Post on 06-Mar-2019
33
(FT-UTP)
Surakarta.
diusulkan
bershelter terbuka
permanen, lainnya
bertenda bongkar-
pasang
5 Analisa
Kebijakan
Penataan
Pedagang Kaki
Lima Dari
Perspektif
Kebijakan
Deliberatif
Winarti, 2012
Jurnal Ilmiah
pendekatan
kualitatif. dianalisa
seperti apa yang
dikemukakan oleh
Strauss dan Corbin
(1990:46) dalam
Grounded theory .
Keberadaan suatu
organisasi masih lebih
banyak berfungsi
sebagai mengorganisir
dan mengatur
keberadaan pedagang
kaki lima, sehingga
dalam kondisi yang
sangat diperlukan (
seperti saat krisis
ekonomi) organisasi
yang ada tidak mampu
melakukan
pemberdayaan
(empowerment)
para anggotanya.
6 Tinjauan
Keberadaan
Pedagang Kaki
Lima (Pkl),
Aspek Pedestrian
Area, Dan Parkir
Di Kawasan
Solo Grand Mall
(SGM)
Danoe
Iswanto, 2007
Jurnal Ilmiah
Perancangan
Kota dan
Permukiman
ENCLOSUR
E Volume 6
No. 2. Juni
2007
Analisa kualitatif
dengan pendekatan
skenario planning
Beberapa hal yang
terkait adalah
mengenai jalur
pedestrian, parkir, dan
alternatif bagi ruang
pedagang kaki lima.
Keberadaan tiga hal
tersebut cukup penting,
karena termasuk aspek
dalam perancangan
kawasan.
3 METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 70% ditopang oleh sektor informal
(Gusman, 2013). Salah satu bentuk kegiatan sektor informal adalah tumbuh dan
berkembangnya kegiatan pedagang kaki lima (PKL) di perkotaan, termasuk
didalamnya adalah Kota Bogor. Kota Bogor merupakan salah satu dari kawasan
Jabodetabekpunjur, secara regional menjadi kawasan yang strategis. Pola hubungan
Jakarta – Bogor memberikan peluang tumbuhnya PKL terutama di pusat-pusat
kegiatan seperti terminal dan stasiun. Selain itu, Kota Bogor yang berada di tengah
wilayah Kabupaten Bogor menambah peluang perkembangan tersebut semakin
besar.
Keberadaan PKL di Kota Bogor memiliki 2 sisi pandangan. Dari sisi positif,
bahwa PKL merupakan upaya masyarakat untuk dapat berkontribusi dalam ekonomi.
Aliran barang dan uang memberikan kontribusi terhadap dinamika ekonomi kota,
34
walaupun belum ada data yang menunjukkan besaran kontribusinya. Selain itu, PKL
telah menjadi bagian dari masalah pengangguran yang dihadapi Kota Bogor. PKL
banyak menyerap tenaga kerja. Namun disisi yang lain, karakter PKL yang berjualan
di ruang-ruang publik seperti trotoar, taman, maupun badan jalan telah menimbulkan
efek negatif terhadap estetika kota. Selain itu, akibat tidak tertatanya lapak-lapak
PKL yang berjualan menampakkan kekumuhan. Belum lagi, ruang milik jalan yang
seharusnya digunakan oleh pengendara menjadi lebih sempit, yang berdampak
terhadap kemacetan lalu lintas.
Melihat adanya potensi dan masalah yang ditimbulkan oleh keberadaan PKL,
maka Pemerintah Kota telah mengeluarkan kebijakan mengenai penataan PKL
berupa Peraturan Daerah nomor 13 tahun 2005 tentang Penataan Pedagang Kaki
Lima. Namun setelah 9 tahun kebijakan tersebut dikeluarkan hingga saat ini belum
menunjukkan hasil, terutama di kawasan prioritas penanganan. Tentunya hal ini
memerlukan keterlibatan berbagai pihak untuk dapat berkontribusi terhadap penataan
dan pemberdayaan PKL. Pendekatan-pendekatan yang telah dilakukan selama ini
perlu di evaluasi untuk mendapatkan gambaran efektivitas penanganan. Selain itu,
perlu dilakukan pemetaan yang didasarkan pada kondisi riil di lapangan agar
diketahui secara lebih detail tentang karakteristik PKL dimasing-masing lokasi,
terutama lokasi prioritas penanganan PKL.
