PENGARUH PEMBELAHAN EKSPLAN BIJI DAN KONSENTRASI 2,4 D TERHADAP INDUKSI KALUS EMBRIONIK
MANGGIS (Garcinia mangostana. L) SECARA IN VITRO
MAKALAH SEMINAR HASIL PENELITIAN
Oleh :Nuni OktavianiNIM 20010210006
Prodi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2014
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanaman manggis merupakan tanaman asli daerah
tropis dari Asia Tenggara. Tanaman manggis semula
tumbuh secara liar di kawasan kepulauan Sunda Besar dan
Semenanjung Malaya sehingga para ahli botani memastikan
bahwa daerah asal tanaman manggis adalah kepulauan
Sunda Besar dan Semenanjung Malaya (Cahyono dan Juanda,
2000). Manggis telah menjadi komoditas perdagangan di
dalam dan di luar negeri sehingga layak dijadikan
primadona ekspor buah tropis Indonesia. Manggis
memiliki beberapa keunggulan diantaranya disukai oleh
segala bangsa, memiliki nilai ekonomis tinggi, mudah
dalam penanganan pasca panen, awet dapat dibekukan,
pesaing produsen belum banyak (Rukmana, 2003).
Buah Manggis merupakan komoditas buah-buahan yang
mempunyai potensi tinggi untuk dikembangkan. Permintaan
pasar terhadap buah ini setiap tahun meningkat. Tahun
1999 ekspor manggis mencapai 4.743 ton. Tahun 2000,
meningkat menjadi 7.182 ton (Anonim 2004).
2
Tanaman manggis diperbanyak dengan biji karena
sampai kini tanaman manggis sulit diperbanyak dengan
cara vegetatif. Sebenarnya tanaman manggis adalah
berbunga sempurna, akan tetapi benang sarinya adalah
rudimenter (mengecil dan mengering) sehingga tidak
dapat berfungsi dengan semestinya. Maka bijinya tidak
terbentuk melalui perkawinan (pembuahan), tetapi karena
hormon endogen. Biji seperti ini disebut apomixis
(Sunarjono, 1986). Oleh karena itu dalam buah manggis
hanya terdapat 1-2 biji yang dapat digunakan sebagai
bahan tanam akibatnya kebutuhan biji sebagai benih
tidak dapat diperoleh dalam jumlah banyak. Selain itu
manggis berbuah setahun sekali sehingga penyediaan
benih manggis hanya dapat dilakukan setahun sekali
karena mengandalkan masa panen buah manggis.
Oleh karena masalah-masalah tersebut maka
pembiakan tanaman manggis dengan kultur jaringan (in-
vitro) merupakan teknik perbanyakan yang dapat dijadikan
alternatif. Kultur in vitro dapat memberi harapan untuk
penyediaan bibit dalam jumlah banyak, seragam dalam
waktu yang singkat, tidak tergantung musim dan tidak
merusak pohon induk (Wattimena, 1992). Keuntungan
kultur in vitro lainnya yaitu bahan perbanyakan dapat
disimpan dalam waktu yang lama, tidak membutuhkan
tempat yang luas dan bibit tidak memerlukan perawatan
3
seperti pengairan dan pengendalian hama, penyakit dan
gulma.
Induksi kalus juga dipengaruhi oleh zat pengatur
tumbuh yang biasanya digunakan yaitu auksin dan
sitokinin (Anonim, 2004). Auksin yang paling banyak
pengaruhnya untuk inisiasi kalus adalah 2,4 D. Upaya
untuk menghasilkan kalus embrionik dari biji tanaman
manggis mensyaratkan biji harus dibelah terlebih
dahulu, karena kalus terbentuk pada bagian tanaman yang
mengalami perlukaan. Berdasarkan penelitian Teo (1998)
eksplan biji manggis dibelah horizontal atau vertikal
menjadi dua dan empat belahan dan ditanam pada medium
dengan perlakuan NAA 0,1 dan 2 ppm menghasilkan kalus
bertekstur remah dan 52 % mempunyai tunas pada setengah
bijinya dan setengahnya lagi tumbuh akar. Perlakuan NAA
1 ppm menghasilkan akar yang terlihat lebih besar dan
banyak, hanya 16% yang setengah dari bijinya membentuk
akar dan tunas.
Pembelahan biji diharapkan dapat menginduksi kalus
embrionik yang akan menghasilkan embrio somatik. Kalus
embrionik akan menghasilkan embrio somatik yang zigot
embrionya bersifat bipolar yaitu calon tunas dan akar
terbentuk secara bersamaan, sehingga tahap pengakaran
tidak diperlukan (Dunstan et al., 1995 cit Wahyudiningsih,
1998). Hasil penelitian Normah (1992) menggunakan
eksplan kotiledon manggis dengan perlakuan 5, 10, 20
4
dan 30 mg/l 2,4 D dan biji dibelah tiga, diperoleh
kalus pada perlakuan 20 dan 30 mg/l 2,4D namun kalus
belum bersifat embrionik. Kalus mati setelah tiga
minggu. Hasil penelitian Widoretno dkk. (2003)
menggunakan eksplan kotiledon kedelai dengan perlakuan
2,4 D (10, 20, 30 dan 40 ppm) dengan penambahan NAA 10
ppm dan bagian eksplan kotiledon dipotong dengan
panjang 2-3 mm, menunjukkan penambahan 2,4 D dengan
konsentrasi 10 ppm cukup baik untuk menginduksi kalus
embrionik berwarna putih kekuningan.
Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dicoba
penggunaan 2,4 D dengan konsentrasi tinggi (30 ppm dan
40 ppm), dengan pembelahan biji yang diharapkan dapat
menginduksi kalus embrionik manggis. Perbanyakan
tanaman manggis melalui pembentukan embrio somatik yang
berasal dari kalus embrionik diharapkan lebih efisien
dan praktis untuk perbanyakan klonal tanaman yang
seragam dalam jumlah besar.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pembelahan eksplan biji dan
konsentrasi 2,4 D terhadap induksi kalus embrionik
manggis.
2. Mendapatkan konsentrasi 2,4 D terbaik untuk induksi
belahan biji menjadi kalus embrionik manggis.
5
II. TATA CARA PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur
Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah
6
Yogyakarta dan dilaksanakan pada bulan April - Juni
2005.
B. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan untuk kultur in vitro
meliputi timbangan analitik, autoklaf, hot plate magnetic
stirer, spatel, pinset, glass ware (petridis, gelas
piala, labu takar, gelas ukur, erlenmeyer, pipet, botol
kultur), kertas payung, pH meter, pinset, sprayer,
Laminar Air Flow (LAF), skalpel, spatel, alumunium foil,
lampu spiritus.
Bahan yang digunakan untuk kultur in vitro dalam
penelitian ini terdiri dari Alkohol 70%, Detergen,
Sunclin, aquades steril, Betadine, bakterisida,
fungisida dan biji manggis (berat 1-2 g, tidak
begerigi, besar).
C. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini dilaksanakan dengan metode
percobaan faktor tunggal 4 perlakuan yang disusun dalam
Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Adapun perlakuannya sebagai berikut :
A = Biji dibelah dua dan Perlakuan ZPT 2,4 D 30
ppm
B = Biji dibelah dua dan Perlakuan ZPT 2,4 D 40
ppm
7
C = Biji dibelah empat dan Perlakuan ZPT 2,4 D 30
ppm
D = Biji dibelah empat dan Perlakuan ZPT 2,4 D 40
ppm
Masing-masing perlakuan diulang 3 kali tiap
ulangan terdiri dari 5 botol sampel sehingga diperoleh
total unit perlakuan 4x3x5=60.
D. Tata Laksana Penelitian
Sterilisasi alat dilakukan dengan dua cara yaitu :
sterilisasi basah menggunakan uap panas dan sterilisasi
bakar. Sterilisasi Eksplan dan Perlakuan Pembelahan
(Rineksane, 2000) Eksplan direndam dalam larutan
bakterisida dan fungisida 2 g/l selama 3 jam.
Sterilisasi dilanjutkan dalam Laminar Air Flow dengan
merendam eksplan dalam larutan NaOCl 25% selama 7
menit. Kemudian eksplan direndam kembali dalam larutan
NaOCl 12,5% selama 10 menit. Eksplan direndam pada
larutan Betadine 2-3 tetes kemudian eksplan ada yang
dibelah dua dan dibelah empat kemudian ditanam.
Pembuatan medium meliputi : pembuatan medium MS
dan penambahan stok 2,4 D sesuai perlakuan. menambahkan
8
4,8 g agar-agar. Kemudian meletakkan botol-botol kultur
dalam ruang inkubasi. Suhu untuk ruang inkubasi yaitu
24-27oC. Dengan intensitas cahaya 1000 lux selama 24
jam per hari
Eksplan yang sudah steril siap ditanam pada
medium MS yang ditambahkan zat pengatur tumbuh.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keberhasilan Sterilisasi Eksplan Manggis Secara In
Vitro
9
Sterilisasi eksplan dilakukan untuk menghilangkan
semua kontaminan yang terbawa oleh eksplan dari tanaman
induk berupa mikroorganisme jamur dan bakteri.
Keberhasilan sterilisasi eksplan akan mempengaruhi
pertumbuhan eksplan berikutnya. Faktor keberhasilan
sterilisasi ditunjukkan dengan parameter : persentase
eksplan hidup, persentase kontaminasi, persentase
browning hidup dan mati. Hasil pengamatan disajikan pada
tabel 3.
Tabel 3. Persentase Eksplan Hidup, Kontaminasi, danBrowning Berbagai Perlakuan Pada Minggu ke- 12
Perlakuanbiji belah
+ ZPTEksplan Hidup (%) Browning
mati
Kontaminasi(%)
Jamur
Bakteri
Belah 2 +2,4 D 30
ppm
80,00
segar 53,33 13,33 6,67 0
browning
26,67
Belah 2 +2,4 D 40
ppm
60,00
segar 33,33 20,00 6,67 13,33
browning
33,33
Belah 4 +2,4 D 30
ppm
66,66
segar 33,33 26,66 0 6,67
browning
33,33
Belah 4 +2,4 D 40
ppm
73,33
segar 66,66 20,00 0 6,67
browning 6,67
1. Persentase Eksplan Hidup
10
Persentase eksplan hidup merupakan kemampuan
eksplan manggis untuk tumbuh dalam medium MS. Dari
tabel 3 dapat diketahui pada perlakuan biji belah dua +
2,4 D 30 ppm mempunyai persentase eksplan hidup yaitu
80% dan terdapat eksplan hidup yang segar 53,33%, biji
belah empat + 2,4 D 30 ppm yaitu 66,66% dan terdapat
eksplan hidup 33,33%. Biji belah empat + 2,4 D 40 ppm
yaitu 73,33% terdapat eksplan hidup segar 66,66% namun
eksplan sebagian besar tidak tumbuh kalus, sedangkan
pada perlakuan biji belah dua + 2,4 D 40 ppm hanya 60%
terdapat eksplan hidup segar 33,33%. Persentase eksplan
hidup untuk semua perlakuan relatif tinggi meskipun
lebih rendah dari penelitian Rineksane (2000) yang
persentase eksplan hidup mencapai 80%. Persentase
eksplan hidup tinggi menunjukkan metode sterilisasi
yang digunakan dapat mencegah terjadinya kontaminasi
baik oleh jamur maupun bakteri.
