Post on 19-Mar-2019
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, Klasis Biak Timur, diamanatkan untuk
memberitakan Injil keseluruh dunia melalui konteks di mana Gereja Kristen Injili Di
Tanah Papua hadir dan berada untuk memberitakan Injil Yesus Krsitus. Dalam
melaksanakan amanat ini, GKI diperhadapkan dengan kompleksitas permasalahan.
Kompleksitas permasalahan ini bisa dikatakan seperti masalah etnis, kemiskinan,
minuman keras, HIV/AIDS (Human Immunodeficieny Virus/Acquired Immunodeficiency
Syndrome), kekerasan dalam rumah tangga, serta masalah minimnya ketersediaan
lapangan pekerjaan. Minimnya lapangan kerja ini menyebabkan sehingga banyak warga
jemaat yang memilih untuk menjadi petani dan nelayan. Bermata pencaharian sebagai
petani dan nelayan ini dilakukan hanya sekedar mengisih waktu lowong semata.
Di era tahun 1990 memang terdapat beberapa perusahaan yang cukup maju yang
beroperasi di Biak, seperti perusahaan multi mina yang beroperasi di laut Biak dalam
memproduksi ikan kaleng, perusahaan PT Wapoga yang bergerak pada produksi kayu
dan beroperasinya hotel berbintang lima Marauw1, yang cukup membantu mengurangi
pengangguran di Biak. Namun ketika bisnis ini ditutup terjadilah pemutusan hubungan
kerja kepada karyawan yang kebanyakkan adalah penduduk asli Biak.
Kondisi ini menimbul pertanyaan bagi saya, mengapa masyarkat di Biak sangat
berantusias sekali untuk menjadi pegawai negeri atau menjadi karyawan di perusahaan?
Dan tidak berniat untuk menjadi nelayan, berkebun dengan mengoptimalkan kekayaan
alam mereka yang sangat kaya. Mengapa tidak dioptimalkan saja kekayaan alam laut
sehingga bisa memberi berkat sukacita bagi masyarakat. Jawabannya adalah cara berpikir
dari masyarakat di Bosnik yang kurang untuk menanggapi potensi kekayaan alam mereka
sebagai pemberian dari Tuhan dan juga faktor semangat dalam bekerja serta pengetahuan
tentang bagaimana memanfaatkan sumber daya laut yang baik. Pemahaman mereka
tentang potensi alam laut dan semangat bekerja seandainya menjadi penyebab timbulnya
masalah ekonomi di Karmel, maka gereja dalam hal ini pemimpin gereja perlu
keseriusannya dalam merespon kondisi di atas.
1 Kata Marauw dalam bahasa Biak adalah tempat yang berbahaya. Artinya orang yang akan tinggal atau
singgah di tempat itu harus mempertimbangkan baik jangan sampai terjadi sesuatu membahayakan dirinya.
@UKDW
2
Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar
belakang pekerjaan seperti di atas bukanlah suatu masalah yang muda. Apalagi berkaitan
dengan kondisi objektif geografis, sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat juga turut
menentukan pelayanan gereja. Sementara itu ternyata potensi yang dimiliki warga gereja
itu sendiri sangat memberi harapan, jika dapat dikelolah dengan baik. Bila warga jemaat
menyadari tentang potensi mereka ini lalu kemudian tergerak untuk mengelola apa yang
tersedia di hadapan mata mereka, maka sudah pasti bahwa sumber alam di Karmel mampu
memberi perubahan dalam mengangkat keberadaan ekonomi mereka menjadi lebih baik.
Selintas saya melihat akan keberadaan masyarakat Bosnik khususnya dalam
memenuhi kebutuhan ekonomi setiap hari adalah dengan bertani dan nelayan. Mata
pencaharian seperti ini dikerjakan pada batas waktu tertentu. Artinya bagi mereka yang
penting bisa makan hari ini. Dengan konteks seperti ini maka saya boleh mengatakan
bahwa kehidupan ekonomi masyarakat Karmel berada di garis ekonomi yang rendah.
Masyarakat Bosnik mendiami daerah-daerah di sepanjang pesisir pantai. Dengan
rumah-rumah semi permanen yang sangat sempit dan sederhana. Konteks sosial yang
sederhana seperti ini tetap membuat mereka bersemangat untuk membangun hidup
sebagai keluarga kristen atau satu komunitas. Alam yang indah semakin menambah
suasana mereka untuk terus berjuang membangun hidup walaupun dalam kesederhanaan.
Kampung Bosnik merupakan salah satu kampung yang menjadi target
pengembangan ekonomi masyarakat di bidang pariwisata. Keindahan pantai, laut yang
menyimpan berbagai jenis ikan dan kerang laut serta hamparan pulau-pulau kecil semakin
menambah keindahan alam di kampung Bosnik. Potensi sumber daya alam ini merupakan
peluang yang baik dalam rangka meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat. Namun
kenyataan yang terjadi adalah potensi alam yang tersedia ini tidak dioptimalkan dengan
baik.
Pemerintah dan gereja tentu mendorong dengan memberikan berbagai topangan
dan motifasi untuk mendukung pengelolaan potensi alam yang ada sebagai milik Tuhan
agar dengan pengelolaan alam ini dapat membangun hidup ekonomi jemaat dan jemaat
mendukung pertumbuhan pelayanan gereja.
Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua pada hakekatnya merupakan persekutuan
jemaat-jemaat Injili yang memperlihatkan kepada kita bahwa pandangan tentang arti gereja
di pusatkan pada jemaat-jemaat yang bersekutu, kesaksian dan melayani. Dalam pengertian
bahwa jemaat-jemaat merupakan basis dari seluruh tugas missioner dari GKI Di Tanah
Papua. Kondisi ini bermuara pada tanggal 26 Oktober 1956 dalam wujud satu gereja dan
@UKDW
3
persekutuan jemaat-jemaat yang berdiri di atas alas para rasul, nabi dan Yesus Kristus
sebagai batu penjuru. Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan Kepala gereja yang
memerintahkan gereja-Nya dan sekaligus juga mengamanatkan tugas meluaskan pekabaran
Injil.2
Jemaat-jemaat GKI Di Tanah Papua di bangun atas dasar panggilan dan
pengakuan untuk bersekutu, bersaksi dan melayani. Secara organisasi, persekutuan itu
menyebar di kota-kota besar sampai ke pelosok-pelosok kampung terpencil di Tanah
Papua.
GKI Di Tanah Papua secara umum dan jemaat-jemaat secara khusus dipanggil
untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah itu melalui kehidupan pribadi, keluarga
dan bermasyarakat. Hal ini hanya dapat dilihat melalui taraf kehidupan ekonomi umat
sehari-hari dan pekerjaan gereja dalam bersekutu, bersaksi dan melayani yang di
programkan dalam sebuah keputusan sidang jemaat satu tahunan. Semua program sebagai
hasil keputusan sidang jemaat merupakan keputusan tertinggi sehingga perlu mendapat
perhatian dalam penyelenggaraaan pelayanan ditingkat jemaat. Pragram-program jemaat
ini dipandang sebagai misi bersama untuk meluaskan Injil dimana Alkitab menjadi dasar
utama panggilan bagi gereja dan jemaat-jemaat untuk melanjutkan pekabaran Injil sebagai
amanat langsung dari Tuhan Yesus.
Gereja yang di dalamnya orang percaya hidup dan membangun nilai keimanannya
kepada pengenalan akan Kristus bukanlah pelayanan yang statis tetapi dinamis. Pelayanan
Gereja bukanlah soal memberi penyadaran kepada umat untuk hidup menurut perintah dan
kehendak Tuhan semata. Tetapi perintah dan kehendak Tuhan itu perlu dikontekskan
dalam pengalaman riil warga jemaat, misalnya gereja perlu memberi topangan riil tentang
bagaimana memanfaatkan potensi kekayaan alamnya yang kaya, terkait dengan masalah
ekonomi.
Gereja dalam melakukan misinya tentu tidak terlepas dari masalah pelayanan.
