Post on 04-Jun-2018
KONSEP DASAR INOVASI DAN DIFUSI
A. Pengertian Inovasi
Menurut para ahli:
a. An innovation is an idea, practise, or object that is perceived as new by an individual or other
unit of adoption (M. Rogers, 1983: 11).
Artinya: inovasi adalah suatu ide, praktek, atau objek/ benda yang disadari dan diterima sebagai
sesuatu hal yang baru oleh seseorang atau kelompok untuk diadopsi.
b. Inovasi adalah gagasan, perbuatan, atau suatu yang baru dalam konteks social tertentu untuk
menjawab masalah yang dihadapi (Ansyar, Nurtain, 1991).
c. Inovasi adalah segala hal yang baru atau pembaharuan (B. Wojowasito, 1972).
Dari pengertian inovasi dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa inovasi adalah suatu
ide, barang, kejadian, metode yang dirasakan sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau
sekelompok orang (masyarakat).
B. Pengertian Inovasi Pendidikan
Menurut Hamijoyo dikutip oleh Abdulhak (2002) mengemukakan inovasi pendidikan adalah
suatu perubahan yang baru dan kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya serta sengaja
diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan.
Dari pengertian inovasi pendidikan di atas, dapat disimpulkan bahwa inovasi pendidikan adalah
pembaharuan dalam bidang pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan atau untuk memecahkan
masalah pendidikan.
C. Tujuan Inovasi Pendidikan
Menurut Fuad Ihsan (2005), tujuan inovasi pendidikan adalah meningkatkan efisiensi,
relevansi, kualitas dan efektivitas, sarana serta jumlah peserta didik sebanyak-banyaknya, dengan
hasil pendidikan sebesar-besarnya (menurut kriteria kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan
pembangunan), dengan menggunakan sumber, tenaga, uang, alat, waktu dalam jumlah yang
sekecil-kecilnya.
Kalau dikaji, arah tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap, yaitu:
a. Mengejar ketinggalan-ketinggalan yang dihasilkan oleh kemajuan-kemajuan ilmu dan teknologi
sehingga makin lama pendidikan di Indonesia makin berjalan sejajar dengan kemajuan-
kemajuan tersebut.
b. Mengusahakan terselenggaranya pendidikan sekolah maupun luar sekolah bagi setiap warga
negara. Misalnya daya tampung usia sekolah SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi.
c. Mengusahakan peningkatan mutu yang dirasakan makin menurun dewasa ini. Dengan system
penyampaian yang baru, diharapkan peserta didik menjadi manusia yang aktif, kreatif, dan
terampil memecahkan masalahnya sendiri.
d. Tujuan jangka panjang yang hendak dicapai adalah terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya.
D. Difusi
Menurut para ahli:
a. Menurut Abdullah Hanafi (1986) difusi adalah proses dimana inovasi tersebar kepada anggota
sistem sosial.
b. Menurut Rogers (1983), difusi adalah proses komunikasi inovasi antara warga masyarakat
(anggota sistem sosial), dengan menggunakan saluran tertentu dan dalam waktu tertentu.
Komunikasi dalam definisi ini ditekankan dalam arti terjadinya saling tukar informasi
(hubungan timbal balik) antarbeberapa individu. Dengan adanya komunikasi ini akan terjadi
kesamaan pendapat antar warga masyarakat tentang inovasi.
Dari pendapat para ahli di atas, disimpulkan bahwa difusi adalah proses penyebaran suatu ide atau
gagasan baru kepada masyarakat dengan tujuan mereka mengetahui dan mengenali ide tersebut,
yang pada akhirnya ide tersebut dapat diterima atau ditolak.
KARAKTERISTIK INOVASI DAN DIFUSIA. KAJIAN TEORI
1. Pengertian inovasi pendidikan
Secara umum, inovasi didefinisikan sebagai suatu ide, praktek atau obyek yang dianggap
sebagai sesuatu yang baru oleh seorang individu atau satu unit adopsi lain. Thompson dan
Eveland (1967) mendefinisikan inovasi sama dengan teknologi, yaitu suatu desain yang
digunakan untuk tindakan instrumental dalam rangka mengurangi ketidak teraturan suatu
hubungan sebab akibat dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi, inovasi dapat dipandang
sebagai suatu upaya untuk mencapai tujuan tertentu.
Fullan (1996) mneyatakan bahwa tahun 1960-an adalah era dimana banyak inovasi-
inovasi pendidikan kontemporer diadopsi, seperti matematika, kimia dan fisika baru, mesin
belajar (teaching machine), pendidikan terbuka, pembelajaran individu, pengajaran secara team
(team teaching) dan termasuk dalam hal ini adalah sistem belajar mandiri.
Sedangkan Rogers menyatakan bahwa inovasi adalah “an idea, practice, or object
perceived as new by the individual.” (suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa
baru oleh individu). Dengan definisi ini maka kata perceived menjadi kata yang penting karena
pada mungkin suatu ide, praktek atau benda akan dianggap sebagai inovasi bagi sebagian orang
tetapi bagi sebagian lainnya tidak, tergantung apa yang dirasakan oleh individu terhadap ide,
praktek atau benda tersebut.
Jadi Inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan atau inovasi untuk
memecahkan masalah pendidikan. Jadi inovasi pendidikan ialah suatu ide, barang, metode, yang
dirasakan atau diamati sebagai hal yang baru bagi seseorang atau sekelompok orang (masyarakat)
baik berupa hasil invensi atau discovery, yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau
untuk memecahkan masalah pendidikan.
2. Pengertian Difusi
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui
saluran tertentu selama jangka waktu tertentu terhadap anggota suatu sistem sosial. Difusi dapat
dikatakan juga sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana pesannya adalah ide baru.
Disamping itu, difusi juga dapat diangap sebaai suatu jenis perubahan sosial yaitu suatu proses
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial. Jelas disini bahwa istilah difusi
tidak terlepas dari kata inovasi. Karena tujuan utama proses difusi adalah diadopsinya suatu
inovasi oleh anggota sistem sosial tertentu. Anggota sistem sosial dapat berupa individu,
kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem.
B. Unsur – Unsur Difusi Inovasi
Proses difusi inovasi melibatkan empat unsur utama, meliputi:
1. Innovation ( Inovasi), yaitu ide, praktek, atau benda yang dianggap baru oleh individu atau
kelompok.
2. Communication channel ( saluran komunikasi ),
Saluran Komunikasi yaitu bagaimana pesan itu didapat suatu individu dari individu
lainnya. Komunikasi adalah proses dimana partisipan menciptakan dan berbagi informasi satu
sama lain untuk mencapai suatu pemahaman bersama. Seperti telah diunkapkan sebelumnya
bahwa difusi dapat dipandang sebagai suatu tipe komunikasi khusus dimana informasi yang
dipertukarkannya adalah ide baru (inovasi). Dengan demikian, esensi dari proses difusi adalah
pertukaran informasi dimana seorang individu mengkomunikasikan suatu ide baru ke
seseorang atau beberapa orang lain. Rogers menyebutkan ada empat unsur dari proses
komunikasi ini, meliputi :
a. inovasi itu sendiri.
b. seorang individu atau satu unit adopsi lain yang mempunyai pengetahuan atau pengalaman
dalam menggunakan inovasi.
c. orang lain atau unit adopsi lain yang belum mempunyai pengetahuan dan pengalaman
dalam menggunakan inovasi.
d. saluran komunikasi yang menghubungkan dua unit tersebut. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa komunikasi dalam proses difusi adalah upaya mempertukarkan ide baru
(inovasi) oleh seseorang atau unit tertentu yang telah mempunyai pengetahuan dan
pengalaman dalam menggunakan inovasi tersebut (innovator) kepada seseorang atau unit
lain yang belum memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai inovasi itu (potential
adopter) melalui saluran komunikasi tertentu.
