12. Rekonstruksi Kurikulum Pendidikan Dan Pelatihan Aparatur Islami

Post on 27-Dec-2015

41 views 8 download

description

kurikulum

Transcript of 12. Rekonstruksi Kurikulum Pendidikan Dan Pelatihan Aparatur Islami

REKONSTRUKSI KURIKULUM PENDIDIKAN DAN

PELATIHAN APARATUR ISLAMI

(Refleksi Atas Orientasi Pencapaian Tujuan)

DRS. ABDUL KADIR, M.Si

WIDYAISWARA MADYA – BKPP PEMERINTAHAN ACEH

ABSTRAK

Dalam rangka mencapai sebuah hasil yang dicita-citakan dalam dunia pendidikan

yang dalam hal ini pendidikan Islam, perlu sebuah kejelasan konsep yang

direkontruksikan dari sumber-sumber ajaran Islam, dengan tanpa meninggalkan rumusan

para pakar pendidikan yang dianggap relevan yang kemudian konsep tsersebut dituangkan

dan dikembangkan dlam proses kependidikan dalam suatu lembaga pendidikan Islam.

Dengan kurikulum akan tergambar secara jelas secara berencana bagaimana dan apa

saja yang harus terjadi dalam dunia pendidikan . kurikulum sebagai sebuah bangunan

atau sistem, tidak bisa lepas dari berbagai komponen yang saling mendukung antara satu

dengan yang lainnya. Dengan berbagai bagian tersebut akan menghasilkan sebuah

bangunan dalam rangka mencapai sebuah titik akhir berupa tujuan yang dalam hal ini

adalah tujuan pendidikan Islam. Tulisan ini mencoba untuk menyempurnakan konsep/

komponen kurikulum yang dikemukakan oleh Hasan Langulung.

I. Pendahuluan

Pendidikan.1 merupakan suatu upaya manusia untuk “memanusiakan-manusia”.

Manusia pada hakekatnya adalah mahluk Tuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan

mahluk lainnya disebabkan memiliki kemampuan berbahasa dan akal fikiran/rasio,

sehingga manusia mampu mengembangkan dirinya sebagi aparatur yang berbudaya.

Kemampuan untuk mengembangkan potensi dirinya adalah dengan melalui interaksi

dengan lingkungannya. Lebih jauh dari pada itu pendidikan sebagai upaya memanusiakan

manusia pada dasarnya adalah upaya mengembangkan kemapuan/potensi individu,

sehingga dapat hidup optimal baik sebagai penyelenggara atau pelaksana pemerintah

maupun anggota masyarakatnya.

Salah satu faktor yang sangat menunjang dalam proses pendidikan, pelatihan dan

pengajaran adalah kuikulum, karena kurikulum memegang kedudukan kunci dalam

pendidikan, sebab berkaitan dengan arah/orientasi, isi, proses, pendidikan dan tujuan

pendidikan dan pelatihan pada semua jenis dan tingkat pendidikan.

Adapun tujuan pendidikan di suatu bangsa atau negara ditentukan oleh falsafah dan

pandangan hidup bangsa atau negara tersebut. Berbedanya falsafah atau pandangan hidup

suatu bangsa atau suatu negara menyebabkan berbeda pula tujuan yang hendak dicapai

dalam pendidikan tersebut dan sekaligus akan berpengaruh pula terhadap kurikulum.

Begitu pula dengan tujuan dengan perubahan politik pemerintahan suatu negara

mempengaruhi pula bidang pendidikan dan pelatihan. Oleh sebab itu, kurikulum senantiasa

brsifat dinamis guna lebih menyesuaikan dengan berbagai perkembangan yang terjadi.

Setiap pendidikan dan pelatihan harus memahami setiap perkembangan ataupun perubahan

kurikulum, karena merupakan suatu formulasi peadagogis atau andaogis yang paling

penting dalam konteks pendidikan, dalam kurikulum akan tergambar bagaimana usaha

yang dilakukan untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya,

berupa fisik, intelektual, emosional, dan sosial keagamaan.

1 Dewey berpendapat bahwa pendidikan sebagai salah satu kebutuhan hidup (a necessity of life), sslah

satu fungsi sosial (a social funciot), sebagai bimbingan (as direction), sebagai sarana pertumbuhan (as means

of growth), ng mempersiapkan dan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup. Lihat: Jhon Dewey,

Democrazy and Education, (New York: The Free Fress, 1966), hal. 1-54. Lihat juga, Rupert C. Lodge,

Philosophi of Education,( New York: The Free Fress, 1947), hal. 23. Bandingkan, Andre Rianto, Peranan

Media Audivisual Dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1982), hal. 11.

Begitu pentingnya memahami dan menguasai kurikulum2 bagi seorang pendidik

agar dapat menyajikan dalam bentuk pengalaman yang bermakna bagi peserta didik, lebih

jauh dari itu agar tercapai tujuan yang diharapkan. Dengan memahami kurikulum para

pendidik (widyaiswaara) dapat memilih dan menentukan arah/orientasi tujuan

pembelajaran, metode, tehnik, media pembelajaran dan evaluasi pengajaran yang tepat.

Untuk itu dalam melakukan kajian terhadap keberhasilan dalam sistem pendidikan atau

pelatihan ditemukan oleh tujuan yang realistis, dapat diterima oleh semua pihak, sarana

dan organisasi yang baik, intensitas pekerjaan yang realistis tinggi dan serta tenaga

kependidikan bidang pendidikan Islam merekontruksi dan memahami kurikulum serta

berusaha untuk mengembangkannya. Memang menarik untuk dibicarakan karena

kurikulum sering mengalami suatu pergeseran maupun perubahan sesuai dengan tuntutan

dan tujuan pendidikan atau pelatihan yang akan dicapai, maka dalam makalah ini akan

dibahas lebih jauh tentang rekontruksi kurikulum pendidikan dan pelatihan dan pelatihan

menurut Islam.

II. Pembahasan

a. Pengertian Kurikulum

1) Secara Etimologis

Secara Etimologis, kurikulum3 berasal dari bahasa Yunani, yaitu Curir yang artinya

pelari dan Curare yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum dari dunia olahraga

2 Kurikulum dimaksudkan bahwa mengharuskan kepada proses pendidikan Islam untuk menginteralisasi

nilai-nilai ‘Ubudiyah yang mengerakkan perbuatan mu’amalah diantara sesama manusia berdasarkan niat

ibadat kepada Allah dalam seluruh lapangan hidupnya. Seluruh aktifitas belajar mengajar diprogramkan

untuk mendalami makna hakiki dan eksistensi subyek didik, dikaitakan dengan kebutuhan hidup rohaniah

yang semakin mendalam dan meluas kearah dimensi ukhrawi. Dimensi kehidupan duniwi yang diletakan

pada prioritas kedua sebagai instrumen

semenatara untuk mencapai tujuan hidup yang abadi yang mengandung nilai-nilai spriritual yang lebih

tinggi sebagimana ditegaskan dalam Q.S al-Dhuha: 4. Lihat: Bukhari muslim, Konsep Kurikulum Pendidikan

Barat Menurut Perspektif pendidikan Islam: Tinjauan terhadap filsafat Progresivisme, (Banda Aceh: Ar-

raniry Press, 2007), hal. 46-47. Konsep tentang kurikulum juga harus mengutamakan perkembangan anak

sebagai individu dalam aspek kepribadian ini, juga dikenal dengan istlah kuikulum humanistik. Kurikulum

ini sesuai dengan kurikulum trnsformasi dalam pendidikan Islam. Lihat juga, S. Nasution, Perkembangan

Kurikulum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 21. Bandingkan, Hilda Taba, curiculum Development

Theori and Practice, (New York: Harcourt Brace and World Inc, 1962), hal. 28. 3 Istilah Kurikulum yang berasal dari bahasa Latin “curiculum” semua berarti “a running course, or race

course, espesially a cheriot race course” dan terdapat pula dalam bahasa perancis “course” artinya “to run”

berlari. Kemudian istilah itu digunakan untuk sejumlah “course” atau mata pelajaran yang harus ditempuh

untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Lihat: S. Nasution, pengembangan.., hal. 9

pada zaman Romawi kuno di Yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus

ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish.4

Dalam bahasa Arab, kata kurikulum dapat diugkapkan dengan manhaj yang berarti

jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan. Adapun

kurikulum pendidikan (Manhaj al-disarah) dalam kamus Tarbiyah adalah seperangkat

perencanaan dan media yang diajukan acuan lembaga pendidikan atau pelatihan dalam

mewujudkan tujuan pendidikan Islam.5

2) Secara Terminology

Para ahli banyak mendefinisikan kurikulum,6 diantaranya adalah:

a) Crow dan Crown mendsefinisakan bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran

atau sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan

suatu program untuk memperoleh ijazah.7

b) M. Arifin memandang kurikulum sebagai suluruh bahan pelajaran yang harus

disajikan dalam proses kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan.8

