Post on 11-Jan-2017
285
ANALISA HOPANOID PADA SINORHIZOBIUM FREDII
Ansori, Surya Rosa Putra
ABSTRAK
Analisis kandungan hopanoid dari beberapa bakteri merupakan langkah eksperimen untukmembuktikan dugaan bahwa hopanoid dapat dijadikan marker dalam kemotaksonomi. Keberadaanhopanoid dalam Sinosrizobium fredii yaitu suatu bakteri fiksasi nitrogen yang hidup dalam tanahperlu diteliti,untuk mencari hubungan kekerabatan antara bakteri penyubur tanah. Kandunganhopanoid kompleks dalam sel kering diekstrak dengan pelarut kloroform/methanol ( 2;1, v/v ).Oksidasi dan reduksi hopanoid menggunakan pelarut asam periodat dan natrium boro hidrida.Asetilasi hopanoid menggunakan pelarut piridin/ asetat anhidrat (1:1, v/v ).Langkah akhir hopanoid terasetilasi dideteksi menggunakan Kromatograf Gas- Spektroskopi Massa(KG-SM). Keberadaan fragmen-fragmen spesifik m/z = 73, 191, 295, dan 369 membuktikan bahwaSinorhizobium fredii mengandung hopanoid bis- homohopan 31-ol-32- Ac.
286
Sintesis Selulosa DiasetatDari Serat Daun Nanas (Ananas comusus)
Siti Wafiroh, Setyo Dwi Santoso dan Bambang KurniadiJurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
AirlanggaKampus C, Mulyorejo, Surabaya, 60115, Indonesia
e-mail : wafiroh@unair.ac.id
AbstractThis purpose research is to synthesis of cellulose diacetate from pineapple leaf fiber(Ananas comosus). The first stage this research is to isolate cellulose use making ofpulp method with enhancing NaOH 17,5 % (b/v) and anthraquinon 0,2% (b/v) later toreflux during 4 hour. Then the cellulose to synthesis become cellulose diacetate useacetylation method. In this method to use acetate anhydride, glacial acetate acid andsulphate acid as catalyze with acetylation time during 2 hour and the variation ofhydrolysis time during 5, 10, 15, 20 and 25 hour at room temperature. The result ofcellulose diacetate have chromatic is ashes white. Hydrolysis time influence to level ofacetyl rate (KA) and mean molecule weight (Mv). With hydrolysis time during 15 hourobtained cellulose diacetate result from synthesis come near standard cellulosediacetate. This cellulose diacetate result from synthesis have characterization forexample are 39,31% of acetyl rate (KA), 51.540,13 g/mole of mean molecule weight(Mv), 210,1oC of glass transition temperature (Tg), 226,4oC of melting point (Tm) and77,0 mJ/mg of enthalpy (ΔH).
Key word : cellulose diacetate, pineapple leave fiber, acetylation method,hydrolysis time
Pendahuluan
Teknologi membran berkembang sangat pesat karena efisiensi pemisahannyayang tinggi, tidak merusak struktur senyawa yang dipisahkan dan dapat dilakukan padatemperatur rendah, serta dapat memisahkan senyawa-senyawa yang peka terhadap suhutinggi seperti pelarut organik dan biokimia. Selain itu teknologi membran termasukclean technology karena ramah lingkungan dan tidak menimbulkan limbah (Mulder,1996). Saat ini teknologi membran banyak diaplikasikan untuk proses sterilisasi obat-obatan dan produksi minuman, industri logam, industri makanan dan biokimia, industritekstil dan kulit, industri pulp, kesehatan dan pengolahan limbah, desalinasi air laut dansebagainya (Wenten, IG., 2002). Sayangnya perkembangan teknologi membran diIndonesia tidak sepesat di negara lain karena kelangkaan bahan baku membran danbelum ada salah satu industripun yang memproduksi membran sehingga harganyamahal. Untuk itu perlu dilakukan upaya pemanfaatan kekayaan alam Indonesia sebagaibahan baku membran. Salah satu kekayaan alam Indonesia yang dapat dimanfaatkansebagai bahan baku membran adalah serat daun nanas (Ananas comusus). Tujuanpenelitian ini mensintesis selulosa diasetat dari serat daun nanas (Ananas comusus).Selulosa diasetat yang diperoleh dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku membran
287
selulosa asetat. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu : isolasi selulosa dari seratdaun nanas, sintesis selulosa diasetat dan karakterisasi selulosa diasetat. Daun nanasdapat diperoleh dari pasar tradisional yang saat ini belum dimanfaatkan secara optimal.Daun nanas mengandung 81% selulosa. Kandungan selulosa yang cukup tinggi ini,dapat dibuat menjadi pulp , kemudian dilakukan reaksi asetilasi sehingga menghasilkanselulosa diasetat. Kondisi yang optimal selama sintesis selulosa diasetat terutama waktuhidrolisis akan sangat mempengaruhi kekuatan fisik dan kinerja membran selulosaasetat yang dihasilkan.Metode PenelitianBahan yang digunakan
Semua bahan yang digunakan mempunyai derajat kemurnian p.a kecuali yangdisebutkan lain meliputi NaOH, etanol, aseton, Ca(OH)2 teknis, antrakuinon, akuades,KBr, asam asetat glasial, asetat anhidrida, H2SO4 pekat, dry ice, HCl pekat, indikatorfenolftalein, alumina, selulosa standar, selulosa diasetat standar, boraks dan asamoksalat.Alat yang digunakan
Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi peralatan gelas, termometer,gelas beker, labu titrasi, buret, pengaduk, pengaduk magnetik, timbangan, erlenmeyerbertutup, pemanas, corong buchner, oven, alat cetak pulp, shaker, desikator,spektrofotometer IR Buck Scientific tipe 500, DSC 200 Seiko SSC tipe 5200H, FreshDryer Snijders dan kapillar viskometer.Prosedur PenelitianPreparasi serat daun nanas
Daun nanas bagian pucuk buah yang diambil di Pasar Wonokromo dibersihkankemudian direndam dengan air selama 1 minggu sampai kulit daun nanas tersebutlunak dan serat-seratnya terpisah. Serat daun nanas kemudian dicuci sampai bersihkemudian dikeringkan di udara terbuka.Isolasi selulosa dari serat daun nanas
Serat daun nanas sebanyak 20 g ditambahkan Ca(OH)2 2,5 % (b/v) dandirendam selama 3 hari. Setelah perendaman selesai, serat daun nanas dicuci denganakuades. Serat daun nanas dimasukkan dalam labu alas bulat yang sebelumnya sudahdiisi dengan 300 mL larutan NaOH 17,5 % (b/v), antrakuinon 0,2% (b/v) 20 mL dan direfluks selama 4 jam. Setelah dingin, serat dari limbah daun nanas dicuci sampai bebasNaOH dan diblender dan dicetak menjadi lembaran pulp dan dikeringkan dalam ovendengan suhu 600C.Sintesis selulosa diasetat dari serat daun nanas
Ke dalam labu erlemeyer bertutup dicampurkan pulp serat daun nanas sebanyak10 g dan asam asetat glasial 24 mL dan di-sheker pada suhu 400C selama 1 jam. Setelah1 jam ditambahkan campuran asam asetat glasial 60 mL dan asam sulfat pekat 0,5 mLdan di-sheker lagi selama 45 menit pada suhu yang sama. Kemudian campurandidinginkan sampai mencapai suhu 180C dan ditambahkan asetat anhidrida sebanyak 27mL yang sudah didinginkan sampai 170C. Selanjutnya campuran tadi ditambahkanasam sulfat pekat 0,5 mL dan asam asetat glasial 60 mL di-sheker selama 2 jam padasuhu 400C. Setelah 2 jam diambil 30 mL dari campuran, kemudian diendapkan denganmenambahkan akuades tetes demi tetes dan diaduk. Endapan yang diperoleh berupa gelberwarna hijau muda. Gel tersebut kemudian di-fresh dryer.
Campuran tersebut ditambahkan asam asetat 67% (v/v) sebanyak 30 mL tetesdemi tetes selama 2 jam pada suhu 400C dan di-sheker. Selanjutnya diambil 35 mL dari
288
campuran pada tiap variasi waktu hidrolisis 5 jam, 10 jam, 15 jam, 20 jam dan 25 jampada suhu kamar. Selanjutnya campuran diendapkan dengan menambahkan akuadestetes demi tetes dan diaduk sehingga diperoleh endapan yang berbentuk serbuk.Endapan disaring dan dicuci sampai netral. Endapan dikeringkan dalam oven pada suhu60 – 700C dan disimpan dalam desikator.Karakterisasi selulosa diasetat dari serat daun nanas
Analisa gugus fungsi selulosa diasetat hasil sintesis dari serat daun nanasdilakukan karakterisasi dengan menggunakan spektrofotometer IR dengan sampel peletKBR dan kadar asetil ditentukan dengan titrasi asam-basa. Penentuan massa molekulrelatif rata-rata viskositas (Mv) ditentukan dari pengukuran viskositas berbagai larutanselulosa diasetat dalam aseton dan persamaan Mark-Houwink a
vKxM][ dengan nilaiK = 1,33x10-3 dan a = 0,616. Uji termalnya ditentukan dengan alat DSC (DifferentialScanning Calorimetry).Hasil Penelitian Dan PembahasanHasil isolasi selulosa dari serat daun nanas
Selulosa hasil isolasi dari serat daun nanas relatif berbeda dengan selulosastandar. Selulosa standar berwarna lebih putih daripada selulosa hasil isolasi. Hal inidisebabkan oleh adanya proses pemurnian lebih lanjut dari selulosa standar misalnyadilakukan proses pemutihan (bleaching). Pada selulosa hasil isolasi tidak dilakukanproses pemutihan karena hasilnya tidak jauh beda dengan sebelum dilakukan prosespemutihan. Rendemen selulosa hasil isolasi dari serat daun nanas ditunjukkan padatabel 1.
Tabel 1. Data rendemen selulosa hasil isolasi dari serat daun nanas
No. Serat daun nanas(g)
Selulosa hasil isolasi(g)
Rendemen(%)
Rendemenrata-rata (%)
1. 20,000 14,588 72,9473,382. 20,000 14,755 73,78
3. 20,000 14,683 73,42
Analisis gugus fungsi selulosa hasil isolasi dari serat daun nanas dilakukandengan menggunakan spektrofotometer infra merah (IR). Sebagai pembanding jugadilakukan analisis gugus fungsi selulosa standar. Spektrum IR selulosa standar danselulosa hasil isolasi dari serat daun nanas dapat ditunjukkan pada gambar 1 dan 2.
289
Gambar 1. Spektrum IR selulosa standar Gambar 2. Spektrum IR selulosa
hasil isolasi
Dari perbandingan antara spektrum IR selulosa hasil isolasi dari serat daunnanas dan selulosa standar memiliki kesamaan gugus fungsinya. Pada selulosa hasilisolasi terdapat puncak gugus O-H yang melebar dan tajam pada bilangan gelombang3351,5 cm-1, sedangkan pada selulosa standar pada bilangan gelombang 3342 cm-1.Pada selulosa hasil isolasi, terdapat puncak tajam pada bilangan gelombang 1058,7 cm-
1, sedangkan pada selulosa standar pada bilangan gelombang 1058,9 cm-1 yangmenunjukkan adanya gugus C-O. Gugus C-O ini menunjukkan adanya ikatan glikosidadan ikatan C-O pada cincin piranosa.Hasil Sintesis Selulosa Diasetat Dari Serat Daun Nanas
Secara fisik, selulosa diasetat hasil sintesis dari serat daun nanas denganselulosa diasetat standar terdapat perbedaan. Selulosa diasetat standar berwarna lebihputih dibandingkan dengan selulosa diasetat hasil sintesis dari serat daun nanas denganvariasi waktu hidrolisis dapat ditunjukkan pada Gambar 3. Hal ini disebabkan olehkemurnian selulosa hasil isolasi yang masih kurang karena tidak dilakukan prosespemutihan.
290
Gambar 3. Selulosa diasetat standar hasil sintesis dari serat daun nanas denganvariasi waktu hidrolisis
Hasil karakterisasi selulosa diasetat dari serat daun nanas
Hasil Analisa IRHasil analisis gugus fungsi spektrum IR dari selulosa diasetat standar dan
selulosa diasetat hasil sintesis dengan variasi waktu hidrolisis ditunjukkan pada tabel2.
Tabel 2. Hasil perbandingan spektrum IR dari selulosa diasetat (SD) standardan selulosa diasetat hasil sintesis tiap variasi waktu hidrolisis (WH)
SD standar(cm-1)
Selulosa diasetat hasil sintesis ν (cm-1) GugusfungsiWH 5 WH 10 WH15 WH 20 WH 25
3491,4 3473,8 3493,3 3497,5 3493,9 3493,2 O-H ulur2956,3 2948 2955,4 2958,4 2952.4 2931,6 C-H ulur1743,2 1754,5 1752,9 1755,9 1757,2 1750,2 C=O1381,3 1379,8 1375,7 1374,8 1374,8 1374,6 C-H tekuk
Selulosa diasetatstandar
Selulosa diasetat hasilhidrolisis 10 jam
Selulosa diasetat hasilhidrolisis 20 jam
Selulosa diasetat hasilhidrolisis 5 jam
Selulosa diasetat hasilhidrolisis 15 jam
Selulosa diasetat hasilhidrolisis 25 jam
291
1242 1241,8 1240,1 1243,7 1243 1237,6 C-O asetil1042,8 1043,7 1048,4 1055,6 1055,6 1047,9 C-O ulur
Dari perbandingan antara spektrum IR selulosa diasetat standar dan selulosadiasetat hasil sintesis dari serat daun nanas dengan variasi waktu hidrolisis memilikikesamaan dalam gugus fungsinya. Pada selulosa diasetat hasil sintesis pada variasiwaktu hidrolisis (WH) terdapat puncak gugus O-H yang melebar dan tajam padabilangan gelombang sekitar 3497,5 cm-1 – 3473,8 cm-1. Sedangkan pada selulosastandar pada bilangan gelombang 3491,4 cm-1. Pada selulosa diasetat hasil sintesisterdapat puncak tajam pada bilangan gelombang sekitar 1757,2 cm-1 – 1750,2 cm-1
yang menunjukkan adanya karbonil (C=O), sedangkan pada selulosa standar padabilangan gelombang 1743,2 cm-1. Pada selulosa diasetat hasil sintesis terdapat puncakpada bilangan gelombang sekitar 1243,7 cm-1 – 1237,6 cm-1 yang menunjukkan adanyaikatan C-O ester, sedangkan pada selulosa standar pada bilangan gelombang 1242 cm-1.Pada selulosa diasetat hasil sintesis, terdapat puncak tajam pada bilangan gelombangsekitar 1055,76 cm-1 – 1043,7 cm-1 yang menunjukkan adanya C-O ikatan glikosida danC-O ikatan cincin piranosa, sedangkan pada selulosa standar pada bilangan gelombang1042,8 cm-1.
Hasil Penentuan Kadar Asetil Selulosa Diasetat
Selulosa diasetat hasil sintesis dari serat daun nanas yang diperoleh ditentukankadar asetilnya (KA) dengan titrasi asam basa. Penentuan kadar asetil bertujuan untukmenentukan banyaknya gugus asetil yang terdapat dalam selulosa asetat. Kadar asetiluntuk selulosa monoasetat kurang dari 36,5%, selulosa diasetat 36,5%-42,2% danselulosa triasetat 43,0%-44,8% (Fengel, D., 1995). Prinsip penentuan kadar asetil inimelalui reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan metode titrasi asam-basa. Padapenelitian ini diperoleh kadar asetil selulosa diasetat hasil sintesis dari serat daun nanasdengan variasi waktu hidrolisis yang ditunjukkan pada gambar 4.
3738394041424344
0 5 10 15 20 25 30
w aktu hidrolisis (jam)
kad
ara
seti
l(%
)
Gambar 4. Kurva hubungan antara waktu hidrolisis dengan kadar asetilselulosa diasetat hasil sintesis
Dari grafik tersebut terlihat bahwa waktu hidrolisis mempengaruhi nilai kadar asetildari selulosa diasetat. Semakin lama waktu hidrolisis yang digunakan semakin banyakgugus asetil yang tersubtitusi gugus hidroksi (OH) maka kadar asetil selulosa diasetathasil sintesis semakin menurun. Pada penelitian ini juga diperoleh kadar asetil selulosadiasetat standar sebesar 39,32 %. Dari perbandingan kadar asetil antara selulosa
292
diasetat dari variasi waktu hidrolisis dengan selulosa diasetat standar, besarnya kadarasetil dari selulosa diasetat hasil sintesis dengan waktu hidrolisis 15 jam mendekatiselulosa diasetat standar.Hasil Penentuan Berat Molekul Rata-Rata (Mv) Selulosa Diasetat
Selulosa diasetat hasil sintesis dari serat daun nanas yang diperoleh ditentukanberat molekul rata-rata dengan metode viskometri. Alat yang digunakan adalah kapillarviskometer dan yang diukur adalah waktu alir dari selulosa diasetat pada berbagaikonsentrasi.
Pada penelitian ini diperoleh berat molekul rata-rata selulosa diasetat padavariasi waktu hidrolisis (WH) yang dapat ditunjukkan pada gambar 5.
30000
40000
50000
60000
70000
80000
90000
0 5 10 15 20 25 30
waktu hidrolisis (jam)
Mv
SD
ha
sil
sin
tesi
s(g
/mo
l)
Gambar 5. Kurva hubungan antara waktu hidrolisis dengan berat molekulrata-rata (Mv) selulosa diasetat hasil sintesis
Dari grafik tersebut terlihat bahwa waktu hidrolisis mempengaruhi nilai beratmolekul rata-rata dari selulosa diasetat. Hal ini disebabkan dengan adanya hidrolisismaka gugus asetil yang pada awalnya terikat pada selulosa setelah reaksi asetilasi(selulosa triasetat) akan tersubtitusi oleh gugus -OH yang akan menurunkan beratmolekul. Semakin lama waktu hidrolisis yang digunakan maka berat molekul rata-rataselulosa diasetat hasil sintesis semakin menurun.
Pada penelitian ini juga diperoleh berat molekul rata-rata selulosa diasetatstandar sebesar 52.725,97 g/mol. Dari perbandingan besarnya berat molekul rata-rataantara selulosa diasetat hasil sintesis dari variasi waktu hidrolisis dengan selulosadiasetat standar, besarnya berat molekul rata-rata dari selulosa diasetat hasil sintesisdengan waktu hidrolisis 15 jam mendekati selulosa diasetat standar.Hasil Uji Termal
Pada penelitian ini digunakan Differential Scanning Calorimetry (DSC) untukuji sifat termal polimer. DSC merupakan teknik analisa dengan mengukur perbedaankalor yang masuk ke dalam sampel dan pembanding (referensi) sebagai fungsitemperatur. Dari termogram DSC yang diperoleh dapat digunakan untuk menentukansuhu transisi gelas (Tg), suhu titik leleh (Tm) dan perubahan entalpi (ΔH) selulosa diasetat hasil sintesis dari serat daun nanas.
293
Gambar 6. Termogram DSC selulosa diasetat hasil sintesis dari serat daun nanas
Pada termogram diatas terdapat puncak pada suhu 79,0 oC dengan entalpisebesar 124,6 mJ/mg yang menunjukkan adanya pengotor yaitu air yang dikarenakansampel yang kurang kering. Pada termogram terdapat puncak pada suhu 220,8 oC yangmenunjukkan adanya sebagian sampel yang belum meleleh. Dari termogram diperolehsuhu transisi gelas pada suhu 210,1 oC, titik leleh pada suhu 226,4 oC dan perubahanentalpi sebesar 77,0 mJ/mg.
KesimpulanDari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa selulosa diasetat dapat
disintesis dari serat daun nanas (Ananas comosus) dengan metode asetilasi. Waktuhidrolisis mempengaruhi terhadap selulosa diasetat hasil sintesis serat daun nanas(Ananas comosus) terutama besarnya kadar asetil (KA) dan berat molekul rata-rata(Mv). Pada penelitian ini dengan waktu hidrolisis 15 jam diperoleh hasil sintesisselulosa diasetat mendekati selulosa diasetat standar yang miliki karakterisasi antaralain KA sebesar 39,31%, Mv sebesar 51.540,13 g/mol, Tg pada suhu 210,1 oC, Tmpada suhu 226,4 oC dan ΔH sebesar 77,0 mJ/mg.
Daftar Pustaka
Basta, A.H., El-Saied H. and Elberry M., 2003, Cellulose Membranes for ReverseOsmosis, Part II, Improving RO membranes prepared from non-woodycellulose, Desalination, 159, 183-196
Carl, J.M., 1997, Preparation of Cellulose Acetate, Industrial and Engineering
Chemistry, 75-79
Kulbe, K.C., Matsuura, T, Lamarche, A.M., Choi, C., Noh, S.H., 2001, Study of thestructure of asymmetric cellulose acetate membranes for reverse ormosis usingelectron spin resonance (ESR) method, , Elvisier Science, Polymer 42, 6479-6484
294
Loske S., do Carmo Goncalves and Wolf B.S. (2003), Fractionation of celluloseacetate for the investigation of molecular weight influences on the morphologyof membranes, J. Memb. Sci., 214, 223-228
Mulder, Marcel, 1996, Basic Principles of Membrane Technology, Kluwer AcademicPublishers, Dordrecht
Wenten,IG., 2002, Recent development in membrane science and its industrialapplications, Review Article, Bandung
.
295
PEMISAHAN DAN UJI ANTIMALARIASENYAWA-SENYAWA TURUNAN FENOLAT
DARI KAYU BATANG GARCINIA PICRORHIZA MiqSudaryono, Taslim ErsamPascasarjana Kimia ITS
ABSTRAK
Tumbuhan G. picrorhiza Miq (Clusiaceae) terdapat di daerah Asia tenggaraendemik untuk daerah Ambon (Maluku). Famili Clusiaceae adalah sumber senyawafenolat seperti turunan santon, benzofenon, flavonoid, depsidon dan antron. Beberapasenyawa tersebut memiliki efek farmakologis dan fisiologis, dapat dimanfaatkan dalambidang kesehatan dan pertanian. Kajian ini ditujukan untuk mendapatkan senyawa-senyawa aktif antimalaria dari tumbuhan yang terdapat di daerah endemik wabahmalaria.
Satu senyawa turunan biflavanon yaitu 5,7,3',3'',5'',7'',3''',4'''-oktahidroksi-4'-metoksi-3,8''-biflavanon (1) telah dapat ditemukan menggunakan cara maserasi,fraksinasi dan pemurnian dilanjutkan dengan penentuan struktur dengan caraspektroskopi. Data fisik senyawa hasil isolasi adalah berupa padatan kuning dengantitik leleh 229-2300C. Uji invitro antimalaria terhadap senyawa hasil isolasimenunjukkan bahwa senyawa tersebut kurang aktif sebagai antimalaria dengan nilaiIC50 3,36 μg/ml jika dibandingkan dengan kloroquin.
O
O
HO
OMe
OH
OH
OH
HOOH O
O
OH
OH
36
9
3' 4'
4''
2'' '
8
8''
6''
6'' '
6'
10 ''
(1)
Kata Kunci : Clusiaceae, G. picrorhiza Miq, Fenolat, Spektroskopi, Antimalaria.
296
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan tropika Indonesia dapat dipandang sebagai gudang, sumber, danprodusen senyawa-senyawa kimia khususnya yang dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhannya. Hutan tropika Indonesia memiliki beranekaragam spesies tumbuhan dantermasuk salah satu dari tujuh negara megabiodiversity bersama Australia, Brazilia,Kolombia, Madagaskar, Meksiko, dan Zaire. Tidak kurang dari 54 % spesies tumbuhandi dunia terdapat di hutan tropika, atau setara dengan 250.000 spesies tumbuhan tingkattinggi, 30.000 spesies diantaranya terdapat di hutan tropika Indonesia. Keanekaragamanhayati Indonesia merupakan aset nasional yang sangat besar nilainya bagi kepentingandan kesejahteraan manusia, sampai saat ini masih sangat sedikit yang sudah diketahuimanfaatnya (Ersam, 2001).