Sementara itu, saluran komunikasi tersebut dapat dikategorikan menjadi dua yaitu :
a. saluran media massa (mass media channel).
b. saluran antarpribadi (interpersonal channel). Media massa dapat berupa radio,
televisi, surat kabar, dan lain-lain. Kelebihan media massa adalah dapat
menjangkau audiens yang banyak dengan cepat dari satu sumber. Sedangkan saluran
antarpribadi melibatkan upaya pertukaran informasi tatap muka antara dua atau lebih
individu.
3. Time (waktu)Waktu merupakan salah satu unsur penting dalam proses difusi. Dimensi waktu, dalam
proses difusi, berpengaruh dalam hal:
a. Innovation decision process, yakni proses keputusan inovasi atau tahapan proses sejak
seseorang menerima informasi pertama sampai ia menerima atau menolak inovasi;
b. Relative time which an inovation is adopted by individual or group, yaitu waktu yang
diperlukan oleh individu maupun kelompok untuk mengadopsi sebuah inovasi. Dalam
hal ini berkaitan dengan keinovativan individu atau unit adopsi lain, yaitu kategori relatif
tipe adopter (adopter awal atau akhir).
c. Innovation’s rate of adoption, atau tingkat/laju adopsi inovasi ataupun rata-rata adopsi
dalam suatu sistem, yaitu seberapa banyak jumlah anggota suatu sistem mengadopsi suatu
inovasi dalam periode waktu tertentu.
4. Social System (sistem sosial)
Sistem sosial yaitu serangkaian bagian yang saling berhubungan dan bertujuan untuk
mencapai tujuan umum. Sangat penting untuk diingat bahwa proses difusi terjadi dalam suatu
sistem sosial.
Sistem sosial adalah satu set unit yang saling berhubungan yang tergabung dalam
suatu upaya pemecahan masalah bersama untuk mencapai suatu tujuan. Anggota dari suatu
sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi dan atau sub sistem. Proses
difusi dalam kaitannya dengan sistem sosial ini dipengaruhi oleh struktur sosial, norma
sosial, peran pemimpin dan agen perubahan, tipe keputusan inovasi dan konsekuensi inovasi.
C. Karakteristik Inovasi Difusi Pendidikan
Cepat lambatnya penerimaan inovasi oleh masyarakat luas dipengaruhi oleh
karakteristik inovasi itu sendiri. Misalnya penyebarluasan penggunaan kalkulator dan “blue
jean”, dalam waktu kurang 1 sampai 5 tahun sudah merata keseluruh Amerika Serikat,
sedangkan penggunaan tali pengaman bagi pengendara mobil baru tersebar merata setelah
memakan waktu beberapa puluh tahun. Everett M. Rogers (1993:14-16) mengemukakan
karakteristik inovasi yang dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya penerimaan inovasi,
sebagai berikut:
1. Keuntungan relatif, yaitu sejauh mana inovasi dianggap menguntungkan bagi penerimanya.
Tingkat keuntungan atau kemanfaatan suatu inovasi dapat diukur berdasarkan nilai
ekonominya, atau mungkin dari faktor status sosial (gengsi), kesenangan, kepuasan, atau
karena mempunyai komponen yang sangat penting. Makin menguntungkan bagi penerima
makin cepat tersebarnya inovasi.
2. Kompatibel (compatibility) ialah tingkat kesesuaian inovasi dengan nilai (values),
pengalaman lalu, dan kebutuhan dari penerima. Inovasi yang tidak sesuai dengan nilai atau
norma yang diyakini oleh penerima tidak akan diterima secepat inovasi yang sesuai dengan
norma yang ada. Misalnya penyebarluasan penggunaan alat kontrasepsi di masyarakat yang
keyakinan agamanya melarang penggunaan alat tersebut, maka tentu saja penyebar inovasi
akan terhambat.
3. Kompleksitas (complexity) ialah tingkat kesukaran untuk memahami dan menggunakan
inovasi bagi penerima. Suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh
penerima akan cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar
digunakan oleh penerima akan lambat proses penyebarannya. Misalnya masyarakat
pedesaan yang tidak mengetahui tentang teori penyebaran bibit penyakit melalui kuman,
diberitahu oleh penyuluh kesehatan agar membiasakan memasak air yang akan diminum,
karena air yang tidak dimasak jika diminum dapat menyebabkan sakit perut. Tentu saja
ajakan itu sukar diterima. Makin mudah dimengerti suatu inovasi akan makin cepat diterima
oleh masyarakat.
4. Trialabilitas (trialability) ialah dapat dicoba atau tidaknya suatu inovasi oleh penerima.
Suatu inovasi yantg dicoba akan cepat diterima oleh masyarakat daripada inovasi yang tidak
dapat dicoba lebih dulu. Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit unggul padi gogo akan
cepat diterima oleh masyarakat jika masyarakat dapat mencoba dulu menanam dan dapat
melihat hasilnya.
5. Dapat diamati (observability) ialah mudah tidaknya diamati suatu hasil inovasi. Suatu
inovasi yang hasilnya mudah diamati akan makin cepat diterima oleh masyarakat, dan
sebaliknya inovasi yang sukar diamati hasilnya, akan lama diterima oleh masyarakat.
Misalnya penyebarluasan penggunaan bibit unggul padi, karena petani dapat dengan mudah
melihat hasil padi yang menggunakan bibit unggul tersebut, maka mudah untuk
memutuskan mau menggunakan bibit unggul yang diperkenalkan. Tetapi mengajak petani
yang buta huruf untuk mau belajar membaca dan menulis tidak dapat segera dibuktikan
karena para petani sukar untuk melihat hasil yang nyata menguntungkan setelah orang tidak
buta huruf lagi.
Zaltman, Duncan, dan Holbek mengemukakan bahwa cepat lambatnya penerimaan
inovasi dipengaruhi oleh atribut sendiri. Suatu inovasi dapat merupakan kombinasi dari
berbagai macam atribut (Zaltman, 1973: 32-50). Untuk memperjelas kaitan antara inovasi
dengan cepat lambatnya proses penerimaan (adopsi), maka kita lihat secara singkat atribut
inovasi yang dikemukakan Zaltman, sebagai berikut:
1. Pembiayaan (cost), cepat lambatnya penerimaan inovasi dipengaruhi oleh pembiayaan, baik
pembiayaan pada awal (penggunaan) maupun pembiayaan untuk pembinaan selanjutnya.
Walaupun diketahui pula bahwa biasanya tingginya pembiayaan ada kaitannya dengan
kualitas inovasi itu sendiri. Misalnya penggunaan modul di sekolah dasar. Ditinjau dari
pengembangan pribadi anak, kemandirian dalam usaha (belajar) mempunyai nilai positif,
tetapi karena pembiayaan mahal maka akhirnya tidak dapat disebarluaskan.
