abses peritonsil, retrofaring, dan parafaring

Post on 23-Jan-2016

203 views 7 download

description

abses peritonsil, retrofaring, dan parafaring

Transcript of abses peritonsil, retrofaring, dan parafaring

ABSES LEHER DALAM

MELDA KUSUMAWARDANI130211055

ABSES PERITONSIL

• Abses peritonsil atau Quinsy merupakan suatu infeksi akut yang diikuti dengan terkumpulnya pus pada jaringan ikat longgar antara m.konstriktor faring dengan tonsil pada fosa tonsil.

• Abses peritonsil merupakan infeksi pada tenggorok yang seringkali merupakan komplikasi dari tonsilitis akut berulang.

PATOGENESIS

• Infeksi berulang• Terganggunya fungsi kel Weber yg berfungsi mengeluarkan

cairan ludah ke dalam kripta tonsil yg membantu menghancurkan sisa” makanan dan debris terganggu

• Menimbulkan sumbatan pada kelenjar Weber• Pembesaran kelenjar• Tidak diobati maksimal• Infeksi berulang pda kel Weber• Terbentuk pus• abses

Epidemiologi

• Abses peritonsil sering mengenai orang dewasa pada usia 20 sampai 40 tahun.

• Pada anak jarang terjadi, kecuali yang mengalami gangguan penyakit kekebalan tubuh.

• Insiden abses peritonsil di A.S terjadi 30 per 100.000 orang/ tahun.

Etiologi

• Streptococcus viridians merupakan penyebab terbanyak infeksi abses peritonsil, diikuti oleh Streptococcus beta hemolyticus grup A.

• Bakteri anaerob dan Streptococcus gram positif telah diidentifikasi sebagai agen etiologi umum

Gejala Klinis

• Pembengkakan awal hampir selalu berlokasi pada daerah palatum mole

• Onset gejala abses peritonsil biasanya dimulai sekitar 3 sampai 5 hari sebelum pemeriksaan dan diagnosis

• Sakit di tenggorok yang terus menerus hingga keadaan yang memburuk secara progresif walaupun telah diobati.

• Rasa nyeri terlokalisir• Demam tinggi, (sampai 40°C), • Lemah dan mual• Odinofagi (nyeri menelan)

• Hipersalivasi dan ludah seringkali menetes keluar.• Mulut berbau• Muntah (regurgitasi)• Nyeri alih ke telinga (otalgi)• Trismus akan muncul bila infeksi meluas mengenai

otot-otot pterigoid.• Penderita mengalami kesulitan berbicara• Suara menjadi seperti suara hidung, membesar seperti

mengulum kentang panas (hot potato’s voice) karena penderita berusaha mengurangi rasa nyeri saat membuka mulut

*hot potato voice merupakan suatu penebalan pada suara.

Pemeriksaan Fisik

• Pada pemeriksaan tonsil, ada pembengkakan unilateral, karena jarang kedua tonsil terinfeksi pada waktu bersamaan.

• Dehidrasi • Nyeri kelenjar servikal / servikal adenopati.• Pembengkakan pada daerah peritonsilar yang

terlibat disertai pembesaran pilar-pilar tonsil atau palatum mole yang terkena.

Diagnosis

• Anamnesis ttg riw peny• Gejala klinis• Pemeriksaan fisik• Aspirasi atau punksi merupakan tindakan diagnosis

yang akurat untuk memastikan abses peritonsil.• Palatum mole tampak menonjol ke depan• Dapat teraba fluktuasi. • Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak detritus• Uvula terdorong ke arah kontra lateral

Px Penunjang

• Lab : Leukositosis• USG : gambaran cincin isoechoic dengan

gambaran sentral hypoechoic

TOMOGRAFI KOMPUTER

Diagnosis banding

• Tumor / keganasan• Adenitis servikal• Aneurisma arteri karotis interna• Infeksi gigi*Kelainan-kelainan ini dapat dibedakan dari abses peritonsil

melalui pemeriksaan darah, biopsi dan pemeriksaan diagnostik lain

• selulitis peritonsilDilakukan aspirasi/punksi. positif (terdapat pus) = abses aspirasi negatif (pus tidak ada) = selulitis peritonsil

