Post on 07-Aug-2015
HUKUM KESEHATAN
ABORSI (ABORTUS)
Nama Kelompok:
- Arod Fandy 1103005123 (46)
- Therisya Karmila 1103005101 (26)
- M. Arda Billy 1103005104 (29)
- Santhi Kartikasari 1103005109 (34)
- Sisca Anggraeni 1103005108 (33)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012
Pengertian Aborsi
Menurut hukum yang berlaku di Indonesia, aborsi atau pengguguran janin termasuk
kejahatan, yang dikenal dengan istilah “Abortus Provocatus Criminalis”.
Di dalam buku Etika & Hukum Kesehatan yang dikarang oleh Prof. Dr. Soekidjo
Notoatmodjo dijelaskan bahwa aborsi adalah keluarnya atau dikeluarkannya hasil konsepsi
dari seorang ibu sebelum waktunya. Aborsi atau abortus dapat terjadi secara spontan dan
aborsi buatan. Aborsi secara spontan merupakan mekanisme alamiah keluarnya hasil
konsepsi yang abnormal, sedangkan abortus buatan yang juga disebut terminasi kehamilan.
Dalamduniakedokterandikenal 3 macamaborsi, yaitu:
1. AborsiSpontan / Alamiah
2. AborsiBuatan / Sengaja
3. AborsiTerapeutik / Medis
Aborsis pontan / alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan
karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma, sedangkan
Aborsi buatan / sengaja adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu
sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun sipelaksana
aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
Aborsi terapeutik / medis adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas
indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit
darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik
calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang
matang dan tidak tergesa -gesa.
Dasar Hukum Aborsi
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang KesehatanPasal 15 ayat
(1) dan (2)
Pasal 15 ayat (1) “Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
hamil atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu.”
Pasal 15 ayat (2) “Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya
dapat dilakukan :
1. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
2. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan
dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim
ahli.
3. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
4. Pada sarana kesehatan tertentu.”
Pada penjelasan UU Kesehatan pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
1. Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang,
karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma
kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu
atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
Butir a: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil
tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu ibu hamil dan janinnya
terancam bahaya maut.
Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang
memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan
dan penyakit kandungan.
Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan (informed consent) ada pada ibu hamil
yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan
persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya.
Butir d: Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan
peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk pemerintah.
Kapan seorang wanita diperbolehkan melakukan aborsi?
UU Kesehatan:
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:
a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat
bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di
luar kandungan; atau
b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban
perkosaan.
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 76
Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.
Oleh sebab itu di mana hukum memperbolehkan pelaksanaan pengguguran terapetis, atau
pembuatan UU ke arah itu sedang dipikirkan, & hal ini tidak bertentangan dengan
kebijaksanaan dari ikatan dokter nasional, serta dimana dewan pembuat undang-undang itu
ingin atau mau mendengarkan petunjuk dari profesi medis, maka prinsip-prinsip berikut ini
diakui:
a. Pengguguran hendaklah dilakukan hanya sebagai suatu tindakan terapetis.
b. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan seyogyanya sedapat mungkin disetujui
secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka.
c. Prosedur itu hendaklah dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten dalam instalasi-
instalasi yang disetujui oleh suatu otoritas yang sah.
d. Jika seorang dokter merasa bahwa keyakinan hati nuraninya tidak mengizinkan dirinya
menganjurkan atau melakukan pengguguran, ia berhak mengundurkan diri & menyerahkan
kelangsungan pengurusan medis kepada koleganya yang kompeten.
