”. Tujuan pemberian nama ini sebagai
salah satu bentuk keinginan atau do’a dari pengrajin olahan ikan lele agar
produk yang dihasilkan tidak dilupakan oleh para konsumen.
2. Agroindustri Oseri
Agroindustri Oseri mulai berusaha dari tahun 2012 yang didirikan oleh Ibu
Warsih Purnomowati. Agroindustri ini tidak menggunakan tenaga kerja
dari luar keluarga dan hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga
yaitu anak dari pemilik agroindustri tersebut. Agroindustri olahan ikan lele
ini memiliki produk yang diberikan merk dagang yaitu Oseri. Kata oseri
merupakan singkatan dari kata “Olahan Serba Ikan”. Kata tersebut
menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan dari agroindustri ini
merupakan hasil olahan yang memiliki bahan baku ikan.
3. Agroindustri Osta Food
Agroindustri Osta Food adalah agroindustri yang memproduksi olahan ikan
lele basah seperti bakso ikan, nugget ikan dan kaki naga ikan. Tahun 2010
agroindustri ini pertama kali melakukan proses produksi. Saat pertama kali
memproduksi produk olahan ikan lele basah, merk dagang yang dipakai
yaitu “Mina Makmur”, namun pada tahun 2012 pengrajin olahan ikan lele
mengganti nama tersebut karena nama tersebut sudah sering dipakai dan
tidak diperbolehan lagi untuk dipakai. Kemudian pada tahun 2012
pengrajin olahan ikan lele basah mengganti nama merk dagangnya menjadi
50
“Osta Food” yang berasal dari bahasa asing yang artinya “Makanan yang
terbuat dari lele”. Namun pada tahun 2016 agroindustri ini telah berhenti
berproduksi.
Agroindustri olahan ikan lele ini baik olahan basah dan olahan kering memiliki
alasan yang sama dalam mengembangkan usaha tersebut, yaitu banyaknya
pembubidaya air tawar. Ikan lele dengan ukuran besar sulit untuk dijual di
pasar karena permintaan yang tidak ada, sehingga muncul ide untuk mengolah
ikan lele tersebut menjadi berbagai olahan. Ilmu yang didapat untuk mengolah
ikan lele menjadi berbagai produk tersebut didapat dari pelatihan-pelatihan
yang diikuti oleh pemilik agroindustri yang diadakan oleh pemerintah ataupun
lembaga-lembaga setempat. Agroindustri olahan ikan lele yang bertahan dan
tetap berproduksi sampai sekarang yaitu olahan ikan lele kering, sedangkan
olahan ikan lele basah sudah tidak berproduksi.
108
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Pengadaan bahan baku pada agroindustri olahan ikan lele di Kecamatan
Metro Selatan, Kota Metro sudah tepat dengan lima komponen pengadaan
bahan baku yaitu waktu, tempat, jenis, kualitas dan harga, namun pada
komponen kuantitas belum tepat karena belum sesuai dengan harapan
kedua agroindustri.
2. Agroindustri olahan ikan lele di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro
sudah menguntungkan dan layak dijalankan baik dilihat dari R/C ratio
maupun dilihat dari rasio profitabilitas.
3. Agroindustri olahan ikan lele di Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro
memiliki nilai tambah yang positif dan layak untuk dikembangkan.
4. Jasa layanan pendukung yang menunjang agroindustri olahan ikan lele di
Kecamatan Metro Selatan, Kota Metro adalah lembaga keuangan,
lembaga penyuluhan, lembaga penelitian, sarana transportasi, teknologi
informasi dan komunikasi, dan kebijakan pemerintah
109
B. Saran
Saran yang diberikan berdasarkan hasil penelitian ini adalah
1. Bagi pengolah agroindustri olahan ikan lele kering agar dapat mencari
agen lainnya atau sumber bahan baku dari tempat yang berbeda, sehingga
dapat memenuhi kuantitas bahan baku yang dibutuhkan. Bagi pengolah
agroindustri olahan ikan lele basah agar dapat melanjutkan produksinya
dengan cara mencari pinjaman modal dan juga memperluas pemasaran
dengan bantuan dinas terkait.
2. Bagi dinas terkait yaitu Dinas Pertanian, Kelautan dan Kehutanan Kota
Metro agar dapat memperluas jaringan untuk kedua agroindustri dalam
hal penyediaan bahan baku. Selain itu dinas terkait juga dapat membantu
memasarkan produk dengan cara menggunakan produk olahan ikan lele
sebagai salah satu oleh-oleh khas Kota Metro pada saat mengadakan event
atau sedang melakukan pekerjaan luar kota sehingga dapat
memperkenalkan produk tersebut sampai ke luar kota bahkan luar
Provinsi Lampung.
