@UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga...

22
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, Klasis Biak Timur, diamanatkan untuk memberitakan Injil keseluruh dunia melalui konteks di mana Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua hadir dan berada untuk memberitakan Injil Yesus Krsitus. Dalam melaksanakan amanat ini, GKI diperhadapkan dengan kompleksitas permasalahan. Kompleksitas permasalahan ini bisa dikatakan seperti masalah etnis, kemiskinan, minuman keras, HIV/AIDS (Human Immunodeficieny Virus/Acquired Immunodeficiency Syndrome), kekerasan dalam rumah tangga, serta masalah minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan. Minimnya lapangan kerja ini menyebabkan sehingga banyak warga jemaat yang memilih untuk menjadi petani dan nelayan. Bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan ini dilakukan hanya sekedar mengisih waktu lowong semata. Di era tahun 1990 memang terdapat beberapa perusahaan yang cukup maju yang beroperasi di Biak, seperti perusahaan multi mina yang beroperasi di laut Biak dalam memproduksi ikan kaleng, perusahaan PT Wapoga yang bergerak pada produksi kayu dan beroperasinya hotel berbintang lima Marauw 1 , yang cukup membantu mengurangi pengangguran di Biak. Namun ketika bisnis ini ditutup terjadilah pemutusan hubungan kerja kepada karyawan yang kebanyakkan adalah penduduk asli Biak. Kondisi ini menimbul pertanyaan bagi saya, mengapa masyarkat di Biak sangat berantusias sekali untuk menjadi pegawai negeri atau menjadi karyawan di perusahaan? Dan tidak berniat untuk menjadi nelayan, berkebun dengan mengoptimalkan kekayaan alam mereka yang sangat kaya. Mengapa tidak dioptimalkan saja kekayaan alam laut sehingga bisa memberi berkat sukacita bagi masyarakat. Jawabannya adalah cara berpikir dari masyarakat di Bosnik yang kurang untuk menanggapi potensi kekayaan alam mereka sebagai pemberian dari Tuhan dan juga faktor semangat dalam bekerja serta pengetahuan tentang bagaimana memanfaatkan sumber daya laut yang baik. Pemahaman mereka tentang potensi alam laut dan semangat bekerja seandainya menjadi penyebab timbulnya masalah ekonomi di Karmel, maka gereja dalam hal ini pemimpin gereja perlu keseriusannya dalam merespon kondisi di atas. 1 Kata Marauw dalam bahasa Biak adalah tempat yang berbahaya. Artinya orang yang akan tinggal atau singgah di tempat itu harus mempertimbangkan baik jangan sampai terjadi sesuatu membahayakan dirinya. @UKDW

Transcript of @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga...

Page 1: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, Klasis Biak Timur, diamanatkan untuk

memberitakan Injil keseluruh dunia melalui konteks di mana Gereja Kristen Injili Di

Tanah Papua hadir dan berada untuk memberitakan Injil Yesus Krsitus. Dalam

melaksanakan amanat ini, GKI diperhadapkan dengan kompleksitas permasalahan.

Kompleksitas permasalahan ini bisa dikatakan seperti masalah etnis, kemiskinan,

minuman keras, HIV/AIDS (Human Immunodeficieny Virus/Acquired Immunodeficiency

Syndrome), kekerasan dalam rumah tangga, serta masalah minimnya ketersediaan

lapangan pekerjaan. Minimnya lapangan kerja ini menyebabkan sehingga banyak warga

jemaat yang memilih untuk menjadi petani dan nelayan. Bermata pencaharian sebagai

petani dan nelayan ini dilakukan hanya sekedar mengisih waktu lowong semata.

Di era tahun 1990 memang terdapat beberapa perusahaan yang cukup maju yang

beroperasi di Biak, seperti perusahaan multi mina yang beroperasi di laut Biak dalam

memproduksi ikan kaleng, perusahaan PT Wapoga yang bergerak pada produksi kayu

dan beroperasinya hotel berbintang lima Marauw1, yang cukup membantu mengurangi

pengangguran di Biak. Namun ketika bisnis ini ditutup terjadilah pemutusan hubungan

kerja kepada karyawan yang kebanyakkan adalah penduduk asli Biak.

Kondisi ini menimbul pertanyaan bagi saya, mengapa masyarkat di Biak sangat

berantusias sekali untuk menjadi pegawai negeri atau menjadi karyawan di perusahaan?

Dan tidak berniat untuk menjadi nelayan, berkebun dengan mengoptimalkan kekayaan

alam mereka yang sangat kaya. Mengapa tidak dioptimalkan saja kekayaan alam laut

sehingga bisa memberi berkat sukacita bagi masyarakat. Jawabannya adalah cara berpikir

dari masyarakat di Bosnik yang kurang untuk menanggapi potensi kekayaan alam mereka

sebagai pemberian dari Tuhan dan juga faktor semangat dalam bekerja serta pengetahuan

tentang bagaimana memanfaatkan sumber daya laut yang baik. Pemahaman mereka

tentang potensi alam laut dan semangat bekerja seandainya menjadi penyebab timbulnya

masalah ekonomi di Karmel, maka gereja dalam hal ini pemimpin gereja perlu

keseriusannya dalam merespon kondisi di atas.

1 Kata Marauw dalam bahasa Biak adalah tempat yang berbahaya. Artinya orang yang akan tinggal atau

singgah di tempat itu harus mempertimbangkan baik jangan sampai terjadi sesuatu membahayakan dirinya.

@UKDW

Page 2: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

2

Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar

belakang pekerjaan seperti di atas bukanlah suatu masalah yang muda. Apalagi berkaitan

dengan kondisi objektif geografis, sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat juga turut

menentukan pelayanan gereja. Sementara itu ternyata potensi yang dimiliki warga gereja

itu sendiri sangat memberi harapan, jika dapat dikelolah dengan baik. Bila warga jemaat

menyadari tentang potensi mereka ini lalu kemudian tergerak untuk mengelola apa yang

tersedia di hadapan mata mereka, maka sudah pasti bahwa sumber alam di Karmel mampu

memberi perubahan dalam mengangkat keberadaan ekonomi mereka menjadi lebih baik.

Selintas saya melihat akan keberadaan masyarakat Bosnik khususnya dalam

memenuhi kebutuhan ekonomi setiap hari adalah dengan bertani dan nelayan. Mata

pencaharian seperti ini dikerjakan pada batas waktu tertentu. Artinya bagi mereka yang

penting bisa makan hari ini. Dengan konteks seperti ini maka saya boleh mengatakan

bahwa kehidupan ekonomi masyarakat Karmel berada di garis ekonomi yang rendah.

Masyarakat Bosnik mendiami daerah-daerah di sepanjang pesisir pantai. Dengan

rumah-rumah semi permanen yang sangat sempit dan sederhana. Konteks sosial yang

sederhana seperti ini tetap membuat mereka bersemangat untuk membangun hidup

sebagai keluarga kristen atau satu komunitas. Alam yang indah semakin menambah

suasana mereka untuk terus berjuang membangun hidup walaupun dalam kesederhanaan.

Kampung Bosnik merupakan salah satu kampung yang menjadi target

pengembangan ekonomi masyarakat di bidang pariwisata. Keindahan pantai, laut yang

menyimpan berbagai jenis ikan dan kerang laut serta hamparan pulau-pulau kecil semakin

menambah keindahan alam di kampung Bosnik. Potensi sumber daya alam ini merupakan

peluang yang baik dalam rangka meningkatkan kehidupan ekonomi masyarakat. Namun

kenyataan yang terjadi adalah potensi alam yang tersedia ini tidak dioptimalkan dengan

baik.

Pemerintah dan gereja tentu mendorong dengan memberikan berbagai topangan

dan motifasi untuk mendukung pengelolaan potensi alam yang ada sebagai milik Tuhan

agar dengan pengelolaan alam ini dapat membangun hidup ekonomi jemaat dan jemaat

mendukung pertumbuhan pelayanan gereja.

Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua pada hakekatnya merupakan persekutuan

jemaat-jemaat Injili yang memperlihatkan kepada kita bahwa pandangan tentang arti gereja

di pusatkan pada jemaat-jemaat yang bersekutu, kesaksian dan melayani. Dalam pengertian

bahwa jemaat-jemaat merupakan basis dari seluruh tugas missioner dari GKI Di Tanah

Papua. Kondisi ini bermuara pada tanggal 26 Oktober 1956 dalam wujud satu gereja dan

@UKDW

Page 3: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

3

persekutuan jemaat-jemaat yang berdiri di atas alas para rasul, nabi dan Yesus Kristus

sebagai batu penjuru. Yesus Kristus sebagai satu-satunya Tuhan dan Kepala gereja yang

memerintahkan gereja-Nya dan sekaligus juga mengamanatkan tugas meluaskan pekabaran

Injil.2

Jemaat-jemaat GKI Di Tanah Papua di bangun atas dasar panggilan dan

pengakuan untuk bersekutu, bersaksi dan melayani. Secara organisasi, persekutuan itu

menyebar di kota-kota besar sampai ke pelosok-pelosok kampung terpencil di Tanah

Papua.

