Rekonstruksi Islami Untuk Psikologi
-
Upload
haristiansahroni -
Category
Documents
-
view
70 -
download
2
Embed Size (px)
description
Transcript of Rekonstruksi Islami Untuk Psikologi
-
1
BAHAN AJAR
KULIAH PSIKOLOGI UMUM DAN PERKEMBANGAN
SABTU, 04 APRIL 2015
MUHAMAD PRIYATNA
NIK. 207 006 015
NIDN. 21 160278 01
JURUSAN TARBIYAH PROGRAM STUDI PAI
REKONSTRUKSI ISLAMI UNTUK PSIKOLOGI
A. Definisi Psikologi Islam.
Sebagai suatu ilmu yang masih dalam proses pembangunan, psikologi Islam diharapkan dapat
memberikan kontribusi positif bagi pembentukan pribadi manusia ideal (insan kamil). Adapun
beberepa definisi Psikologi dirumuskan oleh beberapa pakar Psikologi sebagai berikut:
Djamaluddin Ancok mendefinisikan Psikologi Islam sebagai ilmu yang berbicara tentang
manusia, terutama masalah kepribadian manusia, yang bersifat Filsafat, teori, metodologi, dan
pendekatan problem dengan didasari sumber-sumber formal Islam (Al-Quran dan Hadits)
dan akal, indera serta intuisi.1
Hanna Djumhana Bustaman mendefinisikan Psikologi Islam sebagai corak psikologi
berdasarkan citra manusia menurut ajaran Islam, yang mempelajari keunikan dan pola
perilaku manusia sebagai pengalaman interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan
alam keruhaniaan, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas
keberagamaan.2
G.A.Miller mendefinisikan Psikologi Islam Sebagai suatu ilmu Psikologi yang tidak hanya
menguraikan, memprediksi dan mengendalikan tingkah laku manusia. Psikologi Islam
mempunyai tujuan menampatkan pijakan agama Islam sebagai Pijakan ilmu dan Psikologi
Islam harus mampu merumuskan asas-asas kejiawaan dari Sumber Agama Islam.3
1 Dr.Achmad Mubarok, MA. Psikologi Dakwah, Jakarta : Pustaka Firdaus, 1997, Cet.IV, hal.42
2 Hanna Djumhana Bastaman, Makalah Psikologi Islami, What is Name, Makalah disampaikan pada
symposium Nasional Psikologi Islam, 1994, di Fakultas Psikologi Univ.Muhammadiyah Surakarta
3 Dr.Achmad Mubarok, MA, ibid hal.43
-
2
Dari beberapa pendapat diatas Psikologi Islam dapat disimpulkan dan didefinisikan sebagai
suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku, karakter, pola interaksi manusia yang bersumber
dari Al-Quran dan Hadits dan dibangun berdasarkan metode Ilmiah.
B. Sejarah Psikologi Islam
Kajian Psikologi Islam mulai dilakukan sekitar 1950 di Barat oleh mahasiswa muslim
yang studi di Barat. Tahapan kajian itu melalui:
Kekaguman mahasiswa Muslim terhadap ilmu Psikologi yang tumbuh dan berkembang pesat
di barat.
Mencocokkan teori-teori Psikologi dengan Konsep Al-Quran
Mengkritisi teori-teori Psikologi barat
Menawarkan paradigma baru Psikologi Islam.
Ketika muncul gerakan Islamisasi Ilmu, tiga ilmu keislaman dimulai secara
bersamaan , yaitu Ekonomi Islam, Psikologi Islam dan Sosiologi Islam. Ekonomi Islam
berjalan lebih cepat karena mempunyai media,yaitu Bank Islam atau Bank Syari`ah.4
Sedangkan menurut Dr. Malik B. Badri, ada tiga fase perkembangan sikap Psikolog
muslim terhadap Psikologi modern yang berasal dari Barat yaitu5 :
Fase Infantuasi
Fase pertama mahasiswa muslim tergila-gila kepada teori psikologi barat yang memikat.
Mereka mengikuti sepenuhnya teori-teori psikologi modern tanpa kritik.
Fase Rekonsiliasi
Fase kedua mahasiswa muslim mulai mencocok-cocokkan apa yang ada dalam teori psikologi
dengan apa yang ada dalam Al-Quran. Mereka beranggapan bahwa apa yang ada dalam Al-
Quran tidak bertentangan dengan teori-teori psikologi barat.
Fase Emansipasi
Fase terakhir dimana mahasiswa muslim semakin bersifat kritis terhadap pandangan-
pandangan psikologi barat dan mengalihkan perhatianya kepada Al-Quran dan Hadits.
