1
PENANAMAN PADI SAWAH (ORYZA SATIVA L.) DENGAN
SISTEM TAPIN, TABELA DAN TABELATOT
DITINJAU DARI ASPEK PERTUMBUHAN
GULMA
Oleh :
I Wayan Pasek Arimbawa
I Ketut Arsa Wijaya
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
F A K U L T A S P E R T A N I A N
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa,
karena atas limpahan karunia-Nya, penulisan Karya Ilmiah yang berjudul “
Penanaman Padi Sawah (Oryza sativa L .) dengan Sistem Tapin, Tabela dan
Tabelatot Ditinjau dari Aspek Pertumbuhan Gulma. “ dapat diselesaikan tepat
pada waktunya
Ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada :
1. Ketua Perpustakaan Universitas Udayana dan rekan-rekan yang banyak
memberikan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.
2. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah membantu
dalam penyelesaian tulisan ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik yang bersifat membangun, demi kesempurnaan skripsi ini
sangat penulis harapkan. Semoga tulisan ini ada manfaatnya bagi yang
berkepentingan
Denpasar, September 2015
Penulis
3
ABSTRAK
PENANAMAN PADI SAWAH (ORYZA SATIVA L .) DENGAN
SISTEM TAPIN, TABELA DAN TABELATOT
DITINJAU DARI ASPEK PERTUMBUHAN
GULMA .
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana,
dengan tiga jenis perlakuan dan diulang sebanyak lima kali. Perlakuan tersebut
adalah sistem tanam pindah (Tapin), sistem tabur benih langsung (Tabela) dan
sistem tabur benih langsung tanpa olah tanah (Tabelatot).
Adapun tujuan dari pada penelitian ini adalah untuk membandingkan
pertumbuhan gulmanya pada tanaman padi dengan sistem Tapin, Tabela, dan
Tabelatot.
Berdasarkan hasil statistika diperoleh bahwa sistem tanam berpengaruh nyata
terhadap parameter populasi jenis gulma m-2 umur 14 hst/hss, berat gulma basah
dan kering oven m-2 umur 14 hst/hss, lama penyiangan m -2 umur 20 hst/hss. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem Tabelatot dapat menurunkan berat
gulma basah m-2 pada umur 14 hst/hss masing-masing sebesar 96,46 % dan 92,63 %
dibandingkan dengan sistem Tabela dan Tapin dan menurunkan berat gulma kering oven
m-2 pada umur 14 hst/hss masing-masing sebesar 96,28 % dan 92,39 % dibandingkan
dengan sistem Tabela dan Tapin.
Kata kunci : Tapin, Tabela, Tabelatot,Tanaman Padi, Gulma
4
RINGKASAN
Pada budidaya padi, secara umum dikerjakan melalui urut-urutan kegiatan
seperti persiapan lahan, persiapan bibit, penanaman bibit, pemeliharaan dan
terakhir adalah panen. Budidaya padi dengan cara ini sering dikenal dengan sistem
tanam pindah (Tapin). Dari rangkaian kegiatan yang banyak memerlukan waktu
tersebut, belakangan ini dikembangkan teknik budidaya dengan sistem tabur benih
langsung (Tabela) dan tabur benih langsung tanpa olah tanah (Tabelatot). yaitu
penanaman padi dengan tujuan untuk mempersingkat rangkaian kegiatan yang
banyak memerlukan waktu, sehingga biaya produksi yang harus dikeluarkan bisa
dikurangi tanpa mengurangi hasil yang akan diperoleh.
Penelitian ini berjudul “ Penanaman Padi Sawah (Oryza sativa L.) dengan
Sistem Tapin, Tabela dan Tabelatot Ditinjau dari Aspek Pertumbuhan Gulma. “.
Penelitian ini berlangsung selama ± 4 bulan di Subak Bantas Bale Agung Kaja,
Desa Gadungan, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten Tabanan.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana
dengan tiga jenis perlakuan dan diulang sebanyak lima kali. Perlakuan tersebut
adalah sistem tanam pindah (Tapin), sistem tabur benih langsung (Tabela) dan
sistem tabur benih langsung tanpa olah tanah (Tabelatot)
Adapun tujuan dari pada penelitian ini adalah untuk membandingkan
pertumbuhan gulmanya pada penanaman padi dengan sistem Tapin, Tabela, dan
Tabelatot.
Hasil statistika menyatakan bahwa sistem tanam berpengaruh nyata terhadap
parameter populasi jenis gulma m-2 umur 14 hst/hss, berat gulma basah dan kering
oven m-2 umur 14 hst/hss, lama penyiangan m -2 umur 20 hst/hss, biaya penyiangan
ha-1 umur 20 hst/hss
Sistem Tabelatot menurunkan berat gulma basah m-2 pada umur 14 hst/hss
masing-masing sebesar 96,46 % dan 92,63 % dibandingkan dengan sistem Tabela dan
Tapin dan menurunkan berat gulma kering oven m-2 pada umur 14 hst/hss masing-masing
sebesar 96,28 % dan 92,39 % dibandingkan sistem Tabela dan
5
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL………………………………………………………………………...
KATA PENGANTAR………………………………………………………...
ABSTRAK…………………………………………………………………….
RINGKASAN ………………………………………………………………..
DAFTAR ISI …………………………………………………………………
DAFTAR TABEL …………………………………….………………………
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………
1.1 Latar Belakang ………………………………………..…………………
1.2 Tujuan Penelitian ………………………………………………..………
1.3 Hipotesis ……………………………………..…………………………
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……………………………………………….
2.1 Penanaman Padi ………………………………………………………..
2.1.1 Sistem tanam pindah (Tapin)……………………….…………….
2.1.2 Sistem tabur benih langsung (Tabela) … ………………………..
2.1.3 Sistem tabur benih langsung tanpa olah tanah (Tabelatot) ……..
2.2 Jenis-jenis Gulma pada Padi Sawah ……………………………………..
2.3 Persaingan Gulma dengan Tanaman Budidaya ………………………….
2.4 Cara Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi …………………………
BAB III METODE PENELITIAN……………………………………………
3.1 Rancangan Penelitian ……………………………………………………
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………………...
3.3 Bahan dan Alat Penelitian………………………………………………..
i
ii
iii
v
vi
vii
ix
x
xiv
1
1
4
4
5
5
5
6
6
9
13
14
15
15
15
15
18
6
3.4 Pelaksanaan di lapangan …………………………………………………
3.4.1 Penyiapan lahan ……………………………………….……….
3.4.2 Penanaman bibit/ penaburan benih……………………………..
3.4.3 Penyulaman ………………………………………….…………
3.4.4 Pengendalian gulma …………………………………….……...
3.4.5 Pengendalian hama dan penyakit ………………………………
3.4.6 Pemupukan ………………………………………………….….
3.5 Pengamatan dan Pengumpulan Data ……………………………………
3.5.1 Identifikasi gulma ……………………………………………...
3.5.2 Berat basah dan berat kering oven gulma m-2 (g) ……………...
3.6 Analisis Data …………………………………………………………………
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………….
4.1 Hasil Penelitian…………………………………………………………...
4.1.1 Populasi jenis gulma m-2 umur 14 hst/hss (batang)……………..
4.1.2 Populasi jenis gulma m-2 umur 42 hst/hss (batang)……………..
4.1.3 Berat gulma basah dan kering oven m-2 (g)…………………….
4.2 Pembahasan……………………………………………………………..
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………..
5.1 Kesimpulan ……………………………………………………………..
5.2 Saran …………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
LAMPIRAN ………………………………………………………………….
18
19
20
20
20
21
21
21
22
22
23
23
23
25
26
27
29
29
29
30
32
7
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
4.1
4.2
4.3.
4.4.
Signifikansi pengaruh perlakuan sistem tanam terhadap parameter yang
diamati……………………………………………………………
Populasi jenis gulma m-2 umur 14 hst/hss akibat perlakuan sistem Tapin,
Tabela dan Tabelatot (batang)…………………………………..
Populasi jenis gulma m-2 umur 42 hst/hss akibat perlakuan sistem Tapin,
Tabela dan Tabelatot (batang)…………………………………..
Berat gulmabasah m-2 umur 14 dan 42 hst/hss akibat perlakuan sistem
Tapin, Tabela dan Tabelatot
(batang)………………………………………………………………….
24
24
26
27
8
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
3.1
3.2
3.3
3.4
Gambar denah percobaan di lapang……………………………………..
