Post on 15-Mar-2019
1
ANALISIS PENGARUH INFLASI DAN NILAI TUKAR
RUPIAH TERHADAP PENERIMAAN PPN PADA
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN
Oleh:
Salawati
NIM: 103082029435
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1428 H/ 2008 M
i
ANALISIS PENGARUH INFLASI DAN NILAI TUKAR
RUPIAH TERHADAP PENERIMAAN PPN PADA
KANWIL DJP JAKARTA SELATAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh
Salawati
NIM: 103082029435
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Yahya Hamja, MM Yessi Fitri, SE., Ak., MSi.
NIP. 130 676 334 NIP. 150 377 440
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429 H/ 2008 M
ii
Hari ini Rabu Tanggal 17 Bulan September Tahun Dua Ribu Delapan telah
dilakukan Ujian Sidang Skripsi atas nama Salawati NIM: 103082029435 dengan
Judul Skripsi “ANALISIS PENGARUH INFLASI DAN NILAI TUKAR
RUPIAH TRHADAP PENERIMAAN PPN PADA KANWIL DJP
JAKARTA SELATAN”. Memperhatikan penampilan mahasiswi tersebut selama
ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 17 September2008
Tim Penguji Ujian Sidang Skripsi
Dr. Yahya Hamja, MM Amilin, S.E., Ak., M.Si.Ketua Sekretaris
Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak, M.SiPenguji Ahli
iii
Hari ini Selasa Tanggal 8 Bulan Januari Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan
Ujian Komprehensif atas nama Salawati NIM: 103082029435 dengan judul
Skripsi “ANALISIS PENGARUH INFLASI DAN NILAI TUKAR RUPIAH
TERHADAP PENERIMAAN PPN PADA KANWIL DJP JAKARTA
SELATAN”. Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian
berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 12 September 2008
Tim Penguji Ujian Komprehensif
Amilin, S.E., Ak., M.Si. Rini, S.E., Ak., M.Si.
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Abdul Hamid, M.S.
Penguji Ahli
iv
Daftar Riwayat Hidup
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama Lengkap : Salawati
2. Tempat & Tgl Lahir : Jakarta, 17 Agustus 1985
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Pamulang Indah (MA), Jl. Nusa Indah Blok B 5
No. 15-16 Rt. 05/ 007, Kel. Pamulang Timur,
Kec. Pamulang 15417
6. Telp. : 021-7497173/ 0812 1310 9339
7. Email : shalawati.tunas@ymail.com
II. RIWAYAT PENDIDIKAN
1. 1991 - 1997 : SD Negeri Pamulang Tengah
2. 1997 - 2000 : SLTP Negeri 1 Pamulang
3. 2000 - 2003 : SMU Negeri 47 Jakarta
4. 2003 - 2008 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
III.PENGALAMAN ORGANISASI
1. Tahun 2002, Pengurus Karang Taruna “Justisia” Pamulang Indah.
2. Tahun 2004 – 2005, Pengurus BEM Jurusan Akuntansi UIN Syahid.
IV. PENGALAMAN MAGANG/ KERJA
1. Mei 2007 - Mei 2008, Staf Pengajar di Lembaga Privat “Solusi”.
2. April 2008 - Nopember 2008, staf pengajar di Lembaga Privat “Cerdas”.
3. September 2007 - Desember 2008, sebagai pengajar privat personal.
4. September 2008 – Desember 2008, sebagai Billing Staff pada PT Sena
Satwika-RPX Holding.
5. Januari 2009 – sekarang, sebagai Accounting Staff di PT. Tunas Ridean,
Tbk.
v
ABSTRACT
Salawati: Analyse The Influences of Inflation and Exchange Rate Of Rupiah ToThe Acceptance Value Added Tax on South Jakarta Directorate of Iease General
Regional Office
The purpose of this research is to know the influences of inflation andexchange rate of rupiah to the value added tax acceptance by simultan and partialanalyse. Sampel in this research is region of municipality of South Jakarta archwith the period of research on 2005 until 2007. Data of this research analysed bymultiple regression analysis.
This research shows that inflation and exchange rate of rupiah have aninfluence to the value added tax acceptance. Partial analyse at alpha 5% showingsame result. Inflation and exchange rate have an influence to the value added taxacceptance.
Keyword: inflation, exchange rate of rupiah, Value added tax.
vi
ABSTRAK
Salawati: Analisis Pengaruh Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah Terhadap PenerimaanPPN Pada Kanwil DJP Jakarta Selatan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh inflasi dan nilaitukar rupiah terhadap penerimaan PPN baik secara parsial atau simultan. Sampeldalam penelitian ini adalah seluruh wilayah kotamadya Jakarta Selatan selamaperiode tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Data dianalisis denganmenggunakan metode regresi berganda.
Penelitian ini menunjukkan bahwa inflasi dan nilai tukar rupiahberpengaruh terhadap penerimaan PPN. Demikian juga dengan pengaruh secaraparsial pada alpha 5% menunjukkan hasil yang sama. Inflasi dan nilai tukar rupiahmasing-masing memiliki pengaruh terhadap penerimaan PPN.
Kata kunci: inflasi, nilai tukar rupiah, PPN.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Alhamdulillah wa syukurillah, segala puji hanya bagi Allah SWT tuhan
semesta alam, yang telah memberi cahaya terang dalam hatiku sehingga dapat
merasakan nikmatnya iman. Hanya kepadaNya kita memohon, hanya kepadaNya
kita berserah diri dan hanya kepadaNya pula kita kembali. Semoga kita senantiasa
mendapatkan perlindungan dan petunjuk untuk selalu berada pada jalanNya.
Terima kasih ya Allah atas segala rahmatMu. Shalawat dan salam tak lupa penulis
haturkan kepada kekasih Allah SWT yang selalu kurindukan perjumpaannya yaitu
Nabi Muhammad SAW atas kasih sayang terhadap umatnya. Semoga umatmu ini
dapat bertemu dengan engkau di surga. Rasa syukur yang tak terhingga kembali
penulis haturkan kepada Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Tuhanku,
penyejuk jiwaku, penerang hatiku yaitu Allah SWT karena penulis pada akhirnya
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pengaruh Inflasi Dan Nilai
Tukar Rupiah Terhadap Penerimaan PPN Pada Kanwil DJP Jakarta Selatan”
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi sebagian dari syarat-syarat
untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua almarhum orang tuaku mami dan papi tercinta yang kini berada di
sisiNya. Terima kasih atas segala doanya dan menjadi teladan yang baik
bagiku.
viii
2. Kak Inong dan adikku Mustafa, terima kasih atas dukungan, kesabaran dan
motivasinya serta nenekku (misyi’) terima kasih sudah menjaga kami dan
atas segala nasehat-nasehatnya.
3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi.
4. Bapak Afif Sulfa SE, Ak, M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi.
5. Bapak Dr. Yahya Hamja, M.M selaku dosen Pembimbing I yang selalu
bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam
penulisan skripsi ini.
6. Ibu Yessi Fitri, S.E., Ak, M.Si., selaku dosen Pembimbing II yang telah
banyak membantu penulis selama penyelesaian skripsi karena telah bersedia
meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan
skripsi juga sampai tahap pendaftaran sidang.
7. Pak Rahmat, Bu Sisca, Bu Lili, Mba Dewi, Mas Afried dan Seluruh Staf
pengajar dan Karyawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Fakultas
Ekonomi yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
8. Pak Johan dan pak Bowo di Kanwil Direktorat Jendral Pajak (DJP) Jakarta
Selatan. Terima kasih karena telah memudahkan penulis dalam mendapatkan
data-data penelitian.
9. Seorang pemuda, mama dan bibinya, penulis ucapkan banyak terima kasih
atas segala perhatiannya, motivasi, dan pertolongannya selama ini. Maafkan
penulis karena tidak dapat memberi lebih. Serahkan semua ini kepada Allah
SWT, karena Dia yang berkuasa atas segala sesuatu, kita hanya bisa
berencana.
10. Teman-teman akuntansi angkatan 2003: Feril (orang yang tak kenal lelah)
atas semangatnya tiap hari, Mega & Roni, Adi ’n Nna (kalo sayang jangan
ix
11. gengsi) buat Adi, selamat ya sudah lolos Depkeu, doakan gue bisa menyusul
”You are lucky boy”, Lisa, Anton, Heru, Arde (terima kasih buat
kegalakkannya), Solikhin (thx 4 sms motivasinya), Miya n Zulfa (ayo cepet
kejar skripsinya!), Eha (Thanks ya atas SENA juga TUNAS-nya!), Wachi
and the gank (you know lahh siapa aja!!), Rizkah, Oky, Taufik dan Harum,
terima kasih buat rental, kostannya dan segala kebaikannya. Angkatan 2004:
Nicca, Susi, Arif, Fian dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian semua.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh
karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dari Bapak/ Ibu dan juga rekan-
rekan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memperluas wawasan para
pembaca.
Wassalammualaikum Wr.Wb
Jakarta, Mei 2009
Penulis
x
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Skripsi ............................................................................. i
Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ................................................................... ii
Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif........................................................ iii
Daftar Riwayat Hidup ..................................................................................... iv
Abstract ............................................................................................................ v
Abstraksi .......................................................................................................... vi
Kata Pengantar ................................................................................................. vii
Daftar Isi........................................................................................................... x
Daftar Tabel ..................................................................................................... xiii
Daftar Gambar.................................................................................................. xiv
Daftar Lampiran ............................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
A. Latar Belakang Penelitian ........................................................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat...................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 9
A. Konsep Dasar Pajak .................................................................... 9
1. Definisi Pajak ........................................................................ 9
2. Fungsi Pajak .......................................................................... 11
3. Jenis Pajak............................................................................. 12
B. Pajak Pertambahan Nilai .............................................................. 14
1. Objek Pajak Petambahan Nilai.............................................. 16
xi
2. Subjek Pajak Petambahan Nilai ............................................ 17
3. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai................................ 18
C. Tata Cara PPN
1. Saat Terutang ........................................................................ 18
2. Tempat Pajak Terutang ......................................................... 20
3. Tarif PPN .............................................................................. 21
4. Dasar Pengenaan Pajak ......................................................... 21
5. Cara dan Metode Penghitungan PPN.................................... 24
6. Mekanisme Penkreditan Pajak Masukan .............................. 25
D. Pajak Atas Konsumsi ................................................................... 27
E. Inflasi ............................................................................................ 29
1. Definisi Inflasi....................................................................... 29
2. Jenis-jenis Inflasi................................................................... 31
3. Indikator Inflasi ..................................................................... 33
4. Efek Buruk Inflasi ................................................................. 35
F. Nilai Tukar Rupiah...................................................................... 37
1. Definisi Nilai Tukar (Kurs)................................................... 37
2. Definisi Nilai Tukar Rupiah.................................................. 38
G. Kerangka Pemikiran.................................................................... 39
H. Penelitian Sebelumnya ................................................................ 39
I. Hipotesis...................................................................................... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................ 41
A. Ruang Lingkup Penelitian........................................................... 41
xii
B. Metode Penelitian Sampel........................................................... 41
C. Metode Pengumpulan Data ......................................................... 43
D. Metode Analisis .......................................................................... 43
1. Analisis Data ......................................................................... 44
2. Teknik Analisis ..................................................................... 44
E. Operasional Variabel Penelitian.................................................. 48
1. Variabe Independen .............................................................. 48
2. Variabel Dependen................................................................ 48
BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN .............................................. 49
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian................................ 49
1. Sejarah Singkat Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan .......... 49
2. Wilayah Kerja ....................................................................... 50
3. Gambaran Umum Wilayah ................................................... 51
4. Organisasi dan Kegiatan ....................................................... 53
B. Penemuan dan Pembahasan.......................................................... 55
1. Uji Asumsi Klasik................................................................... 55
2. Pengujian Hipotesis............................................................... 59
BAB IV KESIMPULAN DAN IMPLIKASI................................................... 65
A. KESIMPULAN........................................................................... 65
B. IMPLIKASI.................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 67
xiii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
3.1 Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta di
Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan
42
4.1 Hasil Uji Multikolonearitas 57
4.2 Hasil Uji Koefisien Determinasi 59
4.3 Hasil Uji t 60
4.4 Hasil Uji F 64
xiv
DAFTAR GAMBAR
No. Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran 39
4.1 Grafik Histogram 55
4.2 Grafik Normal Probability Plot 56
4.3 Grafik Scatterplot 58
xv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan
Lampiran 1 Sampel Penelitian
Lampiran 2 Output SPSS
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia seperti yang
termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu mewujudkan masyarakat adil
dan makmur kita perlu melaksanakan pembangunan nasional. Sebagaimana
kita ketahui bahwa pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung
terus-menerus dan berkesinambungan bertujuan meningkatkan kesejahteraan
rakyat baik materiil maupun spirituil yang mencakup di segala bidang yaitu
bidang ekonomi, politik, sosial dan budaya serta pertahanan keamanan yang
pelaksanaannya membutuhkan dana/ biaya yang tidak sedikit.