Justru ditengah kompleksnya persoalan dalam pelayanan gereja seperti itulah Injil hadir
untuk menjawab dengan memberi gagasan-gagasan riil. Sehingga kehadiran Injil Kristus
memberi corak pelayanan yang baru terhadap jemaat (GKI) untuk memaknai dan
memahami segala yang telah Allah sediakan. Dan bukan terjadi sebaliknya pelayanan
gereja ditinggalkan oleh karena banyaknya permasalahan yang dirasakan oleh gereja
sehingga membuat gereja tidak mampu mananganinya.
2 Tata Gereja GKI Di Tanah Papua, Hasil Sidang Sinode XV, Bab 4 pasal 5 ayat 1 (Jayapura: Badan Pekerja
Am Sinode, 2007), h. 3
@UKDW
4
Jemaat-jemaat di daerah perkotaan maupun daerah terpencil banyak mengalami
kendala dalam pelayanan menyebabkan banyak program-program jemaat yang tidak dapat
ter-realisasi dengan baik. Yesus berkata “Lihat Aku mengutus kamu ke tengah-tengah
serigala” (Matius 10:16). Gereja hadir ditengah dunia yang buas untuk memberitakan
kabar baik dari Tuhan Yesus dalam buas dan ganasnya dunia inilah gereja ditantang untuk
terlibat secara nyata. Dalam buasnya medan pekabaran Injil inilah Yesus menyatakan
kehadiran-Nya. Mengangkat yang miskin, terkurung dan membebaskan.
Doa Yesus bagi dunia dalam Yohanes 17:20-26, Dia mengatakan bahwa bukan
saja kepada para murid Dia berdoa “tetapi juga untuk orang-orang yang percaya kepada-
Ku oleh pemberitaan mereka, dyb”. Walaupun gereja mengalami kompleksnya masalah
sebagai gambaran Yesus yang menderita hendak menyatakan bahwa disaat itupun Ia selalu
ada. Dia sedang terlibat terus menerus supaya gereja mencapai kepenuhan sampai Dia
datang kembali.
Di zaman yang berkembang ini gereja mengalami kemajuan dengan menciptakan
berbagai kemungkinan untuk menopang pemberitaan Injil agar berlangsung dengan baik
dalam pewartaannya. Artinya bahwa Injil tanpa halangan berlangsung oleh karena jemaat
memahami bahwa berita Injil perlu ditunjang dan berbagai kegiatan dapat didanai.
Sebagai lembaga yang hidup di dunia, gereja tentu ingin berkarya melalui usaha yang bisa
menghidupinya3.
Yesus sendiri mengalami pencobaan ketika ditawarkan iblis untuk
menyembahnya, Yesus menentang dengan tegas bahwa manusia bukan hidup dari roti saja
tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah. Ketegasan Yesus ini perlu
memandu pola pelayanan gereja sebab jangan sampai gereja terhasut oleh soal-soal materi
lalu tugas pokok gereja untuk menjadi garam dan terang menjadi hilang maknanya.
Gereja Kriten Injili di Tanah Papua sedang melakukan pelayanan pekabaran Injil
yang mulai dari perkotaan hingga kampung. Dalam pelayanan Injil ini GKI terbentur
dengan minimya ketersediaan dana mulai dari kota sampai ke kampung-kampung. Konteks
ini mencirikan bahwa GKI khusus jemaat-jemaat tidak mampu untuk menopang
pelayanan gereja. Di mana seharusnya gereja dalam pelayanan mentransformasi sebuah
kemandirian teologi, daya dan dana bersumber pada diri sendiri atau komunitas GKI
sendiri.
3books,google.co.id/books/hl=id&id=cjSRuqqLip8c&q=menguak+rahasia+bisnis+gereja#V=snippet&q=me
nguakrahasiabisnisgereja&f+false
@UKDW
5
Kebiasaan dalam melakukan pelayanan yang karitatif atau ketergantungan perlu
menjadi jalan untuk mentranformasi persekutuan, kesaksian dan pelayanan yang GKI Di
Tanah Papua lakukan bukan berarti pelayanan karitatif itu salah namun perlu dilakukan
dengan memberi pandangan, pemahaman dan pembinaan-pembinaan yang mengarah
kepada penyadaran kepada warga jemaat.
Berbicara soal Kemandirian gereja berarti kita berbicara tentang Kedewasaan.
Kedewasaan teologi, daya dan dana telah ada di pundak GKI Di Tanah Papua sejak 1956
sampai sekarang 58 tahun, merupakan usia yang sangat dewasa. Dewasa dalam
persekutuan, kesaksian dan pelayanan merupakan tugas mendasar bagi gereja. Muncul
pertanyaan dari sudut manakah Jemaat Karmel Biak dikatakan dewasa? Apakah diukur
melalui “mewahnya gedung gerejanya seperti di kota? Ataukah masih sebatas bangunan
tua beratap daun sagu berdinding gaba-gaba di kampung terpencil?
Bagi saya dewasa dalam berteologi bukan diukur dari mewah dan sederhananya
gedung gereja tetapi kedewasaan itu diukur ketika seorang warga GKI memahami dengan
benar-benar pribadi Yesus melalui perintah dan kehendak-Nya dengan hati yang bertobat.
Sedangkan dua bidang kemandirian daya dan dana merupakan kekuatan yang tidak
terpisahkan dengan kemandirian teologia karena ketiganya saling menopang. Bagi saya
ketika pandangan seorang warga GKI terbentuk dengan teologi yang benar maka secara
otomatis kemandirian daya dan dana akan muncul dengan sendirinya karena ada daya
transformasi.
Yesus sendiri pernah memikirkan tentang ekonomi ketika lima ribu orang diberi
makan. Banyak motifasi dan kepentingan dari orang-orang yang mengikuti-Nya. Ada yang
mendengar pengajaran, ingin di sembuhkan dari sakit mereka. Sikap dan tindakan yang di
lakukan Yesus adalah mentransformasi dengan menanyakan persiapan apa yang dimiliki
para murid dan hanya bekal seorang anak kecil yaitu lima roti dan dua ikan dijadikan
sebagai potensi untuk membiayai Pekaban Injil (band.Yohanis 6: 1-13) “Kamu harus
memberi mereka makan”. Filipus yang hanya memiliki uang 200 dinar berpikir ekonomis
agar supaya kebutuhan ekonomi saat itu dapat mencukupkan kebutuhan makan/minum
banyak orang yang mengikuti Dia. Filipus dan murid-murid yang lain diajar untuk
mengandalkan keberadaan mereka sendiri. Yesus melarang mereka untuk jangan pergi
mencari makan terlalu jauh dan cobalah berpikir untuk mengolah apa yang sedikit atau
kurang untuk menemukan sesuatu yang lebih baik di sekitar mereka ada.
@UKDW
6
Kemampuan para murid merupakan modal utama untuk menarik orang banyak
mengambil bagian dalam setiap pengajaran, khotbah, mujizat yang Yesus lakukan.
Tindakan yang Tuhan Yesus lakukan adalah tindakan pendewasaan atau transformir
komunitas murid. Mengajarkan murid-murid-Nya untuk menghormati dan lebih dahulu
menyambut orang lain. Bila kamu ingin orang lain melakukan yang baik itu padamu maka
lakukanlah terlebih dahulu hal baik kepada mereka. Artinya bahwa para murid diajar oleh
Tuhan tentang bagaimana menciptakan sebuah persekutuan, kesaksian dan pelayanan yang
benar tentang kerajaan-Nya, maka semua itu harus berawal pada diri sendiri dan
merealisasikannya kepada orang lain dengan otomatis orang lain juga akan melakukan hal
yang sama kepada mereka.
Pdt.Herman Saud dalam bukunya: “Tabah melangka menuju kemandirian
menulis dalam rangka menunjang seluruh kegiatan GKI Di Tanah Papua, baik kegiatan
pemberitaan Injil maupun kegiatan pelayanan diakonia, seperti kesehatan, pendidikan,
kebudayaan dan sebagainya maka perlu dana kemandirian GKI Di Tanah Papua”4. Bila
kita melihat kondisi ini, maka kita akan bertanya dapatkah masalah yang begitu rohani
dikaitkan dengan hal yang jasmani atau materi?
