Reasearch Surya

21
Hubungan Tingkat Keparahan Maloklusi Dengan Status Karies Gigi Pada Anak Usia 12 Tahun di Kota Gorontalo Surya Hariyadi Bagian Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Abstrak Tujuan: untuk mengetahui hubungan tingkat keparahan maloklusi dengan status karies gigi pada anak usia 12 tahun di kota Gorontalo. Metode: Penelitian ini merupakan pilot pathfinder survey dengan jenis penelitian observasional analitik. Penelitian ini mencakup anak usia 12 tahun di kecamatan Kota Timur, kecamatan Kota Tengah, kecamatan Kota Utara, dan kecamatan Sipatana di Kota Gorontalo. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan pemeriksaan rongga mulut untuk memperoleh data tingkat keparahan maloklusi (indeks OFI) dan status karies gigi (DMF-T). Hasil: Sebanyak 150 sampel dalam penelitian ini, yang terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan yang berjumlah 75 orang (50%). Ada hubungan signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dengan status karies gigi dimana nilai p=0,006 (p<0,05). Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dengan status karies gigi. Kata Kunci: Tingkat keparahan maloklusi, status karies gigi, anak-anak PENDAHULUAN 1

description

dentistry

Transcript of Reasearch Surya

Page 1: Reasearch Surya

Hubungan Tingkat Keparahan Maloklusi Dengan Status Karies Gigi Pada Anak Usia 12 Tahun di Kota Gorontalo

Surya Hariyadi

Bagian Ilmu Kesehatan Gigi MasyarakatFakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin

Abstrak

Tujuan: untuk mengetahui hubungan tingkat keparahan maloklusi dengan status karies gigi pada anak usia 12 tahun di kota Gorontalo. Metode: Penelitian ini merupakan pilot pathfinder survey dengan jenis penelitian observasional analitik. Penelitian ini mencakup anak usia 12 tahun di kecamatan Kota Timur, kecamatan Kota Tengah, kecamatan Kota Utara, dan kecamatan Sipatana di Kota Gorontalo. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan pemeriksaan rongga mulut untuk memperoleh data tingkat keparahan maloklusi (indeks OFI) dan status karies gigi (DMF-T). Hasil: Sebanyak 150 sampel dalam penelitian ini, yang terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan yang berjumlah 75 orang (50%). Ada hubungan signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dengan status karies gigi dimana nilai p=0,006 (p<0,05). Simpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan maloklusi dengan status karies gigi.

Kata Kunci: Tingkat keparahan maloklusi, status karies gigi, anak-anak

PENDAHULUAN

Kesehatan gigi dan mulut di

Indonesia masih kurang pendapat

perhatian bagi sebagian besar

masyarakatnya. Hal ini tercermin

dari masih tingginya angka

prevalensi masalah kesehatan gigi

dan mulut. Masalah kesehatan gigi

dan mulut yang masih tinggi angka

kejadiannya di Indonesia

diantaranya karies, penyakit

periodontal dan maloklusi.

