Post on 28-Apr-2015
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Air
2.1.1. Pengertian Air
Air merupakan senyawa kimia yang terdiri dari atom H dan O. Sebuah
molekul air terdiri dari satu atom O yang berikatan kovalen dengan dua atom H.
Molekul air yang satu dengan molekul air lainnya bergabung dengan satu ikatan
hidrogen antara atom H dengan atom O dari molekul air yang lain. Adanya ikatan
hidrogen inilah yang menyebabkan air mempunyai sifat-sifat yang khas seperti
terlihat pada tabel berikut :
Tabel 2.1. Sifat-sifat Penting dari Air Sifat Efek dan kegunaan
Pelarut yang sangat baik. Konstanta dielektrik paling tinggi di antara cairan murni lainnya. Tegangan permukaan lebih tinggi daripada cairan lainnya. Transparan terhadap cahaya tampak dan sinar yang mempunyai panjang gelombang lebih besar dari ultraviolet. Bobot jenis tertinggi dalam bentuk cairan (fasa cair) pada 4 ºC Panas penguapan lebih tinggi daripada yang lainnya. Kapasitas kalor lebih tinggi dibandingkan dengan cairan lain kecuali ammonia. Panas laten dan peleburan lebih tinggi daripada cairan lain kecuali ammonia.
Transport zat-zat makanan dan bahan buangan yang dihasilkan proses biologi. Kelarutan dan ionisasi dari senyawa ini tinggi dalam larutannya. Faktor pengendali dalam fisiologi; membentuk fenomena tetes dan permukaan. Tidak berwarna, mengakibatkan cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis mencapai kedalaman tertentu. Air beku (es) mengapung, sirkulasi vertikal menghambat stratifikasi badan air. Menentukan transfer panas dan molekul air antara atmosfer dan badan air. Stabilitas dari temperature organisme dan wilayah geografis. Temperatur stabil pada titik beku.
Sumber : Achmad, 2004
Universitas Sumatera Utara
Air adalah zat yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup termasuk
manusia, hewan serta tumbuh-tumbuhan. Manfaat air bermacam-macam misalnya
untuk diminum, untuk pembawa zat makanan pada tumbuh-tumbuhan, zat pelarut,
pembersih dan sebagainya. Oleh karena itu penyediaan air merupakan salah satu
kebutuhan utama bagi manusia untuk kelangsungan hidupnya dan menjadi faktor
penentu dalam kesehatan dan kesejahteraan manusia. (Pandia,dkk, 1995).
2.1.2. Siklus Air di Bumi
Kuantitas air yang cukup dimungkinkan karena adanya siklus hidrologi, yaitu
siklus (daur) alami yang mengatur tersedianya air permukaan dan air tanah. Siklus ini
dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1. Siklus Hidrologi
Dengan adanya penyinaran matahari, maka air yang terdapat dipermukaan
bumi akan menguap dan membentuk uap air. Karena adanya angin, maka uap air
akan bersatu dan berada di tempat yang tinggi dan dikenal sebagai awan. Oleh angin,
Universitas Sumatera Utara
awan terbawa makin lama makin tinggi, sedangkan suhu di atas semakin rendah.
Akibatnya awan menjadi titik-titik air dan kemudian jatuh ke bumi sebagai hujan. Air
hujan meresap ke dalam tanah dan sebagian lagi mengalir di atas permukaan tanah.
Jika air tersebut menjumpai lapisan yang rapat sehingga peresapan akan berkurang.
Jika air keluar ke permukaan bumi, maka sumber air ini disebut mata air. Air
permukaan yang mengalir di permukaan bumi umumnya berbentuk sungai. Jika air
mengalir melalui suatu tempat yang rendah dan cekung, maka air akan berkumpul
membentuk suatu danau atau telaga. Tetapi banyak diantara air tadi akan mengalir ke
laut kembali untuk kemudian mengikuti siklus hidrologi.
2.1.3. Sumber-sumber Air
Sumber-sumber air yang terdapat di alam ini terdiri dari (Pandia,dkk, 1995) :
1. Air laut
Air laut mempunyai rasa asin karena mengandung garam NaCl. Kadar garam
NaCl dalam air laut adalah lebih kurang 3%. Dengan keadaan ini maka air laut
tidak memenuhi syarat untuk kebutuhan domestik maupun industri.
2. Air atmosfir, air meteorologik atau air hujan
Dalam keadaan murni air ini sangat sangat bersih, tetapi sering pula
terkontaminasi oleh kotoran industri dan sebagainya sehingga air ini mempunyai
sifat yang agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir
yang dapat mempercepat terjadinya korosi. Air atmosfir mempunyai sifat sadah
karena mengandung ion bikarbonat sehingga boros dalam pemakaian sabun.
Universitas Sumatera Utara
3. Air permukaan
Air permukaan merupakan air hujan yang mengalir pada permukaan bumi.
Umumnya kualitas air permukaan ini akan berubah akibat adanya pengotoran
selama alirannya, misalnya oleh lumpur, batang-batang kayu, daun-daun, kotoran
industri dan sebagainya.
Keadaan pengotoran untuk masing-masing permukaan akan berbeda-beda,
tergantung pada keadaan daerah aliran air permukaan tersebut. Jenis pengotoran
yang sering dijumpai berupa kotoran fisik, kimia dan bakteriologis.
Air permukaan dapat dibedakan atas :
a. Air sungai
Air sungai mempunyai derajat pengotoran yang cukup tinggi. Debit yang
tersedia untuk memenuhi kebutuhan domestik pada umumnya dapat
mencukupi.
b. Air rawa dan danau
Kebanyakan air rawa dan danau mempunyai warna, yang disebabkan oleh
adanya zat-zat organis yang telah membusuk, misalnya asam humat yang larut
dalam air.
Dengan adanya pembusukan maka kadar zat organis dalam air rawa akan
tinggi, dan umumnya kadar Fe dan Mn akan tinggi pula. Pada permukaan air
rawa juga tumbuh algae, karena adanya sinar matahari dan O2 sehingga Fe
dan Mn mengendap. Karena itu, untuk pengambilan air sebaiknya dilakukan
pada kedalaman tertentu di tengah-tengah agar endapan-endapan Fe dan Mn
Universitas Sumatera Utara
tidak terbawa, demikian pula dengan algae yang ada pada permukaan rawa
dan danau.
4. Air tanah
Berdasarkan lokasinya dapat dibedakan atas :
a. Air tanah dangkal
Terjadi karena daya peresapan air pada permukaan tanah. Akibatnya
lumpur akan tertahan, demikian pula dengan sebagian bakteri. Air tanah yang
jernih dapat mengandung lebih banyak zat kimia (garam-garam yang terlarut),
karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur-unsur kimia tertentu
yang berfungsi sebagai saringan. Selain penyaringan, pengotoran juga dapat
terus berlangsung, terutama pada bagian air yang dekat dengan permukaan
tanah. Setelah menemukan lapisan rapat air, air yang terkumpul merupakan
air tanah dangkal. Air tanah ini dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan domestik
melalui sumur-sumur dangkal.
Air tanah dangkal dapat diperoleh pada kedalaman sekitar 15 meter.
Kualitas air tanah dangkal sebagai sumur-sumur air minum cukup baik, tetapi
kuantitasnya kurang dan tergantung kepada musim.
Air tanah secara normal akan bebas dari kekeruhan dan organisme
pathogen. Apabila air yang berasal dari aquifer (air tanah dangkal) yang
mengandung zat organik, kandungan oksigen akan terurai dan kandungan
karbon dioksida akan menjadi tinggi, air akan menjadi korosif. Pada
kandungan zat organik dalam aquifer tinggi, kandungan oksigen akan habis
Universitas Sumatera Utara
terurai. Air yang tidak mengandung oksigen (anaerobik) akan melarutkan
besi, mangan dan logam berat dalam air tanah. (Sanropie, dkk, 1984).
b. Air tanah dalam
Terdapat setelah lapisan rapat air yang pertama. Untuk pengambilan
sampel air tanah dalam memerlukan bor dan memasukkan pipa hingga
kedalaman 100-300 meter.
