Post on 25-Dec-2015
description
SINDROM KORONER AKUT
Fitri Rahmalia AkbarHIA013024
PENDAHULUAN Di Indonesia dilaporkan PJK merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh
kematian, yakni sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian
yang disebabkan oleh kanker (6%). Dengan kata lain, lebih kurang satu diantara empat
orang yang meninggal di Indonesia adalah akibat PJK. Diperkirakan bahwa diseluruh
dunia, PJK pada tahun 2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36%
dari seluruh kematian.2
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung
Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian. SKA merupakan
PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi perubahan secara
tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau akut. 3
DEFINISI Sindrom Koroner Akut (SKA) digunakan untuk menggambarkan spektrum proses penyakit
yang meliputi angina pektoris tidak stabil/UA (unstable angina/UA), infark miokard tanpa
elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard
dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI).2
Mekanisme terjadinya SKA disebabkan karena proses pengurangan pasokan oksigen akut
atau subakut dari miokard, yang dipicu oleh adanya robekan plak aterosklerotik dan
berkaitan dengan adanya proses inflamasi, trombosis, vasokonstriksi dan
mikroembolisasi.
UA (Unstable Angina / Angina Pektoris Tidak Stabil )
Angina Pektoris Tidak Stabil, yang dimaksudkan dengan APTS yaitu;
1. Pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, dimana angina cukup berat dan
frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari.
2. pasien dengan angina yang makin bertambah berat, sebelumnya angina stabil lalu
serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya, sedangkan faktor
presipitasi makin ringan.
3 pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
NSTEMI (Infark Miokard Akut Tanpa Elevasi Segmen ST)
APTS dan NSTEMI diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan
patofisiologi dan gambaran klinis, sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya
tidak berbeda.
Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan
bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung. NSTEMI dapat
disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen
miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. 2,3,5
STEMI (Infark Miokard Akut dengan Elevasi Segmen ST)
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah
oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. STEMI terjadi jika
thrombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini
dapat dicetuskan oleh factor-faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.3
Gambar 1. Spektrum dari Sindrom Koroner Akut5
ETIOLOGI Penyebab utama Sindrom Koroner Akut dipicu oleh erosi atau rupturnya plak
aterosklerotik karena terdapatnya kondisi plak aterosklerotik yang tidak stabil. 2,6
Beberapa penyebabnya dapat dijelaskan sebagi berikut: 2,3,6
Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta komponennya dari plak yang rupture
merupakan penyebab keluarnya petanda kerusakan miokard pada banyak pasien.
Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin diakibatkan oleh
spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri koroner epikardium. Spasme ini
disebabkan oleh hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan/atau akibat
disfungsi endotel.
Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab lainnya adalah penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme atau
trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan
stenosis ulang setelah intervensi koroner perkutan.
Inflamasi dan/atau infeksi
Inflamasi, disebabkan oleh infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri,
destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di dinding plak
meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang dapat mengakibatkan
penipisan dan ruptur plak.
Faktor atau keadaan pencetus
SKA yang merupakan akibat sekunder dari kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada
pasien ini ada penyebab berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan
terbatasnya perfusi miokard.
Gambar 2. Faktor-Faktor yang berperan untuk terjadinya SKA. 4
Tabel 1. Faktor-Faktor Resiko Sindrom Koroner Akut.2
EPIDEMIOLOGI
Prevalensi Nasional Penyakit Jantung adalah 7,2 % berdasarkan hasil Riskesdas
tahun 2007 oleh Departmen Kesehatan RI. Penyakit Jantung Iskemik menduduki
urutan ketiga (8,7%) sebagai penyebab kematian di daerah perkotaan.5
Sindrom koroner akut adalah kegawatan kardiovaskular yang merupakan
penyebab utama kematian. Kematian terbanyak terjadi diluar rumah sakit.