GKI Di Tanah Papua secara umum dan jemaat-jemaat secara khusus dipanggil

untuk menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah itu melalui kehidupan pribadi, keluarga

dan bermasyarakat. Hal ini hanya dapat dilihat melalui taraf kehidupan ekonomi umat

sehari-hari dan pekerjaan gereja dalam bersekutu, bersaksi dan melayani yang di

programkan dalam sebuah keputusan sidang jemaat satu tahunan. Semua program sebagai

hasil keputusan sidang jemaat merupakan keputusan tertinggi sehingga perlu mendapat

perhatian dalam penyelenggaraaan pelayanan ditingkat jemaat. Pragram-program jemaat

ini dipandang sebagai misi bersama untuk meluaskan Injil dimana Alkitab menjadi dasar

utama panggilan bagi gereja dan jemaat-jemaat untuk melanjutkan pekabaran Injil sebagai

amanat langsung dari Tuhan Yesus.

Gereja yang di dalamnya orang percaya hidup dan membangun nilai keimanannya

kepada pengenalan akan Kristus bukanlah pelayanan yang statis tetapi dinamis. Pelayanan

Gereja bukanlah soal memberi penyadaran kepada umat untuk hidup menurut perintah dan

kehendak Tuhan semata. Tetapi perintah dan kehendak Tuhan itu perlu dikontekskan

dalam pengalaman riil warga jemaat, misalnya gereja perlu memberi topangan riil tentang

bagaimana memanfaatkan potensi kekayaan alamnya yang kaya, terkait dengan masalah

ekonomi.

Gereja dalam melakukan misinya tentu tidak terlepas dari masalah pelayanan.

Justru ditengah kompleksnya persoalan dalam pelayanan gereja seperti itulah Injil hadir

untuk menjawab dengan memberi gagasan-gagasan riil. Sehingga kehadiran Injil Kristus

memberi corak pelayanan yang baru terhadap jemaat (GKI) untuk memaknai dan

memahami segala yang telah Allah sediakan. Dan bukan terjadi sebaliknya pelayanan

gereja ditinggalkan oleh karena banyaknya permasalahan yang dirasakan oleh gereja

sehingga membuat gereja tidak mampu mananganinya.

2 Tata Gereja GKI Di Tanah Papua, Hasil Sidang Sinode XV, Bab 4 pasal 5 ayat 1 (Jayapura: Badan Pekerja

Am Sinode, 2007), h. 3

@UKDW

Page 4: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

4

Jemaat-jemaat di daerah perkotaan maupun daerah terpencil banyak mengalami

kendala dalam pelayanan menyebabkan banyak program-program jemaat yang tidak dapat

ter-realisasi dengan baik. Yesus berkata “Lihat Aku mengutus kamu ke tengah-tengah

serigala” (Matius 10:16). Gereja hadir ditengah dunia yang buas untuk memberitakan

kabar baik dari Tuhan Yesus dalam buas dan ganasnya dunia inilah gereja ditantang untuk

terlibat secara nyata. Dalam buasnya medan pekabaran Injil inilah Yesus menyatakan

kehadiran-Nya. Mengangkat yang miskin, terkurung dan membebaskan.

Doa Yesus bagi dunia dalam Yohanes 17:20-26, Dia mengatakan bahwa bukan

saja kepada para murid Dia berdoa “tetapi juga untuk orang-orang yang percaya kepada-

Ku oleh pemberitaan mereka, dyb”. Walaupun gereja mengalami kompleksnya masalah

sebagai gambaran Yesus yang menderita hendak menyatakan bahwa disaat itupun Ia selalu

ada. Dia sedang terlibat terus menerus supaya gereja mencapai kepenuhan sampai Dia

datang kembali.

Di zaman yang berkembang ini gereja mengalami kemajuan dengan menciptakan

berbagai kemungkinan untuk menopang pemberitaan Injil agar berlangsung dengan baik

dalam pewartaannya. Artinya bahwa Injil tanpa halangan berlangsung oleh karena jemaat

memahami bahwa berita Injil perlu ditunjang dan berbagai kegiatan dapat didanai.

Sebagai lembaga yang hidup di dunia, gereja tentu ingin berkarya melalui usaha yang bisa

menghidupinya3.

Yesus sendiri mengalami pencobaan ketika ditawarkan iblis untuk

menyembahnya, Yesus menentang dengan tegas bahwa manusia bukan hidup dari roti saja

tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah. Ketegasan Yesus ini perlu

memandu pola pelayanan gereja sebab jangan sampai gereja terhasut oleh soal-soal materi

lalu tugas pokok gereja untuk menjadi garam dan terang menjadi hilang maknanya.

Gereja Kriten Injili di Tanah Papua sedang melakukan pelayanan pekabaran Injil

yang mulai dari perkotaan hingga kampung. Dalam pelayanan Injil ini GKI terbentur

dengan minimya ketersediaan dana mulai dari kota sampai ke kampung-kampung. Konteks

ini mencirikan bahwa GKI khusus jemaat-jemaat tidak mampu untuk menopang

pelayanan gereja. Di mana seharusnya gereja dalam pelayanan mentransformasi sebuah

kemandirian teologi, daya dan dana bersumber pada diri sendiri atau komunitas GKI

sendiri.

3books,google.co.id/books/hl=id&id=cjSRuqqLip8c&q=menguak+rahasia+bisnis+gereja#V=snippet&q=me

nguakrahasiabisnisgereja&f+false

@UKDW

Page 5: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

5

Kebiasaan dalam melakukan pelayanan yang karitatif atau ketergantungan perlu

menjadi jalan untuk mentranformasi persekutuan, kesaksian dan pelayanan yang GKI Di

Tanah Papua lakukan bukan berarti pelayanan karitatif itu salah namun perlu dilakukan

dengan memberi pandangan, pemahaman dan pembinaan-pembinaan yang mengarah

kepada penyadaran kepada warga jemaat.

Berbicara soal Kemandirian gereja berarti kita berbicara tentang Kedewasaan.

Kedewasaan teologi, daya dan dana telah ada di pundak GKI Di Tanah Papua sejak 1956

sampai sekarang 58 tahun, merupakan usia yang sangat dewasa. Dewasa dalam

persekutuan, kesaksian dan pelayanan merupakan tugas mendasar bagi gereja. Muncul

pertanyaan dari sudut manakah Jemaat Karmel Biak dikatakan dewasa? Apakah diukur

melalui “mewahnya gedung gerejanya seperti di kota? Ataukah masih sebatas bangunan

tua beratap daun sagu berdinding gaba-gaba di kampung terpencil?

Bagi saya dewasa dalam berteologi bukan diukur dari mewah dan sederhananya

gedung gereja tetapi kedewasaan itu diukur ketika seorang warga GKI memahami dengan

benar-benar pribadi Yesus melalui perintah dan kehendak-Nya dengan hati yang bertobat.

Sedangkan dua bidang kemandirian daya dan dana merupakan kekuatan yang tidak

terpisahkan dengan kemandirian teologia karena ketiganya saling menopang. Bagi saya

ketika pandangan seorang warga GKI terbentuk dengan teologi yang benar maka secara

otomatis kemandirian daya dan dana akan muncul dengan sendirinya karena ada daya

transformasi.

Yesus sendiri pernah memikirkan tentang ekonomi ketika lima ribu orang diberi

makan. Banyak motifasi dan kepentingan dari orang-orang yang mengikuti-Nya. Ada yang

mendengar pengajaran, ingin di sembuhkan dari sakit mereka. Sikap dan tindakan yang di

lakukan Yesus adalah mentransformasi dengan menanyakan persiapan apa yang dimiliki

para murid dan hanya bekal seorang anak kecil yaitu lima roti dan dua ikan dijadikan

sebagai potensi untuk membiayai Pekaban Injil (band.Yohanis 6: 1-13) “Kamu harus

memberi mereka makan”. Filipus yang hanya memiliki uang 200 dinar berpikir ekonomis

agar supaya kebutuhan ekonomi saat itu dapat mencukupkan kebutuhan makan/minum

banyak orang yang mengikuti Dia. Filipus dan murid-murid yang lain diajar untuk

mengandalkan keberadaan mereka sendiri. Yesus melarang mereka untuk jangan pergi

mencari makan terlalu jauh dan cobalah berpikir untuk mengolah apa yang sedikit atau

kurang untuk menemukan sesuatu yang lebih baik di sekitar mereka ada.