Kondisi karakteristik dilapangan dan efktivitas kebijakan yang telah
dilaksanakan, dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam penataan PKL di Kota
Bogor. Langkah yang telah diambil oleh Pemerintah Kota Bogor selama ini (LKPJ
Walikota Bogor, 2012), antara lain :
1. Penataan Lokasi PKL
a. Penegasan titik lokasi PKL, berikut dengan pengaturan jenis komoditas,
model desain berjualan, dan waktu berjualan.
b. Mewajibkan pengembang menyediakan pasar tradisional skala lingkungan di
perumahan-perumahan
c. Mewajibkan pusat perbelanjaan modern menyediakan ruang untuk PKL
khususnya makanan dengan insentif yang menarik
d. Meredesain pasar yang ada agar nyaman bagi penjual dan pembeli khususnya
komoditas hasil pertanian
e. Pendataan regristrasi PKL untuk pengendalian jumlah PKL, dengan
memberikan tanda khusus resmi
2. Penertiban PKL
a. Penertiban PKL yang lebih tegas diluar lokasi titik PKL (strickly forbidden
area) khususnya di jalan arteri dan kolektor
b. Target penertiban PKL yakni 6 titik lokasi
5) Pembinaan PKL
a. Pembinaan dan penyuluhan peningkatan disiplin PKL
b. Pembinaan dan pemantauan kebersihan, keamanan dari komoditas yang dijual
PKL dengan target 300 PKL
Berdasarkan uraian diatas, kerangka pemikiran kajian disusun sebagaimana Gambar
2.
35
gambar Kerangka Pemikiran
Gambar 2 Kerangka Pemikiran
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di lokasi prioritas pembinaan PKL di Kota
Bogor, sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Bogor nomor 13 tahun
2005 tentang Penataan PKL, salah satunya yaitu di Jalan Dewi Sartika Bogor.
Pemilihan dilakukan secara purposif sesuai dengan maksud dan tujuan kajian ini.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juni sampai September 2014. Kegiatan
yang dilakukan meliputi persiapan penelitian, pengumpulan data dan informasi,
pengolahan data dan analisis data, serta penulisan dan konsultasi.
Jenis dan Sumber Data
Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian survei, yaitu
penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner
sebagai alat pengumpul data utama. Menurut Durianto et al (2001), penelitian survei
Perkembangan Ekonomi Kota Bogor
Sektor Formal Sektor Informal
Pedagang Kaki Lima
(PKL) Kota Bogor Analisis Deskriptif
Karakter PKL
Persepsi Masyarakat
Penataan PKL
Di Kota BogoR
Indentifikasi Faktor-
Faktor Internal
Indentifikasi Faktor-
Faktor Eksternal
Matriks EFE Matriks IFE
Alternatif Strategi Penataan
PKL
Strategi Penataan PKL Di Kota
Bogor
Analytic Hierarchy
Process (AHP)
Program Penataan & Pemberdayaan PKL Di
Kota Bogor
Analisis SWOT
36
adalah metode penelitian deskriptif yaitu metode penelitian untuk membuat
gambaran suatu kejadian. Metode survei dilakukan bila data yang dicari sebenarnya
sudah ada di lapangan atau obyek penelitiannya telah jelas.
