Post on 02-Mar-2019
Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4)
Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 1
Analisis Preferensi Wisatawan Cruise Terhadap Pemilihan Destinasi:
Studi Kasus Pulau Bali
Nyoman Budiartha R.M
1, Djauhar Manfaat
2, Tri Achmadi
3
1Kandidat Doktor,
2Promotor,
3Co Promotor Program Pasca Sarjana Teknologi Kelautan
Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya
ABSTRAK
Perkembangan pada sektor pariwisata Dunia telah memberi peluang yang sangat besar pada
wisatawan cruise. Perkembangan ini tidak hanya menyangkut jumlah kapal tapi juga menyangkut
ukuran kapal. Dinamika pasar yang terjadi pada dunia pariwisata ini menuntut adanya inovasi
pengembangan teknologi dan manajemen secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan nilai
tambah yang optimal pada sektor pariwisata ini. Persyaratan yang tinggi untuk melayani wisatawan
cruise yang hanya singggah dalam waktu yang singkat (short time scale). Suatu tantangan bagi
pariwisata Bali (local resources), manajemen lalu lintas dan prasarana pendukungnya serta
dibutuhkan pengembangan atau pembangunan pelabuhan baru dengan perencanaan yang teliti serta
pengaturan destinasi (manajemen destinasi).
Untuk mencapai tujuan ini, adalah penting untuk memahami mengapa orang bepergian ke Bali dan
factor-faktor apa yang mempengaruhi pilihan mereka. Bali dipilih sebagai studi kasus, karena Bali
masih tetap merupakan salah satu daerah tujuan wisata (destinasi) utama yang diminati oleh
wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia.
Studi ini mengidentifikasi factor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan destinasi oleh wisatawan
mancanegara yang datang ke Bali dan mengevaluasi preferensi wisatawan terhadap destinasi yang
dipilih. Model AHP 4 tingkat, yang terdiri dari 22 atribut pada keempat tingkat, diusulkan dan diuji
dengan menggunakan data yang dikumpulkan dari para wisatawan yang berkunjung ke pulau Bali
untuk menentukan kreteria pemilihan factor-faktor yang relatif penting. Dengan menggunakan teori
fuzzy dan TOPSIS, preferensi dari 47 destinasi yang ada di Bali dikelompokkan menjadi 11
destinasi untuk setiap kreteria dapat dievaluasi dan diberi peringkat akhir. Hasil-hasil yang didapat
mengindikasikan bahwa kunjungan persahabatan/relative dan keamanan pribadi nampaknya menjadi
2 faktor yang paling penting untuk kedatangan (inbound) wisatawan yang berkunjung ke Bali,
biaya/ongkos tidak begitu penting dan paket destinasi Jimbaran, Nusa Dua dan Kuta adalah menjadi
prioritas pertama dalam kunjungan ke Bali
Kata Kunci: Wisatawan Cruise, Kebutuhan dan Motivasi wisatawan, Destinasi, AHP, TOPSIS,
Pulau Bali
1. IDENTIFIKASI MASALAH
Ditengah pertumbuhan pariwisata dunia yang cenderung terus meningkat ini, justru pariwisata Indonesia akhir-akhir
ini tidak mengalami perkembangan yang cukup berarti (stagnan) dan sangat jauh tertinggal dibandingkan negara-
negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Hal ini tercermin dari peningkatan jumlah kedatangan
wisatawan ke Indonesia yang jauh tertinggal dibandingkan dengan Negara-negara lainnya di kawasan Asia
Tenggara seperti misalnya malaysia pada tahun 2008 ini berhasil mendatangkan wisatawan dalam jumlah 22 juta
orang sangat jauh dibandingkan Indonesia yang hanya 6,4 juta orang . (seperti diperlihatkan pada gambar 1-1).
Padahal apa yang ada di Malaysia pasti ada di Indonesia karena mempunyai kesamaan dalam lokasi geografinya,
masyarakatnya, sejarahnya, bahasanya, kebudayaannya dan sumber alamnya. Dua Negara juga menjual atraksi yang
sama, pantai, gunung,, kebudayaan, kerajinan dan seni (Aznam 1992). Sebaliknya apa yang ada di Indonesia belum
tentu ada di Malaysia. Seperti pulau Bali yang tahun 2009 ini mendapat penghargaan Award for Asia’s Best Resort
Destination (Pulau Wisata Terbaik Asia) dari Asia Magazine
Perkembangan pada sektor pariwisata Dunia telah memberi peluang yang sangat besar pada wisatawan cruise.
Industri cruise merupakan katagori yang paling manarik dalam pasar pariwisata sejak tahun 1990, industri ini
memiliki pertumbuhan penumpang rata-rata 7,4 % per tahun.
Nyoman Budiartha R.M, Djauhar Manfaat, Tri Achmadi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 2
Gambar 1-1. Jumlah Kedatangan Wisatawan di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Singapore
Sumber: download dari http:/google/tourism
Industri ini sebenarnya masih muda. Namun sejak 1980 lebih dari 150 juta penumpang telah menggunakan jasa ini,
61 % diantaranya tumbuh dalam 10 tahun pertama dan 37 % tumbuh tahun-tahun terakhir. Pasar cruise sangat
potensial. Tercermin dari jumlah penumpang pada tahun 2008 telah mencapai 12,8 juta penumpang. Seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1-2.
Gambar 1-2. Pertumbuhan Penumpang Cruise Dunia 1990 - 2008
Sumber : (CLIA 2008)
Selama 10 tahun, industri ini telah merespon pasar secara luas dan riset konsumen yang menuntun kearah
penambahan destinasi-destinasi baru, konsep desain kapal baru, kegiatan baru didalam kapal (on-board) atau di darat
(on-shore), tema baru dan panjang/jarak pelayaran baru mencerminkan perubahan pada pola liburan pada pasar
cruise saat ini.
Perkembangan ini tidak hanya menyangkut jumlah kapal tapi juga menyangkut ukuran kapal. Menurut survey yang
dilakukan G.P.Wild (International) Ltd menyatakan bahwa lebih dari 50% kapal-kapal cruise yang berlayar dewasa
ini mempunyai panjang lebih dari 290 m loa, hampir 30 % mempunyai panjang lebih dari 300 m loa. Malahan
sekarang ini 20 dari 42 kapal-kapal cruise yang sedang dibangun mempunyai panjang lebih dari 300 m loa, dengan
lebih dari 5000 penumpang, seperti misal kapal cruise ”Oasis of the seas” yang mempunyai 16 deck, dengan bobot
220.000 GT, serta mengangkut 2.700 crew dan 5.400 penumpang. Seperti ditunjukkan pada Tabel 1-1.
Akibatnya, pelabuhan-pelabuhan yang sudah ada tapi tidak bisa mengikuti perkembangan atau mengakomodasi
kapal-kapal cruise yang berukuran besar ini, prospek pasarnya akan menurun. Misalnya sebuah pelabuhan yang 17
tahun yang lalu dapat melayani kapal-kapal cruise besar (sekitar 250 m) tapi kalau tidak melakukan perubahan atau
pengembangan, pasarnya akan turun sebesar 54 % dalam tahun 2014. Karena mulai tahun 2011 hampir 78 %
wisatawan cruise yang akan berlayar menggunakan kapal-kapal yang mempunyai panjang lebih dari 250 m yang
terdiri dari 57 % mempunyai ukuran > 275 m dan 21 % > 300 m
Dari data yang ada ternyata sangat kecil sensitifitas para wisatawan yang berkunjung ke Indonesia terhadap atribut
pelayanan angkutan laut ini dan ada kecendrungan terus menurun ditengah peningkatan jumlah wisatawan cruise
Analisis Preferensi Wisatawan Cruise TerhadapPemilihan Destinasi
Studi Kasus Pulau Bali
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 3
dunia khususnya di kawasan Asia Pasific. Ini berarti ada indikasi bahwa para wisatawan yang menggunakan
angkutan kapal cruises, sangat kecil. Hal ini disebabkan Indonesia khususnya Bali sampai saat ini belum
mempunyai pelabuhan yang berstandar internasional untuk melayani kapal-kapal cruise, sementara Negara tetangga
kita sudah mempunyai pelabuhan khusus pariwisata(cruise) seperti Singapura, Malaysia (Port Klang) maupun
Thailand (Laem Chabang). Pelabuhan Benoa yang merupakan satu-satunya pelabuhan yang dicanangkan menjadi
pelabuhan pariwisata termasuk untuk melayani kapal-kapal cruise secara teknis belum mampu melayani kapal-kapal
cruise yang mempunyai panjang lebih dari 200 m. Sementara ini kapal-kapal cruise yang mempunyai panjang lebih
dari 200 meter biasanya hanya buang jangkar di perairan sekitar padangbai. Selanjutnya penumpang diturunkan
dengan menggunakan sekoci yang ada di kapal akibatnya kebanyakan dari penumpang tidak berani/enggan untuk
turun. disamping itu waktu embarkasi dengan menggunakan sekoci membutuhkan waktu yang lama, sehari penuh
seperti yang dialami sewaktu kapal cruise costa marine yang buang jangkar di perairan padang bai. Jadi, ‘Kekalahan’ Indonesia bersaing dengan sesama negara ASEAN dalam upaya menjaring wisatawan
mancanegara bukan terletak pada kelangkaan daya tarik wisata melainkan pada kelemahan sistem transportasi
nasional. Pada tingkat angkutan antarnegara, keandalan dan pelayanan sistem transportasi Indonesia masih kalah
jauh bersaing dengan pelayanan transportasi mancanegara. Akomodasi dan daya tarik wisata serta
peristiwa/pertunjukan yang menarik tak akan banyak maknanya tanpa dukungan sistem transportasi yang andal
dengan tingkat daya hubung yang tinggi dan handal pula. Keandalan pelayanan transportasi adalah prasyarat upaya
pengembangan kepariwisataan, khususnya dalam persaingan ‘merebut’ kedatangan para wisatawan baik wisatawan
mancanegara maupun wisatawan nusantara.
Tabel 1-1. Perkembangan Karakteristik Kapal pesiar (cruise ship)
Periode Panjang Draft PAX Karakteristik
1960 508 ft 36 ft 500
Pembaharuan & perbaikan kapal-kapal yang
sudah ada
1970 705 ft 32 ft 650
Model bisnis standar yang menguntungkan
sampai krisis bahan baker
1980 803 ft 29.5 ft 1,500
Berubah dari model bisnis; mencoba dengan
kapal-kapal yang lebih besar dan
mengoperasikan rencana perjalanan(itineraries)
1990 902 ft 26.25 ft 2,600 kapal-kapal lebih besar. shaalower draft
1997 965 ft 26.25 ft 3,600
Mega-ships seperti kota terapung. berfokus
kepada memaksimalkan kapasitas penumpang.
namun tidak mamapu melawati terusan panama
2000 1000 ft 29.5 ft 3,000
volume kapal lebih besar yang berkonsentrasi
pada menciptakan efisiensi dengan desain kapal,
pengembangan diluar kabin, jasa kapal dan
pengaturan yang fleksibel
2006 1000 ft 29.5 ft 4,000
Klas Pinnacle dan kebebasan, 160,000 GT.