@UKDW

Page 6: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

6

Kemampuan para murid merupakan modal utama untuk menarik orang banyak

mengambil bagian dalam setiap pengajaran, khotbah, mujizat yang Yesus lakukan.

Tindakan yang Tuhan Yesus lakukan adalah tindakan pendewasaan atau transformir

komunitas murid. Mengajarkan murid-murid-Nya untuk menghormati dan lebih dahulu

menyambut orang lain. Bila kamu ingin orang lain melakukan yang baik itu padamu maka

lakukanlah terlebih dahulu hal baik kepada mereka. Artinya bahwa para murid diajar oleh

Tuhan tentang bagaimana menciptakan sebuah persekutuan, kesaksian dan pelayanan yang

benar tentang kerajaan-Nya, maka semua itu harus berawal pada diri sendiri dan

merealisasikannya kepada orang lain dengan otomatis orang lain juga akan melakukan hal

yang sama kepada mereka.

Pdt.Herman Saud dalam bukunya: “Tabah melangka menuju kemandirian

menulis dalam rangka menunjang seluruh kegiatan GKI Di Tanah Papua, baik kegiatan

pemberitaan Injil maupun kegiatan pelayanan diakonia, seperti kesehatan, pendidikan,

kebudayaan dan sebagainya maka perlu dana kemandirian GKI Di Tanah Papua”4. Bila

kita melihat kondisi ini, maka kita akan bertanya dapatkah masalah yang begitu rohani

dikaitkan dengan hal yang jasmani atau materi?

Gereja sebagai lembaga yang hidup di dunia, gereja tentu ingin berkarya melalui

usaha-usaha yang bisa menghidupinya agar supaya gereja mampu berkembang dan tetap

eksis dalam pelayanan di Papua. Pandangan Herman. Saud merupakan pandangan

kemandirian, GKI perlu menyisihkan dana dari apa yang dimilikinya. Maksudnya adalah

GKI Di Tanah Papua memiliki sejumlah besar warga jemaat yang telah mengakuh

Imannya. Mereka inilah yang menjadi aset /sumber dana GKI. Maka program yang

dilakukan dalam rangka menghimpun dana tersebut melalui perayaan-perayaan hari besar

gereja, seperti ‘hari Pekabaran Injil tanggal 5 Februari dan perayaan hari ulang tahun

Gereja Kristen Injili di Tanah Papua tanggal 26 Okotober’. Lewat pemberian derma

perayaan gerejani ini dan juga pemberian aksi amplop yang diturunkan oleh Klasis dan

majelis jemaat mendistribusikan ke jemaat-jemaat. Dana ini disebut ADK (Anggaran

Dasar Kemandirian). Yang pemanfaatannya dilakukan sewaktu-waktu jika ada keperluan

atau kegiatan yang sangat mendesak.

Tuhan Yesus sebelum terangkat ke sorga memerintahkan kepada para murid dan

semua orang percaya dalam Amanat Agung-Nya: “Pergilah Jadikanlah semua Bangsa

Murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus” (Matius

4 BP AM Sinode GKI Di Tanah Papua, Tata Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, ( Jayapura: Sinode GKI

di Tanah Papua, 2004). h. 1

@UKDW

Page 7: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

7

28:19-20), tidak sedikitpun Yesus menyinggung tentang uang sebagai sarana pemberitaan

Injil. Mengapa karena Yesus tahu bahwa semua hal yang terkait dengan Pekabaran Injil

selalu harus bermula dari diri sendiri. Tanpa disadari bahwa sebenarnya ada pengajaran

yang ditonjolkan oleh Tuhan Yesus yakni potensi pada para murid dan orang Kristen saat

ini. Bagi Yesus Injil harus bermula atau berawal pada diri sendiri. Berarti ada konsep

Pemberdayaan. David J. Hesselgrave mengupayakan kontekstualisasi sebagai istilah baru

dalam berteologi dan pendidikan teologi praksis atau keterlibatan dalam perjuangan demi

keadilan dalam keadaan manusia masa kini, secara lebih jauh daripada

“pempribumian”oleh Henry Venn, Rufus Anderson dimengerti sebagai konsep jemaat

yang otonom (membiayai diri sendiri, memerintah diri sendiri, dan mengembangkan diri

sendiri)5.

Pranarka dan Moeljarko memberi definisi pemberdayaan (empowerment)

dimana konsep ini lahir sebagai bagian dari perkembangan alam pikiran

masyarakat dan budaya barat, utamanya Eropa. Mereka mencoba menguraikan

pandangan- pandangan yang muncul mengenai pemberdayaan (empowerment),

salah satu definisi yang baik yaitu : Pemberdayaan adalah penguatan kepada

yang lemah tanpa menghancurkan yang kuat6. Ada pendapat lain yang juga

mendefinisikan Pemberdayaan (empowerment)menurut Wrihatnolo dan

Dwidjowijoto mengatakan: Pemberdayaan merupakan suatu “proses menjadi”,

bukan suatu “proses instan”. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga

tahapan: penyadaran, pengkapasitasan, dan pendayaan. Secara sederhana dapat

digambarkan sebagai berikut7 : Tahap pertama, adalah penyadaran. Pada

tahap ini target yang hendak diberdayakan diberi pencerahan dalam bentuk

pemberian penyadaran bahwa mereka mempunyai hak untuk mempunyai

sesuatu. Tahap kedua, adalah pengkapasitasan. Inilah yang disebut capacity

building atau dalam bahasa yang lebih sederhana memampukan atau enabling .

Untuk diberikan daya atau kuasa, yang bersangkutan harus mampu terlebih

dulu. Proses capacity building terdiri atas tiga jenis, yaitu : (1) Pengkapasitasan

manusia dalam arti memampukan manusia baik dalam konteks individu

maupun kelompok. (2) Pengkapasitasan organisasi dilakukan dalam bentuk

restrukturisasi organisasi, dan sistim nilai (3) Pengkapasitasan sistim nilai.

Setelah orang dan wadahnya dikapasitaskan, sistim nilainyapun demikian.

Sistim nilai adalah “aturan main”. Tahap ketiga, adalah pemberian daya itu

sendiri atau pemberdayaan (empowerment) dalam makna sempit. Pada tahap ini

kepada target diberikan daya, kekuasaan, otoritas atau peluang. Pemberian ini

sesuai dengan kualitas kecakapan yang telah dimiliki.

5 D.J. Hesselgrave. E. Rommen, Kontekstualisasi, Makna, Metode, dan Model, Jakarta: BPK Gunung Mulia,

2012), h. 53 6 Pdt.Bruri,Wutwensa, Tesis : “Konsep pemberdayaan ekonomi jemaat (suatu pendekatan sosiologi dalam

rangka peningkatan ekonomi jemaat, (Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana, 2009), h. 2 7 Ibid, hlm 3

@UKDW

Page 8: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

8

Dalam sebuah kemandirian baik individu maupun organisasi perlu memiliki nilai

berdaya dan kapasitas. Sebab ketika kita berdaya berarti memiliki kapasitas, itu menjadi

modal dasar untuk bisa mengembangkan sesuatu yang bermanfaat bagi kita. Ketika kita

tidak berdaya dan tidak mempunyai kapasitas maka kita akan berada pada kategori orang

miskin. Dalam pengertian miskin materi. Kemiskinan itu terjadi karena kekurangan uang

dan harta benda. Karena itu orang miskin materi kurang dalam sandang pangan, kurang

gisi, sering sakit dan sering kurang mempunyai ketrampilan atau pendidikan8.

GKI Di Tanah Papua dalam tata gerejanya, khusus menjelaskan tentang visi di

poin tiga mengatur tentang Kemandirian di bidang teologia, daya dan dana, yang

dimaksudkan adalah : (a) di bidang teologia yaitu kemampuan untuk menggumuli sendiri

persoalan yang dihadapi gereja dalam konteks Tanah Papua dan mencarikan

pemecahannya secara teologis pula tanpa harus terikat pada rumusan-rumusan teologia dari

dunia barat. (b) di bidang daya ialah kemampuan untuk melaksanakan segala tugas gereja

dengan mengandalkan kekuatan/ tenaga warga GKI sendiri baik secara kuantitas maupun

kualitas. (c) di bidang dana ialah kemampuan untuk membiayai segala pekerjaan gereja itu

atas kemampuan dana yang diperoleh dari GKI sendiri9.