Di sisi lain bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai
masalah terutama bencana alam; tanah longsor, banjir, lumpur Lapindo,
kelaparan, wabah penyakit yang mematikan. Hal demikian sudah barang tentu
juga membutuhkan dana yang cukup besar dalam penyelesaian masalahnya,
yang biasanya dilakukan pendanaannya melalui dana APBN.
Penerimaan dari sektor pajak merupakan sumber penerimaan yang
sangat potensial dan memegang peranan penting dalam pembiayaan
pembangunan. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan salah satu jenis
pajak yang sangat potensial bagi penerimaan negara karena PPN merupakan
sumber penerimaan pajak terbesar kedua setelah Pajak Penghasilan (PPh).
Pajak Pertambahan Nilai pada hakekatnya merupakan pajak atas konsumsi
2
karena dikenakan terhadap konsumsi barang atau jasa. Semakin banyak
konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat maka akan semakin meningkat pula
jumlah penerimaan PPN sehingga penerimaan negara dari sektor pajak juga
meningkat, dengan begitu PPN sangat berkaitan erat dengan aktivitas-aktivitas
ekonomi. Semakin tinggi aktivitas ekonomi maka akan meningkatkan pula
penerimaan PPN. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Menteri
Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani bahwa penerimaan pajak masih sesuai
perkiraan pemerintah, terutama yang berasal dari pajak penghasilan (PPh) dan
pajak pertambahan nilai (PPN). Penerimaan PPN dalam negeri masih
meningkat cukup kuat karena adanya peningkatan aktivitas ekonomi.
(Ariayudhistira, 2008).
Kegiatan perekonomian dan konsumsi masyarakat pada kuartal I tahun
2007 menunjukkan tren meningkat sebagaimana tercermin dari peningkatan
penerimaan perpajakan (baik PPN maupun Cukai), konsumsi listrik, dan
penjualan kendaraan bermotor. (Departemen Keuangan RI, 2008)
Berdasarkan kutipan diatas, PPN merupakan salah satu indikator
konsumsi masyarakat. Meningkatnya penerimaan PPN mengindikasikan
bahwa konsumsi masyarakat atau daya beli masyarakat yang meningkat.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi merupakan salah satu sasaran pokok
yang menjadi indikator perbaikan kondisi perbaikan ekonomi. Pertumbuhan
yang tinggi akan mendorong aktivitas ekonomi dan perluasan kesempatan
kerja, serta mendorong peningkatan pendapatan masyarakat. (Departemen
Keuangan RI, 2008). Meningkatnya pendapatan masyarakat tentunya maka
3
akan meningkatkan penerimaan PPh dan PPN karena konsumsi masyarakat
juga meningkat.
Stabilitas ekonomi makro merupakan salah satu syarat penting untuk
menjaga keberlanjutan pertumbuhan ekonomi (sustainable growth) dan
pencapaian sasaran pembangunan. Terjaganya laju inflasi dan stabilitas nilai
tukar rupiah merupakan komponen penting yang akan mempengaruhi
stabilitas perekonomian dan peningkatan kinerja sumber pertumbuhan
ekonomi seperti investasi, ekspor, dan konsumsi domestik. Terjaganya
stabilitas ekonomi akan mendukung keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dan
keberlangsungan pertumbuhan aktivitas sektor perekonomian yang akan
membantu proses perluasan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan
masyarakat secara konsisten dan mampu mencapai seluruh lapisan
masyarakat. (Departemen Keuangan RI, 2008)
Sejalan dengan mulai pulihnya kondisi ekonomi pada semester II 2006
yang didorong oleh keberhasilan didalam menjaga stabilitas ekonomi, maka
realisasi penerimaan dapat meningkat hampir mencapai target penerimaan
(Departemen Keuangan RI, 2008), dengan demikian stabilitas ekonomi seperti
pengendalian laju inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah dapat mempengaruhi
realisasi penerimaan pajak.
Menurut Menkeu, dengan angka inflasi yang rendah maka konsumsi
rumah tangga menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Disepakatinya
asumsi inflasi di angka enam persen, dia menyatakan optimis konsumsi rumah
tangga akan meningkat. Kecenderungan peningkatan konsumsi rumah tangga
4
itu, tuturnya, tercermin pada beberapa indikator, seperti konsumsi listrik,
penjualan kendaraan bermotor dan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN)
dalam negeri dan PPN impor. Hal itu mengindikasikan adanya kenaikan
penjualan barang konsumsi. (NN, 2007)
Menurut Kuncoro (2007), berdasarkan grafik komponen penyusun
inflasi yang bersumber dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa pada tahun
2006, dua komponen yang paling memberikan kontribusi pada inflasi adalah
bahan makanan dan pendidikan, rekreasi dan olahraga. Pada awal tahun 2007
terlihat bahan makanan memberikan kontribusi negatif pada inflasi terutama
pada bulan April dan Mei. Pada bulan Juni sampai Agustus 2007 komponen
pendidikan, rekreasi dan olahraga kembali memberikan kontribusi yang paling
besar dikarenakan adanya musim liburan dan tahun ajaran baru untuk pelajar
dan mahasiswa.
Berdasarkan uraian diatas bahwa PPN sebagai sumber penerimaan pajak
terbesar kedua setelah PPh sangatlah penting untuk mencapai target
penerimaan pajak. Oleh karena itu, pemerintah juga harus hati-hati terhadap
hal yang membahayakan penerimaan negara. Variabel ekonomi makro seperti
inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi
dimana aktivitas tersebut dapat mempengaruhi penerimaan PPN.
Berdasarkan hal tersebut penulis ingin meneliti lebih lanjut pengaruh
inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap penerimaan PPN. Melalui penelitian ini
pula penulis ingin mengetahui jawaban yang pasti mengenai penyebab tidak
tercapainya penerimaan pajak yang sering diributkan oleh anggota DPR dan
5
pemerintah. Pihak DPR selalu mengatakan bahwa penyebab tidak tercapainya
penerimaan pajak adalah karena kesalahan Ditjen Pajak. Namun disisi lain
Ditjen Pajak selalu mengatakan bahwa penyebab dari tidak terealisasinya
target penerimaan pajak adalah karena penurunan kondisi ekonomi makro.
Anggota Komisi XI DPR, Andi Rahmat menjelaskan bahwa secara
teknis kurangnya penerimaan pajak tidak terlalu masalah dalam APBN karena
diimbangi belanja pemerintah yang tidak efisien atau tidak mencapai 100%
dari anggaran. Tapi secara makro menurunnya kinerja perpajakan membuat
performa pemerintah menjadi jelek. Dalam hal ini yang harus disalahkan
adalah Dirjen Pajak dan jangan hanya menyalahkan situasi makro yang
menjadi tanggung jawab pemerintah secara keseluruhan. Sementara itu, Dirjen
Pajak menjawab bahwa pihaknya tidak bisa mencapai target pajak dengan
alasan adanya hambatan perekonomian. (Alil, 2006)
Ketika ditanya tentang data penurunan pendapatan dari pajak yang
disampaikan Ditjen Pajak ke DPR beberapa waktu lalu, anggota Komisi XI
DPR Dradjad H Wibowo, mengatakan bahwa semua pihak khususnya
pemerintah diharapkan tidak menyalahkan atau menyatakan penyebabnya
karena masalah ekonomi makro, antara lain penguatan nilai tukar rupiah
terhadap dolar AS, penurunan inflasi, dan suku bunga. Rendahnya realisasi
penerimaan pajak terhadap target penerimaan lebih banyak karena persoalan
internal Ditjen Pajak sendiri. Terkait hal itu, mantan Dirjen Pajak Departemen
Keuangan yang enggan disebut namanya mengatakan bahwa pembenahan dan
6
mutasi personel di Ditjen Pajak justru tidak efektif dan menghasilkan dampak
negatif terhadap penerimaan negara. (Andriani, 2007).
Penelitian akan dilakukan pada Kanwil (Kantor Wilayah) DJP Jakarta
Selatan. Wilayah kerja Kanwil DJP Jakarta Selatan meliputi seluruh
kotamadya Jakarta Selatan. Alasan penulis untuk melakukan penelitian pada
tempat tersebut yaitu sebagai berikut:
Pertama, ditinjau dari aspek geografis dan demografis, wilayah Kanwil
DJP Jakarta Selatan memiliki beberapa hal yang spesifik. Sebagian besar
wilayahnya merupakan daerah pemukiman, perkantoran, dan perdagangan.
Kedua, Jakarta Selatan merupakan wilayah yang pertumbuhan ekonominya
sangat cepat dibandingkan dengan wilayah lain. Ketiga, wilayah Jakarta
Selatan memiliki potensi perpajakan yang sangat besar. Keempat, Kanwil DJP
Jakarta Selatan rata-rata tiap tahunnya selalu memenuhi target penerimaan
pajak. Berdasarkan hal-hal tersebut, penulis ingin melakukan penelitian dalam
bentuk skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Inflasi dan Nilai Tukar
Rupiah terhadap Penerimaan PPN pada Kanwil DJP Jakarta Selatan”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka penulis
merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah inflasi dapat mempengaruhi penerimaan PPN?
2. Apakah nilai tukar rupiah dapat mempengaruhi penerimaan PPN?
7
3. Apakah terdapat pengaruh secara bersama-sama dari inflasi dan nilai tukar
rupiah terhadap penerimaan PPN?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap penerimaan PPN.
b. Untuk mengetahui pengaruh nilai tukar rupiah terhadap penerimaan
PPN.
c. Untuk mengetahui pengaruh inflasi dan nilai tukar rupiah secara
bersama-sama terhadap penerimaan PPN.
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Instansi Terkait
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang positif
dan memberikan input bagi instansi terkait dalam hal ini pemerintah
sehingga dapat dijadikan dasar/ pertimbangan dalam pembuatan
keputusan yang berkenaan dengan inflasi dan nilai tukar rupiah sebagai
indikator pertumbuhan ekonomi negara.
b. Bagi Publik
Penelitian ini dapat memberikan wawasan baru bagi masyarakat
tentang pengaruh inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap penerimaan
PPN.
8
c. Bagi Peneliti Berikutnya
Peneliti ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai
pengaruh inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap penerimaan PPN,
selain itu penelitian ini juga dapat digunakan sebagai referensi untuk
melakukan penelitian selanjutnya dalam rangka pengembangan ilmu
pengetahuan.
d. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat menambah pengetahuan penulis khususnya dalam
ekonomi makro karena melalui penelitian ini penulis dapat
memperoleh bahan perbandingan antara teori dan praktek.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Pajak
1. Definisi Pajak
Banyak para ahli memberikan definisi tentang pajak, diantaranya
diantaranya adalah sebagai berikut:
Definisi pajak menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo
(2003: 1) adalah sebagai berikut:
“Pajak adalah iuran pajak kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat disahkan) dengan tidak mendapat jasa timbal(kontraprestasi) yang langsung dapat di tunjukkan dan yangdigunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Definisi pajak menurut Prof. S.I. Djajadiningrat dalam Edhy (2003: 1)
adalah sebagai berikut:
“Pajak merupakan suatu kewajiban menyerahkan sebagian daripadakekayaan kepada negara disebabkan suatu keadaaan, kejadian, danperbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukansebagai hukuman menurut peraturan-peraturan yang ditetapkanpemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik darinegara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum.”
Definisi pajak menurut Meliala (2006: 4) adalah sebagai berikut:
”Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sebagai perwujudan pengabdian dan peran serta rakyat untukmembiayai negara dan pembangunan nasional.”
Berdasarkan ketiga definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pajak adalah iuran rakyat yang diberikan kepada Negara yang dapat
dipaksakan berdasarkan Undang-Undang dengan tanpa mendapat jasa
10
timbal balik yang digunakan untuk membiayai pengeluaran Negara.
Dengan demikian pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
a. Iuran rakyat kepada negara. Dalam perundang-undangan pajak negara
kita ditegaskan bahwa pajak merupakan perwujudan keikutsertaan
warga dalam pembangunan nasional. Yang berhak melakukan
pemungutan pajak hanyalah negara dengan alasan apapun swasta atau
partikelir tidak boleh memungut pajak.
b. Kepada Kas Negara. Pajak dibayarkan kepada kas negara melalui
badan-badan yang ditunjuk pemerintah. Jadi, suatu pembayaran oleh
negara yang tidak ditujukan kepada kas negara bukanlah pajak.
c. Berdasarkan Undang-undang. Dalam pelaksanaannya pajak dipungut
berdasarkan UU serta peraturan-peraturan, dalam arti negara
mempunyai hak memungut pajak kepada warganya namun
pelaksanaannya memperoleh persetujuan dari rakyatnya melalui UU.
