Post on 06-Apr-2018
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
1/14
1
ABORTUS BERULANG
(Recurrent Pregnancy Loss)
PENDAHULUAN
Abortus adalah penghentian kehamilan baik secara spontan maupun disengaja,
sebelum janin berkembang dan dapat bertahan hidup. Secara konvensi, abortus pada
umumnya digambarkan sebagai penghentian kehamilan sebelum kehamilan 20
minggu atau berat bayi kurang dari 500gram. Banyak variabel berbeda yang berlaku
pada aborsi dan sejumlah definisi diperlukan untuk hal tersebut. Jika mengacu pada
definisi abortus secara spontan, maka ditetapkan:
Early abortion terjadi pada kehamilan 12minggu.
Late abortion terjadi pada kehamilan antara 12 hingga 20 minggu.
Threatened abortionmengacu pada perdarahan intrauterin pada kehamilan 20 minggu
dengan atau tanpa kontraksi uterus, tanpa dilatasi serviks, dan tanpa pengeluaran hasil
konsepsi. Selain itu gambrana USG harus menunjukkan adanya tanda kehidupan dari
janin. (1)
Recurrent Pregnancy Loss atau abortus berulang, didefinisikan menurut
kriteria jumlah dan urutan. Aborsi berulang dalam definisi umum, mengacu pada tiga
atau lebih aborsi spontan yang terjadi secara berturut-turut. Prognosis untuk
kehamilan berikutnya pada seorang wanita berkorelasi dengan jumlah aborsi
sebelumnya. Risiko untuk aborsi spontan untuk pertama kalinya adalah sekitar 15%,
dan risiko ini setidaknya dua kali lipat pada wanita yang mengalami aborsi berulang.
Teori populer pada 1930-an dan 1940-an menyatakan bahwa risiko untuk aborsi
spontan pada kehamilan selanjutnya meningkat secara progresif dengan setiap terjadiabortus secara berturut-turut. Perhitungan berdasarkan Malpas dan kemudian oleh
Eastman menyatakan bahwa 3 kali aborsi berturut-turut menunjukkan kecenderungan
meningkatnya resiko aborsi pada kehamilan selanjutnya hingga 73-84,%.(2,3,4)
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
2/14
2
ETIOLOGI
I. Kelainan genetikAbnormalitas kromosom parental
Berdasarkan teknik banding Geisma yang konvensional, sebuah
abnormalitas struktur kromosom orang tua teridentifikasi dalam 3-5%
pasangan yang menderita abortus berulang. Abnormalitas yang paling sering
adalah translokasi balanced atau reciprocal. Sementara pembawa dari
translokasi balanced reciprocal secara fenotip normal, segregasi yang
abnormal pada meiosis menyebabkan gamet mereka antara 50 dan 70% dan
embrionya menjadi tidak seimbang. Perempuan dua kali lipat lebih banyak
daripada laki-laki teridentifikasi sebagai pembawa abnormalitas kromosom
struktural. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan oleh abnormalitas
struktural pada laki-laki lebih terkait dengan sterilitas. Sementara itu
translokasi telah dilaporkan untuk semua kromosom dalam berbagai macam
kombinasi, angka keguguran klinis dan hasil kehamilan yang selanjutnya
belum pernah dilaporkan. (5)
Pada translokasi balanced reciprocal bagian dari dua autosom yang
berbeda terjadi translokasi (tertukar). Pada translokasi balancedRobertsonian,
dua sentrometer dari dua kromosom akrosentrik bergabung menjadi bentuk
kromosom tunggal yang terdiri dari lengan panjang dari dua kromosom yang
terpengaruh; lengan yang pendek(mengandung sedikit atau tidak ada material
genetik yang penting) menghilang. Pada kedua kasus, pembawa translokasi
diseimbangkan secara genetik dan normal secara fenotip. Sayangnya, ketika
oogonia mereka atau spermatogonia mereka mengalami meiosis untuk
membentuk oosit atau sperma haploid, bagian besar dari gamet menjadi tidak
seimbang dan abnormal secara genetik, mengalami defisiensi atau hilangnya
material genetik. Ketika gamet yang tidak seimbang secara kromosom