Data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder, baik yang
bersifat kualitatif maupun kuantitatif, yaitu:
a. Data Primer. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan
mengenai kondisi riil PKL dan hasil pengisian kuesioner dari responden
penelitian. Data primer yang digunakan berupa pemberian kuesioner kepada
subyek penelitian dengan wawancara secara intensif dan mendalam (in-depth
interview).
b. Data Sekunder. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait yaitu Kantor
Koperasi dan UMKM Kota Bogor, Satpol PP Kota Bogor, PD Pasar Pakuan Jaya,
dan pihak-pihak lain yang relevan dengan penelitian. Data sekunder yang
digunakan berupa Kota Bogor dalam Angka, kajian dan pemetaan PKL di Kota
Bogor, Masterplan Penataan PKL dan data penunjang lainnya.
Tabel 6 Metode pengumpulan data
No Jenis Data
Metode
Pengumpulan
Data
Sumber
1 Data Primer
a. Jumlah PKL di lokasi
b. Pemetaan Jenis Usaha
c. Keuangan PKL
d. Organisasi PKL
e. Aspirasi Penataan PKL
Survey
Lokasi
Kuesioner
Kuesioner
Kuesioner
PKL
PKL
PKL
PKL
PKL & Masyarakat
2 Data Sekunder
a. Kondisi Umum Kota Bogor
b. Data PKL Kota Bogor
c. Rencana Tata Ruang Wilayah
d. Peraturan/Kebijakan tentang
PKL
e. Peta
f. Kajian/Studi PKL
Studi Pustaka
Studi Pustaka
Studi Pustaka
Studi Pustaka
GIS
Studi Pustaka
BPS dan Bappeda
Kantor Koperasi &
UMKM
Bappeda
Bagian Hukum
Bappeda
Kantor Koperasi &
UMKM
Data/informasi yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh dengan
beberapa cara di bawah ini :
a. Observasi, yaitu pengamatan kondisi lapangan secara langsung.
b. Studi literatur, yaitu mendalami berbagai informasi penting seperti literatur dan
teori yang berkaitan budaya kerja, organisasi, manajemen sumberdaya manusia,
dan hasil-hasil penelitian terdahulu.
c. Wawancara dan pengisian kuesioner, yaitu pengumpulan fakta dan data dengan
cara melakukan Wawancara dan pengisian kuesioner secara intensif dan
mendalam, terstruktur dan sistematis.
37
Tabel 7 Aspek yang diteliti, variabel, sumber data, dan teknik pengumpulan data
N
o
Aspek Variabel Sumber Data Teknik
Pengumpulan
Data
1 Sosial Ekonomi
PKL Jumlah PKL
Jenis Usaha
Keuangan PKL
Kelembagaan PKL
Lokasi Penempatan
Kondisi lapangan,
Kantor Koperasi
UMKM,Bappeda,
PKL
Studi Pustaka
dan
Kuesioner
2 Regulasi/Kebija
kan Pemerintah Rencana Tata Ruang
Rencana Strategis
Kota
Rencana Penataan
PKL
Bappeda, Kantor
Koperasi dan
UMKM, Satpol
PP
Studi
Pustaka,
Wawancara
3 Prioritas dan
Strategi
Pembinaan PKL
Pandangan PKL
Pandangan
Pemerintah
Pandangan DPRD
Pandangan
Masyarakat
Pandangan
Akademisi/Pengama
t
PKL, Bappeda,
Kantor Koperasi
dan UMKM,
DPRD,
Masyarakat,
Adkademisi
Kuesioner
Metode Pengambilan Sampel
Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif untuk identifikasi
karakter PKL dan persepsi masyarakat, metode SWOT untuk identifikasi dan analisis
faktor-faktor internal dan eksternal, dan metode Analitycal Hirarki Process (AHP)
untuk analisis alternatif strategi.
Untuk analisis deskriptif tentang karakteristik PKL di Jalan Dewi Sartika,
populasi PKL yang dipilih antara lain pedagang di Jalan Dewi Sartika sebanyak 50
PKL dari jumlah 323 PKL (Kantor Koperasi dan UMKM, 2014). Sedangkan untuk
masyarakat dipilih 50 orang secara acak.