Setiap warga negara diwajibkan untuk mematuhi UU jika tidak akan
dikenakan sanksi.
d. Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi. Dalam arti bahwa jasa
timbal balik atau kontraprestasi yang diberikan oleh negara kepada
rakyatnya tidak dapat dihubungkan secara langsung kepada rakyatnya.
e. Digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Dalam arti bahwa
pengeluaran-pengeluaran pemerintah dan pembangunan nasional yang
mempunyai manfaat bagi kesejahteraan masyarakat secara umum.
11
2. Fungsi Pajak
Setiap negara memungut pajak kepada rakyatnya pada dasarnya
mempunyai tujuan, yaitu untuk untuk membiayai pemerintahan dan
pembangunan nasional yang dijalankan dalam rangka memenuhi
kebutuhan rakyat itu sendiri. Pelaksanaan pemungutan pajak diharapkan
dapat mencerminkan keadilan dengan menentukan besarnya pajak yang
dibebankan sesuai dengan objek pajak yang dimiliki oleh rakyat,
sedangkan besarnya dasar pengenaan pajak yang dikenakan kepada objek
pajak dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi suatu negara. Oleh karena
itu, pelaksanaan pemungutan pajak juga diharapkan dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi negara, termasuk didalamnya ekonomi rakyat
secara individu.
Pajak memiliki dua fungsi, yaitu sebagai berikut:
a. Fungsi Penerimaan
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi
pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah. Penerimaan pajak
merupakan salah satu sumber penerimaan atau pendapatan Dalam
Negeri dalam APBN. Jika dilihat dari kontribusi terhadap APBN,
pajak memberikan kontribusi paling besar dalam APBN. Oleh karena
itu pajak memiliki fungsi penerimaan yang sangat signifikan terhadap
negara.
12
b. Fungsi Mengatur
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengukur atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Salah satu
kebijakan yang mencerminkan fungsi mengatur yaitu pengenaan pajak
yang tinggi terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya
hidup konsumtif. Dalam rangka sebagai alat mengukur, pajak dapat
dimanfaatkan untuk mengurangi volume uang dalam peredaran yaitu
contohnya dengan mempengaruhi harga barang, yang selanjutnya
dapat mempengaruhi volume uang dalam peredaran sehingga dengan
cara itu dapat mengukur tinggi rendahnya nilai uang.
3. Jenis Pajak
Menurut Djunaedi (2004:11) jenis pajak dapat digolongkan, sebagai
berikut:
a. Berdasarkan sifat:
1) Pajak Pribadi (Perseorangan)
Dalam hal ini pengertian pajak lebih memperhatikan keadaan
pribadi seseorang seperti: berapa jumlah anak yang dimiliki oleh
wajib pajak.
2) Pajak Kebendaan
Pajak kebendaan ini yang diperhatikan adalah objeknya, pribadi
Wajib Pajak dikesampingkan.
13
3) Pajak atas kekayaan
Objek pajak atas kekayaan adalah kekayaan seseorang atau badan.
4) Pajak atas Bertambahnya Kekayaan
Pengenaannya didasarkan atas seseorang atau badan yang
mengalami pertambahan kekayaan, biasanya dikenakan hanya
sekali.
5) Pajak atas Konsumsi
Pajak yang dikenakan atas kenikmatan wajib pajak.
b. Berdasarkan Ciri:
1) Pajak Subjektif
Pajak Subjektif adalah pajak yang memperhatikan keadaan pribadi
Wajib Pajak. Untuk menetapkan pajaknya dicari alasam yang
objektif yang berhubungan erat dengan keadaan material (contoh:
Pajak Penghasilan)
2) Pajak Objektif
Pajak yang ditentukan berdasarkan objeknya kemudian barulah
dicari subjeknya (contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Bumi
dan Bangunan).
c. Berdasarkan Golongan:
1) Pajak Langsung
Pajak yang langsung disetor secara periodik berdasarkan kohir dan
tidak dapat dilimpahkan kepada pihak lain.
14
2) Pajak Tidak Langsung
Pajak yang dapat dilimpahkan ke orang lain dan bisa tidak secara
periodik (contoh: Bea Materai dan PPN)
d. Berdasarkan Lembaga Pemungut;
1) Pajak Negara (Pusat)
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat melalui Direktorat
Jendral Pajak Departemen Keuangan dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contoh: Pajak
Penghasilan, PPN dan PPnBM, Bea Materai, PBB dan BPHTB.
2) Pajak Daerah
Pajak yang pemungutannya dilakukan pemerintah daerah baik
daerah Tingkat I maupun Tingkat II dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah masing-masing.
a. Contoh Pajak Daerah Tingkat I (Provinsi): Pajak Kendaraan
Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik
Nama Tanah, Pajak Izin Penangkapan Ikan di wilayahnya.
b. Contoh Pajak Daerah Tingkat II (Kabupaten/Kotamadya):
Pajak Pembangunan I, Pajak Penerangan Jalan, Pajak atas
Reklame, Pajak Anjing, dan lain-lain.
B. Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas
transaksi barang dan jasa tertentu di daerah pabean oleh pengusaha tertentu
(Waluyo, 2003: 275), dengan demikian PPN merupakan pajak yang dikenakan
15
terhadap konsumsi dalam negeri dan dikenakan pada setiap jalur /rantai
produksi dan distribusi. Akan tetapi, pengenaan PPN tidak menimbulkan
pajak berganda, karena salah satu karakteristik PPN adalah menganut Indirect
Substation Method /Invoice Method, yaitu pajak yang terutang dihitung
dengan cara mengkreditkan Pajak Masukan (PM) terhadap Pajak Keluaran
(PK). Oleh karena itu, di dalam metode pengkreditan dituntut adanya alat
bukti yang dinamakan faktur pajak (Tax Invoice) sebagai bukti pembayaran
pajak pada setiap transaksi pembelian.
Undang-undang PPN tidak membahas secara jelas definisi PPN, yang
diatur adalah tata cara pemungutan PPN. Pengertian Pajak Masukan menurut
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang PPN barang dan Jasa dan atau
PPn BM pasal 1 ayat 24 adalah Pajak Pertambahan nilai yang seharusnya
sudah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena
Pajak (BKP) dan atau penerima Jasa Kena Pajak (JKP) dan atau pemanfaatan
BKP tidak berwujud dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan JKP dari
luar Daerah Pabean dan atau impor BKP. Sedangkan untuk Pajak Keluaran
menurut Undang-undang yang sama pasal 1 ayat 25 adalah PPN yang terutang
yang wajib dipungut PKP yang melakukan penyerahan BKP/ JKP atau ekspor,
dengan demikian pajak yang disetor ke kas negara adalah selisih dari Pajak
Keluaran dan Pajak Masukan.
Pengertian di atas menunjukkan bahwa nilai tambah bersumber dari
adanya kegiatan ekonomi seperti terjadinya transaksi jual beli, pembelian jasa,
sewa-menyewa, sistem franchising, dan lainnya. Karena merupakan transaksi
16
ekonomi, berarti ada pihak yang menjual, atau menyediakan dan ada pula
yang mengkonsumsi, mempergunakan atau memanfaatkan barang maupun
jasa yang ditransaksikan. Jadi, nilai tambah akan mempengaruhi hasil akhir
(harga akhir) transaksi dari suatu barang atau jasa, yaitu dengan ditambahkan
terhadap harga perolehan semula.
1. Objek Pajak Pertambahan Nilai
Dalam pasal 4 UU PPN tahun 2000 disebutkan bahwa objek PPN
dikenakan atas:
a. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) didalam pabean yang dilakukan
oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
b. Impor BKP.
c. Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) didalam daerah pabean yang
dilakukan oleh Pengusaha.
d. Pemanfaatan BKP tidak bewujud dari luar daerah pabean di dalam
daerah pabean.
e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
f. Ekspor BKP oleh PKP.
g. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam lingkungan
perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
akan digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain.
h. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva
tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar
pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
17
2. Subjek Pajak Pertambahan Nilai
Menurut Djuanda (2002: 29), ketentuan yang mengatur subjek PPN
adalah Pengusaha Kena Pajak terdapat dalam pasal 4 huruf a, c, dan f serta
pasal 16 jo pasal 1 angka 15 UU PPN 1984 jo Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000. Berdasarkan pasal-pasal tersebut
dapat diketahui bahwa subjek PPN adalah:
a. Melakukan penyerahan BKP dan atau JKP yang dapat dikenakan PPN
adalah PKP dan pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan
menjadi PKP.
b. Mengekspor BKP yang dikenakan PPN adalah PKP.
c. Menyerahkan aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan
adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP).
d. Bentuk kerja sama operasi yang apabila menyerahkan BKP dan atau
JKP dapat dikenakan PPN adalah PKP. Contoh PKP adalah sebagai
berikut:
1) Pabrikan atau Produsen.
2) Importir dan Indentor.
3) Pengusaha yang mempunyai hubungan istimewa dengan pabrikan
atau importir.
4) Pedagang besar.
5) Pedagang eceran.
Subjek PPN tidak harus PKP, tetapi bukan PKP pun dapat menjadi
subjek PPN sebagaimana diatur dalam pasal 4 huruf b, dan huruf e serta
18
pasal 16C UU PPN. Berdasarkan pasal-pasal ini dapat diketahui bahwa
yang dapat dikenakan PPN adalah:
a. Siapapun yang mengimpor BKP (Pasal 4 huruf b).
b. Siapapun yang membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha atau
pekerjaan.
c. Siapapun yang memanfaatkan BKP tidak berwujud dan atau JKP dari luar
daerah pabean di dalam daerah pabean.
3. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai
Menurut Sukardji (2003: 1), dasar hukum PPN adalah Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1983 jo. Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1994 dan diubah lagi dengan Undang-undang Nomor 18
Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah.
C. Tata Cara PPN
1. Saat Terutang
Saat terutang PPN berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 143
Tahun 2000 adalah sebagai berikut:
a. Terutangnya pajak atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat
atau hukumnya berupa barang bergerak, terjadi pada saat BKP tersebut
diserahkan secara langsung kepada pembeli atau pihak ketiga untuk
19
dan atas nama pembeli, atau pada saat BKP tersebut diserahkan kepada
juru kirim atau pengusaha jasa angkutan.
b. Terutangnya pajak atas penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat
atau hukumnya berupa barang tidak bergerak, terjadi pada saat
penyerahan hak untuk menggunakan atau menguasai BKP tersebut,
baik secara hukum atau secara nyata, kepada pihak pembeli.
c. Terutangnya pajak atas penyerahan BKP tidak berwujud oleh PKP.
d. Terutangnya pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak terjadi pada
saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan untuk dipakai secara
nyata baik sebagian atau seluruhnya.
e. Terutangnya pajak atas impor barang kena pajak terjadi pada saat
barang kena pajak itu dimasukkan kedalam daerah pabean.
f. Terutangnya pajak atas ekpor barang kena pajak terjadi pada saat
Barang Kena Pajak dikeluarkan dari daerah pabean.
g. Terutangnya pajak atas aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan dan atau Persediaan Barang Kena pajak yang masih
tersisa pada saat pembubaran terjadi.
h. Terutangnya Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka
perubahan bentuk usaha tetap atau penggabungan usaha atau
pemekaran usaha atau pengalihan seluruh aktiva perusahaan yang
diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas Barang Kena Pajak
tersebut, terjadi pada saat ditandatanganinya akta yang berkenaan oleh
Notaris.
20
2. Tempat Pajak Terutang
Menurut Djuanda (2002: 59), yang menjadi tempat dikenakan PPN
yaitu:
a. Tempat Pajak Terutang atas Penyerahan Barang Kena Pajak dan atau
Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean adalah di tempat tinggal atau
tempat kedudukan dan tempat Pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak.
b. Tempat Pajak Terutang atas:
1) Impor Barang Kena Pajak adalah di tempat Barang Kena Pajak
dimasukkan ke dalam Daerah Pabean.
2) Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan atau Jasa
Kena Pajak dari luar daerah Pabean adalah di tempat tinggal orang
pribadi atau tempat kedudukan badan dalam hal orang pribadi atau
badan tersebut bukan sebagai Wajib Pajak atau ditempat orang
pribadi atau ditempat orang pribadi atau badan tersebut terdaftar
sebagai Wajib Pajak.
3) Kegiatan membangun sendiri oleh pengusaha kena pajak yang
dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya atau oleh
bukan Pengusaha Kena Pajak, adalah ditempat bangunan tersebut
didirikan.