Nampaknya pengertian masih terlalu sederhana dan lebih menitik-beratkan pada

materi pelajaran semata. Sesuai dengan perkembangan pendidikan, kurikulum

yang semula dipandang sebagai sejumlah mata pelajaran kemudian beralih makna

menjadi semua kegiatan atau semua pengalaman belajar yang diberikan kepada

peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan berada dibawah

tanggung jawab sekolah, lebih khusus diartikan hasil belajar yang diharapkan hal

ini dapat dilihat dari rumusan para ahli sebagai berikut:

c) Zakiyah Daradjad memandang, bahwa kurikulum sebagai suatu program yang

direncanakan dalam bidang pendidikan dan dilaksanakan untuk mencapai

sejumlah tujuan - tujuan pendidikan tertentu.9

4 Hasan Langulung, Manusia dan Pendidikan suatu Analisis Psikologi Pendidikan, (jakarta: Pustaka al-

Husna, 1986), hal. 176 5 Hasan Langulung, Manusia dan Pendidikan...hal. 177 6 Menurut filosof, kurikulum merupakan segala hal yang dapat mengembangkan akal, yaitu berupa

berbagai macam ilmu pengetahuan alamiah yang dikembangkan. Dampak positifnya dalam kehidupan

Masyarakat/Manusia, adalah berkembangnya bermacam-macam ilmu pengetahuan alamiah yang menunjang

kehidupan material umat manusia. Akibat negatifnya (kalau dianggap sebagai negatif) adalah timbulnya

kehidupan yang materialistis, yang mengabaikan kehidupan batin. Lihat: Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan

Islam, (Jakarta: Bumi aksara, 2003, hal. 142. 7 Crow and Crown dalam Oemar Hamalik, Pembinaan Pengembangan Kurikulum, (bandung: Pustaka

Martina, 1987), hal. 2. Lihat juga Abuddin Nata, Fislsafat Pendidikan Islam I, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu,

1997), hal. 123 8 M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (jakarta: Bumi Akasara, 1991), hal. 183

d) Addamardasyi Sarhan dan Munir Kamil yang disitir oleh Al-Syahbaini, bahwa

kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, sosial, olahraga

dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-muridnya didalam dan

diluar sekolah dengan maksud menolong untuk berkembang menyuluruh

dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujun-tujuan

pendidikan.10

Pengertian kurikulum ini tampaknya lebih luas dari pengertian yang pertama,

karena di sini kurikulum tidak hanya dipandang dalam artian mata pelajaran, namun juga

mencakup seluruh program didalam kegiatan pendidikan Islam.

Apabila kita coba untuk mencerdasi batasan diatas ternyata kegiatan kurikuler

tidak hanya terbatas dalam ruangan kelas saja, tetapi juga mencakup semua pengalaman

belajar. Oleh karena itu menurut pandangan modern, semua kegiatan yang bertujuan

memberikan pengalaman belajar bagi subjek didik adalah kurikulum.

Bahkan alice Miel mengatakan, bahwa kurikulum meliputi keadaaan gedung,

suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan, kecakapan dan sikap-sikap orang

yang melayani dan dilayani di sekolah (termasuk didalamnya seluruh pegawai sekolah)

dalam hal ini semua pihak yang terlibat dalam memberikan bantuan kepada siswa termasuk

ke dalam kurikulum.11

Dengan demikian pengertian kurikulum dalam pandangan modern merupakan

program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan yang hanya sebatas bidang

studi dan kegiatan belajarnya saja, akan tetapi meliputi segala tujuan pendidikan yang

diharapkan sehingga dapat meningkatkan mutu kehidupannya yang pelaksanaannya bukan

saja di diklat tetapi juga diluar diklat.

Apabila kita sepakat untuk menkontruksikan dan mengaplikasikan dalam

kurikulum Pendidikan Islam sebagaimana uraian di atas, maka kurikulum itu akan

9 Harold Arbelty, Reoganizing The High School Curriculum, (New York: The Appleton Century Grafits,

1954), hal. 12. Lihat juga D. Tanner, L.T. curriculum Develoment Into Practice, (New York: MC Milian

Publishing Coinc, 1975), hal. 25. Lihat juga Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:

Raja Grafindo Persada,1994), hal. 43. Lihat juga Zakiyah Dadjad, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:

Bumi Aksara, 1992), hal. 121 10 Oemar Muhammad al-Tourny al-syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, (terj). Hasan Langulung,

(Jakarta: Bulan Bintang, 1997), hal.. 485

11 Alice Miel, Changging The Curriculum a Social Proses, ( New York: D. Appleton Century Company,

1946), 10. Lihat juga Romine St, Building The High School Curriculum, (New York: The Ronald Pres

Company, 1954), hal. 14. Bandingkan dengan, Saylor Galen Y, Planning Curriculum for School, (New York:

Hotl Kinehort Wiston Inc, 1974, hal. 3

berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta

didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Isalam, melalui akumilasi sejumlah

pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses pendidikan Islam bukanlah

suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu

konseptualisasi manusia paripurna (Insan Kamil) yang strateginya telah tersusun secara

sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam.

Dalam perkembangan selanjutnya pengertian kurikulum tidak hanya terbatas

pada program pendidikan namun juga dapat diartikan menurut fungsinya, yaitu:

1) Kurikulum sebagai program pendidikan

Pengertiannya adalah seperangkat mata pelajran yang mampu dipelajari oleh

peserta didik disekolah atau instansi pendidikan lainnya.

2) Kurikulum sebagai konten

Artinya data atau informasi yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi

dengan data atau informasi lainnya yang memungkinkan timbulnya belajar.

3) Kurikulum sebagai berencana

Pengertiannya adalah kegiatan yang direncanakan tentang hal-hal yang akan

dikerjakan dan dengan cara yang bagaimana hal itu dapat diajarkan dengan hasil

yang baik.

4) Kurikulum sebagai hasil belajar

Pengertiannya adalah seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil

tertentu tanpa menspesifikasikan cara-cara yang dituju untuk memperoleh hasil-

hasil itu, atau seperangkat hasil belajar yang direncanakan dan diinginkan.

5) Kurikulum sebagai reproduksi cultural

Pengertiannya adalah transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat,

dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda masyarakat tersebut.

6) Kurikulum sebagai pengalaman belajar

Arti keseluruhan pengalaman belajar yang direncanakan dibawah pimpinan

sekolah.

7) Kurikulum sebagai produksi. Pengertiannya adalah seperangkat tugas yang harus

dilakukan untuk mencapai hasil yang ditetapkan terlebih dahulu.12

12 Muhaimin dan Abd Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam: kajian Filosofis dan kerangka Daftar

Operasionalnya, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hal. 14. Lihat Dakir, Perencanaan dan Pengembangan

Sacara ringkas, Ladjid mengemukakan tiga fungsi kurikulum, dengan berfokus

pada tiga aspek:

1) Fungsi kurikulum bagi setiap lembaga pendidikan yang bersangkutan tersebut,

sebagai alat untuk mencapai seperangkat tujuan pendidikan yang diinginkan dan

sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan sehari-hari.

2) Fungsi kurikulum bagi tataran tingkat sekolah, yaitu sebagaimana pemeliharaan

proses pendidikan dan penyiapan tenaga kerja.

3) Fungsi bagi konsumen, yaitu sebagai keikutsertaan dalam memperlancar

pelaksanaan program pendidikan dan kritik yang membangun dalam

penyempurnaan program yang serasi.13

Berdasarkan dari penjelasan diatas, dapat kita pahami bahwa kurikulum sebagai

rekontruksi pendidikan harus mengutamakan kepentingan sosial diatas kepentingan

individu. Tujuannya adalah adanya perubahan atas tanggung jawab masa depan

masyarakat. Tugas kurikulum yang demikian tentu barangkali bukanlah sesuatu yang baru,

akan tetapi selalu merupakan bagian dari sejumlah fungsi pendidikan Islam, karena suatu

hal yang tidak dapat kita pisahkan adalah pendidikan akan selalu berkaitan dengan

tujuannya dimasa yang akan datang.

b. Komponen Kurikulum

Mengingat bahwa fungsi kurikulum dalam proses pendidikan Islam adalah sebagi alat

untuk mencapai tujuan,14 maka hal ini berarti bahwa sebagai alat pendidikan, kurikulum

memiliki bagian penting dan penunjang yang dapat mendukung operasinya dengan baik..

bagian ini disebut komponen yang saling berkaitan, dalam interaksi dalam mencapai

tujuan.

Menurut Hasan Langulung, ada komponen utama kurikulum yaitu:

Kurikulum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 12. Lihat pula, Abdurrahman Saleh, Madrasah dan

Pendidikan Anak Bangsa, visi, Misi dan Aksi, (Jakarta: Grafindo Persada, 1994), hal. 93

13 Hanafi Ladjid, Pengembangan Kurikulum, (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hal.3 14 Adapun tujuan pendidikan Islam yang berdasarkan kepada kandungan al-Qur’an adalah: (1).

Memperkenalkan kepada manusia akan kedudukannya diantara sekalian mahluk dan tanggung jawab

individu dalam alam ini (2). Memperkenalkan akan hubungan-hubungan sosialnya dan tanggung jawabnya

dalam rangka suatu sistem sosial. (3). Memperkenalkan kepada manusia akan mahluk (alam jagat), dan

mengajaknya memahami hikmah penciptaannya. (4). Memperkenalkan kepada manusia akan pencipta alam

jagat ini. Lihat: Al-Jammali, Tarbiyah al-Insan al-Jadid, (Tunis: al-Syirkah al-Tunisyiah lil Tauz’I, 1972),

hal. 82

1) Tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh pendidikan itu. Dengan yang lebih tegas lagi

orang yang bagaimana yang ingin kita bentuk dengan kurikulum tersebut.

2) Pengetahuan (knowledge), informasi-informasi, data-data, aktifitas-aktifitas dan

pengalaman-pengalaman dari mana terbentuk kurikulum itu. Bagian inilah yang

disebut mata pelajaran.

