Post on 13-Aug-2015
description
PENENTUAN PROTEIN DENGAN METODE KJELDAHL
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protein merupakan susunan rantai asam-asam amino yang berbeda-beda yang terikat
melalui ikatan peptida. Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi
tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga
berfungsi sebagai zat pengatur dan pembangun. Protein terdiri atas unsur-unsur C, H, O,
dan N yang tidak dimiliki lemak maupun karbohidrat. Fungsi utama protein bagi tubuh
ialah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada.
( Winarno, 1992 ).
Sumber protein didapat baik dari sumber hewani maupun dari sumber nabati Protein
nabati dapat diperoleh dari daun, serealia, biji-bijian, dan biji-minyak. Pada biji polong-
polongan mengandung sesteina dan metionina rendah, sengkan pada protein kacang
terkandung lisin rendah, triptofan, treonina yang juga rendah dan metionina. Protein
pada butir serealia sangat berguna bagi sifat fisiknya meskipun kandungan proteinnya
tidak terlalu tinggi. Untuk gandum mengandung protein sebanyak 8 - 14%, barley 10%,
dan beras 9% serta gandum hitam 12% ( deMan, 1997 ).
1.2 Teori Penunjang
Kandungan protein dalam bahan pangan sangat bervariasi. Bahan pangan hewani dan
kacang-kacangan merupakan sumber protein yang baik. Karena peranan protein yang
sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, maka telah banyak metode yang
dikembangkan untuk mengukur kandungan protein dalam bahan makanan. Prinsip dasar
dari metode-metode ini meliputi penentuan nitrogen, ikatan peptida, asam amino
aromatik, kelompok amino bebas, sifat hamburan cahaya, dan kemampuan mengikat
warna. Pemilihan metode yang sesuai dilakukan berdasarkan sensitivitas, kecermatan,
kecepatan yang diinginkan dan biaya analisa yang tersedia (Nielsen, 1998).
Analisa protein dengan metode Kjeldahl pada dasarnya melalui tiga tahapan antara lain
destruksi, distilasi, dan titrasi.
Tahap destruksi
Pada tahapan ini sample dipanaskan dalam asam sulfat ( H2SO4 ) pekat sehingga
terjadi perubahan menjadi unsur–unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi
menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogen akan berubah menjadi (NH4)2SO4.
Asam sulfat yang dipergunakan untuk destruksi diperhitungkan adanya bahan protein
lemak dan karbohidrat. Untuk mempercepat proses ini sering ditambahkan
katalisator berupa campuran Na2SO4 dan HgO ( 20 : 1 ). Gunning menganjurkan
menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titik
didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Tiap 1
gram K2SO4 dapat menaikkan titik didih 3 °C. suhu destruksi berkisar antara 370 –
410 °C. Proses destruksi selesai apabila larutan menjadi jernih atau tidak berwarna.
Supaya analisa lebih tepat maka pada tahap ini dilakukan pula perlakuan blangko
untuk koreksi adanya senyawa N yang berasal dari senyawa reagensia yang
digunakan.
Tahap distilasi
Pada tahap destilasi ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama proses ini tidak
terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbul gelembung gas yang
besar maka dapat ditambahkan logam zink ( Zn ). Selanjutnya ammonia yang
dibebaskan akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dapat
digunakan adalah asam khlorida atau asam borat 4% dalam jumlah yang berlebihan.
Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih maka diberi indikator misalnya
BCG + MR atau PP. Destilasi berakhir bila semua ammonia sudah terdestilasi
sempurna yang ditandai dengan destilat tidak bereaksi basis.
Tahap titrasi
Pada tahap titrasi apabila penampung destilat menggunakan asam khlorida maka sisa
asam khlorida yang tidak bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar
(0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah
muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP. Selisih
jumlah titrasi blangko dan sampel merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.
Apabila menggunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan
ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan
indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari
biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel dan blangko merupakan
jumlah ekuivalen nitrogen.