Pencucian eksplan dengan deterjen sebelum
disterilkan dapat mencegah terjadinya kontaminasi
karena penggunaan deterjen berfungsi sebagai surfaktan
(pembasah) yang mengurangi tegangan permukaan sehingga
pada perendaman fungisida dan bakterisida mampu masuk
ke dalam jaringan eksplan (Pierik, 19787). Penggunaan
bahan sterilan yang tepat dengan adanya perendaman
selama 3 jam pada bakterisida yang dapat membunuh
bakteri dan fungisida untuk membunuh jamur yang
11
terdapat pada eksplan sehingga dapat mencegah
terjadinya kontaminasi. Selain itu penggunaan natrium
hipoklorida NaOCl yang bersifat desinfektan. NaOCl akan
terionisasi menjadi Cl – yang mengoksidasi protein
kontaminan sehingga sel kontaminan tidak dapat
melangsungkan metabolismenya dan pada akhirnya akan
mati. Keberhasilan sterilisasi ditunjukkan pula oleh
persentase kontaminasi rendah (tabel 3), eksplan yang
hidup ada yang mengalami browning yang berarti kematian
eksplan lebih disebabkan oleh browning dan bukan
disebabkan mikroorganisme.
2. Persentase Browning Hidup dan Browning Mati
Browning merupakan terjadinya perubahan warna pada
eksplan dari hijau menjadi coklat. Browning dapat
disebabkan oleh senyawa fenol yang berasal dari eksplan
yang dibelah dan bahan sterilan konsentrasinya terlalu
tinggi. Eksplan yang mengalami browning hidup apabila
warna kalus sebagian besar berwarna coklat namun
sebagian kecil masih ada yang berwana hijau. Eksplan
yang mengalami browning mati apabila warna kalus
semuanya berwarna coklat. Tabel 3 menunjukkan
persentase browning hidup terendah pada perlakuan biji
belah empat + 2,4 D 40 ppm yaitu 6,67%. Hal ini dapat
disebabkan pada perlakuan biji belah empat + 2,4 D 40
ppm luas permukaan yang terluka lebih banyak sehingga
12
senyawa fenol yang dihasilkan dan teroksidasi juga
lebih banyak akibatnya browning hidup menjadi rendah.
Selain itu pembelahan empat menyebabkan ukuran eksplan
lebih kecil sementara konsentrasi ZPT 40 ppm dalam
medium sama dengan yang diberikan pada biji belah dua.
Oleh karena ukuran eksplan lebih kecil tetapi menyerap
2,4 D yang sama akibatnya browning hidup rendah dan
bahan sterilan yang digunakan konsentrasinya relatif
tinggi sehingga eksplan browning yang kemudian akhirnya
mati. Pernyataan ini didukung data tabel 3 persentase
browning mati pada perlakuan biji dibelah empat + 2,4 D
30 ppm mempunyai persentase browning mati tertinggi
yaitu 26,66%.
Menurut George dan Sherrington (1984) browning
terjadi akibat adanya jaringan eksplan yang terluka dan
mengeluarkan senyawa fenol yang teroksidasi dengan
udara dan lingkungan. Eksplan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah biji yang dibelah dua dan empat
sehingga biji yang dibelah dua akan mengeluarkan fenol
lebih sedikit dibandingkan biji yang dibelah empat.
Bagian biji yang dibelah langsung berhubungan dengan
medium maka ada kesempatan fenol untuk mengikat oksida
dari udara luar. Semakin kecil eksplan, maka makin
besar daerah luka akibatnya makin tinggi derajat
kerusakan eksplan (Katuuk, 1989). Terlihat dari
persentase browning pada perlakuan biji dibelah dua
13
lebih rendah dibanding persentase browning pada
perlakuan biji dibelah empat. Browning biasanya muncul
pada bagian eksplan yang disayat kemudian menyebar ke
seluruh eksplan yang dapat menyebabkan eksplan mati.
Eksplan yang mengalami browning hidup dimungkinkan
dapat mengalami recovery. Recovery merupakan suatu
perubahan kalus yang mengalami browning menjadi hijau
kembali. Pada medium perlakuan biji dibelah dua + 2,4 D
40 ppm terdapat angka browning hidup 33,33% kalus
browning hidup mengalami recovery atau melakukan usaha
penyembuhan terhadap browning sehingga pencoklatan tidak
berlanjut dan eksplan mampu melakukan aktifitas
fisiologis kembali. Pada perlakuan tersebut eksplan
mengalami perubahan warna menjadi hijau sedikit demi
sedikit yaitu 6,67% pada minggu ke 12 sehingga
persentase kalus yang mengalami recovery termasuk juga di
dalam persentase eksplan hidup yang segar .
Menurut Pierik (1987) sel-sel yang hidup yang
telah terdiferensiasi menjadi tidak terdiferensiasi
lagi. Atau dengan kata lain menjadi merismatik kembali.