Sementara untuk analisis SWOT dan AHP, sampel ditentukan sebanyak 7
orang yang terdiri dari :
1. Unsur anggota DPRD Kota Bogor
2. Asisten Walikota Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan
3. Bappeda Kota Bogor
4. Kantor Satpol PP
5. Kantor Koperasi dan UMKM
6. Koordinator Paguyuban PKL Kota Bogor
7. Koordinator PKL Jalan Dewi Sartika
38
Pada pengambilan sampel dilakukan 2 kali dengan aktor yang sama untuk informasi
yang terkait analisis SWOT dan untuk analisis AHP.
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif Karakteristik PKL di Jalan Dewi Sartika
Analisis deskriptif tentang karakteristik PKL didapatkan dari pengolahan data
yang didapat dari hasil kuesioner yang telah didapat dari hasil pengisian oleh 50 PKL
di Jalan Dewi Sartika. Pengolahan data deskriptif menggunakan perangkat lunak
SPSS versi 10.
Analisis deskriptif karakteristik PKL sangat diperlukan untuk mengetahui
gambaran tentang profil PKL di Jalan Dewi Sartika, pola berdagang, permodalan dan
saran terhadap penataan PKL oleh pemerintah. Gambaran tentang PKL ini akan
membantu pada pola pendekatan terhadap penataan PKL di Jalan Dewi Sartika.
Analisis Deskriptif Persepsi Masyarakat tentang PKL di Jalan Dewi Sartika
Analisis deskriptif tentang persepsi masyarakat terhadap PKL didapatkan dari
pengolahan data yang didapat dari hasil kuesioner yang telah didapat dari hasil
pengisian oleh 50 masyarakat yang memandang berkembangnya PKL di Jalan Dewi
Sartika. Pengolahan data deskriptif menggunakan perangkat lunak SPSS versi 10.
Analisis deskriptif terhadap persepsi masyarakat sangat diperlukan untuk mengetahui
gambaran tentang tanggapan masyarakat terhadap keberadaan PKL di Jalan Dewi
Sartika, harapan dan saran terhadap penataan PKL oleh pemerintah.
Penentuan Indikator Faktor-Faktor Internal dan Faktor-Faktor Eksternal
Agar penelitian lebih terfokus dan tepat dalam pengidentifikasian faktor-faktor
internal (kekuatan dan kelemahan) dan pengidentifikasian faktor-faktor eksternal
(peluang dan ancaman) harus ditentukan dahulu indikator yang termasuk dalam
faktor internal dan eksternal.
Dalam penelitian yang mengkaji strategi penataan PKL di Jalan Dewi Sartika
Kota Bogor, yang menjadi faktor internal adalah pemangku kepentingan dalam
pengambilan kebijakan tentang keberadaan PKL di Kota Bogor yaitu Pemerintah
Kota Bogor, yang didalamnya terdapat beberapa SKPD yang memiliki Tupoksi
penanganan PKL, aspek pembiayaan atau pengaanggaran, aspek regulasi atau
kebijakan. Sedangkan yang menjadi faktor eksternal adalah pemangku kepentingan
yang langsung bersentuhan dengan aktivitas PKL yaitu pedagang atau PKL itu
sendiri, paguyuban atau komunitas PKL, masyarakat sebagai pembeli yang
berinteraksi dengan PKL, dan aktor-aktor pada sistem yang berlangsung dalam
perkembangan PKL di Kota Bogor. Indikator internal dan eksternal dapat dilihat
pada Gambar 3.
39
Gambar 3 Indikator Faktor Internal dan Eksternal Strategi
Pemberdayaan PKL di Kota Bogor
Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor
Evaluation)
Matriks IFE bertujuan untuk mengidentifikasi faktor lingkungan internal dan
mengukur sejauh mana kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam
mengembangkan pembinaan PKL di Kota Bogor, sedangkan matriks EFE bertujuan
untuk mengidentifikasi faktor lingkungan eksternal dan mengukur sejauh mana
peluang dan ancaman yang di hadapi dalam mengembangkan pembinaan PKL di
Kota Bogor.