Salah satu tumbuhan tingkat tinggi Indonesia yang mempunyai potensi sebagaisumber bahan kimia hayati bioaktif adalah famili Clusiaceae. Di masyarakat dikenalsebagai tumbuhan keluarga manggis yang merupakan tanaman pangan dan sudahbanyak dibudidayakan sebagai komoditas untuk buah-buahan. Selain itu, banyak puladimanfaatkan sebagai obat tradisional, seperti kulit akarnya untuk obat infeksi kulitdan luka, kulit batangnya sebagai obat sakit perut, kulit buahnya sebagai obat diare,seduhan akar dan daunnya sebagai obat rematik, biji buahnya sebagai obat penyakitkulit dan bunganya untuk bahan jamu bersalin (Peres dan Nagem, 1997; Ersam, 2002).
Salah satu spesies dari genus Garcinia yang belum pernah dilaporkan adalahGarcinia picrorhiza Miq yang berasal dari Ambon Maluku, dan di masyarakat dikenaldengan nama sesoot. Di Maluku tanaman ini tumbuh di pegunungan Hitu (pulauAmbon) dan pulau Laitimor (Rumphius, Heyne, 1987). Tumbuhan ini oleh masyarakatsetempat dimanfaatkan sebagai obat saguer, yaitu sejenis minuman penambahstamina. Sebagai spesies tumbuhan langka dan endemik untuk wilayah IndonesiaTimur khususnya Maluku dan Papua, G. Picrorhiza Miq diharapkan memiliki potensimenghasilkan senyawa-senyawa kimia bioaktif yang dapat menyelesaikan masalah-masalah penyakit khususnya penyakit malaria yang berada di wilayah itu. Oleh karenaitu uji antimalaria terhadap senyawa hasil isolasi tumbuhan G.picrorhiza Miq dilakukandengan memperhatikan hal tersebut.
Berdasarkan kajian literatur, dapat diketahui bahwa afinitas kimia dari kayubatang tumbuhan G.picrorhiza Miq belum pernah dilaporkan, maka pada penelitian inidigunakan sebagai sampel yang akan diteliti kandungan kimia dan bioaktivitasnyasebagai antimalaria.
1.2 Perumusan MasalahDari dua pendekatan yang dilaporkan di atas, tumbuh-tumbuhan yang
mengandung senyawa fenolat yang terdapat di wilayah Indonesia Timur diharapkandapat digunakan sebagai obat antimalaria. G.picrorhiza Miq merupakan tumbuhan asalAmbon Maluku yang dikenal sebagai sumber senyawa fenolat yang dijadikan obyek
297
pada penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan senyawa fenolat yang bersifatsebagai antimalaria.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian1. Dapat mengungkap senyawa-senyawa fenolat atau turunannya dari kayu
batang G. picrorhiza Miq, menambah koleksi senyawa-senyawa fenolatatau turunannyadan menambah data bioaktivitas senyawa-senyawa darigenus Garcinia.
2. Mengetahui jenis-jenis senyawa yang dapat diisolasi dari kayu batangG. picrorhiza Miq dan sifat bioaktivitas senyawa - senyawa yangditemukan tersebut sebagai antimalaria.
3. Dapat menyarankan jalur biogenesis pembentukan senyawa - senyawatersebut dengan senyawa - senyawa yang sudah dilaporkan sebelumnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA2.1 Tinjauan Umum Botani Genus Garcinia
Tumbuhan Genus Garcinia yang terdiri dari kurang lebih 500 spesies initersebar luas di kawasan tropis serta memiliki fisiognomi yang beragam (Jones, 1980).Dari jumlah tersebut terdapat 91 spesies Garcinia terdapat di Indonesia dan 35 spesiesdikoleksi di Kebun Raya Bogor (Hambali, 1986). Secara taksonomi tumbuhan genusGarcinia ini diklasifikasikan (Heyne, 1987) sebagai berikut :
Divisio : SpermatophytaSub Divisio : AngiospermaeKelas : DicotyledoneaeSub Kelas : ArchichlamydaeOrdo : ParietalesFamili : Clusiaceae (Guttiferae)Genus : GarciniaSpesies : Garcinia picrorhiza Miq
Studi literatur mengenai kandungan kimia dari famili Clusiaceae khususnyadari genus Garcinia telah banyak dilaporkan, diantaranya senyawa-senyawa santontrioksigenasi sederhana, misalnya 1,2,5-trihidroksisanton (2) dan senyawa santontrioksigenasi dan terprenilasi, misalnya 1,3,5-trihidroksi-2-prenil santon (3) dari G.Vieillardii (Anne-Emanuelle Hay, dkk, 2004). Senyawa-senyawa santon dengan polatrioksigenasi atau tetraoksigenasi pada cincin utama dan terprenilasi bahkan sebagian diantaranya telah mengalami siklisasi dari beberapa spesies Garcinia, antara lainsenyawa Subelliptenon F (4), dari G.Dulcis, dan 3-isomangostin (5) dari G.Mangostana (Deachathai, dkk.,2005).
O
O OHOH
OHO
O OH
OH
OH O
O OH
OHHO
OHOO
O OH
OH
(2) (3) (4) (5)
298
Senyawa - senyawa flavon turunan santon, juga ditemukan pada genus Garciniadi antaranya naringenin (6) dan taxifolin (7) yang diisolasi dari buah G. Kola Heckel(Cotterill dan Scheinmann, 1977), morelloflavon (8) yang diisolasi dari kayu batangG. Morella (Venkataraman, K; 1976); GB-1a (9) yang diisolasi dari kulit batangG. dulcis (Kosela, 2000), GB-1 (10), GB-2 (11), GB-3 (12) dan kolaflavon (13), yangdiisolasi dari kulit batang G. k ola (Kabangu, dkk, 1986).
O
OH
HO
OH O
O
OH
OH
HO
OH O
OH
(6) (7)
O
O
R1
R2
R3
R4
R5
OH
OH
OH
OH O
O
O
O
HO
OH
OHOH
OHOH
HOOH O
O(8) (9-13)
Gugus fungsi (R) untuk senyawa 9 sampai dengan 13.
Senyawa R1 R2 R3 R4 R5
GB-1a (9)
GB-1 (10)
GB-2 (11)
GB-3 (12)
Kolaflavon (13)
H OH H H OH
H OH OH H OH
H OH OH OH OCH3
OH OCH3 OH OH OH
H OH OH OH OCH3
Dari banyak jurnal juga dilaporkan bahwa senyawa-senyawa kimia hasilisolasi dari tumbuhan Garcinia memiliki bioaktifitas sebagai: antimalaria (2) dan (3)(Anne-Emanuelle Hay, dkk, 2004); antibakteri, antimikrobial, sitotoksik, antioksidandan anti-HIV (4 - 7), (Iinuma, dkk., 1996; Peres dan Nagem, 2000). Morellin (8) yangdiisolasi dari G. morella sebagai antiprotozoa dan antibakteri (Perveen dan Khan,1987). GB 1 (10) dan kolaflavon (13) yang diisolasi dari G.kola dilaporkanbioaktifitasnya sebagai antibakteri dan antimikroba (R.A. Hussain, dkk, 1982; QuanBin Han, dkk, 2005).
299
Banyak manfaat yang dapat diperoleh dari genus Garcinia ini, maka dapatdikatakan bahwa genus Garcinia ini memiliki nilai ekonomi yang sangat penting dalamdunia perdagangan dan pengobatan.
III. METODOLOGI PENELITIAN3.1 Alat dan Bahan3.1.1 Alat
Peralatan yang digunakan terdiri dari corong pisah, erlenmeyer, gelas kimia,gelas ukur, pipa kapiler, pipet tetes, tabung reaksi, spatula, bejana pengembang(chamber), kontainer maserasi, alat ukur titik leleh, neraca analitik, destilator, rotaryevaporator vakum, botol vial, oven, penggiling sampel mekanik, gunting, cutter, isolasibening, peralatan kromatografi cair vakum (KCV), kromatografi lapis tipis (KLT),kromatotron, dan peralatan spektroskopi UV, IR, 13C-NMR dan 1H-NMR.
3.1.2 BahanBahan yang digunakan terdiri dari kayu batang G. picrorhiza Miq yang telah
dihancurkan, pelarut-pelarut organik, yaitu: n-heksana, metilen klorida, kloroform, etilasetat, aseton dan metanol; plat KLT, plat KLT preparatif, silika gel untuk KLT, silikagel untuk kolom, pereaksi penampak noda serium sulfat[Ce(SO4)2) ] dalam H2SO4 2N.
3.2 Penyiapan Bahankayu batang dari tumbuhan G. picrorhiza Miq yang digunakan sebagai sampel
pada penelitian ini adalah diperoleh dari Kebun Raya Bogor. Kayu batang yang sudahkering dipotong kecil-kecil kemudian digiling hingga menjadi serbuk yang siap untukdimaserasi.
3.3 Prosedur Isolasi, Identifikasi dan Uji BioaktifitasSerbuk kayu batang G.picrorhiza Miq sebanyak 5 kg dimaserasi menggunakan
pelarut etil asetat sampai diperoleh ekstrak etil asetat, proses ini diakhiri berdasarkanhasil monitoring dengan KLT. Ekstrak tersebut diuapkan dengan menggunakan rotaryevaporator vakum sampai dihasilkan ekstrak etil asetat padat. Ekstrak etil asetat yangdiperoleh kemudian diKCV dengan eluen n-heksana etil asetat untuk memisahkanfraksi - fraksinya. Beberapa fraksi yang didapat masing-masing difraksinasi lagi denganmenggunakan berbagai cara kromatografi dan dielusi dengan eluen yang sesuaiberdasarkan hasil monitoring KLT. Fraksi-fraksi yang dihasilkan yang mempunyaiharga retensi (Rf) yang sama dikelompokkan menjadi beberapa fraksi gabungan.Kemudian dimonitor kembali dengan KLT untuk mengetahui fraksi yang lebihsederhana dan potensi untuk dilanjutkan proses isolasinya, sampai dihasilkan fraksitunggal yang selanjutnya dimurnikan dengan cara rekristalisasi. Hasil rekristalisasikemudian diuji kemurniannya dengan KLT menggunakan 3 macam pelarut tunggalatau campuran yang berbeda kepolarannya dan ditentukan titik lelehnya.
Sedangkan untuk menentukan struktur molekul digunakan data fisika danspektroskopi UV, IR, 1H-NMR dan 13C-NMR. Uji bioaktifitas senyawa hasil isolasidilakukan dengan cara uji in vitro terhadap parasit malaria Plasmodium falciparum dilaboratorium farmasi Universitas Airlangga Surabaya.
300
IV. HASIL DAN PEMBAHASANHasil kromatogram KLT senyawa hasil isolasi dengan 3 macam eluen
campuran yang berbeda tingkat kepolaranya tetap menunjukkan noda tunggal sepertitampak di bawah ini :
Keterangan eluen untuk senyawa A (1) : 1. kloroform : metanol 10 % ;2. heksan : aseton 40 % ; 3. metilen klorida : metanol 10 %
Ini berarti bahwa senyawa tersebut sudah murni. Selanjutnya dilakukanspektroskopi UV, IR, 1H-NMR dan 13C-NMR untuk menentukan struktur molekulnya.
4.1 Spektrum UV Senyawa Hasil Isolasi
Spektrum UV senyawa hasil isolasi dengan λmaks nm dalam : (MeOH)adalah 223, 293 dan 334; (MeOH + NaOH) adalah 245 dan 332, dalam (MeOH +AlCl3) adalah 315 dan 374; dan dalam (MeOH + AlCl3 + HCl) adalah 315 dan 373.Spektrum UV senyawa hasil isolasi dengan λmaks dalam MeOH adalah 293 nm dan334 nm; adalah sesuai untuk senyawa flavanon (Mabry dkk, 1970). Dan ketikaditambahkan NaOH mengalami pergeseran λmaks dari 245 nm ke 332 nm, inimengindikasikan bahwa senyawa flavanon yang ada tersebut mempunyai gugus OHpada posisi C-5 dan C-7 (Markham, 1998). Adapun spektrum UV senyawa hasil isolasidalam (MeOH + AlCl3) dengan λmaks 315 nm dan 374 nm; dan dalam (MeOH +AlCl3 + HCl) adalah 315 nm dan 373 nm, dengan nilai pergeseran 59 nm dan 58 nm,ini mengindikasikan adanya gugus OH pada atom C-3 senyawa flavanon tersebut(Markham, 1998).
4.2 Spektrum IR (Infra Red) Senyawa Hasil Isolasi
Spektrum IR VKBrmaks cm-1 senyawa hasil isolasi adalah sebagai berikut :
3255; 2962; 2924; 1634; 1608; 1512; 1454; 1366; 1258; 1168; 1086; dan 830. Bilangangelombang (V maks) 3255 cm -1 melebar menunjukkan adanya gugus fungsi OH; DanV maks 1634 cm -1 adalah bilangan gelombang untuk gugus karbonil terkhelat.Sedangkan V maks 1608, 1512, 1454, dan 1366 cm -1 menunjukkan serapan yang khasuntuk ikatan rangkap pada cincin aromatik.
4.3 Spektrum 13C – NMR Senyawa Hasil IsolasiSpektrum 13C – NMR senyawa hasil isolasi mempunyai nilai pergeseran
kimia (δC) ppm sebagai berikut : 82,5; 48,7; 197,5; 163,7; 96,1; 161,5; 96,4; 163,5;
301
101,3; 129,2; 129,9; 115,6; 158,8; 115,7; 130,1; 49,0; 83,0; 73,3; 198,1; 163,9; 97,0;164,1; 100,9; 167,0; 102,6; 129,7; 115,8; 158,5; 158,6; 115,5; dan 128,4; Nilaipergeseran kimia pada cincin C suatu flavaoid adalah khas dan dapat digunakan untukmengidentifikasi kerangka dasar berbagai tipe senyawa flavonoid (Agrawal danRastogi, 1981). Nilai δC 197,5 ppm dan 198,1 ppm merupakan δC untuk atom C-4(C karbonil) pada cincin piron pusat ( cincin C) untuk 5,7 dihidroksiflavanon danflavanonol. Nilai δC untuk atom C-2nya adalah 83,0 ppm dan C-3nya 73,3 ppm. Untukcincin A, nilai pergeseran kimia pada atom C-5=163,7; C-6=96,1; C-7=164,1; C-8=96,4; C-9=163,5 dan C-10=101,3 ppm. Adapun nilai pergeseran kimia untuk cincinB dari atom C-1' – C-6' berturut-turut adalah 129,2; 129,9; 115,6; 158,8; 115,5;128,4 ppm. Sedangkan δC 49,0 ppm adalah nilai pergeseran kimia untuk atom Cmetil pada gugus metoksi.
4.4 Spektrum 1H – NMR Senyawa Hasil IsolasiNilai pergeseran kimia (δH) ppm spektrum 1H – NMR senyawa hasil isolasi
adalah sebagai berikut : 5,51 d 12,2; 4,60 d 1,2; 12,27 s OH; 5,82 s; 11,59 s OH; 5,92s; 7,20 d 5; 6,91 s OH; 1,36 s (3H); 6,71 d 9,9; 7,19 d 5; 5,01 d 1,6; 4,79 d 12,2; 5,95sOH; 12,40 s OH; 6,04 s 11,70 s OH; 7,29 d 5 6,83 d 10; 8,64 s OH; 6,83 d 7,3; dan 7,30d 5; Dari data nilai pergeseran kimia (δH ppm) spektrum 1H – NMR senyawa hasilisolasi menunjukkan adanya beberapa kelompok proton yaitu δH 12,27 s dan 12,20 sadalah δH untuk OH khelat dengan C = O. Nilai δH ppm 11,59 s ; 6,91 s; 5,95 s;11,70 s; dan 8,64 s; adalah nilai δH ppm untuk OH bebas dan δH ppm 4,60 d11,2; 5,82 s; 5,92 s; 6,71 d 9,9; 7,19 d 5; 5,01 d 11,6; 4,79 d 12,2; 6,04 s; 7,29 d 5;6,76 d 5; 6,75 d 5; 7,30 d 5; adalah nilai δH ppm untuk proton pada sistem aromatik.Sedangkan δH ppm 1,36 s (3H) adalah δH untuk 1 metil pada gugus metoksi yangdiperkuat dengan adanya δC ppm 49,0 pada spektrum 13C-NMR senyawa tersebut.Proton pada atom C-2 untuk senyawa flavanon muncul sebagai kwartet (2 doblet)dengan J cis = 5 Hz dan J trans = 11 Hz dekat 5,2 ppm sebagai hasil koplingdengan 2 proton pada atom C-3. Proton pada atom C-3 berpasangan satu sama laindengan J = 17 Hz akibat dari interaksi spin-spin pada atom C-2 sehingga memberikanpuncak overlap kwartet di dekat 2,8 ppm. 2 dari masing-masing signal adalah lemahdan sering tidak teramati (Mabry dkk, 1970).
Pada atom C-2 senyawa hasil isolasi, nilai δH ppm teramati pada 5,01 dJ=11,2 Hz trans terhadap proton pada atom C-3. Sedangkan proton pada atom C-3muncul 2 signal yaitu pada δH ppm 4,60 d J=11,2 Hz dalam posisi trans terhadap Hpada atom C-2 dan 5,95 s. Signal ini adalah sesuai untuk senyawa dihidroflavonol atauflavanonol yangmana δH ppm 5,95 s adalah nilai δH ppm untuk gugus OH. Adapunproton pada atom C-6 dan C-8 muncul pada signal 5,82 s dan 5,92 s karena keduanya(atom C-6 dan C-8) tersebut mempunyai tetangga yaitu atom C-5 dan C-7 yangmengikat gugus OH, sedangkan atom C-9 sebagai tetangga atom C-8 tidak mengikatatom H. Nilai δH ppm pada atom C-2' 7,20 d J=5 Hz yang berarti bahwa proton inimempunyai posisi meta terhadap atom C-6'. Adapun δH ppm 6,71 d J=9,9 Hz adalahnilai pergeseran proton yang terikat pada atom C-5' dalam posisi orto terhadap atom Hpada C-6'. Signal 1,36 s (3H) adalah signal untuk 1 metil pada gugus metoksi yangdiperkuat dengan adanya nilai δC ppm 49,0 untuk gugus metoksi. Signal-signal 11,59 s; 6,91 s; 5,95 s; 11,70 s; dan 8,64 s; adalah signal-signal untuk H pada gugus OHbebas senyawa tersebut.
302
4.5 Penentuan Struktur Senyawa Hasil IsolasiDari hasil analisa spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi, nilai-nilai
pergeseran kimia proton NMR untuk atom-atom C-2 dan C-3 pada cincin C dan C-5,C-6, C-7,C-8 pada cincin A serta C-2', C3', C4', C5', C6' pada cincin B, diketahuibahwa nilai-nilai pergeseran kimia yang ada adalah berulang dengan nilai pergeseran(δH ppm) yang mendekati satu sama lain dengan memunculkan 24 nilai signal proton.Hipotesa sementara senyawa hasil isolasi berdasarkan hasil analisa spektrum UV, IR,dan 13C-NMR adalah suatu senyawa biflavanon dengan 2 cincin flavanoid yangidentik yaitu flavanon dan flavanonol. Setelah dilengkapi dengan data hasil analisaspektrum 1H-NMR serta membandingkanya dengan hasil-hasil analisa spektrumbeberapa senyawa flavanoid yang ada pada jurnal, maka dapat disarankan bahwasenyawa hasil isolasi adalah suatu senyawa biflavanon yang terbentuk dari senyawaflavanon (naringenin) dan senyawa flavanonol (taxifolin) yang terikat satu sama lainpada posisi C-3 (cincin C) dan C-8'' (Cincin A) dengan rumus struktur C31H24O13 dannama IUPAC 5,7,3',3'',5'',7'',3''',4''' – oktahidroksi - 4'- metoksi - 3,8''- biflavanonadalah mempunyai struktur molekul sebagai berikut ini :
O
O
HO
OMe
OH
OH
OH
HOOH O
O
OH
OH
36
9
3' 4'
4''
2'' '
8
8''
6''
6'' '
6'
10 ''
(1)
Berdasarkan uraian dan penjelasan data hasil analisa spektrum UV, IR,13C-NMR dan 1H-NMR di atas dan setelah membandingkannya dengan data-data hasilspektrum senyawa GB3 maka dapat diambil kesimpulan bahwa senyawa hasil isolasimempunyai struktur molekul yang sama dengan senyawa GB3 yang pernah dilaporkanpada jurnal oleh Kabangu dkk, (1986); Data fisika senyawa hasil isolasi adalah berupapadatan kuning (200 mg) dengan titik leleh 229 - 2300 C yang diuji denganmenggunakan alat uji titik leleh Fisher johns MP apparatus.
4.6 Hasil Uji Bioaktifitas Invitro AntimalariaHasil uji bioaktifitas invitro antimalaria terhadap senyawa hasil isolasi
menunjukkan bahwa senyawa tersebut kurang aktif sebagai antimalaria dengan nilaiIC50 3,36 μg/ml jika dibandingkan dengan kloroquin.
V. KESIMPULAN
Senyawa Hasil isolasi dari tumbuhan Garcinia picrorhiza Miq pada penelitianini setelah ditentukan struktur molekulnya dengan menggunakan data spektroskopiUV,IR, 13C-NMR dan 1H-NMR adalah suatu senyawa biflavanon dengan nama IUPAC5,7,3',3'',5'',7'',3''',4'''-oktahidroksi-4'-metoksi-3,8''-biflavanon. Senyawa tersebutmemiliki struktur molekul yang sama dengan senyawa GB3 yang pernah dilaporkan
303
pada jurnal oleh Kabangu, dkk (1986). Hasil uji invitro antimalaria terhadap senyawahasil isolasi menunjukkan bahwa senyawa tersebut kurang aktif sebagai antimalariadengan nilai IC50 3,36 μg/ml jika dibandingkan dengan kloroquin.
VI. Ucapan Terima KasihPenulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada :
1. Dirjen Dikdasmen Dikmenjur Depdiknas, yang telah memberikan beasiswaterbatas untuk mengikuti Program Magister Kimia di ITS Surabaya ini.
2. Pemda Kabupaten Buru yang telah membantu biaya penelitian dan pembelianbuku kuliah.
3. Dr. Tukiran, M.Si. dan staf dari UNESA Surabaya yang telah membantu dalampembuatan data spektroskopi UV dan IR.
4. Ahmad Darmawan, S.Si dan Sofa Fajriati S.Si dari PUSPITEK LIPI SerpongBanten yang telah membantu pembuatan data spektroskopi 1H-NMR dan13C-NMR.
5. Dr. Aty Widyawaruyanti, M.Si dan Dra. Maria Nindatu, M. Kes dari FakultasFarmasi UNAIR Surabaya yang telah membantu menguji bioaktifitas senyawa.
6. Kepala Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Kebun Raya Bogor Jawa Baratyang telah membantu mengidentifikasi tumbuhan spesies Garcinia picrorhizaMiq.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Agrawal, P.K., Rastogi, R.P. (1981) 13C-NMR Spectroscopy of Flavonoids.Heterocycles, 16 (12) 2181-2216.
Deachathai, S. (2005) Phenolic Compounds from the Fruit of Garcinia dulcis.Phytochemistry, 66 (19) 2368-75
Ersam, T. (2001) Senyawa Kimia Mikromolekul beberapa Tumbuhan ArtocarpusHutan Tropika Sumatera Barat, Disertasi, PPs. ITB, Bandung.
Fidock DA, Rosenthal PJ, Croft SL, Brun R, Nwaka S, 2004. Antimalarial drugdiscovery : Efficacy models for compound screening, Review, Nature 3 (Juni): 509-520.
Iinuma, M., Tosa, H., Tanaka, T., Asai, F., Shinamo, R. (1996) Two Xanthones with1,1 Dimethilallyl group in root bark of Garcinia subelliptica. Phytochemistry,39 (4) 945-947
Jackson,B., Locksley, H.D., Scheinman, F., (1971) Extractives from Guttiferae, PartXXII. The isolation and structure of four novel Biflavanones from from theheartwood of Garcinia eugeniifolia Wall. J. Chem. Soc, 3791-3803.