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
3/14
3
bergabung dengan gamet yang normal dari pasangan yang tidak terkena, hasil
konsepsi akan menjadi trisomi dan/atau monosomi dan hampir akan selalu
mengalami abortus; hasil konsepsi yang tidak seimbang terkadang bisa
selamat, tetapi mereka beresiko tinggi mengalami malformasi dan retardasi
mental.(4)
Menurut teori, seperempat gamet yang dihasilkan oleh pembawa
translokasi resiprokal dapat normal, seperempatnya bisa abnormal tetapi
seimbang, dan setengahnya bisa abnormal dan tidak seimbang, menyebabkan
kemungkinan sebesar 50% hamil normal (hasil konsepsi yang normal atau
seimbang) dan kemungkinan sebesar 50% hamil abnormal (abortus atau
mampu lahir tapi mengalami anomali), dengan asumsi penyatuan dengan
gamet yang normal secara kromosom yang berasal dari pasangan yang tak
terpengaruh. Namun, ketika translokasi robertsonian melibatkan kedua
anggota dari untaian kromosom tunggal, pembawa tidak akan menghasilkan
gamet yang normal karena semuanya akan memiliki 2 salinan atau tidak ada
sainan dari kromosom yang terpengaruh.(4)
Inversi kromosom jarang terjadi dibandingkan translokasi dan
mungkin atau tidak memiliki implikasi reproduksi, bergantung pada ukuran
dan lokasi mereka. Inversi perisentrik(yang melibatkan sentromer) seringkali
tidak menimbulkan konsekuensi klinis; inverse perisentrik pada kromosom 9,
inv (9)(p11q13) sangat umum terjadi sehingga beberapa ahli
mempertimbangkannya sebagai variasi normal. Akan tetapi, persilangan dan
rekombinasi yang dapat terjadi dengan inverse parasentrik (yang tidak
berlokasi pada satu sentromer) seringkali menyebabkan hilangnya materi
genetik yang dapat menyebabkan aborsi atau anomali janin.(4)
Anamnesis mengenai riwayat reproduksi harus dilakukan pada kedua
pasangan, dan pemeriksaan kariotipik harus dilakukan. Pasangan dengan
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
4/14
4
riwayat masalah reproduksi yang lain, seperti KJDR atau anomali kongenital,
lebih besar kemungkinan terkena abnormalitas kromosom struktural balanced.
Jika kecacatannya paternal, inseminasi buatan dengan menggunakan donor
dapat dilakukan. Untuk kecacatan maternal, donor telur dapat difertilisasi
dengan menggunakan sperma suami.(3)
Aneuploidi Janin
Aneuploidi (trisomi atau monosomi) adalah abnormalitas kromosom
yang paling sering teridentifikasi pada manusia dan aneuploidi janin adalah
penyebab tunggal keguguran yang paling sering. Sekitar 30% dari semua
abortus adalah trisomi dan 10% diakibatkan oleh monosomi atau poliploid
kromosom seks. Insidensi janin trisomi meningkat seiring dengan peningkatan
usia ibu, sedangkan monosmi dan poliploid kromosom seks tidak. Beberapa
bukti menyatakan bahwa instabilitas yang berkaitan dengan usia atau
degradasi mekanisme seluler yang mengatur pembentukan dan fungsi meiotic
spindle yang menyebabkan peningkatan insidensi kesalahan segregasi meiotic
dan peningkatan jumlah oosit aneuploid yang cepat pada saat akhir usia
reproduksi. Estimasi terbaik yang tersedia menunjukkan bahwa prevalensi
oosit aneuploid relatif rendah sebelum usia 35( kurang dari 10%) tetapi
meningkat dengan cepat hingga mencapai 30% pada usia 40 tahun, 50% pada
usia 43 tahun, dan hampir 100% setelah usia 45 tahun. Pengamatan-
pengamatan ini memberikan penjelasan yang logis untuk keseluruhan
peningkatan insidensi keguguran yang berkaitan dengan usia dan semakin
tingginya prevalensi aneuploidi pada abortus pada wanita yang berusia
tua.(4,5)
Prevalensi tes persedian ovarium yang abnormal pada wanita dengan