2. Balik modal (returns to investment ), atribut ini hanya ada dalam inovasi di bidang
perusahaan atau industri. Artinya suatu inovasi akan dapat dilaksanakan kalau hasilnya
dapat dilihat sesuai dengan modal yang telah dikeluarkan (perusahaan tidak merugi). Untuk
bidang pendidikan atribut ini sukar dipertimbangkan karena hasil pendidikan tidak dapat
diketahui dengan nyata dalam waktu relatif singkat.
3. Efisiensi, inovasi akan cepat diterima jika ternyata pelaksanaan dapat menghemat waktu
dan juga terhindar dari berbagai masalah/hambatan.
4. Resiko dari ketidakpastian, inovasi akan cepat diterima jika mengandung resiko yang
sekecil-kecilnya bagi penerima inovasi.
5. Mudah dikomunikasikan, Inovasi akan cepat diterima bila isinya mudah dikomunikasikan
dan mudah diterima klien.
6. Kompatibilitas, cepat lambatnya penerimaan inovasi tergantung dari kesesuainnya dengan
nilai-nilai (value) warga masyarakat.
7. Kompleksitas, inovasi yang dapat mudah digunakan oleh penerima akan cepat tersebar
dengan cepat.
8. Status ilmiah, Suatu inovasi yang mudah dimengerti dan mudah digunakan oleh penerima
akan cepat tersebar, sedangkan inovasi yang sukar dimengerti atau sukar digunakan oleh
penerima akan lambat proses penyebarannya.
9. Kadar keaslian, warga masyarakat dapat cepat menerima inovasi apabila dirasakan itu hal
yang baru bagi mereka.
10. Dapat dilihat kemanfaatannya, suatu inovasi yang hasilnya mudah diamati akan makin
cepat diterima oleh masyarakat, dan sebaliknya inovasi yang sukar diamati hasilnya, akan
lama diterima oleh masyarakat.
11. Dapat dilihat batas sebelumnya , suatu inovasi akan makin cepat diterima oleh masyarakat
apabila dapat dilihat batas sebelumnya.
12. Keterlibatan sasaran perubahan , inovasi dapat mudah diterima apabila waraga masyarakat
dikutsertakan dalam setiap proses yang dijalani.
13. Hubungan interpesonal. Maka jika hubungan interpersonal baik, dapat mempengaruhi
temannya untuk menerima inovasi. Dengan hubungan yang baik maka orang yang
menentang akan menjadi bersikap lunak, orang simpati akan menjadi tertarik dan orang
yang tertarik akan menerima inovasi.
14. Kepentingan umum atau pribadi ( publicness versus privateness). Inovasi yang bermanfaat
untuk kepentingan umum akan lebih cepat diterima daripada inovasi yang ditujukan pada
kepentingan sekelompok orang saja.
15. Penyuluh inovasi (gatekeepers) . Untuk melancarkan hubungan dalam usaha mengenalkan
suatu inovasi kepada organisasi sampai organisasi mau menerima inovasi, diperlukan
sejumlah orang yang diangkat menjadi penyuluh inovasi. Misalnya untuk pelaksanaan
program KB, maka diperlukan orang-orang yang bertugas mendatangi warga masyarakat
untuk menjelaskan perlunya melaksanakan program KB. Tersedianya penyuluh inovasi
akan mempengaruhi kecepatan penerimaan inovasi. Demikian berbagai macam atribut
inovasi yang dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya penerimaan suatu inovasi. Dengan
memahami atribut tersebut para pendidik dapat menganalisa inovasi pendidikan yang
sedang disebarluaskan, sehingga dapat memanfaatkan hasil analisisnya untuk membantu
mempercepat proses penerimaan inovasi.
SISTEM NORMA DAN DIFUSI
A. Kajian Teori1. Pengertian Norma
Menurut Jhon J. Macionis, norma adalah aturan-aturan dan harapan-harapan masyarakat
yang memandu perilaku anggota-anggotanya.
Menurut Giddens norma adalah prinsip atau aturan yang konkret yang seharusnya
diperhatikan oleh warga masyarakat.
2. Pengertian Difusi dan InovasiDifusi Inovasi terdiri dari dua padanan kata yaitu difusi dan inovasi. Rogers (1983)
mendefinisikan difusi sebagai proses dimana suatu inovasi dikomunikasikan melalui saluran
tertentu dalam jangka waktu tertentu di antara para anggota suatu sistem sosial (the process by
which an innovation is communicated through certain channels overtime among the members of
a social system). Disamping itu, difusi juga dapat dianggap sebagai suatu jenis perubahan sosial
yaitu suatu proses perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi sistem sosial.
Inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh
individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap suatu ide, praktek
atau benda oleh sebagian orang, belum tentu juga pada sebagian yang lain. Kesemuanya
tergantung apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok terhadap ide, praktek atau benda
tersebut.
Dari kedua pengertian tersebut, maka difusi inovasi adalah suatu proses penyebar
serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya untuk merubah suatu masyarakat yang
terjadi secara terus menerus dari suatu tempat ke tempat yang lain, dari suatu kurun waktu ke
kurun waktu yang berikut, dari suatu bidang tertentu ke bidang yang lainnya kepada
sekelompok anggota dari sistem sosial.
B. Sistem Norma dan DifusiNorma sistem (system norms) adalah suatu pola perilaku yang dapat diterima oleh
semua anggota sistem sosial yang berfungsi sebagai panduan atau standar bagi semua anggota
sistem sosial. Sistem norma juga dapat menjadi faktor penghambat untuk menerima suatu ide
baru. Hal ini sangat berhubungan dengan derajat kesesuaian (compatibility) inovasi dengan nilai
atau kepercayaan masyarakat dalam suatu sistem sosial. Jadi, derajat ketidaksesuaian suatu
inovasi dengan kepercayaan atau nilai-nilai yang dianut oleh individu (sekelompok masyarakat)
dalam suatu sistem sosial berpengaruh terhadap penerimaan suatu inovasi tersebut. Norma
memberikan petunjuk tentang standar perbuatan para anggota sistem sosial. (Ibrahim 1988:68).
Menurut (Priyanto, Djaenudin, Priyanto, Choisin, & A.R, 2008) menurut bidang
kehidupan tertentu norma terdiri dari beberapa jenis, antara lain yaitu :
1. Norma AgamaNorma Agama adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran aqidah suatu agama.
Norma ini bersifat mutlak yang mengharuskan ketaatan para penganutnya. Sebuah Inovasi
apabila bertentangan dengan agama maka akan sulit diterima oleh Sistem sosial seperti
contoh adanya Inovasi keluarga berencana yang dicanangkan oleh pemerintah. Hal ini sulit
diterima oleh masyarakat pertama kali dikeluarkan karena bertentangan dengan norma
Agama.