4) Direktur Jendral Pajak dapat menentukan tempat lain selain tempat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sebagai tempat pajak
21
terutang atas ekspor Barang Kena Pajak, baik atas permohonan
tertulis dari Pengusaha Kena Pajak ataupun secara jabatan.
3. Tarif PPN
Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yang
membahas mengenai UU Tarif Pajak PPN Pasal 7 ayat 1, 2, dan 3
menjelaskan bahwa Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh
persen), sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0%. Pengenaan tarif
0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi
Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat
dikreditkan.
4. Dasar Pengenaan Pajak
Menurut Mardiasmo (2003), untuk menghitung besarnya PPN yang
terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Menurut Djuanda
(2002:68), dasar pengenaan pajak adalah nilai berupa uang termasuk biaya
yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan
BKP tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-undang dan
potongan harga yang tercantum dalam faktor pajak yang dipakai dasar
menghitung pajak yang terutang dalam mengalirkan dasar pengenaan
pajak tersebut dengan tarif faktur.
22
Dasar Pengenaan Pajak adalah sebagai berikut:
a. Harga Jual
Harga jual adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP
tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut dan potongan
harga yang dicantumkan dalam faktur pajak
b. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh jasa karena penyerahan JKP,
tidak termasuk yang dipungut menurut UU PPN 2000 dan potongan
harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
c. Nilai Impor
Nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan pajak berdasarkan
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk Impor,
BKP, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut
UU PPN 2000.
Adapun Nilai Impor yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak disini
adalah Harga Patokan Impor (HPI) atau Cost Insurance and Freight
(CIF) sebagai dasar penghitungan Bea Masuk ditambah dengan semua
biaya dan pungutan lain menurut Ketentuan Peraturan Perundang-
undangan Pabean.
23
d. Nilai Ekspor
Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
yang seharusnya diminta oleh eksportir.
e. Nilai Lain
Nilai lain adalah suatu nilai berupa uang yang digunakan sebagai dasar
Pengenaan Pajak bagi Penyerahan BKP atau JKP yang memenuhi
kriteria tertentu berdasarkan keputusan Menteri Keuangan RI Nomor
567/KMK.04/2000. Nilai lain ditetapkan sebagai berikut :
1) Untuk pemakaian sendiri BKP dan atau JKP adalah harga jual atau
pengganti setelah dikurangi laba bruto, sebagai DPP.
2) Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan atau JKP adalah harga jual
atau penggantian, setelah dikurangi laba kotor, sebagai DPP.
3) Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar, DPP adalah
harga jual rata-rata.
4) Untuk penyerahan film cerita adalah harga jual rata-rata sebagai
DPP.
5) Untuk penyerahan BKP yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan sepanjang PPN atau perolehan aktiva tersebut menurut
ketentuan dapat dikreditkan adalah pasar wajar, sebagai DPP.
6) Untuk aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk
diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran
perusahaan adalah harga pasar wajar, sebagai DPP.
24
7) Pedagang eceran memakai Nilai Lain sebagai DPP yang memiliki
lebih dari satu tempat penjualan
8) DPP untuk penyerahan jasa Biro perjalanan / pariwisata adalah
10% dari jumlah tagihan atau jumlah seharusnya ditagih.
9) DPP untuk jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh
imbalan yang diterima berupa service charge, provisi dan diskon.
10) DPP Kendaraan bermotor bekas !0% dari harga jual.
11) DPP Jasa pengiriman paket 10% dari jumlah tagihan atau jumlah
seharusnya ditagih.
5. Cara dan Metode Penghitungan PPN
Menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, mengenai UU
Cara Penghitungan PPN Pasal 9 dijelaskan bahwa :
a. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 (yaitu tarif
PPN) dengan DPP. (UU PPN Pasal 9 Ayat 1).
b. Pajak Masukan dalam suatu masa pajak dikreditkan dengan Pajak
Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. (UU PPN Pasal 9 Ayat 2).
1) Dalam hal ini belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak,
maka Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan. (UU PPN Pasal 9
Ayat 2a).
2) Apabila dalam suatu masa pajak, pajak keluaran lebih besar
daripada pajak masukan, maka selisihnya merupakan Pajak
25
Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak.
(UU PPN Pasal 9 Ayat 3).
Menurut Djuanda (2002), metode penghitungan PPN yang
digunakan di Indonesia adalah metode Tidak Langsung (Indirect
Substraction Method atau Tax Invoice Method). Penghitungan PPN
terutang menurut metode ini adalah Pajak Keluaran (PK) dikurangi Pajak
Masukan (PM). Apabila ada selisih didalam pengkreditan pajak masukan
dengan pajak keluaran maka dilihat sebagai berikut:
a. Jika Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka timbul
pajak kurang bayar.
b. Jika Pajak Keluaran lebih kecil daripada Pajak Masukan, maka timbul
pajak lebih bayar.
c. Jika Pajak Keluaran sama besar dengan Pajak Masukan, maka pajak
yang terutang atau dibayar adalah nihil.
6. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan
Menurut Undang-undang PPN tahun 2000, Pajak Masukan adalah
Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya sudah dibayar oleh Pengusaha
Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan atau penerimaan
Jasa Kena Pajak dan atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud
dari luar Daerah Pabean dan atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean dan atau Impor Barang Kena Pajak.
2. Dasar Pengkreditan Pajak Masukan
26
Sebagaimana diatur dalam pasal 9 UU PPN 1984 prinsip dasar
pengkreditan Pajak Masukan dirinci secara garis besar sebagai berikut:
1) Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan pajak
Keluaran untuk Masa Pajak yang sama. (Pasal 9 ayat 2).
2) Bila belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka
Pajak Masukan tetap dapat dikreditkan. (Pasal 9 ayat 2).
Ketentuan tersebut menjelaskan bahwa Pajak masukan bagi
pengeluaran untuk perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak
yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha
(produksi, manajemen, distribusi, dan pemasaran) melakukan
penyerahan kena pajak belum dibebankan sebagai biaya. Kegunaan
mengkreditkan Pajak Masukan sama dengan upaya untuk memperoleh
kembali PPN yang telah dibayarkan. Apabila Pajak Masukan ini
dibebankan sebagai biaya maka unsur Pajak Masukan akan menambah
nilai jual barang dagangan, maka Pajak masukan tersebut tidak dapat
dikreditkan.
Hal-hal yang dapat menyebabkan Pajak Masukan tidak dapat
dikreditkan bila:
a. Pajak Masukan (PM) yang diperoleh sebelum pengusaha dikukuhkan
sebagai PKP.
b. Perolehan BKP/ JKP yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha. Adapun pengeluaran yang langsung
27
berhubungan dengan kegiatan usaha antara lain, pengeluaran untuk
kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen.
c. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, station
wagon, van dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau
disewakan.
d. Perolehan BKP/ JKP yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak
Sederhana, karena Faktur Pajak Sederhana isinya tidak mencantumkan
secara lengkap hal-hal yang terdapat pada Faktur Pajak yang telah
ditetapkan dalam Pasal 13 ayat 5.
e. Perolehan BKP/ JKP yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN.
D. Pajak atas konsumsi
Menurut Sukardji (2006: 5), pajak atas konsumsi adalah pajak yang
dikenakan atas pengeluaran yang ditunjukkan untuk konsumsi. John F. Due
dan Ann F. Friedlaender dalam Sukardji (2006: 5) membedakan pajak atas
konsumsi menurut sudut pendekatannya menjadi dua, yaitu:
a. Pendekatan langsung-pajak atas pengeluaran (Expenditure Tax), yaitu
pajak yang berlaku bagi seluruh pengeluaran untuk konsumsi yang
merupakan hasil penjumlahan seluruh penghasilan dikurangi
pengeluaran untuk tabungan dan pembelian aktiva.
28
b. Pendekatan tidak langsung atau pendekatan pajak komoditi yang dipungut
terhadap pengusaha yang melakukan penjualan. Pajak ini kemudian
dialihkan kepada pembeli selaku pemikul beban pajak.
Termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah Pajak Penjualan, Pajak
Peredaran, Pajak Pertambahan Nilai, dan Cukai.
Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa PPN merupakan salah satu
pajak atas konsumsi. Hal ini berarti bahwa jumlah penerimaan PPN akan
meningkat apabila tingkat konsumsi masyarakat juga meningkat. Tingkat
konsumsi dapat dipengaruhi oleh tingkat harga sehingga berhubungan erat
dengan inflasi dan nilai tukar rupiah. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Menteri Keuangan, PPN dalam negeri masih meningkat cukup kuat, hal ini
menunjukkan aktifitas perdagangan dalam negeri meningakat cukup baik.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani merngatakan kecenderungan
peningkatan konsumsi rumah tangga itu, tuturnya, tercermin pada beberapa
indikator, seperti konsumsi listrik, penjualan kendaraan bermotor dan
penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri dan PPN Impor. Hal
itu mengindikasikan adanya kenaikan penjualan barang konsumsi. (NN, 2008)
Berdasarkan hal tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa semakin tinggi
tingkat konsumsi maka akan diikuti pula oleh peningkatan penerimaan PPN.
Pajak Pertambahan Nilai pada hakekatnya merupakan pajak atas konsumsi
karena dikenakan terhadap konsumsi barang atau jasa. Semakin banyak
konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat maka akan semakin meningkat pula
jumlah penerimaan PPN sehingga penerimaan negara dari sektor pajak juga
29
meningkat, dengan begitu PPN sangat berkaitan erat dengan aktivitas-aktivitas
ekonomi tadi dimana aktivitas aktivitas-aktivitas ekonomi tadi dipengaruhi
oleh inflasi dan nilai tukar rupiah. Semakin tinggi aktivitas ekonomi (inflasi
dan nilai tukar rupiah) maka akan meningkatkan pula penerimaan PPN. Hal
ini sesuai dengan yang diungkapakan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri
Mulyani bahwa penerimaan pajak masih sesuai perkiraan pemerintah,
terutama yang berasal dari pajak penghasilan (PPh) dan PPN, Penerimaan
PPN dalam negeri masih meningkat cukup kuat karena adanya peningkatan
aktivitas ekonomi. (Ariayudhistira, 2008)
E. Inflasi
1. Definisi Inflasi
Menurut Sukirno (2004: 27),
“Inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum yang berlakudalam suatu perekonomian dari satu peiode ke periode lainnya,sedangkan tingkat inflasi adalah presentasi kenaikan harga-hargapada suatu tahun tertentu berbanding dengan tahun sebelumnya”.
Menurut Rahadja (2004: 319),
“Inflasi adalah gejala kenaikan harga barang-barang yang bersifatumum dan terus menerus”.
Menurut Nanga (2005),
“Inflasi adalah suatu gejala dimana tingkat harga umum mengalamikenaikan secara terus-menerus”.
Dari definisi tersebut, ada tiga komponen yang harus dipenuhi agar dapat
dikatakan telah terjadi inflasi, yaitu sebagai berikut:
30
a. Kenaikan harga
Harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi
daripada harga periode sebelumnya. Perbandingan tingkat harga bisa
dilakukan dengan jarak waktu yang lebih panjang: seminggu, sebulan,
triwulan, dan setahun.
b. Bersifat Umum
Kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika
kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik.
Contohnya adalah kenaikan harga BBM, karena BBM merupakan
komoditas strategis maka kenaikan harga BBM akan merambat kepada
kenaikan harga komoditas yang lain. Bahkan kenaikan BBM akan
mengundang kaum buruh menuntut kenaikan upah harian untuk
memelihara daya beli mereka.
c. Berlangsung Terus-Menerus
Kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan
inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. Oleh karena itu, perhitungan
inflasi minimal dilakukan dalam rentang waktu bulanan. Sebab dalam
waktu sebulan akan terlihat apakah kenaikan harga bersifat umum dan
terus-menerus. Jika pemerintah melaporkan bahwa inflasi tahun ini
adalah 10%, berarti akumulasi inflasi adalah 10% per tahun. Inflasi
triwulan rata-rata 2,5% (10%:4), sedangkan inflasi bulanan sekitar
0,83% (10%:12).
31
Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya
harga-harga secara umum dan terus menerus (kontinu). Dengan kata lain,
inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu.
Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi rendahnya tingkat
harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu
menunjukkan inflasi. Inflasi dianggap terjadi jika proses kenaikan harga
berlangsung secara terus menerus dan saling mempengaruhi. Istilah inflasi
juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang
kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. (wikipedia,
2007)
2. Jenis-jenis Inflasi
Menurut Sukirno (2004), berdasarkan derajatnya, inflasi dibedakan
menjadi sebagai berikut:
a. Inflasi ringan, terjadi apabila kenaikan harga berada dibawah angka
10% setahun.
b. Inflasi sedang, terjadi apabila kenaikan harga berada antara 10%-30%
setahun.
c. Inflasi berat, terjadi apabila kenaikan harga berada antara 30%-100&
setahun.
d. Hiperinflasi (inflasi tak terkendali), terjadi apabila berada di atas 100%
setahun.