Maloklusi adalah suatu keadaan

oklusi yang abnormal. Maloklusi

bukan merupakan suatu penyakit

melainkan suatu keadaan

abnormal. Berbeda halnya dengan

karies dan penyakit periodontal

yang memberikan keluhan rasa

sakit, maloklusi tidak memberikan

keluhan sakit. Hal ini menyebabkan

1

Page 2: Reasearch Surya

maloklusi terkadang diabaikan oleh

sebagian penderitanya. Maloklusi

juga diabaikan karena bagi

sebagian orang hal tersebut tidak

perlu dirawat.1,2

Maloklusi bervariasi dari satu

negara ke negara lain. Insiden

yang dilaporkan bervarisi antara

39% - 93%, ini membuktikan

bahwa mayoritas anak-anak

memiliki gigi yang tidak beraturan

dan hubungan oklusal kurang ideal,

begitupula karies gigi. Di Indonesia

prevelansi karies gigi diperkirakan

60-80% dari jumlah penduduk

Indonesia. Berdasarkan survey

kesehatan gigi yang dilakukan

pada daerah kota anak umur 8

tahun mempunyai prevelansi karies

45,2%, rata-rata 0,84, anak umur

12 tahun sebesar 76,62% rata-rata

2,21 sedangkan anak umur 14

tahun mempunyai prevelansi

kariesnya 73,2 dan rata-rata

2,69.1,2

Menurut Wijayakusuma yang

dikutip Dewi pada tahun 2004,

anak-anak dan remaja adalah

kelompok yang paling rentan

mengalami karies gigi. Sedangkan

pada penelitian Girsang tahun

2008 yang dikutip Widasari

menjelaskan bahwa indeks debris,

kalkulus, oral hygiene serta DMF-T

lebih tinggi pada anak-anak

dibandingkan pada orang dewasa.3

Dikarenakan anak tidak mendapatkan

informasi tentang kesehatan gigi oleh karena

beberapa alasan seperti keterbatasan akses,

yang merupakan kerugian yang alami maka

sangat diperlukan tenaga ahli yang

professional. Studi epidemiologi telah

mempelajari tentang prevalensi dari

maloklusi di berbagai negara dengan

perbedaan umur dan jenis kelamin, namun

masih sangat sedikit anak-anak

mendapatkan perhatian akan hal ini.4

Menurut World Health Organization

(WHO) maloklusi adalah cacat atau

gangguan fungsional yang dapat menjadi

hambatan bagi kesehatan fisik maupun

emosional dari pasien yang memerlukan

perawatan.5 Kelainan maloklusi dapat

menyebabkan terjadinya masalah untuk

pasien yaitu, diskriminasi sosial karena

masalah penampilan dan estetik wajah atau

dento-fasial; masalah dengan fungsi oral,

termasuk adanya masalah dalam pergerakan

2

Page 3: Reasearch Surya

rahang (inkoordinasi otot atau rasa nyeri),

Temporomandibular Joint Dysfunction

(TMD), masalah mastikasi, penelanan, dan

berbicara; serta terjadi resiko lebih tinggi

terhadap trauma, penyakit periodontal, dan

karies.5

Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya mayoritas anak-anak memiliki

gigi yang tidak beraturan begitu pula halnya

dengan karies gigi. Anak khususnya

memiliki keterbatasan dalam hal informasi

kesehatan gigi sehingga kemampuan mereka

dalam menjaga kesehatan giginya pun

berkurang.

Kota Gorontalo merupakan ibukota

Provinsi Gorontalo. Secara geografis

mempunyai luas 79,03 km3 atau 0,65 persen

dari luas Provinsi Gorontalo. Kota

Gorontalo dibagi menjadi menjadi 9

kecamatan, terdiri dari 50 kelurahan.

Kecamatan dengan luas terbesar adalah

kecamatan Kota Barat. Berdasarkan posisi

geografisnya, Kota Gorontalo memiliki

batas-batas: Utara – Kecamatan Bulango

Selatan Bone Bulango, Selatan – Teluk

Tomini, Barat – Sungai Bolango Kabupaten

Gorontalo, Timur – Kecamatan Kabila

Kabupaten Bone Bulango. Jumlah penduduk

Kota Gorontalo adalah 190.492 pada tahun

2013 dengan jumlah penduduk yang berjenis

kelamin laki-laki sebanyak 94.848 dan

berjenis kelamin perempuan sebanyak

95.644.6

Pada penelitian ini terdapat empat

kecamatan yang menjadi tempat penelitian

yaitu Kota Timur, Kota Utara, Kota Tengah

dan Sipatana. Berdasarkan data tahun

2013/2014, jumlah sekolah dasar di Kota

Timur adalah 16, Kota Utara sebanyak 9

sekolah, Kota Tengah sebanyak 14 sekolah

dan Sipatana sebanyak 10 sekolah.6

RUMUSAN MASALAH

Apakah ada hubungan tingkat

keparahan maloklusi dengan status karies

gigi pada anak usia 12 tahun di kota

Gorontalo ?

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan tingkat keparahan

maloklusi dengan status karies gigi pada

anak usia 12 tahun di kota Gorontalo

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis

penelitian observasional analitik dengan

desain penelitian pilot pathfinder survey.

Penelitian ini dilakukan di empat kecamatan

di kota Gorontalo yaitu Sipatana, Kota

3

Page 4: Reasearch Surya

Tengah, Kota Timur, dan Kota Utara.