C. Perbandingan Psikologi Barat dan Psikologi Islam.
Dalam Psikologi Barat, psikologi bekerja mengurai tentang tingkah laku,
memprediksi dan mengendalikan tingkah laku yang bersifat horizontal. Sementara dalam
Islam Psikologi berbicara bagaimana mengubah tingkah laku menjadi baik dan bagaimana
jiwa dekat dengan Tuhan.
4 Sumber http://mubarok-institute.blogspot.com diunduh pada tanggal 17/03/2014 jam 17.03 Wib.
5 Dr.Achmad Mubarok, MA, ibid hal.37
-
3
Psikologi Barat berbicara tentang perilaku yang Indrawi (bisa terlihat wujudnya),
Psikologi Islam berbicara tentang manusia seutuhnya (ideal) dengan mengembangkan
potensi-potensi kemanusiaan yang dimiliki.
Perbedaan lain antara keduanya adalah pada ranah Metodologi. Psikologi Barat
adalah hasil renungan dan eksperimen laboratorium, sedangkan psikologi Islam, sumber
informasi utamanya adalah Alquran, Hadis , filsafat dan tasawuf untuk kemudian dijadikan
barometer penghayatan dan pengalaman kejiwaan, serta eksperimentasi laboratorium sebagai
upaya verifikasi, klasifikasi dan perbandingan seperti yang dilakukan para psikolog Barat.6
D. Konsep Psikologi Islam.
Psikologi merupakan produk dari renungan, pengalaman,penelitian dan laboratorium.
Sedangkan Psikologi Islam bersumber dari manual manusia, yaitu sesuai dengan Al-Quran
dan diperjelas dengan hadis, ditambah pengalaman dan (masih sedikit) penelitian.
Konsep Psikologi Barat lebih bersifat trial and error karena memang produk fikiran,
sedangkan konsep Psikologi Islam berbasis keyakinan atas kebenaran wahyu.
Meski demikian, banyak sekali mutiara ilmu dalam Psikologi Barat ,oleh karena itu
Teori Psikologi Barat bisa digunakan sebagai alat bantu dalam menggali konsep Psikologi
Islam dari Al-Quran.
Dasar dari konsep Psikologi Islam adalah konsep manusia. Ada perbedaan mendasar
antara konsep manusia menurut Psikologi dengan konsep manusia menurut al Quran.
Manusia menurut teori psikologi barat adalah homo volens (dikendalikan dari
dalam), homo mechanicus (dikendalikan dari luar) , homo sapens (makhluk berfikir) dan
homo ludens (makhluk yang mengerti makna hidup).
Menurut Al Qur`an manusia adalah hamba Allah (`abdulloh) sekaligus khalifatullah
(wakil Tuhan), memiliki dimensi sangat kecil (hamba) dan dimensi sangat besar (wakil`
Tuhan).
Banyak sekali statemens psikologis dalam al Quran dan hadis, tetapi sayang belum
`di persepsi dengan perspektip psikologi , karena para ulama memang tidak memiliki
perspektif psikologi.
Contoh hadis yang menyatakan. : Dunia adalah penjara bagi orang mukmin dan surga
bagi orang kafir (addunya sijnul muminin wa jannatulkafirin).Ulama lebih memahaminya
sebagai hadis tasauf, padahal ia adalah hadis psikologi.7
6 Sumber http://psi-islami.blogspot.com/2006/06/arah-dan-tantangan-psikologi-islam.html. diunduh
pada tanggal 17/03/2014 jam 17.52 WIB
7 Prof.Dr. Ahmad Mubarok, M.A, Rekonstruksi Syar'iy Dalam Ilmu Psikologi, Disampaikan dalam
Kajian Ilmiah Psikologi Islami yang diselenggarakan Fakultas Psikologi UI, 21Desember 2008. Sumber
http://mubarok-institute.blogspot.com diunduh pada tanggal 17/03/2014 jam 17.30 Wib
-
4
E. Kondisi Psikologi manusia dalam Al-Quran
Manusia dalam Al-Quran disebut dengan nama basyar dan insan .8 Kata basyar
diambil dari kata yang pada mulanya berarti penampakan sesuatu dengan baik dan indah. Dari
akar kata yang sama lahir kata basyarah yang berarti kulit. Manusia disebut dengan basyar
karena fisiknya tampak nyata dan berbeda dengan makhluk yang lain.
Kata insan digunakan dalam Al-Quran untuk menunjuk kepada manusia dengan
seluruh totalitasnya, jiwa dan raga. Manusia yang berbeda antara seseorang dengan yang lain,
akibat perbedaan fisik, mental, dan kecerdasan9.