Mabry,T.J, Markham K.R, The Systematic Identification of Flavanoids, Springer-Verlag 1970
Markham ,K.R (1988) Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Terjemahan ITB Bandung.
304
Peres, V., Nagem, T. J., Olivera F. (2000) “Tetraoxygenated Naturally OccuringXanthones”, Phytochemistry, 55 683 – 710.
Rismita Sari dan Abdul Hanan (2000) “Garcinia (Clusiaceae) di Kebun Raya Bogor: Fisiognomi, Keragaman dan Potensi “ 73
Rumphius dalam Heyne (1987) ”Tumbuhan Berguna Indonesia” jilid III BadanPenelitian dan Pengembangan Kehutanan,Departemen Kehutanan Jakarta1387-1388
305
Senyawa Fenolik dari Ekstrak KloroformKulit Batang Tumbuhan Kedoya (Dysoxylum gaudichandianum
A. Juss. Miq.) (Meliaceae)
Tukiran, S. Hidayati Syarief, N. Hidayati, dan B. Eka
Kelompok Penelitian Kimia Organik Bahan AlamJurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Surabaya, Jl.Ketintang, Surabaya, 60231
Abstrak
Suatu senyawa fenolik, p-hidroksiasetofenon telah berhasil diisolasi dari ekstrak
kloroform kulit batang tumbuhan kedoya (Dysoxylum gaudichandianum A. Juss. Miq)
(Meliaceae). Struktur senyawa ini ditetapkan berdasarkan data spektroskopi IR dan
NMR.
Kata kunci : Dysoxylum gaudichandianum A.Juss. Miq., Kedoya, Meliaceae, Phenolic
Abstract
A phenolic compound, p-hydroxyacetophenone had been isolated from chloroform
extract of stem bark of kedoya (Dysoxylum gaudichandianum A. Juss. Miq.)
(Meliaceae). This structure had been established based on spectroscopic data of IR and
NMR.
Key words : Dysoxylum gaudichandianum A. Juss. Miq., Kedoya, Meliaceae,Phenolic
*) Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kimia di Jurusan Kimia – Unesa, Surabaya,tanggal 5 Desember 2007
306
1. PENDAHULUAN
Genus Dysoxylum terdiri dari 200 spesies yang tumbuh secara alami di India
dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Menurut literatur, ekstrak dari beberapa
spesies dari genus ini mempunyai sifat sitotoksik, anti-radang, dan antimalaria.
Hingga sekarang ini, banyak senyawa seperti triterpena, triterpen glikosida,
tetranortriterpenoid, diterpena, steroid, dan alkaloid, telah berhasil diisolasi dari
tumbuhan genus ini.
Suatu senyawa tetranortriterpenoid baru, yaitu lenticellatumin, tiga senyawa
terpenoid yang sudah dikenal, dysoxylumin C, asam eichlerianat, dan dysoxylumin
F, bersama-sama dengan tiga senyawa seramida yang sudah dikenal, 1-O- β-D-
glucopiranosil- (2S,3S,4R,8Z)-2-N-(2’-hidroksitetrakosanoil) oktadekasphinga- 8-
ena, (2S,3S,4R,8E)-2-N-(2’-hidrokstetrakosanoil) oktadekasphinga-8-ena,
(2S,3R,4E)-2-N-(2’-hidrokstetrakosanoil) oktadekasphinga- 4-ena, telah berhasil
diisolasi dari ranting tumbuhan Dysoxylum lenticellatum. Dilaporkan pula bahwa
senyawa 1-O- β-D-glucopiranosil- (2S,3S,4R,8Z)-2-N-(2’-hidroksitetrakosanoil)
oktadekasphinga- 8-ena menunjukkan aktivitas antimakan yang kuat terhadap
serangga Pieris brassicae L., sementara dua senyawa terakhir memperlihatkan
aktivitas antimakan yang lemah [1].
Selanjutnya dilaporkan bahwa suatu senyawa triterpen baru, yaitu beddomei
lacton telah diisolasi dari tumbuhan Dysoxyum beddomei, bersama-sama dengan
enam senyawa triterpenoid yang sudah dikenal, 3-oksotirucalla-7,24-dien-23-ol,
dipterocarpol, niloticin, melianone, melianodiol, dan 24-epi-melianodiol [2]. Di sisi
lain dilaporkan pula, dua senyawa triterpen di atas, yaitu 3β,24,25-
trihidroksisikloartana dan beddomei lacton menunjukkan sifat sitotoksik terhadap
hama serangga beras Cnaphalocrocis medinalis (Guenée) [3].
Sebagai kelanjutan penelitian kami terhadap sejumlah tumbuhan Meliaceae,
seperti Khaya senegalensis [4] dan Sandoricum koetjape [5], kini kami mulai
menyelidiki kandungan kimia pada tumbuhan lain dalam famili tersebut, yaitu
tumbuhan kedoya (Dysoxylum gaudichandianum A. Juss. Miq.) yang diperoleh dari
Kebun Raya Purwodadi. Pada kesempatan ini, akan dilaporkan elusidasi struktur
suatu senyawa fenolik hasil isolasi dari ekstrak kloroform kulit batang tumbuhan
307
Dysoxylum spp. Struktur molekul senyawa hasil isolasi ditetapkan berdasarkan data
IR, 1H- dan 13C-NMR.
2. PERCOBAAN DAN HASIL
Umum. Penentuan spektroskopi inframerah (IR) suatu senyawa hasil isolasi
diukur dengan menggunakan alat spektrometer Buck Scientific M500. Spektrum 1H
dan 13C NMR diukur dengan menggunakan spektrometer JEOL JNM-ECA500
NMR, beroperasi pada 500 MHz (1H) dan 125 MHz (13C), menggunakan pelarut
sebagai standar internal. Kromatografi cair vakum (KCV) dilakukan dengan
menggunakan Si Gel Merck 60 GF254, kromatografi kolom gravitasi (KKG) dengan
Si Gel Merck 60 (60 – 70 mesh), dan analisis kromatografi lapis tipis (KLT)
menggunakan pelat berlapis Si Gel Merck Kieselgel 60 F254 , 0,25 mm.
Pengumpulan Bahan Tumbuhan. Bahan tumbuhan berupa kulit batang
dari kedoya (Dysoxylum gaudichandianum A. Juss. Miq.) dikumpulkan pada bulan
Juni 2007 dari Kebun Raya Purwodadi. Tumbuhan ini telah diidentifikasi oleh staf
Herbarium LIPI, Purwodadi, Pasuruan dan spesimennya disimpan di Herbarium
tersebut.
Ekstraksi dan Isolasi. Serbuk kering kulit batang tumbuhan kedoya
(Dysoxylum gaudichandianum A. Juss., Miq) ini dimaserasi dalam pelarut metanol
sebanyak 3 kali, kemudian dievaporasi pada tekanan rendah dan diperoleh ekstrak
kental berwarna hijau tua (71,5 g). Selanjutnya, ekstrak kental metanol ini kembali
dilarutkan dalam sedikit pelarut metanol, untuk selanjutnya dipartisi dengan
kloroform sebanyak 3 kali pula. Setelah pelarut diuapkan dari porsi/bagian
kloroform pada tekanan rendah, diperoleh ekstrak kloroform kental berupa residu
berwarna hijau tua (30,7 g). Seluruh ekstrak kloroform ini difraksinasi sebanyak 3
kali dengan berat bagian masing-masing kurang lebih 10 g melalui KVC dengan
menggunakan eluen yang sama, yaitu heksana, campuran heksana – kloroform,
heksana – kloroform – metanol, dan metanol dengan tingkat kepolaran yang terus
meningkat, masing-masing menghasilkan 22, 34, dan 18 fraksi. Penggabungan
fraksi-fraksi tersebut atas dasar analisis KLT menghasilkan 4 fraksi utama, yaitu
fraksi A (2,123 g), B (3,974 g), C (3,104 g), dan D. Pemisahan berikutnya
dilakukan terhadap fraksi B (3,974 g) baik melalui cara/teknik KVC dan KKG
308
menggunakan berbagai macam eluen yang sesuai diikuti proses rekristalisasi,
dihasilkan suatu kristal putih sebanyak 20 mg (dan selanjutnya senyawa hasil
isolasi ini disebut isolat Bayu-Tuk-1). Uji karakterisasi berikutnya terhadap sampel
kristal isolat tersebut meliputi uji spektroskopi IR dan NMR.
Data spektroskopi senyawa hasil isolasi adalah sebagai berikut. Spektrum IR
(KBr) senyawa hasil isolasi menunjukkan serapan νmaks. pada 3300,6 (-OH);
2936,0 (-CH); 1663,5 (-C=O); 1575,3; 1507,0; dan 1450,7 (-C=C); 1357,0 (-CH3);
1278,9 (=C-OH); 1216,7; 1160,4; dan 845,1 (1,4-disubstitusi benzena) cm-1.
Spektrum 13C-NMR (CDCl3, 125 MHz) senyawa hasil isolasi memperlihatkan
sejumlah sinyal pada δC 26,5 (1 CH3), 115,6 (2 -CH=), 131,3 (2 –CH=), 130,1 (1 –
C=); 161,1 (1 –C-OH); dan 198,2 (-C=O) ppm.
3. PEMBAHASAN
Pemisahan ekstrak kloroform dari kulit batang tumbuhan dysoxylum spp.
dihasilkan suatu isolat Bayu-Tuk-1 yang diperoleh melalui beberapa tahap
fraksinasi, diikuti oleh pemilihan fraksi utama berdasarkan analisis kromatogafi
lapis tipis (KLT), pemurnian melalui kolom kromatografi dan rekristalisasi, serta
pengukuran spektroskopi.
Suatu isolat Bayu-Tuk-1 ini berupa kristal putih telah diperoleh dari kolom
kromatografi dan rekristalisasi berulang-ulang dalam pelarut metanol panas dari
fraksi gabungan V. Dengan pereaksi serium sulfat, senyawa ini memberikan warna
ungu dan memberikan pendar ungun dibawah lampu UV pada panjang gelombang
254 nm, berarti menunjukkan suatu senyawa fenolik.
Spektrum IR senyawa hasil isolasi ini memperlihatkan serapan pada daerah
3300,6; 2936,0; 1663,5; 1575,3; 1507,0; 1450,7; 1357,0; 1278,9; 1216,7; 1160,4;
dan 845,1 cm-1. Data-data serapan IR ini masing-masing menunjukkan vibrasi ulur
–OH (3300,6 cm-1), vibrasi ulur –CH (2936,0 cm-1), vibrasi ulur C=O (1663,5 cm-
1), vibrasi ulur ikatan rangkap terkonjugasi dari benzena (C=C-C=C) (1575,3;
1507,0; dan 1450,7 cm-1), vibrasi tekuk C-H (1357,0 cm-1), dan vibrasi ulur C – O
(1278,9 cm-1) (Silverstein, 1981).
309
Berdasarkan spektrum 13C-NMR senyawa hasil isolasi yang didukung oleh
spektrum HMQC, senyawa hasil isolasi ini memiliki 8 karbon yang terdiri dari 1
gugus metil (-CH3), 4 gugus metin (-CH-), dan 3 atom karbon kuaterner (-C=) (lihat
Table 2). Spektrum senyawa hasil isolasi ini memiliki 6 sinyal yang
menggambarkan adanya 1 gugus metil, yang terletak pada daerah geseran kimia (δC
ppm) 26,5, empat (4) gugus metin (-CH=) terletak pada daerah geseran kimia (δC
ppm) 115,6 (2 C) dan 131,3 (2 C), dan tiga (3) gugus metun (-C=) pada daerah
geseran kimia 130,1; 161,1; dan 198,2 (-C=O).
Sementara itu, spektrum 1H-NMR senyawa hasil isolasi memperlihatkan
sejumlah sinyal proton yang menggambarkan adanya 1 gugus metil (-CH3) pada
daerah 1,88 ppm, 1 gugus –OH fenol pada 6,93 ppm, 4 gugus metin (-CH=) di
daerah 6,91 (2 H) dan 7,90 (2 H) ppm yang menjadi ciri dari turunan 1,4-
disubstitusi benzena.
Akhirnya, data spektroskopi ini mendukung bahwa senyawa hasil isolasi
diduga sebagai senyawa p-hidroksiasetofenon, seperti digambarkan berikut.
Tabel 1. Nilai geseran kimia dari spektrum H- dan C-NMR (δppm, CDCl3) darisenyawa hasil isolasi (isolat Bayu-Tuk-1)
No. C 1H- NMR (ppm) 13C- NMR (ppm) Jenis Karbon
1 - 161,1 =C-OH2(6) 6,91 (d, J = 8,0 Hz) 115,6 -CH=3(5) 7,90 (d, J = 8,0 Hz) 131,3 -CH=4 - 130,1 -C=7 - 198,2 -C=O8 1,88 (s) 26,5 -CH3
=C-OH 6,93 (s) -
OH
O CH3
12
3
6
5
4
78
p-Hidroksiasetofenon
310
4. KESIMPULAN
Penelitian kimia pada tumbuhan kedoya (Dysoxylum gaudichandianum
A.Juss. Miq.) telah dilakukan di laboratorium kami, dan dari penelitian ini telah
ditemukan suatu senyawa fenolik, yaitu p-hidroksiasetofenon. Sejauh ini, studi
fitokimia terhadap tumbuhan dalam genus Dysoxylum perlum pernah ditemukan
senyawa fenolik tersebut. Untuk mengungkap lebih jauh senyawa-senyawa fenolik
lainnya guna mencari keragaman dan pola kimia senyawa-senyawa pada tumbuhan
tersebut, kami masih terus melanjutkan kegiatan penelitian ini.
Ucapan terima kasih
Penelitian ini dibiayai oleh DIPA Unesa, Jenis Payung Riset Unggulan
Tahun 2007. Terima kasih disampaikan kepada staf LIPI, Kebun Raya Purwodadi,
Pasuruan, yang telah membantu mengidentifikasi spesimen tumbuhan tersebut.
Terima kasih pula disampaikan kepada staf LIPI ”Pusat Penelitian Kimia’, Serpong,
atas bantuan pengukuran spektroskopi NMR.
Referensi :
1. Qi, S.-H., Wu, D.-G., Zhang, S., dan Luo, X.-D., 2003, “A NewTetranortriterpenoid from Dysoxylum lenticellatum”, Z. Naturforsch., 58b, 1128– 1132.
2. Hisham, A., Jayakumar, G., Ajitha Bai, M.D., Fujimoto, Y., 2004,“Beddomeilactone: A New Triterpene from Dysoxylum beddomei”, NaturalProduct Research, Vol. 18 (4), 329 – 334.
3. Nathan, S.S., Choi, M.-Y., Paik, C.-H., dan Seo, H.-Y., 2007, “Foodconsumption, utilization, and detoxification enzyme activity of the riceleaffolder larvae after treatment with Dysoxylum triterpenes”, PesticideBiochemistry and Physiology, 88 (3), 260-267.
4. Tukiran, Sri Hidayati, S., dan Iid, F., Suatu Senyawa Steroid dari Ekstrak n-Heksana Kulit Batang Tumbuhan Kaya (Khaya Senegalensis (Desr.) A. Juss)(Meliaceae)”, Presentasi oral, Kumpulan Abstrak, Seminar Nasional MIPA, 17Desember 2005, UNESA Surabaya.
311
5. Tukiran, Saidah, Suyatno, Nurul Hidayati, and Shimizu, K., 2006, “Briononicacid from The Hexane Extracts Sandoricum koetjape Merr Stem Bark(Meliaceae)”, Indonesian Journal of Chemistry, Vol.2(1), .
312
PEMILIHAN PELARUT DAN OPTIMASI SUHU PADA ISOLASISENYAWA ETIL PARA METOKSI SINAMAT (EPMS) DARI RIMPANGKENCUR SEBAGAI BAHAN TABIR SURYA PADA INDUSTRIKOSMETIK.
Abstrak
Titik Taufikurohmah, Rusmini, Nurhayati
Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasirimpang kencur (Kaempferia Galanga L) yang merupakan bahan dasar senyawatabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar matahari. Isolasi EPMS dapatdilakukan dengan berbagai pelarut karena struktur senyawa EPMS terdiri darigugus polar dan nonpolar, untuk lebih efektifnya maka perlu dilakukan pemilihanpelarut untuk mengekstraknya. Dalam penelitian pemilihan pelarut yangdigunakan adalah heksan, etil asetat, alkohol dan aquades. Selain pelarut suhujuga berpengaruh terhadap proses pelarutan karenanya dilakukan pula optimasisuhu pada proses isolasi dengan pelarut yang telah terpilih.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah maeserasi yang diikutidengan perkolasi. Setelah didapatkan perkolat selanjutnya dipekatkan denganrotary vacuum evaporator, selanjutnya dikristalkan dan direkristalisasi.
Hasil penelitian pada pemilihan pelarut pada suhu kamar didapat bahwaheksan adalah pelarut yang paling sesuai ditandai dengan % hasil isolasi tertinggiyaitu 2,111% yang diikuti etanol yaitu 1,434%, dan etil asetat 0,542% sedangkandengan aquades tidak terdapat kristal. Pada optimasi suhu dengan pelarut heksandidapat % hasil isolasi tertinggi terjadi pada suhu 50oC yaitu 8,873%, diikuti suhu60oC yaitu 8,765% dan suhu 40oC yaitu 7,236%, sedangkan suhu 70oCmemberikan prosentase terkecil yaitu 7,218%. Seluruh hasil isolasi selanjutnyadilakukan uji kemurnian dengan penentuan TL didapat sekitar 46,5oC mendekatiTL EPMS standard, demikian pula pengujian dengan KLT memberikan Rf yangidentik dengan EPMS standard pada berbagai pelarut pengembang. Analisamenggunakan IR menunjukkan pita serapan IR baik ulur maupun tekuk dengankemiripan diatas 98%, hal ini menunjukkan adanya struktur senyawa yang identikantara EPMS standard dengan hasil isolasi.
Bab I. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan iklim tropik di mana sinarmatahari menyinari wilayah Indonesia sepanjang tahun. Sinar mataharimerupakan sumber kehidupan bagi makhluk yang tinggal di bumi ini. Banyakmanfaat yang dapat diambil dari kehadiran matahari, namun ada juga yangkurang menguntungkan yaitu sengatan panasnya matahari yang dapatmembakar kulit terutama sinar UV. Untuk mengurangi sengatan sinar UV inidapat digunakan pelindung misalnya berteduh atau memakai payung, namundalam beberapa hal keduanya tak mungkin dilakukan misalnya pada saat haruskeluar rumah dan beraktivitas. Menggunakan lotion pelindung matahari adalahsolusi yang tepat dan mudah dilakukan.
313
Tanaman kencur (Kaempferia Galanga L) telah lama digunakan olehnenek moyang kita dalam campuran bedak yaitu bedak dingin beras kencuryang dapat mengurangi sengatan sinar matahari dan memberikan rasa sejukpada permukaan kulit. Penelitian telah membuktikan kebenaran pengalamannenek moyang kita bahwa dalam tanaman kencur memang mengandungsenyawa tabir surya yaitu etil p-metoksisinamat.
Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasirimpang kencur (Kaempferia Galanga L) yang merupakan bahan dasarsenyawa tabir surya yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar matahari.Senyawa tabir surya terutama yang berasal dari alam dirasa sangat pentingsaat ini dimana tidak hanya wanita saja yang memerlukan perlindungan kulitakan tetapi pria pun memerlukan tabir surya untuk melindungi kulit agar tidakcoklat atau hitam tersengat sinar matahari. Kulit dengan perlindungan akantampak lebih baik dalam hal warna yaitu akan terlihat lebih bersih dan lebihputih.
EPMS merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion kulitataupun pada bedak setelah mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjanganrantai dimana etil dari ester ini digantikan oleh oktil, etil heksil, atau heptilmelalui transesterifikasi maupun esterifikasi bertahap. Modifikasi yangdilakukan diharapkan mengurangi kepolaran EPMS sehingga kelarutannyadalam air berkurang yang merupakan salah satu syarat senyawa sebagai tabirsurya. Selain dari itu juga untuk mengurangi tingkat bahaya terhadap kulit,EPMS bila terhidrolisa akan melepaskan etanol yang bersifat karsinogenikterhadap kulit sedangkan hasil modifikasinya akan melepaskan alkoholdengan rantai lebih panjang yang tidak berbahaya.
Mengingat kebutuhan akan senyawa tabir surya yang terus meningkatmaka mengisolasi dari alam dengan bahan dasar yang murah adalah salah satupilihan yang menguntungkan dipandang dari berbagai kepentingan. Industrikosmetik lebih diuntungkan dengan tersedianya bahan tabir surya yang lebihmurah bila dibanding dengan import di satu sisi, sementara disisi lain petanikencur juga akan merasakan perbaikan harga dari hasil pertaniannya.Kenyataan inilah maka sangat perlu pengembangan bagaimana menyediakanEPMS ini di dalam negeri terutama karena Indonesia sangat potensi akantanaman kencur. Saat ini yang terpenting adalah mengupayakan bagaimanamengoptimasi isolasi EPMS ini dari tanaman kencur agar didapatkan hasildengan prosentase tertinggi.
EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandungcincin benzena dan gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga guguskarbonil yang mengikat etil yang bersifat sedikit polar sehingga dalamekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai variasikepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksan.
Isolasi yang telah dilakukan sejauh ini adalah pada suhu kamar,sedangkan kelarutan suatu zat selalu meningkat dengan kenaikan suhu.Kelarutan suatu zat padat dan zat cair pada suatu pelarut meningkat dengankenaikan suhu bila proses pelarutannya adalah endoterm, sedangkan untukproses pelarutan yang bersifat eksoterm pemanasan justru menurunkan hargakelarutan zat. Fenomena yang kedua ini jarang dijumpai di alam yang umum
314
adalah proses pelarutan yang bersifat endoterm yaitu memerlukan kalor.Beberapa zat dalam larutan akan rusak atau terurai dam menguap denganpemanasan sehingga suhu ekstraksi harus diperhatikan agar senyawa yangdiharapkan tidak rusak.
Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalahkepolaran antara pelarut dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harusmemiliki kepolaran yang sama atau mendekati sama. EPMS adalah suatu esteryang mengandung cincin bensen dan gugus metoksi yang bersifat non polardan mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat agak polarmenyebabkan senyawa ini mampu larut dalam beberapa pelarut dengankepolaran bervariasi, dimana dalam eksperimen ini dicoba heksana, etil asetat,alkohol dan air dalam pencarian pelarut yang tepat.
Selain pelarut, suhu juga ikut berpengaruh terhadap proses ekstraksisuatu bahan, dimana hampir semua zat padat dan zat cair kelarutannya dalampelarut akan meningkat dengan kenaikan suhu. Beberapa senyawa akan rusakatau terurai dengan kenaikan suhu sehingga tidak mungkin suhu dinaikkanterus selama proses ekstraksi karena itu perlu diketahui suhu optimum untukproses ekstraksi EPMS ini dengan pelarut yang sesuai yaitu pelarut yangdiperoleh dari optimasi pelarut sebelumnya.
Dengan asumsi-asumsi dari teori diatas maka rumusan masalah yang ingindi jawab dalam penelitian ini adalah ;
1. Pelarut apa yang sesuai untuk proses ekstraksi dalam isolasi EPMSdari rimpang kencur agar menghasilkan prosen isolat tertinggi.
2. Pada suhu berapa proses isolasi EPMS dengan pelarut terpilih yangmenghasilkan prosen isolat tertinggi.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pelarut yang paling sesuaidan suhu optimum proses isolasi EPMS dari rimpang kencur. Pemilihanpelarut dan optimasi suhu bertujuan agar didapatkan prosen isolat yang tinggi,dan bisa diterapkan dalam skala yang lebih besar guna pemenuhan kebutuhanakan senyawa EPMS sebagai bahan dasar tabir surya di kalangan industrikosmetik Indonesia.