Eksplan yang mengalami recovery berubah menjadi hijau
kembali. Hal ini disebabkan eksplan sebenarmya tidak
mati namun karena adanya air, nutrisi dan zat pengatur
tumbuh pada medium sehingga eksplan mengalami imbibisi
dan terjadi metabolisme sel, sehingga eksplan yang pada
awalnya mengalami pencoklatan dapat tumbuh dan
14
warnanya kembali menjadi hijau. Recovery eksplan dapat
terjadi seperti ditunjukkan oleh penelitian
Muhtarizuddin (2004) terjadi recovery sebesar 20% pada
kalus kedelai, dan pada penelitian Herianto (2003)
terjadi recovery sebesar 60% pada sterilisasi eksplan
kecambah kedelai. Eksplan yang mengalami recovery kalus
menunjukkan bentuk yang berbeda dari kalus sebelumnya
sehingga diharapkan eksplan yang mangalami recovery mampu
menghasilkan kalus embrionik.
3. Persentase Kontaminasi dan Penyebab Kontaminasi
Kontaminasi adalah tumbuhnya mikrorganisme yang
dapat berupa bakteri dan jamur pada medium atau
eksplan. Persentase kontaminasi merupakan salah satu
faktor yang menentukan keberhasilan eksplan hidup.
Tabel 3 menunjukkan bahwa persentase kontaminasi yang
disebabkan oleh jamur pada perlakuan biji belah dua +
2,4 D 30 ppm dan perlakuan biji belah dua + 40 ppm
yaitu 6,67%. Persentase kontaminasi yang disebabkan
oleh bakteri pada perlakuan biji dua + 40 ppm yaitu
13,33%, perlakuan biji dibelah empat + 30 ppm dan
perlakuan biji dibelah empat dengan 40 ppm yaitu 6,67%.
Persentase kontaminasi lebih banyak didominasi oleh
bakteri. Hal ini diduga disebabkan oleh bakteri
internal seperti yang dikemukakan Pierik (1987) bahwa
15
kontaminasi dapat disebabkan oleh bakteri yang berada
di dalam jaringan tanaman.
Pada kontaminasi yang disebabkan oleh jamur muncul
pada minggu ke enam dan minggu ke sembilan sebagian
besar berada di permukaan eksplan. Pada keadaan
menguntungkan spora jamur berkembang cepat membentuk
hifa. Jamur memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat
pesat, hifa jamur yang tumbuh akan melukai jaringan
sehingga eksplan tidak dapat melakukan aktifitas
pembelahan dan penyerapan nutrisi media (Pierik, 1987).
Miselium berwarna putih semakin lama akan menutupi
permukaan medium dan eksplan sehingga dapat menyebabkan
kematian pada eksplan.
Bakteri ada yang muncul pada minggu pertama,
keempat dan kesembilan, bakteri berukuran sangat kecil
mampu masuk ke dalam jaringan tanaman. Sterilisasi yang
dilakukan hanya mampu membunuh bakteri yang berada di
permukaan namum belum membunuh bakteri yang berada
dalam jaringan tanaman sehingga menyebabkan eksplan
terkontaminasi bakteri dan akhirnya mati. Bakteri ini
mula-mula akan tampak pada bagian dasar eksplan
membentuk lingkaran tidak teratur putih kotor dan
tampak membentuk seperti lendir. Kemudian bakteri ini
berkembang di sekeliling eksplan dan selanjutnya dapat
menutupi seluruh permukaan eksplan dan medium yang
16
menyebabkan eksplan mati, karena terjadi kompetisi
penyerapan unsur hara antara eksplan dengan bakteri.
Kontaminasi oleh jamur dan bakteri akan
mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan
eksplan biji manggis. Eksplan biji manggis berubah
warna menjadi coklat diikuti dengan kematian eksplan.
B. Induksi Kalus Embrionik Manggis
Menginduksi terbentuknya kalus merupakan salah
satu langkah penting dalam budidaya kultur in vitro,
setelah kalus terbentuk pada eksplan, kalus mengadakan
proliferasi yaitu jika suatu kalus tumbuh dengan cepat.
Dari proliferasi ini sebagian kelompok-kelompok sel
meristem menjadi embrionik (Suryowinoto, 1996). Induksi
kalus dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh terutama
auksin (Anonim, 2004). Auksin yang paling banyak
pengaruhnya untuk inisiasi kalus adalah 2,4 D. Upaya
untuk menghasilkan kalus embrionik dari biji tanaman
manggis mensyaratkan biji harus dibelah terlebih
dahulu, karena kalus terbentuk pada bagian tanaman yang
mengalami pelukaan.
1. Saat Muncul Kalus dan Persentase Eksplan Berkalus
Penelitian ini untuk perlakuan pembelahan
dikombinasikan dengan konsentrasi 2,4 D. Kecepatan
17
tumbuh pada eksplan manggis dapat diketahui dari
variabel saat muncul kalus. Persentase eksplan berkalus
merupakan kemampuan eksplan untuk tumbuh kalus dalam
medium MS dengan penambahan variasi konsentrasi 2,4 D
30 ppm dan 40 ppm. Hasil pengamatan persentase eksplan
berkalus dan saat muncul kalus disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Persentase Saat Muncul Kalus dan EksplanBerkalus Pada Berbagai PerlakuanPerlakuan bijibelah + ZPT
Saat MunculKalus (hari)
EksplanBerkalus (%)
Belah 2 + 2,4 D30 ppm 14,60 a 86,67
Belah 2 + 2,4 D40 ppm 12,70 a 80,00
Belah 4 + 2,4 D30 ppm 13,10 a 80,00
Belah 4 + 2,4 D40 ppm 18,25 a 60,00
Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkantidak ada beda nyata berdasarkan uji F pada tarafnyata 95%.