Kajian Psikologi Islam menitik beratkan pada kejiwaan manusia yang disebut dengan
insan, adapun permasalahan kejiwaan manusia yang disebutkan dalam Al-Quran
diantaranya10
:
Penyakit hati, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Baqoroh ayat 10
Perasaan takut, seperti yang tersebut di dalam QS. Ali Imron ayat 151
Getaran, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Anfal ayat 2
Kedamaian, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Fath ayat 4
Keberanian, seperti yang tersebut di dalam QS. Ali Imron ayat 126
Cinta dan kasih sayang, seperti yang tersebut di dalam QS. Al Hadid ayat 27
Kebaikan, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Anfal ayat 70
Iman, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Hujurat ayat 14
Kedengkian, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Hasyr ayat 10
Kufur, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Baqoroh ayat 93
Kesesatan, seperti yang tersebut di dalam QS. Ali Imron ayat 7
Penyesalan, seperti yang tersebut di dalam QS. Ali Imron ayat 156
Panas hati, seperti yang tersebut di dalam QS. At-Taubah ayat 15
Keraguan, seperti yang tersebut di dalam QS. At-Taubah ayat 45
Kemunafikan, seperti yang tersebut di dalam QS. At-Taubah ayat 77
Kesombongan, seperti yang tersebut di dalam QS. Al-Fath ayat 26
Jika ruang lingkup Psikologi barat terbatas pada tiga dimensi : Fisik-biologi, kejiwaan
dan sosiokultural, maka ruang lingkup Psikologi Islam disamping tiga hal tersebut juga
mencakup dimensi kerohaniaan, dimensi spiritual, suatu wilayah yang tak pernah disentuh
psikologi barat karena perbedaan pijakan.
8 Azharuddin Sahil, Indeks Al-Quran Panduan mencari ayat Al-Quran berdasarkan kata dasarnya,
Bandung : Mizan. 1994, Cet II, hal 230
9 Prof.Dr.M. Quraish Shihab, M.A, Wawasan Al-Quran, Jakarta: Mizan, 1996, Cet. XI, hal. 280
10
Dr.Achmad Mubarok, MA, ibid hal. 46
-
5
F. Rekonstruksi Psikologi Islam.
Jika gagasan membangun (rekonstruksi) Psikologi Islam dapat disebut sebagai
Islamisasi Psikologi, maka kondisi saat ini sifatnya masih sangat awal. Untuk mewujudkan
gagasan tersebut, maka disusunlah beberapa agenda kerja sebagai berikut11
;
Pembentukan kelompok kerja atau konsorsium Psikologi Islam yang terdiri dari para
Psikolog dan ulama ahli Tafsir, hukum dan tasauf.
Inventarisasi dan pengumpulan literature psikologi yang relevan.
Menggalakkan penerbitan berkala (jurnal psikologi), termasuk kliping artikel-artikel
psikologi.
Pendirian Fakultas psikologi Islam di lingkungan Perguruan Tinggi Islam.
Menggalakkna penelitian social yang berkaitan dengan terapi psikologi di lingkungan
kaum muslimin.
Mendirikan klinik-klinik Psikologi khususnya untuk membantu masyarakat dalam bidang
kesehatan mental.
Mengembangkan klinik Bimbingan dan Konseling Agama.
G. Proyek Rekonstruksi Islami bagi Ilmu Pengetahuan dalam Lingkup Umum
Hanna Djumhana Bastaman, menjelaskan bahwa psikologi Islam adalah sebuah psikolgi yang
memiliki karakteristik dan identitas yang semuanya bermuara pada nilai-nilai Islam.1
Bahwa psikologi Islam merupakan salah satu dari kajian masalah-masalah ke-Islaman. Ia
memiliki kedudukan yang sama dalam kedudukan ilmu ke-Islaman yang lain. Seperti: ekonomi Islam,
Sosiologi Islam, Politik Islam, Kebudayaan Islam, dan sebagainya. Artinya, psikologi yang di bangun
bercorak atau memiliki pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam Islam,
sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi kontemporer
pada umumnya.
Setiap peradaban memiliki pandangan tersendiri terhadap alam semesta yang melingkupinya.
Pandangan inilah yang akan mengarahkannya pada setiap gerak dan dinamikanya. Pandangan
persepsi kita pada alam merupakan salah satu yang penting. Kita akan menyadari hal ini sampai kita
mencarii alternatif pandangan lain, baik melakukan komparasi dengan peradaban lain, dengan
menganalisis hadirnya suatu masa yang asing maupun ketika memang pandangan itu sudah saatnya
berubah.2
Rekonstruksi Islami pada kajian psikologi hanyalah bagian kecil dari rekonstruksi peradaban
besar di mana pemkiran Islam modern akan bangkit dan merealisasikan apa yang di sebut Islamisasi
ilmu pengetahuuan.