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah dapatmengisolasi EPMS dari rimpang kencur dengan pelarut dan suhu yang tepat,manfaat yang lain yaitu dari kalangan industri kosmetik yang dapat membelibahan kosmetik yang lebih murah dibanding dengan bila harus mengimportbahan kosmetik tersebut
Bab II. KAJIAN PUSTAKA
Tabir surya adalah suatu senyawa yang digunakan untuk menyerapsecara efektif sinar matahari terutama daerah emisi gelombang UV sehinggadapat mencegah gangguan pada kulit akibat pancaran secara langsung sinar UVtersebut (Kreps,1972).
Sinar matahari yang membahayakan kulit adalah radiasi ultravioletdimana sinar ini dibedakan menjadi tiga, yaitu sinar ultraviolet A (UV-A), UV-B dan UV-C yang ketiganya mempunyai panjang gelombang dan efek radiasi
315
yang berbeda. Sinar UV-A dengan panjang gelombang 320-400 nm mempunyaiefek penyinaran, dimana timbul pigmentasi yang menyebabkan kulit berwarnacoklat kemerahan. Sinar UV-B dengan panjang gelombang 290-320nmmemiliki efek penyinaran, dimana dapat mengakibatkan kanker kulit bila terlalulama terkena radiasi. Sedangkan Sinar UV-C dengan panjang gelombang 200-290nm yang tertahan pada lapisan atmosfer paling atas dari bumi dan tidaksempat masuk ke bumi karena adanya lapisan ozon, efek penyinarannya palingkuat karena energi radiasinya paling tinggi diantara ketiganya yaitu dapatmenyebabkan kanker kulit dengan penyinaran yang tidak lama (Harry, 1982).
Secara alamiah kulit manusia telah mempunyai sistim perlindunganterhadap sinar UV yaitu penebalan stratum corneum, pembentukan melanin, danjuga pengeluaran keringat. Namun pada penyinaran yang berlebihan sistimpertahanan alamiah ini tidak mencukupi lagi sehingga menyebabkan beberapagangguan pada kulit, karena itu diperlukanlah senyawa tabir surya untukmelindungi kulit dari radiasi UV secara langsung (Cumpelick, 1972).
Senyawa tabir surya ada dua macam yaitu senyawa yang melindungisecara fisik dan senyawa yang menyerap secara kimia. Adapun senyawa yangmelindungi secara fisik contohnya adalah senyawa titanium oksida, petroleummerah, dan seng oksida, sedangkan senyawa yang menyerap secara kimiacontohnya adalah turunan asam p-aminobenzoat, turunan ester p-metoksisinamat, dan oksibenzena (Shaath, 1986).
Ciri senyawa tabir surya yang menyerap secara kimia adalahmempunyai inti benzena yang tersubstitusi pada posisi orto maupun para yangterkonjugasi dengan gugus karbonil. Senyawa-senyawa demikian diantaranyaadalah turunan asam para amino benzoat (PABA), turunan salisilat, turunanantranilat, turunan benzofenon, turunan kamfer dan senyawa-senyawa turunansinamat. Senyawa turunan sinamat yang telah digunakan sebagai tabir suryaantara lain adalah oktil sinamat, etil4-isopropil sinamat, dietanolamin p-metoksisinamat, dan isoamil p-metoksisinamat (Shaath, 1990). Selain itusebagai senyawa tabir surya juga masih harus memenuhi persyaratan yaitusenyawa tersebut tidak atau sukar larut dalam air. Beberapa turunan sinamatyang memenuhi persyaratan ini diantaranya oktil p-metoksisinamat, isoamil p-metoksisinamat, sikloheksil p-metoksisinamat, 2-etoksi etil p-metoksisinamat,dietanolamin p-metoksisinamat dan turunan-turunan lain dari sinamat yangmempunyai rantai panjang dan sistem ikatan rangkap terkonjugasi yang akanmengalami resonansi selama terkena pancaran sinar UV.
Berbagai jenis rempah-rempah diantaranya kencur (Kaempferiagalanga) selain digunakan sebagai bumbu dapur juga dapat digunakan sebagaiobat-obatan tradisional karena khasiatnya dapat juga digunakan menjagakesehatan dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit, antara lain sebagaipenimbul rasa hangat, analgesik, penyembuh bengkak-bengkak, obat batuk,penambah nafsu makan dan lain-lain (Kusumaningati, 1994).
Tanaman kencur mempunyai klasifikasi sebagai berikut: termasukdalam divisi Spermatophyta, sub divisi Angiosperma, kelas Monocotyledoneae,bangsa Scitamineae, suku jahe-jahean (Zingiberaceae), marga Kaempferia, danjenis Kaempferia galanga L, dengan nama lokal (Jawa) adalah kencur. Rimpangtanaman ini banyak digunakan sebagai bumbu masak, dan bahan bobok
316
tradisional, baik digunakan sendiri maupun bersama rempah yang lain.Campuran dari rempah kencur dengan tanaman lain dapat digunakan sebagaiobat luar yang bersifat analgesik, antipiritik, anti inflamasi dan anti mikroba.Kencur juga digunakan sebagai bahan kosmetik yaitu dalam ramuan tradisionalbedak dingin beras kencur (Kusumaningati, 1994).
Kandungan senyawa kimia dari rimpang kencur (menurut J.J.Afriastini, 1990) antara lain minyak atsiri berupa sineol sebanyak 0.02%, asammetil kanil, pentadekana, ester etil sinamat, asam sinamat, borneol, kamfena,paraeumarina, asam anisat, alkaloid, gom mineral sebanyak 13.7% dan pati4.14%. Kandungan minyak atsiri dalam rimpang kencur yaitu 2-4% yang terdiridari etil sinamat, etil p-metoksisinamat, p-metoksi stirena, n-pentadekana,borneol, kamfen, 3,7,7-trimetil bisiklo [4,1,0] hept-3-ena (Didik, dkk, 1989).
Larutan adalah campuran yang homogen, artinya setelah kedua zatdicampur, maka keduanya akan menghasilkan satu fasa (homogen) yangmempunyai sifat dan komposisi yang sama antara satu bagian dengan bagianlain dalam campuran tersebut. Larutan terdiri dari pelarut (komponen yang besarjumlahnya) yang biasa disebut solven dan zat terlarut (solut).Macam-macam larutan
==========================================================zat terlarut pelarut contohgas gas udaragas cair oksigen dalam airgas padat hidrogen dalam serbuk Ptcair padat raksa dalam almagam padatcair cair alkohol dalam airpadat padat emas dalam perakpadat cair gula dalam air
Jika kelarutan zat kurang dari 0,1 gram dalam 1000 gram pelarut disebut tidaklarut (insoluble), misal kaca dan plastik dalam air.
Konsentrasi larutan menyatakan komposisi larutan secara kuantitatifatau perbandingan jumlah zat terlarut dengan pelarut.Beberapa satuan konsentrasi: Fraksi mol (X) = mol zat terlarut/(mol zat terlarut+mol pelarut) Molaritas (M) = mol zat terlarut/ liter larutan Molal (m) = mol zat terlarut/ 1000 g pelarut Normal (N) = mol ekivalen zat terlarut/ liter larutan % massa = (gram zat terlarut/ gram larutan) x 100% 5 volume = (liter zat terlarut/ liter larutan) x 100% Ppm = mg zat terlarut/ kg larutan
Walaupun suatu zat bisa larut dalam pelarut cair, tetapi jumlah yangdapat larut selalu terbatas dan batas itu disebut kelarutan. Suatu larutan lewatjenuh merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan bergeser bila suhudinaikkan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu
317
dinaikkan, karena umumnya proses pelarutan bersifat endotermik, tapi ada pulayang sebaliknya.
Zat padatT
Pengaruh kenaikan suhu pada kelarutan zat berbeda-beda. Hal inimerupakan dasar pemisahan secara kristalisasi bertingkat, misal memisahkankristal KNO3 dan KBr yang bercampur. Dengan menaikkan suhu kristal KNO3
segera mencair sedang KBr tidak. Bila menggunakan pelarut air, maka KNO3akan larut sedang KBr tidak, dengan menyaring keduanya terpisah (dalamkeadaan panas).
Bab III. METODE PENELITIAN
Desain Penelitian.S-------------- P1-------------H1
P2-------------H2P3-------------H3P4-------------H4---------------H Opt / P Opt
S--------------P Opt T1----------H5P Opt T2----------H6P Opt T3----------H7P Opt T4----------H8------------T Opt
Keterangan;S = sampel berupa rimpang kencurP1-P4 = Pelarut ( 1=Heksan, 2=Etil asetat, 3= Etanol dan 4 = air)H1-H4 = %isolat dengan Pelarut 1-4H opt = %isolat paling besarP opt = Pelarut dengan %isolat paling besarT1-4 = Suhu (1=30oC, 2=50oC, 3=70oC dan 4= 90oC)H5-8 = %isolat dengan pelarut terpilih pada suhu (1=30oC, 2=50oC, 3=70oC,4=90oC)
Teknik pengumpulan data dimulai setelah prosedur berikut ini dilakukan yaitu:Isolasi etil p-metoksi sinamat ( EPMS ) dari rimpang kencur
Rimpang kencur dicuci dengan air hingga bersih, ditiriskan lalu diiris-iristipis agar mudah kering. Selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari tidaklangsung, setelah kering dihaluskan menjadi serbuk dan direndam dalamperkolator dengan pelarut selama 24 jam. Cairan perkolat ditampung dalamerlenmeyer dan residu direndam lagi sampai beberapa kali hingga diperolehperkolat yang warnanya kuning pucat dengan total perkolat 5 liter tiap kg serbuk.Perkolat selanjutnya dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator hinggadiperoleh larutan pekat yang selanjutnya didinginkan dalam penangas es hinggaterbentuk kristal. Kristal yang didapat masih kotor dan dicuci dengan pelarut
Kelarutan dalamcairan
318
sedikit saja lalu direkristalisasi dengan metanol hingga didapat kristal jarum yangtidak berwarna. Isolasi dengan proses ekstraksi di atas dilakukan menggunakanbeberapa pelarut yaitu etanol, etil asetat, air dan hexana untuk mendapatkanpelarut paling sesuai yaitu pelarut yang mampu mengekstrak EPMS terbanyakdalam berat bahan yang sama dan volume pelarut sama. Setelah diperolah pelarutyang sesuai selanjutnya dilakukan Isolasi dengan ekstraksi menggunakan pelaruttersebut pada berbagai suhu yaitu suhu kamar (30 oC), 50 oC, 70 oC, dan 90oC.Untuk mempertahankan suhu digunakan waterbath dan agar rendaman tidakkehilangan pelarut maka diusahakan tutup yang memungkinkan pelarut yangmenguap akan masuk dalam rendaman kembali.
Instrumen penelitian melipuli peralatan iolasi yaitu seperangkat alatperkolasi berupa peralatan gelas, alat pemekat berupa Rotary Vacum Evaporator,peralatan gelas untuk kristalisasi dan rekristalisasi, instrumen pengukur Titik lelehdan dilanjutkan dengan instrumen analisis yaitu UV-Vis, GC-MS, IR dan NMR.Data Instrumen senyawa hasil isolasi dibuat tabel dan dibandingkan dengan datainstrumen senyawa EPMS murni sebagai pembanding.
Data pada optimasi jenis pelarut berupa massa hasil isolasi yang diperolehuntuk tiap jenis pelarut dihitung prosentasenya dengan rumus. Hasil prosentasetertinggi menunjukkan proses ekstraksi untuk senyawa EPMS paling sesuaiartinya pelarut tersebut mengekstrak EPMS paling sempurna karena mempunyaikepolaran yang paling mendekati kepolaran EPMS itu sendiri. Hasil dari optimasiini didapatkan pelarut optimum dan selanjutnya digunakan untuk optimasi suhu.
Data pada optimasi suhu dengan menggunakan pelarut terpilih berupamassa hasil isolasi juga dihitung prosentasenya dengan rumus. Hasil prosentasetertinggi menunjukkan bahwa pada suhu tersebut senyawa EPMS terekstrakdengan sempurna, senyawa tidak terurai dan tidak rusak pada suhu tersebut. Hasildari optimasi ini diperoleh suhu optimum proses ekstraksi EPMS dengan pelarutterpilih.
Untuk menafsirkan data instrumen EPMS senyawa hasil isolasidibandingkan dengan senyawa EPMS murni. Data titik leleh senyawa dikatakanidentik bila range titik leleh keduanya sama atau berbeda 0,5-1 oC. Data IRsenyawa dikatakan identik bila serapan-serapan pada wilayah panjang gelombangyang sama terhadap sinar infra merah. Data NMR suatu senyawa dikatakanidentik bila menghasilkan spektogram yang sama. Data MS suatu senyawadikatakan identik bila pola fragmentasi keduanya sama. Data UV-Vis senyawadikatakan identik bila keduanya mempunyai serapan pada wilayah panjanggelombang yang sama.
Bab IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Hasil PenelitianHasil Pemilihan Pelarut Pada Proses Isolasi EPMS Pada suhu Kamar
Jenis Pelarut Prosentase Hasil IsolasiHeksana 2,111%Etil Asetat 0,542%Etanol 1,434%Aquades -
319
Hasil Optimasi Suhu Pada Proses Isolasi EPMS Dengan Pelarut Heksana
Suhu Ekstraksi Prosentase Hasil Isolasi40oC 7,236%50oC 8,873%60oC 8,765%70oC 7,218%
Harga Rf Etil p-metoksisinamat dari hasil pemilihan pelarut pada suhu kamar
Harga RfJenis eluen
Heksana E-Aset Etanol Aquades Stand.
Heksan : etil asetat = 4:1 0,65 0,66 0,66 - 0,65Heksan: etil asetat : aseton= 13 : 3 : 1
0,73 0,72 0,72 - 0,73
Heksan : kloroform :As.Asetat Glasial = 5:4:1
0,92 0,93 0,93 - 0,93
Harga Rf Etil p-metoksisinamat dari hasil optimasi suhu dengan pelarut heksan
Harga RfJenis eluen
40oC 50oC 60oC 70oC Stand.EPMS
Heksan : etil asetat = 4:1 0,60 0,57 0,57 0,63 0,63Heksan: etil asetat : aseton= 13 : 3 : 1
0,63 0,60 0,60 0,63 0,63
Heksan : kloroform : As.AsetatGlasial = 5:4:1
0,90 0,85 0,87 0,87 0,87
Titik Leleh EPMS standard adalah 46,5oCTitik Leleh hasil isolasi dengan beberapa pelarut
Jenis pelarut Titik lelehHeksan 46,5oCEtil asetat 46,0oCEtanol 46,5oCAir -
Titik Leleh hasil isolasi dengan pelarut heksan pada berbagai suhu
Suhu ekstraksi Titik leleh40oC 46,0oC50oC 46,5oC60oC 46,0oC70oC 46,5oC
320
4.2. Pembahasan Hasil PenelitianHasil pemilihan pelarut dalam penelitian ini terlihat bahwa heksan lebih
sesuai hal ini ditunjukkan oleh prosentase hasil yang lebih besar dibandingkandengan pelarut lain pada suhu kamar. Kenyataan ini menunjukkan bahwakepolaran EPMS lebih mendekati heksan karena dalam EPMS ada dua gugusyang mendukung sifat nonpolar yaitu gugus eter dan lingkar benzen, sedanggugus yang mendukung ke arah polar hanya satu yaitu adanya karbonil dalamgugus ester.
Hasil optimasi suhu menunjukkan bahwa suhu optimum dalam isolasimenggunakan pelarut terpilih yaitu heksan adalah 50oC. Kenyataan inimemberikan gambaran jelas bahwa proses pelarutan EPMS dalam heksantergolong endoterm yaitu memerlukan kalor dimana kenaikan kalor pada prosesekstraksi diikuti dengan kenaikan prosentase hasil isolasi. Pada suhu diatas 50oCterjadi penurunan hasil isolasi disebabkan karena EPMS yang telah terekstraksebagian mengalami penguraian struktur karena pemanasan.
Hasil Analisa kemurnian dengan penentuan titik leleh menunjukkan angkamendekati titik leleh EPMS standard yaitu 46,5oC, dengan demikian maka dapatdikatakan bahwa hasil isolasi telah murni dan senyawa yang diperoleh benarEPMS selanjutnya siap untuk dilakukan analisis lebih lanjut.
Dari Uji KLT dengan berbagai komposisi dan jenis pelarut pengembangmenunjukkan bahwa hasil RF tidak berbeda dengan senyawa EPMS standard padapelarut pengembang yang sama, hal ini menunjukkan bahwa benar hasil yang kitadapat dalam isolasi ini adalah EPMS
Analisa IR yang dilakukan terhadap senyawa hasil isolasi dibandingkandengan EPMS standard ternyata terdapat kemiripan lebih dari 98%, hal inimemberikan informasi bahwa hasil isolasi identik dengan EPMS standard.
Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan1. Pelarut yang paling sesuai dalam penelitian ini adalah Heksan2. Suhu optimum proses pelarutan EPMS dalam heksan adalah 50oC
5.2. SaranDari hasil isolasi EPMS dengan heksan ternyata lebih efektif pada suhu di
atas suhu kamar berarti terdapat penambahan kalor selama proses ekstraksi.Heksan merupakan pelarut yang mudah terbakar maka sebaiknya melakukanpemanasan dengan pemanas yang sekaligus dapat mengontrol suhu yaitu hot platejangan sekali-kali menggunakan kompor listrik yang pemanasannya takterkendali.
321
DAFTAR PUSTAKA
Afriastini. JJ., 1990, Bertanam Kencur, Cetakan V, Jakarta:PT. Penebar Swadaya, hal 3
Adams S. R, Jonhson J.R, Wilcox C.F, 1970, Laboratory Experimens InorganicChemistry, 6th edition, The Macmilam Company, London, p.76-78
Anonimus, 1987, Programme and Abstracts Handbook Unesco Sub-RegionalSeminar/Workshoop on Trasnformation and synthesis Related toNatural Products, organized by Airlangga University and SepuluhNopember Institute of Technology with The Sponsorship of Unesco,p. 27-28
Crabtree, R H., 1992, The Organometallic Chemistry Of The Transition Metals,second edition, A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons,New York
Cumpelik, B.M.,1972, Analitycal Procedures and Evaluation Of Sunscreen,J.Soc. Cosmet. Chemist, 2, 333-345.
Fessenden, RJ., 1994, Kimia Organik, edisi ketiga, (alih bahasa oleh A. HadyanaPudjaatmaka), Jakarta ; Penerbit Erlangga, Hal 86
Harrwood, Laurence M., Moody, Christoper S., 1989, Experimental OrganicChemistry, Principles and Practice, Blacwell Sciencetific Publication,London.
Harry R.G., 1982, Harry’s Cosmeticology, 6th edition, The Principle and PracticeOf Modern Cosmetic, Leonard Hill Book, London
Hidayati N., 1997, Sintesa Oktil p-metoksisinamat dan etil heksil p-metoksisinamat dari etil p-metoksisinamat Hasil Isolasi RimpangKencur (Kaempferia Galanga L), Tesis, Universitas Airlangga,Surabaya
Hery Suwito, Mulyadi Tanjung, Sri Sumarsih, Nanik Siti Aminah, Sofiyan Hadi,1994, Sintesis Beberapa Deret Homolog Turunan Ester p-metoksisinamat dengan bahan baku Kaempferia galanga OPFLembaga Penelitian Unair.
Kreps, S.I., Goldenberg, 1972, Suntan Preparation in Balsam MS, CosmeticSciense and Technology,2nd ed, John Wiley & Sons, Inc, 241-305.
Kusumaningati S., 1994, Kaempferia Galanga L dalam Jamu, makalah padaseminar Nasional Tanaman Obat Indonesia VI , Bandung.
322
Norman R O C. 1978 Principles Of Organic Synthesis, second edition, A HalstedPress Book, John Wiley & Sons, New York.
Shaath N.A., 1990, Sunscreens, Development, Evaluation, and RegulatoryAspects, Marcel Dekker, INC, New York.
Sudjadi, 1986, Metode Pemisahan, cetakan I, Kanisius , Jogyakarta, halaman 167-177. Dan halaman 74
Soeratri W., 1993, Studi Proteksi Radiasi UV sinar Matahari Tahap 1 : StudiEfektivitas Protektor Kimia , Lembaga Penelitian UniversitasAirlangga.
Tanjung M , 1997, Dari Isolasi Dan Rekayasa Senyawa Turunan SinamatKaempferia Galanga L Sebagai Tabir Surya, Lembaga PenelitianUniversitas Airlangga.
Vogel A.I, 1978 Vogel’s Text Book Of Practical Organic Chemistry, EbflishLanguage Book Society Longman, London p-1078.
Wahjo Dyatmiko, Mulya H.S, Achmad Fuad, Anik SB (1995) , Validasi Analisisetyl p-metoksisinamat secara densitometer dalam standarisasi produkjadi yang mengandung ekstrak etanol dari rimpang kencur(Kaempferia Galanga L), Laporan Penelitian SPP/DPP LembagaPenelitian Unair.
323
SINTESIS ETIL P-METOKSISINAMIL P-METOKSISINAMAT HASILISOLASI RIMPANG KENCUR ( Kaempferia Galanga L.)
Titik Taufikurohmah, Nita Kusumawati
ABSTRAK
Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpangkencur (Kaempferia Galanga L) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir suryayaitu pelindung kulit dari sengatan sinar matahari.EPMS sebagai senyawa tabir suryadipandang masih kurang bagus karena saat terhidrolisa akan melepaskan etanol hal inidapat menyebabkan karsinogenik, selain dari itu juga kelarutan senyawa ini dalam aircukup tinggi sehingga perlu perubahan senyawa EPMS menjadi ester dengan rantaiyang lebih panjang yang lebih nonpolar dan tidak karsinogenik melalui sintesis.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sintesis bertahap dantransesterifikasi. Hasil sintesis secara bertahap dimana sebagian EPMS dirubah menjadialkohol dan yang lain dirubah menjadi asam yaitu APMS. kedua senyawa direaksikanmenghasilkan ester baru yaitu etil p-metoksisinamil p-metoksisinamat sebanyak 49,9%.Sintesis melalui transesterifikasi untuk mendapatkan ester yang sama maka persen hasilyaitu 70,23%
Analisa kemurnian senyawa EPMS dengan penentuan titik leleh diperoleh harga46,5oC, 46oC dan 46,5oC ( tiga kali pengukuran) sedangkan ester hasil sintesismempunyai titik leleh 187oC dan 188oC ( dua kali pengukuran)
Analisa kemurnian menggunakan KLT diperoleh beberapa data dengan fasapengembang yang berbeda-beda sebagai berikut :Senyawa Pengembang-1 Pengembang-2 Pengembang-3 Pengembang-4EPMS 0,86 0,65 0,67 0,56Hasil sintesis 0,80 0,73 0,56 0,51
Bab 1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan iklim tropik di mana sinar mataharimenyinari wilayah Indonesia sepanjang tahun. Sinar matahari merupakan sumberkehidupan bagi makhluk yang tinggal di bumi ini. Banyak manfaat yang dapat diambildari kehadiran matahari, namun ada juga yang kurang menguntungkan yaitu sengatanpanasnya matahari yang dapat membakar kulit terutama sinar UV. Untuk mengurangisengatan sinar UV ini dapat digunakan pelindung misalnya berteduh atau memakaipayung, namun dalam beberapa hal keduanya tak mungkin dilakukan misalnya padasaat harus keluar rumah dan beraktifitas. Menggunakan lotion pelindung matahariadalah solusi yang tepat dan mudah dilakukan.
Tanaman kencur (Kaempferia Galanga L) telah lama digunakan olehnenek moyang dalam campuran bedak yaitu bedak dingin beras kencur yang dapatmengurangi sengatan sinar matahari dan memberikan rasa sejuk pada permukaan kulit.Penelitian telah membuktikan kebenaran pengalaman nenek moyang bahwa dalamtanaman kencur memang mengandung senyawa tabir surya yaitu etil p-metoksisinamat.(Hidayati, 1997)
324
Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasirimpang kencur (Kaempferia Galanga L) yang merupakan bahan dasar senyawa tabirsurya yaitu pelindung kulit dari sengatan sinar matahari. Senyawa tabir surya terutamayang berasal dari alam dirasa sangat penting saat ini dimana tidak hanya wanita sajayang memerlukan perlindungan kulit akan tetapi priapun memerlukan tabir surya untukmelindungi kulit agar tidak coklat atau hitam tersengat sinar matahari. Kulit denganperlindungan akan tampak lebih baik dalam hal warna yaitu akan terlihat lebih bersihdan lebih putih.