Gereja sebagai lembaga yang hidup di dunia, gereja tentu ingin berkarya melalui
usaha-usaha yang bisa menghidupinya agar supaya gereja mampu berkembang dan tetap
eksis dalam pelayanan di Papua. Pandangan Herman. Saud merupakan pandangan
kemandirian, GKI perlu menyisihkan dana dari apa yang dimilikinya. Maksudnya adalah
GKI Di Tanah Papua memiliki sejumlah besar warga jemaat yang telah mengakuh
Imannya. Mereka inilah yang menjadi aset /sumber dana GKI. Maka program yang
dilakukan dalam rangka menghimpun dana tersebut melalui perayaan-perayaan hari besar
gereja, seperti ‘hari Pekabaran Injil tanggal 5 Februari dan perayaan hari ulang tahun
Gereja Kristen Injili di Tanah Papua tanggal 26 Okotober’. Lewat pemberian derma
perayaan gerejani ini dan juga pemberian aksi amplop yang diturunkan oleh Klasis dan
majelis jemaat mendistribusikan ke jemaat-jemaat. Dana ini disebut ADK (Anggaran
Dasar Kemandirian). Yang pemanfaatannya dilakukan sewaktu-waktu jika ada keperluan
atau kegiatan yang sangat mendesak.
Tuhan Yesus sebelum terangkat ke sorga memerintahkan kepada para murid dan
semua orang percaya dalam Amanat Agung-Nya: “Pergilah Jadikanlah semua Bangsa
Murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius
4 BP AM Sinode GKI Di Tanah Papua, Tata Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, ( Jayapura: Sinode GKI
di Tanah Papua, 2004). h. 1
@UKDW
7
28:19-20), tidak sedikitpun Yesus menyinggung tentang uang sebagai sarana pemberitaan
Injil. Mengapa karena Yesus tahu bahwa semua hal yang terkait dengan Pekabaran Injil
selalu harus bermula dari diri sendiri. Tanpa disadari bahwa sebenarnya ada pengajaran
yang ditonjolkan oleh Tuhan Yesus yakni potensi pada para murid dan orang Kristen saat
ini. Bagi Yesus Injil harus bermula atau berawal pada diri sendiri. Berarti ada konsep
Pemberdayaan. David J. Hesselgrave mengupayakan kontekstualisasi sebagai istilah baru
dalam berteologi dan pendidikan teologi praksis atau keterlibatan dalam perjuangan demi
keadilan dalam keadaan manusia masa kini, secara lebih jauh daripada
“pempribumian”oleh Henry Venn, Rufus Anderson dimengerti sebagai konsep jemaat
yang otonom (membiayai diri sendiri, memerintah diri sendiri, dan mengembangkan diri
sendiri)5.
Pranarka dan Moeljarko memberi definisi pemberdayaan (empowerment)
dimana konsep ini lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran
masyarakat dan budaya barat, utamanya Eropa. Mereka mencoba menguraikan
pandangan- pandangan yang muncul mengenai pemberdayaan (empowerment),
salah satu definisi yang baik yaitu : Pemberdayaan adalah penguatan kepada
yang lemah tanpa menghancurkan yang kuat6. Ada pendapat lain yang juga
mendefinisikan Pemberdayaan (empowerment)menurut Wrihatnolo dan
Dwidjowijoto mengatakan: Pemberdayaan merupakan suatu “proses menjadi”,
bukan suatu “proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga
tahapan: penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan. Secara sederhana dapat
digambarkan sebagai berikut7 : Tahap pertama, adalah penyadaran. Pada
tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam bentuk
pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai
sesuatu. Tahap kedua, adalah pengkapasitasan. Inilah yang disebut capacity
building atau dalam bahasa yang lebih sederhana memampukan atau enabling .
Untuk diberikan daya atau kuasa, yang bersangkutan harus mampu terlebih
dulu. Proses capacity building terdiri atas tiga jenis, yaitu : (1) Pengkapasitasan
manusia dalam arti memampukan manusia baik dalam konteks individu
maupun kelompok. (2) Pengkapasitasan organisasi dilakukan dalam bentuk
restrukturisasi organisasi, dan sistim nilai (3) Pengkapasitasan sistim nilai.
Setelah orang dan wadahnya dikapasitaskan, sistim nilainyapun demikian.
Sistim nilai adalah “aturan main”. Tahap ketiga, adalah pemberian daya itu
sendiri atau pemberdayaan (empowerment) dalam makna sempit. Pada tahap ini
kepada target diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang. Pemberian ini
sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki.
5 D.J. Hesselgrave. E. Rommen, Kontekstualisasi, Makna, Metode, dan Model, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2012), h. 53 6 Pdt.Bruri,Wutwensa, Tesis : “Konsep pemberdayaan ekonomi jemaat (suatu pendekatan sosiologi dalam
rangka peningkatan ekonomi jemaat, (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2009), h. 2 7 Ibid, hlm 3
@UKDW
8
Dalam sebuah kemandirian baik individu maupun organisasi perlu memiliki nilai
berdaya dan kapasitas. Sebab ketika kita berdaya berarti memiliki kapasitas, itu menjadi
modal dasar untuk bisa mengembangkan sesuatu yang bermanfaat bagi kita. Ketika kita
tidak berdaya dan tidak mempunyai kapasitas maka kita akan berada pada kategori orang
miskin. Dalam pengertian miskin materi. Kemiskinan itu terjadi karena kekurangan uang
dan harta benda. Karena itu orang miskin materi kurang dalam sandang pangan, kurang
gisi, sering sakit dan sering kurang mempunyai ketrampilan atau pendidikan8.
GKI Di Tanah Papua dalam tata gerejanya, khusus menjelaskan tentang visi di
poin tiga mengatur tentang Kemandirian di bidang teologia, daya dan dana, yang
dimaksudkan adalah : (a) di bidang teologia yaitu kemampuan untuk menggumuli sendiri
persoalan yang dihadapi gereja dalam konteks Tanah Papua dan mencarikan
pemecahannya secara teologis pula tanpa harus terikat pada rumusan-rumusan teologia dari
dunia barat. (b) di bidang daya ialah kemampuan untuk melaksanakan segala tugas gereja
dengan mengandalkan kekuatan/ tenaga warga GKI sendiri baik secara kuantitas maupun
kualitas. (c) di bidang dana ialah kemampuan untuk membiayai segala pekerjaan gereja itu
atas kemampuan dana yang diperoleh dari GKI sendiri9.
Dengan konsep kemandirian gereja (GKI) ini hendak menjelaskan bahwa
sebenarnya gereja perlu suatu upaya bersama untuk terus-menerus mengembangkan semua
kemampuan (potensi) yang adalah pemberian Tuhan secara bebas dan bertanggung -jawab
bagi persekutuan, pelayanan dan kesaksian. Melalui proses kebersamaan itulah gereja
menuju kepada “kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan sesuai dengan kepenuhan
Kristus (Efesus 4: 13).
Kemandirian gereja juga berarti memiliki kepribadian yang dapat berdiri sendiri
dalam hubungan yang langsung dengan Kristus sebagai sumber segalanya. Ketergantungan
kepada Kristus ini yang kemudian membawa tiap orang percaya pada “kesatuan iman
untuk saling membantu dalam menciptakan kemandirian, cara pribadi, antar seorang
dengan yang lain, satu gereja yang lain, baik di dalam maupun di luar di mana manusia itu
berinteraksi10
.