Pendapatan onboard yang ditingkatkan, status
kapal besar dunia (ego boost), ekonomy of scale
Generasi
Selanjutnya 1100 -1400 ft 32 - 36 ft 5,000+
desain produk dan jasa kalas atas; desain yang
inovatif untuk struktur diatas air yang lebih
mendukung dan lebih terhindar dari masalah.
zone-zone apartemen terpisah dan nyaman. opsi
pelabuhan yang disinggahi terbatas
Sumber: (Bermello 2006)
Dinamika pasar yang terjadi pada dunia pariwisata ini menuntut adanya inovasi pengembangan teknologi dan
manajemen secara berkelanjutan, para pelaku pariwisata mau tidak mau harus mengembangkan strategi pengelolaan
yang mengintegrasikan para pelaku dari semua unsur dalam upaya meningkatkan nilai tambah yang optimal pada
sektor pariwisata ini. Persyaratan yang tinggi untuk melayani wisatawan cruise yang hanya singgah dalam waktu
yang singkat (short time scale). Suatu tantangan bagi pariwisata Bali (local resources), manajemen lalu lintas dan
prasarana pendukungnya serta dibutuhkan pembangunan atau pengembangan/upgrade pelabuhan dengan
perencanaan yang detail serta destinasi-destinasi yang baru untuk menghadapi perubahan pasar yang sangat
menjanjikan ini.
Pemerintah Indonesia sangat berkomitmen untuk meningkatkan kunjungan wisata ke Indonesia dengan semboyan
Visit Indonesia year 2008 sebagai slogan pemasaran internasional. Untuk mencapai tujuan ini, adalah penting untuk
memahami mengapa orang bepergian ke Bali dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi pilihan mereka. Bali dipilih
Nyoman Budiartha R.M, Djauhar Manfaat, Tri Achmadi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 4
sebagai daerah tujuan studi karena Bali masih tetap merupakan salah satu daerah tujuan wisata (destinasi) utama
yang paling diminati oleh wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia.
Proses dalam pengambilan keputusan final dalam memilih destinasi adalah proses yang sangat kompleks, dan
memahami apa yang mempengaruhi seorang wisatawan memilih suatu destinasi, hal ini penting dalam
mengembangkan strategi pemasaran yang tepat. Studi ini mengidentifikasi factor-faktor yang berpengaruh dalam
pemilihan destinasi oleh wisatawan dan mengevaluasi preferensi wisatawan terhadap destinasi yang dipilih. Model
AHP 4 tingkat, yang terdiri dari 22 atribut pada keempat tingkat, diusulkan dan diuji dengan menggunakan data
yang dikumpulkan dari para wisatawan yang berkunjung ke pulau Bali untuk menentukan kreteria pemilihan factor-
faktor yang relatif penting. Dengan menggunakan teori fuzzy dan TOPSIS, preferensi dari 11 destinasi yang ada di
Bali untuk setiap kreteria dapat dievaluasi dan diberi peringkat akhir
Faktor-faktor prioritas dan pemilihan atribut-atribut yang berpengaruh terhadap pemilihan destinasi adalah
merupakan proses pengambilan keputusan multi-criteria yang komplek. AHP, adalah sebuah multi-kriteria umum,
proses pengambilan keputusan multi-objectif adalah sangat cocok untuk situasi di mana sebagian besar data yang
penting adalah subjektif. Hal ini dapat secara konsisten diperkenalkan ke dalam pengaturan prioritas dan
berhubungan dengan masalah keputusan yang melibatkan dimensi multi-kriteria. AHP adalah unik dalam arti bahwa
ia mengakui bias dan inkonsistensi dalam penilaian subjektif. Inkonsistensi ini dapat diuji dan diperbaiki, agar pada
peringkat akhir lebih konsisten
Selama ini AHP telah digunakan dalam perencanaan pariwisata (Moutinho and Curry 1994), dan situs konvensi
seleksi (Chen 2006), namun tidak ada penelitian empiris dengan menggunakan AHP dalam pilihan destinasi. Studi
ini menyajikan model pengambilan keputusan berdasarkan AHP untuk memilih destinasi; itu tidak hanya
memberikan pemahaman umum tentang faktor-faktor keputusan tetapi juga akan mengevaluasi bobot relatif atribut
kritis yang mempengaruhi pilihan destinasi. AHP mengubah preferensi individu ke dalam bobot skala
perbandingan; hasil pembobotan ini digunakan dalam menentukan peringkat alternatif dan membantu pengambil
keputusan dalam membuat pilihan atau meramalkan suatu hasil. Kekurangan dari AHP adalah perbandingan
berpasangan yang dapat mengakibatkan proses perbandingan yang membosankan jika terdapat banyak alternatif
untuk dievaluasi. Oleh karena itu, dalam studi ini digunakan TOPSIS untuk mengevaluasi alternatif.
TOPSIS, didasarkan pada konsep dimana alternative terpilih yang terbaik tidak hanya memiliki jarak terpendek dari
solusi ideal positif, namun juga memiliki jarak terpanjang dari solusi ideal negatif (Hwang.C.L and Yoon 1981),
Dengan kata lain, alternatif yang ideal memiliki tingkat terbaik untuk semua atribut dipertimbangkan, sedangkan
yang ideal negatif adalah satu dengan semua nilai atribut yang paling buruk. Konsep ini banyak digunakan pada
beberapa model Multi Attribute Decision Making untuk menyelesaikan masalah keputusan secara praktis. Hal ini
disebabkan: konsepnya sederhana dan mudah dipahami; komputasinya efisien; dan memiliki kemampuan untuk
mengukur kinerja relative dari alternative-alternatif keputusan dalam bentuk matematis yang sederhana. Ketika
memecahkan masalah kehidupan nyata, atau mewakili fenomena dunia nyata, variabel linguistik biasanya muncul
menjadi output penting dari proses. Dalam studi ini deskripsi dan tujuan dalam penilaian digunakan istilah linguistik
yang diwakili oleh bilangan fuzzy.
Teori himpunan fuzzy telah diterapkan untuk bidang ilmu manajemen, walaupun begitu, hampir tidak ada yang
menggunakan dalam bidang pilihan destinasi. Dengan demikian, penelitian ini yang meliputi kriteria fuzzy proses
yang saling berkaitan dengan menggabungkan pandangan subjektif ke proses keputusan yang eksplisit
Dalam bagian 2 dari tulisan ini, kami meninjau beberapa studi tentang pemilihan destinasi yang sudah ada. Pada
Bagian 3, kami membahas metodologi penelitian dan evaluasi. Bagian 4 menyajikan sebuah kasus aplikasi, dan
bagian terakhir menyajikan kesimpulan
2. TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Destinasi
Semenjak dilakukan studi mengenai pemilihan destinasi banyak terjadi perbedaan diantara berbagai pendekatan
dalam mendefinisikan destinasi. Karakteristik dari produk pariwisata/destinasi meliputi kualitas pelayanan,
advertensi (iklan, leaflet/brosur) dan kestabilan politik yang dikombinasi untuk membangun sebuah persepsi/feeling
berkenaan dengan destinasi wisatawan dalam pikiran dari para wisatawan. Seperti yang ditunjukan pada gambar 2-1
(Yoeti.H.O.A 2008) Destinasi yang ideal memang harus memiliki daya tarik wisata, mempunyai cukup fasilitas,
menawarkan acara/atraksi, menyediakan: (a) sesuatu yang dapat dilihat; (b) sesuatu yang dapat dilakukan; (c)
sesuatu yang dapat dibeli. Dan dengan perkembangan spectrum pariwisata yang makin luas, maka syarat tersebut
masih perlu ditambah, yakni: (d) sesuatu yang dapat dinikmati, yakni hal-hal yang memenuhi selera dan cita rasa
wisatawan dalam arti luas, dan (e) sesuatu yang berkesan, sehingga mampu menahan wisatawan lebih lama atau
merangsang kunjungan ulang.
Analisis Preferensi Wisatawan Cruise TerhadapPemilihan Destinasi
Studi Kasus Pulau Bali
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 5
Wisatawan
-Domestik
-Mancanegara
Transportasi
-Darat
-Laut
- Udara
-Domestik
Informasi/Promosi
-Iklan
-Leaflet
-Video
Objek & Atraksi
Wisata
-Something to see
-Something to do
-Something to buy
Biro Perjalanan
Gambar 2-1. Wisatawan dan fasilitas yang diperlukan di suatu destinasi
Sumber : (Yoeti.H.O.A 2008)
Pariwisata sebagai suatu industri, menghasilkan produk. Produk pariwisata adalah bukti bahwa dalam
kepariwisataan para pengusaha/operator mengusung semua elemen pariwisata (melakukan perjalanan dan tinggal
sementara di luar kediamannya) dan menjualnya dalam satu paket. Kegiatan ini ditandai oleh permintaan akan aneka
barang dan jasa misalnya: atraksi/pertunjukkan, angkutan, akomodasi, fasilitas penunjang, dan prasarana di daerah
tujuan wisata (destinasi).
Beberapa penulis memandang destinasi sebagai sebuah produk atau sebuah produk tertentu (brand) (Van Raaij
1986; McIntosh and Goeldner 1990; Kozak 2002; Yoon and Uysal 2005). memandang perjalanan destinasi sebagai
sebuah produk, yang merupakan sebagian dari “pemberian” dan merupakan sebagian dari “buatan manusia”. Bagian
dari pemberian ini berkenaan dengan kualitas alam dari destinasi wisatawan seperti iklim, pemandangan yang indah,
pantai, gunung, bangunan-bangunan bersejarah, dan sebagainya. Sedangkan yang menyangkut dengan buatan
manusia seperti hotel, paket wisata, fasilitas transportasi, dan fasilitas-fasilitas untuk olahraga dan rekreasi yang
keseluruhannya dapat diadaptasi oleh keinginan konsumen, yang dibatasi oleh anggaran subyektif.
(Kim 1998) menyatakan bahwa, destinasi dapat dipandang sebagai produk khas yang komplek dari industri
pariwisata, diantara berbagai faktor, atribut-atribut iklim suatu daerah, pelayanan sarana dan prasarana, alam dan
budaya. Meskipun ini komplek, bagaimanapun menurutnya juga adalah sebuah produk,
(Beerli and Martin 2004) menjelaskan destinasi wisata harus dibayangkan sebagai perusahaan yang harus dikelola
dari suatu strategi hampir sama.
(Buhalis 2000) menganggap destinasi sebagai suatu daerah geografi yang dipahami oleh pengunjung sebagai sesuatu
yang khas, dengan suatu kerangka politik dan undang-undang dalam perencanaan dan pemasaran wisatawan;
destinasi menawarkan suatu gabungan dari produk-produk wisata dan pelayanan yang dibawah nama produk
destinasi.
Destinasi yang di Indonesia juga disebut daerah tujuan wisata (DTW) didefinisikan secara tradisional sebagai suatu
daerah geografi yang dirumuskan seperti Negara, pulau atau sebuah kota (Hall 2000). Departemen Perhubungan
menyatakan bahwa destinasi adalah bagian dari tata ruang wilayah yang ditunjuk berdasarkan potensi pariwisata
daerah tersebut yang dapat dikelompokkan kedalam lima faktor potensi, yaitu: (1) akomodasi dan fasilitas meliputi
komponen hotel , restoran, biro perjalanan, pramuwisata, fasilitas rekreasi; (2) daya tarik wisata budaya meliputi
komponen peninggalan bersejarah dan kepurbakalaan, bahasa dan adat istiadat, seni lukis, kerajinan dan ukir, hasil
karya arsitektur dan lansekap, dan suku bangsa; (3) daya tarik wisata alam meliputi komponen flora dan fauna,
lansekap, gunung, danau, sungai dan laut/pantai; (4) keadaan ekonomi meliputi komponen jumlah penanaman modal
dalam negeri dan asing serta perdagangan; (5) aksesibilitas meliputi komponen jalan raya, jalan rel, pelabuhan,
bandara.