Jika tekanan air tanah ini besar, maka air dapat menyembur keluar dan
dalam keadaan ini sumur yang terbentuk disebut sumur artesis. Jika air tidak
dapat keluar dengan sendirinya, maka digunakan pompa untuk membantu
pengeluaran air tanah dalam.
Kualitas air tanah dalam pada umumnya lebih baik dari air tanah dangkal,
karena penyaringan air lebih sempurna. Kandungan kimianya tergantung pada
lapisan tanah yang dilalui. Jika melalui tanah kapur, maka air akan menjadi
sadah karena mengandung Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2. Jika melalui batuan
granit, maka air akan lunak dan agresif karena mengandung gas CO2 dan
Mn(HCO3)2.
Air yang bersifat sadah tidak ekonomis dalam penggunaannya karena :
1) terlalu boros dalam pemakaian sabun. Hal ini desebabkan air yang
mengandung ion Ca2+ bereaksi dengan senyawa sodium stearat
C17H35COONa dalam sabun membentuk endapan kalsium stearat
C17H35(COO2)Ca yang menyebabkan tidak terbentuknya busa sabun.
Setelah ion Ca2+
habis, baru busa akan terbentuk.
Universitas Sumatera Utara
2) mengganggu pada ketel-ketel air karena terjadi reaksi :
Ca(HCO3)2 CaCO3 + H2O + CO2
Dengan terbentuknya kerak CaCO
3
Kuantitas air tanah dalam umumnya mencukupi dan sedikit dipengaruhi
oleh perubahan musim.
sebagai batu ketel, maka akan
mengganggu perpindahan panas sehingga sering terjadi ledakan pada ketel-
ketel air atau sumbatan pada pipa-pipa.
c. Mata air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan
tanah. Mata air yang berasal dari tanah dalam hampir tidak berpengaruh oleh
musim dan kualitasnya sama dengan air tanah dalam.
Berdasarkan cara munculnya ke permukaan tanah, mata air dibedakan
atas:
1) air yang keluar dari lereng-lereng atau rembesan.
2) air yang keluar ke permukaan pada suatu dataran atau air artesis.
2.2. Air Bersih
2.2.1. Pengertian Air Bersih
Air yang bersih mutlak diperlukan, karena air merupakan salah satu media
dari berbagai macam penularan penyakit. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 416 Tahun 1990, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-
hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah
dimasak.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Persyaratan Biologi
Menurut Slamet (2000), sumber-sumber air di alam pada umumnya
mengandung bakteri, baik air hujan (air angkasa), air permukaan maupun air tanah.
Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang
mempengaruhinya. Bakteri yang bersifat patogen berbahaya bagi kesehatan manusia.
Penyakit yang ditransmisikan melalui fecal material dapat disebabkan virus, bakteri,
protozoa dan metazoan. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-
hari harus bebas dari bakteri patogen. Bakteri golongan Coli (Coliform bakteri)
merupakan bakteri flora normal di usus manusia yang membantu proses pembusukan
sisa-sisa makanan dan memadatkannya menjadi feses, namun bakteri ini juga
merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri patogen seperti Salmonella
typhi, dan lain-lain.
Selain bakteri patogen, bakteri non-patogen juga sebaiknya tidak terdapat di
dalam air khususnya air minum. Bakteri non-patogen merupakan jenis bakteri yang
tidak berbahaya bagi kesehatan tubuh. Namun, dapat menimbulkan bau dan rasa yang
tidak enak, lendir dan kerak pada pipa. Beberapa bakteri non-patogen yang berada di
dalam air antara lain Actinomycetes (Moldlikose bacteria), Fecal streptococci, dan
Bakteri Besi (Iron Bacteria).
Menurut Permenkes RI No. 416 Tahun 1990, total coliform yang
diperbolehkan dalam air perpipaan adalah 10 per 100 ml air sedangkan untuk non
perpipaan adalah 50 per 100 ml air.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3. Persyaratan Fisik
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 416/Menkes/per/IX/1990,
menyatakan bahwa air yang layak pakai sebagai sumber air bersih antara lain harus
memenuhi persyaratan secara fisik yaitu tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh dan
tidak bewarna.
Adapun sifat-sifat air secara fisik dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya sebagai berikut:
1. Suhu
Air yang baik mempunyai temperatur normal, 8º dari suhu kamar (27ºC).
Suhu air yang melebihi batas normal menunjukkan indikasi terdapat bahan kimia
yang terlarut dalam jumlah yang cukup besar (misalnya, fenol atau belerang) atau
sedang terjadi proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme.
Menurut Permenkes No. 416 tahun 1990, suhu air yang memenuhi syarat
kesehatan adalah sebesar suhu udara ± 3 ºC.
2. Bau dan Rasa
Bau dan rasa air merupakan dua hal yang mempengaruhi kualitas air secara
bersamaan. Bau dan rasa dapat dirasakan langsung oleh indra penciuman dan
pengecap. Biasanya, bau dan rasa saling berhubungan. Air yang berbau busuk
memiliki rasa kurang (tidak) enak. Bau dan rasa biasanya disebabkan oleh adanya
bahan-bahan organik yang membusuk, tipe-tipe tertentu organisme mikroskopik,
serta persenyawaan-persenyawaan kimia seperti fenol. Bahan-bahan yang
menyebabkan bau dan rasa ini berasal dari berbagai sumber. Intensitas bau dan rasa
dapat meningkat bila di dalam air dilakukan klorinasi. Karena pengukuran bau dan
Universitas Sumatera Utara
rasa itu tergantung pada reaksi individual, maka hasil yang dilaporkan tidak mutlak.
Untuk standard air bersih dan air minum ditetapkan oleh Permenkes RI No. 416
Tahun 1990, yaitu tidak berbau dan tidak berasa (Depkes RI, 1997).
3. Warna
Banyaknya air permukaan khususnya yang berasal dari rawa-rawa dan daerah
pasang surut, seringkali bewarna. Warna pada air terjadi karena adanya zat-zat
substansi yang terlarut dalam air, dimana zat-zat tersebut dapat terjadinya karena
proses dekomposisi dalam berbagai tingkat, asam humus dan bahan yang berasal dari
bahan humus serta dekomposisi lignin dianggap sebagai bahan yang memberi warna
yang paling utama, demikian juga unsur besi yang berkaitan dengan zat organik dapat
menghasilkan warna sedemikian tinggi, warna yang disebabkan oleh bahan-bahan
kimia yang tersuspensi dikatakan sebagai apparent colour yang berbahaya bagi tubuh
manusia, sedangkan yang disebabkan oleh mikroorganisme atau kekentalan organis
atau tumbuh-tumbuhan yang merupakan kolodial disebut sebagai true colour.
Untuk mengukur tingkat warna digunakan satuan TCU (True colour Unit).
Berdasarkan Permenkes RI No. 416 tahun 1990 tingkat warna untuk air bersih
dianjurkan 15 TCU dan yang diperbolehkan 50 TCU (Depkes RI, 1997).
4. Zat Padat Terlarut
Bahan padat adalah bahan yang tertinggal sebagai residu pada penguapan dan
pengeringan pada suhu 103ºC-105ºC. Kebanyakan bahan padat terdapat dalam bentuk
terlarut (dissolved) dalam air yang berupa bahan-bahan kimia anorganik dan gas-gas
yang terlarut. Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan daripada penyimpangan
standart dari total solit (padatan terlarut) yakni akan mengakibatkan air tidak enak
Universitas Sumatera Utara
pada lidah, rasa mual terutama yang disebabkan oleh natrium sulfat dan magnesium
sulfat, penyebab serangan jantung (cardiacdisease) serta dapat menyebabkan toxemia
pada wanita hamil. Standar untuk zat padat terlarut ditetapkan oleh Permenkes No.
416 Tahun 1990, yaitu dianjurkan 500 mg/l dan diperbolehkan 1500 mg/l (Depkes
RI, 1997).