Kematian di rumah sakit lebih banyak berhubungan dengan menurunnya curah
jantung termasuk gagal jantung kongestif dan syok kardiogenik. 7
PATOGENESIS SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari PJK akibat utama dari proses
aterotrombosis Aterotrombosis terdiri dari aterosklerosis dan trombosis. 2
Aterosklerosis : proses pembentukan plak akibat akumulasi beberapa bahan seperti
lipid-filled macrophages, massive extracellular lipid dan plak fibrous yang mengandung
sel otot polos dan kolagen. 4
Trombosis : proses pembentukan darah beku yang terdapat di dalam pembuluh darah
atau kavitas jantung. Komponen yang berperan dalam proses trombosis adalah dinding
pembuluh darah, aliran darah dan darah sendiri yang mencakup platelet, sistem
koagulasi, sistem fibrinolitik, dan antikoagulan alamiah.2
No. Manifestasi Klinis Patogenesis
1. ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL
Pada angina pektoris tidak stabil terjadi erosi pada plak aterosklerosis yang relatif kecil dan menimbulkan oklusi thrombus yang transien. Trombus biasanya labil dan menyebabkan oklusisementara yang berlangsung antara 10-20 menit
2. NSTEMI(Non-ST Elevation MyocardialInfarction)
Pada NSTEMI kerusakan pada plak lebih berat dan menimbulkan oklusi yang lebih persisten dan berlangsung sampai lebih dari 1 jam.
3. STEMI(ST Elevation Myocardial Infarction)
Pada STEMI disrupsi plak terjadipada daerah yang lebih besar dan menyebabkan terbentuknya trombus yang fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 (satu) jam dan menyebabkan nekrosis miokard.
Tabel 2. Patogenesis pada Berbagai Manifestasi Klinis SKA 2
DIAGNOSIS
Menurut pedoman ACC dan AHA perbedaan UN dan NSTEMI ialah apakah iskemia yang timbul
cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium, sehingga adanya
petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis UN bila pasien mempunyai keluhan
iskemia sedangkan tak ada kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa
perubahan ECG untuk iskemia, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi yang
sebentar atau adanya gelombang T yang negatif. Karena kenaikan enzim biasanya 12 jam, maka
pada tahap awal serangan, angina tak stabil sering kali tak bias dibedakan dengan STEMI. 3
Diagnosis IMA dengan STEMI ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan
gambaran EKG adanya elevasi ST>= 2 mm, minimal pada 2 sandapan precordial yang
berdampingan atau >=1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung,
terutama troponin T yang meningkat memperkuat diagnosis STEMI.3
1. Anamnesis
Pasien yang datang harus dibedakan denngan nyeri dada dari jantung dan bukan jantung
Perlu dianamnesis juga apakah ada riwayat infark sebelumnya, faktor-faktor resiko serta
faktor pencetus sebelumnya seperti aktivitas fisik berat, stres emosi. 3
Anamnesa sifat nyeri dada yaitu : 2,6
• Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial
• Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
ditusuk,
rasa diperas, dan dipelintir.
• Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung, dapat juga ke lengan kanan.
• Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
• Faktor pencetus: latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan
• Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin, dan lemas.
2. Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor pencetus dan
kondisi lain sebagai konsekuensi dari APTS/NSTEMI. Keadaan disfungsi ventrikel kiri
(hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk.6
Sedangkan untuk pasien STEMI dapat dilakukan pemeriksaan fisik sebagi berikut:
Pasien terlihat cemas, pada ekstrimitas pucat dan dingin. Kombinasi nyeri dada >30
menit dan banyak keringat dicurigai STEMI. Peningkatan suhu sampai 38 oC, disfungsi
ventrikular S4 dan S3 gallop, penurunan instensitas bunyi jantung pertama dan split
paradoksial bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik. 3
3. Pemeriksaan Penunjang
EKG
Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada,
dilakukan dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD.
Pemeriksaan EKG dimaksudkan untuk mencari adanya depresi segmen ST yang baru
menunjukan kemungkinan adanya iskemik akut. Gelombang T negative juga bisa menjadi
petunjuk adanya tanda iskemik atau NSTEMI.
Perubahan gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi ST kurang dari 0,5 mm
dan gelombang T negative < 2mm, tidak spesifik untuk iskemik dan dapat disebabkan
karena hal lain.
Sedangkan pada pasien STEMI pada EKGnya akan terdapat elevasi segmen ST diikuti
perubahan sampai inversi gelombang T, kemudian muncul peningkatan gelombang Q
minimal di dua sadapan.3
2. Pemeriksaan Lab Pemeriksaan Laboratorium penting sebagi petanda adanya nekrosis jantung, selnya akan
mengelurakan enzim yang dapat dapat diukur : 3
CKMB (creatinine kinase MB) : meningkat 3 jam setelah miokard infark dan mencapai
puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-3 hari.
cTn (cardiac specifik troponin) T dan I; meningkat setelah 2 jam setelah infark miokard,
dan mencapai puncak setelah 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14
hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Mioglobin mencapai puncak setelah miokard infark dalam 4-8 jam.