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 23

– 26 Maret 2015. Populasi penelitian ini

adalah murid sekolah dasar berusia 12 tahun

yang tinggal di kota Gorontalo. Jumlah

murid berusia 12 tahun yang diteliti

sebanyak 150 murid. Menurut WHO, usia

12 tahun adalah usia yang penting karena

pada usia ini anak lebih mudah diajak

berkomunikasi dan diperkirakan semua gigi

permanen telah erupsi kecuali gigi molar

tiga, serta usia tersebut merupakan

kelompok yang mudah dijangkau oleh usaha

kesehatan gigi sekolah.7

DEFENISI OPERASIONAL

1. Tingkat keparahan maloklusi

adalah suatu keadaan

abnormal yang ditandai

dengan tidak benarnya

hubungan antar lengkung di

setiap bidang atau posisi gigi

dari ringan sekali hingga

berat.

2. Status karies gigi adalah

tingkatan karies gigi

seseorang yang diukur

dengan menggunakan indeks

DMF-T

KRITERIA PENILAIAN

Alat ukur yang digunakan dalam

penelitian ini adalah Occlusion Feature

Index (OFI). Index ini telah dikembangkan

oleh “National Institute of Dental Research”

pada tahun 1957 dan telah diterapkan dan

dievaluasi oleh Poulton dan Aaronson

(1960) dalam penelitiannya.8

Ciri-ciri maloklusi yang dinilai dengan

metode ini ialah: letak gigi berjejal, kelainan

interdigitasi tonjol gigi posterior, tumpang

gigit, jarak gigi. kriteria penilaian dengan

memberi skor sebagai berikut :8

OFI(1) Gigi berjejal depan bawah

0 = susunan letak gigi rapi

1 = letak gigi berjejal sama dengan ½ lebar

gigi insisivus satu kanan bawah

2 = letak gigi berjejal sama dengan lebar

gigi insisivus satu kanan bawah

3 = letak gigi berjejal lebih besar dari lebar

gigi insisivus satu kanan bawah

OFI(2) Interdigitasi tonjol gigi dilihat

pada region gigi premolar dan molar sebelah

kanan dari arah bukal, dalam keadaan

oklusi.

0 = hubungan tonjol lawan lekuk1 = hubungan antara tonjol dan lekuk2 = hubungan antara tonjol lawan lekuk

OFI(3) Tumpang gigit, ukuran panjang

bagian insisal gigi insisivus bawah yang

tertutup gigi insissivus atas pada keadaan

oklusi.

4

Page 5: Reasearch Surya

0 = 1/3 bagian insisal gigi insisivus bawah

1 = 2/3 bagian insisal gigi insisivus bawah

2 = 1/3 bagian gingival gigi insisivus bawah

OFI(4) Jarak gigit, jarak dari tepi labio-

insisal gigi insisivus atas ke permukaan

labial gigi insisivus bawah pada keadaan

oklusi.

0 = 0 - 1,5 mm1 = 1,5 - 3 mm2 = 3 mm atau lebih

Gambar 1. Gambar penilaian Occlusion Feature Index (OFI) (Sumber : Dewanto, Harkati. Aspek -

Aspek Epidemiologi Maloklusi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta)

Skor total didapat dengan

menjumlahkan skor keempat macam ciri

utama maloklusi tersebut diatas. Skor OFI

setiap individu berkisar antara 0-9. (OFI (1)

= 3, OFI (2,3 dan 4) masing-masing = 2).

Kriteria penilaian maloklusi adalah

sebagai berikut:

0 – 1 = maloklusi sangat ringan (slight),

tidak memerlukan perawatan

orthodonti.

2 – 3 = maloklusi ringan (mild),

ada sedikit variasi dari oklusi ideal

yang tidak perlu dirawat.

4 – 5 = maloklusi sedang (moderate),

indikasi perawatan orthodonti.

6 – 9 = maloklusi berat/parah (severe),

sangat memerlukan perawatan

orthodonti.