2. Norma Kesusilaan Norma Kesusilaan adalah norma yang didasarkan pada hati nurani atau ahlak
manusia. Melakukan pelecehan seksual adalah salah satu dari pelanggaran dari norma
kesusilan. Inovasi yang mungkin sulit diterima dalam norma kesusilaan ini misalnya
dalam proses belajar di sekolah anak diberikan penjelasan mengenai “ Sex edukasi” hal ini
sulit diterima oleh orang tua atau masyarakat karena faktor-faktor bahwa pelajaran itu tidak
penting. Selain itu misalnya ada sebuah inovasi mengenai mode pakaian yang dibuat oleh
pendesain namun pakaian itu kurang sesuai dengan norma kesusilaan seperti tidak sesuai
dengan kebudayaan timur. Pelanggaran terhadap norma kesusilaan tidak dihukum secara
formal, tetapi masyarakatlah yang menghukumnya secara tidak langsung.
3. Norma Kesopanan Norma kesopanan adalah norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku yang
berlaku di masyrakat. Cara berpakaian dan bersikap adalah beberapa contoh dari norma
kesopanan.
4. Norma Kebiasaan (Habit)Norma ini merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang
dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Orang-orang yang tidak melakukan
norma ini dianggap aneh oleh anggota masyarakat yang lain. Kegiatan melakukan acara
selamatan, kelahiran bayi dan mudik atau pulang kampung adalah contoh dari norma ini.
Orang yang melakukan penyimpangan dari kebiasaan ini dianggap aneh, ditertawakan, atau
diejek.
5. Norma HukumNorma Hukum adalah himpunan petunjuk hidup atau perintah dan larangan yang
mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat (negara). Sangsi norma hukum bersifat
mengikat dan memaksa. Melanggar rambu-rambu lalu lintas adalah salah satu contoh dari
norma hukum.
Ciri-ciri norma hukum adalah :
a. Aturannya pastib. Mengikat semua orangc. Memiliki alat penegak aturand. Dibuat oleh penguasae. Bersifat memaksaf. Sangsinya berat
Berdasarkan pengetahuan mengenai norma yang ada di dalam masyarakat maka dalam
pembuatan inovasi hendaklah memikirkan apakah inovasi tersebut bertentangan atau tidak
dengan norma-norma yang ada sehingga inovasi bisa diterima lebih cepat.
Norma-norma yang ada di dalam masyarakat mempunyai kekuatan mengikat yang
berbeda-beda. Ada norma yang berdaya ikat lemah, sedang, dan kuat. Untuk dapat
membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, dikenal empat pengertian norma, yaitu
cara (usage), kebiasaan (folkways), tata kelakuan (mores), dan adat istiadat (custom).
1. Cara (Usage)Norma ini mempunyai daya ikat yang sangat lemah dibanding dengan kebiasaan. Cara
(usage) lebih menonjol di dalam hubungan antar individu. Suatu penyimpangan terhadap cara
tidak akan mengakibatkan hukuman yang berat, tetapi hanya sekedar celaan. Misalnya, cara
makan dengan mengeluarkan bunyi. Orang yang melakukannya akan mendapat celaan dari
anggota masyarakat yang lain karena dianggap tidak baik dan tidak sopan.
2. Kebiasaan (Folkways)Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih tinggi daripada cara (usage).
Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan diulang-ulang dalam bentuk yang sama yang
membuktikan bahwa banyak orang menyukai perbuatan tersebut. Contohnya kebiasaan
menghormati orang-orang yang lebih tua, membuang sampah pada tempatnya, mencuci tangan
sebelum makan, serta mengucapkan salam sebelum masuk rumah. Setiap orang yang tidak
melakukan perbuatan tersebut dianggap telah menyimpang dari kebiasaan umum yang ada dalam
masyarakat.
3. Kelakuan (Mores)Apabila kebiasaan tidak semata-mata dianggap sebagai cara perilaku saja, tetapi diterima
sebagai norma pengatur, maka kebiasaan tersebut menjadi tata kelakuan. Tata kelakuan
mencerminkan sifat-sifat yang hidup dari kelompok manusia dan dilaksanakan sebagai alat
pengawas oleh masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Tata kelakuan di satu pihak
memaksakan suatu perbuatan, namun di lain pihak merupakan larangan, sehingga secara
langsung menjadi alat agar anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan
tata kelakuan tersebut. Dalam masyarakat, tata kelakuan mempunyai fungsi sebagai berikut:
a. Memberikan batas-batas pada kelakuan individuSetiap masyarakat mempunyai tata kelakuan masing-masing, yang seringkali berbeda
antara yang satu dengan yang lainnya. Misalnya pada suatu masyarakat perkawinan dalam
satu suku dilarang, tetapi di suku lain tidak ada larangan.
b. Mengidentifikasikan individu dengan kelompoknyaDi satu pihak tata kelakuan memaksa orang agar menyesuaikan tindakan-tindakannya
dengan tata kelakuan yang berlaku, di lain pihak diharapkan agar masyarakat menerima
seseorang karena kesanggupannya untuk menyesuaikan diri.
c. Menjaga solidaritas di antara anggota-anggotanyaMisalnya tata pergaulan antara pria dan wanita yang berlaku bagi semua orang, segala
usia, dan semua golongan dalam masyarakat.
4. Adat Istiadat (Custom)
Tata kelakuan yang berintegrasi secara kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat
meningkat menjadi adat istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan
mendapatkan sanksi keras. Contohnya hukum adat masyarakat Lampung yang melarang
terjadinya perceraian antara suami istri. Apabila terjadi perceraian, maka tidak hanya nama orang
yang bersangkutan yang tercemar, tetapi juga seluruh keluarga, bahkan seluruh suku. Oleh karena
itu, orang yang melakukan pelanggaran tersebut dikeluarkan dari masyarakat, termasuk
keturunannya, sampai suatu saat keadaan semula pulih kembali. Hal lain yang bisa dilakukan
adalah dengan melakukan upacara adat khusus (yang biasanya membutuhkan biaya besar).
C. FUNGSI DAN PERANAN NORMA SOSIALNorma memiliki beberapa fungsi dan peranan yaitu :
1. Pedoman hidup yang berlaku bagi semua anggota masyarakat pada wilayah tertentu.2. Memberikan stabilitas dan keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat.3. Mengikat warga masyarakat, karena norma disertai dengan sanksi dan aturan yang tegas bagi
para pelanggarnya.4. Menciptakan kondisi dan suasana yang tertib dalam masyarakat.5. Adanya sanksi yang tegas akan memberikan efek jera kepada para pelanggarnya, sehingga
tidak ingin mengulangi perbuatannya melanggar norma.6. Wujud konkret dari nilai-nilai yang ada di masyarakat.7. Suatu standar atau skala dari berbagai kategori tingkah laku suatu masyarakat.
PROSES INOVASI DAN KEBIJAKAN PENDIDIKANA. Pengertian Proses Inovasi Pendidikan
Proses inovasi berkaitan dengan bagaimana suatu inovasi itu terjadi, disini ada unsur
keputusan yang mendasarinya. Pelaksanaan inovasi pendidikan tidak dapat dipisahkan dari
inovator dan pelaksana inovasi itu sendiri.
Proses inovasi pendidikan adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh individu
atau organisasi, mulai sadartahu adanya inovasi sampai menerapkan (implementasi) inovasi
pendidikan. Kata proses mengandung arti bahwa aktivitas itu dilakukan dengan memakan
waktu dan setiap saat tentu terjadi perubahan. berapa lama waktu yang dipergunakan selama
proses itu berlangsung akan berbeda antara orang atau organisasi satu dengan yang lain
tergantung pada kepekaan orang atau organisasi terhadap inovasi. Demikian pula selama proses
inovasi itu berlangsung akan selalu terjadi perubahan yang berkesinambungan sampai proses
itu dinyatakan berakhir (Prof. Udin Syaefudin, 2011:45).