Setelah diperoleh % N selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan
suatu faktor yang besarnya tergantung persentase N yang menyusun protein dalam
suatu bahan pangan. ( Sudarmadji, 1996 )
Peneraan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan
menentukan jumlah nitrogen ( N ) yang dikandung oleh bahan. Cara penentuan ini
dikembangkan oleh Kjeldahl bahwa penentuan protein seharunya hanya nitrogen yang
berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi secara teknis sulit sekali sebab
jumlah kandungan senyawa lain selain protein dalam bahan biasanya sangat sedikit,
maka penentuan jumlah N total ini tetap dilakukan untuk mewakili jumlah protein yang
ada. Cara demikian ini sering disebut sebagai kadar protein kasar (crude protein).
( Sudarmadji, 1996 )
Umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16 % (dalam protein murni).
Untuk senyawa-senyawa protein tertentu yang telah diketahui kadar unsur N-nya, maka
angka yang lebih tepat dapat dipakai. Apabila unsur N dalam bahan telah diketahui
maka jumlah protein dapat diperhitungkan dengan jumlah N x 100/16 atau jumlah N x
6,25. Untuk campuran senyawa-senyawa protein yang belum diketahui komposisi
unsur-unsur penyusunnya secara pasti maka faktor perkalian 6,25 yang dipakai.
Sedangkan untuk protein-protein tertentu yang tidak diketahui komposisinya dengan
lebih tepat maka faktor perkalian yang lebih tepat yang dipakai, misalnya : 5,70 untuk
protein gandum, 6,38 untuk protein susu, 5,55 untuk protein gelatin.
( Sudarmadji, 1996 )
Protein sesungguhnya tersusun atas rantai polipeptida kadar protein dapat ditentukan
dengan penentuan jumlah total N di dalam protein yang selanjutnya dapat dikonversikan
ataupun dapat diubah ke dalam protein. Satuan unit asam amino adalah penyusun rantai
polopeptida, di dalam satuan unit asam amino minimal memiliki satu gugus amino
(NH2), pada asam L-amino karboksilat, yang terdiri atas nitrogen, metode tersebut
diatas merupakan metode Kjeldahl. Cara kerja dari metode Kjeldahl menurut kondisi
nitrogen yang teroksidasi dalam suatu persenyawaan yang akan dianalisa. Penambahan
basa kuat dapat membebaskan ammonia pada kondisi oksidasi dan nitrogen sebagai
ammonium. Penentuan dengan menggunakan suatu titrasi ammonia dan asam kuat
merupakan aplikasi metode atau proses asam basa (NH4 + OH--------- NH3 + H3O).
Sampel dididhkan dalam labu suling dengan kondisi basa berlebih dan amina bebas,
dimana asam sulfat mengangkapnya, basa standar menitrasi kelebihan asam. Sebaliknya
jika nitrogen terikat pada karbon dalam banyak senyawa organik (protein dan
sebagainya), amonia tidak mudah terbebaskan bila senyawa itu dipanaskan dengan basa
kuat. Diperlukan suatu pengolahan yang lebih drastis untuk memutuskan ikatan karbon
nitrogen. Pada tahun 1883, Kjeldahl menyarankan suatu pengolahan pendahuluan dari
senyawa nitrogen itu dengan asam sulfat pekat panas. Bahan organik itu terdehidrasi,
karbonnya teroksidasi menjadi CO2 dan nitrogennya menjadi amonium sulfat.
Penambahan alkali kuat (pekat) kemudian membebaskan amonia yang dapat diserap dan
ditritasi seperti tersebut diatas. Pada tahun 1988, Kjeldahl menyarankan suatu
pengolahan pendahuluan dari senyawa nitrogen itu dengan asam sulfat pekat panas.
Bahan organik itu terdehidrasi, karbonnya teroksidasi menjadi karbondioksida dan
nitrogennya diubah menjadi amonium sulfat. Penambahan alkali kuat (pekat) kemudian
membebaskan amonia yang dapat diserap dan dititrasi ( Day, 1992 ).