Gambar luasan sampel pengamatan sistem Tapin (jarak tanam 20 cm x 20
cm). ……………………………………………………………………
Gambar luasan sampel pengamatan sistem Tabela (jarak tanam 20 cm x 15
cm). ……………………………………………………………………
Gambar luasan sampel pengamatan sistem Tabelatot (jarak tanam 20 cm x 15
cm). ………………………………………………………………..
20
21
21
22
9
DAFTAR LAMPIRAN
No Judul Halaman
1
2
3
Jenis gulma Jussiaea linifolia Vahl umur 14 hst/hss (batang) …………
Jenis gulma Jussiaea angustifolia Lmk umur 14 hst/hss (batang)………
Jenis gulma Frimbristylis littoralis Gaudich umur 14 hst/hss (batang)…
61
63
64
10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penanaman padi disawah biasanya dilakukan oleh petani dengan sistem
tanam pindah (Tapin) tetapi ada pula sistem tabur benih langsung (Tabela).
Kedua sistem ini kalau ditinjau dari persiapan lahannya dapat dilakukan baik
dengan pengolahan tanah secara sempurna maupun tanpa pengolahan tanah (Tot).
Sistem Tapin umumnya dilakukan dengan pengolahan tanah secara sempurna,
sedangkan Tapin yang persiapan lahannya tanpa pengolahan tanah (Tot) agak
jarang dilakukan karena sering mengalami kesulitan dalam penanaman bibit karena
tanahnya masih sangat keras (Pasek dkk, 2005).
Kegiatan Tapin banyak menyerap tenaga kerja seperti penanaman (26 %) dan
pengendalian gulma (17 %) dari kebutuhan seluruh tenaga kerja (Zaini,1996).
Suprihatno dkk (1996) pada studi kasus di Kabupaten Subang dan Karawang
menunjukkan bahwa kekurangan tenaga kerja banyak terjadi pada kegiatan tanam
dan penyiangan gulma. Karena itu teknologi Tapin perlu diperbaiki dengan target
peningkatan produksi dan efisiensi tenaga kerja, penurunan biaya produksi dan
peningkatan pemanfaatan lahan. Salah satu alternatif untuk mengatasi kendala
tersebut diupayakan dengan memperkenalkan teknik budidaya tabur benih langsung
(Tabela ).
Tabela merupakan pembudidayaan tanaman padi dengan menanam atau
menyebar benih padi secara langsung di areal pertanaman. Teknik Tabela yang
dikenal dan yang telah dilaksanakan oleh beberapa petani khususnya di Bali adalah
11
penanaman benih langsung pada lahan pertanian yang telah diolah secara
sempurna, sedangkan pada lahan pertanian yang tanpa mengalami pengolahan
tanah dan pelumpuran belum banyak diketahui atau belum dikenal sama sekali
(Pasek dkk, 2005).
Zaini (1996) menyatakan bahwa secara ekonomis kelebihan Tabela tersebut
ditunjukkan dengan penghematan pemakaian tenaga kerja 25-30 %, air 21 %,
sarana produksi 5-10 %, produksi lebih tinggi 10-25 % dan kualitas gabah lebih
baik dibandingkan dengan Tapin. Selain kelebihan tersebut di atas salah satu
kekurangan dari Tabela adalah banyaknya gulma yang tumbuh. Banyaknya
gulma yang tumbuh dan kurangnya pengetahuan petani dalam pengendalian
gulma, mengakibatkan sistem Tabela kurang diminati oleh sebagian besar petani,
khususnya petani padi sawah yang ada di Kabupaten Tabanan. Cara pengendalian
gulma yang kurang tepat pada sistem ini akan menambah biaya produksi yang
sangat tinggi, sehingga pendapatan bersih yang diterima oleh petani menjadi sangat
berkurang (Pasek dkk, 2005).
Mengingat kelemahan dari sistem Tabela adalah banyaknya gulma yang
tumbuh dan kurangnya pengetahuan petani dalam penanggulangan yang efisien,
maka kehadiran gulma tersebut dirasakan sangat memberatkan petani, akibatkan
penanaman padi dengan sistem Tabela tidak dapat berkembang dengan baik.
Salah satu alternatif untuk mengatasi kekurangannya adalah dengan melaksanakan
penanaman padi dengan sistem Tabelatot (Pasek dkk, 2005). Selanjutnya
dinyatakan bahwa penanaman padi sistem Tabelatot adalah penanaman padi
dengan menanam benih langsung di lahan pertanaman, yang mana persiapan
lahannya tidak dilakukan pengolahan tanah dan pelumpuran, tetapi cukup dengan
12
penyemprotan herbisida. Herbisida akan bekerja mematikan gulma yang tumbuh
dan sisa tanaman padi sebelumnya (singgang). Gulma dan singgang yang telah
mati dapat bermanfaat sebagai mulsa. Mulsa yang ada di areal pertanaman ini
bermanfaat untuk mencegah kerusakan tanah akibat pukulan air hujan, mengurangi
penguapan, menekan pertumbuhan gulma, meningkatkan bahan organik serta
kesuburan tanah sehingga akar padi dapat berkembang dengan baik.
Pasek dkk (2005) menyatakan bahwa rendahnya pertumbuhan gulma pada
pelaksanaan sistem Tabelatot disebabkan karena gulma dorman dalam tanah akan
tetap menjadi dorman, karena pada pelaksanaan sistem ini tidak dilakukan
pengolahan tanah secara sempurna, serta pemakaian herbisida. Selanjutnya
dinyatakan pengolahan tanah secara sempurna akan dapat menyebabkan gulma
yang mulanya dorman di dalam tanah akan dapat berada pada permukaan tanah dan
setelah muncul pada permukaan tanah sebagian besar akan dapat tumbuh kembali.
Berdasarkan kenyataan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
distribusi jenis gulma yang tumbuh pada tanaman padi dengan berbagai sistem
tanam, sehingga memudahkan dalam menentukan metode pengendalian yang
paling tepat.
13
1.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pada penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui distribusi jenis gulma pada penanaman padi dengan sistem
Tapin, Tabela dan Tabelatot.
2. Untuk mengetahui pengaruh dari jenis-jenis gulma yang tumbuh terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman padi serta perbandingan tingkat keuntungan
yang diperoleh.
1.3 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah distribusi jenis gulma
pada penanaman padi sistem Tabelatot akan lebih rendah dibandingkan dengan
sistem Tapin dan Tabela.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penanaman Padi
Penanaman padi sawah saat ini dilakukan dengan sistem tanam pindah
(Tapin) dan tabur benih langsung (Tabela). Dari kedua sistem ini kalau ditinjau
dari persiapan lahannya dapat dilakukan baik dengan pengolahan tanah dan
pelumpuran ataupun dengan tanpa pengolahan tanah dan pelumpuran (Tot).
2.1.1 Sistem tanam pindah (Tapin)
Sistem Tapin merupakan sistem tanam pindah yang diawali dengan persemaian
benih dan pemindahan bibit ke lahan pertanaman (transplanting), yang persiapan lahannya
bisa dilakukan dengan pengolahan tanah maupun tanpa pengolahan tanah. Tetapi yang
paling umum dilakukan adalah sistem Tapin yang persiapan lahannya dengan pengolahan
tanah secara sempurna, sedangkan Tapin yang persiapan lahannya tanpa pengolahan tanah
agak jarang dilakukan oleh petani karena sering mengalami kesulitan dalam penanaman
bibitnya karena tanahnya masih sangat keras (Pasek dkk, 2005).
Budidaya Tapin dilakukan dengan cara memindahkan bibit dari pesemaian pada saat
bibit berumur antara 18-25 hari. Bibit yang dipindah bisa berasal dari pesemaian basah
atapun pesemaian kering. Pesemaian basah dilakukan di sawah yang jumlah airnya cukup
(Setyo dan Suparyono, 1993). Kegiatan Tapin banyak menyerap tenaga kerja yaitu untuk
kegiatan tanam (26 %) dan pengendalian gulma (17 %) dari kebutuhan seluruh tenaga
kerja yang dibutuhkan. Begitu juga dengan halnya umur Tapin lebih panjang 10-14 hari
kalau dihitung dari saat penebaran benih di pesemaian (Zaini, 1996).