Proses dan tahapan perubahan itu ada kaitannya dengan masalah pengembangan
(development), penyebaran (diffusion), diseminasi (dissemination), perencanaan (planning),
adopsi (adoption), penerapan (implementation), dan evaluasi (evaluation) (Subandiyah
1992:77).
B. Beberapa Model Proses Inovasi Pendidikan
Menurut Sa’ud (2011:45) berdasarkan hasil identifikasi para ahli terkait proses inovasi
yang dilakukan individu, maka dihasilkan beberapa tahapan proses inovasi seperti berikut:
Beberapa model proses inovasi yang berorientasi pada individual, yaitu:
Lavidge & Steiner
(1961)
Colley
(1961)
Rogers
(1962)
Robertson
(1971)
Menyadari Belum menyadari Menyadari Persepsi tentang masalah
Mengetahui Menyadari Menaruh perhatian
Menyadari
Menyukai Memahami Menilai MemahamiMemilih Mempercayai Mencoba MenyikapiMempercaya
iMengambil
tindakanMenerima
(adopsi)Mengesahkan
Membeli MencobaMenerima (adaption)Disonasi
Beberapa Model Proses Inovasi Yang Berorientasi pada Organisasi,yaitu :
Milo
(1971)
Shepard
(1967)
Hage & Arken
(1970)Konseptualisasi Penemuan ide EvaluasiTentatif adopsi Adopsi InisiasiPenerima sumber Implementasi ImplementasiImplementasi Rutinisasi
Institusionalisasi
Wilson
(1966)
Zatlman Duncan & Holbek
1.Konsepsi perubahan
I. Tahap permulaan (inisiasi)
2. Pengusaha perubahan
a. Langkah pengetahuan dan kesadaran
3.Adopsi dan implementasi
b. Langkah pembentukan sikap terhadap inovasi
c. Langkah keputusanII.Tahap implementasi a. Langkah awal implementasi b. Langkah kelanjutan pembinaan
Berikut ini diberikan uraian secara singkat proses inovasi dalam organisasi menurut
Zaltman, Duncan, dan Holbek (1973). Zaltman dan kawan-kawan membagi proses inovasi
dalam organisasi menjadi dua tahap yaitu tahap permulaan (initiation stage) dan tahap
implementasi (implementation stage). Tiap tahap dibagi lagi menjadi beberapa langkah (sub
stage).
1. Tahap Permulaan (Intiation Stage)
a. Langkah pengetahuan dan kesadaran
Inovasi dipandang suatu ide, kegiatan, atau material yang diamati baru oleh unit adopsi
(penerima inovasi), maka tahu adanya inovasi menjadi masalah yang pokok. Sebelum inovasi
dapat diterima calon harus sudah menyadari bahwa ada inovasi, dan dengan demikian ada
kesempatan untuk meggunakan inovasi dalam organisasi.
Jika kita lihat dari kaitannya dengan organisasi, maka adanya kesenjangan penampilan
(performance gaps) mendorong untuk mencari cara-cara baru atau inovasi. Tetapi juga dapat
terjadi sebaliknya karena sadar akan adanya inovasi, maka pimpinan organisasi merasa bahwa
dalam organisasinya ada sesuatu yang ketinggalan. Kemudian merubah hasil yang telah
diharapkan, maka terjadi sejenjangan penampilan.
b. Langkah pembentukan sikap terhadp inovasi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap terhadap inovasi memegang peranan yang
penting untuk menimbulkan motivasi untuk ingin berubah atau mau menerima inovasi. Ada dua
hal dari dimensi sikap yang dapat ditunjukkan anggota organisasi terhadap adanya inovasi,
yaitu:
1) Sikap terbuka terhadap inovasi, yang ditandai dengan adanya:
a) Kemauan anggota organisasi untuk mempertimbangkan inovasi.
b) Mempertanyakn inovasi (skeptic)
c) Merasa bahwa inovasi akan dapat meningkatkan kemampuan organisasi dalam
menjalankan fungsinya.
2) Memiliki persepsi tentang potensi inovasi yang ditandai dengan adanya pengamatan yang
menunjukkan:
a) Bahwa ada kemampuan bagi organisasi untuk menggunakan inovasi.
b) Organisasi telah pernah mengalami keberhasilan pada masa lalu dengan menggunakan
inovasi.
c) Adanya komitmen atau kemauan untuk bekerja dengan menggunakan inovasi serta siap
untuk menghadapi kemungkinan timbulnya masalah dalam penerapan inovasi.
Ketika suatu organisasi menghendaki adanya inovasi, maka tidak menutup kemugkinan
adanya perubahan dari sikap para anggota organisasi terhadap proses inovasi tersebut.
Terjadilah yang dinamakan disonansi inovasi.
Menurut Sa’ud (2011:51) Ada dua macam disonansi yaitu penerimaan disonan dan penolakan
disonan. Penerima disonan terjadi jika anggota tidak menyukai inovasi, tetapi organisasi
mengharapkan menerima inovasi. Sedangkan penolakan disonan terjadi jika anggota
menyenangi inovasi tetapi organisasi menolak inovasi.
Menurut Rogers Shoemaker (1971), lama-lama disonan dapat terkurangi dengan dua cara yaitu:
a) Anggota organisasi merubah sikapnya menyesuaikan dengan kemauan organisasi.
b) Tidak melanjutkan menerima inovasi, menyalahgunakan inovasi atau menerapkan inovasi
dengan penyimpanagan, disesuaikan dengan kemauan anggota organisasi.
Mohr (dikutip oleh Zaltman, 1973), mengemukakan bahwa berdasarkan hasil
penelitiannya di bidang kesehatan, menunjukn bahwa kemauan untuk menerima inovasi kan
mengarah pada penerapan inovasi jika disertai adanya motivasi yang tinggi untuk mau berbuat
serta tersedia bahan atau sumber yang diperlukan. Jika persediaan sumber bahan yang
diperlukan (resources) tinggi, maka dampak terhadap motivasi untuk menerapkan inovasi dapat
4 ½ kali dari pada jika persediaan sumber bahan rendah. Jadi untuk melancarkan proses inovasi,
perlu mempertimbangkan berbagai variable yang dapat meningkatkan motivasi serta
tersedianya sumber bahan pelaksanaan.
c. Langkah pengambilan keputusan
Pada langkah langkah pengambilan keputusan setiap informasi tentang potensi inovasi
dievaluasi. Para pengambil keputusan dalam organisasi dapat mengemukakan pendapatnya,
meskipun pada akhirnya pendapat tersebut dapat diterima atau pun tidak untuk diterapkan
dalam organisasi tersebut. Pada saat pengambilan keputusan peran komunikasi sangat penting
untuk memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang inovasi. Sehingga keputusan yang
diambil tepat dan tidak terjadi salah pilih yang dapat mengakibatkan kerugian bagi organisasi.
2. Tahap Penerapan (Implementasi)
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan dalam menggunakan atau menerapkan inovasi.