8 Malcolm Browmle, Tugas Manusi dalan Dunia Milik Tuhan, Dasar Theologis Bagi Pekerjaan Orang
Kristen Dalam Masyarakat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 80 9 Penjelasan umum Tata Gereja Hasil Sidang Sinode ke XVI GKI di Tanah Papua tahun 2013
10 http//www,yehezkysjioen 89 wordpres.com/2012/.2/3 , Menuju Kemandirian- Teologi,- daya dan dana,
di unduh 15 Juli 1014
@UKDW
9
Sebagai gereja yang mandiri atau dewasa perlu juga memahami dan memiliki
sikap pengenalan dan kesadaran akan hakikat dan tujuan hidup Kristiani, ada rasa percaya
diri yang teguh, memiliki prinsip dan komitmen yang tegas ditandai dengan tekad dan
kemauan untuk menjawab persoalan-persoalan dan tantangan-tantangan hidup tanpa
menggantungkan diri pada pihak manapun. Ketika kita berbicara tentang kemandiri maka
tidak terlepas dari hidup bermasyarakat dan bergereja, bahwa setiap orang /setiap gereja
perlu untuk memiliki tujuan hidup11
.
Jalan hidup kita memiliki tujuan yang jelas karena Allah turut terlibat di
dalamnya. Apa yang hendak kita capai dan raih di dunia telah diatur oleh Tuhan. Oleh
sebab itu segala sesuatu yang hendak dilakukan seseorang perlu ada tekat diri yang kuat,
tegas dan ber-kepribadian luhur harus dipancarkan keluar. Hal ini berhubungan dengan
pribadi yang mandiri adalah pribadi yang percaya diri, cermat dan mampu melihat atau
mengamati setiap perkembangan yang terjadi di sekelilingnya dan mampu untuk mengatasi
masalah dan juga mampu memberi pandangannya terhadap masalah yang ada. Mampu
dalam melihat semua perkembangan yang ada baik ilmu pengetahuan, teknologi, politik
dan sosial kemudian dipahami, diolah maksud dari perkembangan dan perubahan yang
terjadi.
Dalam Ul 15:6 dikatakan: ”Apabila Tuhan, Allahmu memberkati engkau seperti
yang dijanjikan-Nya kepadamu, maka engkau akan menguasai banyak bangsa, tetapi
engkau sendiri tidak akan meminta pinjaman; engkau akan menguasai banyak bangsa,
tetapi mereka tidak akan menguasai engkau”. Gereja yang misioner mampu
mengembangkan diri dalam segala hal dan juga keadaan di mana Allah turut secara
langsung melibatkan diri-Nya untuk memberi dorongan dan topangan agar gereja terus
mewartakan misi Kristus. Kemandirian gereja adalah pemberian Tuhan, untuk itu gereja
perlu bertanggungjawab dengan melakukan berbagai usaha yang terarah, terencana serta
berkesinambungan12
, sehingga amanat agung Tuhan Yesus terus menerus diwartakan dan
berlangsung di muka bumi ini sampai Ia datang kembali sebagai Raja.
GKI sebagai lembaga gereja mendapat amanat yang sama untuk meluaskan
pekabaran Injil. Maka kemandirian yang dimiliki GKI menjadi dasar bahwa gereja GKI
mampu untuk mencapai misinya yakni menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah. Misi
pekabaran Injil lewat amanat Yesus merupakan tugas yang tak pernah berhenti. Amanat
11
ibid 12
ibid
@UKDW
10
Tuhan ini perlu dijaga dalam kekudusan dengan terus menerus melakukan upaya-upaya
transformatif sehingga menyentuh segala aspek kehidupan warga gereja.
Semua hal yang sifatnya jasmani atau materi merupakan sarana pendukung bagi Injil sebab
tugas Pekabaran Injil tidak saja terjadi di atas mimbar-mimbar gereja, ibadah Keluarga,
orang sakit, menguburkan orang mati saja tetapi harus menyentuh segala sendi-sendi
hidup manusia, baik prilaku, karakter, prinsip, kemanusiaan setiap orang GKI di Tanah
Papua.
Jemaat Karmel Bosnik adalah juga salah satu jemaat yang di dalamnya GKI Di
Tanah Papua di bangun. Posisi jemaat sebagai basis menjelaskan bahwa13
pertumbuhan
GKI Di Tanah Papua sangat ditentukan dan tergantung pada pertumbuhan jemaat-jemaat.
Dengan demikian jemaat Karmel Bosnik perlu untuk mengembangkan segala potensi alam
yang ada untuk menunjang misi yang sedang dilakukan GKI Di Tanah Papua. Bersamaan
dengan itu jemaat memahami dengan syukur bahwa sumber daya alam sebagai modal
pelayanan GKI Di Tanah Papua perlu untuk dioptimalkan bagi misi Allah. Allah
menciptakan alam bagi umat-Nya karena ada kehidupan yang masih terus berlangsung.
Sebagai jemaat yang mampu dengan ketersediaan sumber daya alam yang
melimpah maka sebenarnya jemaat Karmel Bosnik perlu menampakan keberadaannya
untuk menjadi teladan bagi jemaat-jemaat yang lain serta mendukung jemaat kurang
mampu. Perlu ada terobosan baru yang harus diangkat dan diketahui oleh jemaat bahwa
GKI dapat berdiri kokoh hanya melalui jemaat-jemaatlah kemajuan itu dapat dinampakan.
Manusia sebagai sumber daya utama dipanggil Allah untuk mengelolah segala yang di
karuniakan kepadanya. Modal kekayaan alam yang besar ini perlu di jaga dan dipelihara
serta terus menerus dikelolah bagi keberlangsungan hidup manusia, dan pengembangan
misi gereja. Karya penciptaan Allah yang penting ini adalah wujud kehadiran Allah. Dalam
buku dogmatika Kristen mengetengahkan tentang “penyataan kehadiran Allah terhadap
manusia melalui alam”. Allah dalam keberadaan-Nya dilihat melalui alam, baik laut,
hutan, gunung, batu dan sebagainya. Manusia sebagai gambar Allah diserahi tanggung
jawab untuk memanfaatkan, mengolah dengan bijak semua yang sudah disediakan Allah
baginya (Kej 1:26).
Hubungan antara Allah, manusia dan alam memiliki keterkaitan yang erat satu
dengan yang lainnya. Maka manusia sebagai makhluk yang mulia diserahi tugas untuk
menjaganya, merawat, memelihara dan mengambil dari padanya untuk menjadi berkat bagi
13
Badan Pekerja Am Sinode, Tata Gereja dan Peraturan-peraturan GKI di Tanah Papua, (Jayapura:
diterbitkan oleh Badan Pekerja AM Sinode, 2007), h.8
@UKDW
11
manusia. Hubungan ini belum dipahami secara benar oleh warga jemaat Karmel Bosnik.
Akibatnya membuat mereka tidak mampu bertahan dalam mengelolah semua yang
diberikan Tuhan, pesimis, ragu, bosan dan masa bodoh. Ketergantungan kepada berbagai
bantuan yang diturunkan ke kampung semakin meninabobokan warga gereja. Ini nampak
dari konteks bahwa betapa menurunnya etos kerja warga jemaat.
Kebiasaan bergantung kepada pihak lain terus meresapi hidup jemaat. Kebiasaan
ini menyebabkan jemaat semakin tidak menyadari dengan baik tentang kehadiran Allah
melalui alamnya yang kaya. Segala karya ciptaan Allah yang baik ini seakan diabaikan.
Sementara pada satu sisi Allah mendambakan agar umat-Nya rajin, ulet, tangguh, pandai
dan tidak apatis untuk melihat setiap peluang yang ada melalui kekayaan alamnya. Ketika
peluang yang Allah sediakan ini dimanfaatkan dengan benar maka jemaat Bosnik dapat
mampu membangun dirinya tanpa mengharapkan belas kasihan orang lain. Bahkan juga
tidak mengharapkan berbagai bantuan yang diturunkan oleh gereja dan pemerintah sebagai
perhatian dan kepedulian.
Penghayatan akan Injil kerajaan Allah yang menyangkut seluruh sendi-sendi
hidup manusia, termasuk segi ekonomi gereja harus memungkinkan meningkatnya
pelayanan dan kesaksian gereja yang umumnya ditangani secara menyeluruh perlu
mengalami perubahan. Masalah ekonomi gereja memang tidak ditingkatkan melampaui
batas-batas yang berlaku menurut ukuran kerajaan Allah. Karena pada prinsipnya gereja
hidup pada anugerah yang dinamis. Bukan anugerah yang menyebabkan manusia hidup
menderita dan mengantungkan nasibnya semata-mata kepada sang Raja. Ekonomi gereja
boleh ditingkatkan dalam batas cukup untuk hari ini dan hari esok. Jemaat-jemaat harus
dapat dimampukan untuk melaksanakan tugas misioner dengan potensi ekonomi yang
merupakan anugerah Tuhan14
.