32
Menurut Sukirno (2004: 333), berdasarkan kepada sumber atau
penyebab kenaikan harga-harga berlaku, inflasi biasanya dibedakan
kepada tiga bentuk berikut:
a. Inflasi Tarikan Permintaan
Inflasi ini biasanya terjadi pada masa perekonomian berkembang
dengan pesat. Kesempatan kerja yang tinggi menciptakan tingkat
pendapatan yang tinggi dan selanjutnya menimbulkan pengeluaran
yang melebihi kemampuan ekonomi mengeluarkan barang dan jasa.
Pengeluaran-pengeluaran yang berlebihan ini akan menimbulkan
inflasi.
b. Inflasi Desakan Biaya
Adalah kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan dalam
biaya produksi sebagai akibat kenaikan harga bahan mentah atau
kenaikan upah. Inflasi ini terutama berlaku dalam masa perekonomian
berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran adalah sangat
rendah. Apabila perusahaan-perusahaan masih menghadapi permintaan
yang bertambah, mereka akan berusaha menaikkan produksi dengan
cara memberikan gaji dan upah yang lebih tinggi kepada pekerjanya
dan mencari pekerjaan baru dengan tawaran pembayaran yang lebih
tinggi ini. Langkah ini mengakibatkan biaya produksi meningkat, yang
akhirnya akan menyebabkan kenaikan harga-harga berbagai barang.
33
3. Inflasi Diimpor
Adalah kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh kenaikan harga-
harga barang impor yang digunakan sebagai bahan mentah produksi
dalam negeri. Inflasi ini akan ada apabila barang-barang impor yang
mengalami kenaikan harga mempunyai peranan yang penting dalam
kegiatan pengeluaran-pengeluaran perusahaan.
3. Indikator Inflasi
Menurut Rahardja (2004: 164) ada beberapa indikator ekonomi makro
yang digunakan untuk mengetahui inflasi selama satu periode tertentu.
Tiga diantaranya akan dibahas dalam uraian berikut ini:
a. Indeks Harga Konsumen
Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan
tingkat harga barnag dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu
periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-
harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi masyarakat dalam satu
periode tertentu. Masing-masing harga barang dan jasa tersebut diberi
bobot (weighted) berdasarkan tingkat keutamaannya. Barang dan jasa
yang dianggap paling penting diberi bobot yang paling besar.
Di Indonesia, penghitungan IHK dilakukan dengan
mempertimbangkan sekitar beberapa ratus komoditas pokok. Untuk
lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya, penghitungan IHK
dilakukan dengan melihat perkembangan regional, yaitu dengan
34
mempertimbangkan tingkat inflasi kota-kota besar, terutama ibukota
propinsi-propinsi di Indonesia.
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (Wholesale Price Index)
Jika inflasi melihat dari sisi konsumen, maka Indeks Harga
Perdagangan Besar (IHPB) melihat inflasi dari sisi produsen. Oleh
karena itu IHPB sering juga disebut sebagai indeks harga produsen
(producer price index). IHPB menunjukkan tingkat harga yang
diterima produsen pada berbagai tingkat poduksi.
Prinsip menghitung inflasi berdasarkan data IHPB adalah sama dengan
cara berdasarkan IHK:
c. Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)
Walaupun sangat bermanfaat, IHK dan IHPB memberikan gambaran
laju inflasi yang terbatas. Sebab jika dilihat dari metode
penghitungannya, kedua indikator tersebut hanya melingkupi beberapa
puluh kota saja. Sama halnya dengan dua indikator sebelumnya,
penghitungan inflasi berdasarkan IHI dilakukan dengan menghitung
perubahan angka indeks.
35
4. Efek Buruk inflasi
Menurut Sukirno (2004 :338), efek-efek buruk dari inflasi yaitu
sebagai berikut:
a. Inflasi dan Perkembangan Ekonomi
Inflasi yang tinggi tingkatnya tidak akan menggalakkan perkembangan
ekonomi. Biaya yang terus menerus naik menyebabkan kegiatan
produktif sangat tidak menguntungkan. Maka pemilik modal biasanya
lebih suka menggunakan uangnya untuk tujuan spekulasi. Investasi
produktif akan berkurang dan tingkat kegiatan ekonomi akan menurun.
Sebagai akibatnya lebih banyak pengangguran akan terwujud.
Kenaikan harga-harga juga menimbulkan efek buruk pula ke atas
perdagangan. Kenaikan harga menyebabkan barang-barang negara itu
tidak dapat bersaing di pasaran internasional, selanjutnya ekspor akan
menurun. Sebaliknya, harga-harga produksi dalam negeri yang
semakin tinggi sebagai akibat inflasi menyebabkan barang-barang
impor menjadi relatif murah, maka lebih banyak impor yang
dilakukan.ekspor yang menurun dan diikuti pula oleh impor yang
bertambah menyebabkan ketidakseimbangan dalam aliran mata uang
asing. Kedudukan neraca pembayaran akan memburuk.
b. Inflasi dan Kemakmuran Rakyat
Disamping menimbulkan efek buruk ke atas kegiatan ekonomi negara,
inflasi juga akan menimbulkan efek-efek terhadap individu dan
masyarakat.
36
1) Inflasi akan menurunkan pendapatan riil orang-orang yang
berpendapatan tetap.
Pada umumnya kenaikan upah tidaklah secepat kenaikan harga-
harga. Maka inflasi akan menurunkan upah riil individu-individu
yang berpendapatan tetap. Sehingga daya beli masyarakat juga
akan menurun.
2) Inflasi akan mengurangi nilai kekayaan yang berbentuk uang.
Sebagian kekayaan masyarakat disimpan dalam bentuk uang.
Simpanan di bank, simpanan tunai, dan simpanan dalam institusi-
institusi keuangan lain merupakan simpanan keuangan. Nilai
riilnya akan menurun apabila inflasi berlaku.
3) Memperburuk pembagian kekayaan.
Telah ditunjukkan bahwa penerima pendapatan tetap akan
menghadapi kemerosotan dalam nilai riil pendapatannya, dan
pemilik kekayaan bersifat keuangan mengalami penurunan dalam
nilai riil kekayaannya. Juga sebagian penjual /pedagang dapat
mempertahankan nilai riil pendapatannya. Dengan demikian inflasi
menyebabkan pembagian pendapatan di antara golongan
berpendapatan tetap dengan pemilik-pemilik harta tetap dan
penjual/pedagang akan menjadi semakin tidak merata.
37
5. Kebijakan untuk Mengatasi Inflasi
Menurut Sukirno (2004, 354), kebijakan yang mungkin dilakukan
pemerintah untuk mengatasi inflasi yaitu:
a. Kebijakan fiskal, yaitu dengan menambah pajak dan mengurangi
pengeluaran pemerintah.
b. Kebijakan moneter, yaitu dengan menaikkan suku bunga dan
membatasi kredit.
c. Dasar segi penawaran, yaitu dengan melakukan langkah yang dapat
mengurangi biaya produksi dan menstabilkan harga seperti
mengurangi pajak impor dan pajak atas bahan mentah, melakukan
penetapan harga, menggalakkan pertambahan produksi dan
perkembangan teknologi.
F. Nilai Tukar Rupiah
1. Definisi Nilai Tukar (Kurs)
Menurut FASB (Financial Accounting Standard Board) dalam Fauzan
(2007),
“Nilai tukar mata uang adalah rasio antara unit mata uang dengansejumlah mata uang lain yang bisa ditukar pada waktu tertentu.”
Menurut Todaro (2004: 73),
“Nilai tukar suatu mata uang adalah suatu patokan dimana BankSentral negara yang bersangkutan bersedia melakukan transaksi matauang setempat dengan mata uang asing di pasar-pasar valuta asingyang telah ditentukan.”
38
Menurut Sukirno (2004: 197),
“Kurs (nilai tukar) valuta asing adalah suatu nilai yang menunjukkanmata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapatkan satuunit mata uang asing.”
Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan oleh para ahli di
atas, maka dapat disimpulkan bahwa nilai tukar (kurs) adalah suatu nilai
yang dijadikan patokan untuk mendapatkan satu unit mata uang tertentu
dengan menggunakan mata uang tertentu pada waktu tertentu dan
ditetapkan oleh Bank Sentral suatu negara bersangkutan.
2. Definisi Nilai Tukar Rupiah
Menurut Kuncoro (2008), kurs rupiah adalah nilai tukar sejumlah
rupiah yang diperlukan untuk membeli satu US$ (US Dollar). Nilai tukar
terhadap US$ ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan pasar,
atau dengan kata lain kurs Rupiah ditentukan oleh mekanisme pasar. Jika
harga rupiah terhadap dollar melemah, maka permintaan terhadap mata
uang dollar akan meningkat. Hal ini disebabkan karena investor cenderung
melepas rupiah dan akan membeli dollar. Pada umumnya kurs ditentukan
oleh perpotongan kurva permintaan dan kurva penawaran dari mata uang
asing tersebut.
39
G. Kerangka Pemikiran
Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 2.1. Tanda panah menunjukkan kedua variabel (inflasi dan nilai tukar
rupiah) berpengaruh terhadap variabel penerimaan PPN.
Gambar. 2.1Kerangka Pemikiran
H. Penelitian Sebelumnya
Sampai dengan tahap penyelesaian penelitian ini, penulis belum juga
menemukan judul penelitian yang sama dengan penelitian ini yaitu tentang
pengaruh inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap penerimaan PPN. Namun
terdapat penelitian tentang pengaruh inflasi yang dikaitkan dengan pajak,
seperti dibawah ini:
1. Penelitian mengenai pengaruh inflasi dan perubahan PTKP terhadap
penerimaan negara dari PPh 21 oleh Ardiansyah (2007). Penelitian
tersebut dilakukan secara sensus dengan mengambil populasi tingkat
inflasi nasional per triwulan selama tahun 2001 s.d. 2006. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tingkat inflasi dan PTKP secara bersama-sama
berpengaruh terhadap penerimaan negara dari PPh 21.
Nilai Tukar Rupiah
Inflasi
Penerimaan PPN
40
2. Penelitian mengenai pengaruh inflasi terhadap penerimaan pajak juga
pernah dilakukan oleh Ramadhana (2007) dengan judul “Analisis
Pengaruh EVA dan Inflasi terhadap PPh Badan pada Perusahaan yang
termasuk Sektor Indeks LQ-45”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
secara parsial EVA berpengaruh terhadap PPh Badan, namun inflasi tidak
memiliki pengaruh terhadap penerimaan PPh Badan.
I. Hipotesis
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka hipotesis yang
dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha1: Inflasi berpengaruh terhadap penerimaan PPN.
Ha2: Nilai tukar rupiah berpengaruh terhadap penerimaan PPN.
Ha3: Inflasi dan nilai tukar rupiah secara bersama-sama berpengaruh
terhadap penerimaan PPN.
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mengenai pengaruh inflasi dan nilai tukar
rupiah terhadap penerimaan PPN di Jakarta Selatan yang mengambil lokasi di
Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan, Jl. Jend. Gatot Soebroto No. 40-42, Gdg.
A, Lt. 4. Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian berupa studi time
series dimana data yang digunakan berupa data rentetan waktu (Indriantoro,
2002: 96) dan yang digunakan adalah data per bulan dari tahun 2005 sampai
dengan tahun 2007.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wilayah kerja Kantor
Wilayah DJP Jakarta Selatan meliputi daerah administratif Kotamadya Jakarta
Selatan yang terdiri dari 10 kecamatan yang terbagi atas 65 kelurahan.
Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah sampel populasi yang
berarti semua populasi dijadikan sebagai sampel penelitian dikarenakan
terbatasnya populasi yang ada. Oleh karena penelitian yang dilakukan berupa
studi time series selama 3 tahun dengan unit data bulanan, maka jumlah
seluruh sampel adalah 36 buah. Namun terdapat 10 sampel yang outlier
sehingga total sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 26 bua
h. Outlier (Ghozali: 2005) adalah kasus atau data yang memiliki karakteristik
42
unik yang terlihat sangat berbeda jauh dari observasi lainnya dan muncul
dalam bentuk nilai ekstrim baik untuk sebuah variabel tunggal atau untuk
variabel kombinasi.