3) Metode dan cara-cara mengajar yang dipakai oleh guru-guru untuk mangajar dan

memotivasi murid untuk membawa mereka kearah yang dikehendaki oleh

kurikulum.

4) Metode dan cara yang dipergunakan dalam mengukur dan menilai kurikulum dan

hasilm proses pendidikan yang direncanakan kurikulum tersebut.15

Adapun menurut penulis komponen kurikulum pendidikan sebenarnya harus ada adalah:

1) Tujuan yang ingin dicapai antara lain:

a) tujuan akhir, b) tujuan umum, c) tujuan khusus, d) tujuan sementara.16 Didalam

kurikulum berbasis kompetensi seorang pendidik harus pula dapat merumuskan

kompetensi yang ingin dicapai, yaitu: (a) kompetensi lulusan, (b) kompetensi lintas

kurikulum, (c) kompetensi mata pelajaran, dan (d) kompetensi dasar. Setiap tujuan

tersebut minimal ada tiga domain, yaitu domain kognitif, efektif dan psikomotor.

Sementara setiap tujuan tidak tercapai dengan baik jika salah satu kemampuan

diatas terabaikan. Bahkan dalam pendidikan Islam doamain efektif (sikap

beragama) lebih utama dari yang lainnya. Disisi lain tujuan pendidikan Islam

sebenarnya bersifat universal bukan hanya nasional, karena konsep pendidikan

Islam adalah theiosentris, sedangkan pendidikan non Islam (sekuler) bersifat

antroposentis.

15 Hasan Langulunng, Asas-asas Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998), hal. 303. Lihat

juga, Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam: Sebuah Telaah Komponen Dasar Kurikulum, (Solo, Ramadhani,

1991), hal. 18. Lihat pula: Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, (Yogyakarta, Pustaka

Pelajar, 2003) hal, 41. 16 Di Indonesia, hirarki tujuan pendidikan adalah 1) Tujuan Nasional, 2) Tujuan Institusional, 3) Tujaun

Kurikulum dan 4) Tujuan pembelajaran. Dalam perspektif pendidikan Nasional,tujuan pendidikan nasional

dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional,

bahwa:” Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya

potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, ber

akhlak mulia, sehat, berilmu,cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negera yang dmokratis serta

bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan Nasional yang merupakan pendidikan pada tataran makrokospik,

selanjutnya dijabarkan kedalam tujuan institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap

jenis maupun jenjang sekolah satuan pendidikan tertentu. Lihat: Tim penyusun, Undang-Undang RI No. 20

Tahubn 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal, (Bandung, Citra Umbara, 2003)

2) Isi Kurikulum17

Berupa materi pelajaran yang deprogram untuk mencapai tujuan pendidikan yang

etlah ditetapkan. Materi tersebut disusun kedalam silabus, dan dalam

mengaplikasikannya dicantumkan pula dalam Satuan Pembelajaran (SP) dan

Rencana Pembelajaran (RP). Setiap materi tersebut harus jelas scope dan

squencenya.

3) Media (Sarana dan Prasarana)

Media sebagai sarana perantara dalam pembelajaran untuk menjabarkan isi

kurikulum agar lebih mudah dipahami oleh peserta didik. Media tersebut berupa

benda (materil) dan bukan benda (non matrei).

4) Strategi

Strategi merujuk pada pendekatan metode serta teknik mengajar yang digunakan.

Dalam strategi termasuk juga komponen penunjang lain seperti: a) Sistem

Administrasi, b) Pelayanan Bimbingan Konseling, c) remedial, d) Pengayaan dan

sebagainya.

5) Proses Pembelajaran

Komponen ini sangat penting, sebab diharapkan dalam proses pembelajaran akan

terjadi perubahan tingkah laku pada diri peserta didik sebagai indicator

keberhasilan pelaksanaan kurikulum. Oleh karena itu dalam proses pembelajaran

dituntut sarana pembelajaran yang kondusif, sehingga memungkinkan dan

mendorong kreatifitas peserta didik denan bantuan pendidik.

6) Evaluasi

Dengan evaluasi (penilaian) dapat diketahui cara pencapaian tujaun yang dimaksud.

Sistem evaluasi pendidikan dimaksudkan dalam rangka memnuhi kebutulan

psikologis, didaktis, secara administrasi atau manajerial. Dalam evaluasi

pendidikan harus diperhatiakan bebrapa hal yaitu: bahwa evaluasi harus bermuara

pada tujuan, dilaksanakan secara obyektif, komperhensif dan harus dilakukakn

secara kontinyu, menurut Muhaimin ada satu cirri khas dari sistem evaluasi

17 John Dewey mengatakan bahwa sekolah yang baik adalah sekolah yang memperhatikan dengan

sunguh-sungguh semua jenis pelajaran dan bahannya serta membantu murid, pemuda dan orang dewasa

untuk berkembang. John Dewey. Philosophi of Education, Problem Of Men, (New Jersey: Little Field

Adams and CO, 1958), hal. 193-194, Lhat juga William, H. Kilpratrick, Philosophies Of Education, (New

York: The Macmillan and CO, 1956), hal. 77. Lhat pula, Suparlan, aliran-aliran baru dalam pensdidikan,

(Yogyakarta: Andi Offser, hal.143.

pendidikan yang islam, yaitu Self-evaluation dismaping tetap adanya evaluasi

kegiatan belajar peserta didik. Evaluasi semacam ini menjadi penting karena

sebagai sosok social being dalam kenyataannya ia tak bisa hidup (lahir dan proses

dibesarkan). Tanpa bantuan orang lain.18

c. Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum yang baik dan relevan dalam rangkan mencapai tujuan pendidikan

Islam adalah bersifat intergrated dan komperhensif sreta menjadikan Al-Qur’an dan Hadits

sebagai sumber utama dalam penyusunannya. Al-Qur’an dan Hadits merupakan sumber

utama pendidika Islam berisi kerangka dasar yang dapat dijadikan sebagai acuan

operasioanal penyusunan dan pengembangan Kurikulum pendidikan Islam.

Didalam Al-Qur’an dan Hadits ditemukan kerangka dasar yang dapat dijadikan

sebagai pedoman operasional dalam penyusunan pengembangan kurikulum pendidikan

Islam. Adapun kerangka dasar tersebut adalah:

1) Tauhid

Tauhid sebagai kerangka dasar utama kurikulum harus dimantapkan semnejak

masih bayi, dimulai dengan memperdengarkan kalimat-kalimat tauhid seperti azan atau

iqmah terhadap anak yang baru dilahirkan.19

Apabila dianalisis materi azan yang dikumandangkan adalah materi pendidikan

Islam yang paling awal diberikan kepada anak dalam transformasi dan internalisasi dalam

pendidikan Islam, agar anak senantiasa terbimbing ke suasana yang terlaras kehakikat

18 Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam……,(Solo, Ramadhani, 1991). Hal. 87-88. Meurut Ahmad

Sudijono,tujuan evaluasi adalah, pertama, untuk mencari infromasi atau bukti-buktu tentang sejauh mana

kegiatan-kegiatan yang dilakukan telah mencapai tujuan, atau sejauh mana batas kemampuan yang telah

dicapai oleh seseorang atau sebuah lembaga. Kedua, untuk mengetahui sejauh mana efektifitas cara dann

proses yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut. Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Raja

Grafindo: Jakarta, 2006), hal. 4. Lihat juga Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta:

P.T. Bumi Aksara, 2008), hal. 2. Adapun fungsi evaluasi, menurut Abuddin Nata adalah: (1) mengetahui

tercapai tidaknya tujuan, (2) memberi umpan balik bagi guru dalam melakukan proses pembelajaran, (3)

untuk menentuka kemajuan belajar, (4) untuk mengenal peserta didik yang mengalami kesulitan. (5) Untuk

menempatkan Murid dalam situasi belajar yang tepat, (6) begi pendidik, untuk mengatur proses

pembelajaran. Bagi peserta didik untuk mengetahui kemampuan yang telah dicapai, bagii masyarakat untuk

mengetahui berhasil tidaknya pelaksanaan program. Lihat: Abuddin Nata,Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta:

Logos, 2005) hal. 188. 19 Dari Husin Bin Ali berkata, Rasullullah Saw bersabda “barang siapa yang lahir anaknya maka

azankan ia pada telinga kanan anak itu, dan iqamat ia sebelah kiri anak itu, dan anak itu tidak

dimudharatkan oleh jin” (H.R. Ibn al-Syuni). Lihat: Rayamulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam

Mulia, 2006, hal. 155

penciptanya seabagai pengabdi kepada Allah SWT. Tauhid sebagai falsafah dan pandang

hidup umat Islam meliputi konsep ke-Maha Esaan Allah, serta keunikan Allah atas semua

mahluk Nya. Allah Swt, unik dan esa dalam zat sifat dan perbuatan. Tauhid merupakan

prinsip utama dalam seluruh dimensi manusia baik hubungan vertical dengan Allah

maupun hubungan horizontal dengan manusia dan alam. Tauhid seperti inilah yang dapat

menyusun pergaulan yang harmonis sesamanya.