5. Kekeruhan
Kualitas air yang baik adalah jernih (bening) dan tidak keruh. Kekeruhan air
disebabkan oleh partikel-partikel yang tersuspensi di dalam air yang menyebabkan air
terlihat keruh, kotor, bahkan berlumpur. Bahan-bahan yang menyebabkan air keruh
antara lain tanah liat, pasir dan lumpur. Air keruh bukan berarti tidak dapat diminum
atau berbahaya bagi kesehatan. Namun, dari segi estetika, air keruh tidak layak atau
tidak wajar untuk diminum.
Kekeruhan pada air merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam
penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi
segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan dan akan mengurangi efektivitas
usaha desinfeksi (Sutrisno, 1991).
Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium
dengan metode Turbidimeter. Untuk standar air bersih ditetapkan oleh Permenkes RI
No. 416 Tahun 1990, yakni kekeruhan yang dianjurkan 5 NTU (Nephelometric
Turbidy Unit) dan yang diperbolehkan hanya 25 NTU (Depkes RI, 1997).
2.2.4. Persyaratan Kimia
Menurut Slamet (2000), air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara
berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa
Universitas Sumatera Utara
(Hg), Aluminium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Kalsium
(Ca), Derajat keasaman (pH) dan zat-zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam
air bersih yang digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum
yang diperbolehkan seperti tercantum dalam Permenkes RI No. 416 Tahun 1990.
Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang
melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan berakibat tidak baik lagi bagi
kesehatan dan material yang digunakan manusia, contohnya pH. Air yang baik
sebaiknya bersifat netral yaitu tidak asam dan tidak basa untuk mencegah terjadinya
pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air. Menurut Permenkes RI No.
416 tahun 1990, batas pH minimum dan maksimum untuk air bersih adalah 6,5-8,5.
Khusus untuk air hujan, pH minimumnya adalah 5,5. Air merupakan pelarut yang
baik sekali maka dengan dibantu dengan pH yang tidak netral dapat melarutkan
berbagai elemen kimia yang dilaluinya.
2.2.5. Persyaratan Radioaktif
Warlina (2004) menyatakan bahwa tidak tertutup kemungkanan adanya
pembuangan sisa zat radioaktif ke air lingkungan secara langsung. Ini dimungkinkan
karena aplikasi teknologi nuklir yang menggunakan zat radioaktif pada berbagai
bidang sudah banyak dikembangkan, sebagai contoh adalah aplikasi teknologi nuklir
pada bidang pertanian, kedokteran, farmasi dan lain-lain. Adanya zat radioaktif dalam
air lingkungan jelas sangat membahayakan bagi lingkungan dan manusia. Zat
radioaktif dapat menimbulkan kerusakan biologis baik melalui efek langsung atau
efek tertunda. Dari segi radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah
sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa
Universitas Sumatera Utara
kematian, dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat diganti kembali
apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis
dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi.
2.3. Logam pada Air
Banyak logam berat baik yang bersifat toksik maupun esensial terlarut dalam
air dan mencemari air tawar maupun air laut. Sumber pencemaran ini banyak berasal
dari pertambangan, peleburan logam, dan jenis industri lainnya, dan dapat juga
berasal dari lahan pertanian yang menggunakan pupuk atau antihama yang
mengandung logam. (Darmono, 2001).
Pada dasarnya air tanah merupakan air hujan yang bersentuhan dengan tanah
di daerah peresapan. Tanah dan bebatuan terdiri dari berbagai jenis mineral yang
tersusun oleh unsur-unsur kimia (anorganik) yang kompleks. Unsur-unsur kimia
organik dalam mineral tersebut, ada yang berguna bagi kehidupan manusia juga ada
yang bersifat racun bagi tubuh manusia. Umumnya tingkat keasaman (pH) air hujan
pada saat mencapai permukaan bumi berkisar 6,5 (masih relatif netral) sehingga akan
melarutkan berbagai jenis mineral menjadi unsur-unsur kimia yang kompleks.
Semakin lama air tersebut bersentuhan dengan tanah atau bebatuan maka semakin
banyak pula mineral-mineral yang larut sehingga konsentrasi unsur-unsur tertentu
akan semakin tinggi dalam air.
Pada air sumur gali yang merupakan sumber air yang berasal dari air tanah,
masalah logam yang kerap kali muncul adalah adanya logam besi (Fe) dan mangan
(Mn) pada air tersebut. Pada awalnya air yang disedot dari dalam tanah dan keluar
dari kran berwarna bening, namun setelah beberapa saat akan tampak berwarna
Universitas Sumatera Utara
kuning, bahkan dalam jangka waktu lama akan membentuk endapan kuning dan
menempel didasar bak penampungan air. Pada kebanyakan sumur dangkal sampai
dalam, dimana oksigen terlarut rendah dan kandungan didalam tanah terdapat mineral
besi (Fe) dan mangan (Mn), maka sewaktu air disedot ke permukaan dan mulai
terkena udara, air yang mengandung besi (Fe) dan mangan (Mn) tersebut teroksidasi
dan mulai mengakibatkan perubahan air yang awalnya tampak bening menjadi
berwarna kuning sampai coklat kemerahan.
2.4. Besi (Fe)
Perubahan warna tersebut tergantung
berapa besar kandungan besi (Fe) dan mangan (Mn) dalam air, semakin tinggi
kandungan besi (Fe) dan mangan (Mn) maka semakin tinggi warna air tersebut
(Anonymous, 2010).
2.4.1. Defenisi Besi
Besi adalah salah satu elemen kimiawi yang dapat ditemui pada hampir setiap
tempat tempat di bumi, pada semua lapisan geologis dan semua badan air. Pada
umumnya, besi yang ada di dalam air dapat bersifat :
a. terlarut sebagai Fe2+ (fero) atau Fe3+
b. tersuspensi sebagai butir koloidal (diameter < 1 µm) atau lebih besar, seperti
Fe
(feri);
2O3, FeO, FeOOH, Fe(OH)3
c. tergabung dengan zat organis atau zat padat yang inorganis (seperti tanah liat).
dan sebagainya;
Pada air permukaan jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1 mg/l, tetapi di
dalam air tanah kadar Fe dapat jauh lebih tinggi. Konsentrasi Fe yang tinggi ini dapat
dirasakan dan dapat menodai kain dan perkakas dapur.
Universitas Sumatera Utara
Pada air yang tidak mengandung oksigen O2, seperti seringkali air tanah, besi
berada sebagai Fe2+ yang cukup dapat terlarut, sedangkan pada air sungai yang
mengalir dan terjadi aerasi, Fe2+ teroksidasi menjadi Fe3+; Fe3+ ini sulit larut pada pH
6 sampai 8 (kelarutan hanya di bawah beberapa µg/l), bahkan dapat menjadi
ferihidroksida Fe(OH)3, atau salah satu jenis oksida yang merupakan zat padat dan
bias mengendap. Demikian dalam air sungai, besi berada sebagai Fe2+, Fe3+ terlarut
dan Fe3+
2.4.2. Kandungan Besi (Fe) dalam Air
dalam bentuk senyawa organis berupa koloidal.
Fe berada dalam tanah dan batuan sebagai ferioksida (Fe2O3) dan
ferihidroksida (Fe(OH)3). Dalam air, besi berbentuk ferobikarbonat (Fe(HCO3)2),
ferohidroksida (Fe(OH)2), ferosulfat (FeSO4) dan besi organik kompleks. Air tanah
mengandung besi terlarut berbentuk ferro (Fe2+). Jika air tanah dipompakan keluar
dan kontak dengan udara (oksigen) maka besi (Fe2+) akan teroksidasi menjadi
ferihidroksida (Fe(OH)3). Ferihidroksida dapat mengendap dan berwarna kuning
kecoklatan. Hal ini dapat menodai peralatan porselen dan cucian. Bakteri besi
(Crenothrix dan Gallionella) memanfaatkan besi fero (Fe2+
Air tanah yang mengandung CO
) sebagai sumber energi
untuk pertumbuhannya dan mengendapkan ferrihidroksida. Pertumbuhan bakteri besi
yang terlalu cepat (karena adanya besi ferro) menyebabkan diameter pipa berkurang
dan lama kelamaan pipa akan tersumbat.