Tahap-tahap yang dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor kunci dalam
matriks IFE dan EFE adalah sebagai berikut :
a. Identifikasi Faktor – Faktor Internal dan Eksternal
Langkah awal yang dilakukan adalah mengidentifikasi faktor internal yaitu
mendaftarkan semua kekuatan dan kelemahan yang dimiliki dalam pembinaan
PKL di Kota Bogor. Daftarkan kekuatan terlebih dahulu, baru kemudian
kelemahan. Identifikasikan faktor eksternal dengan melakukan pendaftaran semua
peluang dan ancaman dalam pembinaan PKL di Kota Bogor. Daftarkan peluang
terlebih dahulu baru kemudian ancaman. Daftar harus spesifik dengan
menggunakan persentase, rasio atau angka perbandingan. Hasil kedua identifikasi
faktor – faktor diatas menjadi faktor penentu eksternal dan internal yang
selanjutnya akan diberi bobot.
b. Penentuan Nilai Bobot Variable
Pemberian bobot setiap faktor dimulai dengan hasil survey dari responden
dengan skala mulai dari 1 (tidak penting/kelemahan utama), 2 (kurang
penting/kelemahan kecil), 3 (penting/kekuatan kecil), dan 4 (sangat
penting/kekuatan utama) terhadap faktor-faktor internal dan dan skala dari 1
(tidak penting/tidak berpengaruh), 2 (kurang penting/kurang berpengaruh) 3
(penting/kuat pengaruhnya), dan 4 (sangat penting/sangat kuat pengaruhnya).
Terhadap faktor-faktor eksternal yang sudah didaftarkan. Kemudian Penentuan
bobot akan dilakukan dengan menjumlahkan nilai skala dengan jumlah responden
yang telah memilih skala tersebut. Setelah jumlah didapat dibagi dengan jumlah
responden sehingga didapat angka rata-rata nilai dan kemudian dibagi total bobot
faktor-faktor internal dan total bobot faktor-faktor eksternal untuk mendapatkan
nilai bobot.
Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9
Faktor Internal
Pemerintah Kota
Bogor (SKPD-
SKPD)
Faktor Eksternal
1. PKL
2. Paguyuban/ Komunitas
PKL
3. Masyarakat
4. Aktor-aktor pada
sistem PKL
40
Tabel 8 Penentuan nilai bobot faktor strategis internal
Tabel 9 Penentuan nilai bobot faktor strategis eksternal
No. Faktor Strategis
Eksternal
Bobot Rata-
rata
Nilai
Bobot 1 2 3 4 N Jumlah
Jumlah
c. Penentuan Rating
Penentuan rating yang dilakukan oleh masing-masing responden,
selanjutnya akan disatukan dalam matriks gabungan IFE dan EFE. Untuk
memperoleh nilai rating pada matriks gabungan dilakukan dengan menggunakan
metode rata-rata dan setiap hasil yang memiliki nilai desimal akan dibulatkan.
Adapun ketentuan pembulatan dalam matriks gabungan ini adalah jika pecahan
desimal berada pada kisaran dibawah 0,5 (<0,5) dibulatkan kebawah, jika hasil
rating diperoleh hasil desimal dengan nilai sama atau diatas 0,5 (>0,5) dibulatkan
keatas. Pembulatan ini tentunya tidak akan mempengaruhi hasil perhitungan
secara signifikan.