Menurut Muhammad fazlul Rahman Anshar, Tauhid sebagai falsafah dan

pandangan hidup manusia yang meliputi konsep ketauhidan kepada Alllah, ketauhidan

alam semesta, dalam hubungan Allah dengan kosmos, kehidupan-kehidupan, ketauhidan

natural dan supernatural, ketauhidan pengetahuan, ketauhidan iman dan ratio, ketauhidan

kebenaran, ketauhidan agama, ketauhidan cinta dan hukum, ketauhidan umat, ketauhidan

mengenai jenis kelamin laki-laki dan perempuan, ketauhidan kepribadian manusia,

ketauhidan mengenai kebebasan dan diterminisme, ketauhidan dalam term politik,

ketauhidan dalam kehidupan sosial, ketauhidan Negara dan agama, ketauhidan dalam term

ekonomi, ketauhidan dalam dasar kebudayaan dan ketauhidan dalam dasar satu cita satu

ideal.20

Dari uraian diatas dapat dismpulkan bahwa ketauhidan kita dapat mewujudkan

tata cara dunia yang harmonis kosmos yang penuh tujuan, persamaan sosial, persamaan

kepercayaan, persamaan jenis dan ras, persamaan dalam jenis aktifitas dan kebebasan

bahkan seluruh masyarakat dunia adlah sama yang disebut “ummaton wahiah”.

Dengan demikian tauhid merupakan prinsip utama dalam seluruh dimensi

kehidupan manusia baik dalam aspek hubungan vertikal maupun hubungan horizontal

antara manusia sesamanya, dan dengan alam sekitarnya. Tauhid yang seperti inilah yang

dpat menyusun pergaulan manusia dengan sesamanya, dalam rangka menyelamatkan

manusia dan keprimanusiaan dalam rangka pencapaiaan kehidupan yang sejahtera dan

bahagia duniawi dan uhrawi, termasuk didalamnya pergaulan dalam proses pendidikan.

Tauhid yang seperti inilah yang dijadikan kerangka dasar kurikulum pendidikan Islam.

2) Perintah Membaca

Kerangka dasar selanjutnya adalah perintah “membaca” ayat-ayat Allah yang

meliputi tiga macam ayat yaitu:

20 Muhammad Fazlul Anshari, The Qur’anic Fundation and Stukture of Muslim Society, (Pakistan:

Wolrd Federation Of Islamic Mission, 1997), hal 157

a) Ayat Allah yang berdasarkan wahyu,

b) Ayat Allah yang ada pada diri manusia, dan

c) Ayat Allah yang terdapat di alam semesta diluar diri manusia

Firman Allah Swt:

Artinya: “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari

segumpal darah, Bacalah! Dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang

mengajarkan (manuisa) dengan perantaraan kalam, dia mengajarkan kepada

manusia apa yang tidak diketahuinya” (Q.S. al-‘Alaq: 1-5)

Ditinjau dari segi kurukulum, sebenarnya firman allah Swt itu merupakan bahan

pokok pendidikan yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh

manusia. Menmbaca selain melibatkan proses mental yang paling tinggi, pengenalan

(cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalizationt),

pemikiran (reasoning), daya cipta (creativity), 21 juga merupakan bahan pendidikan

sendiri. Mungkin tak ada satu kurikulum pendidikan didunia ini yang tidak mencantumkan

membaca sebagai materinya, bahkan umumnya membaca ini terlaksana mulai Sekolah

Dasar samapai perguruan tinggi dengan berbagai variasi. Selanjutnya membaca merupakan

alat sistem perhubungan (communication system) yang merupakan syarat mutlak

terwujudnya dan berkelanjutan suatu sistem sosial (sosial system).22 Tidaklah berlebihan

jika perkataan membaca yang dikembangkan dari wahyu pertama ini memiliki pengertian

yang demikian lengkapnya sebagai sesuatu silvilisasi, mengatakan:

“Selanjutnya penggunaan bahasa sebagai gudang (strorage) tempat penyimpanan

nilai-nilai budaya yang dipinddahkan dan satu generasi ke generasi berikutnya.

Dari kontak inilah dapat kita melihat bagaimana ayat pertama itu merupakan suatu

pertanda, bangkitnya suatu peradaban baru. Bahkan keseluruhan wahyu yang

diturunkan oleh Allah Swt itu diberi nama Al-Qur’an yang bersal dari kata-kata:

qara’a, yaqra’u, qira’aa-at, yang berarti bacaan atau yang dibaca. Qur’an inilah

yang menjadi sumber perubahan tamaddun yang menakjubkan sejarah

tamaddun”.23

21 Hasan Langulung, Pendidikan Dan Peradaban Islam…….,hal. 166 22 Hasan Langulung, Pendidikan Dan Peradaban Islam…….,hal. 167 23

Hasan Langulung, Pendidikan Dan Peradaban Islam…….,hal. 168

Kelima ayat tersebut pada dasarnya telah mencakup kerangka kurikulum

pendidikan Islam, yang apabila dijabarkan sebagai berikut:

1) Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Takanan yang

terkandung dalam ayat ini adalah kemampuan membaca yang dihubungkan dengan

nama Tuhan sebagai pencipta. Hal ini erat hubungannya dengan ilmu naqli

(perennial knoeledge)

2) Dia menciptakan manusia dari segumpal darah, ayat tersebut mendorong manusia

untuk mengintrospeksi, menyelidiki tentang dirinya, manusia ditantang dan

diransang untuk mengungkapkan hal itu, melalui imaginasi maupun

pengalamannya (acquired knowledge).

3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajarkan manusia

dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

Memotivasi yang terkandung dalam ayat ini adalah agar manusia terdorong

untuk mengadakan eksplorasi alam sekitarnya dengan kemampuan membaca dan

menulisnya.

Ayat yang pertama kemudian dikembangkan dalam bentuk ilmu-ilmu

berhubungan dengan wahyu Allah yang termuat dalam Al-Qur’an.24 Ayat kedua

dikembangkan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan diri manusia sebagai mahluk

ciptaan Allah, dan ayat yang ketiga berhubungan dengan alam sekitarnya, berkaitan

dengan amal. Ketiga macam ayat Allah tersebut jiwanya adalah “Tauhid”. Di sinilah

letaknya kurikulum Pendidikan Islam, sebab menurut Islam, semua pengetahuan datangnya

dari Allah, akan tetapi carapenyampaian nya ada yang langsung dari Tuhan dan ada yang

melalui pemikiran manusia dan pengalaman indera yang berbeda satu sama lain.

Bagaimana keterikatan dan hubungan timbale baliknya antara kurikulum

Pendidikan Islam dengan prinsip-prinsip al-Qur’an sebagai sumbernya, diungkapkan

dengan tepat oleh Hasan Langulung:

24 Menurut Zuhairini, ada tiga prioritas Pendidikan yang terdapat dalam al-Qur’an yaitu Pendidikan

keimanan kepada Allah, pendidikan moralitas (al-akhlak al-kharimah) dan pendidikan ibadah. Ketiga

prioritas ini dapat ditelusuri dalam al-Qur’an surat Lukman ayat 13, 14, 17, 18, 19 dan surat al-Baqarah ayat

21. Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hal. 155-159. Sehingga dalam

pendidikan Islam, nilai-nilai Qur’ani menjadi pembentuk elemen dasar kurikulum lembaga pendidikan yang

berkepentingan membawa subyek didiknya agar berkesuaian dengan nilai-nilai tersebut. Lihat pula, Abd,. Al-

Rahman Salih ‘Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan menurut al-Qur’an serta Implementasinya,

(Bandung: Diponegoro, 1991, hal.46

“Dualisme dalam bentuk mata pelajaran agama dan sekuler bukan cirri-ciri

pendidikan menurut al-Qur’an. Kalaupun wujud, itu disebabkan oleh faktor-faktor sosial

politik, baik dari luar maupun dari dalam. Oleh karena itu tanda-tanda (ayat) kebesaran

Allah itu wujud pada manusia dan alam jagad disampan yang terdapat dalam al-Qur’an

maka yang perlu didahulukan adalah kata-kata yang diwahyukan, dan itulah yang

merupakan katagori pertama pelajaran (subject) yang harus ada dari kurikulum pendidikan.

Mata pelajaran oleh para ahli pendidik dengan “ilmu yang diwahyukan” (revealed

knowledge). Katagori kedua adalah ilmu-ilmu atau bidang-bidang yang meliputi kajian-

kajian tentang manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. Dalam bahasa

arab disebut al-‘Ulum Al-Ihsaniyah, mata pelajaran, seperti psiklogi, sosiologi, dan lainnya

termasuk dalam katagoti ini, adapun katagori ketiga adalah bidang pengetahuan yang

mengkaji alam tabi’at (al-U’lum al-Kauniyat) atu natural science yang meliputi astronomi,

biologi dan lain-lain”.25

Walaupun nampaknya berpisah akan tetapi sama sekali jangan diartikan mereka

tidak ada kaitan satu sama lain. Malah ilmu itu satu adanya pemisahan yakni untuk analisa

saja.

d. Dasar Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam

mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan, harus mempunyai dasar-dasar

yang merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum,

susunan dan organisasi kurikulum.

Herman H. Home memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum dengan tiga

macam, yaitu:

1) Dasar psikologis, yang digunakan untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan

yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik (the ability and needs

children).

2) Dasar sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntutan yang sah dari

masyarakat (the legitimate demands of society).