Dalam studi ini kami mengikuti definisi Buhalis yang paling mendekati dengan lima faktor potensi yang
dikelompokan oleh Departemen Perhubungan. Contoh yang dilakukan pemerintah dalam hal promosi pariwisata
dengan memperkenalkan/menjual Indonesia sebagai sebuah produk dengan slogan “Visit Indonesia Year 2008”,
bisa dipahami sebagai suatu “produk” internasional, Oleh karena itu dalam studi kami, Indonesia dapat dipandang
sebagai suatu produk korporasi (atau, lebih umum, sebagai suatu produk yang terorganisir) dimana 11 destinasi
domestik (Bali) dengan produk-produk yang berbeda dari suatu organisasi. Jadi Kintamani atau Ubud dapat
dipandang sebagai suatu produk tertentu.
Nyoman Budiartha R.M, Djauhar Manfaat, Tri Achmadi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 6
Pilihan Destinasi
Penelitian yang ada saat ini berkenaan dengan proses pengambilan keputusan yang komplek untuk memilih suatu
perjalanan ke suatu destinasi belum benar-benar diteliti. Studi-studi yang sudah dilakukan yang berhubungan dengan
pemilihan destinasi lebih fokus pada identifikasi atribut-atribut penting yang mempengaruhi pemilihan destinasi.
Disamping itu, literatur yang membahas tentang pemilihan destinasi, apakah itu model multinomial logit ataukah
model nested multinomial logit yang digunakan untuk menginvestigasi pilihan destinasi pada sebagian besar dari
penelitian tersebut, hanya terpusat pada pengaruh langsung dari atribut-atribut destinasi seperti jarak dan biaya
perjalanan (F.J.Mas. 2006; Nicolau and Mas. 2006), iklim (Hamilton and Lau 2004), kualitas dan biaya (Goossens
2000).
Sebagian besar studi yang telah dilakukan tentang pemilihan destinasi menggunakan analisis nilai individu untuk
menentukan mengapa konsumen memilih destinasi tertentu. (Um and Crompton 1990) mencoba menjelaskan proses
pemilihan destinasi dengan konsep menjadi dua tahap. Tahap pertama, memutuskan apakah berwisata atau tidak.
Sebelum melakukan perjalanan pariwisata, orang terlebih dahulu akan mempelajari maksud/keinginannya berwisata.
Hal ini erat kaitannya dengan sesuatu yang ingin dirasakan, dinikmati, dilihat, dan dilakukan. Tahap kedua, Kalau
keputusannya berwisata, selanjutnya dipelajari di mana saja semuanya dapat diperoleh, kemudian menghitung
kemampuan keuangannya, dan akhirnya memilih dan menetapkan destinasi atau negara yang akan dikunjungi. (Um
and Crompton 1990) menguraikan tahap yang kedua dengan mengembangkan suatu kerangka dari model pilihan
destinasi dalam membangun sebuah teori.
Konsep yang digunakan di dalam kerangka tersebut digambarkan sebagai input external, input internal, atau
cognitive constructs. Input eksternal dipandang sebagai jumlah dari interaksi dan komunikasi pemasaran yang
ditujukan kepada wisatawan yang potensial. Input yang internal diperoleh dari psikologi sosial wisatawan potensial,
yang meliputi karakteristik-karakteristik pribadi, alasan-alasan, nilai-nilai, dan sikap. Teori yang dibangun
(cognitive construct); menunjukkan satu pengintegrasian input yang internal dan eksternal kedalam himpunan
kesadaran dari destinasi dan himpunan yang ditimbulkan oleh destinasi (lihat Gambar 2-2)
Gambar 2-2. Model Proses Pemilihan Destinasi Perjalanan Wisata
Sumber : (Um and Crompton 1990)
(Sirakaya and Woodside 2005) memberikan suatu tinjauan kwalitatif yang menyeluruh dari literatur pengambilan
keputusan wisatawan dan mengintegrasikan konsep empiris yang ditulis dalam literatur pariwisata. Menurut
analisisnya, pemilihan model destinasi dikembangkan oleh (Um and Crompton 1990) adalah sederhana dan lebih
teoritis dan kedengarannya metodologis dibandingkan dengan penelitian yang lain dalam pengambilan keputusan
wisatawan. Dalam model ini pemilihan destinasi pariwisata dilakukan melalui urutan tiga tingkat dan proses seperti
menyalurkan suatu komposisi dari sekumpulan kesadaran (sekumpulan awal dari destinasi yang wisatawan sadar
akan waktu yang dihabiskan), sebuah penempatan yang sangat berkesan dan pilihan destinasi yang pasti. Pengaturan
yang cermat dibuat dari kepedulian terhadap pengaturan. Hal ini terdiri dari berbagai jenis destinasi yang
informasinya dicari secara aktif oleh banyak orang sebagai alternatif terbaik yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Menurut (Dellaert et al 1998), keputusan wisatawan dalam memilih destinasi adalah suatu keputusan yang komplek
multi-faceted dalam pemilihan untuk elemen-elemen berbeda yang interlesasi yang dalam, proses keputusan
Analisis Preferensi Wisatawan Cruise TerhadapPemilihan Destinasi
Studi Kasus Pulau Bali
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 7
meliputi over time, dan kebanyakan studi-studi tentang pemilihan perjalanan wisatawan menekankan pada
pemilihan destinasi sebagai elemen kunci dalam proses pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan
dipengaruhi oleh variabel psychologi (internal) dan variabel non-psychologi (external) dan terdiri dari jumlah
tingkatan yang berbeda-beda yang dibuat oleh kegiatan yang spesific.
Sedangkan (Kusbiantoro 1981) menyatakan bahwa dalam memutuskan suatu pilihan (destinasi) dapat dipengaruhi
oleh adanya kekuatan/dorongan yang bersifat situasional dan yang bersifat pribadi (lihat Gambar 2-3)
Gambar 2-3. Proses Pengambilan Keputusan Pemilihan
Sumber: Kusbiantoro (1981:45)
Dorongan situasional dapat dianalogikan dengan tingkat pelayanan dari sistem transportasi dan faktor lingkungan
pada saat pelayanan itu diberikan. Sedangkan dorongan yang bersifat personal ini sangat dipengaruhi oleh aspirasi
gaya hidup (Manheim 1979) dan kebutuhan dasar (Maslow, 1970), yang membentuk motivasi dari individu itu
untuk melakukan perjalanan. Apabila dikaji lebih lanjut lagi bahwa dalam dorongan yang bersifat situasional ini
terdapat faktor yang langsung dapat dipengaruhi oleh pemberi jasa angkutan, yaitu tingkat pelayanan (level of
service) dari jasa angkutan itu atau menurut Manheim sebagai sistem transportasi (T) dan mensinergikan daerah
tujuan wisata dan tempat asal (origin point)
Dalam studi ini, pilihan destinasi dapat dikonseptualisasikan sebagai pilihan wisatawan terhadap suatu destinasi dari
sekumpulan alternatif; seleksi ditentukan oleh berbagai faktor motivasi. Studi mencakup fuzzy multi-kriteria teori
pengambilan keputusan untuk memperkuat rasionalitas dan kelengkapan dari proses pengambilan keputusan. AHP
adalah sebuah model yang tidak kompensasi(non-compensatory) karena keputusan dapat ditentukan oleh skor pada
satu atribut, terlepas dari nilai pada atribut lainnya. Fuzzy TOPSIS adalah model kompensasi karena mensyaratkan
bahwa nilai atribut yang buruk dapat dikompensasikan dengan nilai-nilai yang baik pada atribut mereka, dan
alternatif yang dipilih adalah lebih unggul daripada alternatif lain dalam sejumlah utilitas dari semua atribut
dipertimbangkan dan mengarah pada maksimalisasi utilitas. Dengan menggabungkan fuzzy AHP TOPSIS, yang
memperhatikan baik kompensasi psikologis dan non-efek kompensasi dalam proses pengambilan keputusan, dapat
dianggap sebagai yang lebih rasional dan lebih efisien untuk model pilihan destinasi. Metode yang diterapkan
dalam penelitian kami adalah pendekatan lain untuk tujuan pengambilan keputusan, dengan tujuan untuk
menggambarkan proses yang sama dengan cara yang berbeda dan mencapai hasil yang berguna dan melengkapi,
bukan bertentangan, satu sama lain.
Teori Kebutuhan dan Motivasi Perjalanan
Terjadinya perjalanan dari satu tempat ke tempat lain disebabkan karena adanya suatu kebutuhan (needs) tertentu
yang harus dipenuhinya, yang memaksa dia untuk melakukan perjalanan. Bahkan dalam melakukan perjalanan
tersebut ada suatu unsur paksaan dan pengorbanan yang harus dikeluarkan oleh si pelaku perjalanan. Pengorbanan
tersebut dapat berupa waktu, biaya perjalanan, kehilangan kenyamanan dan sebagainya. Semua unsur pengorbanan
tersebut dapat dikelompokkan sebagai ongkos. Perjalanan baru akan terjadi apabila manfaatnya (utility) yang
diperoleh dirasa lebih besar dari ongkos yang dikeluarkannya.
Premis dasar dari teori perilaku konsumen adalah setiap individu selalu berusaha memilih barang/jasa yang
dianggapnya dapat memberikan kepuasan maksimal (Meyer & Miller 1984 : 168). Menurut (Lancaster 1966) dalam
menilai suatu barang/jasa, konsumen sebenarnya lebih menekankan pada nilai dari sekumpulan atribut (a bundle of
atributes ) yang ditawarkan oleh barang/jasa itu, bukan pada barang/jasa itu sendiri (Henher 1981) Nilai dari setiap
atribut itu disebut utiliti.
Dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa manusia adalah makhluk ekonomi yang selalu berusaha memaksimalkan
kepuasannya dan selalu bertindak rasional. Asumsi ini dalam banyak hal kurang tepat, karena ternyata banyak faktor
yang tidak rasional dapat mempengaruhi keputusan seseorang, seperti efek pamer atau lebih dikenal dengan veblen
effect, efek sok (snob effect) dan efek ikut arus (back wagon effect) (Sudarsono 1986). Menurut G.A.Schmoll,
wisatawan itu bertindak sekehendak hatinya (punya kebebasan untuk memilih) konsumsi yang diinginkannya, tidak
hanya untuk hal-hal yang dianggap perlu benar, permintaan untuk melakukan perjalanan wisata dirasakan tidak
merupakan keharusan, lebih banyak ditentukan berdasarkan subjektivitas atau emosional dan tidak atas
pertimbangan rasional
Nyoman Budiartha R.M, Djauhar Manfaat, Tri Achmadi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 8
Teori Maslow mengenai motivasi sudah mulai menjelajahi tentang hirarki kebutuhan (hierarcy of needs), dan ini
lebih sesuai dengan keperluan studi ini. Maslow menyatakan bahwa setiap individu mempunyai sekumpulan
kebutuhan, yang sangat bervariasi sesuai dengan tingkat kepentingannya sehingga secara sadar atau tidak, setiap
individu akan memiliki peringkat tertentu atas kebutuhannya.