Pengukuran status karies gigi dengan

menggunakan indeks DMF-T. Nilai DMF-T

adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi

dengan karies pada seseorang atau kelompok

orang. D (decay) berarti gigi yang

mengalami karies yang masih dapat

ditambal, sekunder karies, tambalan pecah

atau gigi dengan tumpatan sementara, diukur

dengan ada tidaknya kaitan pada sonde. M

(missing) yang berarti gigi permanen yang

telah/harus dicabut karena karies atau sisa

akar. F (filling) yang berarti gigi yang telah

ditambal atau gigi yang sedang dalam

perawatan saluran akar. Nilai DMF-T adalah

penjumlahan D+M+F.9

5

Page 6: Reasearch Surya

Menurut WHO terdapat 5 status

tingkat keparahan karies gigi, yaitu:9

Sangat rendah : 0,0 – 1,1

Rendah : 1,1 – 2,6

Sedang : 2,7 – 4,4

Tinggi : 4,5 – 6,5

Sangat tinggi : > 6,6

Data yang diperoleh kemudian

diolah dengan menggunakan program SPSS

17.0. Data diuji secara statistik

menggunakan uji chi-square.

JALANNYA PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian

bersama yang dilakukan oleh 54 orang

mahasiswa kepanitraan klinik bagian IKGM.

Kota Gorontalo ditentukan sebagai lokasi

penelitian. Penelitian ini dimulai dari

mendata jumlah sekolah dasar dan jumlah

murid sekolah dasar yang ada di Kota

Gorontalo, kemudian diinformasikan dan

meminta izin untuk melakukan penelitian

pada SD tersebut, yaitu sebanyak 24 SD dari

empat kecamatan. Pada tanggal 23 Maret

2015 seluruh peserta penelitian melakukan

survei pada 24 SD di empat kecamatan Kota

Gorontalo. Kemudian, penelitian dilakukan

pada murid kelas 1, 3, 4, dan 6. Setelah

dilakukan penelitian, didapatkan sampel

sebanyak 515 murid, kemudian untuk

memenuhi kriteria jumlah sampel

berdasarkan desain penelitian pilot

pathfinder survey berdasarkan kelompok

usia dan jenis kelamin, dilakukan

pengacakan sampel sehingga didapatkan

sampel sebanyak 150 murid, yang terdiri

dari 75 murid setiap jenis kelamin.

HASIL PENELITIAN

Pada penelitian yang dilakukan

untuk mengetahui hubungan tingkat

keparahan maloklusi dengan status karies

gigi pada anak usia 12 tahun di kota

Gorontalo yang dilaksanakan tanggal 23

sampai 26 Maret 2015 dengan jumlah

sampel 150 orang, diperoleh hasil seperti

yang ditunjukkan pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. Distribusi nilai rata-rata OFI berdasarkan jenis kelamin pada anak usia 12 tahun di Kota Gorontalo

Karakteristik n (%)OFI(1) OFI(2) OFI(3) OFI(4) OFI

Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD

6

DMF-T = D + M + F

Page 7: Reasearch Surya

Jenis KelaminLaki –LakiPerempuan

75 (50)75 (50)

0,51 ± 0,620,57 ± 0,68

0,63 ± 0,690,55 ± 0,68

0,65 ± 0,690,93 ± 0,87

0,55 ± 0,790,56 ± 0,72

2,33 ± 1,452,61 ± 1,50

Total 150 (100) 0,54 ± 0,65 0,59 ± 0,69 0,79 ± 0,80 0,55 ± 1,76 2,47 ± 1,48

Tabel 1 menunjukkan distribusi nilai rata-

rata OFI berdasarkan jenis kelamin. Nilai

rata-rata OFI(1) yang lebih tinggi pada anak

perempuan yaitu sebesar 0,57±0,68. Nilai

rata-rata OFI(2) yang lebih tinggi pada anak

laki-laki sebesar 0,63±0,69. Untuk nilai rata-

rata OFI(3) lebih tinggi pada anak

perempuan yaitu sebesar 0,93±0,87.

Sedangkan nilai rata-rata OFI(4) lebih tinggi

pada anak perempuan yaitu sebesar

0,56±0,72. Secara keseluruhan nilai rata-rata

OFI pada anak perempuan lebih tinggi

(2,61±1,50) dibanding anak laki-laki

(2,33±1,45).