25 Hasan Langulung, Teori Kesehatan Mental…….,(Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986) hal. 258.

3) Dasar filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan semesta/tempat kit

hidup (The Kind Of Universe In Which Live).26

Sementra itu, Iskandar Wiyono dan usman Mulyani menawarkan dasar-dasar

kurikulum yang senada dengan dasar-dasar diatas.27

Dari dua pendapat tentang dasar-dasar penyusunan kurikulum tersebut, nampaknya

belum lengkap untuk dijadikan dasar-dasar kurikulum pendidikan Islam. Hal ini

dikarenakan pendidikan Islam ada usaha-usaha untuk menginteralisasikan nilai-nilai agama

Islam sebagai titik sentral tujuan dan proses pendidikan Islam itu sendiri. Oleh karena itu

yang menjadi dasar dalam penyususnan kurikulum pendidikan Islam adalah:

1) Dasar agama, dalam arti segala sistem yang ada dalam masyarakat termasuk

pendidikan, harus meletakkan dasar falsafah, tujuan dan kurikulumnya pada dasar

agama Islam dengan aspeknya. Dasar aspek ini dalam kurikulum pendidikan Islam

jelas harus didasarkan pada al-Qur’an, al-Sunnah dan sumber-sumber yang bersifat

furu’ lainnya.

2) Dasar falsafah28

Dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis

sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan

pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran,

baik ditinjau dari segi ontology, epitimologis, maupun axiology.

3) Dasar Psikologis

Dasar ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan

ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan

26 Herman H Home dalam Muhaimin Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam...,hal 85 27 Iskandar Wiyogsumo dan Usman Mulyadi, Dasar Dasar Pengembangan Kurikulum, (jakarta: Bina

Aksara, 1998), hal. 9 ndan 56. 28 Dapat kita pastikan bahwa pendidikan akhlak adalah pusat yang disekelilingnya berputar program

dan kurikulum pendidikan Islam. Dapat kita ringkaskan bahwa tujuan pokok pendidikan Islamn dalam satu

perkataan “fadhilah” (sifat uatama dalam bahasa Inggris virtue). Filosof-filosof Islam sepakat bahwa

pendidikan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam. Sebab tujuan pertama yang termulia pendidikan Islam

adalah menghaluskan akhlak dan mendidik jiwa. Lihat: Mohd. Atiyah al-Abrasyii, al-Tarbiyah fi al-Islam,

(Kahirah: al-Majlis al-A’ala lil Syuun al-Islamiyah, 1961), hal. 10, jadi kurikulum dalam pendidikan Islam

bersifat fungsional, tujuannya mengeluarkan dan membentuk manusia muslim, kenal agama dan tuhannya,

berakhlak al-Qur’an, tetapi juga mnegeluarkan manusia yang mengenal kehidupan, sanggup menikmati

kehidupan yang mulia, dalam masyarakat bebas dan mulia, sanggup memberi dan membina masyarakat itu

dan mendorong serta mengembangkan kehidupan di situ, melalui pekerjaan tertentu yang dikuasinya. Lihat:

Hasan Langulung, Asas-asas Pendidikan Islam........,hal. 114.

bakatnya, memperhatikan kecakapan pemikiran dan perbedaan perseorangan antara

satu peserta didik dengan lainnya.

4) Dasar Sosial

Dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang tercermin

pada dasar sosial yang mengandung cir-ciri masyarakat Islam dan kebudayaannya.

Baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni

dan sebagainya. Sebab tidak ada satu masyarakat yang tidak berbudaya dan tidak

ada satu kebudayaan yang tidak berada pada masyarakat. Kaitan dengan kurikulum

pendidikan Islam sudah tentu kurikulum ini harus mengakar terhadap masyarakat

dan perubahan serta perkembangan.

5) Dasar Organisatoris

Dasar ini memberikan landasan dalam penyusunan bahan pelajaran beserta

penyajiannya harus terukur dan jelas tujuan pencapaiannya.

Berdasarkan dasar diatas, maka penyusunan sebuah kurikulum pendidikan Islam

harus berdasakan dasar-dasar diatas: dasar relight memberikan nilai terhadap tujuan umum

pendidikan. adapun dasar sosiologis berperan membeikan dasar untuk menentukan apa saja

yang dipelajari sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kebudayaan, perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi. Sementara dasar organisator berfungsi memberikan motivasi

dalam bentuk bagaimana bahan pelajaran itu di susun dengan sistematis, dan bagaimana

penentu luas dan urutan mata pelajaran. Selanjutnya dasar psikologis berperan memberikan

berbagai prinsip-prinsip tentang perkembangan peserta didik dalam berbagai aspeknya,

serta cara menyampaikan bahan pelajaran agar dapat dicerna dan dikuasi oleh peserta didik

sesuai dengan tahap perkembanganya.

e. Prinsip-prinsi Penyusunan Kurikulum Pendidikan Islam

Dalam penyusunan kurikulum, kita harus memperhatikan prinsip-prinsp yang dapat

mewarnai kurikulum pendidikan Islam. Adapun prinsip-prinsip tersebut berbeda-beda

menurut analisis para pakar. Dalam merumuskan kurikulum pendidikan Islam, penulis

mengambil pemikiran para pakar tersebut kemudian ditambah dan disesuaikan dengan

esensi kurikulum pendidikan Islam.29

29 Iskandar Wijaksumo dan Usman Mulyadi, Dasar-Dasar Pengembangan......,hal. 520-522. Lihat juga,

Zakiyah Daradjad, dkk, Filsafat....,hal. 125, Lihat pula Asma Hasan Fahmi, Sejarah Filsafat Pendidikan

Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,, 1998), hal. 88-103.

Prinsip-prinsip penyusunan kurikulum pendidikan Islam adalah:

1) Prinsip berdasarkan ajaran dan nilai-nilainya. Maka setiap yang berkaitan dengan

kurikulum, termasuk falsafah, tujuan-tujuan, kandungan-kandungan, metode

mangajar, cara perlakuan, dan hubungan-hubungan yang belaku dalam lembaga-

lembaga pendidikan harus berdasarkan pada agama dan akhlak Islam.

2) Prinsip pengarah pada tujuan adalah seluruh aktifitas dalam kurikulum diarahkan

untuk mencapai tujuan yang dirumuskan sebelumnya.

3) Prinsip (integritas) antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman dan aktiviti

yang terkandung dalam kurikulum, begitu pula dengan pertautan antara kandungan

kurikulum dengan kebutuhan murid juga kebutuhan masyarakat.

4) Prinsip relevansi adalah kesesuaian pendidikan dengan lingkungan hidup murid,

relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan akan datang, relevansi dengan

tuntutan pekerjaan.

5) Prinsip fleksebilitas, adalah terdapat ruang gerak yang memberikan sedikit

kebebasan dalam bertindak, baik yang berorientasi pada flekseibilitas pemilihan

program pendidikan maupun dalam mengembangkan program pengajaran.

6) Prinsip intergritas adalah kurikulum tersebut dapat menghasilkan manusia

seutuhnya, manusia yang mampu mengintergritaskan antara fakultas zikir dan

fakultas fikir, serta manusia yang dapat menyelaraskan struktur kehidupan dunia

dan struktur akhirat.

7) Prinsip Efesiensi, adalah agar kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga,

dana, dan sumber lain secara cermat tepat, memadai dan dapat memenuhi harapan.

8) Prinsip kontinuitas adalah bagaimana susunan kurikulum yang terdiri dari bagian

yang berkelanjutan dengan kaitan-kaitan kurikulum lainnya, baik secaa vertikal

(perjenjangan, tahapan), maupun secara horizontal.

9) Prisip individualitas adalah bagaimana kurikulum mempergatikan perbedaan

pembawaan dan lingkungan pada umumnya yang meliputi seluruh aspek pribadi

anak didik, seperti perbedaan jasmani, watak intelegensi, bakat serta kelebihan dan

kekurangannya.

10) Prinsip kesamaan memperoleh kesempatan dan demokratis adalah bagaimana

kurikulum dapat memberdayakan semua peserta didik memperoleh pengetahuan,

keterampilan dan sikap dapat diutamakan. Seluruh peserta didik/ santri dari

berbagai kelompok seperti kelompok yang kurang beruntung secara ekonomi dan

sosial yang memerlukan bantuan khusus, bakat dan unggul berhak menerima

pendidikan yang tepat yang sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya.

11) Prinsip kedimnamisan, adalah agar kurikulum itu tidak statis, akan tetapi dapat

mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan perubahan sosial

12) Prinsip keseimbangan, adalah bagaiamana kurikulum dapat menegmbangakan

sikap potensi peserta didik yang harmonis.

13) Prinsip efektivitas, adalah agar kurikulum dapat menunjang efektivitas guru yang

mengajar dan peserta didik yang belajar.

Prinsip kurikulum pendidikan Islam merupakan kaidah sebagai landasan supaya

kurikulum pendidikan sesuai dengan harapan semua pihak. Dalam hal ini Winarno

Suracman sebagaimana dikutip Abdul Ghofir mengemukakan prinsip kurikulum

pendidikan yaitu relevansi, efektifitas, efesiensi, fleksibelitas, dan kesinambungan.30 Nana

Syaodih S. menerangkan bahwa prinsip umum kurikulum adalah prinsip relevansi,

fleksibelitas, kontinuitas, praktis, dan efektifitas.31

Sementara itu al Syaibaini dalam Muhaimin menyatakan bahwa prinsip umum yang

menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam adalah pertautan sempurna dengan agama,

prinsip universal, keseimbangan antara tujuan dan isi kurikulum, keterkaitan dengan segala

aspek pendidikan, mengakui adanya perbedaan (fleksibel), prinsip perkembangan dan

perubahan, yang selaras dengan kemaslahatan, dan prinsip pertautan antara semua elemen

kurikulum.32

f. Klasifikasi Ilmu Dalam Kurikulum Pendidikan Islam

Para ahli fikir muslim telah banyak memberikan pandangannya tentang apa saja

yang harus diketahui dan dipelajari oleh manusia selaku hamba Allah, selaku anggota

masyarakat dan selaku pribadi yang berakhlak susila.