11 Dr.Achmad Mubarok, MA, ibid hal. 50
-
6
Memang, kita masih dalam tahap rekonstruksi. Kita masih membahas dan menentukan
alternatif Islami dalam kajian psikologi, sosiologi, ilmu ekonomi, ilmu sastra dan banyak lainnya.
Semuanya membutuhkan definisi syar i dan ini adalah tugas penting pemikir Islam untuk bisa
menentukannya pada masa-masa transisi ini.
Kemajuan yang terjadi pada negara-negara maju bukan hanya karena perkembangan ilmu
alam saja, ilmu-ilmu humaniora pun turut memberikan kontribusinya dalam kemajuan tersebut. Suatu
peradaban tidak berinteraksi dengan materi saja, namun juga dengan segala problematika manusia.
Itulah mengapa sebabnya mengapa (ilmu alam dan ilmu humaniora) menempati posisi terpenting
dalam proyek kita dan menjadi satu syarat penting dalam merealisasikan tujuan kita.
Korelasi yang mengikat antara pemikir Islam dengan proyek rekonstruksi Islami pada ilmu
pengetahuan sangat kuat terjadi. Dinamika rekonstruksi rentan terhadap semua dinamika pemikir
Islam, yakni pemikiran yang membela pemikiran kepentingan Islam dan mengendalikan ummat
Islam, bahkan mengendalikan ummat manusia secara keseluruhan.12
Juga pemikiran yang mampu melingkupi semua inovasi dan perkembangan yang terjadi
dalam dinamika kehidupan.
Dinamika pemikiran tidak kalah penting dengan dinamika politik. Keduanya adalah dua sisi
penting dalam membangun sebuah peradaban yang maju. Itulah sebab mengapa Islam lebih
mengaitkan proyek rekonstruksi Islam pada sisi pemikiran dan bukan politik.
Hilangnya satu sisi (politik) tidak memunjukkan berhentinya sisi lainnya (pemikiran).
Dr. Yusuf al-Qaradhawi ketika membahas syarat yang harus di penuhi demi tegaknya syariat
Islam dan penerapannya pada masa modern ini mengatakan,
Agar syariat Islam sukses di aplikasikan dalam kehidupan kita yang baru ini, maka sudah
selayaknya kita memberikan selamat dan penghargaan yang tinggi pada orang-orang yang meyakini
keadilan syariat dan mematuhinya dengan penuh keridhaan. Juga kepada hakim yang meyakini
kesucian syariat dan tidak pernah memainkan ataupun menyimpangkan nash-nash karena ketamakan
sekadar mengikuti hawa nafsunya. Juga kepada para pemimpin dan penguasa yang tegas dalam
mengatasi tegaknya syariat dan aplikasinya dalam kehiduppan tanpa ada ceroboh ataupun over-acted.
Dengan kata lain harus di munculkan kembali semangat keIslaman dan di bentuk lagi satu
pribadi Islami yang memotivasi setiap individu untuk bisa mengaplikasikan syariat Islam. Pribadi
inilah yang di maksud dengan otak Islam yakni berpikir dari sisi pandang Islam dalam
memutuskan segala sesuatunya dan menyikapi semua peristiwa, individu dan keadaan, sebagaimana
layaknya seorang Muslim berinteraksi dengan siapa pun sesuai dengan keIslamannya konsep Islam.
12
12
Hanna Djumhana Bastaman 2 Robert M, Agrouse, George Stansiu, Al-Ilm fi Mandur fi Mandurihi al-Jadid (Ilmu Pengetahuan Dalam
Perspektif Baru), Trans Kamal Jalaiy, hal 15 ; Kumpulan Seri Dunia Ilmu Pengetahuan-Penulis 134 tahun, 1409
H/ 1989 M.
-
7
Manusia adalah bagian dari eksistensi dan terkait erat dengan waktu dan tempat. Keterkaitan
inilah yang akhirnya menghubungkan manusia dengan ajaran langit, yang konstan dalam setiap
perubahan yang terjadi. Secara umum ada dua fase yang di lalui ajaran langit dalam mereduksi
perubahan, sebelum akhirnya bisa konstan.
Pertama, merekonstruksi semua ajaran dan syariat yang lama. Ini selalu terjadi sebelum
turunnya ajaran terakhir (Al-Quran).
Kedua, ajaran langit harus mencakup semua unsur baku yang mampu di aplikasikan pada
semua masa dan tempat serta mampu beradaptasi dalam setiap perubahan yang terjadi. Semua hal itu
terealisasi dalam ajaran langit (Al-Quran).