Selanjutnya dilakukan penjumlahan dari pembobotan yang dikalikan dengan
rating pada tiap faktor untuk memperoleh skor pembobotan. Jumlah skor
pembobotan berkisar antara 1,0 – 4,0 dengan rata-rata 2,5. Jika jumlah skor
pembobotan IFE dibawah 2,5 maka kondisi internal pembinaan PKL di Kota
Bogor lemah. Untuk jumlah skor faktor eksternal berkisar 1,0 – 4,0 dengan rata-
rata 2,5. Jika jumlah skor pembobotan EFE 1,0 menunjukkan pembinaan PKL di
Kota Bogor tidak dapat memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada.
Jumlah skor 4,0 menunjukkan pembinaan PKL di Kota Bogor merespon peluang
maupun ancaman yang dihadapinya dengan baik.
Analisis Matriks SWOT
SWOT adalah singkatan dari kekuatan (Strengths) dan kelemahan
(Weaknesses) lingkungan internal suatu daerah serta peluang (Opportinities) dan
ancaman (Threats) lingkungan ekternal yang dihadapi daerah. Analisis SWOT
merupakan alat untuk memaksimalkan peranan faktor yang bersifat positif,
meminimalisasi kelemahan yang terdapat dalam tubuh organisasi dan menekan
dampak ancaman yang timbul. Hasil analisis SWOT berupa sebuah matriks yang
terdiri dari empat kuadran. Masing-masing kuadran merupakan perpaduan strategi
No. Faktor Strategis
Internal
Bobot Rata-
rata
Nilai
Bobot 1 2 3 4 N Jumlah
Jumlah
41
antar faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan
ancaman).
Faktor-faktor strategis eksternal dan internal merupakan pembentukan
matriks SWOT. Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk
membantu pemerintah dalam hal ini mengembangkan empat tipe strategi. Matriks
SWOT terdiri dari sembilan sel, yaitu empat sel faktor (S,W,O dan T), empat sel
alternatif strategi dan satu sel kosong.
Terdapat delapan tahapan dalam membentuk matriks SWOT, yaitu :
1) Tentukan faktor-faktor peluang eksternal daerah
2) Tentukan faktor-faktor ancaman eksternal daerah
3) Tentukan faktor-faktor kekuatan internal daerah
4) Tentukan faktor-faktor kelemahan internal daerah
5) Sesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan
strategi S-O
6) Sesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal untuk mendapatkan
strategi W-O
7) Sesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan
strategi S-T
8) Sesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal untuk mendapatkan
strategi W-T
Analytical Hierarchy Process(AHP)
Perumusan strategi pembinaan PKL dilokasi prioritas penanganan dilakukan
dengan metode Analytical Hierarchy Process(AHP). AHP merupakan salah satu
model untuk pengambilan keputusan yang dapat membantu kerangka berpikir
manusia. Metode ini dikembangkan oleh Thomas L., Saaty ahli matematika yang
dipublikasikan pertama kali dalam bukunya The Analytical Hierarchy Process tahun
1980. AHP merupakan alat pengambil keputusan yang menguraikan suatu
permasalahan kompleks dalam struktur hirarki dengan banyak tingkatan yang terdiri
dari tujuan, kriteria, dan alternatif.
Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan
persepsi manusia sebagai input utamanya. Aksioma-aksioma pada model AHP:
1. Resiprocal Comparison, artinya pengambil keputusan harus dapat membuat
perbandingan dan menyatakan preferensinya. Preferensi tersebut harus memenuhi
syarat resiprocal yaitu kalau A lebih disukai daripada B dengan skala x, maka B
lebih disukai daripada A dengan skala 1/x.
2. Homogenity, artinya preferensi seseorang harus dapat dinyatakan dalam skala
terbatas atau dengan kata lain elemen-elemennya dapat dibandingkan satu sama
lain. Kalau aksioma ini tidak terpenuhi maka elemen-elemen yang dibandingkan
tersebut tidak homogeneity dan harus dibentuk suatu „cluster‟ (kelompok elemen-
elemen) yang baru.