Makna Teologis yang dikemukakan oleh Erari memberikan pandangan kepada
kita bahwa hidup manusia berada dalam anugerah Kasih Allah semata-mata. Bila doa yang
diajarkan Yesus tentang “berilah kepada kami pada hari ini makanan kami yang
secukupnya”. Sebenarnya mau memberi gambaran bahwa hidup manusia seharusnya tidak
berangan-angan yang terlalu tinggi. Rasul Paulus mengatakan “pikirkanlah perkara yang di
atas bukan yang bumi”(Kolose 3:2). Manusia sering kali berpikir yang terlalu jauh. Di
mana hal yang dipikirkan itu sebenarnya tidak mungkin dapat diraihnya. Akhirnya
14
K.Ph.Erari, “Visi Theologia Kerajaan Allah: Upaya menemukan Berteologi dalam GKI Di Irian Jaya”,
dalam Feije Duim dan David. Sulisyo (Peny) Dengan segenap Hatimu, (Jayapura: Kerja sama Biro
pengabdian dan penelitian STT GKI I.S.Kijne dengan Departemen penelitian dan pengembangan Sinode GKI
Irian Jaya,1988), h.142,
@UKDW
12
membuat manusia itu sendiri menjadi frustasi dan malah cendrung untuk malas dalam
berusaha untuk membangun hidupnya. Namun bukan berarti pengalaman itu terus
menjadikannya untuk tidak membangun hidup yang baru lagi dan melupakan kegagalan
yang pernah dialaminya. Yohanis Calvin mengatakan:
Ketika gereja bermakna di tengah dunia dipanggil keluar untuk menggarami
setiap orang yang dalam keberadaan hidup mereka yang tidak memuliakan
nama Tuhan atas segala Kasih dan anugerah Tuhan maka orang tersebut
termasuk dalam barisan orang yang dalam alam tidak mau melihat
penyataan pembuatnya. Maka nampaklah di sini sifat yang keji yang tak
mau berterima kasih pada manusia. Mereka merasakan betapa indahnya
Allah bekerja di dalam diri mereka, dan dari pengalaman mereka diajar
betapa beragamnya anugerah yang mereka peroleh dari kemurahan-Nya.
Orang menyia-nyiakan penyataan Allah dalam alam. Di dalam cermin
karya-karya-Nya, Tuhan memperlihatkan kepada kita dengan amat jelasnya
baik diriNya maupun kerajaan-Nya yang langgeng. Namun demikian kita
begitu bebal sehingga kita bersikap lamban terhadap kesaksian-kesaksian
yang jelas itu, dan hilanglah semua itu tanpa ada buahnya. Kita berbeda
yang satu dari yang lain karena kita masing-masing memiliki suatu
kekeliruan yang khas; tetapi kita sangat serupa dalam hal ini: kita semua
murtad dari Allah yang satu, dan lari kepada yang bukan-bukan dan seram.
Penyakit kita ini tidak hanya mengaburkan akal rakyat yang kurang tajam
itu, tetapi juga akal yang paling luhur yang dikaruniai bakat khusus
sekalipun15
.
Allah bekerja dalam hidup manusia dan memberi harapan yang jelas bahwa Ia
selalu menjaga dan memelihara. Demikian juga gereja dalam mengemban pelayanan dan
kesaksian secara terus menerus dipimpin oleh Allah sampai gereja mencapai kepenuhan di
dunia sampai Tuhan datang kembali. Dalam segala konteks yang masih terus berkembang
GKI Di Tanah Papua melalui jemaat-jemaat untuk terus berpikir tentang bagaimana
mengelolah potensi alam yang kaya. GKI sebagai komunitas besar perlu menerobos dan
menciptakan sesuatu yang lebih radikal melalui konsep kemandirian teologia, daya dan
dana yang transformatif.
Dalam makna kemandirian mengadung arti bahwa setiap orang perlu menciptakan
rasa percaya diri yang bersumber pada iman, pengetahuan dan kepastian, bahwa Tuhan
menganugerahkan kekuatan dan berkat (2 Kor 8:9; 2 Kor 9:8). Gereja yang mandiri adalah
juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dalam segala hal dan juga dalam
segala keadaan, sehingga pertumbuhan dalam melanjutkan kasih karunia Allah itu terus
berlangsung. Bila gereja ingin mentransformir sebuah perubahan yang berbeda dari yang
telah ada selama ini, hanya boleh lahir dari sebuah komitmen yang tinggi serta mengambil
15
Yohanis Calvin, Institutio, Pengajaran Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1985), h.13,14
@UKDW
13
ketegasan yang tegas bahwa jemaat sebagai basis bertumbuhnya GKI mampu untuk
merealisasikannya. Bila selama ini potensi sumber daya alam, seperti tanah, hutan, pohon
dan laut seluruh isi alam menjadi kekayaan yang tidak pernah hilang maka manusialah
yang diberi amanat untuk menjaga, memelihara dan mengambil hasilnya untuk dinikmati.
Jemaat-jemaat sebagai basis di mana kemandirian teologia, daya dan dana terus
dinampakan dalam seluruh pelayanan pekabaran Injil baik kota atau kampung terpencil
sekalipun perlu memahami tugasnya dengan baik, salah satunya adalah bagaimana
menjadikan potensi sumber daya alam yang tersedia untuk menunjang misi gereja. Ketika
jemaat dengan benar dan setia memahami tentang potensi ini maka dengan otomatis
kekuatan Injil dapat berlangsung dengan baik. Kemandirian GKI adalah kekuatan yang
mengerakkan jemaat agar misi kerajaan Allah memberi buah bagi manusia, dan kesaksian
Injil dengan nyata menjadi lebih berarti.
Made Gunaraksawati Mastra mengetengahkan dalam bukunya Teologi
Keriwausahaan, terkait dengan soal kemandirian di gereja Bali yang walaupun bukan
gereja besar secara organisasi namun memiliki dua jenis bisnis yang luar biasa yakni
yayasan Dhyana Pura dan yayasan Maha Bhoga Marga (MBM) dengan beberapa sub usaha
masing-masing(Yayasan Dhayana Pura: hotel Resor Djayana Pura, sekolah perhotelan dan
Pariwisata PPLP dan STIM, Wisma Nangun Kerti, jasa penyelengaraan pernikahan asing).
Unit usaha yayasan Maha Bhoga Marga: usaha permebelan, usaha percetakan, bank
perkreditan rakyat dan pinjaman modal sarana usaha (PMSU)16
.
Ini inspirasi positif terhadap Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua melalui
jemaat-jemaat untuk menimbah semangat berbisnis yang menarik di Bali ini. Model-model
bisnis yang ditampilkan memanglah menjanjikan dan sesuai dengan potensi yang tersedia
sehingga memberi berkat yang besar bagi gereja Bali. Mastra menekankan pentingnya
mengembangkan segi perekonomian jemaat, tidak hanya segi rohaniah saja, dengan alasan
‘perut kosong tidak mempunyai telinga’. Baginya mengusahakan kemandirian gereja
dengan kepemilikan sumber daya yang memadai untuk mencukupi kebutuhan dirinya
sendiri dan juga untuk bisa berbagi dengan orang lain.
Jemaat Karmel Bosnik merupakan salah satu jemaat yang cukup maju secara
finansial walaupun tidak berkedudukan di pusat kota kabupaten. Secara tata letak
bangunan gereja berlokasi di pesisir pantai yang merupakan daerah strategis. Depannya
laut Bosnik dengan hamparan pulau-pulau kecil yang indah. Disamping kanan jalan utama
16
Made Gunaraksawati Mastra, Teologi Kewirausahaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), h.71
@UKDW
14
menuju Biak timur yang diapit oleh kampung Ibdi, sebelah kiri kampung Aryom, dan
beberapa kampung lain yang berjejer dipinggiran jalan utama.