Fondasi pertama dalam ajaran terakhir ini adalah seruan untuk mengamati tanda-tanda
semesta dan dalil yang adadalam Al-Quran,
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Dan Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak di
ketahuinya. (Qs. Al-Alaq 1-5)
Sedangkan hal terakhir yang turun dari ajaran langit adalah hasil dari pengamatan
yang di lakukan, yakni adanya keridhaan ajaran langit.
Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu. (Qs. Al-
Maidah : 3)
Dalam ayat tersebut di pahami bahwa ridha Allah hanya pada satu sisi, Ku-ridhai Islam
menjadi agama bagimu. Di saat Allah meridhai Islam menjadi agama manusia, maka sudah
selayaknya manusia (khususnya ummat Muslimin) merespon keridhaan-Nya dengan baik. Namun
kenyataannya, konspirasi musuh-musuh Islam telah melemahkan keridhaan kaum Muslimin pada
Islam yang tersisa hanyalah keridhaan Ilahi yang tidak bisa tergantikan.
Apabila keridhaan hanya ada pada satu pihak saja, maka muncul satu pertanyaan besar : Apa
cara yang efektif bagi kaum Muslimin setiap masa bisa merespon keridhaan Ilahi? Pembentukan
ajaran Islam dan pembentukan ummat Islam berjalan pada waktu bersamaan. Ayat tentang keridhaan
-
8
Ilahi yang di turunkan pada haji wada adalah implikasi atas keridhaan ummat Islam. Bisa di katakan
bahwa generasi sahabat adalah satu-satunya generasi yang mampu mengoptimalkan keridhaannya.
Apa yang telah mereka lakukan tidak bisa di turunkan secara genetik pada generasi selanjutnya. Lalu
bagaimana cara pemkir Islam mampu memperbaharui adanya keridhaan akan Islam di setiap generasi
secara berkesinambungan? Ayat Al-Quran sendiri telah menjelaskn adanya mutualisme dari
keridhaan Ilahi dan keridhaan ummat sebagaimana tampak pada ayat:
(Qs. Al Bayyinah ayat 8)
Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya.
B. Pemikir Islam yang Kontradiksi
Di saat budaya Barat mulai bersentuhan dengan kebudayaan Islam, mereka menyadari
pentingnya pemikiran fondasi awal yang terbentuknya suatu peradaban. Lalu mulailah para orientalis
dengan berbagai caranya, mengarahkan pemikiran Islam hingga menjadi jauh dan asing dari ummat
Islam itu sendiri. Pemikiran Islammodern (yang telah bergesekan dengan paham orientalis) adalah
pemikiran yang meragukan kebenaraan aqidah dan keadilan syariat. Pemikiran jenis ini seolah telah
di beri racun yang di teteskan para orientalis.
Pemikiran ini tanpa di sadari akhirnya mampu memengaruhi pola pikir para pemikir Muslim,
hingga fungsi pemikiran Islam seolah menjadi kontradiksi. Para pemikir Islamseolah lebih di
sibukkan dengan filsafat dan diskusi yang tidak jelaskaitannya dengan problem realistis yang di alami
oleh ummat. Keadaan ini berjalan hingga waktu yang lama hingga tanpa di sadari tanpa orang
berpersepsi bahwa pemikiran Islam tak lain dan tidak bukan hanyalah perebatan dan debat kusir pada
permasalahan filsafat ataupun masalah sejarah.
Psikologi Islam sudah sepatutnya menjadi wacana sains yang objektif, bahkan boleh di
katakan telah mencapai derajat supra ilmiah. Anggapan bahwa Psikologi Islam masih bertaraf pseudo-
ilmiah adalah tidak benar, sebab Psikologi Islam telah melampaui batas-batas ilmiah. Objektivitas
suatu ilmiah hanyalah persoalan kesepakatan, yang kriterianya bukan hanya kuantitatif melainkan
juga kualitatif.
Persepsi ummat terhadap definisi pemikiran Islam pun makin sempit. Bila pada awalnya
pemikiran Islam mampu mengembalikan kehidupan politik dan sosial kaum Muslimin, maka setelah
munculnya paham komunisme dan paham sekularisme, fungsinya seolah memudar. Kedua paham ini
seolah lebih gencar memasukkan konsep-konsepnya dalam berbagai lini kehidupan, termasuk dalam
bidang politik dan militer, hingga posisinya makin kuat dalam kehidupan manusia.
Para pemikir lalu terpengaruh paham sekularisme Barat dan berinteraksi dengan Islam dan
sejarahnya sebagaiman para ahli linguistik berinteraksi dengan AL-Quran. Mereka tidak
-
9
memperdulikan apa pun yang ada dalamAl-Quran kecuali apa yang berhuubungan dengan spesialis
mereka belaka. Tanpa ragu mereka mulai memilah-milih ayat, menyimpangkan makna dan juga
menafsirkannya secara sembarangan.