3. Independence, artinya preferensi dinyatakan dengan mengasumsikan bahwa
kriteria tidak dipengaruhi oleh alternatif-alternatif yang ada melainkan oleh
obyektif keseluruhan. Ini menunjukkan bahwa pola ketergantungan dalam AHP
adalah searah ke atas, artinya perbandingan antara elemen-elemen pada tingkat di
atasnya.
4. Expectation, artinya untuk tujuan pengambilan keputusan, struktur hirarki
diasumsikan lengkap. Apabila asumsi ini tidak dipenuhi maka pengambil
42
keputusan. Memutuskan tidak memakai seluruh kriteria dan atau obyektif yang
tersedia atau diperlukan sehingga keputusan yang diambil dianggap tidak lengkap.
Dasar berpikir metode AHP adalah proses membentuk skor secara numerik
untuk menyusun rangking setiap alternatif keputusan berbasis pada bagaimana
sebaiknya alternatif itu dicocokkan dengan kriteria pembuat keputusan. Adapun
struktur hirarki AHP ditampilkan pada Gambar 4 dibawah ini.
AHP digunakan untuk menentukan alternatif strategi sesuai dengan faktor
penentu, pelaku, dan tujuan yang ingin dicapai dalam pembinaan PKL. AHP juga
digunakan untuk menilai tindakan yang dikaitkan dengan perbandingan bobot
kepentingan antara faktor serta perbandingan beberapa alternatif pilihan.
AHP pada penelitian ini bertujuan mengidentifikasi faktor-faktor strategis
dalam pembinaan PKL berdasarkan hasil analisis terhadap pelaksanaan pembinaan
PKL, intervensi pemerintah, dan persepsi PKL itu sendiri. Langkah-langkah dalam
metode AHP meliputi:
1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.
2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan
subtujuan-subtujuan, kriteria-kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada
tingkatan kriteria paling bawah.
3. Membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi
relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria
yang setingkat di atasnya.
4. Melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgement seluruhnya
sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang
dibandingkan.
5. Menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka
pengambilan data diulangi.
6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.
7. Menghitung vektor eigen dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai
eigen merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk menyintesis judgement
dalam penentuan prioritas elemen-elemen pada tingkat hirarki terendah sampai
Kriteria 3 Kriteria 1 Kriteria 2
Sasaran
Kriteria ke n
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Alternatif ke m
m
Gambar 4 Struktur hirarki AHP
43
pencapaian tujuan. Memeriksa konsistensi hirarki, jika nilainya kurang dari 10
persen maka penilaian judgement harus diperbaiki.
Narasumber untuk pengisian kuesioner AHP ada 7 orang, yaitu:
1. Asisten Walikota Bidang Pembangunan dan Kemasyarakatan Kota Bogor
2. Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor
3. Kepala Bidang Keamanan dan Ketertiban Kantor Satuan Polisi Pamong Praja
Kota Bogor
4. Kepala Kantor Koperasi dan UKM
5. Ketua Paguyuban PKL Kota Bogor
6. Koordinator PKL Jalan Dewi Sartika
7. Angota DPRD Kota Bogor
Untuk memudahkan perumusan strategi penataan PKL di Kota Bogor, dibuat
struktur hirarki AHP guna pembahasan strategi pemberdayaan PKL sebagaimana
disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Struktur hirarki strategi pemberdayaan PKL di Kota Bogor
Strategi Penataan PKL di Kota
Bogor
Pemerintah Masyarakat PKL
Kebijakan
Pemerintah
Estetika
Kota
Sosial
Ekonomi
Ketertiban
Umum
Peningkatan
Penegakan Peraturan
Peningkatan Kesempatan
Berusaha & Kesejahteraan
Pengendalian Tata
Ruang Kota
Review
Kebijakan
tentang PKL
Meningkatkan
Kemitraan
Pemerintah dengan
PKL
Memfasilitasi Ruang
Usaha dan Rasa
Aman Berusaha
Mengoptimalkan
Sarana Prasarana
Kota
Fokus
Aktor
Faktor
Tujuan
Alternatif
Strategi