Dalam penerapan inovasi ada dua langkah yang dilakukan yaitu langkah awal permulaan
Implementasi dan langkah kelanjutan pembinaan penerapan inovasi.
a. Langkah awal (permulaan) Implementasi
Pada langkah awal implementasi organisasi mencoba menerapkan sebagian
inovasi.Misalnya menurut Sa’ud (2011: 52) Dekan memutuskan bahwa semua dosen harus
membuat persiapan mengajar dengan model satuan Acara perkuliahan, maka pada awal
penerapannya setiap dosen diwajibkan membuat untuk satu mata kuliah dulu, sebelum nanti
akan berlaku untuk semua mata kuliah.
Contoh lain dari langkah awal implementasi ini yaitu Dosen diminta untuk
menggunakan
transparansi dalam setiap kuliah yang diberikannya. Namun pada awal pelaksanaannya
dosen tersebut baru menerapkan pada satu mata kuliah saja, yang selanjutnya akan
diterapkan untuk setiap mata kuliah yang diberikan.
b. Langkah kelanjutan pembinaan penerapan inovasi
Menurut Sa’ud (2011: 52) Jika pada penerapan awal telah berhasil, para anggota telah
mengetahui dan memahami inovasi, serta memperoleh pengalaman dalam penerapannya maka
tinggal melanjutkan dan menjaga kelangsungannya.Menurut Tahap-tahap inovasi ini dapat
diterapkan di Sekolah Dasar (SD), misalnya pada kurikulum SD. Saat ini beberapa sekolah
telah menerapkan kurikulum terpadu (integrated curicculum). Kurikulum ini pada setiap
kegiatan belajar dapat mencakup beberapa mata pelajaran yang dipadukan.
Pada awalnya inovasi ini dari seseorang dalam organisasi pada Sekolah Dasar, dimana
ia telah memiliki pengetahuan tentang adanya kurikulum terpadu yang merupakan suatu
inovasi. Dengan menyadari bahwa ada inovasi maka akan ada kesempatan untuk menggunakan
inovasi dalam sekolahnya. Dalam hal ini pengguna melihat kondisi sekolah yang ternyata
adanya kurikulum yang padat dan waktu yang tersedia relatif singkat untuk dapat
menyelesaikan keseluruhan materi pelajaran, dibandingkan dengan kurikulum terpadu. Adanya
kesenjangan tersebut membentuk sikap ingin berubah dan menerima inovasi. Kemudian mereka
melakukan evaluasi sebelum mengambil keputusan, lalu mencoba menerapkan pada beberapa
mata pelajaran di beberapa kelas yang selanjutnya akan diterapkan di seluruh kelas.
C. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses Inovasi Pendidikan
Menurut Sa’ud (2011:54) motivasi yang mendorong perlunya diadakan inovasi
pendidikan bersumber pada:
1. Kemauan sekolah (lembaga pendidikan) untuk mengadakan respon terhadap tantangan
kebutuhan masyarakat.
2. Adanya usaha untuk menggunakan sekolah (lembaga pendidikan) untuk memecahkan
masalah yang dihadapi masyarakat.
Hal yang sangat berpengaruh terhadap kegiatan di sekolah yaitu:
a) Faktor Kegiatan Belajar Mengajar
Dalam pelaksanaan tugas pengelolaan kegiatan belajar mengajar terdapat berbagai faktor yang
menyebabkan orang memandang bahwa pengelolaan kegiatan belajar mengajar kurang
profesional, kurang efektif, dan kurang perhatian. Berikut beberapa alasannya menurut
Sa’ud (2011:54):
1) Keberhasilan seorang guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar sangat
ditentukan oleh hubungan interpersonal antar guru dengan siswa.
2) Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan kegiatan yang terisolasi.
3) Sangat minimal bantuan dari teman sejawat untuk memberikan saran atau kritik untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya.
4) Belum ada kriteria yang baku tentang bagaimana mengelola belajar mengajar yang
efektif.
5) Dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar mengajar, guru menghadapi
sejumlah siswa yang berbeda.
6) Berdasarkan data perbedaan siswa akan lebih tepat jika pengelolaan kegiatan belajar
mengajar dilakukan dengan cara yang fleksibel tetapi kenyataannya guru dituntut untuk
mencapai perubahan tingkah laku yang sama sesuai dengan ketentuan yang telah
dirumuskan.
7) Tanpa adanya keseimbangan antara kemampuan dan wewenangnya mengatur beban
tugas yang harus dilakukan serta tanpa bantuan dari lembaga tanpa adanya insentif yang
menunjang kegiatannya.
8) Guru dalam melaksanakan tugas mengelola kegiatan belajar mengajar mengalami
kesulitan untuk menentukan pilihan karena adanya berbagai macam tuntutan.
Dari data tersebut menunjukkan bagaimana uniknya kegiatan belajar mengajar, yang
memungkinkan timbulnya peluang untuk munculnya pendapat bahwa profesional guru
diragukan ada yang mengatakan bahwa jabatan guru itu “semi profesional”, karena jika
profesional yang penuh tentu akan memberi peluang pada anggotanya untuk:
1) Menguasai kemampuan profesional yang ditunjukan dalam penampilan,
2) Memasuki anggota profesi dan penilaian terhadap profesinya, diawasi oleh kelompok
profesi,
b) Faktor internal dan eksternal.
Faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pelaksanaan system pendidikan dan inovasi
pendidikan diantaranya:
1) Para ahli pendidik (profesi pendidikan) seperti guru, administrator pendidikan, dan
konselor.
2) Para ahli di luar organisasi sekolah tetapi ikut terlibat dalam kegiatan sekolah seperti para
pengawas, inspektur, penilik sekolah, konsultan, dan mungkin juga pengusaha yang
membantu pengadaan fasilitas sekolah.
3) Para panatar guru, staf pengembangan dan penelitian pendidikan, para guru besar, dosen,
dan organisasi persatuan guru.
Faktor di atas sulit dibedakan termasuk faktor internal atau eksternal. Namun yang jelas termasuk
faktor internal ialah siswa dan factor eksternalnya ialah orang tua siswa. Ada yang mengatakan
bahwa jabatan guru itu “semi profesional” karena jika profesional yang penuh tentu akan
memberi peluang pada anggotanya untuk:
1) Menguasai kemampuan profesional yang ditunjukkan dalam penampilan.
2) Memasuki anggota profesi dan penilaian terhadap penampilan profesinya diawasi oleh
penampilan profesi.
3) Ketentuan untuk berbuat profesional ditentukan bersama antar sesama anggota profesi.
(Zaltman, Florio, Siloski, 1977).
c. Sistem Pendidikan (Pengelolaan dan Pengawasan)
Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah diatur dengan aturan yang dibuat oleh
pemerintah. Penanggung jawab sistem pendidikan di Indonesia adalah Departemen Pendidikan
Nasional yang mengatur seluruh sistem berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diberlakukan.
Dalam kaitan dengan adanya berbagai macam aturan dari pemerintah tersebut maka
timbul permasalahan sejauh mana batas kewenangan guru untuk mengambil kebijakan dalam
melakukan tugasnya dalam rangka menyesuaikan dengan kondisi dan situasi lingkungan
setempat. Demikian pula sejauh mana kesempatan yang diberikan kepada guru untuk
meningkatkan kemampuan profesionalnya guna menghadapi tantangan kemajuan zaman.