Tabel 3.1Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta di Lingkungan
Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan
No.KANTOR PELAYANAN
PAJAKWILAYAH KERJA
1. KPP Madya Jakarta Selatan Kotamadya Jakarta SelatanKelurahan Karet2. KPP Pratama Jakarta Setiabudi
Satu Kelurahan Karet KuninganKelurahan SetiabudiKelurahan GunturKelurahan Menteng Atas
3. KPP Pratama Jakarta SetiabudiDua
Kelurahan Pasar ManggisKelurahan Karet Semanggi4. KPP Pratama Jakarta Setiabudi
Tiga Kelurahan Kuningan Timur5. KPP Pratama Jakarta Tebet Kecamatan Tebet6. KPP Pratama Jakarta Mampang
PrapatanKecamatan Mampang
7. KPP Pratama Jakarta Pancoran Kecamatan PancoranKelurahan SelongKelurahan Rawa Barat
8. KPP Pratama Jakarta KebayoranBaru Satu
Kelurahan SenayanKelurahan Gandaria UtaraKelurahan Cipete UtaraKelurahan Pulo
9. KPP Pratama Jakarta KebayoranBaru Dua
Kelurahan Kramat PelaKelurahan MelawaiKelurahan Petogogan
10. KPP Pratama Jakarta KebayoranBaru Tiga
Kelurahan GunungKecamatan Kebayoran Lama11. KPP Pratama Jakarta Kebayoran
Lama Kecamatan Pesanggrahan12. KPP Pratama Jakarta Cilandak Kecamatan Cilandak
Kecamatan Pasar Minggu13. KPP Pratama Jakarta PasarMinggu Kecamatan Jagakarsa
Sumber: Monografi Fiskal 2008
43
C. Metode Pengumpulan Data
Untuk mendukung pelaksanaan penelitian ini, penulis menggunakan data
sekunder yang merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh
pihak lain). (Indriantoro, 2002: 147)
1. Penelitian Kepustakaan (library research)
Penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka dengan mempelajari buku-
buku, jurnal, artikel, dan sumber lain yang relevan dengan penelitian.
2. Penelitian Lapangan (field research)
Dilakukan dengan cara mencari data yang bersumber dari database pada
Kanwil DJP Jakarta Selatan dan juga melalui situs internet Biro Pusat
Statistik dan Bank Indonesia. Data yang diperoleh melalui penelitian
lapangan merupakan database realisasi penerimaan PPN per bulan selama
tahun 2005 s.d. 2007, data inflasi DKI Jakarta per bulan selama tahun
2005 s.d. 2007, dan nilai tukar rupiah selama tahun 2005 s.d. 2007.
D. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini adalah metode analisis regresi linier berganda (multiple
regression analysis). Analisis data akan dilakukan dengan bantuan aplikasi
komputer, program SPSS versi 13. Adapun proses pengolahan data akan
diawali dari:
44
1. Analisis Data
Model statistik yang dipakai adalah model regresi berganda (multiple
regression). Multiple Regression adalah suatu teknik yang digunakan
untuk menghitung seberapa jauh hubungan antara beberapa variabel bebas
(independen) dengan variabel terikat (dependen). Model regresi linier
berganda dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y = a + b1x1 + b2x2 + e
Dimana:
Y
a
b
X1
X2
E
=
=
=
=
=
=
Variabel Dependen (Penerimaan PPN)
Konstanta
Koefisien
Variabel Independen (Inflasi)
Variabel Independen (Nilai Tukar Rupiah)
Error
2. Teknik Analisis
a. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Menurut Santoso (2002), uji normalitas digunakan untuk menguji
apakah dalam sebuah model regresi, variabel dependen dan
variabel independen mempunyai distribusi data normal atau tidak.
Model regresi yang baik adalah distribusi normal atau mendekati
normal. Deteksi normalitas dilakukan melalui dua cara yaitu
45
dengan melihat grafik histogram dan dengan melihat penyebaran
data atau titik pada sumbu diagonal dari grafik Normal Probability
Plot. Dasar pengambilan keputusannya untuk grafik histogram
yaitu jika grafik menunjukkan pola distribusi normal maka model
regresi memenuhi asumsi normalitas, sedangkan untuk grafik
Normal Probability Plot adalah sebagai berikut:
(a) Jika data menyebar di sekitar diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal maka model regresi mengikuti asumsi normalitas.
(b) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka regresi tidak memenuhi
asumsi normalitas.
2) Uji Multikolonieritas
Menurut Ghozali (2005: 91), uji multikolonieritas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antara
variabel bebas (Independen). Model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk mendeteksi problem multikolonieritas
ini adalah dengan melihat Tolerance (TOL) dan Variance Inflation
Factor (VIF). Model regresi dapat dikatakan bebas dari problem
multikolonieritas jika nilai VIF tidak lebih dari 10 dan TOL tidak
kurang dari 0,1.
46
3) Uji Heteroskedastisitas
Menurut Santoso (2002), uji heteroskedastisitas dilakukan untuk
menguji apakah dalam sebuah model regresi terjadi keseimbangan
varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika
nilai variansnya tetap, maka disebut homoskedastisitas. Sebaliknya
jika variansnya berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi
yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Salah satu cara
untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan
melihat Scatterplot yang dihasilkan program SPSS. Dasar
pengambilan keputusannya, jika ada pola tertentu seperti titik-titik
yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka telah terjadi
heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak
terjadi heteroskedastisitas.
4) Uji Autokorelasi
Menurut Santoso (2002), autokorelasi bertujuan untuk menguji
apakah sebuah regresi linier ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dan kesalahan pada periode t-1. Jika
terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Tentu
saja model regresi yang baik adalah yang bebas dari problem
tersebut. Salah satu cara yang digunakan untuk mendeteksi
autokorelasi yaitu dengan menggunakan uji Durbin Watson (D-W),
47
dimana jika angka D-W dibawah -2 ada Autokorelasi positif, angka
D-W diantara -2 sampai +2 tidak ada Autokorelasi, dan angka D-
W di atas +2 berarti ada Autokorelasi negatif.
b. Uji Hipotesis
1) Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen.
Nilai koefisien determinasi adalah antara 0 dan 1 (satu). Nilai yang
mendekati 1 berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi
variabel dependen. (Ghozali, 2005: 83).
2) Uji Signifikasi Simultan (F Statistik)
Uji F Statistik pada dasarnya menunjukkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen/
terikat. (Ghozali, 2005: 84). Untuk uji F ini digunakan tingkat
signifikansi 5%.
3) Uji Parsial (t test)
Uji parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-masing
variabel independen terhadap variabel dependen. (Ghozali, 2005:
84). Untuk uji parsial ini tingkat signifikansi yang digunakan juga
sebesar 5%.
48
E. Operasional Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
Menurut Sarwono (2006: 38), variabel independen atau variabel
bebas adalah variabel stimulus atau variabel yang mempengaruhi variabel
lain. Variabel independen dalam penelitian ini adalah:
a. Inflasi, yang dilambangkan dengan X1
Data inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat inflasi
Propinsi DKI Jakarta per bulan selama sepanjang tahun 2005 sampai
dengan tahun 2007 yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS).
b. Nilai Tukar Rupiah, yang dilambangkan dengan X2
Data Nilai Tukar Rupiah yang digunakan adalah rata-rata nilai tukar
rupiah terhadap US Dollar per bulan sepanjang tahun 2005 sampai
dengan tahun 2007 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI).
2. Variabel Dependen
Menurut Sarwono (2006: 38), variabel dependen atau variabel
tergantung adalah variabel yang memberikan reaksi/ respons jika
dihubungkan dengan variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel dependen adalah Penerimaan PPN, yang dilambangkan dengan Y.
Data penerimaan PPN yang digunakan dalam penelitian ini adalah
realisasi penerimaan PPN Kanwil DJP Jakarta Selatan per bulan pada
Kanwil DJP Jakarta Selatan selama kurun waktu tahun 2005 sampai
dengan tahun 2007.
49
BAB IV
PENEMUAN DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Sejarah Singkat Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan
Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan pada awal terbentuknya
merupakan bagian dari Kantor Wilayah IV DJP Jaya I. Pada tahun 2001
Direktorat Jenderal Pajak mengalami reorganisasi, sehingga wilayah kerja
Kantor Wilayah IV DJP Jaya I yang semula terdiri dari 15 KPP menjadi
16 KPP dengan wilayah kerja yang tadinya meliputi wilayah Kotamadya
Jakarta Timur, Kotamadya Jakarta Selatan dan Kotamadya Jakarta Utara
dipersempit menjadi Kotamadya Jakarta Timur dan Kotamadya Jakarta
Selatan. Kemudian berdasarkan reorganisasi tahun 2004, Kantor Wilayah
IV DJP Jaya I berubah menjadi Kantor Wilayah DJP Jakarta III yang
wilayah kerjanya hanya meliputi Kotamadya Jakarta Selatan.
Kantor Wilayah DJP Jakarta III dibentuk berdasarkan Keputusan
Menteri Keuangan Nomor: 519/KMK.01/2003 tentang Perubahan atas
Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 443/KMK.01/2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak,
Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan,
Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak yang berlaku sejak tanggal 2
Desember 2003. Dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
50
132/PMK/2006, Kanwil DJP Jakarta III berubah menjadi Kanwil DJP
Jakarta Selatan dan terdapat beberapa perubahan:
a. Penambahan 1 Unit Kantor yaitu KPP Madya Jakarta Selatan.
b. Struktur organisasi berdasarkan fungsi tidak lagi berdasarkan jenis
pajak.
c. Dalam rangka menjamin terwujudnya profesionalisme dan
obyektififitas kinerja pemeriksaan, Kanwil DJP Jakarta Selatan tidak
lagi melakukan pemeriksaan, kecuali pemeriksaan bukti permulaan
dan penyidikan.
d. Rencana akan datang, proses penyelesaian keberatan dilakukan oleh
Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan.
2. Wilayah Kerja
Wilayah kerja Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan meliputi daerah
administratif Kotamadya Jakarta Selatan dengan luas wilayah 14.630.93
ha, yang terdiri dari 10 kecamatan dan terbagi atas 65 kelurahan sebagai
berikut:
a. Kecamatan Setiabudi (8 kelurahan)
b. Kecamatan Tebet (7 kelurahan)
c. Kecamatan Mampang Prapatan (4 Kelurahan)
d. Kecamatan Pancoran ( 6 kelurahan)
e. Kecamatan Pasar Minggu ( 6 kelurahan)
f. Kecamatan Jagakarsa (4 kelurahan)
g. Kecamatan Cilandak (5 kelurahan)
51
h. Kecamatan Pesanggrahan (5 kelurahan)
i. Kecamatan Kebayoran Lama (2 kelurahan)
j. Kecamatan Kebayoran Baru (10 kelurahan)
3. Gambaran Umum Wilayah
Ditinjau dari aspek geografis dan demografis, wilayah Kanwil DJP
Jakarta Selatan memiliki beberapa hal spesifik. Sebagian besar wilayahnya
merupakan daerah pemukiman, perkantoran, dan perdagangan.
a. Sektor-sektor usaha yang menonjol (strategis) dan mempunyai potensi
perpajakan
1) Sektor Perdagangan
Kotamadya Jakarta Selatan mengalami perkembangan sektor
perdagangan yang sangat cepat. Hal ini dapat dilihat dari semakin
banyaknya jumlah pusat perdagangan seperti Mall, ITC, dan ruko-
ruko di berbagai tempat. Dengan meningkatnya perdagangan ini
menyebabkan potensi pajak Kanwil DJP Jakarta Selatan juga
meningkat, terutama PPN dan PPh, karena semakin banyak orang
yang melakukan transaksi perdagangan di wilayah kotamadya
Jakarta Selatan sehingga perputaran uang juga meningkat.
2) Sektor Real Estate
Sektor Real Estate juga menyumbang penerimaan pajak yang
tinggi karena selain diarahkan untuk pengembangan pusat niaga,
pembangunan Wilayah Kotamadya Jakarta Selatan juga diarahkan
untuk pengembangan pemukiman sehingga membuat potensi
52
penerimaan PBB juga tinggi. Luas wilayah Kanwil DJP Jakarta
Selatan sebesar 14.573,89 Ha dapat dikenakan PBB sebesar
12.556,70 Ha dan telah dikenakan PBB sebesar 11.454,87 Ha atau
91.22% dari keseluruhan luas yang dapat dikenakan PBB.
Sedangkan perbandingan jumlah SPPT PBB dengan jumlah KK
dan perusahaan berbadan hukum baru mencapai 87.41%. Selain
potensi PBB yang besar, sektor ini juga memiliki potensi yang
sangat besar dalam menjaring PPh Orang Pribadi yang memiliki
penghasilan di atas PTKP yaitu para peghuni di pemukiman dan
apatemen mewah yang terdapat di wilayah Kanwil DJP Jakarta
Selatan.
3) Sektor persewaan ruang usaha/ tempat tinggal
Sektor persewaan baik untuk tujuan perdagangan maupun sektor
persewaan properti (tempat tinggal). Dengan meningkatnya
perekonomian wilayah Jakarta Selatan menyebabkan sektor
persewaan untuk ruang usaha juga meningkat.