abortus berulang yang tidak dapat dijelaskan lebih tinggi daripada wanita
dengan penyebab abortus berulang yang diketahui lainnya dan setara dengan
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
5/14
5
yang diamati pada populasi wanita infertil. Pengamatan ini menunjukkan
bahwa wanita pada tingkat deplesi folikular ovarium yang telah lanjut
beresiko lebih tinggi mengalami keguguran tanpa memandang usianya.(4)
II. Kelainan pada uterusKelainan anatomi dari serviks, uterus dan badan rahim dan dikaitkan
dengan abortus berulang. Penyebab anatomis mungkin saja kelainan bawaan
atau kelainan yang didapat. Kelainan anatomi adalah penyebab pertama
abortus berulang. Yang termasuk kelainan rahim kongenital, inkompetensi
serviks, leiomyomas submukus, anomali mullerian, kelainan akibat paparan
DES di rahim, dan sindrom Asherman. Kesulitan utama dalam konseling
pasangan disebabkan oleh sekitar 50% wanita dengan cacat uterus tidak
memiliki masalah reproduksi. Uteri bersepta tercatat sebagai penyebab
tersering pada sebagian besar pasien dengan malformasi rahim dan abotus
berulang. Leiomyomas Submucous memiliki presentasi yang lebih kecil
sebagai penyebab abortus berulang. Umumnya abortus yang disebabkan
kelainan anatomis terjadi pada trimester kedua. Interferensi dengan
implantasi, kurangnya pasokan darah yang memadai, dan pembatasan
pertumbuhan merupakan mekanisme yang mungkin terjadi pada abortus
berulang.(3,6)
Inkompetensi serviks
Gambaran klasik dari inkompetensi serviks adalah pelebaran dari
ostium serviks yang menyebabkan abortus, biasanya pada trimester kedua.
Riwayat dilatasi serviks secara mekanik yang berlebihan dan kuretasesebelumnya dapat menjadi penyebab inkompetensi serviks. Saat ini, untuk
sebagian besar kasus, inkompetensi serviks diyakini disebabkan oleh cacat
bawaan pada jaringan serviks.(7)
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
6/14
6
Sindrom Asherman
Biasanya dicurigai karena adanya riwayat dan/atau adanya gambaran
filling defects pada hysterosalpingography. Diagnosis dikonfirmasi dengan
histeroskopi. Adhesi intraurine hampir selalu terkait dengan dilatasi terdahulu
dan kuretase setelah kehamilan. Gejala termasuk ketidakteraturan menstruasi,
infertilitas, dan aborsi berulang. Sindrom ini juga berhubungan dengan
persalinan prematur, plasenta yang abnormal, dan janin abnormal. Banyak
pasien tidak menunjukkan gejala. Pengobatan yang direkomendasikan adalah
lisis dari adhesi selama histeroskopi. Tingkat aborsi telah dilaporkan menurun
sebanyak 80% setelah perawatan yang tepat .(7)
Anomali mulleri
Merupakan kelainan uterus yang disebabkan oleh kegagalan embrionik
saluran reproduksi untuk berkembang. Selama perkembangan embriologik
dari janin wanita normal, saluran mulerian akan berkembang, menjadi saluran
tuba dan membentuk uterus, serviks, dan sepertiga atas vagina. Jika proses ini
tidak terjadi dengan benar, anomali mullerian bisa timbul. Diperkirakan
bahwa abortus dalam anomali disebabkan oleh kurangnya vaskularisasi uterus
dan/atau volume uterus yang terbatas.
a. Septum uterus, terjadi ketika fusi dari saluran-saluran mullerian pasangan terjadi normal, tetapi septum medial antara saluran belum
sepenuhnya diresorbsi. Septums adalah kelainan rahim yang paling
umum didiagnosis pada wanita dengan keguguran berulang.
b. Uterus unicornuate terjadi ketika salah satu dari saluran mulleriangagal untuk berkembang, sehingga terbentuk uterus dengan rongga
yang terbatas.
c. Uterus bicornuate terbentuk karena fusi yang tidak lengkap dari duktusmullerian sehingga menghasilkan dua rongga uterus yang terpisah, dan
bergabung di serviks.