Dampak dari keterbatasan kesempatan meningkatkan kemampuan professional serta
keterbatasan kewenangan mengambil kebijakan dalam melaksanakan tugas bagi guru, dapat
menyebabkan timbulnya siklus otoritas yang negative.
Siklus otoritas yang negative bagi guru yang dikemukakan oleh Florio (1973) yang
dikutip oleh Zaltman (1977) adalah guru memiliki keterbatasan kewenangan dan kemampuan
profesional, menyebabkan tidak mampu untuk mengambil kebijakan dalam melaksanakan
tugasnya untuk menghadapi tantangan kemajuan zaman. Rasa ketidakmampuan menimbulkan
frustasi dan bersikap apatis terhadap tugas-tugas yang dibebankan kepadanya. Sikap apatis dan
frustasi mengurangi rasa tanggung jawab dan rasa ikut terlibat (komitmen) dalam melaksanakan
tugas. Dampak dari sikap apatis dalam pelaksanaan tugas, menyebabkan dampak dari luar
sebagai guru yang tidak profesional. Dengan adanya tanda-tanda bahwa guru kurang mampu
melaksanakan tugas maka mengurangi kepercayaan atasan terhadap guru yang menyebabkan
timbulnya kecurigaan atau ketidakjelasan kewenangan dan kemampuan yang dimiliki oleh
seorang guru, maka dibatasi pemberian wewenang dan kesempatan mengembangkan
kemampuannya.
D. Kebijakan-kebijakan Pemerintah dalam Pendidikan (Inovasi Pendidikan)
Pada saat ini, sudah banyak usaha-usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebagaimana yang dikemukakan oleh
Subadi (2011), banyak contoh inovasi yang dilakukan oleh Depdiknas selama beberapa dekade
terakhir ini, seperti Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Guru Pamong, Sekolah Persiapan
Pembangunan, Guru Pamong, Sekolah Kecil, Sistem Pengajaran Modul, Sistem Belajar Jarak Jauh,
dan lain-lain (Subadi,2011:3).
1. Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
CBSA dikembangkan berdasarkan SAL (Student Active Learning) (Sufanti,2012:29). CBSA
di tahun 1980-an sangat terkenal di dunia pendidikan di Indonesia karena disosialisasikan dengan
gencar oleh pemerintah dan ahli-ahli pendidikan. Namun sangat disayangkan bahwa dengan
pendekatan yang bagus ini dalam pelaksanaannya terdapat banyak penyimpangan. Hingga akhirnya
CBSA mendapat kepanjangan bari dalam bahasa jawa “Cah Bodho Saya Akeh”, hingga pada
akhirnya muncullah PAIKEM (Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan).
Menurut Suparlan dkk (2009) dalam Sufanti menyatakan bahwa PAIKEM sebenarnya merupakan
metamorfosa dari CBSA (Sufanti,2012:29).
Menurut Sufanti (2012) istilah PAIKEM lahir pertama kali dengan nama PAKEM yaitu
singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan. PAKEM lahir asli dari
bumi tercinta Indonesia, bersamaan dengan pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) (Sufanti,2012:29).
Menurut Phillip Rekdale (2005) dalam Sagala (2009) focus PAKEM adalah pada kegiatan
belajar peserta didik di dalam bentuk group, individu, dan kelas, partisipasi dalam proyek,
penelitian, penyelidikan, penemuan, dan beberapa macam strategi yang hanya dibatasi dari
imaginasi guru (Sagala,2009:168).
2. Guru Pamong
Guru adalah “orang yang pekerjaannya mengajar” (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:
288), sedangkan pamong mempunyai arti“pendidik atau pengasuh” (Kamus Umum Bahasa
Indonesia,1976: 700).
Guru pamong sendiri adalah “pembimbing belajar mandiri siswa yaitu Anggota masyarakat
yang peduli akan pendidikan. Dengan ketentuan pendidikan minimal SMA, dan berada pada
lingkungan sekitar Tempat Kegiatan Belajar”.
Guru pamong yang dimaksud disini yaitu “guru yang akan memantau perkembangan siswa
dan membantu kesulitan siswa dalam berbagai aspek. Mulai dari aspek Psikologi, emosional,
hingga problem belajar”.
3. Sistem Pengajaran Modul
Modul dapat dirumuskan sebagai suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri
atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah
tujuan yang dirumuskan secara khusus dan jelas (spesifik dan operasional).Atau satu paket /
program pengajaran yang terdiri dari satu unit konsep bahan pelajaran atau program belajar
mengajar terkecil.Pengajaran modul adalah pengajaran yang sebagian atau seluruhnya didasarkan
atas modul.Pengajar yang mengutamakan metode tradisional, kenungkinan memanfaatkan juga
modul dalam pengajarannya.Jadi, modul merupakan salah satu alternatif jawaban yang dianggap
tepat oleh para ahli dalam menanggapi dan memecahkan masalah pendidikan dan pengajaran yang
sangat kompleks dewasa ini.
4. Sistem Belajar Jarak Jauh
Konsep dari pembelajaran jarak jauh yang lebih dikenal dengan istilah distance learning
atau distance education, yaitu suatu sistem pendidikan dimana terdapat pemisahan antara pengajar
dan siswa baik secara ruang dan/atau waktu.
Selain daripada hal-hal yang tersebut di atas, juga masih ada upaya yang dilakukan
pemerintah dalam inovasi pendidikan, antara lain:
a) Standar Nasional Pendidikan
Menurut Subadi (2011) Standar nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara kesatuan Republik Indonesia (Subadi,2011:11).
b) Badan Standar Nasional Pendidikan
Dalam rangka pengembangan, pemantauan dan pelaporan pencapaian standar nasional
pendidikan, dengan peraturan Pemerintah ini dibentuk Badan Standar Nasional Pendidikan yang
berkedudukan di ibu kota wilayah Negara republic Indonesia yang berada di bawah tanggung jawab
kepada Menteri (Subadi,2011:12).
c) Pengembangan karier Guru (Sertifikasi)
Menurut Yamin (2006) sertifikasi merupakan perwujudan dari UU 14 Tahun 2005 dan PP 19
Tahun 2005 dengan tujuan untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik di Indonesia. Rendahnya
kualitas pendidikan di Indonesia bukan diakibatkan oleh rendahnya input pendidikan, akan tetapi
diakibat oleh proses pendidikan yang tidak maksimal dan rendahnya kualitas guru (Yamin,2006:1).
d) Pengembangan Leson Study
Tjipto Subadi (2011) menjelaskan bahwa lesson study adalah suatu model pembinaan profesi
guru melalui belajar nengajar (pengkajian pembelajaran) secara kolaboratif dengan system siklus
dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning untuk membangun
learning community (Subadi,2011:29).
Catherine Lewis (2004) dalam Subadi (2011) mengemukakan pula tentang ciri-ciri esensial
dari Lesson Study, yang diperolehnya berdasarkan hasil observasi terhadap beberapa sekolah di
Jepang, yaitu:
1) Tujuan bersama untuk jangka panjang.
2) Materi pelajaran yang penting.
3) Studi tentang siswa secara cermat.
4) Observasi pembelajaran secara langsung.