EPMS merupakan senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion kulitataupun pada bedak setelah mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantaidimana etil dari ester ini digantikan oleh oktil, etil heksil atau heptil melaluitransesterifikasi maupun esterifikasi bertahap. Modifikasi yang dilakukan diharapkanmengurangi kepolaran EPMS sehingga kelarutannya dalam air berkurang yangmerupakan salah satu syarat senyawa sebagai tabir surya. Selain dari itu juga untukmengurangi tingkat bahaya terhadap kulit, EPMS bila terhidrolisa akan melepaskanetanol yang bersifat karsinogenik terhadap kulit sedangkan hasil modifikasinya akanmelepaskan alkohol dengan rantai lebih panjang yang tidak berbahaya.
Berdasarkan sintesis yang telah dilakukan oleh para peneliti terdahuluterhadap hasil isolasi rimpang kencur yang berupa EPMS, telah dilakukan penggantiangugus etil pada EPMS dengan alkyl yang lebih panjang dengan harapan mengurangikelarutannya dalam air, maka kemudian akan dicoba untuk melakukan pengembangansintesis EPMS dimana etil dalam EPMS digantikan oleh alkyl yang terbentuk dariEPMS itu sendiri. Dengan menggunakan Litium Aluminium Hidrida (LAH), EPMSdapat dirubah menjadi alkohol, yaitu melalui reaksi reduksi.
Esterifikasi bertahap telah dilakukan untuk ester yang meruang seperti diatas, yaitu dengan melalui tahap pembentukan asam dari EPMS yang diikutipembentukan asil (senyawa intermediet yang reaktif) dengan tionil klorida sedangkanmetode transesterifikasi belum pernah dicoba. Dengan melalui transesterifikasi makapenggunaan tionil klorida dapat dihindari karena bahan ini termasuk bahan yang sulitmasuk ke dalam negeri saat ini. Transesterifikasi merupakan pilihan yang diharapkandapat menyiasati keadaan, namun kendala yang mungkin timbul adalah sulitnyamempertemukan dua substituen yang sama-sama meruang yaitu alkohol dari EPMS danEPMS itu sendiri.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah transesterifikasi yangmemiliki tahap reaksi yang lebih singkat. Langkah-langkah yang ditempuh meliputi:isolasi EPMS dari rimpang kencur, reduksi EPMS menjadi alkoholnya dan mensintesismenjadi ester yang lebih panjang. Metode ini lebih singkat dibanding esterifikasibertahap yang perlu pembentukan asam dan asil dari EPMS.
Dengan rantai dan sistim konjugasi yang lebih panjang diharapkan senyawaproduk hasil reaksi ini dapat berfungsi lebih baik sebagai tabir surya karena kelarutandalam air menurun dan dengan ikatan rangkap terkonjugasi yang lebih banyakkemampuan menyerap sinar UV juga makin besar.
Berdasarkan latar belakang sintesis senyawa-senyawa turunan sinamattersebut diatas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Berapa rendemen Etil p-metoksisinamil p-metoksisinamat hasil sintesis EPMSmelalui reaksi bertahap?
325
2. Berapa rendemen Etil p-metoksisinamil p-metoksisinamat hasil sintesis EPMSmelalui transesterifikasi?
Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1. Tinjauan Tentang Tabir Surya.
Tabir surya adalah suatu senyawa yang digunakan untuk menyerap secaraefektif sinar matahari terutama daerah emisi gelombang UV sehingga dapat mencegahgangguan pada kulit akibat pancaran secara langsung sinar UV tersebut (Kreps,1972).
Sinar matahari yang membahayakan kulit adalah radiasi ultraviolet dimanasinar ini dibedakan menjadi tiga, yaitu sinar ultraviolet A (UV-A), UV-B dan UV-Cyang ketiganya mempunyai panjang gelombang dan efek radiasi yang berbeda. SinarUV-A dengan panjang gelombang 320-400 nm mempunyai efek penyinaran, dimanatimbul pigmentasi yang menyebabkan kulit berwarna coklat kemerahan. Sinar UV-Bdengan panjang gelombang 290-320 nm memiliki efek penyinaran, dapatmengakibatkan kanker kulit bila terlalu lama terkena radiasi. Sedangkan Sinar UV-Cdengan panjang gelombang 200-290 nm yang tertahan pada lapisan atmosfer palingatas dari bumi dan tidak sempat masuk ke bumi karena adanya lapisan ozon, efekpenyinarannya paling kuat karena energi radiasinya paling tinggi diantara ketiganyayaitu dapat menyebabkan kanker kulit dengan penyinaran yang tidak lama (Harry,1982).
Berbagai jenis rempah-rempah diantaranya kencur (Kaempferia galanga)selain digunakan sebagai bumbu dapur juga dapat digunakan sebagai obat-obatantradisional karena khasiatnya dapat juga digunakan menjaga kesehatan dan dapatmenyembuhkan berbagai penyakit, antara lain sebagai penimbul rasa hangat, analgesik,penyembuh bengkak-bengkak, obat batuk, penambah nafsu makan dan lain-lain(Kusumaningati, 1994).
2.2.Tinjauan Tentang Tanaman Kencur (Kaempferia galanga L)
Tanaman kencur mempunyai klasifikasi sebagai berikut: termasuk dalamdivisi Spermatophyta, sub divisi Angiosperma, kelas Monocotyledoneae, bangsaScitamineae, suku jahe-jahean (Zingiberaceae), marga Kaempferia, dan jenisKaempferia galanga L, dengan nama lokal (Jawa) adalah kencur. Rimpang tanaman inibanyak digunakan sebagai bumbu masak, dan bahan bobok tradisional, baik digunakansendiri maupun bersama rempah yang lain. Campuran dari rempah kencur dengantanaman lain dapat digunakan sebagai obat luar yang bersifat analgesik, antipiritik, antiinflamasi dan anti mikroba. Kencur juga digunakan sebagai bahan kosmetik yaitudalam ramuan tradisional bedak dingin beras kencur (Kusumaningati, 1994).
Kandungan senyawa kimia dari rimpang kencur (menurut J.J. Afriastini,1990) antara lain minyak atsiri berupa sineol sebanyak 0.02%, asam metil kanil,pentadekana, ester etil sinamat, asam sinamat, borneol, kamfena, paraeumarina, asamanisat, alkaloid, gom mineral sebanyak 13.7% dan pati 4.14%. Kandungan minyakatsiri dalam rimpang kencur yaitu 2-4% yang terdiri dari etil sinamat, etil p-metoksisinamat, p-metoksi stirena, n-pentadekana, borneol, kamfen, 3,7,7-trimetilbisiklo [4,1,0] hept-3-ena (Didik, dkk, 1989).
326
2.3.Tinjauan Tentang EPMS Dan Isolasi Etil P-metoksisinamat
Etil p-metoksisinamat merupakan kandungan terbesar dari rimpang kencurdengan rumus struktur sebagai berikut :
Gambar1. Rumus struktur EPMS
Rumus molekul EPMS adalah C12H13O3 , dengan berat molekul 205.Senyawa ini berbentuk kristal jarum tidak berwarna, dengan titik lebur antara 47-48 o C(Tanjung, 1997).
Penelitian terdahulu terhadap EPMS memberikan data sebagai berikut:identifikasi EPMS dengan spektrofotometer UV-Vis memberikan puncak serapanmaksimum dalam etanol pada panjang gelombang 225 dan 307 nm. Analisisspektrofotometer IR memberikan puncak serapan pada bilangan gelombang (cm-1)3000 ; 2910 ;1635;1600 ;1570;1510 ;1185;1035 ; 835. Analisis spektrofotometer massamemberikan massa molekul (Mr = 206) dengan pola fragmentasi m/z: 191, 178, 161,147, 134, 118, 103, 90, 81, 77, 63, 51 dan 39 (Tanjung, 1997).
Isolasi etil p-metoksisinamat dari rimpang kencur dimulai dengan ekstraksisimplisia rimpang kencur dengan cara perkolasi pada suhu kamar, yaitu dengan caramerendam serbuk kering rimpang kencur dalam etanol 96% sebanyak 3-5 kali beratbahan selama 24 jam dalam perkolator dan diikuti perkolasi yang semuanya dilakukan3 kali atau sampai didapat perkolat dengan warna kuning muda. Selanjutnya perkolatyang dihasilkan dikumpulkan dan diuapkan pelarutnya menggunakan rotary vacuumevaporator agar didapat perkolat yang kental. Setelah itu dengan penangas es perkolatkental tersebut didinginkan sampai terbentuk kristal yang masih kotor. Selanjutnyakristal yang terbentuk dicuci dengan etanol dan dilakukan rekristalisasi denganmetanol, atau etanol-air.
2.4.Tinjauan Tentang Esterifikasi
Esterifikasi bertahap merupakan reaksi pembentukan ester dari suatu asamkarboksilat dengan alkohol melalui suatu senyawa antara yaitu asil halida(Fessenden, 1990). Penelitian yang pernah dilakukan dengan metode ini adalah melaluitahapan sebagai berikut : hidrolisis etil p-metoksisinamat menjadi asam p-metoksisinamat, asam p-metoksisinamat yang terbentuk direaksikan dengan SOCl2
membentuk senyawa asil klorida. Selanjutnya senyawa asil klorida yang terbentukdireaksikan dengan n-oktanol membentuk oktil p-metoksisinamat. Mekanisme reaksiini dapat dilihat pada gambar 2.6.2 ( Hidayati, 1997 )
CH3
O
CH34
H
327
APMS
EPMS
Gambar 2.6.2 Reaksi sintesis oktil p-metoksisinamat dengan pereaksi COCl2
Reaksi transesterifikasi merupakan salah satu mekanisme pembentukan ester darisuatu ester lain. Reaksi umum dari reaksi trasesterifikasi adalah sebagai berikut (Fessenden, 1990 ; Morrison and Boyd, 1989 ).
Reaksi transesterifikasi dikatalisis oleh suatu asam misalnya H2SO4 atau HClkering dan dapat pula dikatalisa oleh suatu basa yang biasanya berupa ion alkoksida.Mekanisme reaksi transesterifikasi yang dikatalisis oleh suatu asam adalah sebagaiberikut ( Morrison and Boyd, 1989 ).
CH3
O
OH
Hidrolisis
+ SOC12
HC1 +SO
CH
3
C8H17OH+
CH
3
CH
3
R C
OR’
O
+ R”O - OHH’ atau OR’
R C
OR’
O
+ R’ O H
R C OR’OH
R C OR’OH
R C OR’OR”
Ester A +R”OH
Alkohol B
CH3
O
C2H5
CH3
O
OH
328
Gambar 2.6.3a. Reaksi transesterifikasi dengan katalis asamMekanisme reaksi transesterifikasi yang dikatalis oleh basa adalah sebagai berikut (Morrison and Boyd, 1989 ).
Gambar 2.6.3b. Reaksi transesterifikasi dengan katalis basaTransesterifikasi merupakan suatu reaksi kesetimbangan, agar kesetimbangan reaksibergeser ke kanan maka dapat dilakukan dengan menggunakan alkohol berlebih ataudengan segera memisahkan hasil reaksi dari sistem. Cara yang lebih mudah untukmenggeser reaksi ke kanan adalah dengan alkohol berlebih ( Morrison and Boyd, 1989).
Bab 3. Metode Penelitian
3.1. Prosedur Penelitiana. Isolasi etil p-metoksi sinamat ( EPMS ) dari rimpang kencur
Rimpang kencur dicuci dengan air hingga bersih, ditiriskan lalu diiris-iris tipisagar mudah kering. Selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari tidak langsung,setelah kering dihaluskan menjadi serbuk dan direndam dalam perkolator dengan etanol96 % selama 24 jam. Cairan perkolat ditampung dalam erlenmeyer dan residu direndamlagi sampai beberapa kali hingga diperoleh perkolat yang warnanya kuning pucatdengan total perkolat 5 liter tiap kg serbuk. Perkolat selanjutnya dipekatkan denganrotary vacuum evaporator hingga diperoleh larutan pekat yang selanjutnya didinginkandalam penangas es hingga terbentuk kristal. Kristal yang didapat masih kotor dan
OH
OR”
HR C OR’
OH
OR”
CR+
R’OH
O
R C OR”
OH+
Ester B
OH
OR”
R C +OR”
O
R C OR”
Alkoksida BEster A
OH
OR”
R C
Ester B
OR”
+OR”
Alkoksida A
329
dicuci dengan etanol sedikit saja lalu direkristalisasi dengan metanol hingga didapatkristal jarum EPMS yang tidak berwarna.
b. Hidrolisis etil p-metoksi sinamatHidrolisis dilakukan dengan mereaksikan EPMS dari hasil isolasi rimpang
kencur dengan KOH dalam alkohol, selanjutnya garam yang terbentuk dilarutkandalam air dan diasamkan dengan HCl pekat dengan prosedur sbb :
Sebanyak 0,146 mol atau 30 g EPMS dilarutkan dalam 60 mL etanol dandimasukkan ke dalam labu alas bulat. Ke dalam labu tersebut dimasukkan pula 300 mllarutan KOH dalam alkohol 5%. Campuran tersebut direfluks selama 2 jam di ataspenangas air. Campuran didinginkan dan kristal Kalium p-metoksisinamat yangterbentuk disaring dengan corong Buchner. Garam ini selanjutnya dilarutkan dalam 150ml air dan diasamkan dengan 30 ml HCl pekat. Endapan yang terbentuk disaring sertadicuci dengan air 3 kali. Asam p-metoksisinamat yang terbentuk ini direkristalisasidengan menggunakan campuran etanol air 7 : 3 sehingga diperoleh kristal tidakberwarna. Selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap asam p-metoksisinamat hasiltransformasi ini.
c. Pembentukan Asil kloridaKe dalam labu alas bulat berleher tiga yang bebas air pada masing-masing
mulut tabung dipasang termometer, refluks pendingin, dan corong pisah. Selanjutnyadimasukkan 0,05 mol atau 9 g asam p-metoksisinamat dan 30 ml CHCl3 sehinggaterbentuk suspensi . Corong pisah dimasukkan perlahan-lahan 0,203 mol atau 18 mltionil klorida yang sebelumnya telah dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat. Campurandibiarkan pada suhu kamar selama 15 menit agar campuran bereaksi. Selanjutnya labudipanaskan selama 3 jam sambil diaduk dengan pengaduk magnet pada suhu 40-50 o Csampai cairan berwarna hijau muda. Kelebihan tionil klorida serta gas-gas yangterbentuk selama proses reaksi dihilangkan dengan mengalirkan ke dalam larutan KOHalkoholis 5%. Sisa gas yang terbentuk dihilangkan sekali lagi dengan menguapkan labudi atas penangas air. Senyawa yang terbentuk ini tanpa dilakukan identifikasi karenatidak stabil dan merupakan senyawa antara yang selanjutnya akan direaksikan denganEPMS yang telah mengalami transformasi menjadi alkohol .
d. Pembentukan AlkoholEPMS 0,05 mol (9g) dimasukkan ke dalam labu leher tiga yang sebelumnya
dialiri gas nitrogen agar sistim bebas dari udara luar yang mengandung uap air.Tetrahidrofuran ditambahkan sebagai pelarut dari EPMS sebanyak 50 ml ke dalam labutersebut dengan kedua lubang tertutup. Pereaksi LAH ditambahkan secara berlebihyaitu 0,15 mol dan dilakukan pengadukan berupa penggoyangan pada penangas esselama 18 jam agar reaksi berlangsung sempurna. Kemudian ditambahkan air tetesdemi tetes sampai terbentuk masa endapan yang stabil, selanjutnya endapan disaringdan filtrate dipisahkan, dikeringkan dengan Na2SO4 anhidrat. Pelarut diuapkan denganevaporator dan residu dimurnikan dengan cara destilasisederhana menghasilhan hasilreaksi murni. Hasil reaksi selanjutnya diidentifikasi apakah benar alkohol.
e. Reaksi Sintesis BertahapAlkohol yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam erlenmeyer untuk
selanjutnya tetes demi tetes ke dalam erlenmeyer tersebut dimasukkan pula asil klorida
330
yang suhunya 50oC. Campuran selanjutnya didinginkan di dalam penangas es sambildiaduk-aduk. Campuran ini dibiarkan selama satu malam pada suhu kamar. Sisa bahan-bahan dan gas dihilangkan dengan cara penguapan dan kemudian didinginkan sampaidiperoleh kristal. Kristal yang diperoleh dimurnikan dengan cara rekristalisasi denganpelarut campuran metanol-air. Selanjutnya dilakukan identifikasi terhadap hasil reaksi.
f. Reaksi TransesterifikasiSebanyak 9 gram ( 0,5 mol) EPMS dimasukkan ke dalam beker glass 400 ml
dilarutkan dengan 10 ml etanol selanjutnya diasamkan dengan H2SO4 pekat sebanyak 5ml. Dalam beker glass yang lain disiapkan alkohol hasil reduksi EPMS sebanyak 8 g(0,5 mol), ditambahkan etanol sebanyak 10 ml sebagai pelarut dan KOH sebagaisuasana basa kedua senyawa selanjutnya dimasukkan ke dalam labu bulat dan dibiarkansejenak sambil pengaduk magnet dinyalakan. Reaksi dipanaskan pada suhu 70o selama18 jam, sebelum reaksi berakhir suhu dinaikkan sampai 80o C untuk menguapkanpelarut dan hasil samping yaitu etanol.3.2. Analisis Hasil Penelitian
Hasil isolasi maupun hasil sintesis dilakukan uji kemurnian dengan uji titiklebur dan uji Rf dengan berbagai komposisi dan jenis pelarut. Analisis senyawa hasilisolasi maupun hasil sintesis menggunakan peralatan sebagai berikut :
1. UV-Vis Spektrofotometer Simatzu Recording Spektrometer UV-2602. Infra Red Spektrometer JASCO-FTIR-5303. Spektrometer RMI (NMR) 1H NMR VARIAN INOVA 400 MHz
Spektrometer Massa HP 6890. LC-MS
Bab 4. Hasil Dan Pembahasan4.1. Hasil Penelitian4.1.1. Hasil Isolasi Rimpang Kencur (EPMS)
Sebanyak 15 kg kencur segar yang dibuat simplisia dan dihaluskanmenghasilkan 2605 g serbuk kering. Serbuk direndam dengan alcohol selama 24 jamkemudian diperkolasi menghasilkan perkolat berwarna coklat kekuningan sampaikuning muda diperlukan seluruhnya 22,5 liter alcohol. Selanjutnya dipekatkan denganRotary Vacuum evaporator sehingga didapat cairan pekat yang menghasilkan kristalkotor saat didinginkan dalam penangas es. Kristal kotor yang diperoleh sebanyak 210 g.Kristal kotor ini selanjtnya direkristalisasi dengan metanol yang menghasilkan 56,6 gkristal murni. Rendemen yang diperoleh adalah :
56,5/2605 x 100% = 2,2%4.1.2. Hasil Sintesis Dengan Esterifikasi Bertahap
Sebanyak 9 gr material awal yang berupa EPMS telah dilakukan perubahanbentuk dari ester menjadi alkohol dengan LAH. Dari reduksi ini didapat alkoholsebanyak 4,51 gr sehingga persen hasil dapat dihitung sebagai berikut :
4,51/9 x 100% = 50%Sebanyak 9 gr material awal yang berupa EPMS telah pula dilakukan perubahan
bentuk dari ester menjadi asam yaitu A-PMS dengan KOH. Dari reaksi ini diperolehasam sebanyak 8,10g sehingga diperoleh persen hasil :
331
8,10/9 x 100% = 90 %seluruh asam yang terbentuk selanjutnya dirubah menjadi asil klorida dengan tionilklorida, senyawa ini merupakan bentuk intermediet sehingga tidak mungkinmengisolasinya dan mengetahui persen hasilnya. Selanjutnya segera direaksikan antaraasil dan alkohol di atas membentuk ester. Dari proses sintesis ini didapat 2,25 g estersehingga rendemen sintesis dengan metode bertahap dapat dihitung sebagai berikut :
2,25/4,51 x 100% = 49,9%Material awal dalam sintesis ini sebanyak 4,51 yaitu pereaksi pembatasnya ataupereaksi yang paling kecil, dan asam sebagai pereaksi berlebih agar reaksi berjalan kearah kanan yaitu kearah hasil reaksi.4.1.3. Hasil Sintesis Dengan Metode Transesterifikasi
Sebanyak 9 g EPMS dirubah bentuknya menjadi alkohol dengan pereaksi LAH.Dalam reaksi ini diperoleh alkohol sebanyak 5,98g, persen hasil dapat dihitung sebagaiberikut : 5,98/9 x 100% = 66,44%Alkohol ini selanjutnya direaksikan dengan EPMS sebanyak 9 g, dalam hal ini alkoholadalah pereaksi pembatas dan dianggap sebagai material awal sintesis, sedangkanEPMS adalah pereaksi berlebihnya. Dalam reaksi ini diperoleh hasil sebanyak 4,2 gsehingga rendemen adalah : 4,2/5,98 x 100% = 70,23%
4.1.4 .Hasil AnalisisAnalisa kemurnian senyawa EPMS dengan penentuan titik leleh diperoleh harga
46,5oC, 46oC dan 46,5oC ( tiga kali pengukuran) sedangkan ester hasil sintesismempunyai titik leleh 187oC dan 188oC ( dua kali pengukuran)
Analisa kemurnian menggunakan KLT diperoleh beberapa data dengan fasapengembang yang berbeda-beda sebagai berikut :Senyawa Pengembang-1 Pengembang-2 Pengembang-3 Pengembang-4EPMS 0,86 0,65 0,67 0,56Hasil sintesis 0,80 0,73 0,56 0,51
Hasil Analisa Instrumen UV-Vis, IR, NMR dan MS terlampir dalam lampiran.
4.2. Pembahasan Hasil PenelitianDari hasil isolasi rimpang kencur dengan menggunakan etanol sebagai pelarut
diperoleh rendemen sebanyak 2,2%, padahal EPMS termasuk senyawa dominan daritanaman kencur seharusnya didapat lebih banyak lagi. Dengan melihat kepolaranEPMS dimana pendukung sifat nonpolarnya yaitu gugus eter dan gugus benzen,sedangkan penyumbang sifat polarnya hanya gugus karbonil, kemungkinan senyawaEPMS lebih maksimal diisolasi menggunakan pelarut yang lebih nonpolar misalnyaheksan atau petroleum eter.
Dengan memperhatikan hukum kelarutan, dimana kelarutan zat akan meningkatdengan kenaikan suhu. Rendemen EPMS dapat ditingkatkan dengan kenaikan suhukarena terbukti proses pengkristalannya terjadi dalam penangas es artinya pada suhurendah. Jadi pada suhu rendah kelarutan turun, sehingga pada suhu tinggi kelarutannaik ini menunjukkan bahwa EPMS juga seperti senyawa pada umumnya yang prosespelarutannya bersifat endotermis yaitu memerlukan kalor.
Dari hasil sintesis secara bertahap diperoleh rendemen sebanyak 49,9%sedangkan dengan metode transesterifikasi diperoleh rendemen sebanyak 70,23%, halini tidak sesuai dengan literatur dimana untuk ester rantai panjang biasanya lebih
332
dianjurkan dengan metode bertahap dimana melalui pembentukan asil yaitu senyawaantara yang reaktif. Namun perlu diingat bahwa hasil samping yaitu etanol dari EPMSdalam transesterifikasi adalah senyawa yang mudah menguap, dan pemanasan dalamhal ini ikut membantu proses penguapan etanol tersebut maka hal ini ikut mendorongarah reaksi terus berjalan ke kanan yaitu ke arah hasil reaksi.