Tabel 4 hasil sidik ragam (lampiran 4) menunjukkan
saat muncul kalus tidak ada beda nyata, semua perlakuan
mempunyai rata-rata hari saat muncul kalus setelah
eksplan kalus berumur dua minggu. Hal ini dapat
disebabkan oleh faktor genetis tanaman dan ZPT yang
digunakan konsentrasinya tidak jauh berbeda. Menurut
Rineksane (2000) tiap tanaman yang berbeda spesiesnya
mempunyai waktu perkecambahan yang berbeda-beda. Namun
dilihat dari rata-rata hari saat muncul kalus pada
18
perlakuan biji dibelah dua + 2,4 D 40 ppm paling cepat
tumbuh kalus yaitu 12,7 hari dibandingkan perlakuan
lainnya, sedangkan kalus paling lambat tumbuh dilihat
dari rata-rata hari saat muncul kalus pada perlakuan
biji dibelah empat + 2,4 D 40 ppm yaitu 18,25 hari.
Kalus mulai muncul dari salah satu sudut permukaan biji
kemudian tumbuh hingga menutupi permukaan biji.
Diantara biji yang ditanam ada yang membelah dahulu dan
ada biji yang kulitnya mengelupas terlebih dahulu
kemudian pada bagian yang membelah dan biji yang
kulitnya terkelupas tersebut tumbuh kalus.
Tabel 4 menunjukkan bahwa persentase eksplan
berkalus tertinggi pada perlakuan biji dibelah dua +
2,4 D 30 ppm yaitu 86,67% dan persentase eksplan
berkalus terendah pada perlakuan biji dibelah empat +
2,4 D 40 ppm yaitu 60%. Persentase eksplan berkalus
biji dibelah empat lebih kecil dibandingkan biji
dibelah dua karena biji yang lebih banyak dibelah
ukuran eksplan makin kecil maka semakin sempit pula
luas permukaan penyerapan terhadap unsur hara dan ZPT
sehingga kemampuan membentuk kalus juga lebih kecil dan
dalam medium MS terdapat penambahan 2,4 D konsentrasi
tinggi sehingga eksplan yang lebih kecil kurang mampu
membentuk kalus pada medium dengan 2,4 D konsentrasi
tinggi. Penambahan zat pengatur tumbuh yang melebihi
konsentrasi optimalnya mengakibatkan pengaruh
19
penghambatan terhadap pertumbuhan tanaman (George dan
Sherrington, 1984). Perlakuan biji dibelah dua
mempunyai cadangan makanan lebih banyak dibandingkan
biji yang dibelah empat sehingga biji dibelah dua lebih
mampu untuk tumbuh kalus lebih banyak dibandingkan biji
dibelah empat.
Sementara pada perlakuan biji dibelah dua dengan
2,4 D 40 ppm dan perlakuan biji dibelah empat + 2,4 D
30 ppm yaitu 80%. Hal ini menunjukkan bahwa eksplan
biji manggis yang sudah dibelah mampu untuk tumbuh
kalus pada medium MS dengan penambahan 2,4 D dilihat
dari persentase eksplan berkalus yang cukup tinggi
namun belum tentu apakah kalus yang tumbuh bersifat
embrionik atau tidak. Pada penelitian Normah dkk
(1992) kotiledon manggis dibelah dua pada medium MS +
2,4 D 30 mg/l kalus terbentuk namun belum embrionik.
2. Diameter Kalus, Berat Segar Kalus dan Tekstur Kalus
Efek dari auksin pada perkembangan meristem juga
jelas pada pembentukan jaringan. Jika tanaman dilukai
dan bagian luka kontak dengan auksin dalam jumlah
besar, rangsangan eksternal akan menyebabkan kalus
(Katuuk, 1989). Untuk mengetahui pertumbuhan kalus
secara kuantitatif dan kualitatif maka dilakukan
pengamatan diameter kalus dan berat segar kalus
dilakukan seminggu sekali sedangkan untuk pengamatan
20
tekstur kalus dilakukan pada minggu ke 12. Hasil
pengamatan tersaji dalam tabel 5.
Tabel 5. Diameter Kalus dan Tekstur Kalus Pada MingguKe 12, Berat Segar Kalus Pada Minggu Ke 4Berbagai Perlakuan
Perlakuan bijibelah + ZPT
DiameterKalus (cm)
Berat SegarKalus (g)
TeksturKalus (%)
Belah 2 + 2,4 D30 ppm
1,82 a 0,19 a 12,22
Belah 2 + 2,4 D40 ppm
1,73 ab 0,23 a 11,67
Belah 4 + 2,4 D30 ppm
1,56 b 0,30 a 10,00
Belah 4 + 2,4 D40 ppm
1,31 c 0,18 a 11,67
Ket : Angka yang diikuti huruf yang sama menunjukkantidak ada beda nyata berdasarkan uji F pada tarafnyata 95%.
a. Diameter Kalus
Diameter kalus berkaitan erat dengan adanya
pertumbuhan, penambahan jumlah sel, dan komposisi dari
media. Tabel 5 hasil sidik ragam (lampiran 4)
menunjukkan diameter kalus pada perlakuan biji dibelah
dua + 2,4 D 30 ppm berbeda nyata dengan perlakuan biji
dibelah empat + 2,4 D 30 ppm dan perlakuan biji dibelah
empat + 2,4 D 40 ppm sedangkan dengan perlakuan biji
dibelah dua + 2,4 D 40 ppm tidak berbeda nyata. Hal ini
menunjukkan diameter kalus yang terbaik pada perlakuan
21
biji dibelah dua + 2,4 D 30 ppm yaitu 1,82 cm dan
perlakuan biji dibelah dua + 2,4 D 40 ppm yaitu 1,73
cm. Perkembangan diameter kalus dapat dilihat dari
gambar 1.