Maslow mengajukan seperangkat peringkat kebutuhan, yaitu sebagai berikut:
1. Kebutuhan Fisik (physiological), seperti lapar, haus dan seks
2. Rasa aman (safety), seperti bebas dari rasa takut dan kecemasan.
3. Kasih sayang (belonging), seperti perhatian, cinta kasih, kebersamaan, memberi dan menerima perhatian.
4. Penghargaan (esteem), seperti harga diri dan ingin dihargai.
5. Aktualisasi diri (self actualization), seperti tumbuhnya hasrat untuk lebih memperhatikan lingkungan di
luar dirinya sendiri atau dorongan untuk selalu meningkatkan kemampuannya misalnya dengan belajar
(menjadi ketua organisasi), olah raga (pembina olah raga) dan sebagainya.
Namun demikian Maslow juga menyatakan bahwa peringkat tersebut tidak kaku, dapat luwes dan berkembang. Oleh
karena itu dalam mengkaji perilaku wisatawan dan perjalanan wisata maka Christie et al (1985, 6) perlu
menambahkan dua unsur kebutuhan dasar sebagai turunan dari aktualisasi diri yaitu:
6. Rasa ingin tahu dan memahami (to know and understand), seperti keinginan untuk menambah pengalaman
dengan berpetualang (wisata).
7. Estetika (aesthetics), seperti apresiasi terhadap seni dan keindahan.
Terutama untuk kebutuhan yang bersifat jangka panjang manusia cenderung untuk mengevaluasi kembali kebutuhan
dasarnya, berdasarkan pada pengalaman yang pernah dialami sebelumnya. Disamping itu ditegaskan pula bahwa
relasi antara kebutuhan dan pola kegiatan itu tidak bersifat paralel, dapat juga berbentuk matriks. Misalnya
perjalanan untuk bekerja yang pada awalnya merupakan pengejawantahan dari peringkat yang paling dasar yaitu
kebutuhan fisik (mencari nafkah untuk keperluan hidup) tetapi dalam jangka panjang juga mempunyai nilai
pemenuhan rasa untuk dihargai (peringkat ke empat).
Berwisata mempunyai tujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan selain kebutuhan pokok akan pangan, pakaian,
dan papan/tempat tinggal. Orang masih mempunyai kebutuhan rohani maupun jasmani yang lain, misalnya rasa
senang, puas, dekat pada sang pencipta(Tuhan), konsumsi rohani, kebugaran, kesehatan yang tidak diperoleh di
sekitarnya. Untuk memenuhi semua kebutuhannya itu, orang melakukan perjalanan ke luar untuk satu atau beberapa
hari menikmati suasana lain dari keseharian. Pariwisata adalah kebutuhan hidup yang wajar yang harus dipenuhi,
apabila tidak mungkin seluruhnya, maka sekurang-kurangnya sebagian.
Kebutuhan dasar ini merupakan suatu kekuatan potensial yang dapat dirangsang ( to promote) sehingga menjadi
suatu keinginan (wants). Keinginan inilah yang disalurkan secara fisikal menjadi suatu bentuk aktivitas, apabila
tersedia akses dan fasilitas. Fungsi pemasaran (marketing) antara lain memberikan promosi untuk merangsang
kebutuhan menjadi keinginan.
Sedangkan fungsi pelayanan transportasi adalah menyediakan akses dan fasilitas tersebut, agar keinginan tersebut
dapat terlaksana menjadi suatu aktivitas. Bentuk aktivitas tersebut dapat tercermin pada maksud
perjalanan dan pola perjalanan. Oleh karena itulah dalam analisis transportasi informasi mengenai maksud
perjalanan dan pola perjalanan menjadi sangat penting. Hubungan antara kebutuhan, keinginan dan aktifitas ini
seperti ditunjukkan dalam Gambar 2-4.
Gambar 2-4. Hubungan Antara Kebutuhan, Keinginan dan Aktifitas
Analisis Preferensi Wisatawan Cruise TerhadapPemilihan Destinasi
Studi Kasus Pulau Bali
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 9
Selanjutnya (Gunn 1988) memandang pariwisata sebagai suatu sistem dan memilahnya dalam sisi permintaan dan
sediaan (lihat gambar 2-5). Bertitik tolak dari pendekatan Gunn, elemen kepariwisataan dikelompokkan menjadi
empat elemen utama, yakni daya tarik (attraction); prasyarat, yakni transportasi, penunjang yakni promosi dan
informasi dan prasarana pelayanan, yakni elemen yang membuat proses kegiatan pariwisata menjadi lebih mudah,
nyaman, aman, dan menyenangkan berupa hotel, rumah makan dan lain-lain. Salah satu ciri utama pariwisata adalah
‘melakukan perjalanan’, sehingga dapat dikatakan bahwa tanpa pelayanan jasa transportasi maka kepariwisataan
akan lumpuh. Dengan kata lain, transportasi menempati kedudukan yang vital sebagai prasarat, faktor dominan, dan
pembentuk jaringan kepariwisataan Oleh karena itu, keandalan layanan sistem transportasi – termasuk keandalan
angkutan antar moda-menjadi urat nadi kehidupan kepariwisataan; bukan hanya bagi kepentingan perjalanan para
wisatawan melainkan juga bagi pengangkutan produk industri pariwisata yang menjadi kebutuhan dan kelengkapan
kepariwisataan, antara lain produk kerajinan, makanan,dsb
Gambar 2-5. Sistem Tarikan Wisatawan (Tourism Attraction System)
Sumber diolah dari: (S.Rosentraub: and Joo 2009)
Daya tarik wisata dianggap sebagai magnet/energi pariwisata, menjadi pemicu dan pemacu utama minat kunjungan
wisatawan. Daya tarik wisata adalah sesuatu yang ada di lokasi destinasi/tujuan pariwisata yang tidak hanya
menawarkan/menyediakan sesuatu bagi wisatawan untuk dilihat dan dilakukan, tetapi juga menjadi magnet penarik
seseorang untuk melakukan perjalanan. Ciri utama daya tarik wisata adalah tidak dapat dipindahkan, dan untuk
menikmatinya wisatawan harus mengunjungi tempat tersebut. Gambar 2-5 memperlihatkan sistem tarikan
wisatawan ditinjau dari sisi supply dan demand.
Studi dari sisi sediaan(supply), yang difokuskan pada sekumpulan dari fasilitas-fasilitas suatu komunitas dapat
dibangun dan berdampak pada daya tarik wisatawan termasuk investor. Disamping itu juga dibutuhkan apa saja
yang bisa dikerjakan untuk tipe-tipe yang berbeda dari komunitas relatif dari permintaan (demand). Berdasarkan
kedua kelompok data-data tersebut (supply/demand) kemudian suatu komunitas dapat dibangun. Jika fasilitas-
fasilitas yang dibangun dirancang (design) sesuai kebutuhan pasar atau sesuai dengan karakteristik demand, secara
ekonomi akan lebih berhasil dan akan berkontribusi besar pada pengembangan wilayah. Oleh karena itu tidaklah mengherankan bahwa konsep motivasi dianggap sebagai suatu elemen dari segmentasi
pasar pariwisata dalam sebagian besar investigasi empiris (Kozak 2002) dan (Yavuz et al 1998). Satu tipologi yang
populer untuk memahami motivasi perjalanan adalah model dorongan dan tarikan oleh (Crompton 1979). Motivasi
dorongan sudah digunakan untuk menjelaskan keinginan untuk melakukan perjalanan sedangkan motivasi tarikan
digunakan untuk menjelaskan pilihan destinasi yang tepat. Crompton menggambarkan psikologi sosial menjadi
7(tujuh) motivasi (dorongan) yaitu pelarian, mencari jati diri, relax, kehormatan/prestise, ingat masa lalu,
peningkatan martabat, dan interaksi sosial dan budaya menjadi dua motivasi (tarikan) yaitu kesenangan baru dan
pengetahuan/wawasan.
Nyoman Budiartha R.M, Djauhar Manfaat, Tri Achmadi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 10
Tabel 2-1. Ringkasan Klasifikasi Daya Tarik Wisatawan
Penulis/Tahun Klasifikasi
(Formica 2000) 1) Pelayanan dan fasilitas pariwisata
2) Budaya dan Sejarah
3) Penginapan di pedesaan
4) Rekreasi di luar
(Weaver 2002) 1) Tempat alami
2) Atraksi alam
3) Tempat-tempat budaya
4) Atraksi budaya
(Kim and Yoon 2003) 1)Destination Image
(Fallon 2003; Boo and A.Busser 2005) 1)Pengamanan dan keamanan
(Marcouiller and Prey 2005) 1) Tempat-tempat rekreasi
2) Fasilitas-fasilitas yang alami
(Pearce and Lee 2005) Mengikuti hirarki kebutuhan Maslow’s
1)Kebutuhan untuk rilex/santai
2)Kebutuahn keamanan/rasa aman
3)Kebutuhan akan hubungan dengan sesame
4)Kebutuhan pengembangan diri dan kekaguman akan diri sendiri
5)Pemenuhan akan aktualisasi diri
(Boo and A.Busser 2005) Pengaruh karakteristik Pengunjung terhadap Image Destinasi
(Sheng-Hshiung Tsaur and Wu 2005) 1)Kekhasan wisata
2)Harga
3)Lama perjalanan
4)Tipe penerbangan
5)Pengaturan waktu senggang
(Vietze 2008) 1)Budaya dan kepercayaan tertentu
(L.Nicolau and J.Mas 2008) 1)Karakter pantai
2)Karakter perkotaan
(Royo-Vela 2009) 1bersejarah & kaya dgn warisan pusaka
2)Harga
3)kebersihan lingkungan
4)Pemandangan yang menarik
5)Berbeda dan menyegarkan
6)Keramah tamahan
7)Fasilitas akomodasi
8)Fasilitas transportasi
9)Bangunan yang berarsitektur harmonis & menyenangkan(gereja,
benteng,biara)
10)Pengalaman yang asli
11)Kualitas dan variasi makanan
12)Pertunjukan seni
13)Keamanan lingkungan dan pribadi
(Uysal and Jurowski 1994) mengartikan internal (dorongan/push) dan external (tarikan/pull) motivasi untuk suatu
perjalanan. Motivasi internal meliputi keinginan lari dari masalah, istirahat, relax, prestise, kesehatan dan
kebugaran, petualangan, dan interaksi sosial. Motivasi external merupakan dasar dari tarikan suatu destinasi, yang
meliputi resort-resort(pantai, aktivitas rekreasi, dan atraksi budaya), persepsi dan harapan perjalanan/wisatawan
(kesenangan baru, harapan keuntungan, dan image pasar).
Dalam penelitian baru-baru ini, peneliti menambahkan shopping sebagai salah satu karakteristik motivasi dari
destinasi (Hangim and Lam 1999) dan (Sirakarya et al 2003). (Oh et al 1995) mencatat tempat shopping yang bagus
dianggap sebagai satu atribut daya tarik dari destinasi. Tabel 2-1, memperlihatkan ringkasan klasifikasi daya tarik
wisatawan.