C. Rekonstruksi Pemikiran untuk Merekonstruksi Ilmu-ilmu Pengetahuan
Konspirasi imperialisme pemikiran pada bidang pemikiran Islam ternyata tidak bertahan
lama. Telah muncul gagasan untuk mengembalikan pemikiran Islampada sumber aslinya.
Dalam tataran teoritis, mulai di pecahkan penghalang yang membuat pemikiran Islamhanya
tertuju pada masalah filsafat dan ketauhidan belaka. Kini, ruang lingkupnya mulai meluas. Mulai
timbul proyek untuk mencari konsep Islami pada semua ilmu pengetahuan. Diskusi dala bidang pun
mulai terbuka dengan berbagai topiknya. Di antaranya adalah:
Pertama, dalam bidang kajian ilmiah. Pemikiran Islam mulai membahas korelasi antar Islam,
ilmu-ilmu terapan dan juga keberagaman filsafat yang merupakan implikasi dari revolusi ilmu
pengetahuan di masa modern ini.
Kedua, dalam bidang kajian filsafat. Pemikiran Islam mulai mendalami kembali filsafat-
filsafat kuno dan juga filsafat modern dengan tujuan untuk identifikasi lebih jauh hingga bisa di
arahkan ke arah yang sebenarnya dan juga untuk mempersiapka pola pikir Muslim di saat harus
bergesekan dengan filsafat-filsafat tersebut.
Ketiga, dalam bidang sosial masyarakat. Mulai mengamati sistem sosial masyarakat dalam
perspektif Islam dan melakukan rekonstruksi Islami pada kajian sosial dengan menggambarkan arah
tujuan dan konsepnya pada lingkungan Islam.
Kajian pemikiran Islam memiliki satu konsep murninya, yakni berinteraksi dan menganalisis
konsep di luar dirinya dengan penuh kemandirian. Kajian ini menganalisis apa yang ada dalam dirinya
untuk apa yang ada kemudian di selaraskan dengan para meter syariah dan akal. Kajian ini hadir dari
semangat Islam untuk menyanggah pemikiran sekuler dan bukan sebaliknya. Konsep yang di
milikinya jelas dan terukur, bersejarah dan bisa di komparasikan dengan konsep lainnya, mampu
menjadi topik utama dan buka topik penyerta dan tidak rentan terhadap penyimpangan-
penyimpangan, karena pada hakikatnya semua berasal dari yang Satu.
Tauhid adalah satu ajaran agama yang menggabungkan semua perbedaan hidup dan
menyamakan kedudukan. Penyekutuan atas Tuhan berarti menceburkan diri pada kesulitan dan
keburukan. Salah satu bentuk tauhid Allah adalah dengan menjadikan semua yang ada
Kehidupan menjadi satu konsepdalampenyembahan menyembah-Nya dan menyembunyikan
cobaan yang di hadapi dengan meyakini bahwa kondisi yang berlaku pada manusia sangat beragam;
ada yang gaib dan ada yang terlihat kasat mata; ada yang tampak dan ada yang tertutupi;ada dunia dan
ada akhirat; ada peraturan dan kebebasan; ada yang umum dan ada yang khusus dalam kehidupan
gambaran yang seolah saling kontradiksi satu dengan lainnya; ada yang menyendiri dan ada yang
bersosial, dan ada wahyu dan akal yang menjadi sumber pemikiran sehingga saling melengkapi.
-
10
D. Kesimpulan
Seperti diketahui, ilmu pengetahuan kontemporer saat ini didominasi oleh Barat. Kata
Barat yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah pemikiran, bukan bangsa. Ciri-ciri pemikiran
Barat salah satunya adalah mengabaikan aspek metafisik (ghaib), seperti wahyu, Tuhan, atau
malaikat. Dominasi pemikiran tersebut dapat terlihat dari banyaknya buku-buku dari Barat yang
digunakan sebagai acuan dalam perkuliahan. Bagaimanapun juga pemikiran Barat memiliki sisi
positif yang bermanfaat bagi ummat manusia. Contoh yang dapat ditemukan di bidang psikologi
adalah metode pengukuran dalam psikometri, konsep empati, konsep pola asuh dalam mendidik anak,
konsep kognisi seperti memori, berbagai teori motivasi, dan masih banyak lainnya. Semua itu
bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, termasuk bagi Muslim.
Majunya psikologi kontemporer yang kebanyakan membahas tingkah laku memang
memberi sumbangan bagi Muslim, namun ada satu hal yang tidak tercakup di dalamnya, yaitu konsep
jiwa. Psikologi Barat cenderung hanya membahas tingkah laku baik yang terlihat maupun yang tidak
terlihat secara langsung (seperti aktivitas mental). Tidak bermaksud menafikkan aspek tingkah laku
karena itu penting dalam kehidupan manusia (Amber Haque), yang disayangkan adalah tidak adanya
aspek jiwa dalam pembahasan Psikologi Kontemporer, sementara dalam Islam jiwa mempengaruhi
tingkah laku manusia.