Tahap-tahap umum pada metode Kjeldahl yang dikembangkan pertama kali (tanpa
modifikasi lanjut) :
1. Pemecahan dengan asam sulfat, dengan penambahan serbuk kalium permanganat
untuk menyempurnakan oksidasi dan konversi nitrogen menjadi amonium sulfat.
2. Netralisasi bahan pecahan yang diencerkan, diikuti oleh destilasi dengan larutan
asam standard yang diketahui volumenya, yang juga mengandung kalium iodida dan
iodat.
3. Titrasi iod yang dibebaskan dengan larutan natrium tiosulfat standard.
(Nielsen, 1998)
Menurut Sudarmadji et al (1989) analisa protein dalam bahan makanan bertujuan untuk:
1. menera jumlah kandungan protein dalam bahan makanan
2. menentukan tingkat kualitas protein dipandang dari sudut gizi
3. menelaah protein sebagai salah satu bahan kimia misalnya secara biokimiawi,
fisiologis, reologis, ensimatis, dan telaah lain yang lebih mendasar.
Analisa protein penting untuk :
1. menentukan aktivitas biologik
2. menyelidiki bahan-bahan fungsional dalam makanan
3. untuk melabeling nutrisi
Analisa protein dilakukan ketika kita ingin mengetahui :
a. kandungan protein total
b. komposisi asam amino
c. kandungan protein dalam suatu campuran
d. kandungan protein selama isolasi dan pemurnian protein
e. nitrogen non protein
f. nilai nutrisi dari protein
(Day, 1992).
Metode Kjeldahl telah dipelajari secara luas dan berbagai modifikasi telah diusulkan.
Terutama amina, amida, nitril, sianat dan isosianat, cocok untuk metode ini. Jika
dilakukan tahap reduksi pendahuluan, prosedur ini juga sesuai untuk senyawa yang
mengandung gugus nitro, nitroso dan azo. Metode ini merupakan prosedur standar
untuk penetapan kadar protein dari bijian, daging dan pakan hewan tertentu (Day,
1992).
Dalam prosedur Kjehdahl, protein dan komponen organik makanan lain dalam sampel
dipecah dengan asam sulfat sebagai katalis. Total nitrogen yang ada ditunjukkan dengan
jumlah amonium sulfat. Pemecahan dinetralisasi dengan alkali atau didisilsi dengan
larutan asam borat. Hasil dari analisa ini merupakan jumlah kasar protein yang
terkandung dalam makanan. (Nielsen, 1988).
Modifikasi penting yang dapat memperbaiki proses Kjeldahl murni :
1. Katalis metalik seperti merkuri, copper dan selenium ditambahkan pada asam
sulfat untuk melengkapi pemecahan.
2. potasium sulfat digunakan untuk meningkatkan titik didih asam sulfat untuk
mempercepat proses pemecahan
3. Sulfida atau Sodium tiosulfat ditambahkan dalam pemecahan untuk membantu
memisahkan nitrogen dari merkuri yang dapat mengikat amonium
4. Ammonia didestilasi secara langsung dengan larutan asam borat diikuti dengan
titrasi dengan asam standar
5. kolorimetri, Nesslerization dan kromatografi digunakan untuk mengukur amonia
yang digunakan untuk menentukan kandungan nitrogen setelah pemisahan
(Nielsen, 1988).
2. TUJUAN PRAKTIKUM
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kadar protein dalam bahan. Selain itu juga
bertujuan agar mahasiswa mengerti cara atau prosedur penentuan kadar protein dengan
metode Kjeldahl.