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
7/14
7
d. Didelphys uterus, terjadi karena kegagalan fusi total dari duktusmullerian, tapi diferensiasi normal dari setiap sistem duktus sehingga
terbentuk dua uterus dan serviks yang terpisah, dengan ukuran masing-
masing rongga uterus yang lebih kecil dari uterus normal.(8)
Gambar 1. Tujuh klasifikasi anomali mllerian olehAmerican Society of
Reproductive medicine
(Dikutip dari kepustakaan 9)
III. HormonalDefisiensi progesteron
hCG dan progesteron yang rendah setelah implantasi terjadi akibat
abortus, dan bukan merupakan penyebab abortus. Meskipun tidak ada uji coba
terkontrol secara acak yang memiliki kekuatan statistik yang cukup untuk
mendeteksi manfaat dari penggunaan progesteron supositoria vagina atau
progesteron intramuskular dalam mencegah keguguran, namun meta-analisis
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
8/14
8
dari studi ini menunjukkan ada bukti untuk mendukung terapi progesteron
untuk mengurangi kehilangan kehamilan. Perbedaan antara berbagai-bagai
pencobaan mungkin muncul dari heterogenitas dari penyebab luteal yang
tidak adekuat.(7)
Hormon tiroid yang abnormal
Pemeriksaan abortus berulang yang mencakup evaluasi atas status
tiroid, sebagian besar tidak menunjukkan data yang jelas tentang dampak
hipotiroidisme dan aborsi spontan. Namun, untuk mendeteksi frekuensi
hipotiroidisme yang tinggi dapat dilakukan skrining dengan mendeteksi
tingkat serum TSH.(7)
Diabetes
Diabetes yang terkontrol bukanlah sebuah faktor resiko untuk abortus
berulang. Wanita yang menderita diabetes dengan kontrol metabolik yang
bagus tidak memiliki kemungkinan mengalami keguguran yang lebih besar
daripada wanita yang tidak menderita diabetes, tetapi wanita diabetik yang
mengalami peningkatan level glukosa darah dan glycosylated hemoglobin
(A1C) pada saat trimester pertama mengalami peningkatan resiko terjadinya
abortus spontan yang signifikan. Pada wanita dengan diabetes yang tidak
terkontrol baik, mengalami peningkatan resiko keguguran yang seiring
dengan level A1C hemoglobin. Pada wanita yang menderita abortus berulang,
diindikasikan pemeriksaan glukosa darah dan level AIC hemoglobin pada
mereka yang diketahui atau dicurigai menderita diabetes. Sementara itu
prevalensi auto-antibodi tiroid meningkat diantara wanita dengan abortus
berulang. Angka kelahiran hidup pada wanita dengan abortus berulang yang
memiliki antibodi tiroid sama dengan mereka yang tidak memiliki antibodi
ini.(5)
Sindrom polikistik ovarium (PCOS)
Wanita dengan PCOS mengalami peningkatan kesulitan untuk hamil
dibandingkan dengan wanita lainnya, tetapi hubungan antara PCOS dan
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
9/14
9
abortus berulang masih belum jelas. Beberapa kasus telah menunjukkan
bahwa wanita dengan riwayat abortus berulang meiliki kadar androgen yang
lebih tinggi, baik dengan dan tanpa adanya PCOS. Negara dengan
hiperinsulinemia PCOS dihipotesiskan berperan pada abortus pada awal
kehamilan., dan pada suatu percobaan, pengaturan metformin selama
kehamilan untuk wanita dengan riwayat abortus menunjukkan dapat
mengurangi resiko abortus pada trimester pertama pada wanita dengan PCOS.