Dengan konsep kemandirian gereja (GKI) ini hendak menjelaskan bahwa

sebenarnya gereja perlu suatu upaya bersama untuk terus-menerus mengembangkan semua

kemampuan (potensi) yang adalah pemberian Tuhan secara bebas dan bertanggung -jawab

bagi persekutuan, pelayanan dan kesaksian. Melalui proses kebersamaan itulah gereja

menuju kepada “kedewasaan penuh dan tingkat pertumbuhan sesuai dengan kepenuhan

Kristus (Efesus 4: 13).

Kemandirian gereja juga berarti memiliki kepribadian yang dapat berdiri sendiri

dalam hubungan yang langsung dengan Kristus sebagai sumber segalanya. Ketergantungan

kepada Kristus ini yang kemudian membawa tiap orang percaya pada “kesatuan iman

untuk saling membantu dalam menciptakan kemandirian, cara pribadi, antar seorang

dengan yang lain, satu gereja yang lain, baik di dalam maupun di luar di mana manusia itu

berinteraksi10

.

8 Malcolm Browmle, Tugas Manusi dalan Dunia Milik Tuhan, Dasar Theologis Bagi Pekerjaan Orang

Kristen Dalam Masyarakat, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), h. 80 9 Penjelasan umum Tata Gereja Hasil Sidang Sinode ke XVI GKI di Tanah Papua tahun 2013

10 http//www,yehezkysjioen 89 wordpres.com/2012/.2/3 , Menuju Kemandirian- Teologi,- daya dan dana,

di unduh 15 Juli 1014

@UKDW

Page 9: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

9

Sebagai gereja yang mandiri atau dewasa perlu juga memahami dan memiliki

sikap pengenalan dan kesadaran akan hakikat dan tujuan hidup Kristiani, ada rasa percaya

diri yang teguh, memiliki prinsip dan komitmen yang tegas ditandai dengan tekad dan

kemauan untuk menjawab persoalan-persoalan dan tantangan-tantangan hidup tanpa

menggantungkan diri pada pihak manapun. Ketika kita berbicara tentang kemandiri maka

tidak terlepas dari hidup bermasyarakat dan bergereja, bahwa setiap orang /setiap gereja

perlu untuk memiliki tujuan hidup11

.

Jalan hidup kita memiliki tujuan yang jelas karena Allah turut terlibat di

dalamnya. Apa yang hendak kita capai dan raih di dunia telah diatur oleh Tuhan. Oleh

sebab itu segala sesuatu yang hendak dilakukan seseorang perlu ada tekat diri yang kuat,

tegas dan ber-kepribadian luhur harus dipancarkan keluar. Hal ini berhubungan dengan

pribadi yang mandiri adalah pribadi yang percaya diri, cermat dan mampu melihat atau

mengamati setiap perkembangan yang terjadi di sekelilingnya dan mampu untuk mengatasi

masalah dan juga mampu memberi pandangannya terhadap masalah yang ada. Mampu

dalam melihat semua perkembangan yang ada baik ilmu pengetahuan, teknologi, politik

dan sosial kemudian dipahami, diolah maksud dari perkembangan dan perubahan yang

terjadi.

Dalam Ul 15:6 dikatakan: ”Apabila Tuhan, Allahmu memberkati engkau seperti

yang dijanjikan-Nya kepadamu, maka engkau akan menguasai banyak bangsa, tetapi

engkau sendiri tidak akan meminta pinjaman; engkau akan menguasai banyak bangsa,

tetapi mereka tidak akan menguasai engkau”. Gereja yang misioner mampu

mengembangkan diri dalam segala hal dan juga keadaan di mana Allah turut secara

langsung melibatkan diri-Nya untuk memberi dorongan dan topangan agar gereja terus

mewartakan misi Kristus. Kemandirian gereja adalah pemberian Tuhan, untuk itu gereja

perlu bertanggungjawab dengan melakukan berbagai usaha yang terarah, terencana serta

berkesinambungan12

, sehingga amanat agung Tuhan Yesus terus menerus diwartakan dan

berlangsung di muka bumi ini sampai Ia datang kembali sebagai Raja.

GKI sebagai lembaga gereja mendapat amanat yang sama untuk meluaskan

pekabaran Injil. Maka kemandirian yang dimiliki GKI menjadi dasar bahwa gereja GKI

mampu untuk mencapai misinya yakni menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah. Misi

pekabaran Injil lewat amanat Yesus merupakan tugas yang tak pernah berhenti. Amanat

11

ibid 12

ibid

@UKDW

Page 10: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

10

Tuhan ini perlu dijaga dalam kekudusan dengan terus menerus melakukan upaya-upaya

transformatif sehingga menyentuh segala aspek kehidupan warga gereja.

Semua hal yang sifatnya jasmani atau materi merupakan sarana pendukung bagi Injil sebab

tugas Pekabaran Injil tidak saja terjadi di atas mimbar-mimbar gereja, ibadah Keluarga,

orang sakit, menguburkan orang mati saja tetapi harus menyentuh segala sendi-sendi

hidup manusia, baik prilaku, karakter, prinsip, kemanusiaan setiap orang GKI di Tanah

Papua.

Jemaat Karmel Bosnik adalah juga salah satu jemaat yang di dalamnya GKI Di

Tanah Papua di bangun. Posisi jemaat sebagai basis menjelaskan bahwa13

pertumbuhan

GKI Di Tanah Papua sangat ditentukan dan tergantung pada pertumbuhan jemaat-jemaat.

Dengan demikian jemaat Karmel Bosnik perlu untuk mengembangkan segala potensi alam

yang ada untuk menunjang misi yang sedang dilakukan GKI Di Tanah Papua. Bersamaan

dengan itu jemaat memahami dengan syukur bahwa sumber daya alam sebagai modal

pelayanan GKI Di Tanah Papua perlu untuk dioptimalkan bagi misi Allah. Allah

menciptakan alam bagi umat-Nya karena ada kehidupan yang masih terus berlangsung.

Sebagai jemaat yang mampu dengan ketersediaan sumber daya alam yang

melimpah maka sebenarnya jemaat Karmel Bosnik perlu menampakan keberadaannya

untuk menjadi teladan bagi jemaat-jemaat yang lain serta mendukung jemaat kurang

mampu. Perlu ada terobosan baru yang harus diangkat dan diketahui oleh jemaat bahwa

GKI dapat berdiri kokoh hanya melalui jemaat-jemaatlah kemajuan itu dapat dinampakan.

Manusia sebagai sumber daya utama dipanggil Allah untuk mengelolah segala yang di

karuniakan kepadanya. Modal kekayaan alam yang besar ini perlu di jaga dan dipelihara

serta terus menerus dikelolah bagi keberlangsungan hidup manusia, dan pengembangan

misi gereja. Karya penciptaan Allah yang penting ini adalah wujud kehadiran Allah. Dalam

buku dogmatika Kristen mengetengahkan tentang “penyataan kehadiran Allah terhadap

manusia melalui alam”. Allah dalam keberadaan-Nya dilihat melalui alam, baik laut,

hutan, gunung, batu dan sebagainya. Manusia sebagai gambar Allah diserahi tanggung

jawab untuk memanfaatkan, mengolah dengan bijak semua yang sudah disediakan Allah

baginya (Kej 1:26).

Hubungan antara Allah, manusia dan alam memiliki keterkaitan yang erat satu

dengan yang lainnya. Maka manusia sebagai makhluk yang mulia diserahi tugas untuk

menjaganya, merawat, memelihara dan mengambil dari padanya untuk menjadi berkat bagi

13

Badan Pekerja Am Sinode, Tata Gereja dan Peraturan-peraturan GKI di Tanah Papua, (Jayapura:

diterbitkan oleh Badan Pekerja AM Sinode, 2007), h.8

@UKDW

Page 11: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

11

manusia. Hubungan ini belum dipahami secara benar oleh warga jemaat Karmel Bosnik.

Akibatnya membuat mereka tidak mampu bertahan dalam mengelolah semua yang

diberikan Tuhan, pesimis, ragu, bosan dan masa bodoh. Ketergantungan kepada berbagai

bantuan yang diturunkan ke kampung semakin meninabobokan warga gereja. Ini nampak

dari konteks bahwa betapa menurunnya etos kerja warga jemaat.