Data umum demografi kabupaten Biak Numfor oleh badan pengelolah aset daerah
bersama dinas dan instansi tahun 2011, sebagai berikut :
Kabupaten Biak Numfor merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Papua. Kabupaten
Biak Numfor memiliki 19 distrik yang tersebar di pulau karang panas. Jumlah penduduk
Biak Numfor secara keseluruhan 140. 892 juta jiwa dengan perincian jenis kelamin laki-
laki 73. 716 jiwa dan perempuan 67. 176 jiwa. Jumlah pencari kerja di Kabupaten Biak
Numfor sebanyak 5.020 orang terjadi penurunan 2 kali setelah terjadi pemekaran
Kabupaten baru Supiori menjadi 3.347 penurunan lagi, dari 784 menjadi 205 orang
pencari tenaga kerja. Keadaan geografis Kabupaten Biak Numfor yaitu Bujur timur 134°
47’-136°, lintang selatan 0° 55’ 127°. Memiliki batas wilayah : sebelah utara samudra
pasifik dan kabupaten Supiori, sebelah selatan selat Yapen, sebelah barat Manokwari,
sebelah timur samudra pasifik. Kelembaban rata-rata 86,3%, suhu udara minimum 24,5°C.
Curah hujan rata-rata (hasil data 2011) 287,5mm, curah hujan tinggi bulan Agustus yaitu:
456,1mm. Presentase penduduk miskin di Biak Numfor (2011) 33,62%.
Dalam rangka kemandirian gereja di bidang dana, banyak bantuan yang sudah di
turunkan untuk meningkatkan atau memajukan ekonomi masyarakat dengan kekayaan
yang adalah karya cipta Allah. Oleh sebab itu manusia perlu menggunakannya secara tepat
harta benda yang diberikan Tuhan untuk pelaksanaan Misi Tuhan. Dan itu semua harus
dilakukan dalam kemurnian kasih dalam wujud saling menopang demi meningkatkan
kebutuhan hidup bersama di dalam dunia milik Tuhan. Dengan bertolak dari konsep GKI
Di Tanah Papua yang Mandiri dalam Teologi, daya dan Dana.
Saat ketika GKI mandiri tahun 1956, dalam sambutan Pdt. Isach. Samuel. Kijne
mengatakan: Di dalam Gereja harus ada iman dan hal dengar-dengaran. Dan daripada
Gereja itu haruslah bersinar juga terang Iman dan hal dengar-dengaran yang memberi arti
kepada kepercayaan dan keberanian dalam masyarakat dan negara. Iman dan hal dengar-
dengaran itulah hal yang lain sekali daripada kebesaran manusia. Itulah hal yang terdapat
pada manusia yang menanggalkan segala kebesarannya dan mengaku bahwa baik
pekerjaannya, maupun segala-galanya yang dikerjakannya dipimpin oleh Tuhan Allah
sendiri. Kijne mendasarkan perkembangan segala-galanya pada bimbingan kuasa dari atas
yaitu dari Tuhan. Dan bimbingan inilah yang dalam pengalamannya selalu menantang
akal-budi manusia sendiri. Dia berkata : “Barang siapa yang bekerja dengan jujur dan setia
@UKDW
15
di atas tanah ini (Irian Barat), dengan sadar berjalan dari pendapatan heran kepada
pendapatan heran, dan itulah yang menentukan perkembangan”17
.
Dengan Iman dalam bekerja, jujur dan setia dan itulah yang penting dalam
pekerjaan gereja. Pernyataan ini adalah pernyataan kelimpahan dalam misi bagi setiap
orang yang bekerja dan berkeinginan untuk membangun Papua dalam melakukan karya
dan perbuatan. Kejujuran dan setia merupakan bagian rohani yang penting dalam sebuah
misi untuk pemberdayaan sumber daya manusia sebab ketika seseorang hendak di
berdayakan maka ia tentunya harus memiliki etos kerja, jujur, setia dan beriman dalam
berkarya. Hal ini juga merupakan modal untuk memberi yang terbaik bagi Gereja dan
terlebih bagi Tuhan. Siapapun orang yang berkeinginan bekerja dan membangun Papua
maka ketika itu juga ia sedang terikat dengan prinsip beriman dan sadar akan menentukan
perkembangan bagi orang Papua. Segala motifasi, rencana atau program kebijakkan
apapun bentuk akan selalu terikat dengan prinsip ini. Sebab Allahlah yang akan
mengendalikan semua yang akan dilakukannya. Bila itu di luar dari kebijakkan Allah maka
saat itulah Allah tidak berkompromi dengan dosa. Segalanya berlangsung dalam kebebasan
dan kehendak Allah sendiri.
Doa sulung Ottow dan Geissler, 18
“dengan Nama Tuhan kami menginjak Tanah
ini” merupakan Kredo GKI Di Tanah Papua ketika mereka menginjak Pulau Mansinam.
Doa ini merupakan titik awal tentang keberadaan Tanah Papua yang akan selalu memberi
berkat bagi setiap orang yang hidup di dalamnya. Pengabdian yang sungguh-sungguh bagi
Papua, memberi diri sungguh bagi Papua maka tanah ini akan menjadi tumpuan baginya
untuk membangun dan memberi yang paling terbaik bagi masyarakat secara menyeluruh.
Setiap jejak langka dari keberadaan tanah Papua baik pemerintahannya maupun gerejanya
berlangsung dalam Keterlibatan Tuhan.
Ottow dan Geissler dalam melakukan misi mereka di Irian Barat memiliki potensi
pengetahuan budaya barat yang maju. Di samping melaksanakan misi menanamkan benih
Injil juga membangun keberadaan budaya orang Irian. Kala itu masih di dalam gelap,
mereka juga telah tahu tentang berdagang. Sistim berdagangnya yaitu Barter saling
menukar budak belian. Dalam kondisi yang sulit penuh dengan kecurigaan terhadap orang
asing namun Ottow dan Geissler bertekad melakukan penginjilan. Injil yang merupakan
17
Pdt.J. Mamoribo, Ketika Tertentu, (Djayapura: Kantor Pusat), 18 Djuni 1971), h. 11,12 18
F.J.S Rumainum, Sepuluh tahun GKI Sesudah 101 tahun Zending di Irian Barat, ( Djayapura: Kantor
pusat GKI , 1966), h. 3
@UKDW
16
kekuatan Allah memberi buah bagi tanah Irian Barat (PuaPua)19
. Sebagai bukti pertobatan
pertama seorang wanita bernama Sara di baptis sebagai buah dari pekabaran Injil. Buah
dari Injil itu memberi bukti nyata bahwa Allah bekerja terus dalam rencana bagi umat yang
kepada-Nya Ia sendiri berkenaan.
Akhir itu semua GKI Di Tanah Papua mampu memberdayakan keberadaannya
sebagai Gereja Yesus Kristus. Gereja Yesus ini diberi mandat untuk menjadi garam dan
terang bagi dunia. GKI harus memberi berkat dan memberi buah yang baik bagi dirinya
dan bagi sesama. Ketika kemandirian dipandang sebagai panggilan Gereja di dalam diri
Yesus Kristus yang datang di kancah kehidupan bumi. Allah yang berkenaan mengawali
misi-Nya untuk menyelamatkan, memberi kesejakteraan dunia dengan membebaskan diri
manusia dari dosa dan maut. Maka sebagai respons atas Kasih Tuhan ini gereja perlu
mewujudkannnya dengan menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah melalui keberadaan
hidup umat ciptaan.