Suprihatno dkk (1996) dari studi kasus di Kabupaten Subang dan
Karawang menunjukkan bahwa kekurangan tenaga kerja banyak terjadi pada
15
kegiatan tanam dan penyiangan gulma. Karena itu teknologi Tapin perlu diperbaiki
dengan target peningkatan produksi dan efisiensi tenaga kerja, penurunan biaya
produksi dan peningkatan pemanfaatan lahan. Salah satu alternatif untuk
mengatasi kendala tersebut dengan memperkenalkan teknik budidaya tabur benih
langsung (Tabela).
2.1.2 Sistem tabur benih langsung (Tabela)
Kurang tersedia dan mahalnya tenaga kerja karena persaingan dengan sektor non
pertanian akan mempersulit penerapan teknologi Tapin secara utuh (de Datta, 1973).
Pencetakan sawah baru, ketersediaan jaringan irigasi dan varietas unggul berumur pendek,
biaya tenaga kerja yang mahal telah memotivasi banyak petani padi sawah untuk beralih
dari teknik Tapin ke teknik Tabela (Supriadi dan Kasim, 1995).
Tabela merupakan pembudidayaan tanaman padi dengan menanam atau menyebar
benih padi secara langsung di areal pertanaman. Pengertian lain adalah penanaman padi
pada suatu lahan tanpa melalui pesemaian atau tanpa adanya pemindahan bibit ke tempat
pertanaman (Supriadi dan Kasim, 1995). Teknik Tabela yang dikenal dan yang telah
dilaksanakan oleh beberapa petani khususnya di Bali adalah penanaman benih langsung
pada lahan pertanian yang telah diolah atau telah dilumpurkan, sedangkan pada lahan
pertanian yang tanpa mengalami pengolahan tanah dan pelumpuran belum banyak
diketahui atau belum dikenal sama sekali (Pasek dkk, 2005).
Taslim dan Supriadi (1995) menyatakan bahwa Tabela dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu menyebar benih secara merata di atas permukaan tanah yang sering disebut
Tabela sebar (broadcast) sehingga jarak tanamnya tidak beraturan dan menanam benih
langsung di dalam barisan atau Tabela baris yaitu dengan menggunakan alat seeder.
Penggunaan seeder keluarnya benih lebih bisa diatur sehingga kerapatan populasi
16
tanaman yang dihasilkan lebih sesuai dengan keinginan. Tabela dalam barisan dapat
dijadikan pengganti Tapin tanpa mengurangi produksi, bahkan dapat menurunkan biaya
produksi. Kebutuhan tenaga kerja untuk menanam dengan menggunakan alat tanam atau
seeder, hanya membutuhkan sepertiga dari yang dibutuhkan pada Tapin.
Zaini (1996) menyatakan bahwa secara ekonomis kelebihan Tabela ditunjukkan
dengan penghematan pemakaian tenaga kerja 25-30 %, air 21 %, sarana produksi 5-10 %,
produksi lebih tinggi 10-25 % dan kualitas gabah lebih dibandingkan dengan Tapin. Selain
kelebihan tersebut di atas beberapa kekurangan dari Tabela baris adalah tanaman mudah
rebah (perakaran dangkal) dan meningkatnya jumlah gulma yang tumbuh. Banyaknya
gulma yang tumbuh dan kurangnya pengetahuan petani dalam hal cara pengendalian dan
pemberantasannya, mengakibatkan sistem Tabela kurang diminati oleh sebagian besar
petani, khususnya petani padi sawah yang ada di Kabupaten Tabanan. Pengendalian
gulma yang kurang tepat pada sistem ini akan menambah biaya produksi, sehingga
pendapatan bersih yang diterima oleh petani menjadi berkurang.
2.1.3 Sistem tabur benih langsung tanpa olah tanah (Tabelatot)
Mengingat kelemahan dari sistem Tabela adalah banyaknya gulma yang tumbuh dan
kurangnya pengetahuan petani dalam hal cara pemberantasan yang efisien, sehingga
kehadiran gulma tersebut dirasakan sangat memberatkan petani, mengakibatkan
pelaksanaan penanaman padi dengan sistem Tabela tersebut tidak dapat berkembang
dengan baik. Salah satu alternatif untuk mengatasinya adalah dengan melaksanakan
penanaman padi dengan sistem Tabelatot (Pasek dkk, 2005). Selanjutnya dinyatakan
bahwa penanaman padi sistem Tabelatot adalah penanaman padi dengan menanam benih
langsung di lahan pertanaman, yang mana persiapan lahannya tidak dilakukan pengolahan
tanah dan pelumpuran, tetapi cukup dengan penyemprotan herbisida. Herbisida akan
bekerja mematikan gulma yang tumbuh dan sisa tanaman padi sebelumnya (singgang).
17
Gulma dan singgang yang mati tersebut dapat bermanfaat sebagai mulsa. Mulsa yang ada
diareal pertanaman ini bermanfaat untuk mencegah kerusakan tanah akibat benturan air
hujan, mengurangi penguapan, membantu menekan pertumbuhan gulma yang tumbuh
kemudian, meningkatkan bahan organik serta kesuburan tanah yang membantu
melonggarkan tanah sehingga akar padi dapat berkembang dengan mudah dan tanaman
padi dapat tumbuh seperti biasa.
Pasek dkk (2005) menyatakan bahwa rendahnya pertumbuhan gulma pada
pelaksanaan sistem Tabelatot disebabkan oleh dormansi gulma yang ada dalam tanah
sebagai akibat tidak dilakukan pengolahan tanah secara sempurna. Selanjutnya dinyatakan
pengolahan tanah secara sempurna akan dapat menyebabkan gulma yang mulanya
dorman didalam tanah akan dapat berada pada permukaan tanah dan setelah muncul pada
permukaan tanah sebagian besar akan dapat tumbuh kembali.
Apabila dibandingkan dengan sistem tanam pindah (Tapin) yang biasa dilakukan
petani di daerah Kabupaten Tabanan, maka dalam pelaksanaan penanaman padi sistem
Tabelatot ini, biaya pengolahan tanah atau penyiapan lahan dapat dihemat sampai 90 %,
biaya bibit dapat dihemat sampai 50 %, biaya penanaman dapat dihemat sampai 92 %,
biaya penyiangan dapat dikurangi sampai 50 %, biaya pupuk dapat dikurangi sampai 30
%, pelaksanaannya mudah dan mudah diterapkan oleh petani sedangkan hasil yang
diperoleh tidak jauh berbeda bahkan bisa lebih tinggi dari potensi hasil yang biasa
diperoleh pada sistem Tapin. Dari hasil Demplot yang dilakukan di Desa Gadungan
Kecamatan Selemadeg, Desa Nyuling, Kecamatan Kediri Tabanan dan Desa Penatih
Kabupaten Badung rata-rata hasil yang diperoleh lebih tinggi dari milik petani setempat
yaitu antara 5,5-7,0 t/ha. Kenyataan ini sudah tentunya akan dapat meningkatkan
pendapatan petani cukup tinggi, karena biaya produksi yang dibutuhkan dapat ditekan
cukup banyak, sedangkan hasil yang diperoleh tetap tinggi. Berdasarkan perhitungan
Total biaya yang dikeluarkan, budidaya tanaman padi sistem Tabelatot dapat mengurangi
18
biaya produksi lebih dari 65 % dan waktu yang dibutuhkan dalam pengelolaannya sangat
efisien yaitu bisa dihemat sampai lebih dari 73 % (Pasek dkk, 2004).
2.1 Jenis-jenis Gulma pada Padi Sawah
Lovett (1979) menyatakan, gulma adalah tumbuhan yang mempunyai nilai negatif,
tumbuhan yang tidak dikehendaki, atau tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak
diinginkan. Gulma juga didefinisikan sebagai tumbuhan yang belum diketahui
kegunaannya (Moenandir, 1988). Gulma yang berasosiasi dengan tanaman dapat
menimbulkan kerugian, karena kehadirannya menyebabkan
terjadinya persaingan untuk memperebutkan sumber daya tumbuh antara gulma dan
tanaman. Persaingan ini mengakibatkan menurunnya hasil tanaman dan kualitasnyapun
rendah. Penurunan hasil akibat adanya persaingan tanaman padi dengan gulma bisa
mencapai antara 25-50 % (Sundaru dkk, 1976).