Tabel 2. Distribusi tingkat keparahan maloklusi berdasarkan jenis kelamin pada anak usia 12 tahun di Kota Gorontalo

Karakteristik n (%)

Tingkat Keparahan Maloklusi

Sangat Ringan

(skor 0-1)

Ringan

(skor 2--3)

Sedang

(skor 4-5)

Berat

(skor 6-9)

Jenis Kelamin

Laki –Laki

Perempuan

75 (50)

75 (50)

21 (28)

20 (26,7)

40 (53,3)

35 (46,7)

11 (14,7)

18 (24)

3 (4)

2 (2,7)

Total 150 (100) 41 (27,3) 75 (50) 29 (19,3) 5 (3,3)

Tabel 2 menunjukkan distribusi tingkat

keparahan maloklusi berdasarkan jenis

kelamin. Dapat dilihat bahwa anak laki-laki

yang paling banyak mengalami tingkat

keparahan maloklusi ringan yaitu 40 orang

(53,3%) sedangkan anak laki-laki yang

paling sedikit mengalami tingkat keparahan

maloklusi berat yaitu 3 orang (4%). anak

perempuan yang paling banyak mengalami

tingkat keparahan maloklusi ringan yaitu 35

orang (46,7%) sedangkan anak perempuan

yang paling sedikit mengalami tingkat

keparahan maloklusi berat yaitu 3 orang

(2,7%). Secara keseluruhan, tingkat

keparahan maloklusi pada anak laki-laki

lebih banyak jumlahnya daripada anak

perempuan pada kategori sangat ringan 21

orang (28%), kategori ringan 40 orang

(53,3%), dan kategori berat 3 orang (4%).

Sedangkan tingkat keparahan maloklusi

pada anak perempuan lebih banyak

7

Page 8: Reasearch Surya

jumlahnya daripada anak laki-laki pada kategori sedang 18 orang (24%).

Tabel 3. Distribusi nilai rata-rata DMF-T berdasarkan jenis kelamin pada anak usia 12 tahun di Kota Gorontalo

Karakteristik n (%)D M F DMF-T

Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD Mean ± SD

Jenis Kelamin

Laki –Laki

Perempuan

75 (50)

75 (50)

1,72 ± 1,39

1,69 ± 1,48

0,03 ± 0,16

0,09 ± 0,37

0,01 ± 0,11

0,01 ± 0,11

1,76 ± 1,39

1,8 ± 1,64

Total 150 (100) 1,71 ± 1,43 0,06 ± 0,29 0,01 ± 0,11 1,78 ± 1,51

Tabel 3 menunjukkan distribusi nilai rata-

rata DMF-T berdasarkan jenis kelamin.

Nilai rata-rata D (Decay) lebih tinggi pada

anak laki-laki yaitu sebesar 1,72±1,39. Nilai

M (Missing) lebih tinggi pada anak

perempuan sebesar 0,09±0,37. Untuk nilai F

(Filling), rata-ratanya sama antara anak laki-

laki dan perempuan sebesar 0,01±0,11.

Secara keseluruhan nilai rata-rata DMF-T

pada anak perempuan lebih tinggi (1,8±1,64)

dibanding anak laki-laki (1,76±1,39).

Tabel 4. Hubungan antara tingkat keparahan maloklusi dengan status karies gigi pada anak usia 12 tahun di Kota Gorontalo

Variabel yang diteliti(DMF-T)

p-valueMean ± SD

Tingkat Keparahan Maloklusi

Sangat Ringan 1,76 ± 1,39Ringan 1,8 ± 1,64 0,006*

Sedang 1,36 ± 1,02Berat 1,25 ± 1,42

Total 1,54 ± 1,37

*menunjukkan hubungan yang signifikan (p ˂ 0,05)

Tabel 4 hubungan tingkat keparahan

malokusi dengan status karies gigi

menunjukkan tingkat keparahan maloklusi

dengan kategori sangat ringan memiliki nilai

DMF-T sebesar 1,76±1,39 yang artinya rata-

rata anak usia 12 tahun di kota Gorontalo

memiliki 2 gigi yang mengalami karies gigi,

gigi yang dicabut karena karies gigi dan gigi

yang ditambal. Pada tingkat tingkat

keparahan maloklusi dengan kategori ringan

memiliki nilai DMF-T sebesar 1,8±1,64

yang artinya rata-rata anak usia 12 tahun di

8

Page 9: Reasearch Surya

kota Gorontalo memiliki 2 gigi yang

mengalami karies gigi, gigi yang dicabut

karena karies gigi dan gigi yang ditambal.