2 tinggi dan O2 yang terlarut sedikit, dapat
mempercepat proses pelarutan besi (dari bentuk tidak terlarut menjadi terlarut).
Sedangkan air tanah yang alkalinitasnya tinggi, biasanya memiliki konsentrasi besi
yang rendah, karena besi teroksidasi dan mengendap pada pH tinggi. Air tanah yang
Universitas Sumatera Utara
mengandung besi dan organik yang tinggi akan membentuk ikatan kompleks yang
sulit mengendap dengan aerasi. Kandungan besi yang tinggi merugikan, karena dapat
menyebabkan air teh menjadi hitam, sayuran yang direbus berwarna gelap,
menimbulkan rasa besi/logam, astringent atau obat dan merugikan jika dipakai dalam
produksi. Tubuh memerlukan besi sebesar 14 mg/hr, kekurangan besi dapat
menyebabkan anemia, namun pemenuhan besi dalam air minum sedikit sekali karena
kandungan besi dalam air tanah yang melebihi 0,3 mg/l dapat menyebabkan
gangguan kesehatan. (Anonymous, 2010).
2.4.3. Dampak Besi (Fe) terhadap Kesehatan
Unsur besi merupakan unsur yang penting dan berguna untuk metabolisme
tubuh. Setiap hari tubuh memerlukan unsur besi 7-35 mg/hari yang sebagian
diperoleh dari air. Tetapi zat besi (Fe) yang melebihi dosis yang diperlukan oleh
tubuh dapat menimbulkan masalah kesehatan. Depkes RI menetapkan kadar
maksimum unsur besi terdapat dalam air minum adalah 0,3 mg/l (Sutrisno dan
Suciastuti, 1987).
Besi (Fe) dibutuhkan tubuh dalam pembentukan hemoglobin. Banyaknya besi
dalam tubuh dikendalikan oleh fase adsorpsi. Tubuh manusia tidak dapat
mengekskresikan besi (Fe), karenanya mereka yang sering mendapat transfusi darah,
warna kulitnya menjadi hitam karena akumulasi Fe. Air minum yang mengandung
besi cenderung menimbulkan rasa mual apabila dikonsumsi. Sekalipun Fe diperlukan
oleh tubuh, tetapi dalam dosis yang besar dapat merusak dinding usus. Kematian
sering disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini. Kadar Fe yang lebih dari 1 mg/l
akan menyebabkan terjadinya iritasi pada mata dan kulit. Apabila kelarutan besi
Universitas Sumatera Utara
dalam air melebihi 10 mg/l akan menyebabkan air berbau seperti telur busuk. Debu
Fe juga dapat diakumulasi dalam alveoli dan menyebabkan berkurangnya fungsi
paru-paru (Slamet, 2004)
Hemokromatis merupakan penyakit akibat kelebihan zat besi. Biasanya
penyakit ini memiliki tanda-tanda diantaranya kulit berwarna merah, kanker hati,
diabetes, impotensi, kelelahan dan gangguan jantung. Seseorang yang telah mendapat
penyakit tersebut akan lebih rentan terhadap serangan jantung, stroke, dan gangguan
pembuluh darah (Widowati, 2008).
Pada Hemokromatis primer besi yang diserap, disimpan dalam jumlah yang
berlebihan dalam tubuh. Feritrin berada dalam keadaan jenuh akan besi sehingga
kelebihan mineral ini akan disimpan dalam bentuk kompleks dengan mineral lain
yaitu hemosiderin. Akibatnya terjadilah sirosis hati dan kerusakan pancreas sehingga
menimbulkan diabetes. Hemokromatis sekunder terjadi karena transfusi yang
berulang-ulang. Dalam keadaan ini besi masuk kedalam tubuh sebagai hemoglobin
dari darah yang ditransfusikan dan kelebihan besi ini tidak disekresikan.
2.5. Mangan (Mn)
2.5.1. Defenisi Mangan (Mn)
Mangan merupakan unsur logam yang termasuk golongan VII, dengan berat
atom 54,93, titik lebur 12470C, dan titik didihnya 20320C (BPPT, 2004). Menurut
Slamet (2007) mangan (Mn) adalah metal kelabu-kemerahan. Di alam jarang sekali
dalam keadaan unsur. Umumnya berada dalam keadaan senyawa dengan berbagai
macam valensi. Di dalam hubungannya dengan kualitas air yang sering dijumpai
Universitas Sumatera Utara
adalah senyawa mangan dengan valensi 2, valensi 4, dan valensi 6.
2.5.2. Kandungan Mangan (Mn) dalam Air
Di dalam air
minum mangan (Mn) menimbulkan rasa, warna (coklat/ungu/hitam), dan kekeruhan
(Fauziah, 2010).
Toksisitas mangan relatif sudah tampak pada konsentrasi rendah. Dengan
demikian tingkat kandungan mangan yang diizinkan dalam air yang digunakan untuk
keperluan domestik sangat rendah, yaitu dibawah 0,05 mg/l. Dalam kondisi aerob
mangan dalam perairan terdapat dalam bentuk MnO2 dan pada dasar perairan
tereduksi menjadi Mn2+
Air yang berasal dari sumber tambang asam dapat mengandung mangan
terlarut, pada konsentrasi ± 1 mg/l dapat ditemukan pada perairan dengan aliran yang
berasal dari tambang asam. Pada pH yang agak tinggi dan kondisi aerob terbentuk
mangan yang tidak larut seperti MnO
atau dalam air yang kekurangan oksigen (DO rendah). Oleh
karena itu, pemakaian air yang berasal dari suatu sumber air, sering ditemukan
mangan dalam konsentrasi tinggi.
2, Mn3O4 atau MnCO3 meskipun oksidasi dari
Mn2+
2.5.3. Dampak Mangan (Mn) terhadap Kesehatan
itu berjalan relative lambat (Achmad, 2004).
Dalam jumlah yang kecil (< 0,5 mg/l) , mangan (Mn) dalam air tidak
menimbulkan gangguan kesehatan, melainkan bermanfaat dalam menjaga kesehatan
otak dan tulang, berperan dalam pertumbuhan rambut dan kuku, serta membantu
menghasilkan enzim untuk metabolisme tubuh untuk mengubah karbohidrat dan
protein membentuk energi yang akan digunakan. Mangan tersebar di seluruh jaringan
tubuh. Konsentrasi mangan tertinggi terdapat di hati, kelenjar tiroid, pituitari,
Universitas Sumatera Utara
pankreas, ginjal, dan tulang. Jumlah total mangan pada laki-laki yang memiliki berat
70 kg sekitar 12-20 mg. Jumlah pemasukan harian sampai saat ini belum dapat
ditentukan secara pasti, meskipun demikian, beberapa penelitian menunjukkan bahwa
jumlah minimal sekitar 2,5
Tetapi dalam jumlah yang besar (> 0,5 mg/l) , mangan (Mn) dalam air minum
bersifat neurotoksik. Gejala yang timbul berupa gejala susunan syaraf : insomnia,
kemudian lemah pada kaki dan otot muka sehingga ekspresi muka menjadi beku dan
muka tampak seperti topeng/mask (Slamet, 2007).
hingga 7 mg mangan per hari dapat mencukupi kebutuhan
manusia (Anonymous, 2010).
2.6. Teknologi Penurunan Kandungan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dalam Air
Penurunan kandungan besi dan mangan dapat dilakukan dengan beberapa
cara, antara lain :
1. Oksidasi
Oksidasi dapat dilakukan dengan menggunakan oksigen (aerasi), klorin,
klordioksida, pottasium permanganat, atau ozon.
a. Aerasi
Aerasi bertujuan menghilangkan rasa dan bau (yang disebabkan hidrogen
sulfide dan komponen organik) dengan oksidasi/valatilisasi, mengoksidasi Fe
dan Mn, transfer oksigen ke dalam air dan membebaskan volatil gas dari
dalam air.