4) Sektor Perbankan
Banyaknya perkantoran di Kotamadya Jakarta Selatan
menyebabkan tingginya potensi penerimaan pajak terutama PPh
dan PPN.
b. Sektor-sektor strategis yang ada
1) Sektor Perdagangan, terutama terdapat di wilayah pusat-pusat
perbelanjaan dan pertokoan. Misalnya: Blok M, Duta Mas
53
Fatmawati, Cilandak Town Square, Pondok Indah Mall,
Ambassador Mall, Plasa Semanggi, Pusat Perdagangan ITC
Permata Hijau, dan wilayah Kemang serta sekitarnya.
2) Sektor Real Estate, terutama di daerah Bintaro, Pondok Indah,
Permata Hijau, Pasar Minggu (Tanjung Mas), Kemang, Kebayoran
Baru, dan Kebayoran Lama.
3) Sektor Perkantoran, terutama terdapat di sepanjang Jl. Rasuna
Said, Jl. Gatot Subroto, Jl. Jenderal Sudirman dan Jl. MT Haryono
serta daerah yang sekarang berkembang menjadi kawasan
perkantoran yaitu Cilandak dan kawasan Mampang Prapatan.
4. Organisasi dan Kegiatan
a. Susunan Organisasi
Dalam melakukan tugasnya, Kantor Wilayah DJP Jakarta Selatan
dipimpin oleh seorang kepala kantor. Ruang lingkup organisasi Kantor
Wilayah DJP Jakarta Selatan terdiri dari Bagian Umum, Bidang
Dukungan Teknis dan Konsultasi, Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi
dan Penilaian, Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan,
Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, Bidang
Pengurangan, Keberatan dan Banding, dan Kelompok Jabatan
Fungsional.
54
b. Uraian Tugas
1) Bagian Umum
Melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, dan rumah
tangga kantor wilayah.
2) Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi
Melaksanakan analisis data Wajib Pajak, bimbingan dan
pemantauan pelaksanaan kebijaksanaan teknis pemenuhan
kewajiban perpajakan, teknis intensifikasi, penatausahaan
penerimaan pajak serta memberikan dukungan teknis operasional
komputer.
3) Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi dan Penilaian
Melaksanakan kerjasama perpajakan, melaksanakan bimbingan
ekstensifikasi, pendataan dan penilaian serta bimbingan pengenaan.
4) Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan
Melaksanakan bimbingan teknis administrasi pemeriksaan dan
penagihan pajak, pemantauan pemeriksaaan dan penagihan pajak,
peer review, bantuan penagihan, dan urusan administrasi
penyidikan (termasuk bukti permulaan).
5) Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat
Melaksanakan bimbingan pelayanan Wajib Pajak, bimbingan
pengawasan dan penyuluhan, kerjasama perpajakan, registrasi dan
pemantauan identitas Wajib Pajak, serta bantuan pelayanan kepada
55
KPP di wilayah kerjanya (misalnya: complaint center, survey,
pelayanan pelatihan, dll).
6) Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding
Melaksanakan urusan penyelesaian keberatan,uraian banding dan
pengurangan sanksi serta pembetulan surat keputusan keberatan.
7) Kelompok Jabatan Fungsional
Melaksanakan pemeriksaan pajak termasuk pemeriksaan bukti
permulaan dan melaksanakan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan.
B. Penemuan dan Pembahasan
1. Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Normalitas
Gambar 4.1Grafik Histogram
43210-1-2
Regression Standardized Residual
15
12
9
6
3
0
Frequency
Mean = 2.3E-15Std. Dev. = 0.959N = 26
Dependent Variable: Penerimaan PPN
Histogram
56
Gambar 4.2Grafik Normal Probability Pot
Uji normalitas data dilakukan dengan melihat tampilan grafik
histogram dan grafik Normal Probability Plot yang dihasilkan oleh
program SPSS. Dari tampilan grafik histogram maupun grafik Normal
Probability Plot dapat diketahui bahwa grafik histogram memberikan
pola distribusi yang normal (tidak terjadi kemencengan), demikian
juga pada grafik Normal Probability Plot terlihat bahwa titik-titik data
berada di sekitar garis diagonal dan bergerak mengikuti arah garis
diagonal, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data dalam
penelitian ini sudah memenuhi asumsi normalitas.
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Observed CumProb
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Ex
pe
cte
dC
um
Pro
bDependent Variable: PenerimaanPPN
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
57
b. Uji Multikolonieritas
Tabel 4.1Hasil Uji Multikolinearitas
CollinearityStatisticsVariabel
TOL VIFInflasi ,881 1,135Nilai Tukar Rupiah ,881 1,135
Sumber: Output SPSS yang telah diolah
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel independennya (multikoloniearitas). Dari tabel 4.1 dapat
diketahui bahwa tidak ada variabel independen yang memiliki nilai
TOL kurang dari 0,1. Demikian juga dengan nilai VIF, tidak ada
variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa model regresi dalam penelitian ini bebas dari
multikolonieritas.
c. Uji Heteroskedastisitas
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa titik-titik data menyebar secara acak
dan tidak membentuk suatu pola baik di atas maupun di bawah angka 0
pada sumbu Y, dengan demikian dapat dikatakan bahwa model regresi
dalam penelitian ini tidak terjadi heteroskedastisitas.
58
210-1-2
Regression Standardized Predicted Value
5
4
3
2
1
0
-1
-2
Re
gre
ss
ion
Stu
de
nti
ze
dR
es
idu
al
Dependent Variable: Penerimaan PPN
Scatterplot
Gambar 4.3Grafik Scatterrplot
d. Uji Autokorelasi
Menurut Santoso (2002), uji autokorelasi merupakan pengujian asumsi
dalam regresi dimana variabel dependen tidak berkorelasi dengan
dirinya sendiri, artinya bahwa nilai variabel dependen tidak
berhubungan dengan nilai variabel itu sendiri, baik nilai periode
sebelumnya atau nilai periode sesudahnya. Dari tabel 4.2 diketahui
nilai D-W sebesar 1,114, maka dapat disimpulkan tidak terdapat
autokorelasi pada model regresi.
59
2. Pengujian HipotesisTabel 4.2
Hasil Uji Koefisien DeterminasiModel Summary(b)
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
1 ,576(a) ,332 ,274 112071,238 1,114
a Predictors: (Constant), Nilai Tukar Rupiah, Inflasib Dependent Variable: Penerimaan PPN
Uji koefisien determinasi (Adjusted R Square) menunjukkan seberapa
besar variabel independen (inflasi dan nilai tukar rupiah) dapat
menjelaskan variabel dependen (Penerimaan PPN). Hasil output SPSS
pada tabel menunjukkan bahwa nilai koefisien Adj R Square sebesar 0,274
atau sebesar 27,4%. Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi variabel
independen (inflasi dan nilai tukar rupiah) terhadap variabel dependen
(Penerimaan PPN) adalah sebesar 27,4%, sedangkan sisanya (100%-
27,4%=72,6%) dijelaskan oleh variabel lain di luar model, seperti
ekstensifikasi Wajib Pajak, kesadaran Wajib Pajak, sosialisasi perpajakan,
kepatuhan Wajib Pajak dan lain sebagainya.
60
a. Pengaruh inflasi dan nilai tukar rupiah secara parsial terhadap
penerimaan PPN
1) Persamaan Regresi
Tabel 4.3Hasil Uji t
Coefficientsa
1812247 668898,7 2,709 ,013
282591,4 91991,251 ,558 3,072 ,005
-165,894 69,453 -,434 -2,389 ,026
(Constant)
Inflasi
Nilai Tukar Rupiah
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Penerimaan PPNa.
Hasil perhitungan koefisien regresi memperlihatkan nilai koefisien
konstanta adalah sebesar 1.812.247. Koefisien nilai inflasi adalah
sebesar 282.591,4 dengan tingkat signifikansi 0,005. Koefisien
nilai tukar rupiah adalah sebesar -165,894 dengan tingkat
signifikansi 0,026. Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwa
semua variabel independen yang dimasukkan ke dalam model
regresi adalah signifikan karena semuanya tidak melebihi 0,05
(5%), sehingga dapat dibuat persamaan regresi berikut:
Penerimaan PPN = 1.812.247 + 282.591,4 Inflasi – 165,894 Nilai
Tukar Rupiah
Nilai konstanta (a) sebesar 1.812.247 menunjukkan bahwa jika
variabel inflasi dan nilai tukar rupiah dianggap konstan atau nol,
maka penerimaan PPN adalah sebesar Rp. 1.821.247.000.000.
Artinya jika tidak terjadi kenaikan atau penurunan inflasi dan nilai
61
tukar rupiah maka penerimaan PPN pada Kantor Wilayah DJP
Jakarta Selatan adalah sebesar Rp. Rp. 1.821.247.000.000.
Nilai koefisien Inflasi sebesar 282.591,4 menunjukkan bahwa jika
terjadi kenaikan inflasi sebesar 1% maka Penerimaan PPN akan
meningkat sebesar Rp. 282.591.400.000 atau sebaliknya jika
terjadi penurunan penurunan inflasi sebesar 1% maka akan terjadi
penurunan penerimaan PPN sebesar Rp. 282.591.400.000.
Nilai koefisien nilai tukar rupiah sebesar -165,894 menunjukkan
bahwa jika terjadi kenaikan nilai tukar rupiah sebesar Rp. 1 akan
mengurangi nilai penerimaan PPN sebesar Rp. 165.894.000 atau
sebaliknya jika terjadi penurunan nilai tukar rupiah sebesar Rp.1
maka penerimaan PPN akan bertambah sebesar Rp 165.894.000.
2) Pengaruh Inflasi terhadap Penerimaan PPN
Hasil uji t pada tabel 4.3 di atas, didapat t hitung untuk variabel
inflasi sebesar 3,072 dengan tingkat signifikansi 0,005 (lebih kecil
dari 0,05). Nilai t tabel sebesar 1,7081, sehingga dapat diketahui
bahwa t hitung lebih besar dari t tabel (3,072 > 1,7081). Oleh karena
tingkat signifikansi di bawah 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel,
maka dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi berpengaruh secara
signifikan terhadap Penerimaan PPN sehingga hipotesis Ha1
diterima.
Jika dihubungkan dengan PPh yaitu PPh 21 dan PPh Badan, inflasi
tidak memiliki pengaruh terhadap PPh. Hal ini sesuai dengan
62
penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Ardiansyah (2007) dan
Ramadhana (2007). Ardiansyah (2007) menyatakan bahwa tingkat
inflasi tidak berpengaruh terhadap Penerimaan PPh Pasal 21.
Ramadhana (2007) dengan penelitiannya menyatakan bahwa
inflasi tidak berpengaruh terhadap PPh Badan.
Jika dilihat dari objek pajak dan dasar pengenaan pajak, PPh Pasal
21, PPh Badan dan PPN memiliki objek pajak dan pengenaan
pajak yang berbeda. Objek PPh 21 adalah penghasilan, PPh Badan
adalah laba bersih perusahaan, sedangkan PPN adalah transaksi
yang menyebabkan pengalihan hak atau manfaat (jual-beli) BKP/
JKP.
Secara teori, dasar pengenaan PPN adalah harga perolehan dari
BKP/ JKP, sehingga jika inflasi terus meningkat berarti harga-
harga juga meningkat. Selain itu, kita tahu bahwa tarif yang
berlaku terhadap PPN adalah tarif sepadan yaitu 10% dari harga
perolehan. Hal ini yang menyebabkan inflasi sangat berpengaruh
positif terhadap PPN. Sebagai contoh, jika sebelum terjadi inflasi
harga sebuah BKP ‘X’ adalah Rp. 1.000.000, maka PPN yang
dikenakan adalah Rp. 100.000, namun apabila bulan berikutnya
terjadi inflasi yang menyebabkan harga BKP ‘X’ naik menjadi Rp.
1.100.000, maka PPN yang harus dibayar oleh pembeli adalah Rp.
110.000 sehingga penerimaan PPN juga meningkat sebesar Rp.
63
10.000, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inflasi
berpengaruh terhadap penerimaan PPN.
3) Pengaruh Nilai Tukar Rupiah Terhadap Penerimaan PPN
Hasil uji t pada tabel 4.3 di atas, didapat t hitung untuk variabel
Nilai Tukar Rupiah sebesar -2,389 dengan tingkat signifikansi
0.026 (lebih kecil dari 0,05). Oleh karena tingkat siginifikansi di
bawah 0,05 dan nilai t hitung lebih besar dari t tabel (2,389 > 1,7081),
maka dapat disimpulkan bahwa variabel nilai tukar rupiah
berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN sehingga
hipotesis Ha2 diterima.