Berdasarkan hasil penelitian Balitan Bogor terdapat 33 spesies gulma pada
tanaman padi sawah, dan yang paling dominan adalah Monochoria vaginalis, Paspalum
disticum, Frimbristylis, Cyperus difformis, Scirpus juncoide, Echinochloa crusgalli,
Spenochlea zeylanica, Cyperus iria, Limnocharia flava, Lersia hexandra, Echinochloa
colonum, dan Leptochloa chinensis, Jussiaea linifolia, Jussiaea angustifolia, Rotala
leptopetala, Cyperus halpan, Leptochloa chinensis (Sundaru dkk, 1976).
a. Monochoria vaginalis
Monochoria vaginalis merupakan gulma tahunan dengan tinggi 10-50 cm, tumbuh
tegak dengan rimpang yang pendek. Daun waktu muda berbentuk panjang dan sempit,
kemudian berbentuk lanset, sedangkan yang sudah tua berbetuk bulat telur atau bulat
memanjang. Bagian pangkal bangun jantung.panjang 2-12,5 cm, lebar 0,5-10 cm. Bunga
banyaknya 3-25 buah, terbuka secara serentak. Perhiasan bunga panjangnya 11-15 mm.
19
Tinggi bunga 4-25 mm. Biasanya terdapat pada tanah berair terutama di sawah-sawah
(Sundaru dkk, 1976).
b. Paspalum disticum atau rumput kawat
Rumput kawat ini banyak tersebar diseluruh dunia. Tanaman ini termasuk jenis
rumput dan termasuk jenis gulma tahunan. Karangan bunganya bercabang dua.
Berkembang biak dengan potgan batang dibawah tanah yang menjalar. Dapat bertahan
hidup dalam sawah tergenang, tanah yang berdaraenase buruk, bahkan di sawah yang
berdraenase baik (Anon., 1985).
c. Frimbristylis
Merupakan gulma setahun, tumbuh berumpun, tinggi 20-60 cm. Batangnya, tidak
berbulu, bersegi empat dan tumbuh tegak. Daun terdapat di bagian pangkal batang,
berbentuk garis, menyebar lateral, tepi luar tipis, panjang sampai 40 cm. Bunganya
mempunyai karangan bunga bercabang banyak. Buah berwarna kuning pucat atau hampir
putih, bentuk bulat telur terbalik (Sundaru dkk, 1976).
d. Cyperus difformis
Merupakan gulma setahun termasuk golongan teki, tumbuh berumpun, tinggi 10-70
cm. Batang berbentuk segitiga, licin, agak lunak, meruncing pada ujungnya. Daun dalam
jumlah yang sedikit terdapat pada pangkal batang, umumnya lebih diujung, anak bulir
banyak dan rapat, membentuk suatu massa bulat pada ujung cabang (Sundaru dkk, 1976).
e. Echinochloa crusgalli
Merupakan tumbuhan setahun, perakaran dangkal, tumbuh berumpun, tinggi 50-
150 cm. Batang kokoh, tumbuh tegak. Daun rata, panjang 10-20 cm, lebar 0,5-1 cm,
bentuk garis meruncing ke arah ujung, warna hijau muda. Karangan bunga terdapat
diujung, mula-mula tumbuh tegak kemudian merunduk. Panjangnya 5-21 cm, terdiri dari
5-40 tandan (Sundaru dkk, 1976).
20
f. Spenochlea zeylanica atau gunda padi
Gunda padi termasuk jenis teki, tumbuhan setahun, percabangan tegak dengan
tinggi 10-150 cm. Batang bulat berongga dan silindris, agak lemah, warna hijau
kekuning-kuningan. Daun tersebard engan bentuk memanjang atau lanset, tepi daun rata,
warna hijau muda, panjang 2,5-12,5 cm, lebar 0,5-5 cm,. Bunga berbentuk bulir terletak
diujung, tegak, lebar 0,75-7,5 cm (Sundaru dkk,1976).
g. Cyperus iria
Gulma ini termasuk jenis teki, tumbuhan semusim. Berakar serabut berwarna merah
kekuning-kuningan. Daun di bawah bunga lebih panjang dari pada bunganya.
Berkembang biak melalui biji. Tiap tumbuhan menghasilkan biji sampai 5.000 butir
(Anon., 1985).
h. Limnocharis flava atau enceng
Gulma ini termasuk gulma setahun, dapat dimakan, dengan tinggi 20-90 cm. Daun
berbentuk agak bulat, bagian pangkal membulat, warna hijau muda, panjang 7,5-28 cm
dan lebar 5-22 cm. Tangkai karangan bunga dan tangkai daun mempunyai rongga-rongga
udara yang berdinding tipis. Daun kelopak panjang 1,75-2,5 cm, daun mahkota berwarna
kuning muda dimana pangkalnya berwarna lebih tua. Tangkai bunga panjangnya 3-7 cm
(Sundaru dkk,1976).
i. Lersia hexandra atau jukut lameto
Termasuk gulma tahunan, dengan rimpang menjalar, tinggi 20-100 cm. Batang
ramping, agak lunak, bagian pangkal biasanya menjalar dan berakar, sedang bagian atas
tumbuh tegak, berongga, licin atau agak berbulu pendek di bawah buku-buku. Helaian
daun rata, agak kasar pada kedua sisi, meruncing ke arah ujung, panjang daun 3-28 cm,
lebar 2-12 mm, warna hijau terang. Banyak terdapat disekitar sawah dan tempat-tempat
yang basah (Sundaru dkk,1976).
21
j. Echinichloa colonum
Termasuk tumbuhan semusim, jenis rumput. Batang seperti pipa berongga.
Pertumbuhan sedikit menyebar, tinggi kurang dari 1 m. Helaian daun relatif sempit.
Karangan bunga panjangnya 6-12 cm (Sundaru dkk,1976).
k. Leptochloa chinensis
Termasuk tumbuhan setahun, dengan tinggi 50-100 cm. Batang agak ramping, licin,
kokoh. Daun tipis, rata, berbangun garis, meruncing, panjang 10-30 cm, lebar 0,5-1,5 cm.
Pelepah tidak berbulu.. Karangan bunga di ujung, tersusun pada suatu poros, biasanya
dengan panjang lebih kurang setengah dari panjang keseluruhan batang, berwarna merah
kemerahan (Sundaru dkk,1976).
l. Jussiaea linifolia
Tumbuhan setahun, tumbuh tegak, tanpa bulu-bulu atau agak berbulu-bulu dengan
tinggi 50-150 cm. Batang bersegi, sering berwarna hijau kemerah-merahan. Daun bentuk
bulat memanjang berbentuk lanset, letak berselang-seling, meruncing ke arah ujung,
panjang 1-10 cm, lebar 0,25-3,5 cm, tepi daun sering berwarna ungu kemerah-merahan.
Bunga terdapat di pangkal daun bagian atas. Daun mahkota 4, warna kuning, bentuk bulat
telur, panjang 3-5 mm. Buah berupa
kapsul, panjang 1-2,5 cm, bentuk ramping hampir bulat, warna kemerah-merahan
(Sundaru dkk,1976).
m. Juswsiaea angustifolia
Tumbuhan setahun, tumbuh tegak, kokoh, dengan tinggi 25-150 cm. Batang
bersegi, sering dengan warna hijau keungu-unguan. Daun bervariasi dari bangun jorong
sampai lanset sempit, dengan panjang 2,5-15 cm, lebar 0,25-3,0 cm, tepi daun rata.
Bunga terdapat di ketiak, daun mahkota 4, daun kelopak 4, daun
22
mahkota warna kuning, bervariasi dari bulat panjang dengan diameter 9-15 mm x 8-16
mm. Tangkai bunga 0,5-7 mm. Buah besar, berupa kapsul, warna hijau keungu-unguan,
panjang 2,5-5,0 cm (Sundaru dkk,1976).
n. Rotala leptopetala
Tumbuhan setahun atau tahunan, tumbuh tegak atau kadang-kadang menjalar
dengan tinggi 10-50 cm. Batang agak lunak, bersegi, sering dengan warna putih keungu-
unguan. Daun berhadapan, bersilangan, bentuk bulat memanjang lanset, membulat,
panjang 9-30 mm, lebar 3-9 mm. Daun mahkota bunga kecil, tepi rata, panjang 0,2-0,5
mm. Daun kelopak runcing. Buah bagian pangkal hijausedang ujung merah ungu,
diameter 2 mm, berdinding tipis. Biji banyak dan sangat kecil (Sundaru dkk,1976).