Tipe aerator ada 4, yaitu gravity aerator (cascade aerator, packing tower,
tray aerator), spray aerator, diffuser dan mechanical aerator. Oksidasi Fe
Universitas Sumatera Utara
dapat berjalan dengan baik pada pH 7,5-8 dalam waktu 15 menit. Endapan
besi yang terbentuk dapat dihilangkan dengan koagulasi dan filtrasi. Aerasi
mampu mengendapkan besi jika tidak ada zat organik jenis humic dan fulvic
acid (jika ada zat tersebut akan membentuk senyawa kompleks dengan besi
yang tidak dapat mengendap secara sempurna setelah aerasi dan biasanya
ikatan kompleks ini berwarna, selain itu memperlambat proses oksidasi).
b. Klorinasi
Klorin digunakan karena memiliki kecepatan oksidasi lebih besar daripada
aerasi dan mampu mengoksidasi besi yang berikatan dengan zat organik, tapi
kecepatan oksidasi berkurang. pH yang baik pada 8-8,3 oksidasi besi
membutuhkan waktu 15-30 menit. Jika dalam air baku mengandung ammonia
menyebabkan terbentuknya kloramin sehingga laju oksidasi berkurang.
Keefektifan oksidasi dipengaruhi kehadiran bahan organik seperti asam humic
dan asam fulvic). Pada oksidasi besi, bahan organik menggunakan kebutuhan
sebagian klorin dan dapat juga membentuk besi organik kompleks sehingga
memberi efek yang kurang baik pada proses oksidasi. Klorin mengoksidasi
bahan organik humic dan fulvic acid membentuk trihalomethan yang bersifat
karsinogenik. Selama proses oksidasi klorin, sisa klorin seharusnya dijaga
sampai pada proses berikutnya untuk mencegah penurunan kondisi yang dapat
menyebabkan terlarutnya kembali endapan. Pada umumnya proses standard
penurunan Fe dan Mn menggunakan koagulasi dengan alum, flokulasi,
pengendapan dan filtrasi dengan didahului proses preklorinasi. Dosis sisa klor
yang dianjurkan minimum 0,5 mg/l.
Universitas Sumatera Utara
c. Klordioksida
Klordioksida adalah oksidan kuat yang secara efektif mengoksidasi Fe dan
Mn yang berikatan dengan zat organik. Klordioksida merupakan gas yang
tidak stabil dan mudah meledak. pH yang diperlukan untuk reaksi oksidasi
besi minimum 7. Secara teoritis 1 mg/l klordioksida mampu mengoksidasi
0,83 mg/l besi dan 0,41 mg/l mangan. Penggunaan klordioksida lebih mahal
sekitar 5x lipat dibandingkan dengan klorin.
d. Pottasium Permanganat
Merupakan oksidan kuat, waktu oksidasi 5-10 menit pada pH 7,0. Secara
teoritis 1 mg/l KMnO4
e. Ozonisasi
mengoksidasi 1,06 mg/l besi dan 0,52 mg/l mangan.
Proses oksidasi akan lebih efektif jika ada penambahan klorin sebelumnya.
Penggunaan oksidan ini lebih mahal, namun tidak menghasilkan
trihalomethan jika digunakan untuk mengoksidasi bahan organik.
Ozon dapat digunakan untuk mengoksidasi Fe dan Mn dengan kecepatan
oksidasi yang tinggi. Secara teoritis untuk mengoksidasi 2,3 mg/l Fe dan 1,15
mg/l diperlukan 1 mg/l ozon. Dosis ozon yang berlebih di reservoir akan
membentuk pottasium permanganat yang menyebabkan air berwarna merah
muda.
2. Ion Exchange
Air baku yang mengandung besi dan mangan < 0,5 mg/l dapat diturunkan
menggunakan ion exchange, selain itu unit ini juga mampu menghilangkan
kesadahan. Proses ini sebaiknya pada kondisi anaerobik untuk menjaga elemen-
Universitas Sumatera Utara
elemen agar tidak teroksidasi. Proses ini biasanya digunakan dalam industri.
Kekurangannya adalah bahan kimia untuk regenerasi mahal, korosif, bahaya dan
buangan regeran sulit diolah, unit yang otomatis memerlukan perawatan ali dan unit
yang tidak otomatis memerlukan operator yang terlatih dan perhatian yang serius.
3. Mangan Zeolite Filtration
Zeolit adalah pasir hijau dilapisi mangan. Setiap butir pasir dilapisi dengan
asam-asam besi dan mangan. Tipe media filter ini adalah bentuk dari ion exchange
yang biasa digunakan di industri. Proses ini membutuhkan penambahan potasium
permanganat pada influen filter secara kontinu, yang berfungsi untuk mengoksidasi
besi dan mangan serta berfungsi untuk regenerasi media filter. Dosis pottasium
permanganat harus benar-benar tepat karena sisa pottasium permanganat
menyebabkan air berwarna merah muda. Disisi lain, dosis yang tidak tepat akan
memungkinkan lolosnya mangan di effluen filter. Pada kasus pengolahan air tanah,
zeolit lebih baik ditempatkan pada filter bertekanan daripada filter gravitasi karena
untuk menjaga tekanan discharge dari pompa sumur. Perencananan seperti ini
menghemat biaya pemompaan dan backwash menggunakan air dari effluen filter lain.
4. Sequestering Process
Proses ini biasanya digunakan untuk air baku dengan kandungan Fe dan Mn <
2 mg/l, termasuk kandungan sodium silica. trisodium phosphate, hexametaphosphat
dan zinc orthophosphat. Proses ini jarang digunakan untuk pengolahan air ukuran
menengah sampai sistem penyediaan air domestik karena biaya yang besar.
Universitas Sumatera Utara
5. Lime Softening
Besi dan mangan lebih efektif dihilangkan dengan proses pelunakan karena
dapat membuat pH menjadi 9,5 yang merupakan kondisi yang baik untuk oksidasi Fe
dan Mn. Berdasarkan hubungan pH dengan kelarutan 83% besi mengendap pada pH
8,4 dan pada pH 8,8 - 9,6 besi akan mengendap 92%-100%. Mn akan mengendap
maksimum pada pH 9,4 - 9,8 sebanyak 98-100%. Lime softening akan lebih efisien
jika didahului dengan proses aerasi.
6. Filtrasi (Penyaringan)
Secara umum filtrasi adalah proses yang digunakan pada pengolahan air
bersih untuk memisahkan bahan pengotor (partikulat) yang terdapat dalam air. Pada
prosesnya air merembes dan melewati media filter sehingga akan terakumulasi pada
permukaan filter dan terkumpul sepanjang kedalaman media yang dilewatinya. Filter
juga mempunyai kemampuan untuk memisahkan partikulat semua ukuran termasuk
di dalamnya algae, virus, asbestos, dan koloid-koloid tanah. Media filter yang sering
digunakan yaitu berupa pasir. Secara garis besar kemampuan filtrasi dapat dibedakan
atas saringan pasir lambat, saringan pasir cepat, saringan berkecepatan tinggi dan
saringan bertekanan.
7. Adsorpsi (Penjerapan)
Adsorpsi adalah proses pengumpulan subtansi terlarut (soluble) yang ada
dalam larutan oleh permukaan benda penyerap di mana terjadi suatu ikatan kimia
fisika antara subtansi dan penyerapnya (Sembiring, 2003). Adsorpsi terjadi pada
permukaan akibat gaya-gaya atom dan molekul-molekul pada permukaan tersebut.
Zat yang menjerap disebut adsorben, sedangkan zat yang terjerap disebut adsorbat.
Universitas Sumatera Utara
Adsorben dapat berupa zat padat maupun zat cair. Adsorben padat diantaranya adalah
silika gel, alumina, platina halus, selulosa, dan arang aktif. Adsorbat dapat berupa zat
padat, zat cair, dan gas.