Masih ada faktor-faktor penting lainnya sebagai destinasi seperti image, makanan, dan keamanan. (Milman and
Pizam 1995) menjelaskan bahwa image destinasi adalah sesuatu yang visual atau kesan/opini public terhadap suatu
tempat. (Goossens 2000) mendiskusikan lebih mendalam tentang peran mental imaginer yang berperan sebagai
kekuatan penuh. Wisata kulener (menikmati makanan) adalah salah satu aktivitas yang sangat dinikmati wisatawan
selama liburan mereka (Ryan 1997). (Quan and Wang 2004) menemukan bahwa makanan dapat sebagai motivasi
perjalanan yang pertama atau kedua dan nilai tambah untuk image dari suatu destinasi. Keamanan menjadi perhatian
utama wisatawan (Middleton 1994). (Heung et al 2001) mendapatkan bahwa keamanan tampil menjadi prioritas
teratas untuk pejalan/wisatawan yang bepergian ke Hongkong dan Taiwan
Analisis Preferensi Wisatawan Cruise TerhadapPemilihan Destinasi
Studi Kasus Pulau Bali
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 11
Kecendrungan akhir-akhir ini menunjukan bahwa masyarakat dari Negara-negara maju mencari pengobatan dari
tenaga kesehatan yang professional. Pergeseran preferensi ini dikenal secara luas sebagai “Medical Tourism” yang
sudah menjadi salah satu dari industri yang menjadi perhatian utama.
Studi motivasi wisatawan dalam kasus ini didasarkan pada konsep dari model push-pull dari Crompton seperti yang
dilakukan oleh (Tzu-Kuang Hsu, Yi-Fan Tsai et al. 2009). Faktor utama yang berpengaruh dari pemilihan destinasi
dikelompokkan kedalam katagori. Push Motivasi yang berhubungan dengan kekuatan internal terdiri dari 4 faktor
(pisikologi, pisik, interaksi social dan pelarian/pencarian dan dibawahnya terdiri dari masing-masing 11 item
sedangkan Pull motivasi yang berkaitan dengan kekuatan external yang terdiri dari dua faktor yaitu tangible dan
intangible. Faktor Tangible terdiri dari 9 item dan factor intangible terdiri dari 2 item seperti diperlihatkan pada
Gambar 2-6
Pemilihan Destinasi
Internal External
Faktor
psikologi
Faktor
Fisik
Hubungan
Sosial
Pencarian/
Exploration
Faktor
Tangibel
Faktor
Itangibel
- Pelarian
- Aktualisasi
diri
- Istirahat &
rilex
- Berobat
- Kesehatan &
Kebugaran
- Bertemu teman
- Bertemu orang
teman baru
- Kesenangan
baru
- Budaya
- Tantangan
- Hiburan
malam
- Fasilitas Transportasi
- Keramah tamahan
- Kualitas & Variasi
makanan
- Keamanan Pribadi
- Harga (price)
- Tempat bersejarah &
Budaya
- Shopping
- Kualitas & keamanan
lingkungan
- Destinating
- Image
- Keuntungan
(Benefit)
Level 1
Level 2
Level 3
Level 4
Gambar 2-6. Hirarki Seleksi Destinasi
Sumber: (Tzu-Kuang Hsu, Yi-Fan Tsai et al. 2009)
Preferensi Wisatawan (Preference of tourist)
Menurut (Goodall 1991). Preferensi individu, seperti motivasi, pada hakekatnya hanya ada dua kemungkinan,
refleksi dari individu suka atau tidak suka, dan kondisi social(extrinsic). (Pearce 1988) menyatakan bahwa
peringkat minat adalah lebih spesifik dibandingkan dengan motivasi, dan dinyatakan oleh kemana
pejalan/wisatawan pergi dan apa yang akan dilakukan. Sudah ada beberapa studi menyangkut peringkat
minat(preferences) dari pejalan; studi-studi ini menggunakan analisis conjoint(metode peringkat minat statis) yang
berhasil diaplikasikan dalam pariwisata sebagai suatu teknik untuk menggambarkan dan meramalkan perilaku
memilih dari wisatawan (Suh and McAvoy 2005).
(Decrop 2000) mencatat bahwa peringkat minat adalah kasus khusus dari atribut dimana alternatif produk
dibandingkan dan salah satunya adalah pilihan diatas yang lainnya. Para wisatawan memilih destinasi yang mereka
inginkan untuk dikunjungi dan yang dilewati. Hasilnya adalah kreasi dari pola tipe konsumsi dari produk pariwisata
sebagai dasar dari peringkat minat(preferensi). Monanova, Logit model, Probit model, model ekonometrik dan non-
metric regression merupakan beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menganalisis rangking data. Bentuk dari
fungsi utiliti tersedia software dan maksud dari penelitian (Kroes and Sheldon 1988). Analisis peringkat minat
dalam studi meliputi peringkat minat untuk faktor-faktor pemilihan destinasi (criteria) dan destinasi wisatawan
(alternatif) Analisis ini dapat berhubungkan dengan faktor-faktor motivasi untuk rating peringkat minat dari
destinasi dan untuk memahami faktor-faktor apakah yang mengerakkan/menentukan peringkat minat tersebut.
Hal ini penting untuk wisatawan-wisatawan potensial untuk membuat suatu keputusan dalam pemilihan destinasi.
Jadi dengan pemahaman yang lebih baik memungkinkan untuk memasarkan destinasi secara kompetitif dan
kombinasi informasi ini dengan peringkat minat wisatawan.
Nyoman Budiartha R.M, Djauhar Manfaat, Tri Achmadi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 12
3. METODELOGI EVALUASI
Prosedur evaluasi dari studi ini terdiri dari beberapa langkah. Deskripsi rinci setiap langkah ditunjukkan dalam
subseksion berikut.
Proses Hirarki Analitik (AHP) Proses Hierarki Analitik (Analytical Hierarchy Process – AHP) dikembangkan oleh Dr.Thomas L.Saaty dari
Wharton School of Business pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan informasi dan judgment dalam memilih
alternative yang paling disukai (Saaty 1983).
Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, stratejik, dan dinamik
menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hierarki. Tujuan secara keseluruhan berada pada paling atas,
kemudian kriteria, sub-kriteria, dan alternatif-alternatif berada pada setiap tingkat yang dibawahnya dari hirarki.
(Saaty 1986) dan (Harker and & Vargas 1987) memberikan pendapat yang rinci prihal AHP yang ditekankan pada
banyak aplikasi. Salah satu hirarki yang sudah dibangun, pembuat keputusan memulai dengan prosedur prioritas
untuk menentukan kepentingan relatif dari elemen pada setiap tingkat.
Diasumsikan bahwa pengambil keputusan sudah mempunyai pengetahuan dan mengerti elemen-elemen tersebut.
Elemen-elemen dalam setiap level dibandingkan berpasangan dalam terminologi dari kepentingan elemen paling
atas.
Dimulai dari atas dan bekerja kebawah, jumlah dari matrik kuadrat, matrik preference, dibuat dalam proses dari
elemen-elemen yang dibandingkan pada satu level. (Saaty 1980) menggambarkan pengembangan 9 titik skala
perbandingan yang terintegrasi dengan AHP. Pengambil keputusan dapat cepat membuat preferensi diantara dua
elemen-elemen sebagai kepentingan yang sama, moderat, penting, sangat penting, paling penting. Peringkat minat
ini ditegaskan kemudian kedalam peringkat 1, 3, 5, 7, dan 9, ditanggapi dengan 2, 4, 6 dan 8 sebagai nilai tengah
(intermediate) untuk menggabungkan dua kualitas. Skala ini adalah tidak sensitif untuk perubahan yang kecil dalam
suatu pengambil keputusan peringkat minat. Dengan demikian mongurangi pengaruh dari evaluasi yang tidak tepat.
Setelah bentuk matrik peringkat minat, bobot relatif dari elemen-elemen setiap level dengan merespek elemen level
diatasnya dihitung sebagai komponen-komponen yang menormalkan kumpulan eigenvector dengan eigenvalue yang
terbesar dari perbandingan matriknya, nilai ini dapat diestimasi dengan rata-rata geometrik dari setiap baris dalam
matrik peringkat minat (Saaty 1980). Gabungan bobot dari alternatif-alternatif kemudian ditentukan oleh hirarki
bobot aggregat. Salah satu keuntungan yang penting menggunakan AHP adalah dapat mengukur derajat
perbandingan yang konsisten. Pengukuran perbandingan konsisten (CR) ini, dimaksudkan untuk mengetahui
ketidak hati-hatian dalam melakukan perbandingan. Tidak hanya mengurangi kesalahan, tetapi juga dapat
mengungkapkan bias tidaknya pengukuran kepada manager seperti yang diperkirakan atau pernyataan yang dibesar-
besarkan yang tertarik satu atau lebih perbandingan. Jika CR adalah besarnya melebihi 0,1 disarankan agar
pengambil keputusan mengevaluasi kembali perbandingannya, yang beberapa dari pendapat yang kontradiktif (lihat
Gambar 3-1).
Teori Fuzzy
Konsep dari fuzzy sudah diperkenalkan oleh (Zadeh 1965). Ia memperkenalkan notasi dari fuzzy dan beberapa ide-
ide yang memainkan peranan yang mendasar dalam perkembangan(evolusi) dari teori fuzzy (Zadeh 1976)
mempresentasikan ide-ide selanjutnya yang koncern pada pengambilan keputusan fuzzy dan optimasi fuzzy.
Penerapan dari teori fuzzy kedalam studi ini adalah elaborasi dalam urutan subseksi.
Analisis Preferensi Wisatawan Cruise TerhadapPemilihan Destinasi
Studi Kasus Pulau Bali
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 13
Gambar 3-1. Kerangka Analisa AHP
Variabel Linguistik
Suatu variable linguistic adalah variabel dengan penekanan bahasa sebagai nilainya. Misalnya, dalam kasus ini,
mengevaluasi destinasi dengan jawaban responden yang diberikan dengan tanggapan untuk masing-masing kreteria
dengan menggunakan variable linguistik. Kemungkinan nilai untuk variabel ini dapat beragam diurut seperti berikut:
“very good”, “good”, “fair”, “poor”, “very poor.” Sebutan/istilah setiap bahasa dapat di bentuk dengan bilangan
segitiga fuzzy (triangular fuzzy). Bilangan yang mewakili perkiraan nilai antara 0 dan 10. Bilangan-bilangan ini
selajutnya dapat dijadikan sebagai nilai terendah, modal value dan nilai teratas, notasi adalah (l,m,u), dimana
0 ≤ l ≤ m ≤ u ≤10, m adalah nilai yang paling disukai dari terminology bahasa, dan l, u adalah terendah dan teratas,
berturut-turut, untuk merefleksikan kedalam terminologi fuzzy.