Kebiasaan bergantung kepada pihak lain terus meresapi hidup jemaat. Kebiasaan

ini menyebabkan jemaat semakin tidak menyadari dengan baik tentang kehadiran Allah

melalui alamnya yang kaya. Segala karya ciptaan Allah yang baik ini seakan diabaikan.

Sementara pada satu sisi Allah mendambakan agar umat-Nya rajin, ulet, tangguh, pandai

dan tidak apatis untuk melihat setiap peluang yang ada melalui kekayaan alamnya. Ketika

peluang yang Allah sediakan ini dimanfaatkan dengan benar maka jemaat Bosnik dapat

mampu membangun dirinya tanpa mengharapkan belas kasihan orang lain. Bahkan juga

tidak mengharapkan berbagai bantuan yang diturunkan oleh gereja dan pemerintah sebagai

perhatian dan kepedulian.

Penghayatan akan Injil kerajaan Allah yang menyangkut seluruh sendi-sendi

hidup manusia, termasuk segi ekonomi gereja harus memungkinkan meningkatnya

pelayanan dan kesaksian gereja yang umumnya ditangani secara menyeluruh perlu

mengalami perubahan. Masalah ekonomi gereja memang tidak ditingkatkan melampaui

batas-batas yang berlaku menurut ukuran kerajaan Allah. Karena pada prinsipnya gereja

hidup pada anugerah yang dinamis. Bukan anugerah yang menyebabkan manusia hidup

menderita dan mengantungkan nasibnya semata-mata kepada sang Raja. Ekonomi gereja

boleh ditingkatkan dalam batas cukup untuk hari ini dan hari esok. Jemaat-jemaat harus

dapat dimampukan untuk melaksanakan tugas misioner dengan potensi ekonomi yang

merupakan anugerah Tuhan14

.

Makna Teologis yang dikemukakan oleh Erari memberikan pandangan kepada

kita bahwa hidup manusia berada dalam anugerah Kasih Allah semata-mata. Bila doa yang

diajarkan Yesus tentang “berilah kepada kami pada hari ini makanan kami yang

secukupnya”. Sebenarnya mau memberi gambaran bahwa hidup manusia seharusnya tidak

berangan-angan yang terlalu tinggi. Rasul Paulus mengatakan “pikirkanlah perkara yang di

atas bukan yang bumi”(Kolose 3:2). Manusia sering kali berpikir yang terlalu jauh. Di

mana hal yang dipikirkan itu sebenarnya tidak mungkin dapat diraihnya. Akhirnya

14

K.Ph.Erari, “Visi Theologia Kerajaan Allah: Upaya menemukan Berteologi dalam GKI Di Irian Jaya”,

dalam Feije Duim dan David. Sulisyo (Peny) Dengan segenap Hatimu, (Jayapura: Kerja sama Biro

pengabdian dan penelitian STT GKI I.S.Kijne dengan Departemen penelitian dan pengembangan Sinode GKI

Irian Jaya,1988), h.142,

@UKDW

Page 12: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

12

membuat manusia itu sendiri menjadi frustasi dan malah cendrung untuk malas dalam

berusaha untuk membangun hidupnya. Namun bukan berarti pengalaman itu terus

menjadikannya untuk tidak membangun hidup yang baru lagi dan melupakan kegagalan

yang pernah dialaminya. Yohanis Calvin mengatakan:

Ketika gereja bermakna di tengah dunia dipanggil keluar untuk menggarami

setiap orang yang dalam keberadaan hidup mereka yang tidak memuliakan

nama Tuhan atas segala Kasih dan anugerah Tuhan maka orang tersebut

termasuk dalam barisan orang yang dalam alam tidak mau melihat

penyataan pembuatnya. Maka nampaklah di sini sifat yang keji yang tak

mau berterima kasih pada manusia. Mereka merasakan betapa indahnya

Allah bekerja di dalam diri mereka, dan dari pengalaman mereka diajar

betapa beragamnya anugerah yang mereka peroleh dari kemurahan-Nya.

Orang menyia-nyiakan penyataan Allah dalam alam. Di dalam cermin

karya-karya-Nya, Tuhan memperlihatkan kepada kita dengan amat jelasnya

baik diriNya maupun kerajaan-Nya yang langgeng. Namun demikian kita

begitu bebal sehingga kita bersikap lamban terhadap kesaksian-kesaksian

yang jelas itu, dan hilanglah semua itu tanpa ada buahnya. Kita berbeda

yang satu dari yang lain karena kita masing-masing memiliki suatu

kekeliruan yang khas; tetapi kita sangat serupa dalam hal ini: kita semua

murtad dari Allah yang satu, dan lari kepada yang bukan-bukan dan seram.

Penyakit kita ini tidak hanya mengaburkan akal rakyat yang kurang tajam

itu, tetapi juga akal yang paling luhur yang dikaruniai bakat khusus

sekalipun15

.

Allah bekerja dalam hidup manusia dan memberi harapan yang jelas bahwa Ia

selalu menjaga dan memelihara. Demikian juga gereja dalam mengemban pelayanan dan

kesaksian secara terus menerus dipimpin oleh Allah sampai gereja mencapai kepenuhan di

dunia sampai Tuhan datang kembali. Dalam segala konteks yang masih terus berkembang

GKI Di Tanah Papua melalui jemaat-jemaat untuk terus berpikir tentang bagaimana

mengelolah potensi alam yang kaya. GKI sebagai komunitas besar perlu menerobos dan

menciptakan sesuatu yang lebih radikal melalui konsep kemandirian teologia, daya dan

dana yang transformatif.

Dalam makna kemandirian mengadung arti bahwa setiap orang perlu menciptakan

rasa percaya diri yang bersumber pada iman, pengetahuan dan kepastian, bahwa Tuhan

menganugerahkan kekuatan dan berkat (2 Kor 8:9; 2 Kor 9:8). Gereja yang mandiri adalah

juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dalam segala hal dan juga dalam

segala keadaan, sehingga pertumbuhan dalam melanjutkan kasih karunia Allah itu terus

berlangsung. Bila gereja ingin mentransformir sebuah perubahan yang berbeda dari yang

telah ada selama ini, hanya boleh lahir dari sebuah komitmen yang tinggi serta mengambil

15

Yohanis Calvin, Institutio, Pengajaran Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia 1985), h.13,14

@UKDW

Page 13: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

13

ketegasan yang tegas bahwa jemaat sebagai basis bertumbuhnya GKI mampu untuk

merealisasikannya. Bila selama ini potensi sumber daya alam, seperti tanah, hutan, pohon

dan laut seluruh isi alam menjadi kekayaan yang tidak pernah hilang maka manusialah

yang diberi amanat untuk menjaga, memelihara dan mengambil hasilnya untuk dinikmati.

Jemaat-jemaat sebagai basis di mana kemandirian teologia, daya dan dana terus

dinampakan dalam seluruh pelayanan pekabaran Injil baik kota atau kampung terpencil

sekalipun perlu memahami tugasnya dengan baik, salah satunya adalah bagaimana

menjadikan potensi sumber daya alam yang tersedia untuk menunjang misi gereja. Ketika

jemaat dengan benar dan setia memahami tentang potensi ini maka dengan otomatis

kekuatan Injil dapat berlangsung dengan baik. Kemandirian GKI adalah kekuatan yang

mengerakkan jemaat agar misi kerajaan Allah memberi buah bagi manusia, dan kesaksian

Injil dengan nyata menjadi lebih berarti.

Made Gunaraksawati Mastra mengetengahkan dalam bukunya Teologi

Keriwausahaan, terkait dengan soal kemandirian di gereja Bali yang walaupun bukan

gereja besar secara organisasi namun memiliki dua jenis bisnis yang luar biasa yakni

yayasan Dhyana Pura dan yayasan Maha Bhoga Marga (MBM) dengan beberapa sub usaha

masing-masing(Yayasan Dhayana Pura: hotel Resor Djayana Pura, sekolah perhotelan dan

Pariwisata PPLP dan STIM, Wisma Nangun Kerti, jasa penyelengaraan pernikahan asing).

Unit usaha yayasan Maha Bhoga Marga: usaha permebelan, usaha percetakan, bank

perkreditan rakyat dan pinjaman modal sarana usaha (PMSU)16

.

Ini inspirasi positif terhadap Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua melalui

jemaat-jemaat untuk menimbah semangat berbisnis yang menarik di Bali ini. Model-model

bisnis yang ditampilkan memanglah menjanjikan dan sesuai dengan potensi yang tersedia

sehingga memberi berkat yang besar bagi gereja Bali. Mastra menekankan pentingnya

mengembangkan segi perekonomian jemaat, tidak hanya segi rohaniah saja, dengan alasan

‘perut kosong tidak mempunyai telinga’. Baginya mengusahakan kemandirian gereja

dengan kepemilikan sumber daya yang memadai untuk mencukupi kebutuhan dirinya

sendiri dan juga untuk bisa berbagi dengan orang lain.