Transesterifikasi yang dilakukan dengan sistem terbuka juga ikut membantuproses penguapan hasil reaksi yang berupa etanol, sedangkan reaksi bertahap sistemnyatertutup sehingga ester yang telah terbentuk diserang lagi oleh etanol hasil reaksi yangtidak segera terpisah, sehingga reaksi bolak-balik ini terus berjalan sampai pada saattabung terbuka untuk menguapka etanol hasil reaksi.
Hasil Spektra UV-Vis menunjukkan adanya kenaikan serapan pada wilayahyang lebih tinggi energinya untuk senyawa hasil sintesis, hal ini memberikan informasibahwa hasil sintesis lebih efektif sebagai senyawa tabir surya.
Dari Spektra IR yang hampir mirip keduanya namun dibedakan dengan lebihtajam dan tingginya puncak menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah ikatan yangada tetapi masih identik karena dalam hal ini terjadi pengulangan karena ester yangbaru merupakan penggabungan dua molekul EPMS dengan gugus fungsi yang samatapi intensitas berbeda yaitu dua kali semula.
Spektra H-NMR memberikan informasi tentang rangkaian proton-proton yangada dimana untuk proton yang sejenis terjadi peningkatan intensitas ditandai dengantingginya integral spektra.
Spektra MS memberikan pola fragmentasi yang identik antara EPMS dan Esterhasil sintesis, hal ini menunjukkan bahwa keduanya tersusun dari fragmen masa yangsama dan ester baru mempunyai massa yang lebih tinggi yaitu hampir dua kali EPMSnamun tidak nampak pada spektra, hal ini menandakan bahwa senyawa kurang stabildalam bentuk gas atau senyawa sudah mengalami penguraian saat berubah fasa.
Bab 5. Kesimpulan Dan Saran5.1. KesimpulanKesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Rendemen Sintesis Etil p-metoksisinamil p-metoksisinamat dengan metodebertahap diperoleh rendemen sebanyak 49,9%
2. Rendemen Sintesis Etil p-metoksisinamil p-metoksisinamat dengan metodeTransesterifikasi diperoleh rendemen sebanyak 70,23 %
5.2. SaranSaran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan pemilihan pelarut yang sesuai untuk proses ekstraksi padaisolasi EPMS dari rimpang kencur, disarankan untuk memilih pelarut yang lebihnonpolar misalnya heksan.
2. Perlu dilakukan optimasi suhu untuk proses isolasi, karena pada umumnyakenaikan suhu akan mempercepat proses pelarutan dan sekaligus meningkatkanjumlah kelarutan zat.
333
DAFTAR PUSTAKA
Afriastini. JJ., 1990, Bertanam Kencur, Cetakan V, Jakarta:PT. Penebar Swadaya , hal3
Adams S. R, Jonhson J.R, Wilcox C.F, 1970, Laboratory Experimens InorganicChemistry, 6th edition, The Macmilam Company, London, p.76-78
Anonimus, 1987, Programme and Abstracts Handbook Unesco Sub-RegionalSeminar/Workshoop on Trasnformation and synthesis Related to NaturalProducts, organized by Airlangga University and Sepuluh NopemberInstitute of Technology with The Sponsorship of Unesco, p. 27-28
Crabtree, R H., 1992, The Organometallic Chemistry Of The Transition Metals, secondedition, A Wiley-Interscience Publication, John Wiley & Sons, New York
Harry R.G., 1982, Harry’s Cosmeticology, 6th edition, The Principle and Practice OfModern Cosmetic, Leonard Hill Book, London
Hidayati N., 1997, Sintesa Oktil p-metoksisinamat dan etil heksil p-metoksisinamat darietil p-metoksisinamat Hasil Isolasi Rimpang Kencur (Kaempferia GalangaL), Tesis, Universitas Airlangga, Surabaya
Fessenden, RJ., 1994, Kimia Organik, edisi ketiga, (alih bahasa oleh A. HadyanaPudjaatmaka), Jakarta ; Penerbit Erlangga, Hal 86
Hery Suwito, Mulyadi Tanjung, Sri Sumarsih, Nanik Siti Aminah, Sofiyan Hadi, 1994,Sintesis Beberapa Deret Homolog Turunan Ester p-metoksisinamat denganbahan baku Kaempferia galanga OPF Lembaga Penelitian Unair.
Kusumaningati S., 1994, Kaempferia Galanga L dalam Jamu, makalah pada seminarNasional Tanaman Obat Indonesia VI , Bandung.
Norman R O C. 1978 Principles Of Organic Synthesis, second edition, A Halsted PressBook, John Wiley & Sons, New York.
Shaath N.A., 1990, Sunscreens, Development, Evaluation, and Regulatory Aspects,Marcel Dekker, INC, New York.
Sudjadi, 1986, Metode Pemisahan, cetakan I, Kanisius , Jogyakarta, halaman 167-177.Dan halaman 74
Soeratri W., 1993, Studi Proteksi Radiasi UV sinar Matahari Tahap 1 : StudiEfektivitas Protektor Kimia , Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.
334
Tanjung M , 1997, Dari Isolasi Dan Rekayasa Senyawa Turunan Sinamat KaempferiaGalanga L Sebagai Tabir Surya, Lembaga Penelitian Universitas Airlangga.
Vogel A.I, 1978 Vogel’s Text Book Of Practical Organic Chemistry, Ebflish LanguageBook Society Longman, London p-1078.
Wahjo Dyatmiko, Mulya H.S, Achmad Fuad, Anik SB (1995) , Validasi Analisis etyl p-metoksisinamat secara densitometer dalam standarisasi produk jadi yangmengandung ekstrak etanol dari rimpang kencur (Kaempferia Galanga L),Laporan Penelitian SPP/DPP Lembaga Penelitian Unair.
335
Aktifitas Anti Jamur dan Antibakteri Minyak Atsiri pada Daun Sirih(Piper betle Linn)
Oka Adi ParwataKelompok Studi Bahan Alam
Laboratorium Kimia Organik, Jurusan KimiaFakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Udayana, Denpasar Bali.
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian tentang isolasi, uji aktifitas anti bakteri dan ujiaktivitas anti jamur minyak atsiri pada daun sirih (Piper betle Linn). Sebanyak 10,0kg daun sirih segar didestilasi uap menghasilkan 13,5 mL minyak atsiri berwarnakuning muda, dengan berat jenis 0,7148 g/mL. Uji fitokimia menunjukkan bahwaminyak atsiri daun sirih positif mengandung terpenoid dan senyawa fenol. Uji aktifitasantibakteri minyak atsiri 100 ppm menunjukkan zona hambatan 2,4 cm terhadapbakteri S. aureus dan 2,5 cm terhadap bakteri E. coli, sedangkan dalam uji aktivitasanti jamur zona hambatan terhadap pertumbuhan jamur Candida albicans sebesar2,3 cm.
Analisis GC-MS menunjukkan bahwa dalam minyak atsiri mengandung 15puncak tapi setelah di analisa ternyata mengandung 9 komponen senyawa antara lain4-metil(1-metiletil)-3-sikloheksen-1-ol, 1-metoksi-4(1-propenil) benzene, 4-(2-propenil)fenol/kavicol, 4-alilfenilasetat, Eugenol, Karyofilen, 3-alil-6-metoksifenilasetat, 4-alil-1,2-diasetoksibenzena dan dekahidro-4a-metil-1-metilen-7(1-metiletenil) naftalena.
Berdasarkan intensitas puncak kandungan minyak atsiri daun sirih didominasioleh 4 komponen senyawa yaitu 4-allyl phenil acetate, 2 metoksi-4-(2 prophenil)fenol/eugenol, 3-allyl-6-methoksi phenil asetat, 4-(2-prophenyl)-phenol / kavikol.Keempat senyawa ini diduga berperan aktif/sangat besar dalam aktifitasnya sebagaisenyawa yang menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur karena merupakansenyawa fenol dan asetat.
Kata Kunci : anti jamur, antibakteri, daun Piper betle (Linn), minyak atsiri, ujifitokimia, analisis GC-MS.
336
PENDAHULUANPemeliharaan dan pengembangan pengobatan tradisional sebagai warisan budaya
bangsa terus ditingkatkan dan didorong pengembangnnya melalui penggalian,penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan, termasukbudidaya tanaman obat tradisional yang secara medis dapat dipertanggungjawabkan(GBHN 1993).
Berdasarkan amanah GBHN 1993 bidang kesehatan tersebut di atas maka secaraumum dapat diformulasikan 5 masalah obat tradisional yaitu : etnomedisin,agroindustri tanaman obat, iptek kefarmasian dan kedokteran serta industri obat,teknologi kimia dan proses, pembinaan dan pengawasan produksi ataupemasaran bahan dan produk obat tradisional. (Noor C.Z. d.k.k., 1997).(1,2)
Pengembangan potensi sumber bahan (tumbuhan/tanaman) obat tradisional untukmendapatkan zat-zat kimia atau bahan baku obat baru (teknologi kimia dan proses)dapat dilakukan melalui eksplorasi keanekaragaman hayati hutan yang dimilikiIndonesia maupun budidaya tanaman obat (agroindustri tanaman obat). Tanamansebagai bahan baku untuk obat mempunyai ciri-ciri yang khusus dan komplek. Hal inidisebabkan karena tumbuhan obat memiliki kandungan komponen aktif yang banyakjenisnya, dan berbeda kadarnya . Hal ini dipengaruhi oleh faktor iklim dan lingkungan.Setiap tanaman berinteraksi dengan organisme lain dan dalam proses evolusi telahterjadi adaptasi untuk mempertahankan keberadaan masing-masing species. Dalaminteraksi ini tiap species dilengkapi dengan kemampuan untuk melakukan metabolismesekunder dengan menggunakan metabolit primer sebagai prekursor. Dengan demikiankeanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman plasma nuftah dan genetika sertaberfungsi sebagai pustaka kimia alam yang sangat besar artinya bila didayagunakansecara maksimal baik melalui proses isolasi (ekstraksi) maupun skriningbioaktivitasnya. Salah satu tanaman obat yang perlu dikembangkan adalah TanamanSirih (Piper betle Linn) (1,2,3)
Sirih (Piper betle Linn) merupakan tanaman yang dikenal luas oleh masyarakatIndonesia, daerah Asia Selatan, dan Tenggara. Secara tradisional di Indonesia selainuntuk upacara keagamaan, sirih juga digunakan sehari-hari untuk memelihara higienitasoral dengan mengunyah daunnya, mengatasi bau badan dan mulut, sariawan, mimisan,gatal-gatal, koreng dan untuk mengobati keputihan 1,2,3,4,5. Derivate fenol (eugenol danchavicol) yang terkandung dalam daun sirih berkhasiat antiseptik dan khususnyaChavicol diketahui mempunyai daya pembunuh bakteri lima kali fenol2,3,5.Penggunaannya dalam pengobatan gigi diasumsikan selain sebagai antibakteri, jugasebagai analgesic dan anti oksidan, sedangkan sebagai obat untuk keputihandiasumsikan sebagai obat anti jamur.2,5,6
MATERI DAN METODA
A. Isolasi Minyak Atsiri dengan Metoda Destilasi UapSepuluh kilogram daun sirih yang sudah dipotong kecil-kecil dimasukkan dalam
alat destilasi uap. Destilat yang diperoleh merupakan campuran antara air dan minyak,selanjutnya minyak atsiri dipisahkan dengan menambahkan NaCl agar minyak atsiriyang teremulsi terpisah dengan air yang dibuktikan dengan terbentuknya dua lapisanyaitu fase air dan fase minyak.. Fase minyak yang diperoleh dipisahkan selanjutnyaditampung dan ditambahkan CaCl2 untuk menyerap air yang masih tersisa atau ikutdalam fase minyak selama lebih kurang 24 jam. Selanjutnya fase minyak dipisahkan
337
dengan CaCl2 dengan cara dekantasi. Minyak atsiri yang diperoleh selanjutnyadipergunakan untuk uji fitokimia, uji aktivitas antibacteri dan anti jamur serta dianalisis komponen-komponennya dengan GC-MS.11,12
B. Uji aktivitas Antibacteri dan Anti JamurMetoda yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metoda difusi agar.
Cakram kertas saring yang telah dicelupkan dalam minyak atsiri / sample dimasukkandalam cawan petridish yang telah berisi bacteri uji dan jamur yang telah dibiakkandalam media agar. Bacteri yang dipergunakan dalam hal ini adalah bacteri gram positif(S. aureus) dan bacteri gram negative (E. coli ) sedangkan jamur yang dipergunakanadalah jamur jenis Candida albicans. Uji positif bila terbentuk daerah/zona beningdisekitar cakram kertas saring yang merupakan zona hambatan pertumbuhan bacteridan zona hambatan pertumbuhan jamur7,8,9,10
C. Uji Fitokimia Minyak AtsiriMinyak Atsiri diuji fitokimia terhadap golongan senyawa fenolat dan
terpenoidnya. Uji golongan senyawa fenolat diuji dengan FeCl3 1%, uji positif bilaterjadi perubahan warna dari kuning menjadi biru tua. Uji golongan senyawa terpenoiddiuji dengan Pereaksi Leibermann –Burcard, uji positif bila terjadi perubahan warnadari kuning menjadi merah / ungu.11
D. Analisi / Identifikasi Minyak Atsiri dengan GC-MSMinyak Atsiri yang diperoleh di analisis komponen-komponen yang
dikandungnya dengan GC-MS yang mana dalam hal ini akan diperoleh spectra GCyang merupakan total ion kromatogram atau puncak-puncak kromatogram darikomponen senyawa yang ada dalam minyak atsiri sedangkan spectra MS akandiperoleh Mr atau Massa Molekul Relatif dari komponen-komponen senyawa dalamminyak atsiri serta fragmentasi ion-ionnya.12
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASANMinyak Atsiri yang diperoleh positif mengandung senyawa fenolat dan
terpenoid. Hal ini ditunjukkan dengan uji positif untuk FeCl3 yaitu terjadinyaperubahan dari kuning menjadi biru tua dan dengan Pereaksi L-B terjadi perubahan darikuning menjadi merah muda. Uji antibacteri dan anti jamur minyak atsiri, positifmenghambat pertumbuhan bacteri bacteri gram positif (S. aureus) dan bacteri gramnegative (E. coli ) serta positif menghambat pertumbuhan jamur jenis Candidaalbicans yang dibuktikan adanya zona bening disekitar cakram kertas saring padabiakan bacteri dan biakan jamur seperti yang ditunjukkan dalam tabel berikut ini :
Tabel 1. Aktifitas antibacteri dari minyak atsiri.
No. Sampel Zona Hambatan terhadap bacteriS. aureus E. coli
1. Control 0 02. Control Metanol 0 03. Minyak Atsiri 100 ppm 2,4 cm 2,5 cm
Tabel 2. Aktifitas Anti Jamur Minyak Atsiri
338
No. Sampel Zona Hambatan Pertumbuhan Jamur (cm)Candida albica
1. Control tanpa sample dan pelarut 02. Control methanol 03. Minyak Atsiri 10 ppm 1,84. Minyak Atsiri 100 ppm 2,35. Minyak Atsiri 1000 ppm 3,2
Analisis Komponen Senyawa dalam Minyak Atsiri dengan Metode GC-MS
Hasil analisis GS-MS menunjukkan bahwa minyak atsiri daun sirih, Piper betle(Linn) mengandung 15 komponen yang didominasi 4 komponen dengan intensitas(luas area) seperti yang ditunjukkan Tabel 3 dan Gambar 1 berikut :
Tabel 3. Hasil Analisis Komponen Senyawa dalam Minyak Atsiridengan Metode GC-MS
No. Waktu retensi (tR) Intesitas/luas area Mr Senyawa1. 11,24 11,24 176 4-Allyl phenil Acetate2. 11,62 11,62 164 2-metoksi- 4-(2-prophenil)
fenol/Eugenol3. 13,42 13,42 206 3- Allyl-6-methoxy phenil acetate4. 9,96 9,96 134 4-(2- prophenyl)-phenol/ kavikol
Kromatogram pada gambar 1 memperlihatkan adanya 4 puncak dominan yaitu 2puncak yang hampir sama tinggi dengan waktu retensi (tR) masing-masing 11,24;11,62; 13,42 dan 9,96 menit. Intensitas (luas area) masing-masing puncak secaraberturutan 27,99%; 21,20%; 20,08% dan 15,47%.
Gambar 1. Kromatogram Gas Minyak Atsiri Piper betle Linn
339
Komponen senyawa yang diduga terkandung dalam Minyak Atsiri setelah dianalisa dan dicocokkan dengan data base hanya 9 yang terdeteksi seperti yangditunjukkan dalam tabel berikut ini 3,11,12
Tabel 4. Komponen Senyawa Yang terdeteksi dalam Minyak AtsiriPuncak Waktu Retensi (tR) Senyawa Yang diduga
Puncak 1 8,8 4-metil(1-metiletil)-3-sikloheksen-1-olPuncak 2 9,06 1-metoksi-4(1-propenil) benzenePuncak 3,4 10,18 dan 10,33 4-(2-propenil)fenol/kavicolPuncak 5,6,7 11,32 ; 11,64 ; 11,97 4-alilfenilasetatPuncak 8,9 12,62 ; 13,02 EugenolPuncak 10,11,12 13,27 ; 13,47 ; 13,56 KaryofilenPuncak 13 13,60 3-alil-6-metoksifenilasetatPuncak 14,15 13,75 ; 13,83 4-alil-1,2-diasetoksibenzenaPuncak 16 14,85 dekahidro-4a-metil-1-metilen-7(1-metiletenil) naftalena
Sesuai dengan teori komponen senyawa yang diduga dominan dapatmenghambat pertumbuhan bakteri dan jamur adalah Eugenol dan kavicol dimanaderivate fenol (eugenol dan chavicol) yang terkandung dalam daun sirih berkhasiatantiseptik dan khususnya Chavicol diketahui mempunyai daya pembunuh bakteri limakali fenol1,3 sedangkan yang lainnya yang lainnya bersifat sinergis/mendukung dayahambat pertumbuhan bacteri dan jamur.8,9,10
SIMPULAN1. Minyak atsiri daun sirih positif mengandung senyawa terpenoid dan senyawa
fenol/derivatnya.2. Minyak atsiri daun sirih positif menghambat pertumbuhan bacteri S. aureus dan
bacteri E. coli serta positif menghambat pertumbuhan jamur Candida albicans3. Hasil analisis GS-MS menunjukkan bahwa minyak atsiri daun sirih, Piper betle
(Linn) mengandung 15 komponen yang didominasi 4 komponen yaitu4-Allyl phenil acetat (tR =11,24); Eugenol (2-metoksi-4-(2-prophenil) fenol) tR =11,62; 3- Allyl-6-methoxy phenil acetat tR = 13,42; 4-(2- prophenyl)-phenol
ataukavikol tR =9,96.
SARANPerlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pemisahan masing-masing
komponen minyak atsiri dengan destilasi fraksi sehingga lebih jelas diketahuikomponen mana yang mempunyai aktifitas yang paling tinggi dan apakah masing-masing komponen tersebut bersifat sinergis dalam menghambat pertumbuhanbacteri/jamur atau sebaliknya bersifat antagonis.
340
PUSTAKA
1. Noor C.Z., Wahjo D., Mulja H.S., 1997, Proses Bahan Tanaman Menjadi Obat diIndonesia, Surabaya.
2. Heyne K, 1987. Tumbuhan Obat berguna Indonesia Jilid II, Cetakan ke-1,Badan Litbang Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya, Jakarta.Hal: 622-627.
3. Hardjono Sastrohamidjojo, 2004, Kimia Minyak Atsiri, Cetakan ke-1, GadjahMada University Press, Yogyakarta.
4. Sastroamidjojo S, 1988. Obat Asli Indonesia. PT Dian Rakyat. Jakarta. Hal: 498-501.
5. Dharmananda S, (2004) New Additions To The Chinese Materia Medica I.Kava: Piper methysticum, Available: http://www.itmonline.org/arts/kava.htm(diakses: 5/17/2004).
6. Lei D, Chan CP, Wang TM, et.al., 2003, Antioxidative and antiplatelet effects ofaqueous inflorescence Piper betle extract, J Agric Food Chem, Mar26;51(7):2083-8. Available: http//www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi?(diakses 2/2/ 2007).
7. Turner, R.A., 1965, Screening Method in Pharmacology Vol I, Academic Presss,New York and London, Hal. 100-117.
8. Jenie, BSL; Andarwulan, N; Puspitasari-Nienaber, NL; Nuraida L, 2001.Antimicrobial activity of Piper betle Linn extract towards foodbornepathogens and food spoilage microorganism. IFT Annual Meeting-New Orleans,Louisiana. Available: http://ift.confex.com/ift/2001/techprogram/paper_9068.htm(diakses tanggal 2/16/2007).
9. Bhattacharya S, et al., 2005. Radioprotective Property of the Ethanolic Extractof Piper betle Leaf, J. Radiat. Res., 46, 165-171 (2005); http://jrr.jstage.jst.go.jp
10. Urquiaga, I; Leighton, F, 2000. Plat Polyphenol Antioxidant and OxidativeStress, Biol. Res.v.33n.2 Santiago 2000. Available:http://www.scielo.cl/scielo.php?pid=S0716-97602000000200004&script=sci_arttext
11. Paolo M., 1992, Biosintesis Produk Alami, diterjemahkan oleh Koensoemardiyah,IKIP Semarang Press, Semarang.
12. Silverstein, Bassler and Morrill, 1981, Spectrometric Identification of OrganicCompounds, John Willey and Sons, New York.
341
PHENOLIC COMPOUNDS ISOLATED FROM THE FERN Chingia sakayensis (Zeiller) HolttSuyatnoa, Noor Cholies Zainib, Gunawan Indrayantob
, , Motoo TORIc, Kuniyoshi Shimizud
aDepartment of Chemistry, Surabaya State University, Jl. Ketintang Surabaya, IndonesiaE-mail : suyatno_kimunesa@yahoo.com
bFaculty of Pharmacy, Airlangga University, Jl.Darmawangsa Dalam Surabaya,Indonesia
cFaculty of Pharmaceutical Sciences, Tokushima Bunri University,Yamashiro-cho,Tokushima 770, Japan
dInterior Design Institute, Fukuoka Industrial Technology Centre, Department of Forest and Forest Product Sciences, Facultyof Agriculture, Kyushu University, Fukuoka 812-8581, Japan
ABSTRACT
Four known phenolic compounds namely kaemferol, matteucinol, farrerol, and matteucinol-7-O--D-glucoside were isolated for the first time from the fern Chingia sakayensis (Zeiller) Holtt’s. Theirstructures were elucidated on the basis of spectroscopic evidence and by comparation with those reporteddata in literature.
Keywords : Fern, Chingia sakayensis, kaemferol, matteucinol, farrerol, and matteucinol-7-O--D-glucoside
INTRODUCTIONChingia sakayensis was one of the ferns belonging the Thelypteridaceae family distributed in
Thailand, Malaysia, Serawak, Sumatra, and Java. It usually grew in the forest, often near streams, ataltitude 150-1200 m. Because of the difference of environment condition, the specimens from Java andSumatra were much ticker in texture, with very strongly raised veins and sinus membrane on the lower[1]. The young fronds of the plant can be eaten cooked or raw, an extract of mature fronds in water sometimes sprinkled on fever, and a decoction was used as tonic after childbirth [2].
In the course of our studies, several secondary metabolites had been isolated from the leaves andstem of C. sakayensis including wax ester, steroid, and flavonoid [3]. In this paper, we reported theisolation and structure determination of the four flavonoids, kaemferol, matteucinol, farrerol, andmatteucinol-7-O--D-glucoside, isolated from C. sakayensis.