Bilangan Fuzzy
Suatu nomor fuzzy adalah suatu fuzzy set cembung, dibentuk oleh suatu interval dari nomer yang tepat, dengan
setiap tingkatan dari keangotaan antara 0 dan 1. Dalam studi ini nomor triangular fuzzy akan digunakan didalam
model kami. Fungsi keanggotaan didefinisikan sebagai berikut
Nyoman Budiartha R.M, Djauhar Manfaat, Tri Achmadi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 14
Misalnya, dalam kontek studi ini responden percaya bahwa Kuta adalah ”very good” tempat untuk pelarian/santai,
responden dapat saja asumsinya pada tingkat subyektif pribadi dari variabel (very good) = (8,9,10), dan fungsi
keanggotaan dapat dihitung menurut persamaan (1)
Dalam rangka untuk membentuk matrik keputusan, asumsikan bahwa kita telah mempunyai sebagai pengambil
keputusan yang bertanggung jawab untuk mengevaluasi untuk mengevaluasi m alternatif dengan n kriteria.
Menganggap bilangan triangular
di mana k = 1,2,.p, j = 1,2,.m j = 1,2,,n
Penggunaan tambahan bilangan dari segitiga dan pembagian oleh bilangan yang tepat memberikan rata-rata segitiga
(Bojadziev and Bojadziev 1997)
Di mana ⊕ operasi penambahan bilangan fuzzy
Defuzzification Fuzzy Pengelompokan ditentukan oleh jumlah rata-rata segitiga yang sering ditekankan oleh nilai yang tepat yang
mewakili koresponden rata-rata terbaik. Operasi ini disebut defuzzification. Operasi defuzzification tidak dapat
didefinisikan unik(Bojadziev and Bojadziev 1997) (Bojadziev and Bojadziev 1997), dalam studi kami nilai
defuzzified dari nomor fuzzy dapat Dihasilkan dari rumus:
(2)
Teknik untuk mendapatkan Preferensi dengan TOPSIS
Penggunaan teori himpunan fuzzy sebagai metodelogi untuk pemodelan dan menganalisis sistem keputusan tertentu
dengan pengambilan keputusan pada masalah yang komplek. Proses melibatkan memilih terbaik diantara beberapa
alternatif melalui evaluasi yang tepat dari masing-masing parameter. Jenis keputusan dapat diklasifikasikan menjadi
tiga katagori:
• Keputusan didasarkan pada kepastian
• Keputusan didasarkan pada resiko
• Keputusan didasarkan pada ketidakpastian
Sebagian besar keputusan di tingkat strategis adalah katagori (2) dan (3). Namun, penerapan pada fuzzy TOPSIS
masih kurang mendalam. Dalam tulisan ini kami ingin memperluas salah satu metode yang digunakan untuk
memutuskan kepastian untuk memecahkan masalah dibawah ketidakpastian. (Hwang.C.L and Yoon 1981)
mengusulkan TOPSIS (Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution) yang merupakan metode
criteria ganda untuk mengidentifikasi solusi dari himpunan berhingga. Prinsip dasarnya dimana alternatif terpilih
yang terbaik tidak hanya memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif, namun juga memiliki jarak terpanjang
dari solusi ideal negatif.
Secara umum, prosedur TOPSIS mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:(Sri Kusumadewi, Sri Hartati et al.
2006).
Setelah bobot criteria didapat,kemudian dapat digunakan untuk mendapatkan peringkat. TOPSIS mengiaumsikan
bahwa setiap atribut memiliki kecendrungan kearah peningkatan atau penurunan secara monoton. Oleh karena itu,
mudah menemukan solusi yang ideal dan solusi yang negative. Metode TOPSIS mengevaluasi matrik keputusan, X
yang berkenaan dengan m alternative dan dievaluasi dalam n creteria elemen xij dari X adalah bentuk pengukuran
Analisis Preferensi Wisatawan Cruise TerhadapPemilihan Destinasi
Studi Kasus Pulau Bali
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 15
dari alternatif ke i dalam terminologi dari kreteria ke j dari persamaan (2) selanjutnya metode TOPSIS terdiri dari
setep-setep berikut:
Step 1: Membuat matrik keputusan yang ternormalisasi R:
Elemen rij dari R adalah dihitung seperti berikut:
di mana: i = 1,2,…,m; dan j = 1,2,…,n.
Step 2: membuat matrik keputusan yang ternormalisasi terbobot V: kumpulan dari bobot . Di mana
bobot W = (w1,w2,…,wn) dari pembuat keputusan adalah mengakomodasi matrik keputusan dalam step ini.
Element vij dari V adalah dihitung sebagai
dengan i = 1, 2…,m; dan j = 1, 2…,n.
Step 3: Menentukan matriks solusi idel positif & matriks solusi ideal negatif: A*yang ideal dan negatif ideal A
−
solusi:
i i
i i Di mana
J = {j = 1,2,…,n| j kriteria keuntungan}
= {j = 1,2,…,n| j kriteria baya}
Step 4: Menentukan jarak antara setiap alternative dengan matriks solusi ideal positif & matriks solusi ideal negatif.
Diberikan oleh
Hampir serupa dengan pembagian dari negative-ideal satu adalah diberikan oleh:
Step 5: Menentukan relative clones to ideal solution
dari alternatif Ai dengan mengikuti solusi ideal A* ditentukan sebagai:
jelas bahwa jika dan hanya jika Ai=A*, dan jika dan hanya jika Ai = A
−.
Step 6: Menentukan nilai peringkat minat (preferensi) untuk setiap alternatif: kumpulan dari alternatif-alternatif
sekarang dapat di peringkatkan menurut .
4. KASUS APLIKASI
Bali digunakan sebagai aplikasi kasus,karena sampai saat ini merupakan destinasi yang paling terkenal di Indonesia.
Prosedur dari penelitian diperlihatkan seperti berikut.
Membangun Hirarki Evaluasi
Faktor-faktor kunci terdiri dari 22 item yang digunakan Untuk membentuk 4 level hirarci, pembentukan pembuatan
keputusan wisatawan dan kaitannya dengan kajian pustaka, diskusikan dengan ahli (seksi professional dan
akademisi dari sector pariwisata) dan dasar pada 4 axioma dari AHP. Level yang tertinggi dari hirarki adalah tujuan
keseluruhan. Dibawah tujuan keseluruhan, tingkat kedua mewakili factor-faktor yang berpengaruh pada seleksi
destinasi, yang meliputi faktor-faktor ekternal dan internal. Berbagai kumpulan dari kreteria dengan setiap faktor
Nyoman Budiartha R.M, Djauhar Manfaat, Tri Achmadi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 16
dalam level kedua yang berhubungan dengan level ke 3. berbagai kumpulan dari sub-creteria (atribut-atribut)
kumpulkan dengan Setiap kreteria didalam level ketiga yang berhubungan dengan level ke empat Seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2-6. Ada total 22 atribut pada level keempat.
Alternatif
Terdapat empat puluh tujuh alternative tempat-tempat yang menarik di Bali yang biasa dikunjungi oleh wisatawan
mancanegara seperti yang ditunjukan pada Gambar 4-1 dan Table 4-1 dibawah.
Tabel 4-1. Prosentase Kunjungan Wisatawan Manca Negara ke Bali Berdasarkan Obyek-Obyek Wisata yang telah
dikunjungi Di Bali TOTAL
NO THE VISITED PLACES of INTERSET RESPONDENT %
I DENPASAR CITY 231 7.31
1 SANUR 227 7.18
2 MUSEUM BALI 4 0.13
II BADUNG REGENCY 1074 34
1 TANJUNG BENOA 9 0.29
2 GWK 16 0.51
3 SANGEH 8 0.25
4 KUTA 612 19.36
5 NUSA DUA 92 2.91
6 ULUWATU 220 6.98
7 JIMBARAN 82 2.6
8 TAMAN AYUN 9 0.28
9 SERANGAN 1 0.03
10 DREAM LAND 24 0.76
11 PETI TENGET 1 0.03
III GIANYAR REGENCY 696 22.01
1 SUKAWATI 596 18.85
2 UBUD 21 0.66
3 TAMPAKSIRING 28 0.89
4 GOA GAJAH 3 0.1
5 BATUBULAN 8 0.25
6 GUNUNGKAWI 12 0.38
7 TAMAN BURUNG 3 0.09
8 CELUK 25 0.79
IV BANGLI REGENCY 294 9.3
1 KINTAMANI 217 6.86
2 DANAU BATUR 17 0.54
3 GUNUNG BATUR 56 1.77
4 PENGLIPURAN 4 0.13
V KLUNGKUNG REGENCY 71 2.24
1 GOA LAWAH 14 0.44
2 KERTA GOSA 5 0.16
3 NUSA LEMBONGAN 45 1.42
4 NUSA PENIDA 7 0.22
VI TABANAN REGENCY 399 12.63
1 BEDUGUL 53 1.68
2 TANAH LOT 276 8.73
3 ALAS KEDATON 65 2.06
4 DANAU BERATAN 4 0.13
5 JATI LUWIH 1 0.03
VII KARANGASEM REGENCY 264 8.34
1 UJUNG KARANGASEM 5 0.16
2 BESAKIH 137 4.33
3 AMED 27 0.85
4 TIRTA GANGGA 15 0.47
5 CANDI DASA 37 1.17
6 TENGANAN 2 0.06
7 PADANG BAI 11 0.35
8 GUNUNG AGUNG 14 0.44
9 TULAMBEN 16 0.51
VIII BULELENG REGENCY 130 4.11
1 PULAU MENJANGAN 6 0.19
2 LOVINA 97 3.07
3 GITGIT 27 0.85
IX JEMBRANA REGENCY 2 0.06
1 PANTAI MEDEWI 2 0.06
3161 100
Sumber: Hasil survey Dinas Pariwisata Bali 2006
Analisis Preferensi Wisatawan Cruise TerhadapPemilihan Destinasi
Studi Kasus Pulau Bali
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 17
4.3. Metode Survey
Merancang Kuisioner Komposisi questener terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama terdiri dari 22 atribut yang dirancang Untuk
memahami motivasi wisatawan untuk bepergian ke suatu destinasi. Responden menyerahkan jawaban yang
disesuaikan dengan nilai numeric dari atribut yang relative penting berkenaan dengan pencapaian secara menyeluruh
dari seleksi destinasi. Sebagai contoh, apabila jawaban yang berkenaan dengan internal force dan external force,
yang mana yang lebih penting untuk anda seleksi dalam perjalanan suatu destinasi? Keputusan/pertimbangan lisan
dari sama penting menjadi benar-benar lebih penting kemudian di rangking dengan skala 1-9. setelah semuanya
dipasangkan di level 2 dibuatkan matrik. Sama dengan presedur diatas kemudian mengaplikasikan semua faktor-
faktor yang berhubungan dengan level 3 dan kemudian level 4. Ringkasan pernyataan dari 22 item didalam kuisener
juga dilakukan Untuk memberikan pengertian yang lebih baik dari analisis. Dalam bagian 2, jawaban responden
untuk mengevaluasi 47 destinasi lokal dengan tanggapan untuk setiap kreteria dengan menggunakan variable
linguistic “very good”, “good”, “fair”, “ poor”, or “ very poor.” Agar supaya fungsi kumpulan keanggotaan
dengan masing-masing variable linguistic, jawaban responden mengindikasikan dengan nomor-nomor kedalam
range skala 0 – 10.