Jemaat Karmel Bosnik merupakan salah satu jemaat yang cukup maju secara

finansial walaupun tidak berkedudukan di pusat kota kabupaten. Secara tata letak

bangunan gereja berlokasi di pesisir pantai yang merupakan daerah strategis. Depannya

laut Bosnik dengan hamparan pulau-pulau kecil yang indah. Disamping kanan jalan utama

16

Made Gunaraksawati Mastra, Teologi Kewirausahaan, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), h.71

@UKDW

Page 14: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

14

menuju Biak timur yang diapit oleh kampung Ibdi, sebelah kiri kampung Aryom, dan

beberapa kampung lain yang berjejer dipinggiran jalan utama.

Data umum demografi kabupaten Biak Numfor oleh badan pengelolah aset daerah

bersama dinas dan instansi tahun 2011, sebagai berikut :

Kabupaten Biak Numfor merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Papua. Kabupaten

Biak Numfor memiliki 19 distrik yang tersebar di pulau karang panas. Jumlah penduduk

Biak Numfor secara keseluruhan 140. 892 juta jiwa dengan perincian jenis kelamin laki-

laki 73. 716 jiwa dan perempuan 67. 176 jiwa. Jumlah pencari kerja di Kabupaten Biak

Numfor sebanyak 5.020 orang terjadi penurunan 2 kali setelah terjadi pemekaran

Kabupaten baru Supiori menjadi 3.347 penurunan lagi, dari 784 menjadi 205 orang

pencari tenaga kerja. Keadaan geografis Kabupaten Biak Numfor yaitu Bujur timur 134°

47’-136°, lintang selatan 0° 55’ 127°. Memiliki batas wilayah : sebelah utara samudra

pasifik dan kabupaten Supiori, sebelah selatan selat Yapen, sebelah barat Manokwari,

sebelah timur samudra pasifik. Kelembaban rata-rata 86,3%, suhu udara minimum 24,5°C.

Curah hujan rata-rata (hasil data 2011) 287,5mm, curah hujan tinggi bulan Agustus yaitu:

456,1mm. Presentase penduduk miskin di Biak Numfor (2011) 33,62%.

Dalam rangka kemandirian gereja di bidang dana, banyak bantuan yang sudah di

turunkan untuk meningkatkan atau memajukan ekonomi masyarakat dengan kekayaan

yang adalah karya cipta Allah. Oleh sebab itu manusia perlu menggunakannya secara tepat

harta benda yang diberikan Tuhan untuk pelaksanaan Misi Tuhan. Dan itu semua harus

dilakukan dalam kemurnian kasih dalam wujud saling menopang demi meningkatkan

kebutuhan hidup bersama di dalam dunia milik Tuhan. Dengan bertolak dari konsep GKI

Di Tanah Papua yang Mandiri dalam Teologi, daya dan Dana.

Saat ketika GKI mandiri tahun 1956, dalam sambutan Pdt. Isach. Samuel. Kijne

mengatakan: Di dalam Gereja harus ada iman dan hal dengar-dengaran. Dan daripada

Gereja itu haruslah bersinar juga terang Iman dan hal dengar-dengaran yang memberi arti

kepada kepercayaan dan keberanian dalam masyarakat dan negara. Iman dan hal dengar-

dengaran itulah hal yang lain sekali daripada kebesaran manusia. Itulah hal yang terdapat

pada manusia yang menanggalkan segala kebesarannya dan mengaku bahwa baik

pekerjaannya, maupun segala-galanya yang dikerjakannya dipimpin oleh Tuhan Allah

sendiri. Kijne mendasarkan perkembangan segala-galanya pada bimbingan kuasa dari atas

yaitu dari Tuhan. Dan bimbingan inilah yang dalam pengalamannya selalu menantang

akal-budi manusia sendiri. Dia berkata : “Barang siapa yang bekerja dengan jujur dan setia

@UKDW

Page 15: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

15

di atas tanah ini (Irian Barat), dengan sadar berjalan dari pendapatan heran kepada

pendapatan heran, dan itulah yang menentukan perkembangan”17

.

Dengan Iman dalam bekerja, jujur dan setia dan itulah yang penting dalam

pekerjaan gereja. Pernyataan ini adalah pernyataan kelimpahan dalam misi bagi setiap

orang yang bekerja dan berkeinginan untuk membangun Papua dalam melakukan karya

dan perbuatan. Kejujuran dan setia merupakan bagian rohani yang penting dalam sebuah

misi untuk pemberdayaan sumber daya manusia sebab ketika seseorang hendak di

berdayakan maka ia tentunya harus memiliki etos kerja, jujur, setia dan beriman dalam

berkarya. Hal ini juga merupakan modal untuk memberi yang terbaik bagi Gereja dan

terlebih bagi Tuhan. Siapapun orang yang berkeinginan bekerja dan membangun Papua

maka ketika itu juga ia sedang terikat dengan prinsip beriman dan sadar akan menentukan

perkembangan bagi orang Papua. Segala motifasi, rencana atau program kebijakkan

apapun bentuk akan selalu terikat dengan prinsip ini. Sebab Allahlah yang akan

mengendalikan semua yang akan dilakukannya. Bila itu di luar dari kebijakkan Allah maka

saat itulah Allah tidak berkompromi dengan dosa. Segalanya berlangsung dalam kebebasan

dan kehendak Allah sendiri.

Doa sulung Ottow dan Geissler, 18

“dengan Nama Tuhan kami menginjak Tanah

ini” merupakan Kredo GKI Di Tanah Papua ketika mereka menginjak Pulau Mansinam.

Doa ini merupakan titik awal tentang keberadaan Tanah Papua yang akan selalu memberi

berkat bagi setiap orang yang hidup di dalamnya. Pengabdian yang sungguh-sungguh bagi

Papua, memberi diri sungguh bagi Papua maka tanah ini akan menjadi tumpuan baginya

untuk membangun dan memberi yang paling terbaik bagi masyarakat secara menyeluruh.

Setiap jejak langka dari keberadaan tanah Papua baik pemerintahannya maupun gerejanya

berlangsung dalam Keterlibatan Tuhan.

Ottow dan Geissler dalam melakukan misi mereka di Irian Barat memiliki potensi

pengetahuan budaya barat yang maju. Di samping melaksanakan misi menanamkan benih

Injil juga membangun keberadaan budaya orang Irian. Kala itu masih di dalam gelap,

mereka juga telah tahu tentang berdagang. Sistim berdagangnya yaitu Barter saling

menukar budak belian. Dalam kondisi yang sulit penuh dengan kecurigaan terhadap orang

asing namun Ottow dan Geissler bertekad melakukan penginjilan. Injil yang merupakan

17

Pdt.J. Mamoribo, Ketika Tertentu, (Djayapura: Kantor Pusat), 18 Djuni 1971), h. 11,12 18

F.J.S Rumainum, Sepuluh tahun GKI Sesudah 101 tahun Zending di Irian Barat, ( Djayapura: Kantor

pusat GKI , 1966), h. 3

@UKDW

Page 16: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

16

kekuatan Allah memberi buah bagi tanah Irian Barat (PuaPua)19

. Sebagai bukti pertobatan

pertama seorang wanita bernama Sara di baptis sebagai buah dari pekabaran Injil. Buah

dari Injil itu memberi bukti nyata bahwa Allah bekerja terus dalam rencana bagi umat yang

kepada-Nya Ia sendiri berkenaan.

Akhir itu semua GKI Di Tanah Papua mampu memberdayakan keberadaannya

sebagai Gereja Yesus Kristus. Gereja Yesus ini diberi mandat untuk menjadi garam dan

terang bagi dunia. GKI harus memberi berkat dan memberi buah yang baik bagi dirinya

dan bagi sesama. Ketika kemandirian dipandang sebagai panggilan Gereja di dalam diri

Yesus Kristus yang datang di kancah kehidupan bumi. Allah yang berkenaan mengawali

misi-Nya untuk menyelamatkan, memberi kesejakteraan dunia dengan membebaskan diri

manusia dari dosa dan maut. Maka sebagai respons atas Kasih Tuhan ini gereja perlu

mewujudkannnya dengan menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah melalui keberadaan

hidup umat ciptaan.