1) Al-Ghazali membagi ilmu pengertahuan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a) Ilmu yang tercela banyak atau sedikit. Ilmu ini tidak ada manfaatnya bagi di

dunia atau di akhrirat, misalnya ilmu sihir, nujum dan ilmu pendukunan. Nilai

30 Abdul ghofir dan Muhaimin, Pengenalan Kurikulum Madrasah, (Solo, Ramadhani, 1993), hal. 31 31 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek, (Bandung, Remaja

Rosdakarya, 2002), hal. 150-151 32 Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam…,.39-40

ilmu ini dipelajari akan membawa mudharat dan akan meragukan kebenaran

adanya Allah Swt. Oleh karena itu jauhilah ilmu-ilmu seperti ini.

b) Ilmu yang terpuji, banyak atau sedikit, misalnya ilmu tauhid, ilmu agama. Ilmu

ini apabila dipelajari akan membawa orang kepada jiwa yang suci dan bersih

dari kerendahan dan keburukan serta dapat mendekatkan diri kepada Allah.

c) Ilmu yang terpuji pada taraf tertentu yang tidak boleh dialami, karena ilmu ini

dapat membawa kepada kegoncangan ilmu, seperti ilmu filsafat.33

Adapun dari segi kelompok ilmu tersebut. Al-Ghazali membagi lagi menjadi dua

kelompok dilihat dari kepentingan yaitu:

1) Ilmu yang fardhu ‘ain (wajib) yaitu ilmu yang diketahui semua orang muslim yaitu

ilmu agama, ilmu yang bersumberkan kitab suci Allah.

2) Ilmu yang fardhu kifayah untuk dipelajari oleh sebagian muslim. Ilmu ini adalah

ilmu yang dimanfaatkan untuk memudahkan urusan hidup duniawi, misalnya ilmu

hitung (matematika); ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu pertanian dan ilmu

industry.

Al-Ghazali mengusulkan beberapa ilmu pengetahuan yang harus dipelajari

disekolah sebagai berikut:

1) Ilmu-ilmu fardhu’ ain yaitu al-Qur’an dan ilmun agama seperti fiqh, hadits dan

tafsir.

2) Sekumpulan bahasa, nahwu dan makhraj serta kafadh-kafadhnya, karena ilmu ini

berfungsi membantu ilmu agama.

3) Ilmu-ilmu fardhu kifayah yaitu ilmu kedokteran, matematika, teknologi yang

beraneka macam jenisnya, termasuk juga ilmu politik.

4) Ilmu kebudayaan, seperti syair, sejarah dan beberapa cabang filsafat.

2) Ibnu Khaldun membagi ilmu menjadi tiga macam, yaitu:

a) Ilmu lisan (bahasa) yaitu ilmu langkah, nahwu, bayan dan sastra (adap) atau bahasa

yang tersusun secara puitis (syair).

33 Sa’ad Nursa Ahmad, Tathawwur al-Firk al-Tarbawi, (Qahirah al-Istighlal –al-kubra, 1970), hal.

284-286

b) Ilmu naqli yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah nabi. Ilmu ini berupa

membaca kitab suci al-Qur’an dan tafsirnya sanad hadits, dan pentashihannya serta

istimbat tentang qanun-qanun fiqh. Dengan ilmu ini manusia akan dapat

mengetahui hukum-hukum Allah yang diwajibkan atas manusia. Dari al-Qur’an

itulah didapati ilmu-ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu ushul fiqh yang dapat dipakai

untuk menganalisa hukum-hukum Allah itu melalui cara istimbat.

c) Ilmu aqly yaitu ilmu yang dapat menunjukkan manusia mempergunakan daya fikir

atau kecerdasannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan. Termasuk

kedalam katagori ilmu ini adalah ilmu manthiq (logis), ilmu alam, ilmu ketuhanan,

ilmu teknik, hitung dan tingkah laku (behavior) manusia, termasuk juga ilmu sihir

dan ilmu nujum (perbintangan). Adapun tentang ilmu nujum menggapoainya

sebagai ilmu fasid, karena ilmu ini dipergunakan untuk meramalkan segala

kejadian sebelum terjadi atas dasar perbintangan. Hal itu merupakan sesuatu yang

batil, berlawanan dengan ilmu tauhid yang menegaskan bahwa tidak ada yang

menciptakan kecuali Allah sendiri.34

Dari segi kepentingan untuk para pelajar, Ibn Khaldun mengklarifikasikan ilmu

menjadi:

(1) Ilmu seni dengan segala jenisnya

(2) Ilmu filsafat seperti ilmu alam dan ilmu ketuhanan

(3) Ilmu alat yang membantu ilmu agama seperti ilmu lughah, nahwu dan sebagainya

(4) Ilmu alat yang membantu ilmu falsafah seperti ilmu manthiq (logis)

3) Pendapat ibnu sina, ilmu pengetahuan itu ada dua jenis yaitu imu nazhari (teoristis)

dan ilmu amali (praktis). Adapun yang tergolong dalam ilmu nazhari adalah ilmu

alam, ilmu riyadhi (ilmu urai atau matematika), ilmu ilahi (ketuhanan), yaitu ilmu

yang mengandung I’tibar tentang wujud kejadian alam dan isinya melalui

penganalisaan yang jelas dan jujur sehingga diketahui siapa penciptanya.

Adapun ilmu yang amali (praktis) adalah ilmu yang membahas tentang tingakah

laku manusia serta melihat kepribadian individualnya. Ilmu ini penyangkut ilmu akhlak.

Apabila dilihat dari segi tingkah laku dalam hubungannya dengan orang lain, maka ilmu

ini termasuk ilmu siasat (politik). Adapun filsafat yang menyangkut semua ilmu tersebut

34 Sa’ad Nursa Ahmad, Tathawwur al-Firkr….,hal. 265-206

yang tujuannya adalah mengetahui hakikat segala sesuatu menurut kemapuan manusia

untuk mengetahuinya. Tujuan filsafat secara teoristis adalah menyempurnakan jiwa dengan

melalui amal perbuatan. Tujuan pertama adalah mengetahui yang hak dan tujuan kedua

menuju ma’rifah (mengetahui) kebaikan.

4) Abdurrahman Saleh Abdullah, mengakatgorikan pengetahuan yang menjadi materi

kurikulum pendidikan Islam kepada tiga katagori yaitu:

a) Katagori pertama adalah materi pelajaran yang dikaitkan dengan al-Qur’an dan

Hadits, atau bisa dikenal dengan istilah materi pelajaran agama.

b) Katagori kedua dalam bidang ilmu pengetahuan yang termasuk dalam bidang

isi kurikulum pendidikan Islam adalah ilmu-ilmu tentang kemanusiaan (al-

Insaniyyah), katagori ini meliputi bidang-bidang psikologis, sosiologi, sejarah

dan lain-lain.

c) Katagori ketiga yaitu ilmu-ilmu kealaman (al-‘ulum al-Kauniyah), termasuk

dalam katagori ini Biologi, Botani, Astronomi dan lain-lain.35

Berdasarkan katagori inilah sebenarnya dijadikan substansi kurikulum

lembaga-lembaga pendidikan Islam, meskipun bentukmya harus diadakan

modifikasi, formulasi ataupun penyempurnaan sesuai dengan tuntutan

masyarakat setempat, mengingat lembag pendidikan adalah cermin dari cita-

cita masyarakatnya.

g. Evaluasi kurikulum

Evaluasi kurikulum merupakan faktor yang sangat penting dalam dunia pendidikan,

karena pengembangan kurikulum merupakan proses yang tidak pernah selesai/berakhir.

Proses tersebut meliputi perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Merujuk pada

pandangan tersebut dalam konteks pengembangan kurikulum evaluasi merupakan bagian

yang tidak bisa di pisahkan dari pengembangan kurilulum itu sendiri.

Dalam evaluasi dapat ditentukan nilai dan arti kurikulum sehingga dapat

dijadikan bahan pertimbangan apakah suatu kurikulum dapat dipertahankan atau tidak serta

bagian-bagian mana yang harus direkontruksikan. Di samping itu pula evaluasi merupakan

komponen untuk melihat efektifitas pencapaian tujuan. Demikian halnya dalam konteks

pengembangan kurikulum, evaluasi dapat berfungsi untuk memberikan informasi dan

35 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan al-Qur’an, (terj) Arifin, (Jakarta:

Rineka Cipta, 1990), hal. 8

pertimbangan yang berkenaan dengan upaya untuk memperbaiki suatu kurikulum. Oleh

sebab itu dalam evaluasi kurikulum inilah dapat dilihat apakah tujuan yang dilihat apakah

tujuan yang diharapkan telah tercapai atau belum, atau dengan kata lain evaluasi kurikulum

digunakan sebagai umpan balik dalam perbaikan strategi yang ditetapkan.

h. Orientasi Pencapain Tujuan Kurikulum Pendidikan Islam

Kurikulum pendidikan Islam berorientasi kepada:

1. Orientasi pelestarian nilai

Dalam pandangan Islam, nilai terbagi menjadi dua macam, yaitu niali yang turun

dari Allah Swt, yang disebut nilai ilahiah, dan nilai yang tumbuh dan berkembang

dari peradaban manusia sendiri yang disebut dengan nilai insaniyah, kedua nilai

tersebut selanjutnya membentuk norma-norma atau kaidah-kaidah kehidupan yang

dianut dan melembaga pada masyarakat yang mendukungnya. Tugas kurikulum

selanjutnya adalah menciptakan situasi-situasi dan program tertentu untuk

tercapainya pelestarian kedua nilai tersebut. Orientasi ini memfokuskan kurikulum

sebagai alat untuk tercapainya “agent of conservative”.