0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
0.12
0.14
0.16
0.18
0.2
1 ke 2 2 ke 3 3 ke 4 4 ke 5 5 ke 6 6 ke 7 7 ke 8 8 ke 9 9 ke 10 10 ke 11 11 ke 12
M inggu Ke
Selis
ih Diameter Kalus
(cm)
A BCD
Keterangan :(A) : Biji dibelah dua dengan perlakuan ZPT 2,4 D 30 ppm(B) : Biji dibelah dua dengan perlakuan ZPT 2,4 D 40
ppm(C) : Biji dibelah empat dengan perlakuan ZPT 2,4 D
30 ppm(D) : Biji dibelah empat dengan perlakuan ZPT 2,4 D
40 ppm
Gambar 1. Grafik Perkembangan Selisih Diameter KalusTiap Perlakuan
Gambar 1 menunjukkan bahwa biji dibelah dua
sebagian besar yang mendominasi angka tertinggi untuk
selisih peningkatan diameter kalus dari minggu ke
minggu karena perlakuan biji dibelah dua mempunyai
cadangan makanan yang lebih banyak dibandingkan biji
yang dibelah empat sehingga biji yang dibelah dua lebih
mudah untuk mengalami fotomorfogenesis dan kalus pada
eksplan yang dibelah dua lebih mampu berkembang karena
22
mempunyai permukaan irisan yang langsung menyentuh
medium lebih luas maka kesempatan eksplan untuk lebih
mudah menyerap unsur hara dan ZPT lebih besar
dibandingkan biji yang dibelah empat. Gambar 1 juga
menunjukkan antara minggu ke 2 dan minggu ke 3 terjadi
peningkatan angka selisih diameter kalus yang cukup
tinggi pada perlakuan biji dibelah empat + 2,4 D 40 ppm
dibandingkan perlakuan lain hal ini menunjukkan antara
minggu ke 2 dan minggu ke 3 biji dibelah 4 mempunyai
permukaan irisan lebih banyak sehingga proses imbibisi
berjalan lebih cepat akibatnya kulit pada eksplan biji
mengelupas sehingga diameter tampak lebih luas namun
proses tersebut hanya berjalan antara minggu ke 2 dan
minggu ke 3 saja, untuk minggu – minggu berikutnya
eksplan tidak mengalami perkembangan lagi bahkan
mengalami stagnasi pada minggu ke 7 menuju minggu ke 8
hal ini dapat disebabkan cadangan makanan pada eksplan
biji dibelah 4 sudah tidak mencukupi kebutuhan eksplan
untuk fotomorfogenesis.
Perlakuan biji dibelah empat ukuran eksplannya
lebih kecil dibandingkan eksplan biji dibelah dua
sehingga biji dibelah dua cadangan makanannya lebih
banyak akibatnya biji yang dibelah dua masih bisa
mengalami perkembangan pada diameter kalus sampai
minggu ke 12 . Hasil ini sesuai dengan pendapat
Salisbury et al., (1995) cit Rineksane (2000) yang
23
menyatakan auksin secara tidak langsung berperan dalam
pembelahan sel. Auksin berperan sebagai senyawa yang
mengawali replikasi DNA sebelum sel membelah.
b. Berat Segar Kalus
Berat segar kalus sangat dipengaruhi oleh
perkembangan kalus. Dari tabel 3 hasil sidik ragam
(lampiran 4) diketahui bahwa berat segar kalus semua
perlakuan yang dicobakan menunjukkan tidak ada beda
nyata antar perlakuan. Namun dilihat dari rerata yang
tertinggi adalah perlakuan biji dibelah empat + 2,4 D
30 ppm sedangkan rerata yang terendah pada perlakuan
biji dibelah dua + 2,4 D 30 ppm. Hal ini dapat
disebabkan biji yang dibelah dua lebih banyak menyerap
unsur hara dan ZPT dibandingkan biji yang dibelah empat
akibatnya untuk rerata berat segar kalus cenderung
lebih tinggi perlakuan belah empat dibandingkan
perlakuan belah dua.
Pertambahan berat segar kalus pada semua perlakuan
mengalami penurunan walaupun kalus mengalami
pertumbuhan. Hal ini karena eksplan membutuhkan unsur
hara makro dan mikro dalam pertumbuhannya sehingga
eksplan menyerap dan mengambil unsur-unsur hara yang
ada dalam medium dan sebagian berubah dalam bentuk CO2
dan air selama metabolisme. Oleh karena itu walaupun
kalus mengalami pertumbuhan dan perkembangan tetapi
24
berat medium semakin berkurang. Menurut Suryowinoto
(1996) terbentuk kalus dapat disebabkan oleh adanya
sel-sel yang kontak dengan media terdorong menjadi
merismatik kembali dan selanjutnya aktif mengadakan
pembelahan seperti jaringan penutup luka. Fotosintesis
jaringan sebagian besar jenis tanaman secara in vitro
sangat rendah dan sebagian besar bergantung pada suplai
sukrosa dari medium (Wattimena, 1992).