Pengumpulan Data
Survei yang dilakukan dengan menggunakan pendekatan sampling dengan tetap memperhatikan kenyamanan para
responden (wisatawan) selama liburan akhir tahun bulan Desember 2009. Data dikumpulkan dari wisatawan yang
sedang berkumpul di lounge Bandara Ngurah Rai Internasional, hotel-hotel internasional (hotel bintang) dan hotel-
hotel lokal yang diusulkan oleh pemandu wisata yang bekerja untuk agen-agen perjalanan wisata lokal yang
mengkhususkan diri dalam perjalanan wisatawan mancanegara. Orang-orang dari luar negeri yang telah
menghabiskan lebih dari setahun di Bali tidak dianggap wisatawan. Oleh karena itu, inbound pengunjung asing
berlibur dan / atau bisnis yang telah menghabiskan waktu luang mereka jalan-jalan selama kunjungan mereka ke
Bali dimasukkan sebagai populasi kami. Alasan untuk membatasi kualifikasi responden adalah bahwa kami
menginginkan pendapat wisatawan yang berpengalaman, mempunyai pengetahuan tentang seluruh kriteria dan
tujuan yang akan dievaluasi, seperti yang dipersyaratkan oleh metode AHP. Di antara orang-orang yang mengetahui
47 destinasi dengan baik dan mampu mengingat dan membandingkan mereka secara tepat, dengan jumlah 28
(tingkat tanggapan 70%) menjawab kuesioner dengan tatap muka wawancara. Dalam rangka menciptakan sebuah
sample representative dan akurat individu wisatawan asing yang mengunjungi Bali, 3 dari 28 yang memiliki rasio
konsistensi yang lebih besar dari 0,1 ketika menerapkan pendekatan AHP dibuang. Bali cukup terkenal untuk orang
asing. Sejumlah wisatawan datang untuk menghadiri beberapa acara atau festival, namun hanya sedikit memiliki
pengetahuan dan pemahaman menyeluruh tentang seluruh 47 destinasi tersebut, Untuk memudahkan pemahaman
tentang destinasi secara menyeluruh selanjutnya kami melakukan pengelompokan (clastering) menjadi 11 destinasi.
Pengelompokan ini didasarkan pada destinasi yang saling berdekatan(jarak) dikelompokkan menjadi suatu kawasan
atau paket wisata . Walaupun mungkin sampel tidak harus mewakili semua wisatawan asing di Bali, itu tidak
menunjukkan bias sistematis apapun yang mungkin membuat kesulitan dalam menggambar secara akurat
perbandingan dari 11 destinasi tersebut. Dengan menggunakan mahasiswa/mahasiswi fakultas teknik jurusan Sipil
Universitas Udayana, kami mampu mengikuti konsep dasar dari metode AHP.
Evaluasi Bobot Kriteria Setelah struktur hirarki dibangun , prosedur selanjutnya adalah menentukan prioritas untuk menentukan kepentingan
relatif dari unsure-unsur disetiap tingkat. Perhitungan yang dilakukan menggunakan Microsoft Excel; Gambar 4-
1dan 4-2 memperlihatkan bobot relatif untuk setiap kriteria.
4.4. Hasil dan Diskusi
Tabel 4-1 dan Gambar 4-1 dan 4-2 memperlihatkan bobot relatif untuk setiap kriteria. Dari 22 motif aktualisasi diri
dan pelarian (escape),menemui teman, istirahat dan rilex, kesehatan, bertemu kawan baru dan kesenangan baru
tampaknya menjadi 6 faktor paling penting bagi wisatawan inbound ke Bali. Di antara kekuatan-kekuatan internal,
faktor yang paling penting adalah menemui teman dan / atau kerabat. sedang (baik secara fisik dan mental) yang
ditawarkan oleh destinasi. ini menunjukkan bahwa meskipun Bali adalah sebuah pulau kecil, yang merupakan
tempat yang bagus untuk relaksasi dan istirahat.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mengunjungi teman/keluarga tampaknya tidak menjadi prioritas selama
liburan (Heung et al 2001) dan (Mok 1995). Studi mereka terfokus pada wisatawan outbound Hong Kong dan
wisatawan yang rekreasi Jepang ke Hong Kong, masing-masing. Sebaliknya, mengunjungi teman dan / atau kerabat
Nyoman Budiartha R.M, Djauhar Manfaat, Tri Achmadi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 18
tampaknya menjadi faktor penting dalam studi kami. Yaitu, bagi para wisatawan asing, terutama Eropa, Australia,
Jepang dan Selandia Baru. Wisatawan. Individu datang ke Bali untuk keperluan mengunjungi teman-teman yang
telah mereka kenal atau sudah bertemu di masa lalu di negara lain atau melalui Internet dalam beberapa tahun
terakhir. Di antara kekuatan-kekuatan eksternal, faktor yang paling penting adalah image destinasi (Bali), keramah
tamahan dan fasilitas transportasi.
Hasil studi pariwisata sebelumnya, sangat berbeda dengan hasil yang didapat dalam penelitian ini yang menyatakan
bahwa baik pribadi dan keamanan lingkungan adalah motif umum untuk melakukan perjalanan. Dari 22 motif, harga
adalah faktor yang paling penting Hal ini mungkin karena Bali mempunyai pemandangan yang indah, mutu
makanan, fasilitas akomodasi, budaya yang berbeda, dan menemukan tempat-tempat baru faktor yang lebih penting
daripada harga ketika wisatawan berada pada tahap awal memilih tujuan untuk berlibur. Hal ini konsisten dengan
studi Stevens (1992) dan Nicolau dan Más (2006).
Tabel 4-2. Bobot dan rangking
No Sub Kriteria Weight Rank
1 Escape 0.16506351 1
2 Self actualization 0.16506351 1
3 Rest and Relaxtion 0.13554674 3
4 Medical treatment 0.09677613 4
5 Helth and Fitness 0.05623825 7
6 Visiting friends and/or relatives 0.15694033 2
7 Meeting New People 0.06726014 5
8 Novelty seeking 0.05983049 6
9 Culture exploration 0.04828606 8
10 Adventure seeking 0.03736692 9
11 Enjoying night life & shopping 0.00000000 21
12 Transportation facilities 0.00127153 12
13 Friendlines of people 0.00143183 11
14 Quality & variety of food 0.00097933 15
15 Accomodation facilities 0.00089543 16
16 Personal safety 0.00113727 14
17 Price 0.00045581 20
18 Culture & historical resources 0.00064935 17
19 Good Shopping 0.00052503 18
20 Environmental safety & quality 0.00049946 19
21 Destination image 0.00232987 10
22 Benefits expectation 0.00115850 13
Gambar 4-1 Bobot Faktor dan Kriteria (Lokal)
Analisis Preferensi Wisatawan Cruise TerhadapPemilihan Destinasi
Studi Kasus Pulau Bali
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 19
Gambar 4-2 Bobot Faktor dan Kriteria Global
Tabel 4-3. Final Rangking Destinasi
HASIL PERHITUNGAN
HASIL SURVEI DINAS PARIWISATA BALI
TAHUN 2006 (FAHP & TOPSIS)
FAHP &
TOPSIS
No Destination
% Tourist
Preference % Tourist Preference Summation Rank
1 Jimbaran, Nusa Dua, Kuta 33.04 32.6948905 3.341406937 1
2 Ubud & Gianyar 22.00 21.05146705 2.151452933 2
3 Tabanan 12.63 11.08685639 1.133073037 3
4 Kintamani & Batur 9.30 9.478472934 0.968696782 4
5 Karangasem 8.34 8.919797945 0.911600384 5
6 Sanur 7.31 6.631498937 0.677736986 6
7 Buleleng 3.92 3.319764285 0.339278806 7
8 Klungkung 2.68 3.228420514 0.329943503 8
9 Sangeh & Taman Ayun 0.53 1.521624702 0.155509539 9
10 Pulau Menjangan 0.19 1.239871239 0.126714428 10
11 Jembrana 0.06 0.827335498 0.084553413 11
5. PENUTUP
Kesimpulan
Dari sudut pandang metodologis, hasil studi ini yang mengadopsi pendekatan AHP perjalanan mengungkapkan
bahwa motivasi mempunyai pengaruh terhadap pilihan destinasi. Temuan menunjukkan bahwa pendekatan AHP
adalah sebuah alat yang berguna untuk membantu mendukung keputusan dalam pilihan destinasi ini. Dengan
mengintegrasikan pendapat dan evaluasi para pakar dan perencanakan yang kompleks sistem pengambilan
keputusan menjadi sistem hirarki elemen sederhana. Saat pengunjung lebih terdidik disertai dengan informasi yang
memadai tentang destinasi yang dikunjungi, seharusnya dengan menggunakan metoda AHP, pengukurannya lebih
Nyoman Budiartha R.M, Djauhar Manfaat, Tri Achmadi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 20
akurat Perhitungan dan hasil dari pendekatan ini akan lebih baik dibandingkan dengan pendekatan lainya. Peringkat
dari 11 destinasi (paket destinasi) dalam hal kinerja mereka secara keseluruhan dalam penelitian kami agak mirip
dengan survei tahunan 2006 laporan dari Dnas Pariwisata Bali di peringkat titik-titik pemandangan favorit inbound
pengunjung(lihat Tabel 4-1). Temuan ini menunjukkan bahwa TOPSIS adalah alat yang memadai untuk memilih
alternatif terbaik. Meskipun demikian, studi ini juga memiliki keterbatasan karena hanya mencakup sampel yang
dipilih dari wisatawan yang berkunjung Bali, dan data yang dikumpulkan selama periode waktu yang singkat. Untuk
memverifikasi validitas dari temuan studi ini, hasilnya harus dibandingkan dengan mereka yang berasal dari studi
masa depan yang menggunakan sampel yang berbeda. Kedua penggunaan AHP dalam memilih destinasi
mensyaratkan bahwa responden memiliki pengalaman bepergian, pengetahuan serta pemahaman tentang semua
destinasi untuk dievaluasi. Oleh karena itu, ukuran sampel terbatas.
Potensi Aplikasi
Konsep ini banyak digunakan pada beberapa model Multi-Attribute Decision Making untuk menyelesaikan masalah
keputusan secara praktis (Hwang.C.L.: Lai and Liu 1993; Liang 1999; Yeh 2000). Hal ini disebabkan: konsepnya
sederhana dan mudah dipahami; koputasinya efisien; dan memiliki kemampuan untuk mengukur kinerja alternative-
alternatif keputusan dalam bentuk matematis sederhana. Secara umum potensi aplikasi seperti pada merangking
factor-faktor yang paling berkontribusi pada kinerja dalam industri transportasi laut, model pemilihan rute dalam
jaringan transportasi, jaringan transportasi dan pemilihan pelabuhan, mengidentifikasi preferensi dari alternative-
alternatif yang mempunyai kemiripan, dan banyak lagi yang berpotensi untuk diterapkan dengan menggunakan
konsep ini
DAFTAR PUSTAKA
Aznam, S. (1992). "Indonesia 1992-Tourism: Growth from the Asia Markets." Far Eastern Economic Review
155(13): 54-56.
Beerli, A. and J. D. Martin (2004). "Tourist's characteristics and the perceived image of tourist destinations: a
quantitative analysis - a case study of Lanzarote, Spain." Tourism Management 25: 623-636.
Bermello, A. p., (ba) (2006). Workshop, Preparation of a Cruise Tourism Destination Management Plan for the
Town of Bar Harbor Maine. August 16, 2006. Maine, A Presentation to the City of Bar Harbor and Maine
Port Authority.