Kita semua sebagai Muslim patut bersyukur karena Islam memiliki konsep jiwa pada
manusia, jiwa yang tentu dapat mempengaruhi tingkah laku.
Imam Al-Ghazali dalam buku Keajaiban Hati menyatakan bahwa jiwa manusia memiliki
empat komponen, yaitu ruh, qalb, nafs, dan aql. Semua itu disebutkan dalam Al-Quran dan masing-
masing memiliki fungsi tersendiri namun saling berhubungan. Salah satu contoh adalah qalb yang
dapat berfungsi sebagai raja bagi kerajaan jiwa manusia, mampu menangkap pengetahuan tentang
Allah, hal-hal spiritual, termasuk baik-buruknya sesuatu. Aql dapat berfungsi sebagai penasihat
dan menundukkan hawa nafsu. Keduanya berperan dalam konsep iradah (kehendak), yang prosesnya
sebagai berikut: seseorang dengan akalnya dapat menangkap dan melihat akibat dari suatu masalah
lalu mengetahui jalan terbaiknya. Muncul kemauan, lalu bertindak ke arah kebaikan
Konsep iradah tersebut jika diperhatikan mirip dengan konsep motivasi yang juga masih
dibahas dalam psikologi kontemporer. Terdapat kebaikan sebagai tujuan, tindakan sebagai aktivitas,
kemauan sebagai dorongan dan semua itu merupakan proses. Seperti yang disampaikan oleh Schunk
et al. (2010), yang menyatakan bahwa motivasi adalah proses di mana aktivitas yang mengarah pada
tujuan, memiliki dorongan dan bertahan lama. Dari contoh hubungan konsep-konsep tersebut, dapat
diketahui bahwa Psikologi dalam Islam sudah ada dari dulu dan psikologi kontemporer dapat
disandingkan dengan Islam. Tentu juga bermanfaat bagi Muslim, ketika ilmuwan Muslim dapat
memilah, memilih, dan menggunakan ilmu kontemporer secara bijak.
Benar-benar indah jika ilmuwan Muslim dapat memilah dan memilih dengan bijak, namun
apa yang terjadi sekarang? Ilmuwan Muslim menjiplak pemikiran dan produk psikologi Barat, dengan
-
11
menggunakan paradigma Barat dalam memandang berbagai fenomena. Tidak heran jika banyak yang
berpendapat bahwa agama, keyakinan, atau hal-hal ghaib yang berlaku dalam Islam tidak berlaku
dalam aktivitas keilmuan psikologi. Tidak heran juga ketika banyak ilmuwan psikologi yang tidak
menggunakan Islam sebagai worldview dalam meneliti, konseling, ketika belajar, dan menyikapi
berbagai teori. Tidak melibatkan Allah dalam motivasi, berorientasi pada kemauan klien ketika
konseling, menerima begitu saja kesimpulan penelitian yang bertentangan dengan Islam. Ada
sebagian dari ilmuwan Muslim yang tersesat, menjadi agnostik atau ateis. Itu yang menjadi masalah
bagi kita sebagai Muslim. Hal itu menunjukkan sebagian ilmu pengetahuan yang beredar sekarang ini
menjauhkan manusia dari Allah, padahal dalam pandangan Islam ilmu justru membuat manusia
mendekatkan diri pada Allah.
Fenomena itu cukup memprihatinkan dan perlu menjadi perhatian bagi Muslim, sehingga
perlu ada upaya Islamisasi ilmu. Gagasan Islamisasi ilmu kontemporer salah satunya dicetuskan oleh
Prof. Al-Attas. Menurut Prof S.M.N. Al-Attas, Islamisasi merupakan usaha menjadikan pemikiran
Muslim terbebas dari hal-hal yang bertentangan dengan Islam, sehingga banyak di antara Muslim
yang memiliki Islamic worldview. Segala hal pun dipandang dari sudut pandang Islam oleh Muslim,
bukan sudut pandang yang justru bertentangan dengan Islam. Pemikiran Muslim yang sudah memiliki
Islamic worldview akan menghasilkan ilmu yang dapat mendekatkan diri pada Allah, bukan yang
bertentangan dengan Islam.