Komplikasi

• Komplikasi abses peritonsil yang mungkin terjadi antara lain perluasan infeksi ke

1. Parafaring, 2. Mediastinitis, 3. Dehidrasi, 4. Pneumonia, 5. hingga infeksi ke intrakranial berupa :

thrombosis sinus kavernosus, meningitis, abses otak dan obstruksi jalan nafas.

Penatalaksanaan

1. Insisi2. Drainase 3. Terapi antibiotika4. Tonsilektomi beberapa minggu kemudian5. *Delapan tahun terakhir, terapi abses

peritonsil dengan aspirasi jarum dan penggunaan antibiotika parenteral agak lebih sering dilakukan dibandingkan insisi dan drainase

Antibiotik

• Antibiotika pada gejala awal diberikan dalam dosis tinggi disertai 1. obat simptomatik, 2. kumur kumur dengan cairan hangat 3. kompres hangat pada leher (untuk mengendurkan tegangan

otot)4. Penisilin -> abses peritonsil yang diperkirakan disebabkan oleh

kuman staphylococcus. 5. Metronidazol merupakan antimikroba yang sangat baik untuk

infeksi anaerob. 6. Tetrasiklin merupakan antibiotika alternatif yang sangat baik

bagi orang dewasa,

Insisi

1. Lakukan anastesi2. Tentukan lokasi insisi3. Menggunakan pisau skalpel no 114. Insisi diperdalam dengan klem dan pus yang keluar

langsung dihisap dengan menggunakan alat penghisap.

5. Setelah cukup banyak pus yang keluar dan lubang insisi yang cukup besar, penderita kemudian disuruh berkumur dengan antiseptik dan diberi terapi antibiotika.

Teknik Aspirasi• Tindakan dilakukan menggunakan semprit 10 ml, dan

jarum no.18 setelah pemberian anestesi topikal (misalnya xylocain spray) dan infiltrasi anestesi lokal (misalnya lidokain).

• Lokasi aspirasi pertama adalah pada titik atau daerah paling berfluktuasi atau pada tempat pembengkakan maksimum.

• Bila tidak ditemukan pus, aspirasi kedua dapat dilakukan 1 cm di bawahnya atau bagian tengah tonsil.

• Tindakan ini jarang berhasil dilakukan pada anak dengan abses peritonsil karena biasanya mereka tidak dapat bekerja sama.

ABSES RETROFARING

• Suatu peradangan yang disertai pembentukan pus pada daerah retrofaring.

• Pada umumnya sumber infeksi pada ruang retrofaring berasal dari proses infeksi di hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal, yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring

Etiologi1. Akut. • Sering pada anak-anak berumur dibawah 4 – 5 tahun. Keadaan ini

terjadi akibat infeksi pada saluran nafas atas seperti pada adenoid, nasofaring, rongga hidung, sinus paranasal dan tonsil yang meluas ke kelenjar limfe retrofaring ( limfadenitis ).

• Orang dewasa terjadi akibat infeksi langsung oleh karena trauma akibat penggunaan instrumen ( intubasi endotrakea, endoskopi, sewaktu adenoidektomi ) atau benda asing.

2. Kronis. • Biasanya terjadi pada orang dewasa atau anak-anak yang lebih tua. • Keadaan ini terjadi akibat infeksi tuberkulosis ( TBC ) pada vertebra

servikalis dimana pus secara langsung menyebar melalui ligamentum longitudinal anterior.