2.2 Persaingan Gulma dengan Tanaman Budidaya
Persaingan merupakan proses fisik antara dua jenis tumbuhan yang tumbuh bersama
dalam mengambil sumber daya yang diperlukan untuk pertumbuhannya (Zimdahl, 1980).
Dua atau lebih tumbuhan yang hidup pada lingkungan yang sama membutuhkan
persyaratan tumbuh yang sama, dan jika salah satu tidak tersedia dalam jumlah yang
cukup maka timbulah persaingan (Moenandir, 1988). Sumber daya pertumbuhan yang
diperebutkan dalam persaingan tersebut antara lain unsur hara, cahaya, air, dan ruang
tumbuh (Kuntoharjo, 1980). Tjitrosoedirdjo dkk (1988) menyatakan bahwa derajat
persaingan dipengaruhi oleh jenis tanaman, spesies gulma, densitas kedua jenis, umur
tanaman dan gulma, lamanya waktu gulma berkompetisi, status kesuburan tanah dan
tersedianya air.
Persaingan antara tanaman dengan gulma mengakibatkan pertumbuhan tanaman
menjadi tertekan. Hal ini disebabkan karena gulma tumbuh lebih cepat, menghabiskan
sumber daya lebih banyak, mempunyai daya regenerasi tinggi sehingga populasinya cepat
bertambah, dan daya adaptasinya terhadap lingkungan sangat memungkinkan gulma
23
tumbuh baik walaupun keadaan lingkungan kurang mendukung. Gulma juga
menunjukkan efek allelopati terhadap tanaman, dimana allelopati atau senyawa beracun
yang dikeluarkannya menyebabkan keadaan lingkungan tanaman terganggu dan hal ini
kurang menguntungkan bagi tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman tidak normal dan
tidak mampu berproduksi dengan baik (Moenandir, 1988).
2.3 Cara Pengendalian Gulma pada Tanaman Padi
Pengendalian adalah mengurangi sebagian dari populasi gulma yang tumbuh agar
tidak merugikan baik secara ekonomis maupun ekologis terhadap tanaman pokok.
Sedangkan tindakan memberantas (eradikasi) hanya ditujukan terhadap gulma yang sangat
merugikan dan hanya terbatas pada tempat-tempat tertentu (Anon., 1976).
Pada umumnya dalam budidaya tanaman padi setelah pasca tumbuh pengendalian
gulmanya dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain : 1) pengendalian
secara mekanik yaitu dengan menggunakan alat-alat sederhana seperti sabit atau
mencabutnya dengan tangan.; 2) pengendalian secara kultur teknik, yaitu cara
pengendalian yang ditujukan kepada perbaikan lingkungan tempat tumbuh
tanaman seperti mengatur pengairannya dengan baik; 3) pengendalian secara
biologis yaitu dengan menggunakan ternak sperti itik; 4) pengendalian yang bersifat
kimiawi yaitu dngan menggunakan herbisida yang bersifat selektif seperti DMA (bahan
aktif 2,4-D) 5). Pengendalian secara terpadu yaitu dengan mengkombinasikan beberapa
cara yang telah disebutkan tadi dengan harapan memperoleh hasil yang lebih baik seperti
penyemprotan dengan herbisida yang dilanjutkan dengan penyiangan dengan tangan
dengan tujuan gulma yang tidak mati akibat penggunaan herbisida tersebut dapat
dihilangkan dengan mencabutnya dengan tangan
24
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) sederhana
dengan tiga perlakuan dan diulang sebanyak lima kali. Perlakuan tersebut adalah :
TP = Sistem Tapin (Tanam pindah)
T = Sistem Tabela (Tabur benih langsung)
TT = Sistem Tabelatot (Tabur benih langsung tanpa olah tanah)
Tanaman sampel yang diamati berjumlah lima tanaman yang dipilih secara acak.
Untuk pengamatan jumlah gulma diambil sub sampel seluas 1600 cm2 yang
terletak di dalam luasan 1 m2 tersebut. Gambar denah percobaan seperti Gambar
3.1, sedang gambar luasan sampel pengamatan seperti pada Gambar 3.2 sampai
dengan 3.4.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada lahan sawah yang berlokasi di Subak Bantas
Bale Agung Kaja, Desa Gadungan, Kecamatan Selemadeg Timur, Kabupaten
Tabanan dengan ketinggian tempat 200 m di atas permukaan air laut. Penelitian
ini dilaksanakan daribulan Januari 2015 sampai dengan bulan April 2015.
3.3 Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi Varietas
Ciherang, pupuk Urea, TSP dan KCl, insektisida Cymbus 2 EC, fungisida Anvil,
herbisida Ally, DMA dan Gramoxone. Alat-alat yang digunakan adalah traktor,
25
seeder, sabit, cangkul, pisau, ajir, sprayer kanaf sack, ember, timbangan, oven, alat-
alat tulis, kertas melimeter dan penggaris.
U
S
Gambar 3.1
Denah percobaan di lapang
Keterangan :
TP = Sistem Tapin (Tanam pindah)
T = Sistem Tabela (Tabur benih langsung)
TT = Sistem Tabelatot (Tabur benih langsung tanpa olah tanah)
= Tempat pengambilan sampel pengamatan
TP
T T
T T
T
TT
TT TT TT
TT
TP TP
TP
TP
26
A 40 cm E B
Keterangan :
40 cm
ABCD : Tempat pengambilan
G 1m sampel seluas 1 m x 1m
20 cm C
1 m AEFG : Sub sampel seluas
40 cm x 40 cm
20 cm
X : Tanaman padi
D 1 m C
20 cm
Gambar 3.2
Luasan sampel pengamatan sistem Tapin (jarak tanam 20 cm x 20 cm)
A 40 cm E B
Keterangan :
40 cm
ABCD : Tempat pengambilan
G 1m sampel seluas 1 m x 1m
20 cm C
1 m AEFG : Sub sampel seluas
40 cm x 40 cm
20 cm
X : Tanaman padi
D 1 m C
15 cm
Gambar 3.3
Luasan sampel pengamatan sistem Tabela (jarak tanam 20 cm x 15 cm)
X X X X X
X X X X X
F
X X X X X
X X X X X
X X X X X
X X X X X X
X X X X X X
F
X X X X X X
X X X X X X
X X X X X X
27
A 40 cm E B
Keterangan :
40 cm
ABCD : Tempat pengambilan
G 1m sampel seluas 1 m x 1m
20 cm C
1 m AEFG : Sub sampel seluas
40 cm x 40 cm
20 cm
X : Tanaman padi
D 1 m C
15 cm
Gambar 3.4
Luasan sampel pengamatan sistem Tabelatot (jarak tanam 20 cm x15 cm)
3.4 Pelaksanaan di Lapangan
3.4.1 Penyiapan lahan
menggunakan jarak tanam 20 cm x 20 cm yaitu jarak tanam yang biasa
digunakan oleh petani. Sedangkan untuk sistem Tabela dan Tabelatot penaburan
benih dilakukan dengan menggunakan seeder dengan jarak tanam antar baris 20
cm dan dalam barisan 15 cm. Benih sebelum ditabur direndam Penyiapan lahan
untuk pelaksanaan sistem Tapin dan Tabela, pengolahan tanah atau pelumpurannya
dilakukan dengan menggunakan traktor. Pelaksanaannya dilakukan 10 hari sebelum
tanam bibit atau sebar benih. Setelah pelumpuran tanah dibiarkan selama tiga hari
dan selanjutnya dilakukan pembersihan dari sisa-sisa tumbuhan atau gulma baik yang
sudah mati maupun yang masih hidup dan sekaligus dilakukan perataan permukaan tanah
sehingga siap untuk ditanami bibit atau sebar benih.