Alam Papua yang melimpa merupakan sebuah modal dan peluang yang sangat

luar biasa. Tanda-tanda Kerajaan Allah dapat dihadirkan dengan memanfaatkan potensi

alamnya yang kaya. Ini peluang di mana Misi Allah lewat gereja dalam rangka

mewujudkan tri panggilan gereja yaitu bersekutu, bersaksi dan melayani menjadi semakin

terbuka. Dengan mengandalkan kemandirian dalam teologia, daya dan dana sebagai

pemicu pemberitaan Injil. Gereja dipanggil juga untuk mencintai alam, memelihara,

melindungi, mengolahnya dengan iman. Prinsip cinta alam dan lingkungan menjadi tugas

utama masyarakat dan gereja Tuhan sebagai wujud mengasihi Allah dalam segala ciptaan-

Nya. Sehingga dengan mencintai alam kehidupan anak-anak dan cucu-cucu mereka dapat

melanjutkan dan menikmati segala potensi alam yang ada karena pendahulu mereka tidak

merusaknya. Konteks alam yang memberi berkat bagi peningkatan kesejakteraan hidup,

dan pelayanan gereja juga tetap eksis di dunia. Ini amanat Allah lewat kekayaan alam

yakni untuk dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya serta memberi suka cita bagi manusia itu

sendiri juga bagi sesama.

Tugas gereja menurut Mastra adalah membuat program-program yang bisa

menolong memberdayakan orang supaya bisa mandiri agar nantinya bisa menolong orang

lain20

. Memang disadari bahwa konteks orang Bali tidak sama dengan konteks Papua.

Berbicara soal program-program yang bisa menolong memberdayakan orang memang

19

PuaPua artinya rambut keriting kemungkinan berasal dari bahasa asli Manokwari 20

Ibid, 2009, h. 58

@UKDW

Page 17: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

17

sesuatu yang baik, dan membutuhkan proses terutama manusianya terkait dengan etos

kerja.

GKI sebagai gereja yang diutus ke dunia melalui Klasis Biak Timur perlu untuk

menimbah hal positif yang dimunculkan ini. Sehingga Jemaat Karmel Bosnik dalam

meningkatkan kemandiriannya mampu juga untuk semakin menampakkan serta memberi

kedewasaan penuh bagi warga gerejanya secara khusus. Rasa percaya diri bagi masyarakat

Bosnik perlu menjadi dasar yang kuat demi kemandirian gereja yang dilandasi dengan

iman yang kuat dan tetap memiliki kepastian bahwa Tuhanlah yang memberi kekuatan dan

berkat ( 2 Kor 8:9; 2 Kor 9:8).

Dengan semangat kemandirian teologi, daya dan dana yang Tuhan berikan ini,

memberi sebuah motifasi untuk gereja agar terus berkarya dan bangkit dari semua yang

menjadi penghambat bagi pelayanan Gereja yang adalah milik Tuhan. Misi Allah harus

terus berlangsung dalam dunia apapun bentuk konteks yang terjadi Misi Allah tetap terus

berlangsung lewat konteks riil jemaat di Tanah Papua.

B. RUMUSAN MASALAH

Berkaitan dengan latarbelakang di atas, maka penulis membuat beberapa rumusan

masalah dalam beberapa pertanyaan:

1. Mengapa kemandirian Gereja Kristen Injili Di Tanah Papua diperlukan bagi

pembentukan semangat kerja masyarakat?

2. Bagaimana mengatasi kendala-kendala terkait dengan kemandirian gereja dan

pemberdayaan ekonomi jemaat di Klasis Biak Timur?

3. Bagaimana konsep kemandirian di sadari oleh pemimpin gereja terutama untuk

mengelola potensi sumber daya alam di Klasis Biak Timur agar hasilnya tercapai

secara optimal?

C. BATASAN MASALAH

Dalam menyelesaikan tesis ini, maka penulis membatasi permasalahan dalam konteks

Klasis GKI di Biak Timur dengan satu (1) jemaat sebagai contoh yakni jemaat Karmel

Bosnik. Dengan harapan bisa mendapatkan gambaran lebih utuh untuk penulisan Tesis ini.

Mendapatkan gambaran lebih utuh yang dimaksud adalah sejauh mana Klasis Biak Timur

dan jemaat GKI Bosnik mampu memberdayakan ekonomi setempat/lokal dengan sadar dan

@UKDW

Page 18: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

18

mau menjadi berkat dan memberi buah kepada misi Allah lewat jemaat melalui

kelimpahan potensi alamnya.

D. TUJUAN PENELITIAN

Memperhatikan Latar belakang di atas maka dapatlah dikemukakan Permasalahan

yang dominan dan terkait satu sama lain sebagai berikut:

1. Jemaat-jemaat di Klasis Biak Timur memahami bahwa makna kehadiran gereja

memberitakan Injil juga dimengerti sebagai upaya menyiapkan program-program yang

bisa memberdayakan masyarakat untuk mencapai kesejakteraannya secara mandiri.

2. Jemaat-jemaat menyadari bahwa hutan dan laut mereka merupakan potensi yang

diberikan Tuhan yang harus dijaga dan dikelola, serta memberi berkat dan berbuah bagi

sesama.

3. Jemaat-jemaat memahami bahwa etos kerja itu penting sebab tidak membuat mereka

tergantung kepada orang lain dan mampu melayani lebih baik.

4. Jemaat memahami bahwa kemandirian Teologi, Daya dan Dana merupakan hal

mendasar untuk memampukan gereja maju dan dapat melayani lebih baik lagi.

E. JUDUL

Dengan mengacuh kepada Masalah di atas, penulis mengajukan Judul untuk

penulisan Tesis ini adalah : Makna Gereja Yang Mandiri Serta Implikasinya Dalam

Pemberdayaan Ekonomi di Klasis Biak Timur.

F. KERANGKA TEORI

Dengan bertolak pada pemikiran abad pertengahan di mana hubungan gereja dan

dunia bisnis sangat dekat seperti para biarawan menjadi perintis dalam berbagai produk

industri yang berkembang walaupun dunia ke-agamaan saat itu sedang berada pada kondisi

yang tidak stabil. Pengaruh kekaisiaran (kerajaan) dan gereja tidak memperlihatkan

hubungan yang erat antara satu dengan yang lain. Dengan belajar pada keberadaan dan

semangat untuk membangun keagamaan para biarawan Kisterian di Inggris menjalankan

bisnis yang sangat menguntungkan, misalnya industri peternakan, produk kain wool yang

merupakan temuan biarawan Kisterian.

@UKDW

Page 19: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

19

Bisnis yang berkembang sejak abad pertengahan ini menyebabkan sehingga timbul

persoalan antara pengusaha dan pekerja yang berkaitan dengan pembagian hasil. Bunga

uang seperti yang oleh Aquinas ditolak dengan mengetengahkan “Teologi Ekonomi

Alamiah”21

. Teologia ini adalah merupakan teologia Tomas Aquinas yang menekankan

tentang asas keadilan. Di mana Tomas mengakui bahwa hak pemilikan pribadi namun

menempatkannya dalam kerangka kesejakteraan umum dan juga penekankan pentingnya

pada harga yang pantas. Pikiran Luther sendiri tentang gereja dan bisnis adalah merupakan

panggilan bagi semua orang percaya melalui kedudukan dan pekerjaan yang sedang

mereka jalani dan sering itu dipandang rendah22

.

Oleh karena terkadang pekerjaan itu dianggap rendah bahkan terjadi dalam kenyataan

banyak usaha-usaha kelompok yang bangkrut? Salah satu dapat terjadi karena pembagian

usaha yang tidak seimbang atau tidak adil. Banyak bisnis yang dilakukan baik secara

perorangan maupun kelompok tidak berjalan baik oleh karena faktor kejujuran dan

kesetiaan dalam berusaha.

Berkat dan menghasilkan buah, dua tema yang baik, Mastra mengkaitkan gambaran

Paulus tentang buah sulung (Roma 8:23; I Korintus 15:23).23

Pentingnya mengusahakan

kemandirian gereja dengan kepemilikkan sumber daya yang memadai untuk mencukupi

dirinya sendiri dan juga untuk bisa berbagi dengan orang lain merupakan tujuan

kemandirian di Bali. Mastra meyakini bahwa orang Kristen seharusnya tidak tetap tinggal

dalam kemiskinan dan seharusnya orang Kristen menjadi kapitalis.