Aspek hukum pada aborsi mengenai :
1. Wanita yang menggugurkan kandungan;
2. Orang lain yang menggugurkan kandungan si wanita (bisa dokter, atau tenaga medis
lainnya, dan juga dukun beranak, atau orang lain);
3. Orang lain yang membantu atau turut serta menggugurkan kandungan si wanita;
4. Orang yang menyuruh menggugurkan kandungan si wanita.
Beberapa pasal yang terkait adalah :
Pasal 229
1. Barang siapadengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati,
dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobata itu, hamilnya dapat
digugurkan , diancam dengan pidana penjara paling banyak 4 tahun atau denda paling banyak
tiga ribu rupiah
2. Jika yang bersalah membuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan
perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan, atau
juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga
3. Jika yang bersalah melakukan hal tersebut, dalam menjalani pencarian maka dapat dicabut
haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 341
Seorang ibu karena takut, akan ketahuan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan atau
tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam, karena
membunuh anak sendiri, dengan pidana paling lama 7 tahun
Pasal 342
Seorang ibu, untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut akan ketahuan bahwa
melahirkan anak. Pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, sengaja merampas
nyawa anaknya, diancam, karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan penjara,
dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun
Pasal 343
Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan342 dipandang, bagi orang lain yang turut
serta melakukan, sebagai pembunuhan atau pembunuhan dengan rencana.
Pasal 346
Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh ornag lain untu ktu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 347
1. Barang siapa menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
1. Barang siapa menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara
paling lama tutjuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang tabib, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut pasal
346, ataupun melakukan ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan yang
diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat
ditambah dengan spertiga dan dapat di cabut hak untuk menjalankan pencarian dalam mana
kejahatan dilakukan.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh
orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2. Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa
persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil
tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila
ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter,
bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk
berpraktik dapat dicabut.
5. Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta
mempertahankan hidupnya.
Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang dokter
melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam
prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan
yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
Yang menerima hukuman adalah:
1. Ibu yang melakukan aborsi
2. Dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi
3. Orang-orang yang mendukung terlaksananya aborsi
Contoh kasus :
Tersangka kasus aborsi dirawat di RSPC
Sabtu, 17 Maret 2012 15:15 WIB
Cilacap (ANTARA News) - Tersangka kasus dugaan praktik aborsi, dokter RD, menjalani
perawatan intensif di Rumah Sakit Pertamina Cilacap (RSPC).
"Yang bersangkutan masuk Ruang Emergency pada hari Jumat (16/3) pukul 06.00 WIB,
dengan keluhan nyeri dada dan langsung mendapat perawatan di ICU," kata Manajer Umum
RSPC, Soerijanto, di Cilacap, Sabtu.
Kendati demikian, dia mengaku belum mengetahui diagnosis penyakit yang dialami dokter
RD.
"Itu kewenangan dokter yang menanganinya. Hingga saat ini yang bersangkutan masih
dirawat di ICU," kata dia menegaskan.
Secara terpisah, Kepala Humas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilacap Atiyah Maryani
mengakui, pihaknya menerima permintaan dari penyidik Kepolisian Resor Cilacap untuk
melakukan visum terhadap seorang perempuan yang menjadi pasien dokter RD.
Menurut dia, visum tersebut ditangani oleh tiga dokter spesialis kandungan/kebidanan RSUD
Cilacap.
"Hasil visum telah kami serahkan kepada penyidik," katanya.
Disinggung mengenai hasil visum tersebut, dia mengatakan, pihaknya tidak berwenang untuk
mempublikasikannya.
"Itu wewenang penyidik," kata dia menegaskan.
Sementara itu, Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cilacap Nono S mengatakan, pihaknya
masih menunggu proses hukum terkait kasus yang dihadapi dokter RD.
Menurut dia, pihaknya akan merekomendasikan pencabutan izin praktik dokter RD jika
terbukti bersalah.
"Kami telah menyampaikan permasalahan ini kepada IDI pusat," katanya.Hal yang sama juga
disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap Bambang Setiyono. Pihaknya
masih menunggu proses hukum sebelum mencabut izin praktik dokter RD.
DAFTAR PUSTAKA
Prawirohardjo Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Yunanto Ari dan Helmi. 2010. Hukum Pidana Malpraktik Medik. Yogyakarta: Andi
Yogyakarta.
Notoatmodjo Soekidjo. 2010. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Chadha, P. Vijay.1995. Catatan kuliah ilmu forensic & toksikologi (Hand book of forensic
medicine & toxicology Medical jurisprudence). Jakarta : Widya Medika.
UU Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan.
UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.