TIPE INOVASI DAN KEBIJAKANNYA
A. Tipe-tipe dalam Inovasi Pendidikan
Inovasi dapat diterima atau ditolak oleh seseorang (individu) sebagai anggota sistem sosial,
atau oleh keseluruhan anggota sistem sosial, yang menentukan untuk menerima inovasi berdasarkan
keputusan bersama atau berdasarkan paksaan (kekuasaan). Dengan dasar kenyataan tersebut maka
dapat dibedakan adanya beberapa tipe keputusan inovasi:
a. Keputusan inovasi opsional
yaitu pemilihan menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang ditentukan
olehindividu (seseorang) secara mandiri tanpa tergantung atau terpengaruh dorongan anggota
sistem sosial yang lain. Meskipun dalam hal ini individu mengambil keputusan itu berdasarkan
norma sistem sosial atau hasil komunikasi interpersonal dengan anggota sistem sosial yang lain.
Jadi hakekat pengertian keputusan inovasi opsional ialah individu yang berperan sebagai
pengambil keputusan untuk menerima atau menolak suatu inovasi
b. Keputusan inovasi kolektif
ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat
secara bersama-sama Berdasarkan kesepakatan anatar anggota sistem sosial. Semua anggota
sistem sosial harus mentaati keputusan bersama yang telah dinuatnya. Misalnya, atas
kesepakatan waraga masyarakat di setipa RT untuk tidak membuang sampah di sungai, yang
kemudian disahkan pada rapat antar ketua RT dalam satu wialyah RW. Maka
konsekuensinyasemua warga RW tersebut harus mentaati keputusan yang telah dibuat tersebut,
walaupun mungkin secara pribadi masih ada beberapa individu yang masih berkeberatan.
c. Keputusan inovasi otoritas
ialah pemilihan untuk menerima atau menolak inovasi, berdasarkan keputusan yang dibuat oleh
seseorang atau sekelompok orang yang mempunyai kedudukan, status, wewenang atau
kemampuan yang lebih tinggi daripada anggota yang lain dalam suatu sistem sosial. Para
anggota sama sekali tidak mempunyai pengaruh atau peranan dalam membuat keputusan
inovasi. Para anggota sistem sosial tersebut hanya melaksanakan apa yang telah diputuskan oleh
unit pengambil keputusan. Misalnya seorang pimpinan perusahaan memutuskan agar sejak
tanggal 1 Januari semua pegawai harus memakai seragam biru putih. Maka semua pegawai
sebagai anggota sistem sosial di perusahaan itu harus tinggal melaksanakan apa yang telah
diputuskan oleh atasannya. Ketiga tipe keputusan inovasi tersebut merupakan rentangan
(continuum) dari keputusan opsional (individu dengan penuh tanggung jawab secara mandiri
mengambil keputusan), dilanjutkan dengan keputusan kolektif (individu memeproleh sebagian
wewenang untuk mengambil keputusan), dan yang terakhir keputusan otoritas (individu sama
sekali tidak mempunyai hak untuk ikut mengambil keputusan). Keputusan kolektifdan otoritas
banyak digunakan dalam organisasi formal, seperti peruasahaan, sekaolah, perguruantinggi,
organisasi pemerintahan, dan sebagainya. Sedangkan keputusan opsional sering digunakan
dalam penyebaran inovasi kepada petani, konsumen, atau inovasi yang sasarannya anggota
masyarakat sebagai individu bukan sebagai anggota organisasi tertentu. Biasanya yang paling
cepat diterimanya inovasi dengan menggunakan tipe keputusan otoritas, tetapi masih juga
tergantung pada bagaimana pelaksanaannya. Sering terjadi juga kebohongan dalam pelaksanaan
keputusan otoritas. Dapat juga terjadi bahawa keputusan opsional lebih cepat dari keputusan
kolektif, jika ternyata untuk membuat kesepakatan dalam musyawarah antara anggota sistem
sosial mengalami kesukaran. Cepat lambatnya difusi inovasi tergantung pada berbagai faktor.
Tipe keputusan yang digunakan untuk menyebarluaskansuatu inovasi dapat juga berubah dalam
waktu tertentu. Rogers memberi contoh inovasi penggunaan tali pengaman bagi pengendara
mobil (automobil seat belts).Pada mulanya pemasangan seatbelt di mobil diserahkan kepada
pemiliki kendaraan yang mampu membiayai pemasangannya. Jadi menggunakan keputusan
opsional. Kemudian pada tahun berikutnya peraturan pemerintah
Konsep inovasi mempunyai sejarah yang panjang dan pengertian yang berbeda-beda, terutama
didasarkan pada persaingan antara perusahaan-perusahaan dan strategi yang berbeda yang bisa
dimanfaatkan untuk bersaing. Josef Schumpeter sering dianggap sebagai ahli ekonomi pertama yang
memberikan perhatian pada pentingnya suatu inovasi. Pada tahun 1949 Schumpeter menyebutkan
bahwa inovasi terdiri dari lima unsur yaitu: (1) memperkenalkan produk baru atau perubahan
kualitatif pada produk yang sudah ada, (2) memperkenalkan proses baru ke industri, (3) membuka
pasar baru, (4) Mengembangkan sumber pasokan baru pada bahan baku atau masukan lainnya, dan
(5) perubahan pada organisasi industri. Dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun, konsep inovasi
tersebut terus dikembangkan oleh sejumlah pakar dan institusi. Beberapa pengertian tersebut dapat
dilihat pada kutipan di bawah ini.
Dari berbagai sumber tersebut, terlihat bahwa ada beberapa kemiripan mendasar dari konsep inovasi,
yaitu sesuatu yang baru, baik berupa ide, barang, proses, atau jasa. Tetapi yang masih menunjukkan
berbagai perbedaan adalah bagaimana cakupan dan cara pengukuran inovasi tersebut.
Berdasarkan berbagai pengertian dari inovasi, ukuran inovasi dibagi dalam dua kelompok yaitu ukuran
yang berhubungan dengan output dan input. Ukuran output misalnya (a) produk atau proses baru
atau yang dikembangkan, (b) persentase penjualan dari produk atau proses baru tersebut, (c)
kekayaan intelektual yang dihasilkan (paten, merek, atau disain), dan (d) kinerja perusahaan.
Sedangkan ukuran inovasi yang berkaitan dengan input adalah (a) investasi di bidang penelitian dan
pengembangan, (b) kekayaan intelektual, (c) biaya akuisisi teknologi baru, (d) biaya produksi
pertama produk baru, (e) asset tak berwujud misalnya goowill, (f) biaya pemasaran dan pelatihan
untuk produk baru, dan (g) perubahan organisasi dan metode manajerial. Sedangkan Martin
Radenakers (2005) membagi inovasi ke dalam beberapa tipe yang mempunyai karakteristik masing-
masing seperti disajikan pada tabel berikut
: Tipe Inovasi dan Karakteristiknya
1 Inovasi Produk Produk, jasa, atau kombinasi keduanya
yang baru
2 Inovasi Proses Metode baru dalam menjalankan kegiatan
bernilai tambah (misalnya distribusi
atau produksi) yang lebih baik atau
lebih murah
3 Inovasi
Organisasional
Metode baru dalam mengelola,
mengkoordinasi, dan mengawasi
pegawai, kegiatan, dan tanggung jawab
4 Inovasi bisnis Kombinasi produk, proses, dan sistem
organisasional yang baru (dikenal juga
sebagai model bisnis)