1. Kuman aerob : • Streptococcus beta –hemolyticus group A

( paling sering )• Streptococcus pneumoniae• Streptococcus non – hemolyticus• Staphylococcus aureus • Haemophilus sp 2. Kuman anaerob : • Bacteroides sp• Veillonella• Peptostreptococcus• Fusobacteria

Gejala & Tanda Klinis1. Pada anak :• Demam • Sukar dan nyeri menelan• Suara sengau • Dinding posterior faring membengkak ( bulging ) dan

hiperemis pada satu sisi• Pada palpasi teraba massa yang lunak, berfluktuasi dan

nyeri tekan • Pembesaran kelenjar limfe leher ( biasanya unilateral )• Kekakuan otot leher ( neck stiffness ) disertai nyeri pada

pergerakan• Air liur menetes ( drooling )• Obstruksi saluran nafas seperti mengorok, stridor, dispnea

2. Pada dewasa• Demam • Sukar dan nyeri menelan• Rasa sakit di leher ( neck pain )• Keterbatasan gerak leher • Dispnea

Diagnosis

• Anamnesis • Pemeriksaan klinis • Laboratorium : a. darah rutin : leukositosis b. b. kultur spesimen ( hasil aspirasi ) • Radiologis : foto jaringan lunak leher lateral

Penatalaksanaan1. Mempertahankan jalan nafas yang adekuat2. Medikamentosa • Antibiotik ( parenteral ) clindamycin yang dapat diberikan tersendiri atau dikombinasikan

dengan sefalosporin generasi kedua ( seperti cefuroxime ) atau beta – lactamase – resistant penicillin seperti ticarcillin / clavulanate, piperacillin / tazobactam, ampicillin / sulbactam. Pemberian antibiotik biasanya dilakukan selama lebih kurang 10 hari.

3. Simtomatis4. Bila terdapat dehidrasi, diberikan cairan untuk memperbaiki

keseimbangan cairan elektrolit5. Pada infeksi Tuberkulosis diberikan obat tuberkulostatika.6. Tindakan operatif

Komplikasi

1. obstruksi jalan nafas 2. Ruptur abses : asfiksia, aspirasi pneumoni, abses

paru3. Penyebaran infeksi ke daerah sekitarnya : • a. inferior : edema laring , mediastinitis, pleuritis,

empiema, abses mediastinum • b. lateral : trombosis vena jugularis, ruptur arteri

karotis, abses parafaring • c. posterior : osteomielitis dan erosi kollumna

spinalis

Prognosis

• Prognosis abses retrofaring baik apabila dapat didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak terjadi

• Terjadi mediastinitis, angka mortalitas mencapai 40 - 50% walaupun dengan pemberian antibiotik

• Ruptur arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20 – 40%

• Trombosis vena jugularis mempunyai angka mortalitas 60%.

ABSES PARAFARING

• Abses parafaring adalah kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang parafaring.

Etiologi

• Kuman penyebab biasanya campuran aerob dan anaerob• Abses parafaring ini bisa terjadi melalui 3 cara1. Langsung, yaitu akibat tusukan jarum akibat melakukan

tonsilektomi dengan analgesia. Peradangan terjadi karena jarum suntik telah terkontamiunasi kuman yang menembus lapisan otot tipis (muskulus konstriktor faring superior) yang memisahkan ruang parafaring dari fosa tonsilaris

2. Proses supurasi kelenjar leher limfa bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal, mastoid dan serebra servikal dapat merupakan sumber infeksi untuk terjadinya abses ruang parafaring

3. Infeksi dari ruang peritonsil, retrofaring atau submandibula

PATOGENESIS

• Infeksi abses peritonsil di jaringan peritonsil• Menembus kapsul tonsil• Menyebabkan pus meluas ke arah konstriktor

faring superior• Menuju ruang parafaring• Abses parafaring

Gejala Klinis

1. Demam2. Sakit tenggorok3. ]nyeri saat menelan4. Pembengkakan di leher5. Trismus (mulut menjadi sulit untuk dibuka)

Penatalaksanaan

• Antibiotik• Pembedahan • Dilakukan kultur nanah untuk menentukan

antibiotik apa yg diperlukan