c. Tekstur Kalus
Tekstur kalus mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kalus, pada induksi kalus dari eksplan
biji manggis kalus berkembang dengan cepat. Persentase
tekstur kalus semakin tinggi maka tekstur kalus
bersifat semakin remah, dan semakin kecil persentasenya
maka tekstur kalus bersifat semakin kompak. Kalus yang
bersifat remah lebih mudah untuk mengalami diferensiasi
dibandingkan kalus yang bersifat kompak. Dari tabel 5
diketahui bahwa persentase tekstur kalus tertinggi pada
perlakuan biji dibelah dua + 2,4 D 30 ppm yaitu 12,22%
sedangkan persentase terendah pada perlakuan biji
dibelah empat + 2,4 D 30 ppm yaitu 10%. Kalus yang
mempunyai tekstur kalus yang bersifat kompak akan
mengalami stagnasi pada minggu ke 8. Menurut Katuuk
(1989) ketidakseimbangan bahan kimia dapat
mengakibatkan pertumbuhan tertahan, perkembangan tidak
25
normal akan terjadi bila auksin diberikan terlalu
banyak sesudah sel berdiferensiasi. Berdasarkan
penelitian Teo (1998) eksplan biji manggis dibelah
horizontal atau vertikal menjadi dua dan empat belahan
dan ditanam pada medium dengan perlakuan NAA 0,1 dan 2
ppm menghasilkan kalus bertekstur remah. Penelitian
Normah (1992) menggunakan eksplan biji manggis yang
dibelah tiga kalus pada perlakuan medium MS + 2,4 D 20-
30 mg/l terbentuk kalus yang bersifat kompak namun
kalus mati setelah tiga minggu.
Pada perlakuan biji dibelah dua + 2,4 D 40 ppm
diduga ada yang tumbuh kalus embrionik karena dilihat
dari ciri fisik kalus yang tumbuh (gambar 6 pada
lampiran V). Kalus embrionik biasanya terdapat pada
permukaan eksplan dan bertekstur remah bentuknya
bergumpal-gumpal seperti berongga dan satu sama lain
mudah dipisahkan (Arnold et al., 2002). Permulaan
terbentuknya embriosomatik dapat dilihat pada bentuk
pertumbuhan yang membulat muncul biasanya dari eksplan
(Katuuk, 1989).
3. Warna Kalus
Pengamatan warna kalus menggunakan Munssel Plant
Tissue Colour Chart. Data warna kalus dihitung
persentasenya menggunakan teknik skoring dengan nilai
1-6 menunjukkan warna semakin hijau. Persentase warna
26
kalus, semakin tinggi persentasenya maka warna kalus
yang terbentuk semakin hijau. Menurut Evans cit
Sukariawan (1996) bahwa hanya sedikit sel eksplan yang
ditanam secara in vitro yang menjadi embrionik, bagian
yang embrionik adalah kalus yang berwarna putih sampai
kekuningan atau berwarna menyolok ungu dan kehijauan.
Persentase warna kalus tersaji pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pengamatan Persentase Warna Kalus PadaMinggu Ke 4, Minggu Ke 8 dan Minggu Ke 12 PadaBerbagai Perlakuan
Perlakuan BijiBelah + ZPT
Warna Kalus (%)Minggu ke 4 Minggu ke 8 Minggu ke
12Belah 2 + 2,4 D
30 ppm50,00
51,11
44,44
Belah 2 + 2,4 D40 ppm
45,56
38,89
38,89
Belah 4 + 2,4 D30 ppm
44,44
40,00
21,11
Belah 4 + 2,4 D40 ppm
26,67
24,44
21,11
27
Ket : Semakin tinggi angka persentasenya maka tingkatanwarna semakin hijau
Dari tabel 6 diketahui bahwa pada minggu ke 4
perlakuan biji dibelah dua + 2,4 D 30 ppm persentasenya
paling tinggi artinya warna kalus paling hijau
dibandingkan perlakuan lainnya. Untuk perlakuan biji
dibelah dua + 2,4 D 40 ppm dan perlakuan biji belah
empat + 2,4 D 30 ppm angka persentasenya sedikit di
bawah perlakuan biji dibelah dua + 2,4 D 30 ppm,
artinya warna kalus masih tergolong hijau. Persentase
warna kalus terendah pada perlakuan biji dibelah empat
+ 2,4 D 40 ppm yaitu 26,67% namun dengan angka
persentase tersebut warna kalus berwarna hijau muda.
Hal ini dapat disebabkan karena hara makro N, Mg, dan
hara mikro Fe dalam medium MS yang mempunyai peranan
penting dalam sintesis klorofil.
Pada minggu ke 8 persentase warna kalus untuk
perlakuan biji dibelah dua + 2,4 D 30 ppm mengalami
kenaikan tidak banyak, persentase warna kalus menjadi
51,11% artinya warna kalus berwarna lebih hijau
dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini diduga unsur-
unsur hara makro dan mikro yang ada pada medium, unsur
N berperan dalam pembentukan hijau daun, unsur Mg
berperanan untuk meningkatkan fosfat dalam tanaman
sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah
protein, dengan terbentuknya sejumlah protein maka
28
pertumbuhan kalus menjadi hijau sempurna. Unsur-unsur
ini masih bisa mencukupi kebutuhan eksplan sehingga
angka persentase warna kalus untuk semua perlakuan pada
minggu ke 8 tidak terlalu jauh berbeda pada minggu ke
4. Persentase warna kalus terendah pada perlakuan biji
dibelah empat + 2,4 D 40 ppm yaitu 24,44%, angka
persentase ini berarti warna kalus hijau kekuningan.