3. MATERI DAN METODA
3.1 Materi
3.1.1 Alat
Labu Kjehdahl 30 atau 50 ml
Pemanas
Alat distilasi lengkap dengan penampung erlenmeyer
Buret
3.1.2 Bahan
Asam sulfat pekat
HgO
Kalium sulfat
Larutan NaOH & Natrium tiosulfat
Larutan asam borat jenuh
Larutan HCl 0,02N
Indikator
3.2 Metoda
1. Menimbang sanpel 0,25 gr dan dimasukkan ke dalam labu Kjehdahl
2. Menambahkan 7,5 gr K2SO4, 0,3 gr HgO dan 2 ml asam sulfat pekat
3. Memasukkan batu didih dan dididihkan sampai 1,5 jam
4. Mendinginkannya dan ditambahkan air sedikit demi sedikit melalui dinding tabung
dan dibiarkan sampai dingin kembali
5. Memindahkan isi labu ke alat distilasi dan dibilas dengan air 5-6 kali
6. Menambahkan 5 ml Asam Borat jenuh dan 2-4 tetes indikator dan diletakkan ke
dalam kondensor
7. Menambahkan 10 ml NaOH-Na2S2O3 dan didistilasi sampai tertampung 75 ml
8. Mentitrasinya dengan HCl 0,02 N sampai keabu-abuan
9. Menghitung kadar protein
4. HASIL PERCOBAAN
KELOMPOK BAHAN ml NaOH % N % PROTEIN
Blangko 35,6
1 Jagung 42 - 3,584 - 22,4
2 Beras 44 - 0,294 - 1,644
3 Chiki 40 - 2,46 - 15,4
4 Susu bubuk 35 0,34 2,15
5 Tempe 35,5 0,056 0,319
5. PEMBAHASAN
Protein didapat dari bahan pangan baik hewani maupun nabati. Karena protein
merupakan senyawa yang penting bagi manusia, maka banyak metode yang dipakai
untuk mengetahui kandungan protein bahan pangan. Oleh Nielsen ( 1998 ), prinsip
dasar metode ini meliputi penentuan nitrogen, ikatan peptida, asam amino aromatik,
kelompok amino bebas, sifat hamburan cahaya, dan kemampuan mengikat warna.
Dalam hal ini metode yang dipilih juga harus disesuaikan dengan sensitivitas,
kecermatan, kecepatan yang diinginkan dan biaya analisa yang tersedia.
Praktikum penentuan kadar protein ini dilakukan dengan motede Kjeldahl. Dari hasil
percobaan didapat data bahwa kadar protein terbanyak pada susu bubuk. Penentuan
kadar protein yang dilakukan adalah dengan menera jumlah protein secara empiris yaitu
dengan menentukan jumlah nitrogen ( N ) yang dikandung oleh bahan. Penentuan ini
seharunya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang ditentukan. Akan tetapi
secara teknis sulit sekali, yang berarti bahwa data hasil percobaan mungkin merupakan
kadar protein kasar ( crude protein ) sebab terdapat senyawa lain selain protein misalnya
urea, asam nukleat, amonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin.
( Sudarmadji, 1996 ).
Untuk analisa proteinnya sendiri dengan metode Kjeldahl ada tiga tahap yaitu destruksi,
distilasi, dan titrasi. Reaksi dan gejala yang terjadi pada tiap-tiap tahap adalah sbb :
Tahap destruksi
Protein (NH4)2SO4
Pada tahapan ini nitrogen pada bahan akan diubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk
mempercepat proses, biasanya ditambahkan katalisator berupa campuran K2SO4 dan
HgO (20 : 1), sehingga titik didih asam sulfat menjadi lebih tinggi sehingga destruksi
berjalan lebih cepat. Suhu destruksi sekitar 370 – 410 °C. Proses ini selesai bila
larutan menjadi jernih atau tidak berwarna.
Tahap distilasi
(NH4)2SO4 + 2 NaOH 2 NH3 + Na2SO4 + 2 H2O
NH3 + H3BO3 NH4 + H2BO3-
(asam borat) (ion borat)
Tahap ini, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan
NaOH. Ammonia yang dibebaskan akan ditangkap oleh larutan asam standar yaitu
asam borat. Ditambahkan pula logam zink (Zn) agar tidak terjadi superheating
ataupun pemercikan cairan atau timbul gelembung gas yang besar. Destilasi berakhir
bila semua ammonia sudah terdestilasi sempurna yang ditandai dengan destilat tidak
bereaksi basis.