Bojadziev and Bojadziev (1997). G.Bojadziev and M.Bojadziev, Fuzzy logic for business, finance, and
management. NJ(1997), World Scientific.
Boo, S. and J. A.Busser (2005). "The Hierarchical Influence of Visitor Characteristics on Tourism Destination
Images." Journal of Travel & Tourism Marketing 19(4).
Buhalis (2000). "D.Buhalis, Marketing the competitive destination of the future,." Tourism Management 21: 97-116.
Chen, C. F. (2006). "Applying the analytical hierarchy process approach to convention site selection." journal of
Tourism Research 45: 167-174.
CLIA (2008). "Cruise Line International Association. 2008 CLIA Cruise Market Overview, Statistical Cruise
Industry Data Through 2007." Download; http://www.cruising.org/Press/overvew2008/.
Crompton (1979). "J.Crompton, Motivation for pleasure travel,." Annual of Tourism Research, 6: 408-424.
Decrop, Ed. (2000). A.Decrop, Tourists' decision-making and behavior processes. In: A.Pizam and Y.Mansfeld,
Editors, Consumer behavior in travel and touris. NY, The Haworth Hospitality Press,.
Dellaert et al (1998). "B.G.C. Dellaert, F.Etterma and C.Lindh, Multi-faceted tourist travel decisions: a constraint-
based conceptual framework to describe tourists' sequential choice of travel components,." Tourism
Management 19(4): 313-320.
F.J.Mas., J. L. N. a. (2006). "The influence of distance and prices on choice of tourist destinations: the moderating
role of motivations,." Tourism Management 27: 982-996.
Fallon, F. (2003). "After the Lombok Riots, Is Sustainable Tourism Achievable?" Journal of Travel & Tourism
Marketing 15(2/3): 139-158.
Formica, S. (2000). Destination attractiveness: as a function of supply and demand interaction. hospitality and
tourism management. Virginia, The Virginia Polytechnic Institute and State University. Doctoral
dissertation.
Goodall (1991). B.Goodall, Understanding holiday choice. . London, Belhaven.
Goossens (2000). "Tourism information and pleasure motivation." Annals of Tourism Research, 27: 301-321.
Gunn, C. A. (1988). Tourism planning (2nd ed). New York.
Hall (2000). C.M.Hall, Tourism planning: Policies, processes, relationships. U.K, Prentice Hall.
Analisis Preferensi Wisatawan Cruise TerhadapPemilihan Destinasi
Studi Kasus Pulau Bali
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 21
Hamilton and Lau (2004). J.M. Hamilton and M.A. Lau, The role of clime information in tourist destination choice
decision-making, Working Paper FNU-56. Center for Marine and Climate Research,. Hamburg, Germany,
Hamburg University.
Hangim and Lam (1999). "Z.Hangin and T.Lam, An analysis of Mainland Chinese visitor's motivations to visit
Hongkong,." Tourism Management 20: 587-594.
Harker and & Vargas (1987). "P.T.Harker and L.G.Vargas, The theory of ratio scale estimation: Saaty's analytic
hierarchy process." Management Science 36(3): 1383-1403.
Henher, D. (1981). Applied Discrete Choice Modelling, Halsted Press-John Wiley & Son.
Heung et al (2001). "V.C.S.Heung, H.Qu and R.Chu, The relationship between vacation factors and socio-
demographic and traveling characteristics: the case of Japanese leisure travelers,." Tourism Management
22(3): 259-269.
Hwang.C.L and K. Yoon (1981). Multiple Attribute decision making. Berlin/Heidelberg/New York: Springer-
Verlag.
Hwang.C.L.: Lai, Y. J. and T. Y. Liu (1993). "A New Approach for Multiple Objective Decision Making, dalam
Yeh, Chung-Hsing.2002. A Problem-based Selection of Multi-Attribute Decision making Methods."
International transactions in Operational Research, pp 169-181, Blacwell Publishing
Kim, H. B. (1998). "Kim, Perceived attractiveness of Korean destinations,." Annual of Tourism Research, 25(2):
340-361.
Kim, S. and Y. Yoon (2003). "The Hierarchical Effects of Affective and Cognitive Components on Tourism
Destination Image." Journal of Travel & Tourism Marketing 14(2).
Kozak (2002). "M. Kozak, Comparative analysis of tourist motivations by nationality and destinations,." Tourism
Management 23: 221-232.
Kroes and Sheldon (1988). "E.P.Kroes and R.J.Sheldon, Stated preference methods: an introductions,." Tourism
Management 22: 11-25.
Kusbiantoro (1981). "Studi of urban travel demand analysis In LDCs." Desertation, MIT, 1981.
L.Nicolau, J. and F. J.Mas (2008). "Sequential choice behavior:Going on vacation and type of destination." Tourism
Management 29(5): 1023-1034.
Lancaster (1966). "K.J. Lancaster, A new approach to consumer theory." Journal of Political Economy 14(1966):
132-157.
Liang, G. (1999). Fuzzy MCDM based on Ideal and anti -Ideal Concepts, dalam: Yeh, Chung-Hsing.2002. A
Problem-based Selection of Multi-Attribute Decision Making Methods,, International transactions in
Operational Research, pp.169-181, Blackwell Publishing.
Manheim, M. L. (1979). Fundamentals of Transportation system analysis, The MIT Press, 1979.
Marcouiller, D. W. and J. Prey (2005). "The tourism supply linkage:recreational sites and their related natural
amenities." Journal of Regional Analysis and Policy 35: 29-39.
McIntosh and Goeldner (1990). R.W.McIntosh and C.R.Goelner, Tourism: Principles, practices, philosophies. New
York, Wiley.
Middleton (1994). V.M.Middleton, Marketing in travel and tourism. Oxford, Butterworth-Heinemann, Oxford.
Milman and Pizam (1995). "A.Milman and A.Pizam, The role of an awareness and familiarity with a destination: the
central Florida case,." Journal of Tourism Research 33(3): 21-27.
Mok, C., & Armstrong, R.W. (1995). "Leisure travel destination choice criteria of Hongkong residents." Journal of
Travel & Tourism Marketing 4(1): 99-104.
Moutinho, L., & and B. Curry (1994). "Modeling site location decisions in tourism." Journal of Travel & Tourism
Marketing 3(2): 35-36.
Nicolau and Mas. (2006). "The influence of distance and prices on choice of tourist destinations: the moderating role
of motivations,." Tourism Management 27: 982-996.
Oh et al (1995). "H.Oh,M.Uysal and P.Weaver, Product bundles and market segments based on travel motivations: a
canonical approach,." International Journal of Hospitality Management 14(2): 123-137.
Pearce (1988). "D.Pearce, Yourism time budgets,." Annual of Tourism Research 15(1): 106-121.
Pearce, P. L., & and U. I. Lee (2005). "Developing the travel career approach to tourist motivation." Journal of
travel research 43(Feb): 226-237.
Quan and Wang (2004). "S.Quan and N.Wang, Towards a structural model of the tourist experience: an illustration
from food experience in tourism,." Tourism Management 25(3): 297-305.
Royo-Vela, M. (2009). "Rural-cultural excursion conceptualization: A local tourism marketing management model
based on tourist destination image measurement." Tourism Management 30(3): 419-428.
Ryan (1997). The tourist experience: A new introduction. London, Cassell.
S.Rosentraub:, M. and a. M. Joo (2009). "Tourism and economic development: Which investments produce gains
for regions?" Tourism Management 30: 759-770.
Nyoman Budiartha R.M, Djauhar Manfaat, Tri Achmadi
Universitas Udayana – Universitas Pelita Harapan Jakarta – Universitas Atma Jaya Yogyakarta I - 22
Saaty, T. L. (1980). The analytical hierarchy process: Planning, priority setting, resource allocation,. New York
(1980), McGraw-Hill Book Co.
Saaty, T. L. (1983). Decision Making For Leaders: The Analytical Hierarchy Process for Decision in Complex
World. Pittsburg, RWS Publication.
Saaty, T. L. (1986). "Axiomatic foundation of the analytic hierarchy process." Management Science 36(3): 259-268.
Sheng-Hshiung Tsaur and D.-H. Wu (2005). "The Use of Stated Preference Model in Travel Itinerary Choice
Behavior." Journal of Travel & Tourism Marketing 18(4).
Sirakarya et al (2003). "E.Sirakaya, M.Uysal and C.Yoshioka, Segmenting the Japanese tour market in Turkey,."
Journal of Tourism Research 41: 293-304.
Sirakaya and Woodside (2005). "E.Sirakaya and A.G.Woodside, Building and testing theories of decision making
by travelers,." Tourism Management 26: 815-832.
Sri Kusumadewi, Sri Hartati, et al. (2006). Fuzzy Multi-Attribute Decision Making (FUZZY MADM). Yogyakarta,
Indonesia, Graha Ilmu.
Sudarsono (1986). Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta, LP3ES.
Suh and McAvoy (2005). "Y.K Suh and L.McAvoy, Preferences and trip expenditures-a conjoint analysis of visitor
to Seoul, Korea,." Tourism Management 26: 325-333.
Tzu-Kuang Hsu, Yi-Fan Tsai, et al. (2009). "The preference analysis for tourist choice of destination: A case study
of taiwan." Tourism Management 30: 288-297.
Um and Crompton (1990). "Um and J.L.Crompton, Attitude determinants in tourism destination choice,." Annual of
Tourism Research, 17(3): 432-448.
Uysal and Jurowski (1994). "M.Uysal and C.Jurowski, Testing the push and pull factors,." Annual of Tourism
Research 21(4): 844-846.
Van Raaij (1986). "W.F.Van Raaij, Consumer research on tourism: mental and behavioural constructs,." Annuals of
Tourism Research, 13: 1-9.
Vietze, C. (2008). "Cultural Effects on Inbound Tourism into the USA:A Gravity Approach." Jena Economic
Research Papers 2008 - 037.
Weaver, D., & Lawton,L. (2002). Tourism Management. Milton, Australia, John Wiley & Sons.
Yavuz et al (1998). "N.Yavuz, S. Baloglu and M.Uysal, Market segmentation of European and Turkish travelers to
North Cyprus, ." An International Journal of Tourism and Hospitality 9(1): 4-18.
Yeh, C.-H. D., H.; Chang, Y.H (2000). "Fuzzy Multi Criteria Analysis for Performance Evaluation of Bus
Companies", dalam: Yeh, Chung-Hsing.2002. A Problem-based SelectiMethodson Of Multi-Attribute
Decision Making International transaction in Operational Research, pp.169-181, Blakwell Publishing.
Yoeti.H.O.A (2008). Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata. Jakarta, PT.Pradnya Paramita.
Yoon and Uysal (2005). "Y.Yoon and M.Uysal, An examination of the effects of motivation and satisfaction on
destination loyalty: a structural model,." Tourism Management 26: 45-56.
Zadeh (1965). L.A.Zadeh, Fzzy sets. In: J.Klir and B.Yuan, Editors, Fuzzy sets, fuzzy logic, and fuzzy systems.
Singapore (1965), World Scientific.
Zadeh, Ed. (1976). L.A.Zadeh, The linguistic approach and its application to decision analysis. In J.Kir and
B.Yuan,. Singapore (1976), World Scientific.