Alam Papua yang melimpa merupakan sebuah modal dan peluang yang sangat
luar biasa. Tanda-tanda Kerajaan Allah dapat dihadirkan dengan memanfaatkan potensi
alamnya yang kaya. Ini peluang di mana Misi Allah lewat gereja dalam rangka
mewujudkan tri panggilan gereja yaitu bersekutu, bersaksi dan melayani menjadi semakin
terbuka. Dengan mengandalkan kemandirian dalam teologia, daya dan dana sebagai
pemicu pemberitaan Injil. Gereja dipanggil juga untuk mencintai alam, memelihara,
melindungi, mengolahnya dengan iman. Prinsip cinta alam dan lingkungan menjadi tugas
utama masyarakat dan gereja Tuhan sebagai wujud mengasihi Allah dalam segala ciptaan-
Nya. Sehingga dengan mencintai alam kehidupan anak-anak dan cucu-cucu mereka dapat
melanjutkan dan menikmati segala potensi alam yang ada karena pendahulu mereka tidak
merusaknya. Konteks alam yang memberi berkat bagi peningkatan kesejakteraan hidup,
dan pelayanan gereja juga tetap eksis di dunia. Ini amanat Allah lewat kekayaan alam
yakni untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya serta memberi suka cita bagi manusia itu
sendiri juga bagi sesama.
Tugas gereja menurut Mastra adalah membuat program-program yang bisa
menolong memberdayakan orang supaya bisa mandiri agar nantinya bisa menolong orang
lain20
. Memang disadari bahwa konteks orang Bali tidak sama dengan konteks Papua.
Berbicara soal program-program yang bisa menolong memberdayakan orang memang
19
PuaPua artinya rambut keriting kemungkinan berasal dari bahasa asli Manokwari 20
Ibid, 2009, h. 58
@UKDW
17
sesuatu yang baik, dan membutuhkan proses terutama manusianya terkait dengan etos
kerja.
GKI sebagai gereja yang diutus ke dunia melalui Klasis Biak Timur perlu untuk
menimbah hal positif yang dimunculkan ini. Sehingga Jemaat Karmel Bosnik dalam
meningkatkan kemandiriannya mampu juga untuk semakin menampakkan serta memberi
kedewasaan penuh bagi warga gerejanya secara khusus. Rasa percaya diri bagi masyarakat
Bosnik perlu menjadi dasar yang kuat demi kemandirian gereja yang dilandasi dengan
iman yang kuat dan tetap memiliki kepastian bahwa Tuhanlah yang memberi kekuatan dan
berkat ( 2 Kor 8:9; 2 Kor 9:8).
Dengan semangat kemandirian teologi, daya dan dana yang Tuhan berikan ini,
memberi sebuah motifasi untuk gereja agar terus berkarya dan bangkit dari semua yang
menjadi penghambat bagi pelayanan Gereja yang adalah milik Tuhan. Misi Allah harus
terus berlangsung dalam dunia apapun bentuk konteks yang terjadi Misi Allah tetap terus
berlangsung lewat konteks riil jemaat di Tanah Papua.
B. RUMUSAN MASALAH
Berkaitan dengan latarbelakang di atas, maka penulis membuat beberapa rumusan
masalah dalam beberapa pertanyaan:
1. Mengapa kemandirian Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua diperlukan bagi
pembentukan semangat kerja masyarakat?
2. Bagaimana mengatasi kendala-kendala terkait dengan kemandirian gereja dan
pemberdayaan ekonomi jemaat di Klasis Biak Timur?
3. Bagaimana konsep kemandirian di sadari oleh pemimpin gereja terutama untuk
mengelola potensi sumber daya alam di Klasis Biak Timur agar hasilnya tercapai
secara optimal?
C. BATASAN MASALAH
Dalam menyelesaikan tesis ini, maka penulis membatasi permasalahan dalam konteks
Klasis GKI di Biak Timur dengan satu (1) jemaat sebagai contoh yakni jemaat Karmel
Bosnik. Dengan harapan bisa mendapatkan gambaran lebih utuh untuk penulisan Tesis ini.
Mendapatkan gambaran lebih utuh yang dimaksud adalah sejauh mana Klasis Biak Timur
dan jemaat GKI Bosnik mampu memberdayakan ekonomi setempat/lokal dengan sadar dan
@UKDW
18
mau menjadi berkat dan memberi buah kepada misi Allah lewat jemaat melalui
kelimpahan potensi alamnya.
D. TUJUAN PENELITIAN
Memperhatikan Latar belakang di atas maka dapatlah dikemukakan Permasalahan
yang dominan dan terkait satu sama lain sebagai berikut:
1. Jemaat-jemaat di Klasis Biak Timur memahami bahwa makna kehadiran gereja
memberitakan Injil juga dimengerti sebagai upaya menyiapkan program-program yang
bisa memberdayakan masyarakat untuk mencapai kesejakteraannya secara mandiri.
2. Jemaat-jemaat menyadari bahwa hutan dan laut mereka merupakan potensi yang
diberikan Tuhan yang harus dijaga dan dikelola, serta memberi berkat dan berbuah bagi
sesama.
3. Jemaat-jemaat memahami bahwa etos kerja itu penting sebab tidak membuat mereka
tergantung kepada orang lain dan mampu melayani lebih baik.
4. Jemaat memahami bahwa kemandirian Teologi, Daya dan Dana merupakan hal
mendasar untuk memampukan gereja maju dan dapat melayani lebih baik lagi.
E. JUDUL
Dengan mengacuh kepada Masalah di atas, penulis mengajukan Judul untuk
penulisan Tesis ini adalah : Makna Gereja Yang Mandiri Serta Implikasinya Dalam
Pemberdayaan Ekonomi di Klasis Biak Timur.
F. KERANGKA TEORI
Dengan bertolak pada pemikiran abad pertengahan di mana hubungan gereja dan
dunia bisnis sangat dekat seperti para biarawan menjadi perintis dalam berbagai produk
industri yang berkembang walaupun dunia ke-agamaan saat itu sedang berada pada kondisi
yang tidak stabil. Pengaruh kekaisiaran (kerajaan) dan gereja tidak memperlihatkan
hubungan yang erat antara satu dengan yang lain. Dengan belajar pada keberadaan dan
semangat untuk membangun keagamaan para biarawan Kisterian di Inggris menjalankan
bisnis yang sangat menguntungkan, misalnya industri peternakan, produk kain wool yang
merupakan temuan biarawan Kisterian.
@UKDW
19
Bisnis yang berkembang sejak abad pertengahan ini menyebabkan sehingga timbul
persoalan antara pengusaha dan pekerja yang berkaitan dengan pembagian hasil. Bunga
uang seperti yang oleh Aquinas ditolak dengan mengetengahkan “Teologi Ekonomi
Alamiah”21
. Teologia ini adalah merupakan teologia Tomas Aquinas yang menekankan
tentang asas keadilan. Di mana Tomas mengakui bahwa hak pemilikan pribadi namun
menempatkannya dalam kerangka kesejakteraan umum dan juga penekankan pentingnya
pada harga yang pantas. Pikiran Luther sendiri tentang gereja dan bisnis adalah merupakan
panggilan bagi semua orang percaya melalui kedudukan dan pekerjaan yang sedang
mereka jalani dan sering itu dipandang rendah22
.
Oleh karena terkadang pekerjaan itu dianggap rendah bahkan terjadi dalam kenyataan
banyak usaha-usaha kelompok yang bangkrut? Salah satu dapat terjadi karena pembagian
usaha yang tidak seimbang atau tidak adil. Banyak bisnis yang dilakukan baik secara
perorangan maupun kelompok tidak berjalan baik oleh karena faktor kejujuran dan
kesetiaan dalam berusaha.
Berkat dan menghasilkan buah, dua tema yang baik, Mastra mengkaitkan gambaran
Paulus tentang buah sulung (Roma 8:23; I Korintus 15:23).23
Pentingnya mengusahakan
kemandirian gereja dengan kepemilikkan sumber daya yang memadai untuk mencukupi
dirinya sendiri dan juga untuk bisa berbagi dengan orang lain merupakan tujuan
kemandirian di Bali. Mastra meyakini bahwa orang Kristen seharusnya tidak tetap tinggal
dalam kemiskinan dan seharusnya orang Kristen menjadi kapitalis.
Budaya orang Papua adalah suka memberi atau berbagi. Dan sangat takut akan
penipuan. Kebiasaan ingat diri atau kepentingan sendiri ditolak dalam kelompok
masyarakat. Juga perlu ada keteladanan dari pendeta untuk perlu berwiraswata dan
kemandirian secara keuangan bagi jemaatnya24
. Apa yang diungkapkan oleh Mastra ini
penting untuk memberi motifasi di Klasis Biak Timur, jemaat Karmel Bosnik.