Tahap titrasi
H2BO3- + H+ H3BO3
Titrasi dilakukan menggunakan asam khlorida 0,02 N.
( Sudarmadji, 1996 )
Dalam peneraan kadar protein ini, juga dibuat blangko dengan maksud supaya analisa
lebih tepat. Sebab blangko digunakan untuk koreksi adanya senyawa N yang berasal
dari senyawa reagensia yang digunakan. ( Sudarmadji, 1996 ).
Menurut Sudarmadji et all (1989) analisa protein bertujuan untuk :
1. menera jumlah kandungan protein dalam bahan makanan
2. menentukan tingkat kualitas protein dipandang dari sudut gizi
3. menelaah protein sebagai salah satu bahan kimia misalnya secara biokimiawi,
fisiologis, reologis, ensimatis, dan telaah lain yang lebih mendasar.
Analisa protein penting untuk :
- menentukan aktivitas biologik
- menyelidiki bahan-bahan fungsional dalam makanan
- untuk melabeling nutrisi
Sedangkan menurut Day (1992) analisa protein untuk mengetahui :
a. kandungan protein total
b. komposisi asam amino
c. kandungan protein dalam suatu campuran
d. kandungan protein selama isolasi dan pemurnian protein
e. nitrogen non protein
f. nilai nutrisi dari protein
Day (1992) juga menyebutkan bahwa Metode Kjeldahl perlu adanya modifikasi
terutama amina, amida, nitril, sianat dan isosianat yang cocok untuk metode ini. Bila
terlebih dahulu dilakuan tahap reduksi pendahuluan, prosedur ini sesuai untuk senyawa
yang mengandung gugus nitro, nitroso dan azo. Sedangkan menurut Nielsen (1998),
modifikasi yang dapat memperbaiki proses Kjeldahl murni adalah :
6. Katalis metalik seperti merkuri, copper dan selenium ditambahkan pada asam
sulfat untuk melengkapi pemecahan.
7. Potasium sulfat digunakan untuk meningkatkan titik didih asam sulfat untuk
mempercepat proses pemecahan.
8. Sulfida atau Sodium tiosulfat ditambahkan dalam pemecahan untuk membantu
memisahkan nitrogen dari merkuri yang dapat mengikat amonium.
9. Ammonia didestilasi secara langsung dengan larutan asam borat lalu diikuti
dengan titrasi dengan asam standar.
10. kolorimetri, Nesslerization dan kromatografi digunakan untuk mengukur amonia
yang digunakan untuk menentukan kandungan nitrogen setelah pemisahan.
6. KESIMPULAN
a. Hasil dari analisa protein metode Kjeldahl ini adalah
menganalisis kadar protein kasar (crude protein) sebab analisa dilakukan berdasarkan
jumlah nitrogen yang terdapat pada bahan sehingga terdapat bahan lain seperti urea,
asam nukleat, amonia, nitrat, nitrit, asam amino, amida, purin, dan pirimidin yang
mungkin ikut teranalisa.
b. Faktor konversi digunakan untuk mengetahui kadar unsur N
dalam protein murni.
c. Ada 3 tahap pada analisa protein metode Kjeldahl yaitu tahap
destruksi, tahap destilasi, dan tahap titrasi.
d. Adanya blangko untuk koreksi adanya senyawa N yang
berasal dari senyawa reagensia yang digunakan sehingga analisa lebih tepat.
7. DAFTAR PUSTAKA
Day, R. A. & Underwood, A. L. ( 1992 ). Analisis Kimia Kuantitatif. Penerbit Erlangga.
Jakarta.
DeMan, J. .M. ( 1997 ). Kimia Makanan. Edisi Kedua. ITB. Bandung.
Nielsen, S. S. ( 1988 ). Food Analysis. Aspen Publishers Inc, Gaithersburg. Maryland.
Sudarmadji,S; Haryono, B. & Suhardi. ( 1989 ). Analisa Bahan Makanan & Pertanian.
Liberty. Yogyakarta.
Winarno, F. G. ( 1997 ). Kimia Pangan & Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
8. LAMPIRAN