EXPERIMENTAL
General Experimental ProceduresMelting point was measured by Fisher John melting point apparatus and wasuncorrected. Optical rotation was determined on polarimeter Perkin-Elmer 341. UVspectra were recorded on Shimadzu Pharmaspec UV-1700 spectrophotometer. IRspectrum in KBr film was determined by JASCO FT/IR-5300 spectrophotometer. 1Hand 13C NMR spectra were measured by JEOL JNM-ECP 400 spectrometer[operating at 400 MHz (1H) and 100.5 MHz (13C)] and JEOL JNM-AL300/AL 400spectrometer [operating at 400 MHz (1H) and 100.4 MHz (13C)] using tetra methylsilane (TMS) as the internal standart. Mass spectrum (MS) was recorded on JEOLJMS-LX 1000 spectrometer using ion mode EI, CI+, and FAB+ [3-nitro benzyl alcohol(m-NBA) as matrix]. Kieselgel 60 GF-254 (Merck) and silica gel G 60 63-200 m(Merck) were used for vacuum liquid chromatography (VLC) and flashchromatography (FC), respectively. Precoated silica gel 60 F-254 (Merck) 0.25 mm,20 x 20 cm was used for thin layer chromatography (TLC) and spots were detected byspraying with the sulphuric acid solution 5% (v/v) in ethanol followed by heating.
O
O
OH
OH
OH
HO1
2
345
6
78
9
10
1'
2'
3'4'
5'
6'
(1)
O
O
HO
OH
1
345
6
78
9
10
1'
2'
3'4'
5'
6'
OCH3CH3
H3C
H
H
H
2
(2)
O
OOH
1
345
6
7 8 9
10
1'
2'
3'4'
5'
6'
OCH3
CH 3
H3C
H
H
H
2
O
H
HO
H
HO
H
H
OHHO
OH
1"2"
3"
4" 5"6"
(5)
OHO
CH3
OH
H3C
OH
O
H
H
12
45
6
1'
2'
3'4'
5'
6'
3
78
9
10
(3)
Plant MaterialThe leaves and stem of C. sakayensis was collected from Kletak forest, Nongkojajar,Pasuruan, East Java, Indonesia in January 2002. A voucher spesimen was deposited atthe herbarium of the Purwodadi Botanical Garden, Indonesia.
Isolation(1). The leaves of C. sakayensis.The dried powdered leaves of C. sakayensis (1.5 kg) was exhaustively extractedsuccessively with n-hexane (6 L x 3), dichloromethane (6 L x 3), and methanol (6 L x3) at room temperature. The methanol extract was evaporated in vacuo to obtain theconcentrate methanol extract (104 g). Futhermore it was extracted with ethyl acetate-water mixture (1 : 1) (400 mL x 3). Removal of the solvent under reduced pressure ofthe ethyl acetate soluble fraction afforded a greenish brown residue (28 g). A portionof it (8 g) was chromatographed by VLC and eluted with solvents of increasingpolarity (n-hexane, n-hexane-CHCl3, CHCl3, CHCl3-MeOH) yielded 200 fractions(15 mL each). Removal of the solvent under reduced pressure of the combinedfractions of 125-180 gave the brownish yellow solid (271 mg). A part of it (203 mg)was rechromatographed by FC with CHCl3-acetone (4:1) as eluen, obtained 25fractions (10 mL each). The fractions 6-9 were collected, recrystalized in CHCl3-acetone yielded compound 1 (28 mg).
(2). The stem of C. sakayensis.The dried powdered stem of C. sakayensis (677 g) was exhaustively extractedsuccessively with n-hexane (4 L x 3), dichloromethane (4 L x 3), and methanol (4 L x3) at room temperature. The methanol extract was evaporated in vacuo to afford theconcentrate methanol extract (65 g). Futhermore it was extracted with ethyl acetate-water mixture (1 : 1) (400 mL x 3). Removal of the solvent under reduced pressure ofthe ethyl acetate soluble fraction yielded a brown residue (10 g). A portion of it (5 g)was chromatographed by VLC and eluted with solvents of increasing polarity (n-hexane, n-hexane-CHCl3 , CHCl3, CHCl3-MeOH) yielded 225 fractions (15 mL each).The combined fractions of 34-50 (216 mg) was purified by FC with n-hexane-EtOAc(3:2) as eluen yielded compound 2 (30 mg). While purification of the combinedfractions of 60-67 (160 mg) by FC with n-hexane-EtOAc (3:2) as eluen affordedcompound 3 (18 mg). Recrystalization of the combined fractions of 128-135 (360 mg)in CHCl3-MeOH afforded compound 4 (58 mg).
Compound 1 was obtained as yellow crystal (CHCl3-acetone), mp. 271-273oC,which gave positive test (green colour) with FeCl3 and Shinoda test (Mg-HCl). UV(MeOH) max (log ) : 273 (2.87), 324 (sh) (2.63) and 375 (2.85) nm; (MeOH +NaOH): 285 (3.91) and 410 (3.69) nm; (MeOH+AlCl3): 276 (3.00), 312 (sh) (2.49),355 (sh) (2.53) and 432 (2.93) nm; (MeOH+AlCl3+HCl): 276 (2.97), 311 (sh) (2.51),355 (sh) (2.55) and 432 (2.89) nm; (MeOH+NaOAc): 282 (2.97) and 391 (2.81) nm;(MeOH+NaOAc+H3BO3): 274 (2.92) and 375 (2.87) nm. IR (KBr) max : 3333 (OH),1659 (chelated C=O), 1617, 1570, 1509 (aromatic C=C) cm-1. 1H-NMR (400MHz,CD3OH) (ppm) : 6.18 (1H, d, J = 2 Hz, H-6); 6.39 (1H, d, J = 2 Hz, H-8); 6.90(2H, d, J = 9 Hz, H-3' and H-5') and 8.08 (2H, d, J = 9 Hz, H-2' and H-6'). 13C-NMR(100.5 MHz, CD3OH) (ppm) : 94.5 (C-8); 99.3 (C-6); 104.5 (C-10); 116.3 (C-3’ andC-5'); 123.7 (C-1'); 130.7 (C-2' and C-6'); 137.1 (C-3); 148.1 (C-2); 158.3 (C-5);160.5 (C-4’); 162.5 (C-9); 165.6 (C-7) and 177.4 (C-4). FABMS, m/z (rel.int.): 287(M+H+)(44), 176 (m-NBA + Na+)(34), 154 (m-NBA + H+)(100), 136 (m-NBA-OH)(84).
Compound 2 was obtained as pale yellow crystal (benzene), mp. 167-168oC,[]D
20 = -26o (MeOH, c.0.1), gave positive test with FeCl3 (green) and shinoda test(Mg-HCl)(red). It showed a single spot by TLC on silica gel with Rf = 0.25 (n-hexane: CH2Cl2 = 1 : 4), Rf = 0.70 (CH2Cl2 : EtOAc = 95 :5) and Rf = 0.80 (CH2Cl2: EtOAc= 9:1). UV (MeOH) maks (log ) : 298 (4.13) dan 349 (sh) (3.40) nm; (MeOH +NaOH): 341 (4.37)nm; (MeOH+AlCl3): 299 (4.10), 354 (sh)(3.32) nm;(MeOH+AlCl3+HCl): 309 (4.05) nm; (MeOH+NaOAc): 341 (4.26) nm;(MeOH+NaOAc+H3BO3): 299 (4.07) dan 346 (sh)(3.72) nm. IR (KBr) maks : 3453(OH), 3005 (aromatic C-H), 2922, 2840 (alkyl C-H), 1630 (chelated C=O), 1520(aromatic C=C), 1454, 1397 cm-1. 1H-NMR (300 MHz,CDCl3) (ppm) : 2.03(3H, s,6-CH3), 2.05 (3H, s, 8-CH3), 2.78 (1H, dd, J = 17 Hz, 3 Hz, H-3), 3.03 (1H, dd, J =17 Hz, 13 Hz, H-3), 3.83 (3H, s, OCH3), 5.32 (1H, dd, J = 13 Hz, 3 Hz, H-2), 6.95(2H, d, J = 9 Hz, H-3’,5’), 7.39 (2H, d, J = 9 Hz, H-2’,6’), 12.29 (1H, s, chelated 5-OH). 13C-NMR (100.5 MHz,CDCl3) (ppm) : 6.9 (6-CH3), 7.6 (8-CH3), 43.1(3,3), 55.2 (OCH3), 78.2 (C-1), 102.3 (C-8), 102.7 (C-10), 103.5 (C-6), 114.0 (C-3’,5’), 127.4 (C-2’,6’), 131.0 (C-1’), 157.7 (C-9), 158.8 (C-5), 159.6 (C-4’), 162.1 (C-7), 196.5 (C-4). EIMS, m/z (rel.int.): 314 (M+)(100), 207 (M-C7H7O)+(9), 206 (M-C7H7O-H)+(6), 180 (M-C9H10O)+(89), 152 (M-C9H10O-CO)+(70), 134 (M-C9H8O4)+(36), 121 (24), 91 (10), 77 (5), 69 (5), 55 (4).
Compound 3 was obtained as pale yellow crystal (CHCl3-MeOH), mp. 224-226oC, []D
20 = -26o (MeOH, c.0.1), gave positive test with FeCl3 (green) andshinoda test (Mg-HCl)(red). It showed a single spot by TLC on silica gel with Rf =0.38 (CHCl3 : EtOAc = 5 : 1), Rf = 0,36 (n-hexane : EtOAc = 3 : 2), and Rf = 0.07(n-hexane : EtOAc = 4:1). UV (MeOH) maks (log ) : 297 (3.76) dan 348 (sh)(3.08) nm; (MeOH + NaOH): 339 (3.96)nm; (MeOH+AlCl3): 297 (3.70), 357(sh)(3.00) nm; (MeOH+AlCl3+HCl): 299 (3.67), 358 (sh) (2.97) nm;(MeOH+NaOAc): 339 (3.83) nm; (MeOH+NaOAc+H3BO3): 297 (3.75), 350(sh)(3.37) nm. IR (KBr) maks : 3425 (OH), 2924 (alkyl C-H), 1636 (chelated C=O),1520 (aromatic C=C), 1458, 1367, 1119, 833 cm-1. 1H-NMR (400 MHz, CD3OD) (ppm) : 1.98(3H, s, 6-CH3), 1.99 (3H, s, 8-CH3), 2.70 (1H, dd, J = 16.8 Hz, 2.8 Hz, H-3), 3.05 (1H, dd, J = 16.8 Hz, 12.8 Hz, H-3), 5.29 (1H, dd, J = 12.8 Hz, 2.8 Hz, H-2), 6.82 (2H, d, J = 8.4 Hz, H-3’,5’), 7.32 (2H, d, J = 8.4 Hz, H-2’,6’). 13C-NMR(100.6 MHz,CD3OD) (ppm) : 7.4 (6-CH3), 8.2 (8-CH3), 44.1 (3,3), 80.1 (C-1),103.2 (C-8), 104.1 (C-10), 104.8 (C-6), 116.3 (C-3’,5’), 128.8 (C-2’,6’), 131.5 (C-1’),158.9 (C-9), 159.3 (C-5), 160.3 (C-4’), 164.2 (C-7), 198.4 (C-4). EIMS, m/z (rel.int.):300 (M+)(82), 282 (3), 271 (1), 257 (3), 207 (M-C6H5O)+(6), 194 (12), 180 (M-C8H8O)+(65), 152 (M-C8H8O-CO)+(100), 154 (6), 120 (24), 107 (6), 91 (18), 77 (9),65 (12), 55 (12).
Compound 4 was obtained as pale yellow crystal (MeOH-CHCl3), mp. 135-136oC, []D
20 = +7o (MeOH, c.0.1), gave positive test with FeCl3 (green) and shinoda test(Mg-HCl)(pale red). It showed a single spot by TLC on silica gel with Rf = 0.14(CHCl3 - EtOAc = 1 : 4), Rf = 0.28 (CHCl3 -MeOH = 9 :1) and Rf = 0.38 (CHCl3-MeOH = 5:1). UV (MeOH) maks (log ) : 282 (3.41), 361 (sh) (2.77) nm; (MeOH+ NaOH): 284 (3.33), 372 (sh) (2.88)nm; (MeOH+AlCl3): 281 (3.37), 362 (sh)(2.73)nm; (MeOH+AlCl3+HCl): 283 (3.36), 363 (sh) (2.76) nm; (MeOH+NaOAc): 282(3.41), 362 (sh) (2.77) nm; (MeOH+NaOAc+H3BO3): 282 (3.41), 363 (sh) (2.74) nm.IR (KBr)maks : 3432 (OH), 2928 (alkyl C-H), 1636 (chelated C=O), 1516 (aromaticC=C), 1456, 1356, 1125, 1069, 835 cm-1. 1H-NMR (400 MHz,DMSO-d6) (ppm) :2.05(3H, s, 6-CH3), 2.07 (3H, s, 8-CH3), 2.84 (1H, dd, J = 17.2 Hz, 2.8 Hz, H-3),
3.05 (1H, dd, J = 18 Hz, 13.6 Hz, H-3), 3.10-3.62 (5H, m, H-2”-6”), 3.76 (3H, s, 4’-OCH3), 4.58 (1H, d, J = 7.2 Hz, H-1”), 5.54 (1H, m, H-2), 6.98 (2H, d, J = 8.4 Hz, H-3’,5’), 7.45 (2H, d, J = 8.8 Hz, H-2’,6’), 12.10 (1H, s, chelated 5-OH). 13C-NMR(100.4 MHz, DMSO-d6) (ppm) : 8.70 (6-CH3), 9.27 (8-CH3), 42.19 (3,3), 55.16(OCH3), 61.05 (C-6”), 69.86 (C-4”), 74.06 (C-2”), 76.34 (C-3”), 77.03 (C-5”), 77.84(C-2), 104.19 (C-1”), 109.96 (C-10), 110.13 (C-8), 111.21 (C-6), 113.94 (C-3’,5’),127.99 (C-2’,6’), 130.82 (C-1’), 157.27 (C-9), 157.85 (C-5), 159.36 (C-4’), 161.40(C-7), 198.46 (C-4). FABMS, m/z (rel.int.): 515 (M+K+)(2), 477 (M+H+) (1), 345 (2m-NBA+K+)(22), 315 (aglycon+H+), 314 (aglycon) (3), 307 (2 m-NBA+H+)(14), 192(m-NBA+H+)(100), 136 (m-NBA-OH) (86).
RESULTS AND DISCUSSIONCompound 1 was isolated from ethyl acetate soluble fraction of methanol extract
of the C. sakayensis’s leaves as a yellow needles (CHCl3-acetone), mp.271-273 oC,gave positive test with FeCl3 (green) and shinoda test (Mg-HCl) (orange). TheFABMS spectrum of 1 showed a quasi molecular ion peak at m/z 287 [M+H+],corresponding to a molecular formula C15H10O6 . The absorbtion maxima at 273 (bandII) and 375 nm (band I) in the UV spectrum supported that 1 was a flavonol with afree 3-hydroxyl group [4]. The batochromic shift of band I on adding NaOH reagent(35 nm) and AlCl3 + HCl reagent (57 nm) indicated the presence of a hydroxyl groupat C-4' and C-5, respectively. The presence of a hydroxyl group at C-7 was exhibitedby batochromic shift of band II (9 nm) on adding NaOAc reagent. No batochromicshift on adding NaOAc + H3BO3 reagent supported that 1 didn’t have ortho-dihydroxyl group at B-ring. The IR spectrum of 1 clearly disclosed absorbtion bands forOH group (3333 cm-1), chelated carbonyl group (1659 cm-1), and aromatic C=C(1617, 1570, 1509 cm-1 ). The 1H-NMR spectrum of 1 exhibited four doublet protonsignals at H 6.18, 6.39, 6.90, and 8.08 (Table 1). Two doublet proton signals at H
6.18 (J =1.8 Hz) and 6.39 (J = 2.2 Hz) due to a pair of meta coupled protons H-6 andH-8 in the A-ring, respectively, supported the presence of a hydroxyl group at C-5and C-7. While two doublet proton signals at H 6.90 (J = 8.8 Hz, H-3’,5’) and 8.08(J = 8.8, H-2’,6’) due to two pairs of ortho-cop;ed protons in the B-ring, confirmedthe presence of a hydroxyl group at C-4'. The 13C-NMR spectrum exhibited 15carbon signals which corresponded to 1, containing five oxy aryl carbons [C 148.1(C-2), 158.3 (C-5), 160.5 (C-4'), 162.5 (C-9), and 165.6 (C-7)], one oxyolefine carbon[C 137.1 (C-3)], and one carbonyl carbon [C 177.4 (C-4)] (Table 1). Thecorrelation spectroscopy (1H-1H COSY, HMQC, and HMBC) spectral data supportedcomplete assignment of all proton-bearing carbon signals of 1.
Table 1. 1H, 13C, and 1H-13C HMBC NMR data of 1 in CD3OH
Positionof
Atom C
H
(mult.,J in Hz)C
1H-13CHMBC
12345678
-----
6.18 (d, 1.8)-
6.39 (d, 2.2)
-148.1137.1177.3158.399.3
165.694.5
-----
C-7,C-8,C-9, C-10-
C-4,C-5,C-6,C-7,C-10
9101’2’3’4’5’6’
---
8.08 (d,8.8)6.90 (d,8.8)
-6.90 (d,8.8)8.08 (d,8.8)
162.5104.5123.7130.7116.3160.5116.3130.7
---
C-2,C-3’,C-4’,C-5’,C-6’C-1’,C-4’,C-5’
-C-1’, C-3’, C-4’
C-2,C-2’,C-3’,C-4’,C-5’
Futher supporting evidence of structure 1 for kaemferol came from comparison of the1H-NMR and 13C-NMR spectral data with those of reported data in literature [5,6].From the above results, 1 was proposed for the structure of kaemferol (3,5,7,4’-tetrahydroxy flavone).
Compound 2 was isolated from ethyl acetate soluble fraction of methanol extractof the C. sakayensis’s stem as a pale yellow needles (benzene), mp.167-167 oC, []D
20
= -26o (MeOH, c.0.1), gave positive test with FeCl3 (green) and shinoda test (Mg-HCl) (red). The EIMS spectrum of 2 showed a molecular ion peak at m/z 314,corresponding a molecular formula C18H18O5. The UV spectrum of 2 indicatedabsorbtion characteristic of flavanone-type compounds at 297 nm (band II) and 343nm (sh) (band I) [4]. The absorbtion bands of alkyl C-H (2922, 2840 cm-1), chelatedcarbonyl group (1630 cm-1), and aromatic C=C (1520 cm -1) in the IR spectrum,together with the existence of the ABX-type proton signals at H 2.78 (dd, H-3), 3.05(dd, H-3), and 5.35 (dd, H-2) in the 1H-NMR spectrum (Table 2) also supported that2 was a flavanone [8]. The batochromic shift of band II (42 nm) on adding NaOH andNaOAc reagent showed the presence of a hydroxyl group at C-7 [8]. The presence ofOH group at C-5 was supported by the batochromic shift of band II (11 nm) on addingAlCl3 + HCl reagent. No batochromic shift on adding NaOAc + H3BO3 reagentsupported that 2 didn’t have ortho-dihydroxyl group at the A-ring. The chelatedproton signal at H 12.29 (s) indicated the presence of a hydroxyl group at C-5.Futher the 1H-NMR spectrum of 2 showed the existence of two aromatic methylgroups [H 2.03 (s), 2.05 (s)] and a methoxyphenyl group [H 3.85 (s)] in theflavanone skeleton (Table 2). In the HMBC spectrum of 2, the proton signal of thefirst aromatic methyl group (H 2.03) showed correlation with carbon signals of C-5(C 158.8), C-6 (C 103.5), C-7 (C 162.1), while the proton signal of the secondaromatic methyl group (H 2.05) correlated with carbon signals of C-7 (C 162.1), C-8(C 102.3), C-9 (C 157.7) (Table 2). These results indicated that the first and thesecond aromatic methyl groups should be located at C-6 and C-8, respectively. Thecorrelation between proton signal of methoxyphenyl group (H 3.85) with carbonsignal of C-4’ (C 159.6) in the HMBC spectrum, together with the appearance of twoaromatic proton signals at H 6.95 (d, J = 9.0 Hz, H-3’,5’) and 7.39 (d, J = 8.7 Hz, H-2’,6’) due to two pairs of ortho-copled aromatic protons in the B-ring indicated thepresence of a methoxy group at C-4’. The other significant correlations of 2 can beseen in Table 2. Futher supporting evidence of structure 2 for matteucinol came fromcomparison of the 1H-NMR, 13C-NMR, and EIMS spectral data with those ofreported data in literature [7,8]. From the above results, compound 2 was identifiedas matteucinol (5,7-dihydroxy-4’-methoxy-6,8-dimethyl flavanone).
Table 2. 1H, 13C, and 1H-13C HMBC NMR data of 2 in CDCl3
Positionof
Atom C
1H-NMR(ppm, mult.,J)
13C-NMR(ppm)
1H-13CHMBC
12
33456789
101’2’3’4’5’6’
6-CH3
8-CH3
4’-OCH3
5-OH
-5.32 (dd,J=13 Hz,3 Hz)3.03 (dd,J=17 Hz,13 Hz)2.78 (dd,J = 17 Hz,3 Hz)
-------
7.39 (d,J=9 Hz)6.95 (d,J= 9 Hz)
-6.95 (d,J= 9 Hz)7.39 (d,J=9 Hz)
2.03 (s)2.05 (s)3.83 (s)
12.29 (s)
-78.243.143.1
196.5158.8103.5162.1102.3157.7102.7131.0127.4114.0159.6114.0127.4
6.97.655.2
-
-C-1’,C-2’,C-6’
C-4, C-10C-2, C-4, C-1’
--------
C-2, C-3’, C-4’, C-6’C-1’,C-4’, C-5’
-C-1’,C-4’, C-5’
C-2, C-2’, C-4’, C-5’C-5, C-6, C-7
C-7, C-9C-4’
-
Compound 3 was isolated from ethyl acetate soluble fraction of methanol extractof the C. sakayensis’s stem as a pale yellow needles (CHCl3-MeOH), mp.224-226 oC,[]D
20 = -20o (MeOH, c.0.1), gave positive test with FeCl3 (green) and shinoda test(Mg-HCl) (red). The EIMS spectrum of 2 showed a molecular ion peak at m/z 300,suggesting a molecular formula C17H16O5. The UV spectrum of 2 indicated absorbtioncharacteristic of flavanone-type compounds at 297 nm (band II) and 348 nm (sh)(band I) [4]. The absorbtion bands of alkyl C-H (2924 cm-1), chelated carbonyl group(1636 cm-1), and aromatic C=C (1520 cm-1) in the IR spectrum, together with theexistence of the ABX-type proton signals at H 2.70 (dd, H-3), 3.05 (dd, H-3), and5.29 (dd, H-2) in the 1H-NMR spectrum (Table 3) also supported that 2 was aflavanone [8]. The batochromic shift of band II (42 nm) on adding NaOH andNaOAc reagent showed the presence of a hydroxyl group at C-7. The presence of OHgroup at C-5 was supported by the batochromic shift of band II (2 nm) on addingAlCl3 + HCl reagent. No batochromic shift on adding NaOAc + H3BO3 reagentsupported that 3 didn’t have ortho-dihydroxyl group at the A-ring. Futher the 1H-NMR spectrum of 3 showed the existence of two aromatic methyl groups [H 1.98(s), 1.99 (s)] in the flavanone skeleton (Table 3). The DEPT spectrum of 3 showedthat it had five methine carbons, one methylene carbon, two methyl carbons, and ninequartenary carbons.
Table 3. 1H-NMR, 13C-NMR, and DEPT spectral data of farrerol in CD3OD
Position 1H-NMR(ppm, mult.,J)
13C-NMR(ppm)
DEPT 90 DEPT 135
12
33456789
101’2’3’4’5’6’
6-CH3
8-CH3
-5.29 (dd,J=12.8 Hz, 2.8 Hz)
3.05 (dd,J=16.8 Hz, 12.8 Hz)2.7 (dd,J = 16.8 Hz, 2.8 Hz)
-------
7.32 (d,J=8.4 Hz)6.82 (d,J=8.4 Hz)
-6.82 (d,J=8.4 Hz)7.32 (d,J=8.4 Hz)
1.98 (s)1.99 (s)
-80.144.144.1
198.4159.3104.8164.2103.2158.9104.1131.5128.8116.3160.3116.3128.8
7.48.2
-CH
----------
CHCH
-CHCH
--
-CHCH2
CH2
--------
CHCH
-CHCHCH3
CH3
The 1H-NMR and 13C-NMR spectral data of 3 were similar to those of relatedcompound, matteucinol, except a methoxy signal at H 3.83 (s) and C 55.2,respectively. Futher supporting evidence of structure 3 for matteucinol came fromcomparison of the EIMS data with those of the base data at the GCMS instrument.From the above results, compound 3 was identified as farrerol (5,7, 4’-trihydroxy-6,8-dimethyl flavanone).