Perlunya Islamisasi ilmu juga berlaku di bidang psikologi karena tidak semua Psikologi
Kontemporer dapat diterima dan diaplikasikan pada Muslim. Prof. Malik Badri (sebagai pelopor
Islamisasi ilmu) dalam artikelnya menekankan perlunya adaptasi terhadap Psikologi Barat, karena
tanpa adaptasi Psikologi Barat dapat merugikan atau tidak berguna bagi Muslim. Perlu diingat juga
bahwa Psikologi Barat tidak membahas unsur jiwa, yang dalam Islam justru sangat diperhatikan.
Kekurangan pada Psikologi Barat tetap disikapi dengan bijak. Adaptasi dilakukan hanya pada
psikologi yang bertentangan Islam, sedangkan hasil pemikiran yang tidak bertentangan, sekalipun itu
dari Barat dapat dimanfaatkan oleh Muslim. Prof. Malik Badri menggunakan terapi dengan cara
Islami dan berhasil membantu banyak kliennya sembuh. Beliau dalam buku Dilema Psikolog
Muslim, menceritakan pengalaman membantu menyembuhkan klien dengan menggunakan
Cognitive Behavioral Therapy yang dipadukan dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Quran. Dari
contoh tersebut dapat diketahui bahwa ilmuwan Muslim dapat menggunakan tes inteligensi, teknik
pembuatan alat ukur psikologis, metode penelitian eksperimental, konseling dengan empati, dan hal-
hal lain yang tidak bertentangan dengan Islam. Semua itu dapat digunakan tentu dengan sikap yang
bijak.
Ilmuwan psikologi yang memiliki pemikiran Islami meyakini Allah sebagai Rabb, Islam
sebagai ad-Din, dan manusia juga sebagai makhluk spiritual yang memiliki jiwa. Dia dalam tiap
aktivitas keilmuan psikologi akan ingat bahwa yang diperhatikan bukan sebatas tingkah laku yang
terlihat atau terukur. Ada unsur lain di luar itu turut mempengaruhi tingkah laku, yaitu jiwa.
-
12
Pemikiran seperti itu akan berdampak baik bagi Islamisasi Psikologi. Psikolog Muslim akan menjaga
kondisi jiwanya agar selalu bersih dari penyakit hati, sehingga dapat membantu para klien sembuh
dari gangguan dengan terapi yang melibatkan aspek jiwa dan mangadopsi metode dari Barat yang
tidak bertentangan dengan Islam. Peneliti Muslim akan kritis dalam menyikapi kesimpulan penelitian
yang dibaca. Ketika bertentangan dengan Islam, akan dilakukan adaptasi, salah satunya dengan cara
menggunakan Islamic worldview dalam menginterpretasikan hasil penelitian. Akan ada usaha
memilah mana yang baik dan buruk untuk Muslim, kemudian memilih yang baik, demi keselamatan
ummat Islam.
Keselamatan ummat Islam dari hal-hal yang merugikan menjadi fokus dalam Islamisasi
ilmu. Tidak bermasuk ekslusif, karena Islam merupakan rahmatalil alamin, namun tidak
memaksakan orang-orang selain penganut Islam untuk mengikuti ajarannya. Itu juga berlaku pada
psikologi yang perlu diadaptasi, agar pada akhirnya ilmu psikologi yang beredar pantas untuk
Muslim.
Adaptasi sebagian ilmu psikologi, sebagai salah satu cara Islamisasi ilmu, dapat dilakukan
dengan berbagai macam cara. Cara dapat berbeda, asal esensinya sama. Penggunaan label Psikologi
Islam atau Psikologi Islami semestinya tidak perlu dijadikan masalah, apalagi diperdebatkan. Islam
saja memiliki madzab-madzab yang penganutnya tersebar di seluruh dunia, namun semuanya tetap
Islam. Sekarang bukan saatnya mempermasalahkan perbedaan cara, namun mempermasalahkan ilmu
psikologi yang harus diadaptasi. Masih ada tugas yang lebih penting dan harus dikerjakan oleh
ilmuwan Muslim di bidang psikologi: mencerdaskan pelajar Muslim yang belum paham mengenai
permasalahan ilmu, agar banyak yg dapat memilah dan memilih, sehingga tercipta produk-produk
psikologi yang dapat dimanfaatkan oleh ummat Islam.
Itu memang tugas yang berat untuk Islamisasi Psikologi. Dibutuhkan waktu yang panjang
dan usaha yang keras. Islamisasi ilmu Psikologi tidak akan lengkap tanpa kesucian hati dan keyakinan
terhadap Islam itu sendiri. Semoga kita termasuk orang-orang yang terlibat dalam Islamisasi ilmu
Psikologi baik secara langsung maupun tidak langsung, sampai akhirnya Psikologi yang kita terima
merupakan ilmu yang dapat mendekatkan diri pada Allah. Dengan begitu, ummat Islam dapat
memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Wallahualam.