3. Bagi peneliti lain sebaiknya melakukan penelitian mengenai perbandingan
produk olahan ikan lele dengan produk olahan ikan lainnya atau produk
olahan yang sejenis dengan bahan baku selain ikan baik dalam segi proses
produksi ataupun pemasaran.
110
DAFTAR PUSTAKA
Altin, Daris. 2012. Perkembangan Ikan Lele di Indonesia. Fakultas Ekonomi.
Universitas Bangka Belitung.
Anonim. 2017. Monografi Kecamatan Metro Selatan. Kecamatan Metro Selatan.
Kota Metro
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta.
Jakarta
Ariyanto. T., L. Bathara, dan H. Hamid. 2016. Analisis Nilai Tambah dan
Pemasaran Produk Olahan Ikan Lele (Clarias Sp.) di Desa Hangtuah
Kecamatan Perhentian Raja Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Jurnal Online
Mahasiswa, Februari 2016. Vol 3. No. 1. Universitas Riau. Riau.
https://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFAPERIKA/article/viewFile/8981/8648.
Diakses 02 Mei 2018 pukul 12.00.
Aryani, dan Evnaweri. 2013. Kajian Pemberian Asam Askorbat (Vitamin C)
Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Terhadap Ketengikan Abon Ikan Lele
(Clarias batrachus). Jurnal Ilmu-Ilmu Perikanan dan Kelautan, Volume 3
No. 6, Mei 2014. http://eprints.ulm.ac.id/241/1/jurnal-Aryani-
abon%20ikan%20lele.pdf
Assauri, S. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Revisi. LPFE-UI.
Jakarta.
Ayu. B.W., Ismono. R.H., dan Soelaiman A. 2013. Analisis Nilai Tambah pada
Klaster Industri Pengolahan Ikan Teri Kering di Pulau Pasaran Kota Bandar
Lampung. Jurnal Ilmu-Ilmu Agribisnis Volume 1 No. 3, Juli
2013.http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/580/542
Badan Perencaan Pembangunan Daerah Kota Metro. 2017. Profil Kota Metro.
BAPPEDA Kota Metro. Kota Metro
Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2017. Provinsi Lampung dalam Angka
2017. BPS. Provinsi Lampung.
Bustami, B dan Nurlella. 2009. Akuntansi Biaya: Kajian Teori dan Aplikasi. Edisi
Pertama. Cetakan Pertama. Mitra Wacana Media. Jakarta.
111
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2017. Produksi Ikan Lele
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. DKP. Lampung.
Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Metro. 2016. Pertanian,
Peternakan, Perikanan, Kehutanan, dan Perkebunan Dalam Angka tahun
2016. Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Metro. Kota
Metro
Downey. W.D., dan Erickson. S.P. 1992. Manajemen Agribisnis. Erlangga.
Jakarta.
Harahap, Sofyan Syafri. 2006. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. PT. Raja
Grafindo Persada. Jakarta
Hasyim. A.I. 2012. Tataniaga Pertanian. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Universitas Lampung. Lampung.
Hayami Y, dkk. 1987. Agricultural Markerting and Processing in Upland Java: A
prospectif From A Sunda Village. Bogor
Hernowo & S.R. Suyanto. 2008. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Lele di
Pekarangan Sawah dan Longyam. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hidayatullah, S. 2004. Analisis Agroindustri Sate Lele (Kasus pada tiga industri
rumah tangga di Kabupaten Serang Propinsi Banten). Skripsi. Universitas
Lampung. Lampung.
Khairuman dan K. Amri. 2008. Budidaya Lele Dumbo Secara Intensif. Agromedia
Pustaka. Depok.
Kusumastuti A.N., Darsono, dan Riptanti E.W. Analisis Kelayakan Finansial dan
Sensitivitas Agroindustri Pengolahan Ikan Lele (Studi Kasus di Kub
Karmina, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali ). Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Agribisnis Volume 4 No. 3,September2016.
https://media.neliti.com/media/publications/183742-ID-analisis-kelayakan-
finansial-dan-sensiti.pdf
Laisa, D.D., Sayekti, W. D., Nugraha, A. 2013. Analisis Harga Pokok Produksi
dan Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Ikan Teri Nasi Kering di
Pulau Pasaran Kecamatan Teluk Betung Barat Kota Bandar Lampung. Jurnal
Ilmu-Ilmu Agribisnis Volume 1 No. 2, April 2013.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/237/236
Lestari, Y.A. 2017. Analisis Pendapatan, Nilai Tambah, dan Strategi
Pengembangan Usaha Pengolahan Ikan Lele pada Usaha Dagang Sabily
Kecataman Labuhan Maringgai Kabupaten Lampung Timur. Skripsi.
Universitas Lampung. Lampung.
112
Mantra, I.B. 2004. Demografi Umum. Penerbit Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Mulyadi. 1990. Akuntansi Biaya. BPFE. Yogyakarta.