Zat pengadsorpsi (adsorbent) adalah material yang sangat berpori. Lokasi
proses adsorpsi terjadi pada dinding-dinding pori-pori atau letak-letak tertentu dalam
partikel adsorbent. Karena pori-pori itu biasanya sangat kecil, luas permukaan dalam
menjadi beberapa orde lebih besar daripada permukaan luar. Pemisahan terjadi karena
perbedaan berat molekul atau karena perbedaan polaritas menyebabkan sebagian
molekul melekat pada permukaan itu lebih erat daripada molekul-molekul lainnya
(McCabe dalam Setiati, 2004).
Adapun bahan yang dapat digunakan sebagai adsorben diantaranya yaitu :
a. Zeolit
Zeolit termasuk dalam kelompok mineral yang terjadi dari perubahan
batuan gunung api termasuk batuan gunung api berbulir halus yang
berkomposisi riolitik atau banyak mengandung massa gelas. Sifat-sifat fisik
dari mineral ini adalah berbentuk kristal yang indah dan menarik, namun agak
lunak dengan warna yang bermacam-macam yaitu warna hijau, kebiru-biruan,
putih dan coklat. Zeolit dapat berasal dari alam yaitu dari batuan gunung api
dan dapat berupa zeolit buatan yang terbuat dari gel aluminium, natrium
aluminat, natrium hidroksida. Zeolit ini dapat digunakan sebagai bahan
penyerap warna, penyerap amoniak, dll.
Universitas Sumatera Utara
b. Moleculer Sieves (Bahan-bahan berpori)
Bahan-bahan sebagai moleculer sieves adalah bahan yang memiliki
rongga-rongga sehingga dapat berfungsi sebagai penyaring molekul.
c. Karbon Aktif
Karbon aktif atau arang aktif merupakan suatu padatan berpori yang
mengandung 85-95% karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung
karbon dengan pemanasan pada suhu tinggi.
Arang aktif dapat dibuat dari semua bahan yang mengandung karbon, baik
organik maupun anorganik asal bahan tersebut memiliki struktur berpori
(Sudrajat dan Salim, 1994). Arang aktif dapat dibuat dari arang biasa yang
berasal dari tumbuhan ataupun barang tambang. Bahan-bahan tersebut adalah
berbagai jenis kayu, serbuk gergaji, sekam padi, dan batu bara (Pari, 1995).
Karbon aktif paling sering digunakan sebagai bahan penyerap (adsorbent).
Daya serap ditentukan oleh luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat
menjadi lebih tinggi jika dilakukan aktivasi terhadap arang atau bahan karbon
aktif tersebut dengan menggunakan bahan-bahan kimia ataupun dengan
pemanasan pada temperatur tinggi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi laju adsorpsi :
a. Pengadukan
Makin cepat pengadukan, makin cepat pula penyerapan dan sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
b. Karakteristik zat penyerap
Ukuran partikel dan luas permukaan zat penyerap mempengaruhi laju
penyerapan. Makin kecil diameter partikel, makin luas permukaan zat
penyerap dan laju adsorpsi makin cepat. Untuk meningkatkan kecepatan
adsorpsi, dianjurkan agar menggunakan absorben yang telah dihaluskan.
c. Daya larut dari zat yang diserap
d. Ukuran molekul adsorbat
Makin besar ukuran molekul dan ukuran pori maka gaya tarik menarik
antara molekul adsorben akan makin besar.
e. pH
f. Temperatur
Laju penyerapan bertambah dengan naiknya temperatur dan begitu pula
sebaliknya.
Sistem adsorbsi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
a. Cara Batch
Cara ini adalah dengan menggunakan bejana, air sumur yang akan
dianalisis diaduk bersama adsorben dengan kecepatan dan waktu tertentu.
Selanjutnya proses adsorbsi dibiarkan sampai mencapai kesetimbangan.
Sistem batch sering digunakan apabila air sumur yang akan diolah volumenya
relatif tidak terlalu besar, oleh karena air bersih dalam volume besar tentunya
membutuhkan bejana yang besar pula. Sistem ini sering digunakan untuk
proses penjernihan air.
Universitas Sumatera Utara
b. Cara Kolom
Cara kolom adalah menggunakan silinder vertikal atau horizontal. Air
bersih yang akan diolah dialirkan secara terus-menerus ke dalam suatu kolom
adsorbsi. Pemakaian sistem kolom ini sangat cocok untuk pengolahan air
bersih dalam volume besar.
2.7. Karbon Aktif
Karbon atau arang aktif
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95% karbon,
dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu
tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar tidak terjadi kebocoran udara
didalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang mengandung karbon tersebut
hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang selain digunakan sebagai bahan
bakar, juga dapat digunakan sebagai adsorben (penyerap). Daya serap ditentukan oleh
luas permukaan partikel dan kemampuan ini dapat menjadi lebih tinggi jika terhadap
arang tersebut dilakukan aktifasi dengan bahan-bahan kimia ataupun dengan
pemanasan pada temperatur tinggi. Dengan demikian, arang akan mengalami
perubahan sifat-sifat fisika dan kimia. Arang yang demikian disebut sebagai arang
aktif.
adalah material yang berbentuk butiran atau bubuk
yang berasal dari material yang mengandung karbon misalnya batubara, kulit
singkong, sabut kelapa, dan sebagainya. Dengan pengolahan tertentu yaitu proses
aktivasi seperti perlakuan dengan tekanan dan suhu tinggi, dapat diperoleh karbon
aktif yang memiliki permukaan dalam yang luas.
Universitas Sumatera Utara
Dalam satu gram karbon aktif, pada umumnya memiliki luas permukaan
seluas 500-1500 m2
Berdasarkan penelitian Snell dan Hilton dalam Rahayu (2002) diketahui
bahwa arang aktif mempunyai muatan positif. Arang aktif merupakan mikrokristalin
(amorphous) yang tersusun oleh cincin 6-karbon (yang membentuk kisi-kisi
heksagon) dengan susunan karbon yang tidak teratur dan membentuk paket-paket.
, sehingga sangat efektif dalam menangkap partikel-partikel yang
sangat halus berukuran 0.01-0.0000001 mm. Karbon aktif bersifat sangat aktif dan
akan menyerap apa saja yang kontak dengan karbon tersebut. Dalam waktu 60 jam
biasanya karbon aktif tersebut manjadi jenuh dan tidak aktif lagi. Oleh karena itu
biasanya arang aktif di kemas dalam kemasan yang kedap udara. Sampai tahap
tertentu beberapa jenis arang aktif dapat di reaktifasi kembali, meskipun demikian
tidak jarang yang disarankan untuk sekali pakai. Reaktifasi karbon aktif sangat
tergantung dari metode aktivasi sebelumnya.
Menurut Arifin dan Ramli dalam Rahayu (2002), adsorpsi merupakan
peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan bahan penyerap, dan yang menjadi
dasar untuk proses adsorpsi adalah daya tarik-menarik Van Der Waals dan daya tarik-
menarik elektrostatis Coulomb. Fenomena adsorpsi ini disebabkan oleh :
1. Adanya interaksi antara molekul-molekul komponen dengan permukaan bahan
penyerap dimana gaya-gaya Van Der Waals bekerja
2. Adanya gaya tarik-menarik Coulomb, yang prinsip kerjanya karena adanya
perbedaan muatan positif dan negatif (Haliday, 1990).
Universitas Sumatera Utara
2.7.1. Pembuatan Karbon Aktif
1. Metode Tradisional
Pembuatan karbon aktif dengan metode tradisional sangat sederhana yaitu
dengan menggunakan drum atau lubang bawah tanah dengan cara pengolahan sebagai
berikut. Bahan yang hendak dibakar dimasukkan ke dalam drum yang terbuat dari
pelat besi atau lubang yang yang telah disiapkan, kemudian dinyalakan sehingga
terbakar.
Pada saat pembakaran drum atau lubang ditutup sehingga hanya ventilasi
yang dibiarkan terbuka, untuk sebagai jalan keluarnya asap, ketika asap yang keluar
sudah berwarna kebiru-biruan, ventilasi ditutup dan dibiarkan selama lebih kurang 12
jam.