X X X X X X
X X X X X X
F
X X X X X X
X X X X X X
X X X X X X
28
Sedangkan untuk pelaksanaan sistem Tabelatot, penyiapan lahannya sudah
disiapkan 10 hari setelah panen padi, dengan melakukan penyemprotan herbisida
yang bersifat non selektif dan kontak yaitu Gramoxone dengan konsentrasi 12 cc
l air-1. Tiga hari sebelum dilakukan penyemprotan dengan herbisida tersebut, sudah
dilakukan pengeringan lahan dengan tujuan supaya herbisida yang digunakan dapat
membunuh gulma dan singgang padi secara efektif dan efisien. Dua hari setelah
dilakukan penyemprotan herbisida, lahan tersebut terus digenangi air dengan
tujuan supaya jerami padi, singgang padi dan gulma yang telah mengering pada
lahan tersebut cepat melapuk. Penyemprotan terhadap singgang padi dan gulma
yang masih hidup dilakukan ± 10 hari sebelum penaburan benih yaitu untuk
mencegah bibit yang disebar mengalami keracunan. Waktu penyemprotan, lahan
harus dikeringkan dari genangan air
3.4.2 Penanaman bibit/ penaburan benih
Untuk sistem Tanam Pindah bibit sudah disiapkan di pesemaian 21 hari
sebelum tanam. Benih yang akan disemai direndam selama 2 hari (48 jam) dan
ditiris selama 1 hari (24 jam). Penanaman bibit pada sistem ini dengan selama dua
hari (48 jam) dan ditiris selama 1 hari (24 jam). Benih yang siap disebar adalah
benih yang lembaganya sudah muncul pada permukaan benih sepanjang ± 0,5
mm. Pada saat penanaman bibit dan penaburan benih lahan tidak boleh tergenang
air dan keadaan ini berlangsung selama empat hari. Setelah empat hari penaburan
benih, lahan mulai digenangi air dengan catatan air tidak melebihi tinggi tanaman,
supaya tanaman yang sudah tumbuh tidak mati atau terganggu pertumhannya
kerena terendam air.
29
3.4.3 Penyulaman
Penyulaman dimaksudkan adalah untuk mengganti bibit atau benih yang mati
atau tidak tumbuh, dimakan tikus, burung, kepiting dan semut. Penyulaman
dilakukan pada umur 14-21 hari hari setelah penaburan benih. dengan mengambil
bibit atau tanaman yang sengaja disiapkan untuk penyulaman. Penyulaman yang
terlambat akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak seragam.
3.4.4 Pengendalian gulma
Pengendalian gulma dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pertama 15 hari
setelah penaburan benih yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan herbisida
padi sawah yaitu Ally 76 WP, dengan konsentrasi sesuai anjuran (3 gr l air-1) dan
sekaligus dikombinasikan dengan penyiangan secara manual (dengan tangan) yaitu
lima hari setelah penyemprotan gulma tersebut. Penyiangan dengan tangan
dimaksudkan untuk mengendalikan gulma yang tidak mati kerena herbisida yang
digunakan. Pengendalian gulma yang kedua dilakukan setelah tanaman padi
berumur 42 hari setelah penaburan benih. Pelaksanaan pengendalian pada saat ini
dilakukan secara manual (penyiangan dengan tangan).
3.4.5 Pengendalian hama dan penyakit.
Pengendalian terhadap adanya serangan hama dan penyakit dilakukan apabila
ada gejala serangan yang dianggap telah membahayakan tanaman padi.
Pengendalian terhadap hama werenh, hama penggerek dan hama putih palsu
dilakukan pada umur 15, 42 dan 65 hari setelah penaburan benih atau penanaman
bibit dengan menggunakan Cymbus dengan konsentrasi 2 cc l air-1.
30
Sedangkan untuk mencegah adanya serangan penyakit potong leher tanaman padi
disemprot dengan Anvil dengan konsentrasi 2 cc l air-1 yaitu pada umur 63 dan 77
hari setelah penaburan benih atau penanaman bibit.
3.4.6 Pemupukan
Untuk memelihara tanaman supaya dapat tumbuh dengan baik perlu dilakukan
pemupukan. Pemupukan pada sistem tanam ini dilakukan sebanyak tiga kali yaitu
pertama pada saat tanaman padi berumur 21 hari yaitu dengan urea, TSP dan KCl
dengan dosis masing-masing sebanyak 100, 50, dan 50 kg ha-1. Pemupukan yang
kedua dilakukan setelah tanaman padi berumur 42 hari setelah penanaman bibit
atau penaburan benih yaitu dengan dosis 50 kg urea ha-1. Sedangkan pemupukan
yang ketiga dilakukan menjelang inisiasi malai yaitu pada umur 63 hari setelah
tanam/sebar benih dengan dosis 50 kg urea ha-1.
3.5 Pengamatan dan Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan dari pengamatan selama percobaan berlangsung
adalah :
3.5.1 Identifikasi gulma
Identifikasi gulma dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada umur 14 dan 42
hari setelah penaburan benih atau penanaman bibit. Semua gulma yang tumbuh
pada areal sub sampel seluas 40 cm x 40 cm diamati jenis dan jumlahnya
(Soeryani, 1971).
31
3.5.2 Berat basah dan berat kering oven gulma m -2 (g)
Penentuan berat basah dan berat kering oven gulma dilakukan sebanyak dua
kali yaitu umur pada umur 14 dan 42 hari setelah penaburan benih atau penanaman
bibit Semua gulma yang tumbuh pada areal sub sampel seluas 40 cm x 40 cm,
setelah diidentifikasi kemudian dicabut dan dibersihkan dari kotoran yang melekat.
Gulma tersebut kemudian ditimbang untuk mendapatkan berat basahnya. Berat ini
kemudian dikonversikan ke dalam luasan 1 m2 yaitu untuk mendapatkan berat
gulma dalam luasan 1 m2
Berat gulma Berat gulma dalam luasan 1600 cm2 (g)
basah m-2 = x 10.000 cm2 …………(1) (g) 1600 cm2
Untuk mendapatkan berat kering ovennya diambil sub sampel dari gulma
yang masih basah yaitu seberat 100 g, kemudian dioven sampai mencapai berat
yang konstan.
Berat gulma
Berat gulma dalam luasan 1 m2 (g)
kering oven = x Berat kering oven sub sampel (g)….(2)
m-2 (g) 100 g
3.5 Analisis Data
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati,
dilakukan analisis statistika. Apabila perlakuan sistem tanam memberikan pengaruh
yang nyata atau sangat nyata maka analisis dilanjutkan dengan uji BNT taraf 5 %,
sedangkan untuk mengetahui keeratan hubungan antara variabel yang diamati
dilanjutkan dengan uji korelasi (Sudjana, 1985).
32
.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil statistika diperoleh bahwa sistem tanam berpengaruh nyata (P <
0,05) terhadap parameter populasi jenis gulma m-2 umur 14 hst/hss, berat gulma basah
dan kering oven m-2 umur 14 hst/hss, lama penyiangan m-2 umur 20 hst/hss, tetapi tidak
berpengaruh nyata (P ≥ 0,05) terhadap parameter populasi jenis gulma m-2 umur 42
hst/hss berat gulma basah dan kering oven m-2 umur 42 hst/hss. Signifikansi pengaruh
sistem tanam terhadap semua parameter yang diamati disajikan pada Tabel 4.1 dan satu
contoh perhitungan yang lengkap disajikan pada Lampiran 1.
4.1.1 Populasi jenis gulma m –2 umur 14 hst/hss (batang)
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa sistem tanam berpengaruh
nyata (P < 0,05) terhadap populasi jenis gulma m-2 umur 14 hst/hss. Pengaruh
sistem tanam terhadap rata-rata populasi jenis gulma m-2 umur 14 hst/hss dapat
dilihat pada Tabel 4.2.
33
Tabel 4.1
Signifikansi pengaruh perlakuan sistem tanam terhadap parameter yang diamati
No Parameter yang diamati Signifikansi
1.
2.
3.
4.
Populasi jenis gulma m -2 (batang).
a. umur 14 hst/hss
b. umur 42 hst/hss
Berat basah dan kering oven gulma m -2 (g)
a. umur 14 hst/hss
b. umur 42 hst/hss
Lama penyiangan m -2 umur 20 hst/hss (menit)
Biaya penyiangan ha-1 umur 20 hst/hss (Rp)
**
ns
*
ns
**
**
Keterangan : ns = berpengaruh tidak nyata (P ≥ 0,05) hst = hari setelah tanam
** = berpengaruh sangat nyata (P < 0,01) hss = hari setelah sebar
* = berpengaruh nyata (P < 0,05)
Tabel 4.2
Populasi jenis gulma m –2 umur 14 hst/hss akibat perlakuan sistem Tapin,
Tabela dan Tabelatot
Perlakuan Jussiaea
linifolia
Vahl.
(batang)
Jussiaea
angustifolia
Lmk (batang)
Frimbristylis
littoralis
Gaudich (batang)
Cyperus
difformis L. (batang)
Cyperus iria L.