Nilai Tukar Rupiah berpengaruh terhadap Penerimaan PPN karena
nilai tukar rupiah bisa mempengaruhi harga BKP/ JKP, terutama
BKP/ JKP yang membutuhkah barang modal dari luar negeri. Hal
ini akan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat, yang
selanjutnya akan memberikan pengaruh terhadap penerimaan PPN.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan
kecenderungan peningkatan konsumsi rumah tangga itu, tuturnya,
tercermin pada beberapa indikator, seperti konsumsi listrik,
penjualan kendaraan bermotor dan penerimaan pajak pertambahan
nilai (PPN) dalam negeri dan PPN impor. Hal itu mengindikasikan
adanya kenaikan penjualan barang konsumsi. (NN, 2008)
Dirjen Pajak Darmin Nasution bahwa depresiasi nilai tukar akan
memberikan efek berupa penambahan penerimaan pajak
64
penghasilan (PPh) migas di satu sisi, dan pengurangan penerimaan
pajak pertambahan nilai (PPN) impor pada sisi yang lain. (Siregar,
2008), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inflasi
berpengaruh terhadap Penerimaan PPN.
b. Pengaruh Inflasi dan Nilai Tukar Rupiah secara simultan terhadap
Penerimaan PPN
Tabel 4.4Hasil Uji F
Hasil uji F pada tabel 4.4 di atas, didapat F hitung sebesar 5,721
dengan tingkat sigifikansi 0,010. Nilai F tabel adalah 3,39. Apabila F
hitung dibandingkan dengan F tabel maka diketahui bahwa nilai F hitung
lebih besar dari F tabel (5,721 > 3,39). Tingkat signifikansi pada uji F
juga lebih kecil dari tingkat signifikansi yang dipakai (5%). Oleh
karena itu, dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi dan nilai tukar
rupiah secara simultan berpengaruh terhadap penerimaan PPN
sehingga hipotesis Ha3 diterima.
ANOVAb
1E+011 2 7,185E+010 5,721 ,010a
3E+011 23 1,256E+010
4E+011 25
Regression
Residual
Total
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Nilai Tukar Rupiah, Inflasia.
Dependent Variable: Penerimaan PPNb.
65
Inflasi dan nilai tukar rupiah merupakan variabel makro yang dapat
mempengaruhi aktifitas ekonomi. Apabila inflasi dan nilai tukar
rupiah terkendali maka akan meningkatkan aktifitas ekonomi.
Semakin tinggi aktifitas ekonomi maka akan memberikan dampak
positif bagi pertumbuhan ekonomi yang akan memberikan dampak
positif bagi penerimaan pajak terutama PPN.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Menkeu Sri Mulyani bahwa
penerimaan pajak masih sesuai perkiraan pemerintah, terutama yang
berasal dari pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai
(PPN). Penerimaan PPN dalam negeri masih cukup kuat karena
adanya peningkatan aktivitas ekonomi. (Ariayudhistira, 2008).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inflasi dan nilai tukar
rupiah dapat mempengaruhi penerimaan PPN.
66
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, penelitian ini
memberikan bukti empirik bahwa:
1. Analisis parsial pengaruh inflasi terhadap penerimaan PPN menunjukkan t
hitung untuk variabel inflasi sebesar 3,072 dengan tingkat signifikansi
0,005 (lebih kecil dari 0,05). Nilai t tabel sebesar 1,7081, sehingga dapat
diketahui bahwa t hitung lebih besar dari t tabel (3,072 > 1,7081). Oleh karena
tingkat signifikansi di bawah 0,05 dan t hitung lebih besar dari t tabel, maka
dapat disimpulkan bahwa variabel inflasi berpengaruh secara signifikan
terhadap Penerimaan PPN sehingga hipotesis Ha1 diterima.
2. Analisis parsial pengaruh nilai tukar rupiah terhadap penerimaan PPN
menunjukkan t hitung untuk variabel Nilai Tukar Rupiah sebesar -2,389
dengan tingkat signifikansi 0.026 (lebih kecil dari 0,05). Oleh karena
tingkat siginifikansi di bawah 0,05 dan nilai t hitung lebih besar dari t tabel
(2,389 > 1,7081), maka dapat disimpulkan bahwa variabel nilai tukar
rupiah berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan PPN sehingga
hipotesis Ha2 diterima.
3. Analisis secara simultan melalui uji F didapat F hitung sebesar 5,721 dengan
tingkat sigifikansi 0,010. Nilai F tabel adalah 3,39. Apabila F hitung
dibandingkan dengan F tabel maka diketahui bahwa nilai F hitung lebih besar
67
dari F tabel (5,721 > 3,39). Tingkat signifikansi pada uji F juga lebih kecil
dari tingkat signifikansi yang dipakai (5%). Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa variabel inflasi dan nilai tukar rupiah secara simultan
berpengaruh terhadap penerimaan PPN sehingga hipotesis Ha3 diterima.
B. IMPLIKASI
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan sumber penerimaan pajak
terbesar kedua bagi negara Indonesia, sehingga hal-hal yang dapat
mempengaruhinya harus diawasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa Inflasi
dan Nilai Tukar Rupiah berpengaruh terhadap Penerimaan PPN. Berdasarkan
penelitian ini, inflasi berpengaruh terhadap penerimaan PPN sehingga dapat
dijadikan indikator terhadap penerimaan PPN. Oleh karena itu, pemerintah
harus berhati-hati dalam menentukan kebijakan dalam mengatasi inflasi
karena nantinya akan berpengaruh terhadap penerimaan negara dari PPN. Hal
ini dikarenakan inflasi sangat berpengaruh terhadap daya konsumsi
masyarakat, dimana konsumsi itu sangat berpengaruh terhadap penerimaan
PPN. Semakin tinggi konsumsi maka semakin tinggi pula penerimaan PPN.
Nilai tukar rupiah juga berpengaruh terhadap penerimaan PPN. Oleh
karena itu, pemerintah dalam hal ini Bank Indonesia juga harus terus menjaga
stabilitas nilai tukar rupiah dan terhindar dari depresiasi karena akan
berpengaruh terhadap harga BKP/ JKP menjadi lebih tinggi sehingga daya beli
masyarakat juga menurun yang nantinya akan berdampak pada penurunan
penerimaan PPN.
68
DAFTAR PUSTAKA
Andriani. ”Defisit Anggaran 2006 Capai 1,1 Persen dari PDB”, Rakyat Merdeka,27 Desember 2006.
Alil.”Solusi Anggaran”, Rakyat Merdeka, 27 Desember 2006.
Ariayudhistira. “Indikator Ekonomi Makro Membaik” artikel diakses tanggal 8Februari 2008, dari http://www.pajak.go.id/
Ardiansyah. “Analisis Pengaruh Perubahan Tingkat Inflasi dan PTKP TerhadapPenerimaan Negara dari PPh 21”, UIN, Jakarta, 2007.
C, Djunaedi. “Suatu Catatan Perpajakan Secara Umum”, artikel diakses padatanggal 19 Oktober 2007, dari http://www.depkeu.go.id/
Departemen Keuangan. “Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok KebijakanFiskal Tahun 2008”, diakses pada tanggal 15 Januari 2008, darihttp://www.fiskal.depkeu.go.id/pdf
Djuanda, Gustian dan Irwansyah Lubis. “Pajak Pertambahan Nilai & PajakPenjualan atas Barang Mewah”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2001.
Fauzan. “Analisis Pengaruh Variabel Makro Ekonomi Terhadap Indeks HargaSaham Sektoral di BEJ.” , UIN, Jakarta, 2007.
Ghozali, Imam. “Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS”, Badan PenerbitUniversitas Diponegoro, Semarang, 2001.
Hamid, Abdul. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”, FEIS UIN Press, Jakarta,2007.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. “Metodologi Penelitian Bisnis”, BPFE,Yogyakarta, 2002.
Kuncoro, Mudrajad. “Dinamika Inflasi dan Kebijakan Energi Nasional”, artikeldiakses pada tanggal 28 Januari 2008 darihttp://www.anggaran.depkeu.go.id
Mardiasmo. ”Perpajakan”, ANDI, Yogyakarta, 2003.
Meliala, Tulis. S. “Perpajakan dan Akuntansi Pajak”, Mitra Wacana Medika,Jakarta, 2006.
69
Nanga, Muana. “Teori, Masalah, dan Kebijakan”, Rajawali Gravindo, Jakarta,2005.
NN. “Pertumbuhan Ekonomi Direvisi”, artikel diakses pada tanggal 25 Januari2008 dari http://suarapembaruan.com/News/2007/07/13/ut01.htm
Ramadhana, Juwita. “Analisis Pengaruh EVA dan Inflasi Terhadap PPh Badanpada Perusahaan yang Termasuk Sektor Indeks LQ-45”, UIN, Jakarta,2008.
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. “Teori Ekonomi Makro”, EdisiKedua, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.
-------------. ”Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikroekonomi & Makroekonomi)”, EdisiRevisi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2004.
Santoso, Singgih. “SPSS Statistik Parametrik”, Gramedia, Jakarta, 2002.
Sarwono, Jonathan. “Analisis Data Penelitian Menggunakan SPSS 13”, Andi,Yogyakarta, 2006.
Siregar, Bastanul. “9 Langkah Fiskal Redam Efek Kejut ekonomi”, artikel diaksespada tanggal 25 Januari 2008 darihttp://www.infopajak.com/berita/011207bi.htm.
Sukardji, Untung. ”Sebuah Analisis Konstruktif Perubahan Undang-undangPajak Pertambahan Nilai 1984 dengan UU Nomor 18 Tahun 2000”,PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2003.
-------------. “Pajak Pertambahan Nilai”, edisi Revisi 2006, Rajawali Pers, Jakarta,2006.
Sukirno, Sadono. “ Teori Pengantar Makro Ekonomi”, PT RajaGafindo Persada,Jakarta, 2004.
Todaro, Michael P. “Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga”, Erlangga, Jakarta,2004.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barangdan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana TelahDiubah Terakhir Dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.
Waluyo dan Ilyas B. Wiryawan. “Perpajakan Indonesia: Pembahasan sesuaidengan Ketentuan Perundang-undangan Perpajakan dan AturanPerpajakan Terpadu”, Salemba Empat, Jakarta, 2003.
Wikipedia. Diakses pada tanggal 18 Desember 2007, dari http://id.wikipedia.org/
70
LAMPIRAN 1Sampel Penelitian
71
SAMPEL PENELITIAN TAHUN 2005-2007
NO. INFLASI KURS PENERIMAANPPN (Jutaan)
1 0.87 9745 2895372 0.32 9745 2125023 0.39 10039 2148494 0.56 9980 2187775 059 10116 2382306 0.48 10299 2077927 0.61 10486 2576708 0.66 10733 2602439 0.98 10541 29785410 0.50 9753 31543611 0.30 9485 27423112 0.12 9863 24157113 0.17 9625 32701614 0.65 9594 32865515 0.38 9643 28899016 056 9687 34762117 0.19 9635 32760818 0.72 9568 43549119 0.21 9664 27829320 0.25 9598 26968421 0.19 9344 33728522 0.66 9567 36565323 0.82 9867 34425424 0.36 9810 41575025 0.98 9607 49473926 0.86 9834 869420
72
LAMPIRAN 2OUTPUT SPSS
73
43210-1-2
Regression Standardized Residual
15
12
9
6
3
0
Freq
uenc
y
Mean = 8.33E-16Std. Dev. = 0.959N = 26
Dependent Variable: Penerimaan PPN
Histogram
1.00.80.60.40.20.0
Observed Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Exp
ecte
dC
umP
rob
Dependent Variable: Penerimaan PPN
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
74
210-1-2
Regression Standardized Predicted Value
5
4
3
2
1
0
-1
-2
Re
gre
ss
ion
Stu
de
nti
zed
Res
idu
al
Dependent Variable: Penerimaan PPN
Scatterplot
CollinearityStatisticsVariabel
TOL VIFInflasi ,881 1,135Nilai Tukar Rupiah ,881 1,135
Model Summary(b)
a Predictors: (Constant), Nilai Tukar Rupiah, Inflasib Dependent Variable: Penerimaan PPN
Coefficientsa
1812247 668898,7 2,709 ,013
282591,4 91991,251 ,558 3,072 ,005
-165,894 69,453 -,434 -2,389 ,026
(Constant)
Inflasi
Nilai Tukar Rupiah
Model1
B Std. Error
UnstandardizedCoefficients
Beta
StandardizedCoefficients
t Sig.
Dependent Variable: Penerimaan PPNa.
Model R R SquareAdjusted R
SquareStd. Error ofthe Estimate
Durbin-Watson
1 ,576(a) ,332 ,274 112071,238 1,114
75
ANOVAb
1E+011 2 7,185E+010 5,721 ,010a
3E+011 23 1,256E+010
4E+011 25
Regression
Residual
Total
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), Nilai Tukar Rupiah, Inflasia.
Dependent Variable: Penerimaan PPNb.