Setelah itu dengan hati-hati tutup drum dibuka dan dicek apakah masih ada
bara yang menyala jika masih ada tutup derum ditutup kembali, tidak dibenarkan
menggunakan air untuk mematikan bara yang sedang menyala karena dapat
menurunkan kualitas karbon yang dihasilkan (Badan Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan, 1994).
Pembuatan karbon aktif dengan metode ini biasanya menghasilkan keaktifan
yang rendah bahkan dibawah keaktifan menurut standar industri Indonesia (SII), hal
ini disebabkan proses pembentukan karbon aktif tidak memungkinkan terbentuknya
pori-pori dengan baik.
Pada saat pembakaran, residu-residu yang ada pada bahan dasar berupa
senyawa-senyawa hidrokarbon ikut terbakar tetapi masih ada tersisa dan tetap masih
Universitas Sumatera Utara
melekat pada karbon tersebut, residu yang terbakar ini menutupi pori-pori karbon
sehingga menurunkan kualitasnya (Sudrajat, 1993)
2. Metode yang diperbaharui
Metode pembuatan karbon aktif yang diperbaharui dilakukan dengan dua
tahap yaitu tahap pengarangan (karbonisasi) dan tahap pengaktifan (aktivasi), dalam
metode ini bahan baku dipanaskan dengan jumlah udara seminimal mungkin agar
rendemen yang dihasilkan cukup besar. Hasil yang diperoleh dengan metode ini
berupa karbon yang memberi keaktifan dan rendemen yang cukup besar (Supeno,
1990).
Pada proses pengaktifan terjadi pemecahan ikatan hidrokarbon atau
mengoksidasi molekul-molekul pada permukaan karbon sehingga pori-pori atau 1uas
permukaan menjadi lebih besar.Metode pengaktifan yang umum digunakan dalam
pembuatan karbon aktif ada dua cara, yaitu pengaktifan secara kimia dan pengaktifan
secara fisika (Sembiring, 2003).
2.7.2. Proses Aktivasi Karbon Aktif
1. Proses Kimia
Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu, kemudian dibuat
padat. Selanjutnya padatan tersebut dibentuk menjadi batangan yang dikeringkan
serta dipotong-potong. Aktivasi dilakukan pada temperatur 100 ºC. Arang aktif yang
dihasilkan, dicuci dengan air selanjutnya dikeringkan pada temperatur 300 ºC. dengan
proses kimia, bahan baku dapat dikarbonisasi terlebih dahulu, kemudian dicampur
dengan bahan-bahan kimia.
Universitas Sumatera Utara
2. Proses Fisika
Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut digiling,
diayak untuk selanjutnya diaktivasi dengan cara pemanasan pada temperatur 1000 ºC
yang disertai dengan pengaliran uap. Proses fisika banyak digunakan dalam aktivasi
arang antara lain :
a. Proses Briket yaitu bahan baku atau arang terlebih dahulu dibuat briket,
dengan cara mencampurkan bahan baku atau arang halus dengan ter.
Kemudian, briket yang dihasilkan dikeringkan pada 550 ºC untuk selanjutnya
diaktivasi dengan uap.
b. Destilasi kering yaitu merupakan suatu proses penguraian suatu bahan akibat
adanya pemanasan pada temperatur tinggi dalam keadaan sedikit maupun
tanpa udara. Hasil yang diperoleh berupa residu yaitu arang dan destilat yang
terdiri dari campuran methanol dan asam asetat. Residu yang dihasilkan bukan
merupakan karbon murni, tetapi masih mengandung abu dan ter. Hasil yang
diperoleh seperti methanol, asam asetat dan arang tergantung pada bahan baku
yang digunakan dan metoda destilasi (Sembiring, 2003).
Diharapkan daya serap arang aktif yang dihasilkan dapat menyerupai atau
lebih baik dari pada daya serap arang aktif yang diaktifkan dengan menyertakan
bahan-bahan kimia. Dengan cara ini, pencemaran lingkungan sebagai akibat adanya
penguraian senyawa-senyawa kimia dari bahan-bahan pada saat proses pengarangan
dapat dihindari. Selain itu, dapat dihasilkan asap cair sebagai hasil pengembunan uap
hasil penguraian senyawa-senyawa organik dari bahan baku.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Hawley dalam Sembiring (2003), ada empat hal yang dapat
dijadikan batasan dari penguraian komponen kayu yang terjadi karena pemanasan
pada proses destilasi kering, yaitu :
1. Batasan A adalah suhu pemanasan sampai 200 ºC. Air yang terkandung dalam
bahan baku keluar menjadi uap, sehingga kayu menjadi kering, retak-retak
dan bengkok. Kandungan karbon lebih kurang 60 %.
2. Batasan B adalah suhu pemanasan antara 200-280 ºC. Kayu secara perlahan-
lahan menjadi arang dan destilat mulai dihasilkan. Warna arang menjadi
coklat gelap serta kandungan karbonnya lebih kurang 70 %.
3. Batasan C adalah suhu pemanasan antara 280-500 ºC. Pada suhu ini akan
terjadi karbonisasi selulosa, penguraian lignin dan menghasilkan ter. Arang
yang terbentuk berwarna hitam serta kandungan karbonnya meningkat
menjadi 80 %. Proses pengarangan secara praktis berhenti pada suhu 400 ºC.
4. Batasan D adalah suhu pemanasan 500 ºC, terjadi proses pemurnian arang,
dimana pembentukan ter masih terus berlangsung. Kadar karbon akan
meningkat mencapai 90 %. Pemanasan di atas 700 ºC, hanya menghasilkan
gas hidrogen.
Namun Cheremisinoff dan A. C. Moressi (1978) dalam Sembiring (2003)
mengemukakan secara umum dan sederhana proses pembuatan arang aktif terdiri dari
tiga tahap, yaitu :
1. Dehidrasi yaitu proses penghilangan air dimana bahan baku dipanaskan
sampai temperatur 170 ºC.
Universitas Sumatera Utara
2. Karbonisasi yaitu pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon. Suhu di
atas 170 ºC akan menghasilkan CO, CO2
3. Aktivasi yaitu dekomposisi ter dan perluasan pori-pori. Dapat dilakukan
dengan uap atau CO
dan asam asetat. Pada suhu 275 ºC,
dekomposisi menghasilkan ter, methanol dan hasil samping lainnya.
Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400-600 ºC.
2
Proses aktifasi merupakan hal yang penting diperhatikan disamping bahan
baku yang digunakan. Yang dimaksud dengan aktifasi adalah suatu perlakuan
terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori yaitu dengan cara
memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul-molekul permukaan
sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia, yaitu luas
permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya adsorbsi.
sebagai aktivator.
Metode aktifasi yang umum digunakan dalam pembuatan arang aktif adalah
(Rajagukguk, 2011) :
1. Aktifasi Kimia
Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik
dengan pemakaian bahan-bahan kimia. Aktifator yang digunakan adalah
bahan-bahan kimia seperti hidroksida logam alkali, garam-garam karbonat,
klorida, sulfat, fosfat dari logam alkali tanah dan khususnya ZnCl2, asam-
asam anorganik seperti H2SO4 dan H3PO4
.
Universitas Sumatera Utara
2. Aktifasi Fisika
Aktifasi ini merupakan proses pemutusan rantai karbon dari senyawa organik
dengan bantuan panas, uap dan CO2. Umumnya arang dipanaskan di dalam
tanur pada temperatur 800-900 ºC. Oksidasi dengan udara pada temperatur
rendah merupakan reaksi isotherm sehingga sulit untuk mengontrolnya.
Sedangkan pemanasan dengan uap atau CO2
Sifat arang aktif yang paling penting adalah daya serap. Dalam hal ini, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi daya serap adsorpsi, yaitu :
pada temperatur tinggi
merupakan reaksi endoterm sehingga lebih mudah dikontrol dan paling umum
digunakan.
1. Sifat Adsorben
Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori, yang
sebagian besar terdiri dari unsur karbon bebas dan masing-masing berkaitan
secara kovalen. Dengan demikian, permukaan arang aktif bersifat non polar.