_______. 2005. Akuntansi Biaya. Edisi Kelima. Cetakan ketujuh. Unit Penerbitan
dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN Universitas Gajah
Mada. Yogyakarta.
_______. 2009. Akuntansi Biaya. Edisi Kelima. Cetakan kesembilan. Unit
Penerbitan dan Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Murniyati dkk. 2013. Membuat Fillet Lele dan Produk Olahannya. Penebar
Swadaya. Jakarta
Nasrudin. 2010. Jurus Sukses Beternak Lele Sangkuriang. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Neza, FR. 2010. Rancang Bangun Sistem Informasi Berbasis Web untuk
Pengembangan Usaha Ikan Lele Dumbo Terpadu. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor
Paksi, R. A. E.,Wakidi, dan Syah,I. 2014. Deskripsi Kehidupan Sosial Budaya
Masyarakat Pekon Wonosobo Kecamatan Wonosobo Kabupaten Tanggamus.
Jurnal Penelitian dan Pendidikan Sejarah, Vol.2 No 2, Januari 2014.
http://jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/PES/article/view/3993
Prawironegoro, D. 2007. Akuntansi Manajemen. Mira Wacana Media. Jakarta
Primasari, E. 2016. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Lele
Dan Ikan Mas Di Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu. Skripsi.
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Lampung
Pustika, Y. 2007. Keragaan Agroindustri Bihun Di Kota Metro. Skripsi. Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung. Lampung.
Putri, I. P. 2005. Analisis Kelayakan, Pendapatan, dan Nilai Tambah
PadaAgroindustri Mi Segar dan Mi Basah di Kota Bandar Lampung. Skripsi.
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Lampung
Rezky, Fauziah. 2014. Strategi Pemasaran Produk Abon Ikan Pada Industri
Rumah Tangga di Kota Makassar. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian Volume
10, No 1, Maret 2014. oldlms.unhas.ac.id/claroline/backends/download.php
Rianzani, C. 2017. Analisis Kelayakan Finansial, Nilai Tambah dan Strategi
Pengembangan Usaha Ternak Sapi Perah Kelonpok Tani Neang Mukti di
Kecamatan Air Naningan Kabupaten Tanggamus. Skripsi. Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung. Lampung
113
Saragih, Bungaran. 1998. Agribisnis, Paradigma Baru Pembanguan Ekonomi
Berbasis Pertanian. Yayasan Mulia Persada. PT Surveyor Indonesia dan PSP
LP-IPB.Jakarta
Sari, E.N. 2013. Pembuatan Krupuk Ikan Bandeng Dengan Substitusi Duri Ikan
Bandeng. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang
Sari, M. A., Murniati, K., Sayekti, W.D. 2017. Analisis Permintaan Ikan Lele
(Clarias sp) oleh Pedagang Pecel Lele di Kota Bandar Lampung. Jurnal
Ilmu- Ilmu Agribisnis Volume 5 No 2, Mei 2017.
http://jurnal.fp.unila.ac.id/index.php/JIA/article/view/1652/1478
Sholihah, N. N., Adi. R. K. A., dan Setyowati.N. 2014. Analisis Nilai Tambah
Ikan Lele pada Industri Makanan Olahan Al-Fadh Kabupaten Boyolali.
EJurnal Agrista,Volume 2 No.3, Januari 2015. Universitas Sebelas Maret.
Surakarta. http://agribisnis.fp.uns.ac.id/wwp-content/uploads/2015/01/
JURNAL-NADIA-H0810079.pdf.
Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sundari R.S., Kusmayadi A., dan Umbara D.S. Komparasi Nilai Tambah
Agroindustri Abon Ikan Lele dan Ikan Patin di Tasikmalaya. Jurnal
Pertanian Agros Volume 19 No. 1, Januari 2017: 45-54.http://e-
journal.janabadra.ac.id/index.php/JA/article/download/400/295
Supriyono. 2002. Manejemen Biaya: Suatu Reformasi Pengelolaan Bisnis.
BPFE Yogyakarta. Yogyakarta Suryaningrum, Dwi dkk. 2012. Aneka Produk Olahan Lele. Penebar Swadaya.
Jakarta.
Suryawan, A. G. 2004. Karakteristik perubahan mutu ikan selama penanganan
oleh nelayan tradisional dengan jaring rampus (studi kasus di Kaliadem,
Muara Angke, DKI Jakarta. Skripsi. Departemen Teknologi Hasil Perikanan.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Suyatno. 2010. Daftar Komposisi Bahan Makanan Indonesia.
http://suyatno.blog.undip.ac.id/files/2010/04/DKBM-Indonesia.pdf. Diakses
27 Oktober 2017.
Yuniati, Marcela. 2015. Analisis Nilai Tambah Dan Profitabilitas Agroindustri
Gula Aren dan Gula Semut Skala Rumah Tangga di Kecamatan Air Hitam
Kabupaten Lampung Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas
Lampung. Lampung