Dan pada percobaan lain, lebih dari 200 wanita dengan riwayat abortus
berulang, prevalensi PCOS adalah 40,7%, meskipun angka kelahiran hidup
pada wanita dengan PCOS dibandingkan dengan wanita dengan morfologi
ovarium normal hampir sama, dan tidak satupun peningkatan serum LH atau
testosteron dapat dikaitkan dengan tingkat frekuensi abortus. Kriteria cukup
untuk menentukan wanita dengan PCOS memiliki prognosis yang baik atau
buruk dari kehamilan tetap tidak diketahui.(7)
IV. InfeksiBanyak agen infeksius yang berasal dari serviks, kavitas uteri, atau
cairan mani menjadi faktor penyebab dari aborsi. Meskipun ada bukti bahwa
endometritis klinis yang disebabkan oleh agen menular dapat menyebabkan
aborsi, namun bukti apakah infeksi subklinis dengan mikroorganisme tertentu
atau virus adalah penyebab aborsi spontan. Sebagian besar infeksi bakteri akut
(misalnya, Staphylococcus, Streptococcus, Neisseria gonnorhoeae) dapat
menyebabkan keguguran.(10)
Meskipun Listeria monocytogenes menyebabkan aborsi di beberapa
jenis hewan maupun manusia pada trimester kedua, tidak ada bukti bahwa itu
adalah substansi yang menjadi penyebab aborsi pada wanita pada trimester
pertama. Rabau dan David menemukan tidak ada bukti bakteriologis atau
serologis dari infeksi Listeria pada 554 wanita yang telah abortus, termasuk
74 dengan aborsi berulang, dan Stray-Pedersen tidak dapat mengisolasi
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
10/14
10
organisme ini dari 48 wanita dengan aborsi berulang. Chlamydia trachomatis
adalah patogen menular seksual yang paling sering, tetapi tidak ada bukti
bahwa hal itu menyebabkan aborsi pada wanita tanpa gejala. Infeksi primer
telah dikaitkan dengan kehilangan kehamilan, tetapi tidak berulang.(10)
Banyak virus dapat menyebabkan aborsi jika diperoleh sebagai infeksi
primer pada trimester pertama, namun, tidak menyebabkan abortus jika
merupakan infeksi sekunder. Parvovirus B-19 mungkin embriotoksik pada
trimester pertama, tapi bukan merupakan penyebab abortus berulang.
Demikian pula, infeksi dari varicella, cytomegalovirus, dan rubella dapat
menyebabkan abortus, tetapi tidak menyebabkan abortus berulang. Infeksi
primer dengan virus herpes simpleks di saluran kelamin telah dilaporkan
menyebabkan aborsi. Nahmias dan rekan kerja melaporkan bahwa jika herpes
genital awalnya terjadi pada paruh pertama kehamilan, tingkat aborsi adalah
sekitar 34%. Jika kehamilan terjadi dalam waktu 18 bulan setelah deteksi awal
infeksi herpes, tingkat aborsi adalah 55%. Infeksi berulang dengan herpes
simpleks tidak menyebabkan abortus.(10)
V. Faktor imunFaktor autoimun
Penyakit autoimun seperti lupus eritomatous sistemik adalah gangguan
imunologi yang dapat diidentifikasi dan dapat diobati yang terkait dengan
abortus berulang. Saat ini, pemeriksaan untuk antikoagulan lupus dan
antikadiolipin adalah satu-satunya tes imunologis yang tervalidasi yang
memiliki kegunaan klinis untuk mengevaluasi wanita dengan abortus
berulang.(4)
Faktor alloimun
Pengenalan dan respon imun maternal tidak diragukan lagi memainkan
peranan penting dalam kehamilan yang normal dan gangguan alloimun dapat
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
11/14
11
menyebabkan abortus berulang yang tidak dapat dijelaskan. Saat ini,
disregulasi sitokin pada mekanisme imun yang bekerja pada maternal-fetal
interface adalah mekanisme yang paling mungkin terlibat. Akan tetapi, semua
metode terbaru untuk pemeriksaan alloimunopatologi yang dicurigai,
termasuk pemeriksaan HLA, evaluasi sel imun (kultur mixed limfosit,
pemeriksaan sel natural killer) dan pemeriksaan sitokin (untuk membedakan
mereka pola respon imun dengan t-helper limfosit-1 dan t-helper limfosit-2
dengan antigen trofoblast in vitro) harus dipertimbangkan.(4)
DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis harus dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis
yang menyeluruh, dengan pertanyaan yang spesifik mengenai usia kehamilan yang
pasti pada saat keguguran dan gejala inkompetensi serviks yang mungkin ada.
Pemeriksaan darah yang pertinent mencakup level TSH, tes untuk mendeteksi
aktivitas antikoagulan lupus, dan antibody antifosfolipid. Jika pasiennya menderita
diabetes, pemeriksaan A1C hemoglobin berguna untuk memperlihatkan level control
glukosa. Pemeriksaan hysterosalpingogram atau sonohysterogram harus dilakukan
untuk mendiagnosa anomali uterus. Jika pemeriksaan ini memperlihatkan tidak ada
abnormalitas, kariotipe parental dapat dilakukan. Namun, pemeriksaan ini sangat
mahal, dan hanya memberikan sedikit perubahan pada pengelolaan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain anamnesis rutin dan pemeriksaan fisis, beberapa pemeriksaan dibawah
ini dapat berguna:
y Dapatkan pemeriksaan kariotipik dari kedua orang tua. Pengaturan ulangkromosom secara struktural pada pasangan dengan abortus berulang adalah
sebesar 5,34%
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
12/14
12
y Lakukan hysterosal pingogram, histeroskopi, atau laparaskopi untukmenghapuskan kemungkinan adanya abnormalitas anatomi dari saluran
reproduksi.