2. Orientsi pada peserta didik

Orientasi ini memberikan kompas pada kurikulum untuk memenuhi kebutuhan

peserta didik yang disesuaikan dengan bakat, minat dan potensi yang dimilikinya,

serta kebutuhan peserta didik. Orientasi ini diarahkan kepada pembinaan tiga

dimensi peserta didiknya.

(a) Dimensi kepribadian sebagai mannusia, yaitu kemampuan untuk menjaga

integritas antara sikap, tingkah laku etiket dan moralitas.

(b) Dimensi produktifitas yang menyngkut apa yang dihasilkan anak didik dalam

jumlah yang lebih banyak kualitas yang lebih baik setelah ia menamatkan

pendidikannya.

(c) Dimensi kreatifitas yang menyangkut kemampuan anak didik untuk berfikir dan

berbuat, menciptakan sesuatu yang berguna bagi dirisendiri dan masyarakat.

3. Orientasi pada masa depan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK). Kemajuan suatu zaman ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi serta produk-produk yang dihasilkannya. Hampir semua kehidupan

dewasa ini tidak lepas dari keterlibatan IPTEK. Mulai dari kehidupan yang paling

sederhana sampai kehidupan dan peradaban yang paling tinggi dengan IPTEK,

masalah yang rumit menjadi mudah, maslaah yang tidak berguna menjadi lebih

berguna, masalah yang usang dan kemudian dibumbui dengan roduk IPTEK

menjadi lebih menarik.

4. Orientasi pada sosial demand

Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang ditandai oleh munculnya berbagai

peradaban dan kebudayaan sehingga masyarakat tersebut mengalami perubahan

dan perkembangan yang pesat walaupun perkembangan itu tidak mencapai pada

titik kulminasi. Hal ini kehidupan adalah berkembangan, tanpa perkembangan

berarti tidak ada kehidupan.

Orientasi pencapaian tujuan dari kurikulum dimaksud adalah bagaimana

memberikan kontribusi positif dalam perkembangan sosial dan kebutuhannya,

sehingga ou put di lembaga pendidikan mampu menjawab dan mengatasi sejumlah

masalah yang di hadapi oleh masyarakat.

5. Orientasi pada tenaga kerja

Manusia sebagai makhluk biologis mempunyai unsur mekanisme jasmani yang

membutuhkan kebutuhan-kebutuhan lahiriah, misalnya makan minum, bertempat

tinggal yang layak, dan kebutuhan biologis lainnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut

harus dipenuhi secara layak dan salah satu di antara persiapan untuk mendapatkan

pemenuhan kebutuhan yang layak adalah melalui pendidikan. Dengan pendidikan,

pengalaman dan pengetahuan seseorang bertambah dan menentukan kualitas kerja

seseorang. Hal ini karena dunia kerja dewasa ini semakin banyak saingan, dan

jumlah perkembangan penduduk jauh lebih pesat dari penyediaan lapangan kerja.

Sebagai konsekuensinya, kurikulum pendidikan diarahkan untuk memnuhi

kebutuhan kerja. Hal ini ditujukan setelah keluar dari lembaga sekolah, peserta

didik mempunyai kemampuan dan keterampilan yang profesional, berproduktif dan

kreatif, mampu mendaya gunakan sumber daya alam, sumber daya diri dan sumber

daya situasi yang mempengaruhinya.

6. Orientasi penciptaan lapangan kerja

Orientasi pada penciptaan lapangan kerja ini tidak hanya memberikan arahan

kepada kurikulum bagaimana menciptakan peserta didik yang terampil agar dapat

mengisi lapangan kerja didalam masyarakat. Akan tetapi mengingat terbatasnya

lapangan kerja, maka kurikulum hendaknya dapat pula menciptakan peserta didik

yang dapat membuat lapangan kerja baru yang dapat menyerap tenaga kerja

terutama dirinya dan orang lain. Dengan orientasi ini maka hidupnya tidak

menggantungkn diri pada orang lain, bahkan orang lain yang menggantungkan

hidup kepadanya.

Inilah sebenarnya target dari rekontruksi kurikulum pendidikan Islam, agar

pencapaian tujuan dapat terlaksana dengan baik dan uo put yang dihasilkan mampu

bersaing dalam era yang bagaimanapun adanya. Makanya kurikulum tersebut harus

benar-benar relevan dan selalu mengikuti perkembangan khususnya di era global

sekarang.

i. Analisa Tujuan Rekontruksi Kurikulum Pendidikan Islam

Dari beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lulusan suatu lembaga

pendidikan, barang kali kurikulumlah yang dapat dianggap menjadi prioritas utama

yang harus diperhatikan. Hal ini tidak lain karena kurikulum merupakan rencana

pendidikan yang akan diberikan kepada subjek didik. Bahkan dalam pengertian yang

lebih luas, keberadaan kurikulum tidak saja terbatas pada materi yang akan diberikan

didalam ruangan kelas, melainkan juga meliputi apa saja yang sengaja diadakan atau

ditiadakan untuk dialami oleh subjek didik didalam pendidikan. Oleh karena itu, posisi

kurikulum menjadi mata rantai yang penting dan tidak dapat begitu saja dinafikan

dalam konteks peningkatan kualita lembaga pendidikan.

Ibarat seorang membuat sebuah ruham, kurikulum adalah “blue print” (cetak

birunya). Blue print harus jela bagi semua pihak yang terkait, arsitek yang

menggambar, pemilik rumah yang akan membiayai proyek pembangunan, pemborong

dan para tukang yang akan membangunnya. Tentu tidak boleh ada persepsi yang

berberda diantara pihak-pihak terkait mengenai bentuk akhir dari rumah tersebut

berdasarkan blue print itu.

Fenomena yang terjadi sekarang ini, kurikulum sangat memprihatikan, bukan

saja tidak jelas bagi masyarakat yang mengetahui isinya, melainkan juga tidak jelas

bagi sipengajar (pendidik) yang secara langsung mendidik subjek didiknya itu. Bila

kita kembali pada contoh diatas, diibaratkan developer yang berusaha menjual rumah

kepada masyarakat maka masih terdapat visi antara arsitek (pembuat kurikulum),

pemborong (pimpinan lembaga pendidikan) dengan para tukangnya (pendidik),

mengenai wujud akhir dari rumah (lulusan) yang akan dihasilkan oleh proyek tersebut

(pendidikan peserta didik) itu. Masing-masing pihak memilki visi masing-masing

mengenai kualitas lulusan dan apa yang seharunya dilakukan untuk menghasilkan

lulusan seperti itu.

Berdasarkan fenomena inilah membutuhkan rekontruksi kurikulum untuk

mencapai tujuan yang diharapkan yaitu terwujudnya implementasi kurikulum yang

ideal dalam pendidika Islam. Tujuan kurikulum pendidikan yang ideal biasanya itu

nampak pada tujuan akhir (ultimate aims of educationt). Tujuan akhir ini dirumuskan

secara padat dan singkat, seperti terbantuknya kepribadian muslim36 dan kematangan

serta intergritas kesempurnaan pribadi.37

Kurikulum lembaga pendidikan harus mencerminkan identitas lembaga

tersebut sebagai lembaga pendidikan yang bermutu dan berkualitas. Di samping itu ia

juga harus mencerminkan visi dan misi lembaga pendidikan yang dimaksud.

Kurikulum juga harus menggambarkan secara jelas lulusan yang diharapkan melalui

berbagai program studi dalam lembaga pendidikan tersebut. Ia juga harus

menunjukkan keistimewaannya jika dibandingkan dengan lembaga pendidikan lain.38

Ada beberapa rekomendasi penulis dalam rekontruksi kurikulum pendidikan

Islam ideal antara lain:

1. Kurikulum harus menarik dan jelas orientasinya sesuai dengan kebutuhan

masyarakat. Kondisi hari ini kurikulum hanya diambil secara mentah-mentah dari

lembaga pendidikan yang satu dengan lembaga pendidikan lainnya lagi tanpa

diketahui apa dan mengapa kurikulum tersebut didesain seperti itu.

2. Kurikulum senantiasa memenuhi kebutuhan subjek didik yang disesuaikan dengan

bakat, minat dan potensi yang dimilikinya serta kebutuhannya.

36 Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’rif, 1962), hal. 43 37 Mohammad Noor syam, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Malang: FIP-IKIP, 1973, hal 76 38 Pada prinsipnya, kurikulum ini harus jelas terutama bagi civitas akademika lembaga pendidikan

tersebut (pimpinan, pendidik, karyawan dan peserta didik) hal ini diperlukan agar persamaan persepsi

menganai arah yang harus dituju oleh proses pendidikan dilembaga itu dan bagaimana menuju kearah

tersebut, kegagalan dalam persamaan persepsi kurikulum ini akan mengakibatkan sulitnya pencapaian

kurikulum yang telah ditetapkan. Oleh karena itu setelah disusun dengan baik dan jelas, kurikulum harus

disosialisasikan kepada seluruh civitas akademika. Kualitas lulusan yang melenceng dari lulusan yang

mendorong dari harapan merupakan indikator adanya sesuatu yang perlu diperbaiki dalam proses belajar

mengajar dilembaga pendidika tersebut. Perlu segera dikaji serta direkontruksi apakah problemnya ada

dikurikulum (kurang jelas dan terarah misalnya), pada sosialisasinya, pada kemampuan pendidiknya untuk

merealisasikan, kurangnya sarana pembantu ataukah pada evaluasinya. Lihat: Arief Furchan, Transformasi

Pendidikan Islam Si Indonesia: anatomi Keberadaan Madrasah dan PTAIN, (Yogyakarta: Germa Media,

2004), hal. 168-169

3. Kurikulum harus mencerminkan visi dan misi lembaga pendidikan dan seluruh

komponen yang terlibat dalam lembaga pendidikan itu senantiasa mengetahui

substansi dan tujuan dari kurikulum yang telah ditetapkan artinya kurikulum juga

harus disosialisasikan.