Compound 4 was isolated from the ethyl acetate soluble fraction of methanolextract of the C. sakayensis’s stem as a pale yellow powder (CHCl3-MeOH), mp. 135-136 oC, gave positive test with FeCl3 test (green) and Shinoda-test (Mg-HCl) (palered). The FABMS spectrum of 4 a quasi molecular ion peak at m/z 477 [M+H+],suggesting a molecular formula C24H28O10. The absorption maxima at 282 nm (bandII) and 361 nm (sh) (band I) in the UV spectrum supported that compound supportedthat compound 4 was a flavanone [4]. The presence of absorbtion bands for alkyl C-H (2928 cm-1), chelated carbonyl group (1636 cm-1), and aromatic C=C (1516 cm-1) inthe IR spectrum, together with the existence of the ABX-type signals at H 2.84 (dd,H-3), 3.05 (dd, H-3), and 5.35 (dd, H-2) in the 1H-NMR spectrum (Table 3) alsosupported that compound 4 had the flavanone skeleton. No batochromic shift of bandII on adding NaOH and NaOAc reagent showed that 4 didn’t have a free hydroxylgroup at C-7. No batochromic shift on adding NaOAc + H3BO3 reagent supportedthat 4 didn’t have ortho-dihydroxy group at A-ring. The chelated proton signal at H12.10 (s) indicated the existence of a hydroxyl group at C-5. The 1H-NMR spectrumof 4 exhibited proton signals due to a 4’-methoxyphenyl group at H 3.76 (3H, s, 4’-OCH3), 6.98 (2H, d, J=8.4 Hz), and 7.45 (2H, d, J=8.8 Hz), two aromatic methylgroup at H 2.05 (3H, s) and 2.07 (3H, s) as well as a glycosyl group at H 4.58 (1H,d, J = 7.2 Hz, H-1”) and H 3.10-3.62 (6-H glycosyl, m)(Table 3). The glycosyl groupof 4 could be identified as a glucosyl group because its carbon signals resembledthose of reported data in literature [8]. In the HMBC spectrum of 4, proton signal of
methoxyphenyl group (H 3.76) showed correlation with carbon signal of C-4’ (C
159.36), proton signal of the first aromatic methyl group (H 2.05) correlated withcarbon signals of C-5 (C 157.85), C-6 (C 111,21), C-7 (C 161.40), and the protonsignal of the second aromatic methyl group (H 2.07) correlated with carbon signals ofC-7 (C 161.40), C-8 (C 110.13), C-9 (C 157.27) (Table 3). These results suggestedthe presence of methoxyphenyl group at C-4’ and aromatic methyl group at C-6 andC-8, respectively. The correlation beetwen proton signal of anomeric proton ofglucosyl group (H 4.58) with carbon signal of C-7 (C 161.40) in the HMBCspectrum of 4 showed the presence of glucosyl group at C-7. Meanwhile the couplingconstant value of the anomeric proton was 7.2 Hz, indicated the presence of a -glycosydic linkage to a aglycon [11]. Futher supporting evidence of structure 4 formatteucinol-7-O--D-glucoside came from comparison of the 1H-NMR and 13C-NMRspectral data with those of reported data in literature [8]. From above resultscompound 4 was suggested to be a matteucinol-7-O--D-glucoside.
Table 4. 1H, 13C, and 1H-13C HMBC NMR data of 4 in DMSO-d6
Positionof
Atom C
H
(mult.,J in Hz)C
1H-13CHMBC
12
33456789101’2’3’4’5’6’
6-CH3
8-CH3
4’-OCH3
5-OH1”2”3”4”5”6”
-5.54 (m)
3.05 (dd,18.0,13.6)2.84 (dd,17.2,2.8)
-------
7.45 (d,8.8)6.98 (d,8.4)
-6.98 (d,8.4)7.45 (d,8.8)
2.05 (s)2.07 (s)3.76 (s)
12.10 (s)4.58 (d, 7.2)
3.10-3.62 (m)
-77.8442.1942.19198.46157.85111.21161.40110.13157.27109.96130.82127.99113.94159.36113.94127.99
8.709.27
55.16-
104.1974.0676.3469.8677.0361.05
-C-1’,C-2’,C-6’, C-4
C-4C-4
--------
C-2, C-3’, C-4’, C-6’C-1’,C-2’,C-4’, C-5’
-C-1’,C-3’,C-4’, C-6’C-2, C-2’, C-4’, C-5’
C-5, C-6, C-7C-7, C-8,C-9
C-4’C-5,C-6,C-8
C-7
ACKNOWLEDGMENTSWe thanks the Directorate General of Higher Education, Ministry of NationalEducation, Idonesia, for financial support and Mr. Wardaya from the PurwodadiBotanical Garden, Pasuruan, Indonesia, for help in collecting and identifying the plantmaterial.
REFERENCES
[1] Steenish V, Holttum RE. (1982). Flora Malesiana. Junk Publisher, London,392.
[2] Piggott AG. (1988). Fern of Malaysia. Kualalumpur, 192.[3] Sutoyo S, Indrayanto G, Zaini NC (2007). Studies on chemical constituents of
Chingia sakayensis (Zeiller) Holtt. Natural Product Communications, 2 (5)579-580.
[4] Markham, KR. (1982) Techniques of Flavonoid Identification. AcademicPress, London, 38-50.
[5] Markham KR, Geiger H. (1994) 1H nuclear magnetic resonance spectroscopyof flavonoids and their glycosides in hexadeuterodimethylsulfoxide. In TheFlavonoids. Advances in research since 1986. Harborne JB (Ed). Chapman &Hall, London, 452, 464.
[6] Li Bin, Luo Yongming. (2003) Studies on chemical constituents of Camelliaoleifera Abel, http://www. chemistrymag.org//cji/2003/053020ne.htm, accesedat 5 June 2003.
[7] Tanaka N,Murakami T, Wada H, Gutierrez AB, Saiki Y, Chen CM. (1985)Chemical and chemotaxonomical studies of Filices.LXI.Chemical studies onthe constituents of Proneprium triphyllum .Chemical and PharmaceuticalBulletin, 33 (12) 5231-5238.
[8] Miraglia MDC, Padua APD, Mesquita, AAL, Gottlieb OR. (1985) Flavonoidsfrom the fern Blechnum regnellianum and Pityrogramma ebenea .Phytochemistry, 24 (5) 1120.
351
Suatu Senyawa Alkohol Rantai Panjang dan Dua Senyawa Sterol dari EkstrakHeksana Kulit Batang Tumbuhan Pacar Cina (Aglaia odorata Lour)(Meliaceae) *)
Tukiran a, P.Ardhiana a, Suyatno a, dan K.Shimizu b
a Kelompok Penelitian Kimia Organik Bahan Alam Jurusan Kimia FakultasMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya. Jl. Ketintang
Surabaya, 60231
b Departement of Forest and Forest Products Sciences, Faculty of Agricuture, KyushuUniversity, Fukuoka 812-8581, Japan.
Abstrak
Suatu senyawa alkohol berantai panjang (long chain-alcohol), 1-eikosanol bersama-
sama dengan dua senyawa sterol,β-sitosterol dan stigmasterol telah berhasil diisolasi
dari ekstrak heksana kulit batang tumbuhan pacar cina (Aglaia odorata
Lour)(Meliaceae). Struktur ketiga senyawa ini telah ditetapkan berdasarkan data
spektroskopi IR, NMR dan FABMS.
Kata kunci : Aglaia odorata Lour, Alcohol, Meliaceae, Pacar Cina , Sterol
Abstract
A long chain alcohol, 1-eicosanol together with two sterols, β-sitosterol and
stigmasterol had been isolated from hexane extract of stem bark of pacar cina (Aglaia
odorata Lour)(Meliaceae). These structures had been established based on
spectroscopic data (IR, NMR and FABMS).
Keyword : Aglaia odorata Lour, Alcohol, Meliaceae, Pacar Cina, Sterol.
*) Makalah disanpaikan pada Seminar Nasional Kimia di Jurusan Kimia-Unesa Surabaya, Tanggal 5Desember 2007
352
1. PENDAHULUAN
Dari laporan yang berhasil dikumpulkan pada studi kimia tanaman
genus Aglaia pada dasarnya dapat dikelompokan menurut kerangka dasarnya,
yaitu kelompoksiklortan, liminoid, 14α-metilsterol (steroid), tirucllan,
flavonoid, dan siklopenatetrahidrobenzofuran (rokaglamida). Kelompok-
kelompok senyawa ini sekaligus menggambarkan keragaman molekul dan pola
kimia dari senyawa-senyawa yang terkandung dalam tumbuhan Meliaceaea
pada umumnya. Sebagai contoh, kelompok senyawa sikloartan, argenteanon A
– E, argenteanol, argenteanol B – E telah berhasil diisolasi dari tumbuhan
Aglaia argentea dan pula menunjukan efek sitotoksik terhadap sel KB [1,2].
Kemudian senyawa jenis sikloartan lainya, 29-nor-sikloartan-24,25-epoksi-3β-
ol dan 29-nor-sikloartan-23-en-3β,25-diol telah diisolasi dari tumbuhan Aglaia
roxburghiana [3]. Dari daun tumbuhan Aglaia harmsiana telah pula ditemukan
empat senyawa jenis sikloartan, yaitu sikloartenol, sikloartan-3β,29-diol-24-
on, (24R)-sikloartan-3β,24,25-triol, dan (24R)-sikloartan-24,25-diol-3-on[4].
Sebagai kelanjutan penelitian kami terhadap sejumlah tumbuhan
Meliaceae, seperti Khaya senegalensis [5] dan Sandoricum koetjape [6], kini
kami mulai menyelidiki kandungan kimia pada tumbuhan lain dalam famili
tersebut, yaitu Aglaia odorata Lour. [7] yang diperoleh dari Kebun Raya
Purwodadi. Dari ekstrak heksana kulit batang tumbuhan A. odorata ini telah
berhasil diisolasi suatu senyawa alkohol rantai panjang, 1-eikosanol bersama-
sama dengan β-sitosterol dan stigmasterol. Pada kesempatan ini, akan
dilaporkan elusidasi struktur suatu senyawa hasil isolasi 1-eikosanol dari
ekstrak heksana tersebut yang ditetapkan berdasarkan data IR dan NMR.
2. METODE DAN HASIL PENELITIAN
Umum. Penentuan spektroskopi inframerah (IR) suatu senyawa hasil
isolasi diukur dengan menggunakan alat spektrometer Buck Scientific M500.
Spektrum 1H dan 13C NMR diukur dengan menggunakan spektrometer JEOL
JNM-AL300/AL400 FTNMR, beroperasi pada 399.65 MHz (1H) dan 100.40
MHz (13C), menggunakan pelarut sebagai standar internal. Kromatografi cair
353
vakum (KVC) dilakukan dengan menggunakan Si Gel Merck 60 GF254,
Kromatografi kolom gravitasi (KKG) dengan Si Gel Merck 60 (60-70 mesh),
dan analisis kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan pelat berlapis Si Gel
Merck Kieselgel 60 F254 , 0,25 mm.
Pengumpulan Bahan Tumbuhan. Bahan tumbuhan berupa kulit
batang dari Aglaia odorata Lour (Pacar Cina) dikumpulkan pada bulan Maret
2007 dari kebun Raya Purwodadi. Tumbuhan ini telah diidentifikasi oleh staf
Herbarium LIPI, Purwodadi, Pasuruan dan spesimenya disimpan di Herbarium
tersebut.
Ekstraksi dan Isolasi. Kulit batang tumbuhan pacar cina yang telah
dikeringkan dan digiling halus (1,25 kg) diekstraksituntas (sebanyak 3 kali)
dengan metanol. Setelah pelarut diuapkan dari ekstrak metanol paeda tekanan
rendah, diperoleh residu berwarna coklat kekuningan (101,1 g). selanjutnya,
terhadap total ekstrak metanol ini dipartisis oleh heksana sebanyak 3 kali, dan
diperoleh total ekstrak heksana sebanyak 15,6 g. ekstrak heksana ini dibagi
menjadi 2 bagian dengan berat masing – masing bagian kurang lebih 7,3 dan
8,3 g (selanjutnya disebut fraksi utama I dan II). Kemudian fraksi utama I
difraksinasi melalui kromatografi vakum cair (KVC) berturut – turut
menggunakan eluen campuran heksana/kloroform/metanol dengan tingkat
kepolaran yang terus meningkat (H/K/M = 10/0/0 sampai dengan 0/0/10).
Menghasilkan 20 fraksi. Penggabungan fraksi-fraksi tersebut atas dasar analisis
KLT menghasilkan 5 fraksi utama yaitu fraksi IA (1-13)IB (14), IC(15-
17;2,003g),ID(18, 1,272 g), dan IE(19-20; 0,786 g). hal yang sama dilakukan
pemisahan pula terhadap fraksi utama II dengan menggunakan cara dan eluen
yang sama pula dihasilkan 24 fraksi dan digabung menjadi 5 fraksi, yaitu fraksi
IIA (1-3), IIB (4-7), IIC(8-11), IID(12-19), dan IIE(20-24).
Selanjutnya terhadap fraksi IC (15-17; 2,003 g) difraksinasi melalui
KKG (eluen campuran heksana/kloroform/metanol (H/K/M = 15/1/0,5)
dihasilkan 68 fraksi dan dilanjutkan dengan mengganti eluen (H/K/M =
10/3/0,5), dihasilkan fraksi 69-77 fraksi dan digabung berdasarkan analisis
KLT diperoleh 8 fraksi gabungan yaitu fraksi ICI (1-3; 0,233 g), IC2)(4-5;
354
0,045 g), IC3 (6-9; 0,148g), IC4 (8-11, 0,547 g), IC5 (12-25; 0,649 g), IC6 (26-
33 ; 0,649 g), IC7 (34-41), dan IC8 (42-77).
Berdasarkan analisis KLT dari sejumjah fraksi-fraksi hasil pemisahan
fraksi utama I, II, dan IC di atas, selanjutnya digabung menjadi 6 fraksi
kelompok, yaitu fraksi kelompok I (gabungan fraksi-fraksi IIB, IC1 dan IC2;
1,571 g), fraksi kelompol II (gabungan fraksi-fraksi IIC dan IC5; 1,681 g),
fraksi kelompok III(gabungan fraksi-fraksi IID dan IC7, Fraksi kelompok IV
(Fraksi IIA), fraksi kelompok V (gabungan fraksi-fraksi IIE dan IC8), dan
fraksi kelompok VI (fraksi IC3).
Pemisahan berikutnya difokuskan pada fraksi kelompok II (1,681 g)
melalui KVC menggunakan eluen heksana, heksana/etil asetat, dan etil asetat
menurut kenaikan tingkat kepolaran dihasilkan 80 fraksi. Berdasarkan analisis
KLT terhadap semua fraksi yang diperoleh diatas, kemudian digabungmenjadi
6 fraksi, yaitu fraksi kelompok IIa (1-36), fraksi Kelompok IIb (37-46; 0,357
g), fraksi kelompok Iic(47-59; 0,385 g), fraksi kelompok Iid (60-63), fraksi
kelompok Iie (64-74; 0,440 g), dan fraksi kelompok Iif (75-80). Penguapan
terhadap fraksi kelompok Iib (0,357 g) diikuti terbentuknya kristal dan
selanjutnya dilakukan rekristalisasi secara berulang-ulang dalam campuran
kloroform dan metanol panas diperoleh kristal putihsebanyak 10 mg (disebut
isolat Prima-tuk-1). Karakterisasi berikutnya dilakukan terhadap isolat ini
melalui pengukuran IR dan NMR.
Pemisahan selanjutnya dilakukan terhadap fraksi kelompok I melalui
KVC menggunakan eluen yang sama dihasilkan 149 fraksi dan digabung
menjadi fraksi gabungan, yaitu kelompok Ia (1-2), Ib (3-4), Ic (5-46), Id (47-
59), Ie (60-63), If (64-74), Ig (75-130), dan Ih (131-149). Hasil penguapan
fraksi kelompok Id (47-59)dan If (64-74)diikuti terbentuknya kristal dan
digabung selanjutnya dilakukan rekristalisasi dalam metanol panas secara
berulang-ulang, masing-masing diperoleh kristal putih sebanyak 8mg (disebut
isolat Prima-Tuk-2).
Data spektroskopi senyawa hasil isolasi adalah sebagai berikut.
Spektrum IR (KBr) senyawa hasil isolasi (isolat Prima-Tuk-1) menunjukan
serapan v maks pada 3390,3 (-OH), 2921 dan 2853 (-CH alifatik), dan 1060,6 (-
355
C- OH)cm-1 . spektrum 13C-NMR (CDCI3 , 125 MHz) senyawa hasil isolasi
memperlihatkan sejumlah sinyal pada γc63,2 (C-OH), 32,97 (CH2-), 32,01 (-
CH2-), 29,42 (-CH2-); 25,87 (-CH2-), 22,75 (-CH2-), dan 14,11 (CH3-) ppm.
Spektrum 1H-NMR (CDCI3, 500 MHz)senyawa hasil isolasi menunjukan
sejumlah sinyal pada δc 0,88 (CH3, t), 1,125 (CH2-, m), dan 7,26 (-C-OH) ppm.
Sementara itu, isolat Prima-Tuk-2 dilakukan karakterisasi dengan cara
membandingkan dengan senyawa hasil isolasi standar yang diperoleh dari
ekstrak kloroform (disebut Diah-Tuk-1), yaitu β-sitostero; dan stigmasterol
dari tumbuhan yang sama, diatas pelat KLT dan dibawah lampu UV baik pada
panjang gelombang 254 maupun 366 nm menunjukan kesamaan sifat dan pola
serapanya, sehingga dapat disarankan bahwa isolat Prima-Tuk-2 adalah β-
sitosterol dan stigmasterol.
3. PEMBAHASAN
Pemisahan ekstrak heksana kulit batang tumbuhan pacar cina (Aglaia
odorata Lour) dihasilkan suatu senyawa hasil isolasi, yang diperoleh melalui
beberapa tahap fraksinasi, diikuti oleh pemilihan fraksi utama berdasarkan
analisis kromatografi lapis tipis (KLT), pemurnian melalui kolom kromatografi
dan rekristalisasi, serta pengukuran spektroskopi.
Suatu senyawa hasil isolasi berupa kristal putih telah diperoleh dari
kolom kromatografi dan rekristalisasi berulang-ulang dalam pelarut metanol
panas. Dengan pereaksi Lieberman-Burchard, senyawa ini memberikan warna
ungu dan memberikan pendar dibawah lampu UV baik pada panjang
gelombang 254 nm.
Spektrum IR senyawa hasil isolasi menunjukan sejumlah serapan v
maks pada 3390,3 yang menggambarkan adanya gugus –OH, pada 2921 dan
2853 cm-1 yang mengindikasikan adanya gugus –CH alifatik, dan pada 1060,6
cm-1 yang menunjukkan adanya gugus alkil alkohol (-C-OH) cm -1.
Spektrum 13C-NMR (CDCI3, 125 MHz) senyawa hasil isolasi
memperlihatkan sejumlah sinyal pada δc 63,2 ppm berarti senyawa hasil isolasi
mempunyai atom karbon alkohol sekunder (-CH2-OH), 32,97; 32,01; 29,42;
25,87 (-CH2-), 22,75 ppm (-CH2-), menyatakan adanya atom karbon jenis
356
metilen (CH2-). Spektrum 1H-NMR (CDCI3, 500MHz) senyawa hasil isolasi
menunjukan sejumlah sinyal pada δc 0,88 ppm dengan multiplissitas triplet (t),
yang menyatakan sebagai proton metil (CH3), 1,25 ppm dengan multiplisitas
multiplet (m) dan dengan kelimpahan yang cukup tinggi menandakan dahwa
senyawa hasil isolasi gugus metilen (CH2-) yang cukup banyak, dan 7,26 ppm
yang berarti adanya gugus alkil alkohol. Data dan pola serapan spektruk IR ini
serta data spektrum NMR, disarankan bahwa senyawa hasil isolasi adalah suatu
1-eikosanol.
4. KESIMPULAN
Penelitian kimia tumbuhan Aglaia odorata Lour, telah dilakukan di
laboratorium kami, dan dari penelitian ini telah ditemukan suatu senyawa
alkohol rantai panjang, 1-eikosanol bersama-sama dengan dua senyawa sterol
dalam bentuk isomernya yang sulit dipisahkan, yaitu β-sitosterol dan
stigmasterol. Jika ditinjau dari segi biogenesis, dua senyawa terakhir terbentuk
OH
3
10
5
19
1911
14
18
21
20
17
22
23
OH
22
23
Β-Sitosterol Stigmasterol
OH
1-Eikosanol (CH3-(CH2)19OH)
357
melalui reaksi enzimatik dari 2,3-oksidoskualen sebagai precursor dalam
konformasi kursi-perahu-kursi (chair-boat-chair conformation). Mempelajri
terjadinya proses reaksi sekunder dari senyawa triterpenoid maupun steroid,
diharapkan akan ditemukan banyak senyawa lain yang lebih komplek dari
tumbuhan tersebut. Dengan demikian penelitian ini masih terus dilanjutkan.
Ucapan Terima Kasih
Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Penelitian dan Pengabdian
Kepada Masyarakat (DP2M), Pendidikan Tinggi, Jenis Penelitian Fundamental
Tahun 2007. Terima kasih disampaikan kepada staf LIPI, Kebun Raya
Purwodadi, Pasuruan, yang telah membantu mengidentifikasi spessimen
tumbuhan tersebut.
Referensi
1. Omobuwajo, O.R., Martin, M.-T., Perromat, G.,Sevenet, T., Awang, K., dan
Pais, M., 1995, “Cytotoxic cycloartanes from Aglaia argentea”,
Phytochemistry, 41 (5), 1325-8.
2. Mohamad, K., Martin, M.-T., Leroy, E., Tempete, C., Sevenet, T., Awang,
K., dan Pais, M., 1997, “Argenteanones C-E and argenteanols B-E,
cytotoxic cycloartanes from Aglaia argentea”, Journal of Natural Products,
60 (2), 81-5.
3. Vishnoi, S.P., Shoeb, A., dan Kapil, R.s., 1988, “New cycloartenol
derivatives from Aglaia roxburghania”, Planta Medica” , 54 (1), 40-1.
4. Inada, A., Murayta, H. Inatomi, Y., Nakanishi, T., dan Darnaedi, D., 1995,
”Cycloartane treterpenes from the leaves of Aglaia harmsiana”, Journal of
Natural Products, 58, 1143-6.
5. Tukiran, Sri Hidayati, S., dan Iid, F., Suatu Senyawa Steroid dari Ekstrak
n-Heksana Kulit Batang Tumbuhan Kaya (Khaya Senegalensis (Desr.)A.
Juss)(Meliaceae)”, Presentasi oral, Kumpilan Abstrak, Seminar Nasional
MIPA, 17 Desember 2005, UNESA Surabaya.
6. Tukiran, Saidah, Suyatno, Nurul Hidayati, and Shimizu, K.,2006, “A
Briononic acid from the Hexane Exstracts of Sandoricum Koetjape Merr.
358
Stem Bark (Meliaceae)”, Indonesian Journal of Chemistry, Vol.13,
No.2,2007, 133-137.
7. Tukiran dan Rikki H. A., “Isolation and Characteization a Roclamide from
Ethil Achetate Extracts of The Stem Bark of Aglaia odorata Lour
(Meliaceae)”, Presentasi oral, Kumpulan Abstrak, Seminar Nasional Kimia,
4 Februari 2006, UNESA Surabaya.