Creatinin kinase meningkat setelah setelah 3-8 jam mencapai puncak setelah 10 – 36
jam dan kembali normal dalam 3-4 hari.
Lactat dehydrogenase (LDH) menigkat setelah 24-28 jam mencapai puncak 3-6 hari
kembali normal dalam 8-14 hari
Leukositosis polimorfonuklear yang terjadi dalam beberapa jam setelah nyeri dan
menetap dalam 3-7 hari.
Tabel 3. Spektrum Klinis Sindrom Koroner2
G. PENATALAKSANAAN Prinsip penatalaksanaan SKA adalah mengembalikan aliran darah koroner dengan
trombolitik untuk membatasi luasnya infark miokard
Pasien APTS/NSTEMI harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG kontiniu untuk
mendeteksi iskemia dan aritmia.
Oksigen diberikan pada pasien dengan sianosis atau distres pernapasan. Perlu dilakukan
pemasangan oksimetri jari (finger pulse oximetry) atau evaluasi gas darah berkala untuk
menetapkan apakah oksigenisasi kurang (SaO2 <90%).
Morfin sulfat diberikan bila keluhan pasien tidak segera hilang dengan nitrat, bila terjadi
endema paru dan atau bila pasien gelisah.
Penghambat ACE diberikan bila hipertensi menetap walaupun telah diberikan nitrat dan
penyekat-β pada pasien dengan disfungsi sistolik faal ventrikel kiri atau gagal jantung dan
pada pasien dengan diabetes.
Dapat diperlukan intra-aortic ballon pump bila ditemukan iskemia berat yang menetap
atau berulang walaupun telah diberikan terapi medik atau bila terdapat instabilitas
hemodinamik berat.7
Gambar 3. Alogaritma Sindrom Koroner Akut8
Terapi Non-Farmakologi
Tindakan Revaskularisasi
Termasuk di sini yaitu operasi pintas koroner (coronary artery bypass grafting, CABG) dan
PCI (angioplasti koroner atau percutaneous transluminal coronary angioplasty / PTCA). 2
Modifikasi faktor risiko 2
• Berhenti merokok : pasien yang berhenti merokok akan menurunkan angka kematian dan
infark dalam 1 tahun pertama.
• Berat badan : untuk mencapai dan /atau mempertahankan berat badan optimal.
• Latihan : melakukan aktivitas sedang selama 30-60 menit 3-4x/minggu (jalan, bersepeda,
berenang atau aktivitas aerobic)
• Diet : mengkonsumsi makanan dengan kadar kolesterol rendah atau lemak
• Kolesterol : mengkonsumsi obat-obatan penurun kolesterol. Target primer kolesterol LDL
< 100mg/dl.
• Hipertensi target tekanan darah <130/80 mmHg.
• DM kontrol optimal hiperglikemia pada DM
PROGNOSIS
Terdapat beberapa system untuk menetukan prognosis pasca IMA: 3
Klasifikasi Killip : berdasarkan pemeriksaan fisis bedside sederhana, S3
gallop, kongesti paru dan syok kardiogenik.
Kela
s
Definisi Mortalitas (%)
I
II
III
IV
Tak ada tanda gagal jantung kongestif
+S3 dan atau ronki basah
Edema Paru
Syok Kardiogenik
6
17
30-40
60-80Tabel 4. Klasifikasi Killip pada Infark Miokardium Akut3
TIMI Risk Score : adalah system prognostic paling akhir yang menggabungkan
anamnesis sederhana dan pemeriksaan fisik yang dinilai pada pasien STEMI yang
mendapat terapi trombolitik.