Budaya orang Papua adalah suka memberi atau berbagi. Dan sangat takut akan

penipuan. Kebiasaan ingat diri atau kepentingan sendiri ditolak dalam kelompok

masyarakat. Juga perlu ada keteladanan dari pendeta untuk perlu berwiraswata dan

kemandirian secara keuangan bagi jemaatnya24

. Apa yang diungkapkan oleh Mastra ini

penting untuk memberi motifasi di Klasis Biak Timur, jemaat Karmel Bosnik.

Memanglah disadari bahwa peluang potensi belum secara penuh diterjemahkan oleh

jemaat. Di mana seharusnya kekayaan alam ini memberi sesuatu yang berarti serta

menggembirakan bagi warga jemaat untuk mampu membangun keberadaannya agar dapat

hidup sejaktera. Maka untuk mencapai itu jemaat (GKI) perlu memahami siapa mereka

21

Yahya Wijaya, Kesalehan Pasar, Kajian Teologis Terhadap Isu-isu Ekonomi, (Jakarta: Grafika KreasIndo,

2010). h. 4 22

Yahya Wijaya, Kesalehan Pasar, Kajian Teologis terhadap isu-isu Ekonomi, h 6, 2010 23

Made Gunaraksawati Mastra, Teologi Kewirausahaan, Konsep dan praktik Bisnis GKP Bali

(Yogyakarta: Tamanan Pustaka), 2009, h. 69 24

Ibid,hlm 71

@UKDW

Page 20: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

20

dalam tangan Allah dengan semua yang diberikan sebagai karya-Nya yang besar dan

agung.

G. HIPOTESIS

Gereja Kristen Injili di Tanah Papua umumnya telah mengetahui tentang Gereja yang

telah mandiri dalam teologia, daya dan dana, namun untuk mengerti dan memahami

maksud yang tersirat di dalam kemandirian teologi, daya, dan dana serta keterkaitannya

dalam pemberdayaan ekonomi yang membawa damai sejatera belum dipahami. Mengapa

demikian, oleh karena kemandirian teologia, daya dan dana yang selama ini dilakukan

secara karitatif atau model ketergantungan perlu diubah menjadi menuju kemandirian

teologi, daya dan dana yang mentransformir sebuah model kemandirian yang

memberdayakan melalui sebuah proses. Ketika pemberdayaan ekonomi diwujudkan

melalui kemandirian teologi daya dan dana maka potensi alam yang kaya melalui laut dan

hutan bisa mampu menjadi sumber untuk mengangkat harkat hidup masyarakat lebih baik

lagi. Ketika masyarakat telah benar-benar memahami tentang pemberdayaan ekonomi

sebagai buah transformasi, bukan berarti paradigma mereka secara otomatis akan berubah.

Tidak demikian, tetapi saya berpikir bahwa sebenarnya upaya pemberdayaan ekonomi

dilakukan bukan untuk menjadikan jemaat menjadi kapitalis tetapi mampu berdiri di atas

kemampuan jemaat yaitu melalui peluang potensi sumber alam laut, hutan, gunung, tanah

yang mampu memberi keseimbangan antara iman dan ekonomi dapat saling menunjang.

H. METODOLOGI PENELITIAN

Dalam rangka mencapai tujuan penulisan ini, maka penulis menggunakan metode

penulisan kualitatif dengan melakukan kegiatan penelitian turun langsung ke warga jemaat

untuk bersama-sama dalam melihat persoalan terkait penulisan ini. Kemudian menganalisa

hal-hal yang dilihat dan didengar dari anggota jemaat kemudian memaparkan,

menggambarkan, sehingga nampak dengan jelas dan terperinci dalam hasil penelitian.

I. METODE PENULISAN

Penelitian lapangan dengan menggunakan metode wawancara kepada sejumlah

responden yang terdiri dari : Badan Pekerja Klasis (BPK) di Klasis Biak Timur, Pekerja

Harian Majelis Jemaat (PHMJ) Karmel Bosnik. Kelompok nelayan ikan, ibu-ibu pengrajin

kerang laut untuk mendapatkan data-data yang diperlukan. Pendekatan yang di lakukan

@UKDW

Page 21: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

21

yakni pendekatan kualitatif yaitu: Penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi

objektif alami di mana peneliti merupakan instrumen kunci dengan lima ciri metode yaitu:

Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data, memiliki sifat dekriptif analitik,

tekanan pada proses bukan hasil, bersifat induktif dan mengutamakan makna. Untuk

menunjang penelitian ini penulis menggunakan studi literatur yang diperoleh melalui buku-

buku dengan tema yang berkaitan dengan penelitian ini. Tulisan seperti makalah, seminar,

hasil studi/pembinaan gerejani lainnya dan sumber dari internet yang relevan dengan

penelitian ini.

1.1. Lokasi.

Lokasi penelitian adalah Klasis Biak Timur, jemaat Karmel Bosnik.

I.2. Pengumpulan Data

Subyek penelitian adalah Badan Pekerja Klasis Biak Timur, Pelaksana Harian

Majelis Karmel Bosnik, kelompok usaha nelayan dan kerajinan kerang laut. Khususnya

bagi pengelolah sumber daya laut yang usahanya telah bangkrut tapi juga yang masih

aktif. Adapun bentuknya adalah pengumpulan data primer secara aktif yakni wawancara

langsung dan penyebaran angket penelitian.

Teknik pengumpulan sampel yang digunakan adalah proposional yang

dikategorikan sebagai berikut :

1. Badan Pekerja Klasis lima (5) orang yang terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris,

wakil sekretaris dan bendahara.

2. PHMJ GKI Karmel Bosnik 5 orang

3. Dua (2) kelompok usaha pemberdayaa, masing-masing kelompok nelayan dan

kelompok pengrajin kerang laut yang mengalami kemacetan dalam usaha. Khusus

pengurus dan dua (2) orang anggota kelompok usaha, sehingga berjumlah empat (4)

orang.

J. SISTIMATIKA PENULISAN

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan tentang kondisi yang melatarbelakangi serta isu-isu

yang diangkat dalam tesis, serta bagaimana hal tersebut akan dibahas

secara keseluruhan. Pembahasannya meliputi pemaparan tentang

@UKDW

Page 22: @UKDWsinta.ukdw.ac.id/sinta/resources/sintasrv/getintro/51120008/70951...2 Perhatian terhadap warga Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI) yang berlatar belakang pekerjaan seperti

22

Latarbelakang penulisan, Perumusan Masalah, Batasan Masalah, Tujuan

Penulisan, Judul, Kerangka Teoris, Hipotesa, Metode Penelitian, (1.1.

Metode Penulisan, 1.2. Lokasi, Pengumpulan data), Sistimatika

Penulisan.

BAB II KONSEP KEMANDIRIAN GEREJA (GKI) DI PAPUA.

Bab ini memberikan gambaran tentang konteks umum pola kehidupan

masyarakat di Bosnik. Dan juga dalam Bab ini dimunculkan konteks

sosial nyata keadaan jemaat Karmel. Konsep Kemandirian di bidang

teologi, daya dan dana yang telah dimiliki oleh GKI Di Tanah Papua.

BAB III PELAYANAN KONTEKSTUAL MELALUI PEMBERDAYAAN

EKONOMI

Bab ini memberi gambaran tentang munculnya konsep gereja yang

mandiri serta perkembangannya di masa sekarang. Beberapa program

dan evaluasi kritis tentang gereja mandiri disebutkan dalam bab ini. Bab

ini juga menunjukan tentang konsep pemberdayaan ekonomi yang Injili,

dikaitkan dengan pemikiran-pemikiran teolog lainnya. Konsep

Kontekstual yang memajukan Iman umat untuk mampu mandiri. Dan

juga bab ini berisi konsep pemberdayaan ekonomi yang Injili yang

disesuaikan dengan pandangan-pandangan teolog lainnya.

BAB IV TINJAUAN TEOLOGIS TENTANG KEMANDIRIAN EKONOMI

YANG KONTEKSTUAL DI KARMEL BOSNIK

Bab ini berisi pemahaman, pendapat tentang Teologi Ekonomi yang

Mandiri serta memberdayakan. Sehingga jemaat dapat lebih memiliki

semangat usaha secara mandiri dan mendukung perkembangan iman dan

kesaksiannya. Bab ini juga ditunjukkan tentang konsep pemberdayaan

ekonomi yang Injili. Konsep kontekstual yang memajukan Iman umat

untuk mampu mandiri.

BAB V KESIMPULAN

Berisi kesimpulan dan saran dari keseluruhan penulisan sesuai hasil

penelitian ini yang kemudian Tesis ini diperuntukkan bagi gereja dan

jemaat juga bagi lingkungan Akademis Teologi.

@UKDW