Memanglah disadari bahwa peluang potensi belum secara penuh diterjemahkan oleh
jemaat. Di mana seharusnya kekayaan alam ini memberi sesuatu yang berarti serta
menggembirakan bagi warga jemaat untuk mampu membangun keberadaannya agar dapat
hidup sejaktera. Maka untuk mencapai itu jemaat (GKI) perlu memahami siapa mereka
21
Yahya Wijaya, Kesalehan Pasar, Kajian Teologis Terhadap Isu-isu Ekonomi, (Jakarta: Grafika KreasIndo,
2010). h. 4 22
Yahya Wijaya, Kesalehan Pasar, Kajian Teologis terhadap isu-isu Ekonomi, h 6, 2010 23
Made Gunaraksawati Mastra, Teologi Kewirausahaan, Konsep dan praktik Bisnis GKP Bali
(Yogyakarta: Tamanan Pustaka), 2009, h. 69 24
Ibid,hlm 71
@UKDW
20
dalam tangan Allah dengan semua yang diberikan sebagai karya-Nya yang besar dan
agung.
G. HIPOTESIS
Gereja Kristen Injili di Tanah Papua umumnya telah mengetahui tentang Gereja yang
telah mandiri dalam teologia, daya dan dana, namun untuk mengerti dan memahami
maksud yang tersirat di dalam kemandirian teologi, daya, dan dana serta keterkaitannya
dalam pemberdayaan ekonomi yang membawa damai sejatera belum dipahami. Mengapa
demikian, oleh karena kemandirian teologia, daya dan dana yang selama ini dilakukan
secara karitatif atau model ketergantungan perlu diubah menjadi menuju kemandirian
teologi, daya dan dana yang mentransformir sebuah model kemandirian yang
memberdayakan melalui sebuah proses. Ketika pemberdayaan ekonomi diwujudkan
melalui kemandirian teologi daya dan dana maka potensi alam yang kaya melalui laut dan
hutan bisa mampu menjadi sumber untuk mengangkat harkat hidup masyarakat lebih baik
lagi. Ketika masyarakat telah benar-benar memahami tentang pemberdayaan ekonomi
sebagai buah transformasi, bukan berarti paradigma mereka secara otomatis akan berubah.
Tidak demikian, tetapi saya berpikir bahwa sebenarnya upaya pemberdayaan ekonomi
dilakukan bukan untuk menjadikan jemaat menjadi kapitalis tetapi mampu berdiri di atas
kemampuan jemaat yaitu melalui peluang potensi sumber alam laut, hutan, gunung, tanah
yang mampu memberi keseimbangan antara iman dan ekonomi dapat saling menunjang.
H. METODOLOGI PENELITIAN
Dalam rangka mencapai tujuan penulisan ini, maka penulis menggunakan metode
penulisan kualitatif dengan melakukan kegiatan penelitian turun langsung ke warga jemaat
untuk bersama-sama dalam melihat persoalan terkait penulisan ini. Kemudian menganalisa
hal-hal yang dilihat dan didengar dari anggota jemaat kemudian memaparkan,
menggambarkan, sehingga nampak dengan jelas dan terperinci dalam hasil penelitian.
I. METODE PENULISAN
Penelitian lapangan dengan menggunakan metode wawancara kepada sejumlah
responden yang terdiri dari : Badan Pekerja Klasis (BPK) di Klasis Biak Timur, Pekerja
Harian Majelis Jemaat (PHMJ) Karmel Bosnik. Kelompok nelayan ikan, ibu-ibu pengrajin
kerang laut untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Pendekatan yang di lakukan
@UKDW
21
yakni pendekatan kualitatif yaitu: Penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi
objektif alami di mana peneliti merupakan instrumen kunci dengan lima ciri metode yaitu:
Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data, memiliki sifat dekriptif analitik,
tekanan pada proses bukan hasil, bersifat induktif dan mengutamakan makna. Untuk
menunjang penelitian ini penulis menggunakan studi literatur yang diperoleh melalui buku-
buku dengan tema yang berkaitan dengan penelitian ini. Tulisan seperti makalah, seminar,
hasil studi/pembinaan gerejani lainnya dan sumber dari internet yang relevan dengan
penelitian ini.
1.1. Lokasi.
Lokasi penelitian adalah Klasis Biak Timur, jemaat Karmel Bosnik.
I.2. Pengumpulan Data
Subyek penelitian adalah Badan Pekerja Klasis Biak Timur, Pelaksana Harian
Majelis Karmel Bosnik, kelompok usaha nelayan dan kerajinan kerang laut. Khususnya
bagi pengelolah sumber daya laut yang usahanya telah bangkrut tapi juga yang masih
aktif. Adapun bentuknya adalah pengumpulan data primer secara aktif yakni wawancara
langsung dan penyebaran angket penelitian.
Teknik pengumpulan sampel yang digunakan adalah proposional yang
dikategorikan sebagai berikut :
1. Badan Pekerja Klasis lima (5) orang yang terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris,
wakil sekretaris dan bendahara.
2. PHMJ GKI Karmel Bosnik 5 orang
3. Dua (2) kelompok usaha pemberdayaa, masing-masing kelompok nelayan dan
kelompok pengrajin kerang laut yang mengalami kemacetan dalam usaha. Khusus
pengurus dan dua (2) orang anggota kelompok usaha, sehingga berjumlah empat (4)
orang.
J. SISTIMATIKA PENULISAN
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memaparkan tentang kondisi yang melatarbelakangi serta isu-isu
yang diangkat dalam tesis, serta bagaimana hal tersebut akan dibahas
secara keseluruhan. Pembahasannya meliputi pemaparan tentang
@UKDW
22
Latarbelakang penulisan, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan
Penulisan, Judul, Kerangka Teoris, Hipotesa, Metode Penelitian, (1.1.
Metode Penulisan, 1.2. Lokasi, Pengumpulan data), Sistimatika
Penulisan.
BAB II KONSEP KEMANDIRIAN GEREJA (GKI) DI PAPUA.
Bab ini memberikan gambaran tentang konteks umum pola kehidupan
masyarakat di Bosnik. Dan juga dalam Bab ini dimunculkan konteks
sosial nyata keadaan jemaat Karmel. Konsep Kemandirian di bidang
teologi, daya dan dana yang telah dimiliki oleh GKI Di Tanah Papua.
BAB III PELAYANAN KONTEKSTUAL MELALUI PEMBERDAYAAN
EKONOMI
Bab ini memberi gambaran tentang munculnya konsep gereja yang
mandiri serta perkembangannya di masa sekarang. Beberapa program
dan evaluasi kritis tentang gereja mandiri disebutkan dalam bab ini. Bab
ini juga menunjukan tentang konsep pemberdayaan ekonomi yang Injili,
dikaitkan dengan pemikiran-pemikiran teolog lainnya. Konsep
Kontekstual yang memajukan Iman umat untuk mampu mandiri. Dan
juga bab ini berisi konsep pemberdayaan ekonomi yang Injili yang
disesuaikan dengan pandangan-pandangan teolog lainnya.
BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TENTANG KEMANDIRIAN EKONOMI
YANG KONTEKSTUAL DI KARMEL BOSNIK
Bab ini berisi pemahaman, pendapat tentang Teologi Ekonomi yang
Mandiri serta memberdayakan. Sehingga jemaat dapat lebih memiliki
semangat usaha secara mandiri dan mendukung perkembangan iman dan
kesaksiannya. Bab ini juga ditunjukkan tentang konsep pemberdayaan
ekonomi yang Injili. Konsep kontekstual yang memajukan Iman umat
untuk mampu mandiri.
BAB V KESIMPULAN
Berisi kesimpulan dan saran dari keseluruhan penulisan sesuai hasil
penelitian ini yang kemudian Tesis ini diperuntukkan bagi gereja dan
jemaat juga bagi lingkungan Akademis Teologi.
@UKDW