(batang)
Tapin
Tabela
Tabelatot
71,60 a
76,60 a
3,80 b
63,80 a
64,00 a
7,20 b
57,00 a
64,20 a
8,80 b
49,80 a
44,40 a
7,40 b
45,40 a
44,00 a
8,60 b
BNT 5 % 22,56 33,24 19,42 16,30 12,15
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada Uji BNT taraf 5 %
34
Tabel 4.2
Tabel lanjutan
Perlakuan Cyperus
halpan L. (batang)
Echinochloa
crusgalli (L.)
Beauv
(batang)
Rotala
leptopetala
(BI.) Koehne
(batang)
Monochria
vaginalis
(Burm.f.) (batang)
Echinochloa
colonum (L.) Link
(batang) Tapin
Tabela
Tabelatot
42,00 a
45,20 a
7,60 b
42,00 a
37,00 a
8,60 b
34,60 a
31,80 a
4,60 b
32,40 a
33,20 a
8,40 b
26,00 a
25,40 a
6,00 b
BNT 5 % 15,21 14,30 13,23 10,41 12,17
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada Uji BNT taraf 5 %
Pada Tabel 4.2 terlihat bahwa antara sistem Tabela dan Tapin populasi jenis
gulma m –2 pada umur 14 hst/hss tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P ≥
0,05), tetapi berbeda nyata (P < 0,05) dibanding dengan sistem Tabelatot.
Jenis-jenis gulma yang tumbuh tersebut adalah 2 (dua) dari golongan rumput yaitu
Echinochloa crusgalli (L.) Beauv dan Echinochloa colonum (L.) Link., 4 (empat) dari
golongan teki yaitu Cyperus difformis L, Cyperus iria L., Cyperus halpan L,
Frimbristylis littoralis Gaudich, dan 4 (empat) dari golongan berdaun lebar antara lain
Jussiaea linifolia Vahl, Jussiaea angustifolia Lmk, Rotala leptopetala (BI.) Koehne,
Monochria vaginalis (Burm.f.) .
4.1.2 Populasi jenis gulma m –2 umur 42 hst/hss (batang)
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa sistem tanam tidak berpengaruh
nyata (P ≥ 0,05) terhadap populasi jenis gulma m –2 umur 42 hst/hss. Pengaruh
sistem tanam terhadap rata-rata populasi jenis gulma m –2 umur 42 hst/hss dapat
dilihat pada Tabel 4.3.
35
Pada Tabel 4.3 terlihat bahwa jenis-jenis gulma yang tumbuh m –2 pada umur 42
hst/hss semuanya dari golongan rumput. Gulma tersebut adalah Echinochloa crusgalli
(L.) Beauv, Leptochloa chinensis (L.) Nees dan Echinochloa colonum (L.) Link.
Tabel 4.3
Populasi jenis gulma m –2 umur 42 hst/hss akibat perlakuan sistem Tapin, Tabela dan
Tabelatot
Perlakuan Echinochloa crusgalli
(L.) Beauv (batang)
Leptochloa chinensis
(L.) Nees (batang)
Echinochloa colonum
(L.) Link (batang)
Tapin
Tabela
Tabelatot
1,40 a
1,40 a
1,20 a
1,00 a
1,20 a
1,20 a
1,20 a
1,40 a
1,20 a
BNT 5 % 0,82 0,38 0,82
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada Uji BNT taraf 5 %
4.1.3 Berat gulma basah dan kering oven m –2 (g)
Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa sistem tanam berpengaruh nyata (P <
0,05) terhadap berat gulma basah dan kering oven m –2 pada umur 14 hst/hss,
tetapi pada umur 42 hst/hss tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P ≥ 0,05).
Pengaruh sistem tanam terhadap rata-rata berat gulma basah dan kering oven m –2
pada umur 14 hst/hss dan 42 hss/hst dapat dilihat pada Tabel 4.4.
36
Tabel 4.4
Berat gulma basah dan kering oven m –2 umur 14 hst/hss dan 42 hst/hss akibat
perlakuan sistem Tapin, Tabela dan Tabelatot
Perlakuan Berat gulma basah m –2 Berat gulma kering oven m –2
14 hst/hss 42 hst/hss 14 hst/hss 42 hst/hss
(g) (g) (g) (g)
Tapin 72,90 a 11,91 a 16,55 ab 2,73 a
Tabela 151,73 a 11,95 a 33,84 a 2,77 a
Tabelatot 5,37 b 10,59 a 1,26 b 2,56 a
BNT 5 % 87,85 ns 19,50 ns
Keterangan : Nilai yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama
menunjukkan perbedaan yang tidak nyata pada Uji BNT taraf 5 %
Pada Tabel 4.4 terlihat bahwa sistem Tabela memberikan berat gulma basah dan
kering oven m –2 pada umur 14 hst/hss yang paling tinggi yaitu masing-
masing 151,73 dan 33,84 g, berbeda nyata (P < 0,05) dibandingkan dengan sistem
Tabelatot yaitu sebanyak 5,37 dan 1,26 g, tetapi tidak berbeda nyata (P ≥ 0,05)
dibanding dengan sistem Tapin yaitu masing-masing sebanyak 72,90 dan 16,55 g.
4.1 Pembahasan
Diantara sistem tanam yang dicoba, terlihat bahwa sistem Tabela dan Tapin
mendapatkan populasi jenis gulma m –1 pada umur 14 hst/hss lebih banyak dan
berbeda nyata dibandingkan dengan sistem Tabelatot. Jenis-jenis gulma yang tumbuh
tersebut antara lain Jussiaea linifolia Vahl, Jussiaea angustifolia Lmk, Frimbristylis
littoralis Gaudich, Cyperus difformis L, Cyperus iria L., Cyperus halpan L.,
Echinochloa crusgalli (L.) Beauv, Rotala leptopetala (BI.) Koehne, Monochria vaginalis
(Burm.f.) dan Echinochloa colonum (L.) Link. Banyaknya gulma yang tumbuh dan
meningkatnya berat gulma basah dan kering oven pada umur 14 hst/hss pada sistem Tapin
37
dan Tabela disebabkan karena persiapan lahan dilakukan pengolahan tanah secara
sempurna, sehingga gulma yang pada mulanya dorman didalam tanah akan dapat berada
pada permukaan tanah dan setelah muncul pada permukaan tanah sebagian besar akan
dapat tumbuh kembali. Sebaliknya rendahnya gulma yang tumbuh pada petak dengan
sistem Tabelatot disebabkan karena gulma yang dorman yang ada dalam tanah akan tetap
menjadi dorman, karena pada pelaksanaan sistem ini tidak dilakukan pengolahan tanah
secara sempurna, serta pemakaian herbisida akan dapat menyebabkan biji-biji gulma yang
ada di permukaan tanah sebagian besar akan mati karena toksisitas dari herbisida pra
tumbuh yang digunakan. Meningkatnya berat gulma basah dan kering oven dan lamanya
waktu yang dibutuhkan dalam pengendalian secara manual pada umur 20 hsst/hss pada
sistem Tabela dan Tapin sudah tentunya disebabkan karena lebih banyaknya gulma yang
tumbuh pada sistem tersebut. Makin banyak gulma yang tumbuh, maka makin lama
waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan penyiangan dengan tangan, sehingga biaya yang
dibutuhkan akan meningkat. Dari hasil pengamatan ternyata bahwa sistem Tabela dan
Tapin membutuhkan biaya pengendalian gulma paling banyak yaitu masing-masing
Rp.1.223.170, dan Rp.1.048.518, sedangkan sistem Tabelatot hanya sebanyak Rp.
324.073
Selanjutnya pada pengamatan 42 hst/hss, terjadi perubahan komposisi jenis gulma.
Jenis-jenis gulma yang tumbuh adalah semuanya dari golongan gramineae antara lain
Echinochloa crusgalli (L.) Beauv, Leptochloa chinensis (L.) Nees dan Echinochloa
colonum (L.) Link. Adanya perubahan komposisi jenis gulma yang
tumbuh tersebut disebabkan adanya perlakuan penyiangan pada umur 14 hst/hss yaitu
dengan menggunakan herbisida pasca tumbuh (DMA) yang dikombinasikan dengan
penyiangan dengan tangan pada umur 20 hst/hss. Herbisida DMA adalah herbisida yang
bersifat selektif terhadap jenis gulma yang berdaun lebar.
38
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Sistem tanam yaitu Tapin, Tabela dan Tabelatot hanya berpengaruh nyata terhadap
populasi jenis gulma m-2, berat gulma basah dan kering oven m-2.