y Minta pemeriksaan laboratorium untuk T3, T4, TSH, pemeriksaanabnormalitas glukosa (1 atau 2 jam post prandial), SMA, dan antibodi
antinuclear atau antibodi pada DNA untaian ganda.
y Biopsi endometrium pada saat fase luteal, atau dapatkan serum progesteronuntuk menilai korpus luteum, atau lakukan keduanya
y Lakukan pemeriksaan jaringan sevikal atau endometrium denganmenggunakan pemeriksaan kultur untukListeria monocytogenes, Chlamydia,
mycoplasma, U. urealyticum, Neisseiria gonorrhoeae,cytomegalovirus, dan
herpes simpleks dan titer serum untukTreponema pallidum, Brucella abortus,
dan Toxoplasma gondii. (1)
PENGOBATAN
Terapi yang diberikan harus sesuai dengan pemeriksaan dan diagnosis yang
ditegakkan.
y Abnormalitas genetik.Jika telah ditetapkan bahwa salah satu anggota pasangan memiliki translokasi
kromosom seimbang, terdapat beberapa pilihan:
1. Pasangan tersebut dapat terus melanjutkan usahanya untuk hamil tanpa bantuan konsepsi buatan. Jika hanya salah satu saja orang yang
mengalami translokasi seimbang, masih ada kemungkinan terjadinyakonsepsi normal yang spontan
2. Fertilisasi in vitro dan diagnosis preimplantasi genetik untukmenentukan embrio normal untuk konsepsi
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
13/14
13
3. Donor gamet dapat digunakan yang dikombinasikan denganpengobatan fertilitas.
(8)
y Abnormalitas anatomi pada saluran reproduksiGunakan pengangkatan polip atau septum uterus secara histereskopik, operasi
uterus (misal, prosedur Jones, Tompkins, Strassman, miomektomi), cervical
cerclage(abdominal atau vaginal), atau rekonstruksi servikal.
y Abnormalitas hormonKetika terjadi defisiensi, berikan tiroid, progesteron, atau klomifen sitrat. Dan
juga, mungkin perlu untuk mengobati hiperprolaktinemia dan
hiperandrogenisme.
y Faktor imunologisPenggunaan limfosit paternal yang dimurnikan masih dipertanyakan dan yang
sedang meningkat, immunoglobulin intravena menunjukkan sebagai
pengobatan yang potensial untuk keterkaitan imunologis dengan abortus
berulang. Terapi yang lain meliputi heparin, aspirin, dan keduanya.
Prednisone (saja dan dikombinasikan dengan aspirin) mungkin diperlukan
untuk mengobati keadaan yang mendasarinya, tetapi sudah banyak digantidengan terapi heparin dan aspirin.
y Obati gangguan sistemik secara tepat dengan menggunakan terapi yangspesifik untuk penyakit tertentu.
y Ciptakan lingkungan yang paling kondusif agar bisa hamil. Hal inimelibatkan: hentikan pemakaian zat fetotoksin (misal, alcohol, rokok,
kokain), mengurangi stress, dan penggunaan asam folat sebelum terjadinya
kehamilan
KESIMPULAN
Aborsi berulang, mengacu pada tiga atau lebih aborsi spontan yang terjadi
secara berturut-turut. Lebih dari 50% wanita dengan abortus berulang, belum
8/3/2019 Abortus Recurrent Fix
14/14
14
diketahui penyebabnya. Etiologi paling sering dari abortus berulang adalah anomali
kromosom. Studi sitogenetika spesimen aborsi telah menunjukkan anomali
kromosom pada 20% sampai 60% dari abortus. Sekitar 95% dari kromosom janin
abnormal kurang dari 8 minggu usia perkembangan. Tidak ada penanganan secara
umum untuk abortus berulang. Penanganan disesuaikan dengan etiologi dari abortus
tersebut.