Penurunan persentase warna kalus terjadi pada
minggu ke 12 dapat dilihat dari tabel 6 pada perlakuan
biji dibelah dua + 2,4 D 30 ppm yaitu 44,44%, pada
perlakuan biji dibelah dua + 2,4 D 40 ppm yaitu 38,89%.
Perlakuan dengan persentase terendah biji dibelah empat
+ 2,4 D 30 ppm dan perlakuan biji dibelah empat + 2,4 D
40 ppm yaitu 21,11%. Hal ini diduga unsur-unsur hara
mulai berkurang. Setelah kalus tumbuh selama 4-6 minggu
medium mengalami pengurangan nutrien essensial,
mengeringkan agar karena kehilangan air dan metabolit
yang dihasilkan kalus mungkin akan terakumulasi pada
tingkat toksit media (Dodds dan Robert cit Sukariawan,
1998). Dari hasil penelitian Rineksane (2000)
menggunakan eksplan biji manggis dengan perlakuan
medium MS + BAP 5 dan 10 mg/l muncul kalus berwarna
putih, semakin banyak kalus warnanya menjadi oranye.
29
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Perlakuan terbaik pada keberhasilan sterilisasi
eksplan manggis adalah perlakuan biji dibelah dua
dalam medium MS + 2,4 D 30 ppm, ditunjukkan oleh
variabel persentase eksplan hidup, browning mati dan
kontaminasi.
2. Perlakuan terbaik terhadap induksi kalus eksplan
biji manggis yaitu biji dibelah dua dengan medium MS
+ 2,4 D 30 ppm namun belum embrionik.
30
3. Perlakuan yang diduga menghasilkan kalus embrionik
adalah biji dibelah dua dalam medium MS +2,4 D 40
ppm, ditunjukkan oleh parameter tekstur kalus,
browning recovery dan warna kalus.
B. Saran
a. Perlu dilakukan analisis mikroskopis dan subkultur
untuk mengetahui dengan jelas kalus yang dihasilkan
eksplan biji manggis bersifat embrionik atau tidak.
b. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang
induksi kalus embrionik eksplan biji manggis pada
medium MS + 2,4 D dengan konsentrasi lebih tinggi
sehingga dapat diketahui pola pertumbuhan dan
perkembangannya.
31
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Zat Pengatur Tumbuh. IPB.http://www.google.com//lgg.ind//Zat PengaturTumbuh dalam herbisida. htm. 1- 5p.
Arnold, S.V., Sabala, Bozhkov, P, Dyachok, J danFilanova, L. 2002. Development Pathway OfSomatic Embryogenesis. Kluwer Academic Publisher.Netherland. 69 : 233-249.
Cahyono, B. dan D. Juanda. 2000. Budidaya Manggis danAnalisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. 79hal
George, E. F. Dan P. D. Sherrington. 1984. PlantPropagation By Tissue Culture. Exegetic. Ltd. P791
Herianto. 2003. Pengaruh Sterilisasi Eksplan Kecambah TerhadapPertumbuhan Kedelai Varietas Wilis Secara Kultur In Vitro.Skripsi Fakultas Pertanian. UMY.(tidakdipublikasikan)
Indah, N. 1997. Penentuan Konsentrasi dan Jenis Bahan KimiaTerbaik Untuk Memperpanjang Kesegaran Bunga Potong SedapMalam. IPB. Bogor. (tidak dipublikasikan)
Katuuk, J. R. P., 1989. Teknik Kultur Jaringan DalamMikropropagasi Tanaman. Depdikbud Dirjen DIKTI.Jakarta. 178 hal
Muhtarizuddin. 2004. Subtisusi Sumber Hara dan ZPT untukMultipikasi Kalus dan Induksi Tunas Kedelai Hasil TransformasiGen Coat Protein SMV Secara Kultur In Vitro. SkripsiFakultas Pertanian UMY.(tidak dipublikasiakan)
32
Normah, M.N. 1992. Micropropagation Of MangosteenThrough Callus And Multiple Shoot Formation.Biotrop Special Publication. Bogor. 49: 81-83.
Nursandi, F dan Santoso, U. 2001. Kultur Jaringan
Tanaman. Universitas Muhammadiyah Malang. 193hal
Pierik, R.I.M., 1987. In Vitro Culture of Higher Plant.Martinus Nijhoff Publisher. Netherland. 213-217p.
Rineksane, I.A., 2000. Pengaruh Arang Aktif Pada PertumbuhanAkar Manggis Secara In Vitro. AgrUMY. VIII (1) : 24-29.
Rukmana R. 2003. Bibit Manggis. Kanisius. Yogyakarta.68 hal
Sukariawan, A. 1998. Diferensiasi Kalus Tebu Klon Ps 59 PadaBeberapa Sumber Sitokininin. Skripsi. FakultasBiologi. UGM
Sunarjono, H. 1986. Ilmu Produksi Tanaman Buah-Buahan.Sinar Baru. Bandung. 173-178p.
Suryowinoto, M. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara InVitro. Kanisius. Yogyakarta. 43-86p.
Teo, C.K.H., 1998. In Vitro Culture Of The MangosteenSeed. Acta Horticulture. 292: 81-85.
Wahyudiningsih, T.S., 1998. Struktur Perkembangan EmbrioSomatik Kalus Kotiledon Eucalyptus pellita F.Muell Secara InVitro Dengan Variasi Konsentrasi Amonium. Thesis PascaSarjana Program Studi Biologi UGM. Yogyakarta.
Wattimena, G.A., 1992. Bioteknologi Tanaman. PAUBioteknologi IPB. Bogor. 229 hal
33
Top Related