Pada tingkat tingkat keparahan maloklusi

dengan kategori sedang memiliki nilai

DMF-T sebesar 1,36±1,02 yang artinya rata-

rata anak usia 12 tahun di kota Gorontalo

memiliki 1 gigi yang mengalami karies gigi,

gigi yang dicabut karena karies gigi dan gigi

yang ditambal. Sedangkan pada tingkat

keparahan maloklusi dengan kategori berat

memiliki nilai sebesar DMF-T 1,25±1,42

yang artinya rata-rata anak usia 12 tahun di

Kota Gorontalo memiliki 1 gigi yang

mengalami karies gigi, gigi dicabut karena

karies gigi dan gigi yang ditambal.

Berdasarkan tabel diatas diperoleh nilai p =

0,006 (p˂0,05), yang artinya ada hubungan

yang signifikan antara tingkat keparahan

maloklusi dengan status karies gigi.

PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan pada murid

SD yang berusia 12 tahun di Kota

Gorontalo, yaitu 24 SD yang berada di

Kecamatan Kota Utara, Kecamatan Kota

Tengah, Kecamatan Kota Timur, dan

Kecamatan Sipatana. Subjek penelitian ini

adalah murid SD berusia 12 tahun yang

bersekolah di 4 kecamatan di Kota

Gorontalo pada saat penelitian dilakukan

yang memenuhi kriteria yang telah

ditentukan oleh peneliti. Kemudian

didapatkan jumlah subjek penelitian 150

murid, yang terdiri dari 75 murid setiap jenis

kelamin.

Pada hasil penelitian yang dilakukan

pada murid SD di kota Gorontalo

menunjukkan nilai rata-rata OFI pada anak

perempuan (2,61±1,50) lebih tinggi

dibanding nilai rata-rata OFI anak laki-laki

(2,33±1,45). Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Fahad dkk.

pada tahun 2006 yang menyatakan bahwa

nilai rata-rata tingkat keparahan maloklusi

pada anak perempuan lebih tinggi dibanding

nilai rata-rata tingkat keparahan maloklusi

pada anak laki-laki.10

Pada hasil penelitian yang dilakukan

pada murid SD di kota Gorontalo

menunjukkan nilai rata-rata DMF-T pada

anak perempuan lebih tinggi (1,8±1,64)

dibanding nilai rata-rata DMF-T pada anak

laki-laki (1,76±1,39). Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Agus Salim

yang menyatakan bahwa prevalensi karies

gigi anak perempuan sedikit lebih tinggi

dibandingkan anak laki-laki. Hal ini

disebabkan antara lain karena erupsi gigi

anak perempuan lebih cepat dibanding anak

9

Page 10: Reasearch Surya

laki-laki sehingga gigi anak perempuan

berada lebih lama dalam mulut. Akibatnya

gigi anak perempuan akan lebih lama

berhubungan dengan faktor risiko terjadinya

karies.11 Dan juga sejalan dengan Riset

Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2013

yang menyatakan bahwa perempuan sedikit

lebih banyak yang menderita karies gigi

dibandingkan dengan laki-laki.12

Pada hasil penelitian yang dilakukan

pada murid SD di kota Gorontalo dengan

menggunakan uji chi-square diperoleh nilai

p = 0,006 (p<0,05), artinya terdapat

hubungan yang signifikan antara tingkat

keparahan maloklusi dengan status karies

gigi pada murid sekolah dasar usia 12 tahun

di Kota Gorontalo. Hasil ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Geikwad SS

dkk yang menyatakan bahwa ada hubungan

yang signifikan antara tingkat keparahan

maloklusi dengan status karies gigi.14

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini

dapat diperoleh kesimpulan bahwa, anak

sekolah dasar usia 12 tahun di kota

Gorontalo memiliki tingkat keparahan

maloklusi yang ringan (2,47±1,48), dengan

nilai rata-rata OFI pada anak perempuan

(2,61±1,50) lebih tinggi dibanding nilai rata-

rata OFI pada anak laki-laki (2,33±1,45)

serta status karies gigi yang rendah

(1,78±1,51), dengan nilai rata-rata DMF-T

pada anak perempuan lebih tinggi (1,8±1,64)

dibanding anak laki-laki (1,76±1,39).