Selain komposisi dan polaritas, struktur pori juga merupakan faktor yang
penting diperhatikan. Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan,
semakin kecil pori-pori arang aktif mengakibatkan semakin luas besar.
Dengan demikian kecepatan adsorbsi bertambah. Untuk meningkatkan
kecepatan adsorbsi, dianjurkan agar menggunakan arang aktif yang telah
dihaluskan. Jumlah atau dosis arang aktif yang digunakan juga harus
diperhatikan.
Universitas Sumatera Utara
2. Sifat Serapan
Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi
kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing-masing senyawa.
Adsorbsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul
serapan dari struktur yang sama, seperti deret homolog. Adsorbsi juga
dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur
rantai dari senyawa serapan.
3. Temperatur
Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperatur pada
saat berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur proses
adsorbsi adalah viskositas dan stabilitas termal senyawa serapan. Jika
pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi
perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik
didihnya. Untuk senyawa volatile, adsorbsi dilakukan pada temperatur kamar
atau bila memungkinkan pada temperatur yang lebih rendah.
4. pH (Derajat Keasaman)
Untuk asam-asam organik, adsorbsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu
dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan
asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya
bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorbsi
akan berkurang sebagai akibat terbentuknya garam.
Universitas Sumatera Utara
5. Waktu Kontak
Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu untuk
mencapai kesetimbangan. Pengadukan juga mempengaruhi waktu singgung.
Pengadukan dimaksudkan untuk memberikan kesempatan pada partikel arang
aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang
mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu singgung yang lebih lama
(Sembiring, 2003).
Semakin lama waktu kontak dapat memungkinkan proses difusi dan
penempelan molekul adsorbat berlangsung lebih baik. Konsentrasi zat-zat
organik dan logam dalam air akan turun apabila kontaknya cukup. Waktu
kontak biasanya sekitar 10-15 menit.
2.7.3. Penggunaan Karbon Aktif
Saat ini arang aktif telah digunakan secara luas dalam industri kimia,
makanan/minuman dan farmasi. Pada umumnya arang aktif digunakan sebagai bahan
penyerap dan penjernih. Dalam jumlah kecil digunakan juga sebagai katalisator.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Berbagai Pemanfaatan Karbon Aktif Maksud/Tujuan Pemakaian
I. Untuk Gas
1. Pemurnian gas Desulfurisasi, menghilangkan gas beracun, bau busuk, asap, menyerap racun
2. Pengolahan LNG Desulfurisasi dan penyaringan berbagai bahan mentah dan reaksi gas
3. Katalisator Reaksi katalisator atau pengangkut vinil kiorida, dan vinil acetat
4. Lain-lain Menghilangkan bau dalam kamar pendingin dan mobil
II. Untuk Zat Cair 1. Industri obat dan makanan Menyaring dan menghilangkan warna, bau, rasa yang
tidak enak pada makanan 2. Minuman ringan, minuman keras
Menghilangkan warna, bau pada arak/ minuman keras dan minuman ringan
3. Kimia perminyakan Penyulingan bahan mentah, zat perantara 4. Pembersih air Menyaring/menghilangkan bau, warna, zat pencemar
dalam air, sebagai pelindung dan penukaran resin dalam alat/penyulingan air
5. Pembersih air buangan Mengatur dan membersihkan air buangan dan pencemar, warna, bau, logam berat.
6. Penambakan udang dan benur
Pemurnian, menghilangkan ban, dan warna
7. Pelarut yang digunakan kembali
Penarikan kembali berbagai pelarut, sisa metanol, etil acetat dan lain-lain
III. Lain-lain 1. Pengolahan pulp Pemumian, menghilangkan bau 2. Pengolahan pupuk Pemurnian 3. Pengolahan emas Pemurnian 4. Penyaringan minyak makan dan glukosa
Menghilangkan bau, warna, dan rasa tidak enak
Sumber : Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2004
Universitas Sumatera Utara
2.7.4. Kulit Singkong sebagai Karbon Aktif
Kulit singkong yang biasanya kurang dimanfaatkan ternyata memiliki manfaat
lain sebagai karbon aktif. Berdasarkan penelitian Deby Jannati dan Shona Mazia
(2009), kulit singkong dapat diolah menjadi karbon aktif karena mengandung 59,31
% karbon. Setelah diuji laboratorium, karbon aktif dari kulit singkong ternyata
mampu menyerap 99,98 % kandungan tembaga air limbah. Dengan pori-pori banyak
dan besar, karbon aktif kulit singkong sangat potensial menangkap logam berat dalam
air. Karbon aktif yang akan digunakan berbentuk bubuk dan diaplikasikan dengan
cara ditambahkan ke air dalam suatu wadah.
Untuk mendapatkan karbon aktif kulit singkong dapat dilakukan melalui
empat tahapan yakni (Rajagukguk, 2011) :
1. Langkah pertama, mengupas kulit singkong dari dagingnya. Setelah itu
dikeringkan dengan durasi yang bervariasi, bergantung kondisi cuaca dan
suhu ruangan.
2. Setelah kulit singkong kering, tahapan selanjutnya adalah membakar bahan
baku di dalam oven agar menghilangkan senyawa hidrokarbon pada kulit
singkong. Temperatur yang digunakan harus tinggi, dibakar pada suhu 800 ºC
dan proses pembakarannya berlangsung selama tiga jam. Agar proses
pembakarannya sempurna, selain suhu temperaturnya juga diatur pada suhu
yang sangat tinggi, pembakaran kulit singkong dilakukan pada ruang tertutup
supaya tidak ada udara atau oksigen (O2) di dalam oven. Tujuannya supaya
bahan baku kering secara total dan menguapkan senyawa hidrokarbon dalam
bahan baku.
Universitas Sumatera Utara
3. Arang yang berasal dari kulit singkong tersebut dihaluskan sehingga
berbentuk bubuk.
4. Kemudian dilakukan proses aktifasi karbon dengan menggunakan larutan
NaOH atau soda kimia. Proses aktifasi ini bertujuan untuk meningkatkan
volume dan memperbesar diameter pori-pori karbon. Dengan demikian, daya
absorpsi (serap) karbon aktif menjadi tinggi terhadap logam berat dalam air.
Karbon aktif yang sekarang banyak digunakan berbentuk butiran (granular)
atau berbentuk tepung (bubuk). Karbon yang berbentuk bubuk memerlukan waktu
kontak lebih sebentar dibandingkan karbon dibandingkan karbon berbentuk butiran.
Jika digunakan karbon berbentuk bubuk, bubuk tersebut dapat dimasukkan
langsung kedalam air. Komponen-komponen organik dan anorganik akan teradsorpsi
pada karbon, kemudian dapat dipisahkan dengan menggumpalkan menggunakan
bahan kimia tertentu (Fardiaz, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.8. Kerangka Konsep
2.9. Hipotesis Penelitian
Hipotesis sementara :
Ho1 : Tidak ada perbedaan kadar Besi (Fe) pada air sumur gali sebelum dan sesudah
penambahan berbagai kadar karbon aktif kulit singkong.
Ho2 : Tidak ada perbedaan kadar Mangan (Mn) pada air sumur gali sebelum dan
sesudah penambahan berbagai kadar karbon aktif kulit singkong.
Ha1 : Ada perbedaan kadar Besi (Fe) pada air sumur gali sebelum dan sesudah
penambahan berbagai kadar karbon aktif kulit singkong.
Ha2 : Ada perbedaan kadar Mangan (Mn) pada air sumur gali sebelum dan sesudah
penambahan berbagai kadar karbon aktif kulit singkong.
Sesuai Baku Mutu (Permenkes RI No. 416 tahun 1990)
Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dalam Air Sumur Gali sebelum perlakuan - Karakteristik
Karbon Aktif
- Waktu Kontak
Tidak Sesuai Baku Mutu (Permenkes RI No. 416 tahun 1990)
Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) setelah perlakuan
Penambahan Karbon Aktif per 500 ml air sumur gali dengan kadar :
- 1 gr - 2 gr - 3 gr - 0 gr (kontrol)
Universitas Sumatera Utara