Faktor Resiko Skor Resiko/Mortalitas 30
hari (%)
Usia 65-74 tahun (2 poin)
Usia >75 tahun ( 3 poin)
Diabetes
Mielitus/hipertensi/angina (1
poin)
TD sistol < 100 mmHg (3 poin)
Frekuensi jantung >100 mmHg (2
poin)
Klasifikasi Killip II-IV (2 poin)
Berat < 67 kg (1 poin)
Elevasi ST anterior atau LBB (1
poin)
Waktu ke Reperfusi > 4 jam (1
poin)
Skor Resiko = Total poin (0-14)
0 (0,8)
1 (1,6)
2 (2,2)
3 (4,4)
4 (7,3)
5( 12,4)
6 (16,1)
7 (23,4)
8 (26,8)
>8 (35,9)
Tabel 6. Risk Score untuk Infark Miokardium dengan Elevasi ST3
Sedangkan untuk pasien angina prognosisnya sebagai berikut : 3
Resiko rendah: pasien tidak mempunyai angina sebelumnya, dan sudah tidak ada serangan
angina, tidak memakai obat anti angina dan ECG normal atau taka da perubahan dari
sebelumnya, enzim jantung tidak meningkat dan biasanya usia masih muda.
Resiko sedang : ada angina baru dan makin berat didapatkan angina pada waktu istirahat,
tak ada perubahan segmen ST, dan enzim jantung tidak neningkat.
Resiko tinggi : mempunyai angina waktu istirahat, angina berlangsung lama, sebelumnya
sudah mendapat terapi yang intensif, usia lanjut, didapatkan perubahan segmen ST yang
baru, ada kenaikan troponin dan keadaaan hemodinamik tidak stabil.
80% pasien UA dapat distabilkan dalam 48 jam setelah diberi terapi medikamentosa secara
agresif. Kemudian membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut dengan treadmill test atau
ekokardiografi. Bila pasien tetap stabil dan termasuk resiko rendah maka terapi
medikamentosa sudah cukup. Hanya pasien dengan resiko tinggi yang membutuhkan
tindakan invasive segera dengan kemungkinan tindakan revaskularisasi.3
PERUJUKAN1. Joewono, BS. Ilmu Penyakit Jantung. Airlangga University Press. Surabaya. 20032. Bina D, Komunitas F, Klinik DAN, Bina D, Dan K, Kesehatan A, et al. Pharmaceutical Care
Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner . 2006. Diakses melalui http://binfar.depkes.go.id/bmsimages/1361351516.pdf pada 22 Februari 2015.
3. Sudoyo, A.W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing. 2009.4. Risalina M.A. Patofi siologi Sindrom Koroner Akut. 2012. Majalah CDK(4):261–4. Diakses
melalui http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_192Patofisiologi%20Sindrom%20Koroner%20Akut.pdf pada 22 Februari 2015.
5. Lauer T, Kelm M. ESC Guidelines for The Management of Acute Coronary Syndromes in Patients Presenting Without Persistent ST-segment Elevation. 2011. European Heart Journal;136:2478–80. Diakses melalui http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-guidelines/guidelinesdocuments/guidelines-nste-acs-ft.pdf pada 22 Februari 2015.
6. Agus Subagjo, dkk. Basic Cardiac Life Support. Jakarta : Perhimpuanan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2011
7. Achyar, dkk. Advanced Cardiac Life Support. Jakarta : Perhimpuanan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2011
8. O’Connor RE, Brady W, Brooks SC, Diercks D, Egan J, Ghaemmaghami C, et al. Part 10: Acute coronary syndromes: 2010 American Heart Association Guidelines for Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2010;122(suppl 3). Diakses melalui http://circ.ahajournals.org/content/122/18_suppl_3/S787.full.pdf+html pada 22 Februari 2015.
PENUTUP
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi klinis Penyakit Jantung
Koroner (PJK) yang utama dan paling sering mengakibatkan kematian.
SKA meliputi angina pektoris tidak stabil/UA (unstable angina/UA), infark miokard
tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan
infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/STEMI).
SKA merupakan PJK yang progresif dan pada perjalanan penyakitnya, sering terjadi
perubahan secara tiba-tiba dari keadaan stabil menjadi keadaan tidak stabil atau
akut. Ketiga jenis SKA tersebut memiliki etiologi dan pathogenesis awal yang hampir
sama, namun dalam diagnosisnya kita dapat membedakan ketiga jenis SKA ini.
Penatalaksanaan SKA harus dilakukan secara segera untuk mencegah komplikasi yang
dapat timbul dan agar dapat menyelamatkan banyak jiwa.
TERIMAKASIH