Terdapat hubungan yang signifikan antara

tingkat keparahan maloklusi dengan status

karies gigi pada anak sekolah dasar usia 12

tahun di kota Gorontalo, dengan nilai p =

0,006 (p<0,05).

SARAN

Diperlukan penelitian lebih lanjut

untuk menentukan kebutuhan perawatan

maloklusi pada anak sekolah dasar di Kota

Gorontalo. Perlunya diadakan kegiatan

penyuluhan mengenai kesehatan gigi dan

mulut pada anak-anak sekolah dasar di Kota

Gorontalo. Peran orangtua serta

pihak sekolah juga sangat

dibutuhkan dalam hal memberi

tambahan pengetahuan mengenai

kesehatan gigi dan mulut. Sebagai

tambahan, sebaiknya diadakan

program UKGS (Usaha Kesehatan

Gigi Sekolah) dengan melibatkan

seluruh pihak demi tercapainya

kesehatan gigi dan mulut sejak

dini.

DAFTAR PUSTAKA

10

Page 11: Reasearch Surya

1. Dewi O. Hubungan Maloklusi

dengan kualitas hidup pada

remaja SMU Kota Medan

Tahun 2007 [Tesis]. Medan:

Universitas Sumatra Utara.

2008. hal. 1-4.

2. Artenio J, Paulo C, Clea A,

Luiz F. Malocclusion

prevalence and comparison

between the Angle

classification and dental

aesthetics index in scholars

in the interior of Sao Paulo

State, Brazil. Dental Press J

Orthod, Vol. 15(4): 94. 2010.

3. Widasari D. Perbedaan status

kesehatan gigi dan mulut

pada anak usia 6 sampai 12

tahun. FKG Jember: Jember.

2010. hal.3.

4. Ahmed AR Yusuf,dkk. Prevalence

of malocclusion among 12 to 15

years age group orphan children

using dental aesthetic index. The

journal of contemporary dental

practice, January - february 2013;

14(1):111-114.

5. Wilar Liefany Anastasia,dkk.

Kebutuhan perawatan orthodonsi

berdasarkan index of orthodontic

treatment need pada siswa smp

negeri 1 tareran. Jurnal e-GiGi (eG),

Volume 2, Nomor 2, Juli-Desember

2014.

6. Pemerintah Kota Gorontalo. Kota

Gorontalo dalam angka tahun

2014.p.3,9,14, 58,85

7. Wala H Ch, Wicaksono DA,

Tambunan E. Gambaran

status karies gigi anak usia

11-12 tahun pada keluarga

pemegang jamkesmas di

Kelurahan Tumtangtang I

Kecamatan Tomohon

Selatan. Jurnal Unsrat. 2014:

1-8.

8. Dewanto, Harkati. Aspek-aspek

Epidemiologi Maloklusi. Gajah

Mada University Press:

Yogyakarta.

9. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S.

Survei. In: Ester M, editor.

Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta:

EGC; 2002. Pp 98-101

10. Fahad F, H. Al Sulaimani. Bolton

Analysis in Different Calsses of

Malocclusion in a Saudi Arabian

Sample. Egyptian Dental Journal.

2006;52:119-25.

11

Page 12: Reasearch Surya

11. Agussalim A. Gambaran

karakteristik pasien dengan

prevalensi karies gigi.

[internet]. Available from :

http://wordpress.com/2011/1

2/02/kti-jkg-pengaruh-

frekuensi-menyikat-gigi-

terhadap-tingkat-kebersihan-

mulut-pada-anak. Accesed on

15 april 2015.p:l.

12. Riset kesehatan dasar 2013.

Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan

Kementrian Kesehatan RI.

Jakarta 2013 : 110-9.

13. Manurung AM. Hubungan

Kebutuhan Perawatan Karies

Gigi Dengan Pemanfaatan

Pelayanan Kesehatan Gigi

Pada Masyarakat di Kota

Pematang Siantar. [internet].

Available from :

http://repository.usu.id/bitstr

eam/123456789/6753/1/08E0

0056.pdf. Accesed on 15

April 2015.p:l.

14. Gaikwad SS, dkk. Dental caries and

its relationship to malocclusion in

permanent dentition among 12-15

years old school going children. J Int

Oral Health 2014;6(5):27-30.

12