4. Kurikulum pendidikan Islam harus mencerminkan adanya nilai-nilai ajaran Islam

sebagai acuan dalam perencanaan dan penyusunan kurikulum tersebut, agar tujuan

yang telah ditetapkan dapat tercapai, yakni terjadinya perubahan yangb mencakup

keterampilan jasmani, kecerdasan intelektual dan kesadaran sprirituaitas yang

dipenuhi dengan moralitas yang mulia serta keimanan yang teguh keguh kepada

Allah Swt.

III. Penutup

Kesimpulan

Dari beberapa penjelasan tentang rekontruksi kurikulum pendidika Islam,

maka dapatlah ditarik suatu kesimpulan yaitu:

1) Pendidikan merupakan usaha untuk memanusiakan manusia atau dengan kata lain

usaha yang dilakukan oleh orang dewasa untuk memberikan bimbingan kepada

peserta didik dalam rangka membuat ia menjadi dewasa dan salah satu faktor yang

sangat menentukan dalam arah dan tujuan pendidikan adalah kurikulum. Dalam

tatanan operasionalnya, kepribadian widyiswara atau fasilitator menjadi faktor

utama dalam pelaksanaan kurikulum formal, pada hakekatnya pemerintah hanya

merealisasikan atau mendelegasikan dan widyiswar faktor penentu

keberhasilannya, oleh sebab itu, pendidik harus mengerti dan memahami

kurikulum.

2) Kurikulum dalam proses pendidikan dan pelatihan adalah sebagai alat untuk

mencapai tujuan pendidikan, dalam kurikulum memiliki bagian-bagian penting

sebagai penunjang yang dapat mendukung operasinya dengan baik. Bagian ini

disebut komponen-komponen tersebut saling berkaitan, berinteraksi satu sama lain

dalam mencapapai tujuan. Dalam komponen kurikulum pendidikan dan pelatihan

Islam haruslah bersifat fungsional yang tujuannya mengeluarkan dan membentuk

aparatur negara muslim yang kenal agama dan Tuhannya, berakhlak mulia al-

Qur’an, tetapi juga mengeluarkan manusia mengenal akan hakikat kehidupan,

sanggup menikmati kehidupan yang mulia masyarakat bebas dan mulia, sanggup

memberi dan membina masyarakatnya itu dan mendorong mengembangkan

kehidupan melalui pekerjaan atau tugas pokok dan fungsi tertentu yang dikuasinya.

3) Dalam penyusunannya, rekontruksi kurikulum pendidikan dan pelatihan Islam

haruslah memperhatikan dasar-dasar yang menjadi kekuatan utama dalam

mempengaruhi dan dan membentuk materi, susunan serta organisasi kurikulum. Di

samping itu pula dalam pola penyusunannya harus memperhatikan prinsip-prinsip

yang akan dijadikan landasan utama. Sebenarnya secara garis besar pola

penyusunan kurikulum pendidikan Islam berorientasi pada pelestarian nilai-nilai

yang terdapat dalam wahyu, nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang melalui

peradaban manusia, kemudian berikutnya kurikulum harus berorienasi pada aspek

peserta diklat dan terkait dengan aspek penciptaan dunia lapangan kerja sesuai

dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selanjutnya untuk

menentukan berhasil atau tidaknya proses pelaksanaan program pendidikan, maka

langkah yang harus ditempuh adalah dengan evaluasi karena itu evaluasi

merupakan komponen yang sangat penting untuk melihat pencapaian tujuan.

DAFTAR KEPUSTAKAN

1. Andre Rinanto, Peranan Media Audivisual Dalam Pendidikan, Yogyakarta:

Yayasan Kanisius, 1982

2. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam I, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997

3. Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Isla,, Jakarta: Logos, 2005

4. Alice Miel, Changging The Curriculum a Social Proses, New York: D. Appleton

Century Company, 1946

5. Al-Jammali, Tarbiyah al-Insan al-Jadid, Tunis: al-Syirkah al-Tunisiyah lil

Tauz’I, 1972

6. Abdurrahman Saleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi. Misi dan Aksi,

i. Jakarta: Grafindo Persada, 1994

7. Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Berdsarkan al-Qur’an,

(terj) Arifin: Jakarta: Rineka Cipta, 1990

8. Ahmad D Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Al-Ma’rif,

1962

9. Anas Sudjono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Raja Grafindo: Jakarta. 2006

10. Abd al-Rahman Salih ‘Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan menurut al-

Qur’an serta Implementasinya, Bandung: Dipoenogoro, 1991

11. Asma Hasan Fahmi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan

Bintang, 1998

12. Abdul Ghofir dan Muhaimin, Pengenalan Kurikulum Madrasah, Solo,

Ramadhani, 1993

13. Arief Furchan, Transportasi Pendidikan Islam di Indonesia: Anatomi Keberadaan

i. Madrasah dan PTAIN, Yogyakarta: Germa Media, 2004

14. Bukhari Muslim, Konsep Kurikulum Pendidikan Barat Menurut Persepektif

Pendidikan Islam: Tinjauann Terhadap Filsafat Progressivisme, Banda

Aceh: Ar-Raniry Press, 2007

15. Crow dan Crow dalam Oemar Hamalik, Pembinaan Pengembangan Kurikulum,

Bandung: Pustaka Martina, 1987

16. D. Tanner. L.T Curriculum Development into Practice, New York: MC Milian

Publishing Coinc, 1975

17. Dakir, Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum, Jakarta: Rineka Cipta, 2004

18. Hanafi Ladjid, Pengembangan Kurikulum, Ciputat: Quantum Teaching, 2005

19. Hilda Taba, Curriculum Develoment Theory and Practice, New York: Harcourt

Brace and World Inc, 1962

20. Hasan Langulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi Pendidikan,

Jakarta: Pustaka al-Husna, 1986

21. …………..,Asas-asas Pendiikan Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1988

22. …………..,Theori-theori Kesehatan Mental, Jakarta: Pustaka al-Husna 1986

23. Harold Alberty, Reoganizing The High School Curriculum, New York: The

Appleton Century Grafits, 1954

24. Iskandar Wiyoksumo dan Usman Mulyadi, Dasar-dasar Pengembangan

Kurikulum, Jakarta: Bina Aksara, 1988

25. Jhon Dewey, Democrazy and Education, New York: The Free Press, 1966

26. Jhon Dewey, Pilosophy of Education, Problem of Men, New Jersey: Littlefield

Adams and CO, 1958

27. Jalaluddin dan Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1994

28. M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991

29. Muhaimin dan Abd Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, Kajian Filosofis dan

Kerangka Dafar Operasionalnya, Bandung: Trigenda Karya, 1993

30. Muhaimin, Konsep Pendidikan Islam, Sebuah Telaah Komponen dasar

Kurikulum, Solo, Ramadhani, 1991

31. Muhaimin, Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Yogyakarta, Pustaka

Pelajar, 2003

32. Muhammad Fazlul Rahman Anshari, The Qur’anic Fundation and Strukture of

Muslim, Society, Pakkistan: World Federation of Islamic Missions,

i. 1997

33. Mohd. Atiyah al-Abrasyii, al-Tarbiyah fi al-Islam, Kahirah: al-Majlis al-A’ala lil

Syuun al-Islmamiyah, 1961

34. Mohammad Noor Syam, Pengantar Filsafat Pendidikan, Malang: FKIP-IKIP,

1973

35. Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum: Theori dan Praktek,

Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002

36. Oemar Muhammad al-Tournny al-Syaibaini, Falsafah pendidikan Islam, (terj)

Hasan Langulung, Jakrata: Bulan Bintang, 1979

37. Rupert C. Lodge, Philosophi of Educationt, New York: Hareer and Brother, 1947

38. Romine st, Building The High School Curriculum, New York: The Ronald Pres

Company, 1954

39. Rayamulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2006

40. Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. Bumi

Aksara, 2008

41. Sa’ad Bursa Ahmad, Tathawwur al-Firk-al-Turbawi, Qahirah: Maktabah al-

Istighal al-Kubra, 1970

42. Suparlan, Aliran-aliran Baru Dalam Pendidikan, Yogyakarta: Andi Offset, 1984

43. Saylor Galen Y, Planning Curriculum for School, New York: Holt Kinehort

Wiston Inc, 1974

44. S, Nasution, Pengembangan Kurikulum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003

45. Tim Penyusun, Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

Pendidikan Nasional, Bandung, Citra Umbara, 2003

46. William. H Kilpatrick, Philoshophies of Education, New York: The Macmillan an

CO, 1956

47. Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi AKsara, 2003

48. ………………, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi AKsara, 1997

49. Zakiyah Dadjad, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1992