2. Sistem Tabelatot dapat menurunkan berat gulma basah m-1 pada umur 14 hst/hss
masing-masing sebanyak 96,46 % dan 92,63 % dibandingkan dengan sistem Tabela
dan Tapin dan menurunkan berat gulma kering ovennya masing-masing sebanyak
96,28 % dan 92,39 % dibandingkan dengan sistem Tabela dan Tapin.
5.2 Saran
Dari pelaksanaan dilapangan, hasil penelitian, pembahasan dan kesimpulan yang
telah diuraikan di atas, maka dapat disarankan sebagai berikut :
1. Pada daerah-daerah yang sistem irigasinya kurang baik dan atau tenaga kerja sulit
diperoleh, maka sistem Tabelatot adalah alternatif pilihan yang terbaik.
3. Karena penyiapan lahan dalam pelaksanaan sistem Tabelatot menggunakan bahan
kimia (herbisida), maka herbisida yang digunakan harus ramah lingkungan.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai frekuensi penanaman padi dengan
sistem Tabelatot dalam setahun.
39
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus. 1976. Pedoman Pengendalian Tumbuh-tumbuhan Pengganggu.
Jakarta : Departemen Pertanian.Direktorat Jendral Perkebunan.
________. 1977. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija dan Sayuran. Badan
Pengendali Bimas. Jakarta.
de Datta, S.K. 1973. Principles and practices of rice cultivation under tropical
conditions. Taiwan : Technical bulletin No. 6 ASPAC food and fertilizer
technology center.
Lovett, J.V. 1979. Plant Community Dinamics and Weed Management. Australia :
Departement of Agronomy and Soil Science University of New England.
Armidale NSW. 2351.
Moenandir, J. 1988. Persaingan Tanaman Budidaya dengan Gulma. Jakarta:
Rajawali Pers.
Pasek, Arimawa, W., Kartha Dinata, K., Suanda, DK., Arsa Wijaya, K. 2004.
Peningkatan Pendapatan Petani Padi dengan Penanaman Padi Sawah
dengan Sistem Tabelatot (Tabur Benih Langsung Tanpa Olah Tanah) di
Desa Kerambitan, Kabupaten Tabanan. Denpasar : Laporan Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Udayana.
Pasek, Arimbawa, W.,Kartha Dinata, K., Suanda, DK., Arsa Wijaya, K. 2005.
Perbaikan Budidaya Tanaman Padi Sawah dengan Sistem Tabelatot (Tanam
Benih Langsung Tanpa Olah Tanah) di Desa Penatih, Kabupaten Badung.
Denpasar : Laporan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Udayana.
Pearce, R.B., Mock, J.J.,.Bailay,T.B. 1975. Rapid method for estimating leaf area
per plant. Crop sci. 15 (15) : 691-694.
Phillips, R.E., Phillips, S.H. 1984. No Tillage Agriculture, Principles and
Practices. Melbourne . Australia.
Setyo, A ., Suparyono.1993. Padi. Jakarta : PT.Penebar Swadaya.
Soemartono., Bahrin, S., Harjono, R. 1981. Bercocok Tanam Padi. Jakarta :
CV.Yasaguna.
Soerjani,M.., Kostermans., Tjitrosoepomo,G. 1971. Weed of Rice in Indonesia.
Jakarta : Balai Pustaka .
Sundaru, M., Mahyuddin, S., Bakar, J. 1976. Beberapa Jenis Gulma pada Padi
Sawah. Bogor : Lembaga Pusat Penelitian Pertanian.
Sudjana .1985. Disain dan Analisis Eksperimen. Bandung : PT. Tarsito.
40
.
Supriadi, H., Kasim. 1995. Teknologi Budidaya Padi Sawah Sebar Langsung
dalam Barisan. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Suprihatno, B., Ananto, E., Widiarta, Sutrisno,I.N., Sutato. 1996. Seminar Hasil
Penelitian. Buku II. Sukamandi : Balai Penelitian Tanaman Padi. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Taslim, H., Supriadi, H. 1997. Teknologi Sistem Usaha Tani Tanam Benih
Langsung Padi Sawah dalam Barisan. Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Pangan Utomo, M., Nazarudin. 2003. Bertanam
Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Bogor : Penebar Swadaya.
Tjitrosoedirdjo, S., Utomo, H., Wiroatmojo, J. 1985. Pengelolaan Gulma di
Perkebunan. Jakarta : PT. Gramedia.
Utomo, M dan Nazarudin. 2003. Bertanam Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Bogor
: Penebar Swadaya.
Williams.C.N.,Yoseph, K.T. 1973. Climate, Soil and Crop Production in The
Humid Tropics. Kuala Lumpur. Singapura : Revised Edition. Oxpord
University Press.
Zaini, Z. 1996. Sistem Usaha Tani Berbasis Padi dengan Wawasan Agrobisnis.
Keragaman Musim Tanam I. Cisarua : Makalah Disampaikan pada
Lokakarya Manajemen Penelitian. Analisis Keragam,an Pengkajian
Teknologi SUTPA
41
LAMPIRAN (CONTOH ANALISA STATISTIKNYA)
Lampiran 1
Jenis gulma Jussiaea linifolia Vahl. m-2 umur 14 hst/hss (batang)
No
Perlakuan
Ulangan Jumlah
Rata-rata
I II III IV V
1 Tapin 78 80 90 81 29 358 71,60
2 Tabela 95 96 89 66 37 383 76,60
3 Tabelatot 2 5 3 6 3 19 3,80
Jumlah 175 181 182 153 69 760
Perhitungan analisa statistiknya :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
FK
JK Total
JK Ulangan
JK Perlakuan
JK Acak
KT Kelompok
KT Perlakuan
= (760)2 / 15
= 38506,67
= (78)2 + (80)2 + …… + (3)2 - FK
= 21071,73
= (175)2 + ……(69)2 /3 – FK
= 2947,73
= (358)2 + (383)2 + (19)2 /5 - FK
= 16209,73
= JK Total - (JK Ulangan + JK. Perlakuan)
= 21071,73- (2947,73 + 16209,73)
= 1914,27
= JK Kelompok / DB Kelompok
= 2947,73/4
=736,93
= JK Perlakuan / DB Perlakuan
= 16209,73/2
= 8104,87
42
8.
9.
10.
11.
12.
KT Acak
FH. Kelompok
FH. Perlakuan
KK
BNT 5%
= JK Acak / DB Acak
= 1914,27/8
= 239,28
= KT Kelompok / KT Acak
= 736,93/239,28
= 3,08
= KT Perlakuan / KT Acak
= 8104,87/239,28
= 33,87
= √ KT Acak / Ỳ
= √239,28 / 50,67
= 30,86
= t (5 %, DB Acak) x √ 2. KT Acak/Ulangan
= t (5%, 8) x √ 2. 239,28 / 15
= 22,56
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F.Hitung F.Tabel
5 % 1 %
Kelompok 4 2947,73 736,93 3,08ns 3,84 7,01
Perlakuan 2 16209,73 8104,87 33,87** 4,46 8,65
Acak 8 1914,27 239,28
Total 14 21071,73
Keterangan :
ns : Berpengaruh tidak nyata (P ≥ 0,05)
* : Berpengaruh nyata (P < 0,05)
* * : Berpengaruh sangat nyata (P < 0,01)
Koefisien Keragaman = 30,86 %
43
Lampiran 2
Jenis gulma Jussiaea angustifolia Lmk. m-2 umur 14 hst/hss (batang)
No
Perlakuan
Ulangan Jumlah Rata-rata
I II III IV V
1 Tapin 72 72 77 82 16 319 63,80
2 Tabela 96 96 81 30 17 320 64,00
3 Tabelatot 5 6 12 6 7 36 7,20
Jumlah 173 174 170 118 40 675
Daftar Sidik Ragam
SK dB JK KT F.Hitung F.Tabel
5 % 1 %
Kelompok 4 4501,33 1125,33 2,17 ns 3,84 7,01
Perlakuan 2 10716,40 5358,20 10,31** 4,46 8,65
Acak 8 4156,27 519,53
Total 14 19374,00
Keterangan :
ns : Berpengaruh tidak nyata (P ≥ 0,05)
* : Berpengaruh nyata (P < 0,05)
* * : Berpengaruh sangat nyata (P < 0,01)
Koefisien Keragaman = 33,24 %
Top Related